0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan22 halaman

MAKALAH WACANA BUDI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 22

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
“Wacana”

Dosen Pengampu :
Refril Dani, M.Pd

Disusun Oleh:
Budi Handika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN


REKREASI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melinpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga dapat
menyelesaikan makalah kami.Alhamadulillah dengan izin dan kehendak dari
Allah SWT sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tidak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada Bapak Refril Dani, M.Pd selaku dosen pengampu
dan teman teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bungo, 22 Desember 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

A. Latar Belakang Masalah....................................................................1

B. Masalah Rumusan.............................................................................2

C. Tujuan Penlulisan.............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................3

A. Pengertian wacana ..........................................................................3

B. Macam-macam wacana...................................................................12

C. Cirri-ciri wacana..............................................................................17

BAB III PENUTUP......................................................................................18

A. Kesimpulan .....................................................................................18

B. Saran ...............................................................................................18

Daftar Pustaka..............................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi seperti sekarang ini, dimana kita dituntut untuk bisa
menjalani keseharian dengan cepat, tepat, dan sosialis, sudah barang tentunya
semua itu membutuhkan komunikasi yang juga sekaligus menunjukkan kalau
manusia itu merupakan makhluk sosial. Makhluk yang saling membutuhkan
satu sama lain, dan untuk menunjukkan itu, maka komunikasi tentunya
menempati tempat yang sangat penting dalam kehidupan manusia
Dalam berkomunikasi tentunya dibutuhkan banyak aspek untuk bisa
menciptakan suatu sistem atau tataran komunikasi yang baik. Agar pesan yang
akan disampaikan bisa diterima dengan jelas dan baik oleh lawan bicara kita.
Hal tersebut diantaranya adalah bahasa. Di dalam bahasa ada banyak aspek lagi
yang perlu kita pahami agar komunikasi bisa tersampaikan sesuai dengan yang
kita harapkan. Dan media untuk menyampaikan pesan dalam berbahasa pun itu
ada banyak jenisnya, mulai dari puisi, novel, lagu, dan wacana.
Penyampaian pesan ataupun argumen dalam bentuk puisi, novel, dan
lagu merupakan cara penyampaian pesan yang dapat dilakukan tanpa
menggunakan tata bahasa yang baku, karena semua itu merupakan karya sastra.
Namun, berbeda dengan puisi, novel, dan lagu, wacana merupakan media
penyampaian pesan atau argumen yang memiliki aturannya tersendiri karena
wacana masuk sebagai golongan karya ilmiah yang memiliki aturan baku. Oleh
karena itu, pada makalah ini, kami akan mencoba menjelaskan mengenai cara
penyampaian pesan ataupun argumen melalui wacana. Baik itu dari
peneganalan wacana, sistem penulisan wacana, maupun sampai kepada
macam-macam wacana itu sendiri.
Wacana dikatakan lengkap karena didalamnya terdapat konsep, gagasan,
pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana
tulis) atau oleh pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apa pun.

1
2

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembahasan tersebut adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan wacana?
2. Apa saja macam-macaam wacana?
3. Bagaimana ciri-ciri wacana?
C. Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari materi tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian wacana
2. Untuk mengetahui macam-macam wacana
3. Untuk mengetahui ciri-ciri wacana
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wacana
Bahasa tidak boleh ditafsirkan sebagai satuan-satuan yang terpisah-
pisah. Satuansatuan bahasa –morfem, kata, kelompok kata, klausa, kalimat-
bukanlah satuan-satuan yang terpisah-pisah, melainkan bagian dari bahasa
sebagai suatu sistem simbolik yang digunakan untuk berkomunikasi di dalam
konteks sosial. Penggunaan bahasa untuk berkomunikasi dalam konteks sosial
itulah yang disebut dengan istilah Wacana, sedangkan ilmu yang
mempelajarinya disebut analisis wacana
Perhatikan perkataan “pengunaan bahasa” dalam definisi singkat
wacana di atas. Perkataan “pengunaan bahasa” mengandung pengertian bahwa
wacana itu bukanlah pertama-tama persoalan bentuk bahasa, melainkan
persoalan fungsi (pengunaan) bentuk bahasa tersebut dalam kegiatan
berbahasa. Hendaknya dipahami bahwa bentuk bahasa merupakan perhatian
utama tatabahasa (gramatika); berbeda dengan tatabahasa, analisa wacana
terutama memperhatikan fungsi bahasa. Tatabahasa akan menerangkan kedua
kalimat berikut:
a. Dian melamar Ayu kemarin pagi.
b. Ayu dilamar (oleh) Dian kemarin pagi.
Sebagai dua bentuk kalimat yang berbeda, yaitu bentuk aktif dan pasif;
sedangkan analisis wacana akan menerangkan bahwa kedua bentuk kalimat
tersebut digunakan dalam konteks yang berbeda. Misalnya, kalimat (a.) akan
lebih tepat digunakan sebagai jawaban atas pertanyaan “Apa yang dilakukan
Dian kemarin pagi?” daripada kalimat (b.), sedangkan kalimat (b.) akan lebih
tepat digunakan sebagai jawaban atas pertanyaan “Ayu dilamar siapa kemarin
pagi?” daripada kalimat (a.).
Selain itu perhatikan pula perkataan “untuk berkomunikasi dalam
konteks sosial” dalam definisi di atas. Perkataan tersebut menerangkan lebih
lanjut bahwa penggunaan bahasa itu tidak terjadi dalam ruang hampa,
melainkan dalam suatu konteks tertentu. Manusia adalah makhluk sosial yang

3
4

senantiasa berkomunikasi dalam konteks sosial yang berbeda-beda, misalnya


konteks rumah tangga, konteks kelas, konteks pemerintahan desa, dan lain
sebagainya.
Makna konteks dalam kaintanya dengan wacana adalah bahwa konteks
itu memberikan kerangka makna dan keutuhan wacana. Wacana lisan berikut
ini akan tamak masuk akal jika konteksnya adalah suatu tempat di Jakata
A: Mobil saya mogok, mas.
B: Mau didorong, ya, Pak?
Dalam proses komunikasi juga tidak bisa terlepas dari sebuah wacana,
yaitu rentetan kalimat yang saling berkaitan membentuk satu kesatuan bahasa
terlengkap (Azwardi, 2018:41). Wacana adalah bentuk bahasa yang kalimatnya
mengandung sebuah tema. Satuan bentuk yang mengandung sebuah tema dan
terdiri dari alinea-alinea, anakanak bab, bab-bab, dan kerangka utuh baik yang
terdiri dari bab-bab maupun tidak. Sehingga tema merupakan ciri sebuah
wacana. Tanpa tema tentu tidak ada wacana.
Lebih luas wacana dapat diartikan sebagai suatu gagasan umum mengenai
bahasa yang disusun menurut perbedaan pola-pola yang diikuti oleh ujaran
para pengguna bahasa (Alex, 2009). Wacana yaitu suatu bahasa terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan korelasi dan
koherensi yang tertinggi dan berkesinambungan yang memunyai awalan dan
akhiran yang nyata disampaikan secara lisan maupun tulis.
Wacana adalah; 1) rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan
proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, yang membentuk satu
kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu;
2) kesatuan bahasa yang terlengkapdan tertinggi atau terbesar diatas kalimat
atau klausa dengan koherensi atau kohesi yang tinggi yang berkesinambungan,
yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, ditampilkan secara lisan
atau tertulis.
Aliah (2014) berpendapat bahwa suatu analisis wacana difungsikan untuk
mengkaji bagaimana sebuah bahasa itu digunakan. Apakah bahasa digunakan
sebagai fungsi transaksional, yaitu fungsi bahasa untuk mengungkapkan isi
5

atau bahasa digunakan sebagai fungsi interaksional, yaitu fungsi bahasa yang
telibat dalam pengungkapan hubungan sosial dan sikap pribadi. Secara garis
besar analisis wacana dapat dibedakan menjadi dua, yaitu wacana tulis dan
lisan. Wacana tulis merupakan wacana yang disampaikan secara tertulis,
penyampaian isi atau informasi disampaikan secara tertulis yang dimaksudkan
agar tulisan tersebut dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Wacana
tulis dapat dilihat di media cetak. Sedangkan wacana lisan adalah jenis wacana
yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal. Jenis
wacana ini sering disebut sebagai tuturan atau ujaran dan dapat dilihat
diberbagai media seperti media dalam ruang tunggu di terminal Tirtonadi
Surakarta.
Dalam kajian analisis wacana terdapat pendekatan mikrostruktural yang
melihat bahwa wacana dibentuk dari dua segi yaitu segi bentuk atau kohesif
dan segi makna atau koheren (Wijana, 2011:438). Bahasa tersusun atas dua
bentuk (form) dan makna (meaning), hubungan antarbagian wacana
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu hubungan yang disebut kohesi
(cohesion) dan hubungan makna atau hubungan semantis yang disebut
koherensi (coherence). Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana
(hubungan yang tampak pada bentuk) dan termasuk organisasi sintaktis yang
merupakan tempat susunan kalimat-kalimat secara padu dan padat untuk
menghasilkan tuturan. Sedangkan koherensi mengacu pada aspek tuturan,
mengenai bagaim ana proposisi yang dibentuk dan disimpulkan untuk
menginterpretasikan bahasa dalam membentuk sebuah wacana.
Istilah lain yang digunakan secara berdampingan dalam buku Analisis
Wacana ialah “wacana” dan ”teks”. Dalam bahasa Inggris, dibedakan discourse
dan text yang pertama berarti spoken discourse “wacana lisan” sedangkan yang
kedua berarti written discourse “wacana tulisan”. Dalam Bahasa Indonesia,
istilah tersebut masih relatif tumpang tindih.Van Djik mengemukakan bahwa
wacana itu sebenarnya adalah bangunan teoritis yang abstrak. Dengan begitu,
wacana belum dapat dilihat sebagai perwujudan fisik bahasa. Adapun
perwujudan bahasa ialah teks. Selanjutnya, Hoed membedakan pengertian
6

wacana dan teks berdasarkan pandangan De Saussure yang membedakan


langue dan parole. Menurutnya, wacana merupakan teoritis abstrak yang
maknanya dikaji dalam kaitannya dengan konteks dan situasi komunikasi.
Yang dimaksud dengan konteks ialah unsur bahasa yang dirujuk oleh suatu
ujaran. Dengan demikian, wacana ada dalam tataran langue sedangkan teks
merupakan realisasi sebuah wacana dan ada pada tataran parole.
Kata wacana merupakan kata serapan yang digunakan sebagai pemadan
kata dari bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa
Latin discursus yang berarti lari kian-kemari, yang diturunkan dari dis- ‘dari,
dalam arah yang berbeda’, dan currere ‘lari’, (Sobur, 2009:9).
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, sehingga membentuk
makna yang serasi di antara kalimat-kalimat tersebut. Syamsuddin (2011, hlm.
7), menjelaskan bahwa pengertian dari wacana adalah sebagai rangkaian ujar
atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang
disajikan secara teratur dan sistematis dalam satu kesatuan yang koheren, serta
dibentuk dari unsur segmental maupun nonsegmental bahasa. Berdasarkan
pengertiannya, Syamsuddin (2011, hlm. 8) mengidentifikasi ciri dan sifat
sebuah wacana, sebagai berikut.
1. Wacana dapat berupa rangkaian kalimat ujar secara lisan dan tulisan atau
rangkaian tindak tutur;
2. Wacana mengungkapkan suatu hal (subjek);
3. Penyajiannya teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi
pendukungnya;
4. Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu;
5. Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmenta
Dalam hal ini, wacana dapat disebut sebagai rekaman kebahasaan yang
utuh tentang peristiwa komunikasi, dan komunikasi merupakan alat interaksi
sosial, yaitu hubungan antara individu atau kelompok dengan individu atau
kelompok lainnya dalam proses sosial. Berkomunikasi dapat menggunakan
medium verbal (lisan dan tulis) maupun medium nonverbal (isyarat dan
kinesik). Perwujudan medium verbal adalah wacana yang merupakan produk
7

komunikasi verbal. Wacana mengasumsikan adanya penyapa (pembicara atau


penulis) dan pesapa (pendengar atau pembaca). Dalam proses berbahasa,
penyapa menyampaikan pesan (pikiran, rasa, kehendak) yang menjadi makna
dalam bahasa (lingual) untuk disampaikan kepada pesapa sebagai amanat
(Sudaryat, 2011, hlm. 105-106).
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang
berkesinambungan, serta mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata.
Sementara itu, Djajasudarma (1994, hlm. 15) berpendapat mengenai wacana
dan komunikasi serta fungsinya, bahwa wacana dengan unit konversasi
memerlukan unsur komunikasi berupa sumber (pembicara dan penulis) serta
penerima (pendengar dan pembaca). Lebih lanjut, dijelaskan pula olehnya
bahwa semua unsur komunikasi berhubungan dengan fungsi bahasa, yang
meliputi: (1) fungsi ekspresif, menghasilkan jenis wacana berdasarkan
pemaparan secara ekspositoris, (2) fungsi fatik (pembuka konversasi),
menghasilkan dialog pembuka, (3) fungsi estetik, menyangkut unsur pesan
sebagai unsur komunikasi, dan (4) fungsi direktif, berhubungan dengan
pembaca atau pendengar sebagai penerima isi wacana secara langsung dari
sumber.
Teori wacana menjelaskan terbentuknya sebuah pernyataan atau kalimat.
Kalimat dapat tunduk dengan sejumlah aturan gramatika pada yang membuat
kalimat. Aturan kebahasaan menjadi milik bersama bukan individu. Menurut
pemahaman teori wacana motivasi dan niat manusia dapat ditentukan dengan
bahasa yang dikenalnya. Teori wacana sangat strukturalis dan fatalis.
Pandangan teori wacana sebenarnya tidak menyulitkan, tetapi terjadinya
gejolak perlawanan dan perubahan sosial. Pertama, manusia mengenal lebih
dari satu bahasa, ini memungkinkan terjadi bentrok antar tata dunia. Kedua,
bahasa mengandung berbagai celah, tanpa pertemuan dengan bahasa lain pun,
bahasa tidak sepenuhnya statis dan stabil. Teori wacana menjadi aktual dalam
filsafat kontemporer dengan strukturalisme yang berpendapat bergantung pada
pendengar, pembicara, dan dari referensinya. Bergantung pada struktur bahasa,
8

yang dimaksud struktur hubungan elemen yang membentuk kesatuan otonom


yang tertutup (Sobur, 2009: 46).
Konsep wacana merupakan bentuk “praktik sosial” yang memiliki tiga
implikasi. Pertama, wacana adalah bagian dari masyarakat. Hal ini karena
wacana tidak dapat berdiri sendiri apabila wacana terputus dari masyarakat.
Kedua, wacana sebagai praktik sosial menyiratkan, bahwa wacana merupakan
proses sosial. Ketiga, wacana berproses pada kondisi sosial. Antara bahasa dan
kondisi sosial terdapat dialektika, di mana wacana dan kondisi sosial saling
mempengaruhi dan dipengaruhi.
Analisis wacana membantu menunjukkan bagaimana kekuasaan, dominasi
dan ketidaksetaraan dipraktikkan, diproduksi, dan disikapi melalui teks tertulis
ataupun pembicaraan dalam konteks sosial dan politis (Darma, 2014, hlm.
100). Analisis wacana memandang wacana, penggunaan bahasa dalam tuturan
dan tulisan sebagai bentuk praktik sosial. Praktik sosial dalam analisis wacana
dianggap mengarah pada hubungan dialektis antara peristiwa diskursif tertentu
dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Hubungan
antara wacana dengan struktur sosial bukan korelasi satu arah. Wacana tidak
hanya ditentukan oleh struktur sosial, tetapi juga mempengaruhi struktur sosial
dan berkontribusi pada perubahan struktur sosial itu sendiri.
Wacana adalah unsur kebahasaan yang lengkap, lengkap dari segi
kebahasaan maupun segi maknanya. Wacana adalah satuan bahasa yang
lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan tertinggi dalam hierarki sintaksis wacana
mempunyai pengertian yang lengkap atau utuh, dibangun oleh kalimat atau
kalimat-kalimat. Artinya, sebuah wacana hanya terdiri dari sebuah kalimat, dan
terdiri dari sejumlah kalimat. Dalam pembentukan sebuah wacana yang utuh,
kalimat-kalimat itu dipadukan oleh alat-alat pemaduan yang dapat berupa
unsur leksikal, unsur gramatikal, atau pun unsur semantik.
Sobur (2009: 10) mengartikan wacana sebagai “kemampuan untuk maju
(dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya”, dan
“komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur”.
9

Jika definisi ini kita pakai sebagai pegangan, maka dengan sendirinya semua
tulisan yang teratur, yang menurut urut-urutan yang semestinya, atau logis,
adalah wacana. Karena itu, wacana harus punya dua unsur penting, yakni
kesatuan (unity) dan kepaduan (coherence). Proses berpikir seseorang sangat
erat kaitannya dengan ada tidaknya kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang
disajikannya. Maka baik cara atau pola berpikir seseorang, pada umumnya
akan terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi (Sobur, 2009: 10). Sebuah
tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi, apa yang dinamakan wacana itu tidak
perlu hanya sesuatu yang tertulis seperti diterangkan dalam kamus Websters;
sebuah pidato pun adalah wacana juga. Jadi, kita mengenal wacana lisan dan
wacana tertulis. Ini sejalan dengan pendapat Henry Guntur Tarigan bahwa
“Istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan atau
obrolan, tetapi juga pembicaraan di muka umum, tulisan, serta upaya-upaya
formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon” (Sobur, 2009 10); atau
penjelasan Sansuri (Sobur, 2009: 10) yang menyatakan bahwa “Wacana ialah
rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri
atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu
dengan yang lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat
pula menggunakan bahasa tulisan”
Menurut Kridalaksana (2005:259), wacana (discourse) adalah satuan
bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang
utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb), paragraf, kalimat atau kata yang
membawa amanat yang lengkap. Sedangkan menurut Tarigan (2009:19),
wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang
berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara
lisan atau tertulis. 13 Sejalan dengan pendapat di atas, mengemukakan ciriciri
wacana yaitu (1) satuan gramatikal, (2) satuan terbesar, tertinggi, atau
terlengkap, (3) untaian kalimat-kalimat, (4) memiliki hubungan proposisi, (5)
memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan, (6) memiliki hubungan
10

koherensi, (7) memiliki hubungan kohesi, (8) rekaman kebahasaan yang utuh
dari peristiwa komunikasi, (9) bisa transaksional juga interaksional, (10)
mediumnya bisa lisan maupun tulisan, dan (11) sesuai dengan konteks atau
kontekstual.
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan
dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seriensiklopedia, dsb.),
paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Wacana
adalah rentetan kalimat yang berkaitan menghubungkan proposisi yang satu
dengan proposisi yang lainnya membentuk satu kesatuan. Pemahaman wacana
yang menekankan unsur keterkaitan kalimat-kalimat, di samping hubungan
proposisi sebagai landasan berpijak, mengisyaratkan bahwa konfigurasi makna
yang menjelaskan isi komunikasi pembicaraan sangat berperan dalam
informasi yang ada pada wacana. Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa tertinggi yang
menghubungkan satu proposisi dengan proposisi lainnya sehingga membentuk
kesatuan yang utuh. Teks dalam buku ini ialah wacana (lisan) yang
difiksasikan oleh redaksi melalui suatu proses jurnalistik kedalam bentuk
tulisan yang isi, bahasa, dan strukturnya memenuhi kriteria bahasa media surat
kabar. Adapun wacana ialah tulisan yang memiliki ciri struktur berita yang
berisi tentang suatu peristiwa yang dipublikasikan melalui surat kabar.
Wacana dipandang sebagai satuan bahasa terlengkap, bentuknya bisa
berupa karangan utuh, paragraf, kalimat, frase, bahkan kata yang membawa
amanat lengkap. Kridalaksana sudah memberikan batasan wacana dari satuan
bahasa, pokok bahasan, tapi pada definisi tersebut, Kridalaksana tak
menambahkan konsep konteks. wacana adalah organisasi bahasa yang lebih
luas dari kalimat atau klausa. Wacana dipandang sebagai satuan bahasa yang
lebih luas dari kalimat atau klausa. Padahal wacana belum tentu berwujud
rangkaian kalimat. Wacana dapat berupa satuan bahasa bermakna yang
memiliki konteks dan menyampaikan gagasan. wacana berarti rangkaian
sinambung kalimat yang lebih luas daripada kalimat. Wacana tidak berupa
11

satuan bahasa yang lebih luas dari kalimat karena wacana terdiri atas satuan
bahasa bermakna yang memiliki konteks dan menyampaikan gagasan. wacana
adalah teks yang lengkap yang disampaikan baik dengan cara lisan maupun
tulisan yang tersusun oleh kalimat yang berkaitan.
Definisi wacana menurut Kinneavy, wacana terdiri atas satuan bahasa
berupa rangkaian kalimat yang saling berkaitan. Padahal wacana tidak harus
berupa rangkaian kalimat, wacana dapat berupa satuan bahasa bermakna yang
memiliki konteks dan mengandung gagasan. wacana adalah rentetan kalimat
yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi
yang lain dan membentuk satu kesatuan. Alwi juga menyatakan bahwa untuk
membicarakan sebuah wacana dibutuhkan pengetahuan tentang kalimat dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan kalimat.
Wacana hanya tentang hubungan antara proposisi satu dan proposisi lain.
Ia juga berpendapat bahwa wacana terdiri atas sederetan kalimat yang
berkaitan padahal wacana belum tentu terdiri atas kalimat-kalimat. Wacana
bisa juga berupa satuan bahasa bermakna seperti kata yang memiliki konteks
serta menyampaikan suatu gagasan. Wacana adalah rentetan kalimat yang
berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain,
membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang
akan melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.
Menurut Fatimah, wacana terbentuk dari serentetan kalimat yang berkaitan satu
sama lain dan mengandung pernyataan. Padahal wacana tidak harus terbentuk
dari serentetan kalimat, wacana dapat terbentuk dari satuan bahasa bermakna
(contohnya kata) yang memiliki konteks dan mengandung gagasan
Berdasarkan pengertian wacana terdiri atas satuan bahasa apa pun yang
memiliki amanat atau gagasan. Defines wacana ini kurang lengkap karena
tidak disebutkan konteks, padahal konteks berperan penting dalam membentuk
sebuah wacana. Satuan bahasa bermakna dapat membentuk wacana bila
disertai konteks dan mengandung gagasan.
12

B. Macam-Macam Wacana
1. Berdasarkan Alat komunikasi
a. Wacana lisan
Wacana lisan merupakan sebuah wacana atau ungkapan yang di
ucapkan/dituangkan secara lisan (langsung) bisa dalam bentuk
perbincangan, pidato, dan lain sebagainya.
Ciri Wacana Lisan : Adanya penutur dan mitra tutur, bahasa yang
dituturkan dan adanya giliran bicara (dialog, pialog)
b. Wacana tulis
Kebalikan dari wacana lisan, wacana tulisan adalah suatu wacana
atau ungkapan yang di kemukakan dengan cara tulisan (tidak
langsung) misalnya dalam bentuk konteks/teks.
Ciri Wacana Tulisan : Adanya penulis dan pembaca, bahasa yang
dituliskan dan penerapan system ejaan
2. Berdasarkan jenis pemakaian
a. Wacana monolog
Wacana monolog merupakan suatu jenis wacana yang dilakukan
sendiri (individual) dan tidak ada balikan atau tanggapan dari orang
lain, maka pembicara juga tidak dapat berperan sebagai pendengar.
Ciri Wacana Monolog : Hanya dilakukan oleh satu orang,
memiliki peran tunggal dan tidak memiliki peran balik
b. Wacana Dialog
Apabila terjadi percakapan sebanyak dua orang dan terjadi
pergantian peran adanya seorang pembicara sebagai pendengar dan
sebaliknya seorang pendengar menjadi pembicara maka wacana
tersebut merupakan wacana dialog.
Ciri Wacana Dialog : Dilakukan oleh dua orang, memiliki peran
ganda dan dapat bertukaran tempat sebagai pembicara atau pendengar.
13

c. Wacana Polilog
Jika komunikasi terjadi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian
peran dari masing-masing pembicara dan pendengar, maka wacana
disebut sebagai polilog.
Ciri Wacana Polilog : Dilakukan oleh lebih dari dua orang dan
terjadi pergantian peran.
3. Wacana berdasarkan fungsi dan bentuknya
a. Wacana narasi
Narasi merupakan karangan yang berisi peristiwa atau kejadian
sehingga pembaca seolah-olah mengalami kejadian ataupun peristiwa
tersebut. Karangan narasi biasa di dapati pada biografi tokoh karena
pada umumnya biografi berbentuk narasi.
Secara sederhana, paragrap narasi diartikan sebagai wacana yang
berupa cerita yang memiliki unsur urutan peristiwa, latar, dan tokoh.
Selain daripada itu, juka ditinjau dari perkembangannya wacana
narasi terbagi atas dua yaitu:
1) Narasi fiksi (Sugestif) Menceritakan peristiwa imajinatif
(khayalan) seperti novel dan cerpen.
2) Narasi nonfiksi (ekspositori) Merupakan narasi yang menceritakan
kejadian-kejadian yang factual atau sesuatu yang benar-benar ada
dan terjadi seperti biografi atau laporan perjalanan.
Ciri Wacana Narasi : Bersifat fakta ataupun fiktif, mengisahkan
peristiwa secara berurutan, dan adanya sudut pandang pengarang
Contoh :
Doni terlambat ke sekolah hari ini karena bangun kesiangan. Ia tiba
di sekolah pukul 7.45, sehingga ia di tegur oleh guru piket. Dan ketika
masuk ke ruangan bahasa inggris ia di larang masuk karena waktu
untuk yang kesiangan telah habis.
b. Wacana deskripsi
Wacana deskripsi merupakan sebuah wacana yang
menggambarkan suatu hal atau kejadian dengan kata-kata secara jelas
14

dan terperinci. Biasanya wacana deskripsi menceritakan tentang watak


seseorang, keindahan alam, keadaan fisik seseorang, atau bisa juga
menceritakan perasaan seseorang.
Ciri Wacana Deskripsi : Memiliki objek, harus jelas dan
terperinci, kalimat langsung pada sasaran, rata-kata yang digunakan
harus denotasi (sebenarnya), runtut dan sistematis
Contoh:
SMA Negeri 1 Kota Sukabumi merupakan SMA tertua di Kota
Sukabumi. SMA Negeri 1 Kota Sukabumi lahir pada bulan Oktober
1961.SMA Negeri 1 mempunyai jumlah murid kurang lebih 1.500
siswa dan mempunyai 4 lapangan, yaitu lapangan basket, lapangan
volly, lapangan sepak bola, dan lapangan badminton. Luas Smansa
kuarng lebih 3 hektare dan memiliki 37 kelas serta 71 guru mata
pelajaran. Smansa juga memiliki kantin yang begitu banyak.
Ketika bel istirahat berbunyi, kanti di Smansa sangatlah ramai
hingga siswa-siswi pun harus berdesak-desakan untuk membeli
makanan. kantin Smansa menjual bermacam-macam makanan seperti
gorengan, mie ayam, bas juice, dan masih banyak lagi Ketika kantin
ini ramai, suasaana pun menjadi sangat panas, berisik dan kotor.
Kantin di Smansa sungguh sempit sedangkan muridnya sangatlah
banyak, sehingga kantin ini pun menjadi hiruk-pikuk.
c. Wacana Eksposisi
Wacana yang menerangkan atau memaparkan suatu hal atau objek
disebut sebagai wacana eksposisi, dan diharapkan para pembaca dapat
memahaminya dengan jelas. Biasanya wacana eksposisi sering
menggunakan kutipan dari para ahli guna untuk membuat si pembaca
mempercayai wacana tersebut.
Ciri Wacana Eksposisi : Adanya kutipan para ahli, menjabarkan
defenisi, dan menjabarkan metode melaksanakan suatu kegiatan.
Contoh:
15

Sementara itu, Sri Hindaryati Dahana mengungkapkan, anggaran


pendidikan yang disiapkan Pemprov NAD dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2002 tergolong besar,
yaitu sebesar Rp.705,7 miliar atau sekitar 44,9 persen dari total APBD
NAD yang mencapai Rp.1,57 triliun. Di pihak lain, ia menyoroti
kecilnya anggaran yang disiapkan Pemprov NAD untuk masalah
ketenagakerjaan yang hanya 0,1 persen atau sebesar Rp.2,1 miliar
d. Wacana Argumentasi
Wacana argumentasi merupakan wacana yang bertujuan untuk
meyakinkan orang lain (para pembaca) agar mereka membenarkan
pendapat, sikap dan perkataan kita.
Sebagai contoh kecil misalnya Anda ingin meyakinkan teman atau
oranglain bahwa Perguruan Tinggi yang Anda tempuh merupakan
perguruan tinggi yang baik, maka Anda dapat menulis pernyatan
tersebut kedalam bentuk wacana argumentasi.
Untuk lebih jelasnya lagi, bacalah contoh wacana argumentasi di
berikut ini!
Contoh :
Membudayakan kegemaran membaca bukanlah hal yang mudah.
Banyak tantangan yang melatari pembudyaan kegemaran membaca.
Pertama kurangnya pemahaman masyarakat sendiri terhadap
pentingnya buku. Buku masih dianggap kebutuhan nomor sekian.
Kenyataan ini terlihat ketika kebutuhan pokok sudah terpenuhi, orang
jarang menyisihkan uangnya untuk membeli buku. Sulit sekali
menjadikan sebuah buku sebagai kebutuhan utama. Akan tetapi, unuk
mendengarkan sebuah kaset dan menonton film, banyak orang yang
tak sungkan mengeluarkan uang.
e. Wacana Persuasi
Karangan ini bertujuan memengaruhi pembaca untuk berbuat
sesuatu atau karangan yang besifat mengajak pembaca dengan
menyampaikan alasan, contoh, dan bukti yang meyakinkan sehingga
16

pembaca bersedia melaksanakan ajakan hal-hal yang baik demi


kepentingan masyarakat. Dalam persuasi pengarang mengharapkan
adanya sikap balasan berupa perbuatan yang dilakukan oleh pembaca
sesuai dengan yang dianjurkan penulis dalam karangannya.
Ciri Wacana Persuasi : Harus menimbulakan kepercayaan pada
pendengar / pembacanya, bertolak atas pendirian bahwa pikiran
manusia dapat diubah, menciptakan persesuaian melalui kepercayaan
antara, pembicara / penulis dan yang diajak berbicara / pembaca,
menghindari konflik ( baik dalam pemikiran pembaca atau sesama
pembaca ) agar kepercayaan tidak hilang dan tujuan tercapai, dan ada
data dan fakta secukupnya untuk mendukung ajakan.
Contoh :
Sistem pendidikan di Indonesia yang dikembangkan sekarang ini
masih belum memenuhi harapan. Hal ini dapat terlihat dari
keterampilan membaca siswa kelas IV SD di Indonesia yang berada
pada peringkat terendah di Asia Timur setelah Philipina, Thailand,
Singapura, dan Hongkong. Selain itu, berdasarkan penelitian, rata-rata
nilai tes siswa SD kelas VI untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika, dan IPA dari tahun ke tahun semakin menurun. Anak-
anak di Indonesia hanya dapat menguasai 30% materi bacaan.
Kenyataan ini disajikan bukan untuk mencari kesalahan penentu
kebijakan, pelaksana pendidikan, dan keadaan yang sedang melanda
bangsa, tapi semata-mata agar kita menyadari sistem pendidikan kita
mengalami krisis. Oleh karena itu, semua pihak perlu menyelamatkan
generasi mendatang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
memperbaiki sistem pendidikan nasional.
C.Ciri-Ciri Wacana
1. Satuan gramatikal Wacana merupakan satuan gramatikal, yaitu tata bahasa
yang telah ditentukan.
17

2. Satuan terbesar, tertinggi atau terlengkap Wacana termasuk dalam satuan


terbesar, tertinggi atau terlengkap dalam sebuah kajian linguistik atau
kebahasaan.
3. Punya hubungan proposisi Proposisi merupakan ungkapan yang dapat
dipercaya atau dibuktikan kebenarannya. Berarti, wacana harus bisa
dibuktikan kebenarannya atau dapat dipercaya. Bisa dalam bentuk lisan
ataupun tulisan Cara penyampaian wacana bisa dalam bentuk tulisan (teks)
ataupun lisan (ujaran).
4. Membahas topik atau hal tertentu Wacana berisikan pembahasan tentang
topik atau hal tertentu yang ingin disampaikan.
5. Memiliki hubungan kontinuitas Artinya wacana disusun secara
berkelanjutan atau berkesinambungan.
6. Memiliki hubungan kohensi dan koherensi Artinya wacana memiliki
keterikatan antar unsur dalam suatu teks, serta memiliki hubungan logis
antar kalimat dalam suatu paragraf.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wacana merupakan rentetan kalimat yang saling berkaitan dan
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi lainnya di dalam
kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa dengan
memiliki ciri-ciri satuan gramatikal, satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
, untaian kalimat-kalimat, memiliki hubungan proposisi, memiliki hubungan
kontinuitas, berkesinambungan, memiliki hubungan koherensi, memiliki
hubungan kohesi, rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi, bisa
transaksional juga interaksional, medium bisa lisan maupun tulis, dan sesuai
dengan konteks. Selain itu, wacana juga terbagi dalam beberapa macam yaitu
wacana dalam bentuk komunikasi, jenis pemakaiiannya, dan wacana
berdasarkan fungsi dan bentuknya. Macam tersebut di bagi lagi menjadi
wacana lisan dan tulisan, wacana monolog, dialog, dan polilog, dan yang
terakhir wacana narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu diperlukan penelitian lanjutan, baik dengan pendekatan yang sama maupun
pendekatan yang berbeda. Dengan demikian, diperoleh hasil yang sesuai
dengan harapan semua pihak, terutama mereka yang menekuni bidang sintak.

18
DAFTAR PUSTAKA

Azwardi. 2018. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.


Aceh: Syiah Kuala University Press.

Alex Sobur (2009) Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Rosda Karya

Darma, Aliah Yoche.(2014). Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif,


Bandung: PT. Refika Aditama

Djajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana (Pemahaman Antar Unsur). Bandung : PT


Eresco.

Kridalaksana, Harimukti. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Mulyana Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Rani Dkk. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian.
Malang: Bayu Media Publishing.

Syamsuddin, A. R. (2011). Studi Wacana: Teori-Analisis-Pengajaran. Cet. kedua.


Bandung: Geger Sunten

Sudaryat, Y. (2011). Makna dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa.

Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad. 2011. Analisis Wacana


Pragmatik Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

19

Anda mungkin juga menyukai