Makalah PKN (Diah Ayu Lestari)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PELAKSANAAN UUD 1945 DALAM BENTUK KEWARGANEGARAAN


YANG BERPASTISIPASI

DISUSUN OLEH : DIAH AYU LESTARI


NIM : 2019143323
PRODI : PGSD 5D
MATA KULIAH : PKN SD
DOSEN PENGAMPU : Sri Wahyuningsih,SH.,MH

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah kami yang berjudul “Pelaksanaan UUD 1945 dalam
Bentuk Kewarganegaraan yang Berpastisipasi”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.

Palembang, 18 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................3
2.1 Konsepsi Aspirasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan .......................................................................................................3
2.2 Aspirasi Masyarakat dalam Penyusunan Program Legislasi Nasional ...............5
2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang............................6
BAB III PENUTUP............................................................................................................. 11
3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 11
3.2 Saran.................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagasan rancangan undang-undang atau disebut tahap pralegislasi baik dari usulan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Pemerintah
dilakukan melalui mekanisme Program Legislasi Nasional yang selanjutnya disebut
Prolegnas. Keberadaan Prolegnas merupakan instrumen perencanaan program pembentukan
undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Tidak kalah penting
dari tahap perencanaan Prolegnas (tahap hulu), tahap penyusunan, pembahasan sampai
dengan pengundangan (tahap pertengahan), hingga tahap penegakan atau pelaksanaannya di
masyarakat (tahap hilir) harus memperhatikan aspirasi dan memastikan partisipasi
masyarakat.
Indonesia sebagai negara hukum mempunyai kewajiban untuk menjamin
terciptanya
kesejahteraan bersama dalam kehidupan masyarakat melalui undang-undang yang dibuat oleh
DPR, DPD, dan Pemerintah baik yang menyangkut kepentingan ekonomi, sosial, budaya,
hukum, pendidikan maupun kepentingan politik. Sistem peraturan perundang-undangan
Indonesia sebagai suatu rangkaian unsur-unsur hukum tertulis yang saling terkait, pengaruh
memengaruhi, dan terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya yang dilandasi oleh
falsafah Pancasila dan UUD 1945 (Ranggawijaya, 1998:33).
Terkait dengan pembentukan undang-undang yang aspiratif dan partisipatif ini, di
dalamnya mengandung dua makna, yaitu: proses dan substansi. Proses adalah mekanisme
dalam pembentukan perundang-undangan yang harus dilakukan secara transparan, sehingga
dari aspirasi masyarakat dapat berpartisipasi memberikan masukan-masukan dalam mengatur
suatu permasalahan. Substansi adalah materi yang akan diatur harus ditujukan bagi
kepentingan masyarakat luas, sehingga menghasilkan suatu undang-undang yang demokratis,
aspiratif, partisipatif dan berkarakter responsif/populistis (Mahfud MD, 2011: 363).
Partisipasi, transparansi, dan demokratisasi dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan dalam satu negara
demokrasi.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsepsi Aspirasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan ?
2. Bagaimana Aspirasi Masyarakat dalam Penyusunan Program Legislasi Nasional ?
3. Bagaimana Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang ?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Konsepsi Aspirasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
2. Untuk Mengetahui Aspirasi Masyarakat dalam Penyusunan Program Legislasi Nasional
3. Untuk Mengetahui Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsepsi Aspirasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan
Aspirasi masyarakat adalah serangkaian kegiatan berupa tuntutan ataupun
“perlawanan” terhadap suatu kebijakan yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir.
Tujuannya untuk memengaruhi pembentukan atau perubahan kebijakan sebagai upaya
penyampaian kepentingan masyarakat. Untuk merepresentasikan ide, rakyat tetap dapat
menyuarakan aspirasinya melalui berbagai media baik media cetak, media elektronik, dan
media konvensional lainnya yang secara konstitusional dijamin dalam rangka penghormatan
terhadap hak asasi manusia.Dengan memahami pentingnya aspirasi masyarakat, maka materi
muatan akan lebih berpihak untuk kepentingan rakyat. Adanya penyelewengan terhadap
materi muatan yang ditujukan untuk kepentingan rakyat berarti mengingkari hakikat
keberadaan undang-undang di tengah-tengah masyarakat. Berlakunya undang-undang yang
tidak berpihak pada kepentingan publik akan berbahaya bagi kelangsungan tatanan hidup
masyarakat luas.
Pembentukan undang-undang dinilai aspiratif, apabila dalam prosesnya
memperhatikan aspirasi masyarakat. Menurut Satjipto Raharjo (1986: 114),
suatu perundang-undangan dikatakan aspiratif dan partisipatif, apabila dapat menghasilkan
peraturan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebaikan dan sifat-
sifat yang khusus dan terbatas;
2. bersifat universal, karena undang-undang dibentuk untuk menghadapi peristiwa di masa
akan datang. Oleh karena itu, undang-undang tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi
peristiwa-peristiwa tertentu saja; dan
3. memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Apakah lazim bagi
suatu peraturan untuk mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya
peninjauan kembali.
Aspirasi masyarakat apabila diakomodir dapat meningkatkan legitimasi, transparansi,
dan responsivitas, serta diharapkan akan melahirkan kebijakan yang akomodatif. Ketika suatu
kebijakan tidak aspiratif, maka dapat muncul kecurigaan mengenai kriteria dalam
menentukan ”siapa mendapat apa”. Sebaliknya, proses pengambilan kebijakan yang
dilakukan dengan cara terbuka dan didukung dengan informasi yang memadai, akan
3
memberikan kesan bahwa tidak ada sesuatu yang disembunyikan. Legitimasi dari kebijakan
yang diambil pun niscaya akan bertambah. (Susanti, 2006:52). Bila di era otoritarianisme
didominasi oleh pemerintah, maka dalam era demokrasi proses pembentukan kebijakan
publik dapat dipengaruhi oleh aspirasi elemen di luar pemerintah. Terutama dari kelompok
kepentingan di tengah masyarakat. Selain parlemen sebagai representasi suara rakyat,
organisasi masyarakat sipil juga berperan memengaruhi DPR dan pemerintah. Dikarenakan
rakyat dalam suatu negara modern jumlahnya sangat banyak dan tidak mungkin berkumpul
dalam suatu tempat untuk bersama-sama membuat peraturan, maka kewenangannya
dilimpahkan kepada lembaga legislatif. Melalui lembaga legislatif yang otonom, rakyat
memperoleh representasi aspirasinya. Jadi, aspirasi publik dalam pembentukan undang-
undang bukanlah hanya sekedar formalitas, sehingga harus dilaksanakan oleh DPR dan
Presiden.
Menjadi pertanyaan, seberapa besar dan signifikan sesungguhnya aspirasi dan
partisipasi masyarakat berpengaruh dalam proses pembahasan substansi rancangan undang-
undang yang sedang dibahas? Pertanyaan seperti itu sulit untuk dijawab (Isra, 2010:292).
Apalagi ketentuan yang terdapat dalam Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011 lebih menekankan
pada partisipasi masyarakat dalam arti formal. Sementara masalah yang substansial
tergantung dari intensitas dan lobbying yang dilakukan masyarakat. Secara hukum, hak
masyarakat untuk berpartisipasi akan terlanggar jika pembentuk undang-undang tidak
membuka ruang untuk itu. Jika hal itu terjadi, suatu undang-undang dapat dikatakan tidak
memenuhi syarat secara formal undang-undang. Hal ini dapat dijadikan sebagai alasan untuk
melakukan uji formal ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Partisipasi publik pada dasarnya adalah jaminan yang harus diberikan kepada rakyat.
Agar rakyat dapat turut serta dalam proses penyelenggaraan negara dan mengakses kebijakan
publik secara bebas dan terbuka. Hal ini merupakan perwujudan dari sistem kedaulatan di
tangan rakyat yang ideal, dalam bentuk demokrasi partisipatoris. Partisipasi masyarakat
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan perwujudan hak partisipasi
politik rakyat. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hak politik warga negara tidak lagi
sekedar memilih (hak suara dalam Pemilu), namun dilengkapi dengan hak-hak sipil dan
politik untuk terlibat dalam proses pemerintahan. Reformasi juga telah terjadi di
pemerintahan dan parlemen, yaitu ditandai dengan semakin diterimanya kalangan civil
society (masyarakat sipil) dalam memengaruhi proses penyusunan peraturan perundang-
undangan.

4
Partisipasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001: 831) berarti ada peran serta atau
keikutsertaan (mengawasi, mengontrol, dan memengaruhi) masyarakat dalam suatu kegiatan
pembentukan perundang-undangan, mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi
pelaksanaan peraturan. Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat termasuk dalam kategori
partisipasi politik. (Halim dan Putera, 2010:108) Partisipasi publik dalam proses pengambilan
kebijakan yang mengikat seluruh warga adalah cara efektif untuk mencapai pola hubungan
setara antara pemerintah dan rakyat.
Partisipasi masyarakat merupakan prasyarat dan representasi dari terealisasinya
pemerintahan yang demokratis. Tanpa adanya partisipasi dan hanya mengandalkan
mobilisasi, niscaya yang namanya demokrasi dalam sistem pemerintahan negara tidak akan
terwujud. Untuk itu, penting bagi sebuah pemerintahan yang baik dalam upaya untuk
meningkatkan arus informasi, akuntabilitas, memberikan perlindungan kepada masyarakat,
serta memberikan suara bagi pihak-pihak yang paling berimbas oleh kebijakan publik yang
diterapkan.

2.2 Aspirasi Masyarakat dalam Penyusunan Program Legislasi Nasional


Negara Indonesia adalah negara hukum. Aspirasi masyarakat dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan harus diakomodir, dengan memperhatikan politik hukum
nasional yang meletakkan visi pembangunan hukum di atas tujuan pembangunan nasional,
sebagaimana yang terdapat pembukaan UUD 1945. Sebagai akibat dari perubahan konstitusi,
terjadi pergeseran kekuasaan legislasi dari tangan Presiden kepada DPR. Sebagaimana yang
tercantum pada Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 yang secara eksplisit dan definitif menegaskan,
bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Adanya ketentuan tersebut
menyebabkan konsekuensi logis yuridis, dimana setiap RUU harus diajukan melalui DPR.
Keberadaan Prolegnas merupakan upaya mewujudkan pembangunan sistem hukum
nasional dengan membentuk undang-undang yang menjamin kepastian hukum, kemanfaatan,
keadilan, dan ketertiban. Adapun visi, misi, dan arah kebijakan Prolegnas 2010-2014, disusun
berdasarkan metode dan parameter tertentu serta dijiwai oleh visi dan misi pembangunan
hukum nasional. Visi Prolegnas 2010-2014 adalah mewujudkan negara hukum yang
demokratis melalui pembangunan sistem hukum nasional dengan membentuk peraturan
perundang-undangan yang aspiratif, berintikan keadilan dan kebenaran ; untuk mencapai
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Demi mewujudkan
visi Prolegnas, disusun misi, sebagai berikutn :

5
a. mewujudkan materi hukum yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum
masyarakat;
b. mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan;
c. mewujudkan lembaga hukum yang mandiri, kredibel, adil, imparsial, dan terintegrasi
dalam satu sistem hukum; dan
d. mewujudkan aparatur hukum yang bersih, taat hukum, profesional, dan bertanggung jawab
(Badan Legislasi DPR RI dalam Evaluasi Prolegnas 2010-2014), 2014:20.

2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang


Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan peraturan
perundang - undangan telah terakomodasi dalam ketentuan hukum positif Pasal 96 UU No.12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan dianutnya asas
keterbukaan dalam undang-undang tersebut6, masyarakat berhak memberikan masukan
secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Masukan
secara lisan dan/atau tertulis dapat dilakukan melalui: a. rapat dengar pendapat umum; b.
kunjungan kerja; c. sosialisasi; dan d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. Sementara itu,
yang dimaksud masyarakat adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang
mempunyai kepentingan atas substansi rancangan undang-undang. Untuk memudahkan
masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis setiap Rancangan
Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan, pada saat ini sudah mulai dikembangkan. Partisipasi yang dilakukan masyarakat
sebagai stakeholeders (pemangku kepentingan), dapat dilakukan dengan memberikan
masukan secara lisan dan tertulis dalam rangka perencanaan, penyusunan dan pembahasan
rancangan peraturan perundang - undangan sesuai dengan tata cara Tata Tertib DPR.
Partispasi masyarakat dalam pembahasan rancangan undang-undang juga merupakan
wujud penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip good
governance (pemerintahan yang baik), diantaranya: keterlibatan masyarakat, akuntabilitas,
dan transparansi (Santosa, 2001:87). Demikian juga menurut Rahardjo (1998:127)
transparansi dan partispasi masyarakat dalam pembentukan perundang-undangan adalah
menjaga netralitas. Netralitas maksudnya berarti persamaan, keadilan, dan perlindungan bagi
seluruh pihak terutama masyarakat, mencerminkan suasana konflik antar kekuatan dan
kepentingan dalam masyarakat. Keputusan dan hasil peran serta mencerminkan kebutuhan

6
dan keinginan masyarakat dan menjadi sumber informasi yang berguna sekaligus merupakan
komitmen sistem demokrasi.
Penyerapan aspirasi masyarakat untuk mewujudkan perundang-undangan yang
menyejahterakan, dapat dilakukan dengan jalan membuka ruang partisipasi seluruh
komponen masyarakat. Sebagaimana yang disebutkan oleh Handoyo (2008:163), ruang
partisipasi tersebut meliputi:
1. Membuka akses informasi seluruh komponen masyarakat tentang proses penyusunan suatu
peraturan perundang-undangan;
2. Merumuskan aturan main (rule of the game) khususnya yang menyangkut transparansi
penyusunan dan perumusan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan;
3. Untuk langkah awal pelaksanaan pemantauan, perlu merumuskan secara bersama-sama
sebuah prosedur dan tata cara mengakomodir aspirasi masyarakat dalam Pembasahan
Peraturan Perundang-Undangan.
4. Bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menyusun kode etik sekaligus
membentuk Majelis Kehormatan yang susunan keanggotaannya terdiri dari unsur DPR RI,
masyarakat, akademisi, dan media massa;
5. Memperluas jaringan kerja sama di kalangan civil society yang selama ini sifatnya melalui
ad hoc. Jaringan kerja sama tersebut harus bersifat permanen sekaligus ada pembagian tugas
dan tanggung jawab memantau proses perumusan kaidah hukum.
Aturan yang lebih detail tentang proses partisipasi masyarakat diatur lebih lanjut
dalam Tata Tertib DPR, namun anggota DPR sebagai wakil rakyat yang berasal dari partai
politik tentu memiliki kepentingan dalam interaksi di lembaga legislatif. Keterbukaan dari
partisipasi dimaknai, kadangkala memiliki nuansa politis sebagai upaya meningkatkan
citranya sebagai politisi. Seringkali, maksud dari partisipasi didominasi kepentingan politik
dari partai politik atau golongannya, dibandingkan kepentingan masyarakat. Disamping itu,
paradigma lama yang menyebutkan bahwa proses pembuatan kebijakan adalah kewenangan
dari lembaga perwakilan, tanpa perlu mengikutsertakan partisipasi masyarakat ternyata masih
kuat dikalangan elit politik. Lembaga perwakilan seperti DPR memang memiliki kewenangan
dalam pembuatan sebuah kebijakan nasional yaitu fungsi legislasi selanjutnya, masyarakat
ditempatkan sebagai objek yang telah terwakili secara sah melalui wakilnya di DPR,
sehingga otomatis masyarakat telah ikut berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan.

7
Tahapan Partisipasi dalam Usaha Memengaruhi Kebijakan
Partisipasi tidak cukup hanya dilakukan oleh beberapa orang yang duduk di lembaga
perwakilan, karena situasi dalam insititusi politik cenderung menggunakan politik atas nama
kepentingan rakyat untuk memperjuangkan kepentingan kelompok atau kelompok pribadi.
Oleh sebab itu, dalam kegiatan wakil rakyat juga perlu ada ruang partisipasi masyarakat
untuk berperan serta dalam proses kebijakan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat yang paling utama adalah
masyarakat itu sendiri, yang perlu dibangun adalah kesadaran berpartisipasi dan dukungan
terhadap aktivitas partisipasi melalui pendidikan politik. Tetapi, hal itu tidaklah cukup,
partisipasi masyarakat lebih dibutuhkan dalam memberi masukan pada saat proses
pembentukan suatu peraturan perundang-undangan dan memberi legitimasi terhadap undang-
undang tersebut.

Pencarian Dukungan dan Dampak yang Diperoleh


Dalam upaya mencari dukungan dari publik dan pihak-pihak yang dipengaruhi,
seperti diskusi publik di daerah simpul koalisi yang melibatkan anggota DPR sebagai
narasumber dan pihak pemerintah serta para akademisi dalam diskusi-diskusi tersebut,
sebagai usaha meningkatkan daya tawar kepada pihak pemerintah dan legislatif. Disamping
itu, simpul koalisi diminta untuk mensosialisasikan isu terkait pembahasan sebuah RUU
kepada publik. Bentuk kampanye yang lain, yaitu: melakukan briefing dengan media nasional
baik elektronik maupun cetak untuk mensosialisasikan dan menyamakan persepsi berbagai
konferensi Pers,
Secara keseluruhan upaya masyarakat sipil untuk berpartisipasi telah mendapatkan
hasil, meskipun belum maksimal. Setidaknya ada upaya advokasi agar terdapat jaminan
hukum hak partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan. Adapun dampak
kebijakan dapat dilihat dari empat hal, yaitu: secara substantif, prosedural, struktural dan
sensitizing. Dalam demokrasi, rakyat mempunyai hak untuk mengontrol penguasa secara
penuh; termasuk kekuasaan bidang legislatif. Bahkan rakyat dapat menentukan hukum dan
hak - hak yang harus mereka miliki. Rakyat juga ikut menentukan kekuasaan pemerintahan
yang harus dilaksanakan, serta apa yang harus dilakukan dalam hal ini, DPR untuk
memberikan pelayanan terhadap rakyatnya.
Dalam sistem kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi suatu negera dianggap berada di
tangan rakyat negara itu sendiri. Kekuasaan itu hakekatnya berasal dari rakyat, dikelola oleh
rakyat, dan untuk kepentingan kesejahteraan seluruh rakyat. Pada hakekatnya, ide kedaulatan
8
rakyat harus dijamin. Rakyat yang sesungguhnya pemilik negara dengan segala
kewenangannya untuk menjalankan semua fungsi kekuasaan negara di bidang, legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Rakyatlah yang berwenang merencanakan, mengatur, melaksanakan
dan melakukan pengawasan serta penilaian terhadap fungsi kekuasaan.
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR RI
telah dimuat ketentuan sejumlah kewajiban DPR. Untuk menjamin hak partisipasi
masyarakat, dapat diidentifikasi dan dinilai dari beberapa hal: 1) Penyusunan dan Penetapan
Prolegnas; 2) Penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang; 3) Pembahasan RUU
tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara; 4) Pengawasan pelaksanaan undang-undang;
dan 5) Pengawasan pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Partisipasi bertujuan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan.
Tujuan ini terkait dengan efektivitas, pembagian beban, dan efisiensi. Meningkatkan
partisipasi akan membantu memastikan bahwa kepentingan rakyat dapat lebih besar dipenuhi.
Meningkatkan partisipasi juga dapat menghasilkan titik temu kepentingan tersebut, dengan
solusi yang diambil yang pada akhirnya meningkatkan kepuasan banyak pihak akan suatu
kebijakan. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa ketika kelompok-kelompok yang dituju
suatu kebijakan terlibat dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi mereka, serta
dalam melaksanakan kegiatan tersebut, maka hasil kebijakan yang lebih baik dapat dicapai
(Susanti, 2006:60).

Peraturan Perundang-Undangan untuk Kesejahteraan Umum


Keberadaan perundang-undangan, memperlihatkan karakteristik suatu norma bagi
kehidupan sosial yang lebih matang, khususnya dalam hal kejelasan dan kapasitasnya. Untuk
itu, negara tidak dapat memasuki pergaulan hidup masyarakat atau individu terlalu jauh,
karena dikhawatirkan akan mengurangi kebebasan dan kemerdekaan individu. Sejalan
dengan tujuan negara Pasal 28H Ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi: “setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, keberadaan negara hukum
terus mengalami perkembangan. Penyelenggaraan negara pun mengalami perubahan.
Kegiatan negara telah mengatur berbagai persoalan kehidupan masyarakat, sehingga berubah
dari negara hukum klasik menjadi negara hukum kesejahteraan.
Indonesia sebagai negara demokrasi yang merupakan bagian dari masyarakat dunia,
memiliki cara tersendiri dalam menciptakan perundang-undangan. Salah satunya, dengan
9
menghendaki masuknya unsur-unsur sosial dalam perundang-undangan. Oleh karenanya,
menjadi penting pula untuk mendekati masalah perundang-undangan ini secara sosial.
Keadaan dan susunan masyarakat modern terkait dengan pelapisan sosial yang semakin
tajam, menambah sulitnya usaha untuk mengatasi kecenderungan perundang-undangan yang
memihak. Sulit ditolak bahwa perundang-undangan itu lebih menguntungkan pihak yang
makmur, dan mereka yang lebih aktif melakukan kegiatan-kegiatan politik.
Dalam masyarakat yang menjunjung liberalisme dan ekonomi kapitalistis, akan lebih
menampilkan karakter sosial yang mendorong golongan yang satu diatas golongan lainnya.
Dibandingkan masyarakat yang menekankan pada unsur kebersamaan dalam kehidupan
sosial politiknya. Demikian besar dan luasnya fungsi pemerintahan dalam konteks negara
hukum kesejahteraan. Indonesia sebagai negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan
UUD 1945, dalam membentuk undang-undang harus berkomitmen pada tujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aspirasi masyarakat dalam penyusunan Prolegnas harus diakomodir. Hal ini sebagai
salah satu instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara
terencana, terpadu, dan sistematis dengan memerhatikan dan mempertimbangkan politik
hukum nasional. Dengan meletakkan visi pembangunan hukum di atas tujuan pembangunan
nasional. DPR, DPD, dan Pemerintah dalam melaksanakan fungsi legislasi harus
memerhatikan dan mengakomodir aspirasi masyarakat. Dimulai dari perencanaan dan
pembentukan perundang-undangan, yang mencakup tahapan: perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Keberadaan Prolegnas sebagai
desain dalam pembaharuan hukum nasional diharapkan mampu mewujudkan kesejahteraan
umum.
Menjadi penting untuk memastikan bahwa partisipasi masyarakat terakomodir dalam
materi undang-undang, sepanjang bertujuan untuk kepentingan dan kesejahteraan umum.
Proses legislasi dapat bersifat aspiratif atau justru sebaliknya bersifat elitis, ketika adanya
dugaan kelompok kepentingan yang turut serta menentukan proses legislasi. Sebagai lembaga
yang diberi kewenangan untuk membentuk undang-undang DPR, DPD, dan Pemerintah
dinilai belum aspiratif dalam melaksanakan fungsi legislasi yang didasarkan pada kebutuhan
dasar masyarakat Indonesia.

3.2 Saran
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tidak terbatas
dari keterbatasan pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan semoga makalah ini bermanfaat
untuk kita semua.

11
DAFTAR PUSTAKA

Asshidiqie, Jimly. 2008. Menuju Negara Hukum Demokratis. Jakarta: Sekretariat Jendral dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.
Farida, Maria. 1998. Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Ichwanuddin, Wawan. 2006. Masyarakat Sipil dan Kebijakan Publik, Studi Kasus
Masyarakat Sipil dalam Mempengaruhi Pembuatan Kebijakan. Jakarta: YAPPIKA.
Irianto, Sulistyowati. 2003. Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berspektif
Kesetaraan dan Keadilan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai