askep bp meila

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 107

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA ANAK A DENGAN

BRONKOPNEUMONIA DI RUANG PICU RSUD ABDOEL WAHAB


SJAHRANIE
SAMARINDA

Disusun oleh :

Meila,Amd.Kep
199305072024212026

RSUD ABDOEL WAHAB SJAHRANIE PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN


TIMUR 2024

i
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA ANAK A DENGAN
BRONKOPNEUMONIA DI RUANG PICU RSUD ABDOEL WAHAB
SJAHRANIE
SAMARINDA

Untuk Memenuhi Persyaratan Asessment Kompetensi Perawat PK 2

Disusun oleh :

Meila,Amd.Kep
199305072024212026

RSUD ABDOEL WAHAB SJAHRANIE PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN


TIMUR 2024

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK A DENGAN


BRONKOPNEUMONIA DI RUANG PICU
RSUD ABDOEL WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA

Oleh :
Meila, Amd.Kep
199305072024212026

Telah mendapatkan persetujuan dari

Kepala Ruangan

Ns. Nurdiana Anggraini, S.Kep


197711092007012011

ii
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rah
mat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul "As
uhan Keperawatan Anak A dengan Bronkopneumonia" tepat pada waktunya.
Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas akademik pa
da Program Studi Keperawatan. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan duku
ngan dari berbagai pihak, karya ilmiah ini tidak akan terselesaikan dengan baik.
Kami ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ns. Nurdiana A., S. Kep selaku Kepala Ruangan PICU RSUD Abdoel Wahab
Sjahranie Samarinda
2. Ns. Wahyu Oktoviyanti S.Kep., M.M , selaku Asesor Keperawatan Anak
RSUD Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda
3. Seluruh pihak di Rumah Sakit yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk melakuk
an penelitian ini, serta para tenaga medis yang telah berpartisipasi dalam memberikan i
nformasi dan data yang diperlukan.
Kami berharap karya ilmiah ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermanfaat bagi pen
gembangan ilmu keperawatan, khususnya dalam penanganan kasus bronkopneumonia pada an
ak. Kami juga menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, k
ritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masa yang akan dat
ang.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan sem
ua pihak yang berkepentingan.

Samarinda, 1 Agustus 2024

Meila, Amd.Kep

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................... ii

HALAMAN KATA PENGANTAR.......................................................................vi

DAFTAR ISI............................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.........................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................5

C. Tujuan Penelitian....................................................................................5

1. Tujuan Umum.....................................................................................5

2. Tujuan Khusus....................................................................................5

D. Manfaat Penelitian..................................................................................6

1. Bagi Peneliti.......................................................................................6

2. Bagi tempat penelitian........................................................................6

3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan...............................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................8

A. Konsep Medis Bronkopneumonia.........................................................8

1. Pengertian Bronkopneumonia..........................................................8

2. Anatomi Fisiologi..........................................................................13

3. Etiologi..........................................................................................13

4. Patofisiologi...................................................................................14

5. Pathway.........................................................................................16
v
DAFTAR ISI
6. Klasifikasi......................................................................................16

7. Manifestasi Klinis..........................................................................17

8. Komplikasi.....................................................................................18

9. Pemeriksaan Penunjang.................................................................19

10. Penatalaksanaan............................................................................20

B. Konsep Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia..............................21

1. Pengkajian.......................................................................................22

2. Diagnosa Keperawatan...................................................................26

3. Perencanaan Keperawatan..............................................................40

4. Pelaksanaan Keperawatan...............................................................55

5. Evaluasi Keperawatan.....................................................................55

BAB III LAPORAN KASUS...............................................................................73

1.Asuhan Keperawatan Pada pasien Bronkopneumonia....................73

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................74

A. Pembahasan.........................................................................................97

1. Pengkajian........................................................................................97

2. Diagnosa Keperawatan....................................................................99

3. Intervensi Keperawatan.................................................................103

4. Implementasi Keperawatan............................................................103

5. Evaluasi Keperawatan...................................................................110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................136


vi
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan.........................................................................................136

B. Saran...................................................................................................137

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................139

LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi
i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sehat adalah suatu keadaan dimana tidak hanya terbebas dari

penyakit atau kelemahan, tetapi juga adanya keseimbangan antara fungsi

fisik, mental, dan sosial. Sehingga pengukuran kualitas hidup yang

berhubungan dengan kesehatan meliputi tiga bidang fungsi yaitu : fisik,

psikologi (kognitif dan emosional), dan sosial (Jacob & Sandjaya, 2018).

Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

perubahan dan perkembangan dimana organ-organ tubuhnya belum

berfungsi secara optimal sehingga lebih rentan terhadap penyakit yang

dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain atau toddler (1-3 tahun), pra

sekolah (3-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga remaja (11-18

tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain mengingat

latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat tentang perubahan

pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam

proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola

koping dan perilaku sosial (Yuniarti, 2015).

Menurut Jayani (2019) penyakit penyebab kematian terbanyak

yang terjadi pada anak usia di bawah lima tahun (balita) adalah kombinasi

gangguan neonatal (bayi baru lahir kurang dari 28 hari), afiksia dan trauma

neonatal, cacat lahir bawaan, diare, malaria, meningitis, kekurangan gizi,

hingga infeksi pernapasan.

1
2

Penyakit infeksi saluran pernapasan merupakan salah satu masalah

kesehatan yang utama didunia, peranan tenaga medis dalam meningkatkan

tingkat kesehatan masyarakat cukup besar karena sampai saat ini penyakit

ini masih termasuk ke dalam salah satu penyebab yang mendorong tetap

tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Adapun salah satu

penyakit infeksi saluran pernapasan pada balita yang menjadi penyebab

kematian tertinggi dikalangan anak-anak ialah bronkopneumonia (Amin et

al, 2018).

Bronkopneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyerang

saluran pernapasan dengan manifestasi klinis bervariasi mulai dari batuk,

pilek yang disertai dengan panas, sedangkan anak bronkopneumonia berat

akan muncul sesak napas yang hebat. Bronkopneumonia juga disebut

pneumonia lubularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang

terlokalisir yang biasanya mengenai bronkioulus serta alveolus

disekitarnya yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda asing lainnya (Sukma et

al, 2021).

United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World Health

Organization (WHO), menyebutkan sekitar 802.000 anak balita meninggal

di seluruh dunia akibat bronkopneumonia. Separuh dari kematian balita

akibat pneumonia tersebut terjadi di lima negara, meliputi : Nigeria

(162.000), India (127.000), Pakistan (58.000), Republik Demokratik

Kongo (40.000), dan Ethiopia (32.000). Pneumonia juga merupakan

penyebab kematian balita terbesar di Indonesia. Pada tahun 2018,

diperkirakan sekitar
3

19.000 anak meninggal dunia akibat pneumonia. Estimasi global

menunjukkan bahwa setiap satu jam ada 71 anak di Indonesia yang tertular

pneumonia (Watkins, 2018).

Profil Kesehatan Indonesia (2021), menyebutkan provinsi dengan

cakupan penemuan pneumonia pada balita tertinggi berada di Jawa Timur

(50,0%), Banten (46,2%), dan Lampung (40,6%). Sedangkan prevalensi di

Kalimantan Timur (13,5%) (Kemenkes RI, 2021). Menurut Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (2020), menyatakan jumlah kasus

pneumonia pada balita sekitar 2.167 jiwa. Kasus pneumonia tertinggi yang

ditemukan terdapat pada Kota Balikpapan menjadi penyumbang terbanyak

862 jiwa, Kota Bontang sebanyak 309 jiwa, dan Kutai Kartanegara

sebanyak 284 jiwa.

Proses peradangan dari proses penyakit bronkopneumonia

menimbulkan manifestasi klinis yang ada sehingga muncul beberapa

masalah dan salah satunya adalah bersihan jalan napas tidak efektif

berhubungan dengan sekret yang tertahan, hipertermia berhubungan

dengan proses penyakit, nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim

paru dibuktikan dengan nyeri dada dan defisit nutrisi berhubungan dengan

peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses

infeksi, maka dari itu sebagai tenaga kesehatan berperan penting dalam

pemberian asuhan keperawatan dan memberi pendidikan kesehatan untuk

membantu pasien (Safitri et al, 2022).


4

Peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak

dengan bronkopneumonia meliputi usaha promotif yaitu dengan selalu

menjaga kebersihan baik fisik maupun lingkungan seperti tempat sampah,

ventilasi, dan kebersihan lain-lain. Preventif dilakukan dengan cara

menjaga pola hidup bersih dan sehat, upaya kuratif dilakukan dengan cara

memberikan obat yang sesuai indikasi yang dianjurkan oleh dokter dan

perawat memiliki peran dalam memberikan asuhan keperawatan pada

klien dengan bronkopneumonia secara optimal, professional dan

komprehensif.

Pemberian terapi medik dan non farmakologi yang sudah terbukti

menekan terjadinya risiko perburukan dan meningkatkan derajat kesehatan

anak yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Perawat harus

berpikir kritis menjalankan perannya dan tanggung jawab tersebut dengan

memberikan inovasi intervensi keperawatan untuk mensejahterakan anak

dengan mengurangi trauma hospitalisasi bagi anak. Secara farmakologi

diberikan obat antibiotik, terapi O2, terapi nebulizer dan secara non

farmakologi biasanya dilakukan pemberian fisioterapi dada (clapping),

latihan batuk efektif serta Inhalasi sederhana. Sedangkan pada aspek

rehabilitative, perawat berperan dalam memulihkan kondisi klien dan

menganjurkan pada orang tua klien untuk kontrol kerumah sakit.

(Nursakina et al, 2021).

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulis tertarik

melakukan penelitian asuhan keperawatan pada pasien anak dengan

bronkopneumonia di RSUD Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada

pasien anak dengan Bronkopneumonia di RSUD Abdoel Wahab Sjahranie

Samarinda

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk gambaran asuhan

keperawatan pada pasien anak dengan bronkopneumonia di RSUD

Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda

2. Tujuan Khusus

a. Mengkaji pasien anak dengan bronkopneumonia di Abdoel

Wahab Sjahranie Samarinda

b. Menegakkan diagnosa keperawatan asuhan keperawatan pada

pasien anak dengan bronkopneumonia di RSUD Abdoel Wahab

Sjahranie Samarinda

c. Menyusun perencanaan keperawatan asuhan keperawatan pada

pasien anak dengan bronkopneumonia di RSUD Abdoel Wahab

Sjahranie Samarinda

d. Melaksanakan intervensi keperawatan asuhan keperawatan pada

pasien anak dengan bronkopneumonia di RSUD Abdoel Wahab

Sjahranie Samarinda

e. Mengevaluasi pasien dengan asuhan keperawatan pada pasien anak

dengan bronkopneumonia di RSUD Abdoel Wahab Sjahranie

Samarinda
6

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan pengalaman bagi

peneliti dalam mengimplementasikan asuhan keperawatan pada pasien

anak dengan bronkopneumoni di RSUD Abdoel Wahab Sjahranie

Samarinda secara tepat.

2. Bagi tempat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau

saran dan bahan dalam merencanakan asuhan keperawatan di Abdoel

Wahab Sjahranie Samarinda sehingga pihak rumah sakit dapat

meningkatkan penanganan asuhan keperawatan pada klien anak

dengan bronkopneumonia.

3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah keluasan ilmu

terapan dibidang keperawatan dalam asuhan keperawatan pada pasien

anak dengan bronkopneumonia


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis Bronkopneumonia

1. Pengertian Bronkopneumonia

Bronkopneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyerang

saluran pernapasan dengan manifestasi klinis bervariasi mulai dari

batuk, pilek yang disertai dengan panas, sedangkan anak

bronkopneumonia berat akan muncul sesak napas yang hebat.

Bronkopneumonia juga disebut pneumonia lubularis yaitu suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya

mengenai bronkioulus serta alveolus disekitarnya yang ditandai dengan

adanya bercak-bercak infiltrate yang disebabkan oleh bakteri, virus,

jamur, dan benda asing lainnya (Sukma et al, 2021).

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang

ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat

dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif (Arufina

& Wiguna, 2018).

2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi saluran pernapasan terdiri dari :

1) Nares anterior

Nares anterior merupakan saluran yang terdapat di dalam

lubang hidung. Saluran tersebut berkumpul ke dalam bagian

8
9

yang disebut vestibulum (rongga) hidung. Lapisan nares

anterior mengandung kelenjar sabasea yang di selimuti bulu

kasar (Pearce, 2019).

Gambar 2. 1
Anatomi Fisiologi Pernapasan Aatas (Pearce, 2019)

2) Rongga Hidung

Rongga hidung di bungkus oleh selaput lender yang banyak

mengandung pembuluh darah, rongga hidung berhubungan

dengan lapisan faring dan selaput lender semua sinus yang

mempunyai lubang termasuk ke dalam rongga hidung.

Sewaktu menghirup udara, udara disaring terlebih dahulu oleh

bulu-bulu yang terdapat pada rongga hidung. Permukaan

lender akan menjadi hangat dan lembab disebabkan oleh

penguapan air pada selaput lender (Pearce, 2019).

3) Faring

Faring merupakan saluran yang berbentuk cerobong yang

terdapat dari dasar tengkorak sampai dengan persimpangan

esophagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Berdasarkan

letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu di belakang hidung,


10

belakang mulut, dan belakang laring (Haryani et al, 2020

dalam Andriyani et al, 2021).

4) Laring

Laring atau biasa disebut tenggorokan terletak di anterior

tulang belakang ke-4 dan ke-6. Laring berperan sebagai

pembentukan suara, pelindung jalan napas bawah dari benda

asing dan mekanisme terjadinya batuk. Laring terdiri dari atas

epiglottis, glottis, kartiligo tiroid, kartiligo krikoid, kartiligo

arytenoid, pita suara (Haryani et al, 2020 dalam Andriyani et

al, 2021).

Gambar 2. 2
Laring, trakea, dan bronki beserta cabang-cabangnya
(Pearce, 2019)

5) Trakea

Trakea merupakan sambungan dari laring yang bercabang

menjadi dua bronkus. Trakea tersusun oleh enam belas sampai

dua puluh lingkaran tak lengkap berbentuk seperti cincin yang

dibungkus serabut fibrosa. Trakea di bungkus oleh selaput

lender yang terdiri atas epithelium bersilia dan sel cangkir.


11

Tulang rawan berfungsi mempertahankan agar trakea tetap

terbuka (Haryani et al, 2020 dalam Andriyani et al, 2021).

6) Paru-paru

Paru-paru merupakan alat pernapasan utama dan mengisi

rongga dada. Paru-paru berlokasi disebelah kanan dan kiri dan

dipisahkan oleh jantung dan pembuluh darah besar yang

berada di jantung. Paru-paru dibagi menjadi dua bagian. Paru-

paru sebelah kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri

dua lobus. Di dalam setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan

paru-paru bersifat elastis, berpori dan berbentuk seperti spons.

Di dalam air, paru-paru mengapung karena terdapat udara di

dalam nya (Pearce, 2019).

Gambar 2. 3
Kedudukan paru-paru di dalam toraks (Pearce, 2019)

7) Bronkus

Bagian bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar dan

cenderung lebih vertikal daripada cabang yang kiri. Hal

tersebut memudahkan benda asing lebih mudah masuk ke

dalam cabang
12

sebelah kanan daripada cabang sebelah kiri. Bronkus di susun

oleh jaringan kartiligo. Tidak adanya kartiligo menyebabkan

bronkiolus mampu menangkap udara, dan dapat menyebabkan

kolaps. Agar tidak mengempis, alveoli dilengkapi dengan

lubang kecil yang terletak antara alveoli yang berfungsi untuk

mencegah kolaps alveoli (Haryani et al, 2020 dalam

Andriyani et al, 2021).

8) Alveolus

Alveolus merupakan kantung udara kecil dan ujung dari

bronkiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran

O2 dan CO2. Fungsi vital dari alveolus adalah pertukaran O2

dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli. Diduga

terdapat 24 juta alveoli pada bayi yang baru lahir. Seiring

bertambahnya usia, jumlah yang sama dengan orang dewasa

pada usia 8 tahun, yaitu 300 juta alveoli (Haryani et al, 2020

dalam Andriyani et al, 2021).

Gambar 2. 4
Diagram dari akhiran sebuah bronkiolus di dalam
Alveoli (Pearce, 2019)
13

b. Fisiologi Pernapasan

Tahap pernapasan meliputi dua tahap, yaitu menghirup

udara atau inspirasi serta mengeluarkan atau eksprirasi. Pada saat

inspirasi, otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke

atas menjadi lurus. Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk

pun berkontraksi dan menyebabkan mengembangnya rongga dada

sehingga tekanan dalam rongga dada berkurang dan udara masuk.

Saat mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot tulang

rusuk melemas dan menyebabkan rongga dada mengecil dan

tekanan udara di dalam paru naik sehingga udara keluar. Udara

mengalir dari tempat yang bertekanan besar ke tempat yang

bertekanan lebih kecil (Pearce, 2019).

3. Etiologi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) secara umum

bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan

tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan sehat

memiliki mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang

terdiri atas reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia

yang menggerakkan kuman keluar dari organ dan sekresi humoral

setempat.

Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri, virus dan

jamur, antara lain :

a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella

b. Virus : Legionella Pneumoniae


14

c. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans

d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam

paru

e. Terjadi karena kongesti paru yang lama

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya

disebabkan oleh virus penyebab bronkopneumonia yang masuk ke

saluran pernapasan sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus.

Inflamasi bronkus ini ditandai dengan adanya penumpukan sekret,

sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronkhi positif dan mual. Bila

penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang

terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.

Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas,

sesak napas, dan napas ronkhi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan

fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang

berfungsi untuk melembabkan rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya

cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari

pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas,

hipoksemia, asidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea

dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas.

4. Patofisiologi

Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah

mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme

masuk melalui percikan ludah (droplet), invasi ini dapat masuk

kesaluran
15

pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. Reaksi

ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini

tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.

Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama

sekret menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin

sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul

dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus, paru dan

mengganggu sistem pertukaran gas di paru.

Tidak hanya menginfeksi saluran napas, bakteri ini juga dapat

menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini

dapat membuat flora normal dalam usus menjadi agen patogen

sehingga timbul masalah pencernaan.

Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme. Keadaan ini disebabkan adanya mekanisme

pertahanan paru. Terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan

adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat

berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit.

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran napas dan paru dapat

melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi

dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan

langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen

(Nurarif & Kusuma, 2015).


16

5. Pathway

Bagan 2. 1
Pathway Penyakit Bronkopneumonia
(Nurarif & Kusuma, 2015); PPNI (2017)

6. Klasifikasi

Bronkopneumonia dikelompokan berdasarkan pedoman dan

tatalaksanan sebagai berikut (Samuel, 2014 dalam Andriyani et al,

2021) :

a. Bronkopneumonia sangat berat

Apabila ditemukan sianosis dan anak sama sekali tidak mampu

minum. Maka anak perlu dirawat di rumah sakit dan diberikan

antibiotik.
17

b. Bronkopneumonia berat

Apabila terdapat retraksi dinding dada tanpa sianosis dan masih

mampu minum, maka anak perlu dirawat di rumah sakit dan

diberikan antibiotik.

c. Bronkopneumonia

Apabila tidak terdapat retraksi dinding dada tetapi ditemukan

pernafasan cepat yaitu >60x/menit pada anak usia kurang dari

dua bulan, >50x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahun,

>40x/menit pada anak usia 1-5 tahun.

d. Bukan Bronkopneumonia

Hanya terdapat batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti

diatas, tidak memerlukan perawatan dan tidak perlu pemberian

antibiotik.

7. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang sering terlihat pada anak yang menderita

penyakit bronkopneumonia adalah sebagai berikut (Wulandari &

Erawati, 2016) :

a. Demam yang tinggi (39˚C-40˚C) terkadang disertai kejang.

b. Anak tampak gelisah dan terdapat nyeri dada ditandai dengan

kesulitan bernapas dan batuk.

c. Takipnea dan pernapasan dangkal disertai pernapasan cuping

hidung.

d. Terkadang di sertai muntah dan diare.


18

e. Terdapat suara napas tambahan seperti ronkhi dan wheezing.

f. Keletihan akibat proses peradangan dan hipoksia.

g. Ventilasi berkurang akibat penimbunan mukus.

8. Komplikasi

Komplikasi dari bronkopneumonia adalah sebagai berikut

(Wulandari & Erawati, 2016) :

a. Atelektasis

Atelektasis merupakan suatu kondisi di mana paru-paru gagal atau

tidak dapat mengembang secara sempurna yang disebabkan karena

mobilisiasi reflek batuk berkurang.

b. Empiema

Empiema merupakan suatu kondisi terkumpulnya nanah dalam

rongga pleura akibat infeksi dari bakteri bronkopneumonia.

c. Abses paru

Abses paru merupakan infeksi bakteri yang dapat menimbulkan

penumpukan pus di dalam paru-paru yang meradang.

d. Infeksi sistemik

e. Endokarditis

Endokarditis merupakan infeksi yang terjadi pada lapisan bagian

dalam jantung (endokardium) yang disebabkan oleh masuknya

kuman ke dalam aliran darah.

f. Meningitis
19

Meningitis merupakan peradangan pada selaput otak dan sumsum

tulang belakang yang diakibatkan oleh infeksi bakteri.

9. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) untuk dapat menegakkan

diagnosa medis dapat digunakan cara:

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah

Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi

leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil).

2) Pemeriksaan sputum

Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang

spontan dan dalam digunakan untuk kultur serta tes sensitifitas

untuk mendeteksi agen infeksius.

3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan

status asam basa.

4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.

5) Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi untuk

mendeteksi antigen mikroba.

b. Pemeriksaan radiologi

1) Ronthenogram thoraks

Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada

infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple

seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.


20

2) Laringoskopi/bronskopi

Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh benda

padat.

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan

bronkopneumonia yaitu :

a. Pemberian obat antibiotik penisilin ditambah dengan kloramfenikol

50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang memiliki

spectrum luas seperti ampisilin, pengobatan ini diberikan sampai

bebas demam 4-5 hari. Antibiotik yang direkomendasikan adalah

antibiotik spectrum luas seperti kombinasi beta laktam/klavulanat

dengan aminoglikosid atau sefalosporin generasi ketiga (Ridha,

2014).

b. Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi O2,

terapi cairan dan antipiretik. Agen antipiretik yang diberikan

kepada pasien adalah paracetamol. Paracetamol dapat diberikan

dengan cara di tetesi (3 x 0,5 cc sehari) atau dengan peroral/ sirup.

Indikasi pemberian paracetamol adalah adanya peningkatan suhu

mencapai 38ºC serta untuk menjaga kenyamanan pasien dan

mengontrol batuk (Ridha, 2014).

c. Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada sangat efektif bagi penderita penyakit respirasi.

Dengan teknik postural drainage, perkusi dada dan vibrasi pada


21

permukaan dinding dada akan mengirimkan gelombang amplitude

sehingga dapat mengubah konsistensi dan lokasi sekret. Fisioterapi

dada dilakukan dengan teknik Tapping dan Clapping. Teknik ini

adalah suatu bentuk terapi dengan menggunakan tangan, dalam

posisi telungkup serta dengan gerakan fleksi dan ekstensi secara

ritmis. Teknik ini sering digunakan dengan dua tangan. Pada anak-

anak tapping dan clapping dapat dilakukan dengan dua atau tiga

jari. (Hidayatin, 2019).

d. Terapi Inhalasi

Terapi inhalasi efektif diberikan pada anak dengan

bronkopneumonia karena dapat melebarkan lumen bronkus,

mengencerkan dahak, mempermudah pengeluaran dahak,

menurunkan hiperaktivitas bronkus serta mencegah infeksi. Alat

nebulizer sangat tepat digunakan bagi semua kalangan usia dimulai

anak-anak hingga lansia yang mengalami gangguan pernapasan

terutama dikarenakan oleh adanya mukus berlebih, batuk ataupun

sesak napas. Pengobatan nebulizer lebih efektif dari obat-obatan

yang diminum secara langsung karena di hirup langsung ke paru-

paru (Astuti, et al, 2019).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia

Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi dengan klien dan

lingkungan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian


22

dalam merawat dirinya (Pemerintah Republik Indonesia, UU No 38,

Tahun 2014).

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang

dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat

data dasar tentang klien, dan membuat catatan tentang respons

kesehatan klien. Dengan demikian hasil pengkajian dapat mendukung

untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien dengan baik dan tepat.

Tujuan dari dokumentasi pada intinya untuk mendapatkan data yang

cukup untuk menentukan strategi perawatan. Dikenal dua jenis data

pada pengkajian yaitu data objektif dan subjektif. Perawat perlu

memahami metode memperoleh data. Dalam memperoleh data tidak

jarang terdapat masalah yang perlu diantisipasi oleh perawat. Data

hasil pengkajian perlu didokumentasikan dengan baik (Yustiana &

Ghofur, 2016).

a. Usia :

Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak

terjadi pada anak berusia di bawah 3 tahun.

b. Keluhan utama :

Saat dikaji biasanya penderita bronkopneumonia mengeluh sesak

nafas.

c. Riwayat penyakit sekarang :


23

Pada penderita bronkopneumonia biasanya merasakahn sulit untuk

bernafas, dan disertai dengan batuk berdahak, terlihat otot bantu

pernafasan, adanya suara nafas tambahan, penderita biasanya juga

lemah dan tidak nafsu makan, kadang disertai diare.

d. Riwayat penyakit dahulu :

Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas,

memiliki riwayat penyakit campak atau pertussis serta memiliki

faktor pemicu bronkopneumonia misalnya terpapar asap rokok,

debu atau polusi dalam jangka panjang.

e. Pemeriksaan fisik :

1) Inspeksi

Perlu diperhatikannya adanya sianosis, dispneu, pernafasan

cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif

menjadi produktif, serta nyeri dada pada saat menarik nafas.

Batasan takipnea pada Klien 2 bulan-12 bulan adalah 50

kali/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 12 bulan-5

tahun adalah 40 kali/menit atau lebih. Perlu diperhatikan

adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada

pneumonia berat, tarikan dinding dada ke dalam akan tampak

jelas.

1) Palpasi

Fremitus biasanya terdengar lemah pada bagian yang terdapat

cairan atau secret, getaran hanya teraba pada sisi yang tidak

terdapat secret.
24

2) Perkusi

Normalnya perkusi pada paru adalah sonor, namun untuk kasus

bronkopneumonia biasanya saat diperkusi terdengar bunyi

redup.

3) Auskultasi

Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan

telinga ke hidung atau mulut bayi. Pada anak pneumonia akan

terdengar stridor, ronkhi atau wheezing. Sementara dengan

stetoskop, akan terdengar suara nafas akan berkurang, ronkhi

halus pada posisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa

resolusi. Pernafasan bronkial, egotomi, bronkoponi, kadang-

kadang terdengar bising gesek pleura.

f. Penegakan diagnosis :

Pemeriksaan laboratorium: Leukosit meningkat dan LED meningkat,

X-foto dada: Terdapat bercak-bercak infiltrate yang tersebar

(bronkopneumonia) atau yang meliputi satu atau sebagian besar

lobus.

g. Riwayat kehamilan dan persalinan :

1) Riwayat kehamilan: penyakit injeksi yang pernah diderita ibu

selama hamil, perawatan ANC, imunisasi TT.


25

2) Riwayat persalinan: apakah usia kehamilan cukup, lahir

premature, bayi kembar, penyakit persalinan, apgar score.

h. Riwayat sosial :

Siapa pengasuh klien, interaksi sosial, kawan bermain, peran ibu,

keyakinan agama/budaya.

i. Kebutuhan dasar :

1) Makan dan minum

Penurunan intake, nutrisi dan cairan, diare, penurunan BB,

mual dan muntah

2) Aktifitas dan istirahat

Kelemahan, lesu, penurunan aktifitas, banyak berbaring

3) BAK

Tidak begitu terganggu

4) Kenyamanan

Malgia, sakit

kepala

5) Hygiene

Penampilan kusut, kurang tenaga

j. Pemeriksaan tingkat perkembangan

1) Motorik kasar : setiap anak berbeda, bersifat familiar, dan

dapat dilihat dari kemampuan anak menggerakkan anggota

tubuh.

2) Motorik halus : gerakkan tangan dan jari untuk mengambil

benda, menggenggam, mengambil dengan jari, menggambar,

menulis dihubungkan dengan usia.


26

k. Data psikologis :

1) Anak

Krisis hospitalisasi, mekanisme koping yang terbatas

dipengaruhi oleh: usia, pengalaman sakit, perpisahan, adanya

support, keseriusan penyakit.

2) Orang tua

Reaksi orang tua terhadap penyakit anaknya dipenagruhi oleh:

a) Keseriusan ancaman terhadap anaknya

b) Pengalaman sebelumnya

c) Prosedur medis yang akan dilakukan pada anaknya

d) Adanya suportif dukungan

e) Agama, kepercayaan dan adat

f) Pola komunikasi dalam keluarga

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari

individu atau kelompok, dimana perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan

merubah. Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai

seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah

kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa

keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana

tindakan asuhan
27
keperawatan, sangat perlu untuk didokumentasikan dengan baik.

(Yustiana & Ghofur, 2016). Masalah keperawatan yang muncul

menurut Nurarif dan Kusuma (2015) :

a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)

1) Definisi

Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan

napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.

2) Penyebab

Fisiologis :

a) Spasme jalan napas

b) Hipersekresi jalan napas

c) Disfungsi neuromuskuler

d) Benda asing dalam jalan napas

e) Adanya jalan napas buatan

f) Sekresi yang tertahan

g) Hyperplasia dinding jalan napas

h) Proses infeksi

i) Respon alergi

j) Efek agen farmakologis (mis. anastesi)

Situasional :

a) Merokok aktif

b) Merokok pasif

c) Terpajan poluta
28

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif : -

b) Objektif : Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum

berlebih, mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering,

mekonium dijalan napas (pada neonatus)

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif : Dispnea, sulit bicara, ortopnea

b) Objektif : Gelisah, sianosis, bunyi napas menurun,

frekuensi napas berubah, pola napas berubah

5) Kondisi Klinis Terkait

a) Gullian barre syndrome

b) Sklerosis multiple

c) Myasthenia gravis

d) Prosedur diagnostik (mis. bronkoskopi, transesophageal

echocardiography [TEE])

e) Depresi system saraf pusat

f) Cedera kepala

g) Stroke

h) Kuadriplegia

i) Sindrom aspirasi meconium

j) Infeksi saluran napas

b. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)

1) Definsi
29
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.

2) Penyebab

a) Depresi pusat pernapasan

b) Hambatan upaya napas

c) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru

d) Kecemasan

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif : Dispnea

b) Objektif : Penggunaan otot bantu pernapasan, fase

ekspansi memanjang, pola napas abnormal

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif : Ortopnea

b) Objektif : Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping

hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat,

ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun,

tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun,

ekskursi dada berubah

5) Kondisi Klinis Terkait

a) Depresi sitem saraf pusat

b) Cedera kepala

c) Trauma thoraks

d) Gullian barre syndrome


30

e) Multiple sclerosis

f) Myasthenia gravis

g) Stroke

h) Kuadriplegia

i) Intoksikasi alkohol

c. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)

1) Definisi

Kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi

karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.

2) Penyebab

a) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

b) Perubahan membran alveolus-kapiler

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif : Dispnea

b) Objektif : PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun,

takikardi, pH arteri meningkat/menurun, bunyi napas

tambahan

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif : Pusing, penglihatan kabur

b) Objektif : Sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping

hidung, pola nafas abnormal (cepat/lambat,

regular/irregular, dangkal/dalam), warna kulit abnormal

(mis. pucat, kebiruan), kesadaran menurun


31

5) Kondisi Klinis Terkait

a) Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)

b) Gagal jantung kongestif

c) Asma

d) Pneumonia

e) Tuberkulosis paru

f) Penyakit membran hialin

g) Asfiksia

h) Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)

i) Prematuritas

j) Infeksi saluran napas

d. Hipertermia (D.0130)

1) Definisi

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.

2) Penyebab

a) Dehidrasi

b) Terpapar

c) Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)

d) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan

e) Peningkatan laju metabolisme

f) Respon trauma

g) Aktivitas berlebihan

h) Penggunaan inkubator
32

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif : -

b) Objektif : Suhu tubuh diatas nilai normal

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif : -

b) Objektif : Kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit

terasa hangat

5) Kondisi Klinis Terkait

a) Proses infeksi

b) Hipertiroid

c) Stroke

d) Dehidrasi

e) Trauma

f) Prematuritas

e. Defisit Nutrisi (D.0019)

1) Definisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme

2) Penyebab

a) Ketidakmampuan menelan makanan

b) Ketidakmampuan mencerna makanan

c) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

d) Peningkatan kebutuhan metabolisme


33

e) Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi)

f) Faktor psikologis (mis. stres, keengganan untuk makan)

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif : -

b) Objektif : Berat badan menurun minimal 10% dibawah

rentang ideal

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif : Cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri

abdomen, nafsu makan menurun

b) Objektif : Bising usus hiperaktif, otat pengunyah lemah,

otot menelan lemah, membran mukosa pucat, sariawan,

serum albumin turun, rambut rontok berlebihan, diare

5) Kondisi Klinis Terkait

a) Stroke

b) Parkinson

c) Mobius syndrome

d) Cerebral palsy

e) Cleft palate

f) Amyotropic lateral sclerosis

g) Kerusakan neuromuscular

h) Luka bakar

i) Kanker

j) Infeksi
34

k) AIDS

l) Penyakit Crohn’s

m) Enterokolitis

n) Fibrosis kistik

f. Intoleransi Aktifitas (D.0056)

1) Definisi

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari

2) Penyebab

a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

b) Tirah baring

c) Kelemahan

d) Imobilitas

e) Gaya hidup monoton

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif : Mengeluh lelah

b) Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi

istirahat

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif : Dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak

nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah

b) Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi

istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah

aktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia, sianosis


35

5) Kondisi Klinis Terkait

a) Anemia

b) Gagal jantung kongestif

c) Penyakit jantung koroner

d) Penyakit katup jantung

e) Aritmia

f) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

g) Gangguan metabolik

h) Gangguan muskuloskeletal

g. Ansietas (D.0080)

1) Definisi

Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek

yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang

memungkinkan individu melakukan tindakan untuk

menghadapi ancaman

2) Penyebab

a) Krisis situasional

b) Kebutuhan tidak terpenuhi

c) Krisis maturasional

d) Ancaman terhadap konsep diri

e) Ancaman terhadap kematian

f) Kekhawatiran mengalami kegagalan

g) Disfungsi kegagalan
36

h) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan

i) Factor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)

j) Penyalahgunaan zat

k) Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan, dan

lain- lain)

l) Kurang terpapar informasi

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif : Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat

dan kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi

b) Objektif : Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif : Mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa

tidak berdaya

b) Objektif : Frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi

meningkat, tekanan darah meningkat, diaforesis, tremor,

muka tampak pucat, suara bergetar, kontak mata buruk,

sering berkemih, berorientasi pada masa lalu

5) Kondisi Klinis Terkait

a) Penyakit kronis progresif (mis, kanker, penyakit autoimun)

b) Penyakit akut

c) Hospitalisasi

d) Rencana operasi

e) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas


37

f) Penyakit neurologis

g) Tahap tumbuh kembang

h. Defisit Pengetahuan (D.0111)

1) Definsi

Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan

topik tertentu

2) Penyebab

a) Keterbatasan kognitif

b) Kekeliruan mengikuti anjuran

c) Kurang terpapar informasi

d) Kurang minat dalam belajar

e) Kurang mampu mengingat

f) Ketidaktahuan menemukan sumber informasi

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif : Menanyakan masalah yang dihadapi

b) Objektif : Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran,

menunjukkan presepsi yang keliru terhadap masalah

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif : -

b) Objektif : Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat,

menunjukkan perilaku berlebihan

5) Kondisi Klinis Terkait

a) Kondisi klinis yang baru dihadapi oleh klien


38

b) Penyakit akut

c) Penyakit kronis

i. Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106)

1) Definisi

Kondisi individu mengalami gangguan kemampuan bertumbuh

dan kembang sesuai dengan kelompok usia

2) Penyebab

a) Efek ketidakmampuan fisik

b) Keterbatasan lingkungan

c) Inkonsistensi respon

d) Pengabaian

e) Terpisah dari orang tua dan/atau orang terdekat

f) Defiensi stimulus

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif : -

b) Objektif : Tidak mampu melakukan keterampilan atau

perilaku khas sesuai usia (fisik, bahasa, motorik,

psikososial), pertumbuhan fisik terganggu

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif : -

b) Objektif : Tidak mampu melakukan perawatan diri sesuai

usia, afek datar, respon sosial lambat, kontak mata terbatas,


39

nafsu makan menurun, lesu, mudah marah, regresi, pola

tidur terganggu (pada bayi)

5) Kondisi Klinis Terkait

a) Hipotiroidisme

b) Sindrom gagal tumbuh (Failure to Thrive Syndrome)

c) Leukimia

d) Defisiensi hormon pertumbuhan

e) Demensia

f) Delirium

g) Kelainan jantung bawaan

h) Penyakit kronis

i) Gangguan kepribadian (personality disorder)

j. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit (D.0037)

1) Definisi

Berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit

2) Faktor Risiko

a) Ketidakseimbangan cairan (mis. dehidrasi dan intoksikasi

air)

b) Kelebihan volume cairan

c) Gangguan mekanisme regulasi (mis. diabetes)

d) Efek samping prosedur (mis. pembedahan)

e) Diare

f) Muntah
40

g) Disfungsi ginjal

h) Disfungsi regulasi endokrin

3) Kondisi Klinis Terkait

a) Gagal ginjal

b) Anoreksia nervosa

c) Diabetes melitus

d) Penyakit Chron

e) Gastroenteritis

f) Pankreatitis

g) Cedera kepala

h) Kanker

i) Trauma multipel

j) Luka bakar

k) Anemia sel sabit

3. Perencanaan Keperawatan

Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala

treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada

pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)

yang diharapkan (PPNI, 2019). Adapun intervensi yang sesuai dengan

penyakit bronkopneumonia adalah sebagai berikut:

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme

jalan napas (D.0001)


41

1) Tujuan: Setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan

bersihan jalan napas (L.01001) meningkat. Dengan kriteria

hasil:

a) Batuk efektif meningkat

b) Produksi sputum menurun

c) Mengi menurun

d) Wheezing menurun

e) Mekonium (pada neonatus) menurun

f) Dispnea menurun

g) Ortopnea menurun

h) Sulit bicara menurun

i) Sianosis menurun

j) Gelisah menurun

k) Frekuensi napas membaik

l) Pola napas membaik

2) Intervensi Keperawatan:

Observasi

a) Identifikasi kemampuan batuk

b) Monitor adanya retensi sputum

c) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas

d) Monitor input dan output cairan (mis. jumlah dan

karakteristik)

Terapeutik

a) Atur posisi semi fowler atau fowler


42

b) Berikan minum hangat

c) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

d) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik

e) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

a) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

b) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selam 4 detik,

ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut

dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik

c) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali

d) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas

dalam yang ke-3

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika

perlu

b. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya

napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)

(D.0005)

1) Tujuan: setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan

pertukaran gas (L.01004) membail. Dengan kriteria hasil:

a) Tekanan ekspirasi meningkat

b) Tekanan inspirasi meningkat

c) Dispnea menurun
43

d) Penggunaan otot bantu napas menurun

e) Frekuensi napas membaik

f) Kedalaman napas membaik

2) Intervensi Keperawatan:

Observasi

a) Monitor bunyi napas

b) Monitor sputum

c) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

d) Monitor kemampuan batuk efektif

e) Monitor adanya sumbatan jalan napas

f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

g) Monitor saturasi oksigen

Terapeutik

a) Posisikan semi-fowler atau fowler

b) Berikan minum air hangat

c) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

d) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak

kontraindikasi

b) Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
44

a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,

mukolitik, jika perlu

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membran alveolus-kapiler (D.0003)

1) Tujuan: Setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan

pertukaran gas (L.01003) meningkat. Dengan kriteria hasil:

a) Tingkat kesadaran meningkat

b) Dispnea menurun

c) Bunyi napas tambahan menurun

d) Pusing menurun

e) Penglihatan kabur menurun

f) Diaforesis menurun

g) Gelisah menurun

h) Napas cuping hidung menurun

i) PCO2 membaik

j) PO2 membaik

k) Takikardi membaik

l) Ph arteri membaik

m) Sianosis membaik

n) Pola napas membaik

o) Warna kulit membaik

2) Intervensi Keperawatan:

Observasi
45

a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

b) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,

hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)

c) Monitor kemampuan batuk efektif

d) Monitor adanya produksi sputum

e) Monitor adanya sumbatan jalan napas

f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

g) Auskultasi bunyi napas

h) Monitor saturasi oksigen

i) Monitor nilai AGD

j) Monitor hasil x-ray thoraks

Terapeutik

a) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

b) Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

1) Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan, maka

termogulasi (L.14134) membaik. Dengan kriteria hasil:

a) Menggigil menurun

b) Kulit merah menurun

c) Kejang menurun
46

d) Akrosianosis menurun

e) Konsumsi oksigen menurun

f) Piloereksi menurun

g) Vasokontriksi perifer menurun

h) Kulit memorata menurun

i) Pucat menurun

j) Takikardi menurun

k) Takipnea menurun

l) Bradikardi menurun

m) Dasar kuku sianotik menurun

n) Hipoksia menurun

o) Suhu tubuh membaik

p) Suhu kulit membaik

q) Pengisian kapiler membaik

r) Ventilasi membaik

s) Tekanan darah membaik

2) Intervensi Keperawatan:

Observasi

a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar

lingkungan panas, penggunaan inkubator)

b) Monitor suhu tubuh

c) Monitor kadar elektrolit

d) Monitor haluaran urine


47

e) Monitor komplikasi akibat

hipertermia Terapeutik

a) Sediakan lingkungan yang dingin

b) Longgarkan atau lepaskan pakaian

c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh

d) Berikan cairan oral

e) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami

hiperhidrosis (keringat berlebih)

f) Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia

atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,

aksila)

g) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

h) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

a) Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika

perlu

e. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme (D.0019)

1) Tujuan; Setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan status

nutrisi (L.03030) membaik. Dengan kriteria hasil:

a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat


48

b) Diare menurun

c) Berat badan membaik

d) Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik

e) Nafsu makan membaik

2) Intervensi Keperawatan:

Observasi

a) Identifikasi status nutrisi

b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

c) Identifikasi makanan yang disukai

d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

e) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

f) Monitor asupan makanan

g) Monitor berat badan

h) Monitor hasil pemeriksaan labolatorium

Terapeutik

a) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

b) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida

makanan)

c) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

d) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

e) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

f) Berikan suplemen makanan, jika perlu


49

g) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika

asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu

b) Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.

Pereda nyeri, antiemetic), jika perlu

b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah

kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)

1) Tujuan: Setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan

toleransi aktivitas (L.05047) meningkat. Dengan kriteria hasil:

a) Frekuensi nadi meningkat

b) Keluhan lelah menurun

c) Dispnea saat aktivitas menurun

d) Dispnea setelah aktivitas menurun

e) Perasaan lemah menurun

2) Intervensi Keperawatan:

Observasi

a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan

kelelahan
50

b) Monitor kelelahan fisik dan emosional

c) Monitor pola dan jam tidur

d) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan

aktivitas

Terapeutik

a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.

cahaya, suara, kunjungan)

b) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif

c) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

d) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat

berpindah atau berjalan

Edukasi

a) Anjurkan tirah baring

b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala

kelelahan fisik tidak berkurang

d) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan

asupan makanan

g. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)

1) Tujuan: Setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan tingkat

ansietas (L.09093) menurun. Dengan kriteria hasil:


51

a) Perilaku gelisah menurun

b) Perilaku tegang menurun

c) Diaforesis menurun

d) Konsentrasi membaik

e) Pola tidur membaik

f) Frekuensi pernapasan dan nadi membaik

g) Tekanan darah membaik

2) Intervensi Keperawatan:

Observasi

a) Monitor tanda-tanda ansietas

b) Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan

berkonsentrasi

c) Monitor respons terhadap terapi relaksasi

Terapeutik

a) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan

kepercayaan

b) Pahami situasi yang membuat ansietas

c) Dengarkan dengan penuh perhatian

d) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

e) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan

f) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan

berirama

Edukasi
52

a) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien

b) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan

h. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi (D.0111)

1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan

tingkat pengetahuan (L.12111) meningkat. Dengan kriteria

hasil :

a) Perilaku sesuai anjuran meningkat

b) Verbalisasi minat dalam belajar meningkat

c) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik

meningkat

d) Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya

yang sesuai dengan topik meningkat

e) Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat

f) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun

g) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun

2) Intervensi Keperawatan :

Observasi

a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

b) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan

menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat

Terapeutik

a) Sediakan materi dan media pendidikan Kesehatan

b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan


53

c) Berikan kesempatan untuk

bertanya Edukasi

a) Jelaskan faktor risiko yang dapat memepengaruhi

kesehatan

i. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan terpisah dari

orang tua (D.0106)

1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan status

perkembangan membaik. Dengan kriteria hasil:

a) Keterampilan/perilaku sesuai dengan usia

b) Respon sosial meningkat

c) Kontak mata meningkat

d) Afek membaik

2) Intervensi Keperawatan :

Observasi

a) Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak

Terapeutik

a) Minimalkan kebisingan ruangan

b) Pertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan

optimal

c) Motivasi anak berinteraksi dengan anak lain

d) Dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan

positif atau umpan balik atas usahanya

e) Mempertahankan kenyamanan anak


54

f) Bernyanyi bersama anak lagu-lagu yang disukai

Edukasi

a) Jelaskan orang tua/pengasuh tentang milestone

perkembangan anak dan perilaku anak

b) Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anak

j. Resiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan diare

(D.0037)

1) Tujuan: Setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan

keseimbangan elektrolit (L.03021) meningkat. Dengan kriteria

hasil:

a) Serum natrium membaik

b) Serum kalium membaik

c) Serum klorida membaik

2) Intervensi Keperawatan

Observasi

a) Identifikasi penyebab diare (mis. inflamasi gastrointestinal)

b) Monitor mual, muntah, dan diare

c) Monitor status hidrasi

Terapeutik

a) Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam

b) Berikan asupan cairan oral (mis. larutan garam gula, oralit)

c) Berikan cairan intravena, jika perlu

Edukasi
55

a) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara

bertahap Kolaborasi

b) Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (mis.

loperamide, difenoksilat)

4. Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran implementasi

keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,

pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk

klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang

muncul dikemudian hari (Yustiana & Ghofur, 2016).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses

keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan

yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi

keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan

tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan

klien. Penilaian adalah tahap menentukan apakah tujuan tercapai.

Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif,

afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik

(Yustiana & Ghofur, 2016)


73

BAB III

A. Batasan Istilah (Definisi Operasional)

Menurut Sugiyono (2015) definisi operasional adalah suatu sifat

atau nilai dari obyek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang

telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Definisi Operasional pada studi kasus ini adalah:

1. Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk

menyatakan peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan

jaringan paru di sekitarnya yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur

dan benda asing. Penyakit ini sering menyerang anak karena anak

belum dapat membentuk kekebalan tubuh sendiri. Pada kasus ini untuk

menentukan bronkopneumonia adalah berdasarkan diagnosa medis dan

laporan medik yang dapat diketahui dalam catatan rekam medik

pasien.

2. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan anak dengan bronkopneumonia merupakan

suatu proses tindakan keperawatan yang diberikan secara langsung

kepada pasien anak yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan untuk mengatasi

masalah anak dengan bronkopneumonia


74

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Data Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan

1) Anamnesa

Hasil Anamnesis Klien dengan Bronkopneumonia di Instalasi Rawat Inap

RSUD Dr.Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda

No Identitas Klien Klien


1 Nama An. A
2 No. RM 01.95.71.34
3 Tanggal Lahir / Umur 22 Maret 2023/1 tahun

4 Jenis Kelamin Laki laki


5 Nama :
Ayah Tn.S Ny. N
Ibu
6 Umur :
Ayah 46 Tahun
Ibu 37 Tahun
7 Pekerjaan :
Ayah Karyawan Swasta
Ibu
8 Pendidikan :
Ayah SMK SMA
Ibu
9 Alamat Jl.HOS Cokroaminoto
Kec Palaran Kota samarinda

10 No. Tlp 085250051xxx


11 Agama Islam
12 Suku / Bangsa Jawa / Indonesia
13 Tanggal Masuk RS 26 juni 2024
14 Tanggal Pengkajian 28 juni 2024
75

15 Di Rawat di ruangan Ruang picu


16 Diagnosa Medis Bronkopneumonia
17 Keluhan Utama
- Saat masuk RS Mulai hari sabtu malam demam, batuk
berdahak 2 hari yang lalu, BAB cair 2 kali

Demam, batuk berdahak dan sesak,


BAB cair tidak ada
- Saat Pengkajian

18 Riwayat Penyakit Pengkajian dilakukan pada hari minggu 28


Sekarang juli 2024 jam 19.30 WITA

Orang tua
mengatakan An. A demam mulai rabu
malam, demam muncul dari sore
hingga malam hari saja. Pagi hingga siang
hari tidak ada demam, dan An. A bermain
seperti biasanya. Di hari
selasa muncul batuk berdahak disertai
sesak, tetapi An. A tidak dapat
mengeluarkan dahaknya secara
mandiri. Kemudian di hari jumat tanggal
An. A di bawa oleh orang tuanya ke rs aws
jam 19.00 Pasien
mendapat obat penurun panas di
IRD. Setelah itu An. A masuk ruangan
rawat inap jam 20.00 WITA.

19 Masa Prenatal Ibu mengatakan masa kehamilan saat


mengandung An. A
36 minggu, proses
76

Persalinan normal. Saat hamil ibu


mengalami penambahan BB <9 kg, selama
hamil An. A ibu mengkonsumsi vitamin
serta ibu rutin memeriksakan kehamilannya
di rumah sakit. An. A
merupakan anak pertama

20 Masa Natal Ibu mengatakan lama persalinan ± selama 6


jam, proses bersalin di bantu oleh bidan RS
Tidak ada komplikasi pada ibu maupun bayi.

21 Masa Postnatal Kondisi bayi saat lahir normal, sehat tidak


ada kelainan warna kulit merah muda,
aktivitas bayi setelah lahir aktif. Bayi
menangis kuat setelah lahir, BB saat lahir
3900 gram, PB saat lahir 54 cm dan masalah
segera setelah lahir tidak ada.

22 Masa Neonatal Lamanya bayi dirawat


± 3 hari, bayi tidak ada masalah
pernapasan saat lahir, bayi
tidak
memerlukan perawatan pendukung, bayi
tidak mengalami perubahan BB waktu lahir
dan BB normal, dan pola eliminasi BAK
(+), BAB (+)

23 Riwayat Penyakit Ibu mengatakan An. A tidak pernah masuk


Dahulu
77

rumah sakit sebeumnya, hanya


mengalami batuk dan pilek biasa.
PASI sejak umur 3 bulan jenis susu formula.
An. A tidak memiliki riwayat alergi,
imunisasi dasar lengkap
24 Riwayat Kesehatan Ibu pasien
Keluarga mengatakan keluarga tidak ada yang
memiliki riwayat
penyakit menular ataupun menurun

25 Riwayat Sosial Pasien diasuh oleh kedua orang tua,


hubungan dengan anggota keluarga baik

26 Kebutuhan Dasar Ibu mengatakan An. A suka dengan jajanan


seperti jelly, ayam dan biscuit. Makanan
yang tidak disukai An. A sayur- sayuran.
An. A makan di rumah 3x/hari.

Kebiasaan tidur An. A pada malam hari dari


jam 21.00 s/d 06.00
pagi (10 jam) sedangkan kebiasaan tidur
siang dari jam
15.00 s/d 17.00 (2
jam). Kebiasaan mandi 2x/hari, BAK
3-5x/hari, BAB 1x/hari.

27 Keadaan Kesehatan An. A masuk dengan diagnosa


Saat Ini medis Bronkopneumonia, tidak
ada tindakan operasi, status nutrisi
pada anak baik, anak
78

minum susu formula


dan status cairan pada
anak tidak ada
masalah, anak
mendapatkan terapi
cairan D5 ½ NS 38
cc/jam dan tindakan
keperawatan yang
diberikan pada anak
meliputi mengubah
posisi, fisioterapi
dada, nebulizer dan
terapi pemberian obat.

28 Pemeriksaan DDST Ibu mengatakan An. A sering bermain


(Pemeriksaan tumbuh dengan teman sebayanya (tetangga),
kembang tidak dapat An. A juga dapat duduk, berdiri dan berlari.
dilakukan karena anak Bermain mainan yang dipunya dirumah.
sedang sakit. Informasi
yang diberikan
diperoleh dari orang
tua)

Sering mengoceh, menangis


dan
berteriak. Tidak dilakukan
pemeriksaan DDST karena anak sedang
sakit.

29 Lain-lain An. A tinggal di lingkungan yang


banyak mengkonsumsi rokok, terutama
ayah pasien sendiri. Ibu mengatakan An.
A suka dengan hewan yaitu kucing.

An. A mengalami trauma/hospitalisasi


dengan perawat. An. A tampak menangis
dengan kehadiran perawat.
79

2) Pemeriksaan Fisik

Hasil Pemeriksaan Fisik Klien dengan Bronkopneumonia di Instalasi Rawat

Inap RSUD Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda

Pemeriksaan Umum
No Pemeriksaan Klien
1 Keadaan Umum Sedang
2 Kesadaran Compos Mentis (GCS: E4M6V5), akral hangat,
nadi teraba kuat

3 Tanda – Tanda Vital T : 38.1 ˚C


N : 112 x/menit RR : 45 x/menit SpO2 :
98%

4 Status Gizi Berat badan An. A sesuai dengan usia dan tidak
ada penurunan berat badan saat anak sebelum
masuk rumah sakit maupun saat masuk rumah
sakit.
Berat badan An. A saat ini 11 kg, status gizi
baik TB : 82 cm, BB : 11 kg, LK : 46 cm, LLA
: 9 cm

5 Kulit Baik
6 Kuku Bersih
Pemeriksaan Fisik
No Pemeriksaan Klien
Inspeksi
1 Kepala Kepala :
Bentuk kepala simetris, ubun-ubun tidak
80

tampak cekung, kulit kepala bersih, rambut


berwarna hitam merata, bentuk wajah simetris
tidak ada edema Telinga :
Telinga kiri atropi, tidak terdapat serumen, tidak
terdapat gangguan pendengaran
Mata :
Pada mata simetris kanan dan kiri, tidak ada
edema pada kelopak mata,
konjungtiva tidak anemis, sclera jernih
tidak ikterik
Hidung :
Tidak terdapat rinorea, terdapat pernafasan
cuping hidung
Rongga Mulut dan Lidah :
Bibir tidak kering, tidak pucat, lidah tidak
tremor/kotor, gigi tidak mengalami caries, ukuran
tonsil normal
2 Leher Tidak terdapat pembesaran kelenjar

3 Dada Bentuk dada simetris, retraksi dada, terlihat


penggunaan otot-otot pernafasan tambahan
4 Abdomen Bentuk abdomen normal, tidak ada kelainan
5 Genetalia Genetalia normal tidak ada kelainan

6 Anus dan Rektum Terdapat anus dan rectum (+)

7 Ektremitas Normal tidak ada edema, tidak ada


varises

Palpasi
1 Leher Kelenjar getah bening tidak teraba, tiroid tidak
teraba, posisi trakea letak ditengah, tidak
ada kelainan
2 Dada Tidak ada nyeri tekan
3 Abdomen Tidak terdapat massa
ataupun tumor, nyeri tekan tidak ada

Auskultasi
1 Paru-paru Suara nafas ronchi
2 Jantung Irama jantung terdengar kuat dan teratur

3 Abdomen (Bising Peristaltik usus 18x/menit


Usus)
Perkusi
1 Dada Suara sonor
2 Abdomen Timpani
3 Ektremitas (Patella) Ektremitas normal tidak ada edema, tidak ada
varises, turgor kulit elastic kembali cepat <2
detik, kekuatan kanan kiri normal,
refleks patella normal Kekuatan otot :
5 5

5 5
81

3) Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan Penunjang Klien dengan Bronkopneumonia di Instalasi

Rawat Inap RSUD Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda

Pemeriksaan
No Klien
Penunjang
1 Laboratorium Pemeriksaan Lab darah lengkap tanggal 26 juli
2024
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 10.6 g/dl
Leukosit 9.09 103/ul
Eritrosit 4.42 106/ul
Hematokrit 29.5 %
Trombosit 254 103/ul

2 Rontgen Foto Rontgen Thorax (26/07/2024)


Kesan: Bronkopneumonia

4) Penatalaksanaan

Pentalaksanaan Terapi Klien dengan Bronkopneumonia di Instalasi Rawat

Inap RSUD Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda

Penatalaksanaan Terapi
No Klien
1 Inf D5 ½ NS 38 cc/jam
2 Ampicilin Sulbactam 500 mg/6 jam (iv)

3 Chloramphenicol 4 x 300 mg (iv)


4 Paracetamol 100 mg k/p
5 Dexametason 3 x 3mg (iv)

6 Nac 100 mg + salbutamol 1 mg 3x 1 pulu


82

5) Data Fokus

Data Fokus Klien dengan Bronkopneumonia di Instalasi Rawat Inap RSUD

Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda

No Klien
Data Subjektif
1 Orang tua mengatakan An. A masih batuk berdahak, saat posisi tidur
terlentang An. A merasa sesak, tidak bisa mengeluarkan dahaknya,
serta ada demam

Data Objektif
2 - An. A tampak gelisah
- An. A tidak mampu mengeluarkan dahaknya secara mandiri
- Terdengar suara napas ronchi (+)
- Terdapat retraksi dinding dada
- KU : sedang
- Kesadaran : Composmentis
- TTV
T : 38.1˚C
N : 112x/menit RR : 34x/menit SpO2 : 98%
- Terdengar suara seperti serak saat anaknya bernapas
- An. A nampak penggunaan otot bantu pernapasan
- Pola napas cepat dan dangkal
- Terpasang IV line cairan D5
½ NS 38cc/jam
- An. A tampak rewel
- Suhu tubuh diatas nilai normal
- Kulit tampak merah dan teraba hangat
83

6) Analisa Data

Analisa Data Klien dengan Bronkopneumonia di Instalasi Rawat Inap RSUD

Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda

No Data Etiologi Problem

1 Data Subjektif : Spasme Jalan Bersihan Jalan


- Orang tua mengatakan Napas Napas Tidak
An. A masih batuk Efektif (D.0001)
berdahak
- Orang tua mengatakan
An. A masih sesak
- Orang tua mengatakan
An. A batuk tapi tidak
bisa mengeluarkan
dahaknya
- Orang tua An. A
mengatakan terdengar
suara seperti serak saat
anaknya bernapas

Data Objektif :
- An. A tampak gelisah
- An. A tidak mampu
mengeluarkan dahaknya
secara mandiri
- Terdengar suara napas
ronchi (+)
- Terdapat retraksi dinding
dada
- KU : sedang
- Kesadaran:
Composmentis
- TTV
T : 38.1 ˚C
N : 112x/menit
RR : 43x/menit
SpO2 : 98%
2 Data Subjektif : Hambatan Upaya Pola Napas Tidak
- Orang tua mengatakan Napas Efektif (D.0005)
An. A mengalami sesak
napas
- Orang tua mengatakan
saat posisi tidur
terlentang An. A
semakin merasa sesak
napas

Data Objektif :
- An. A nampak
penggunaan otot bantu
pernapasan
84

- Pola napas cepat dan


dangkal
- KU : sedang
- Kesadaran:
Composmentis
- TTV
T : 38.1 ˚C
N : 112x/menit
RR : 34x/menit
SpO2 : 98%
- Terpasang IV line cairan
D5 ½ NS 39cc/jam
3 Data Subjektif : Proses Penyakit Hipertermia
- Orang tua mengatakan (D.0130)
An. A demam sejak
mulai sabtu malam
- Orang tua mengatakan
An. A demam ketika
dari sore hingga malam
hari saja
- Orang tua mengatakan
An. A rewel karena
demam

Data Objektif :
- An. A tampak rewel
- Suhu tubuh diatas nilai
normal
T : 38.1˚C
- Kulit tampak merah dan
teraba hangat

b. Diagnosa Keperawatan
Daftar Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas pada Klien dengan

Bronkopneumonia di Instalasi Rawat Inap RSUD Abdoel Wahab Sjahranie

Samarinda

No Hari/tanggal ditemukan

Rabu, 28 Juli 2024


1 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
b.d Spasme Jalan Napas (D. 0001)
2 Pola Napas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Napas (D.0005)

3 Hipertermia b.d Proses Penyakit


(D.0130)
85
c. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan Klien dengan Bronkopneumonia di Instalasi Rawat Inap RSUD

Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda

Hari / Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No Perencanaan
Tanggal Keperawatan Hasil
Klien
1 minggu, Bersihan Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif
28/7/2024 Jalan Napas tindakan keperawatan (I. 01006)
Tidak Efektif selama 3x24 jam Observasi
b.d Spasme diharapkan bersihan 1.1 Identifikasi
Jalan Napas jalan napas (L.01001) kemampuan
(D. meningkat dengan batuk
0001) kriteria hasil: 1.2 Monitor adanya
1. Batuk efektif retensi sputum
meningkat 1.3 Monitor tanda
2. Produksi dan gejala infeksi
sputum saluran napas
menurun 1.4 Monitor input
3. Suara nafas dan output cairan
bersih tidak ada (mis. jumlah dan
dispnea, dan karakteristik)
tanda-tanda Terapeutik
sianosis 1.5 Atur posisi semi-
4. Frekuensi napas fowler
membaik Edukasi
5. Pola napas 1.6 Jelaskan tujuan
membaik dan prosedur
batuk efektif
Kolaborasi
1.7 Kolaborasi
pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika
perlu

Manajamen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1.1 Monitor pola
napas
86

(frekuensi,
kedalaman,
usaha napas)
1.2 Monitor bunyi
napas
tambahan (mis.
gurgling,
mengi,
wheezing,
ronkhi kering)
1.3 Monitor
sputum
Terapeutik
1.4 Atur posisi
semi-fowler
Berikan minum
hangat
1.5 Lakukan
fisioterapi
dada, jika perlu
1.6 Lakukan
penghisapan
lender kurang
dari 15 detik
1.7 Berikan
oksigen jika
perlu
Edukasi
1.8 Anjurkan
asupan cairan
2000ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
1.9 Ajarkan batuk
efektif
Kolaborasi
1.10 kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
2 minggu, Pola Napas Setelah dilakukan Pemantauan
28/7/202 Tidak tindakan keperawatan Respirasi (I.01014)
4 Efektif selama 3x24 jam Observasi
b.d diharapkan pola napas 2.1 Monitor
Hambatan (L.01004) membaik frekuensi, irama,
Upaya dengan kriteria hasil: kedalaman dan
Napas 1. Dispnea upaya napas
(D.0005) menurun 2.2 Monitor pola
2. Penggunaan napas
otot bantu napas 2.3 Monitor
menurun kemampuan
3. Frekuensi napas batuk efektif
dalam membaik
87

2.4 Monitor adanya


produksi sputum
2.5 Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
2.6 Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
2.7 Aukultasi bunyi
napas
2.8 Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik
2.9 Dokumentasi
hasil pemantauan
Edukasi
2.10Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2.11Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu
3 minggu, Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen
b.d tindakan keperawatan Hipertermia (I.15506)
28/7/2024
Proses selama 3x24 jam Observasi
Penyakit diharapkan 3.1 Identifikasi
(D.0130 keseimbangan penyebab
) termoregulasi (L.14134) hipertermia
membaik dengan kriteria 3.2 Monitor suhu
hasil: tubuh
1. Menggigil 3.3 Monitor haluaran
menurun urine
2. Suhu tubuh 3.4 Monitor
anak dalam komplikasi
rentang normal akibat
(36-37˚C) hipertermia
3. Tidak ada Terapeutik
perubahan 3.5 Longgarkan atau
warna kulit lepaskan pakaian
4. Tidak terjadi 3.6 Basahi dan kipasi
kejang permukaan tubuh
3.7 Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
kompres dingin
pada dahi, leher,
dada, abdomen,
aksila)
Edukasi
3.8 Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
3.9 Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu
88

Napas meningkat dengan 1.1 Identifikasi


(D.0001) kriteria hasil: kemampuan
1. Batuk efektif batuk
meningkat 1.2 Monitor adanya
2. Produksi retensi sputum
sputum 1.3 Monitor tanda
menurun dan gejala infeksi
3. Suara nafas saluran napas
bersih tidak ada 1.4 Monitor input
dispnea, dan dan output cairan
tanda-tanda (mis. jumlah dan
sianosis karakteristik)
4. Frekuensi napas Terapeutik
membaik 1.5 Atur posisi semi-
5. Pola napas fowler
membaik Edukasi
1.6 Jelaskan tujuan
dan prosedur
batuk efektif
Kolaborasi
1.7 Kolaborasi
pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika
perlu
2 senin, Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen
29/7/2024 b.d Proses tindakan keperawatan Hipertermia (I.15506)
Penyakit selama 3x24 jam Observasi
(D.0130) diharapkan 2.1 Identifikasi
keseimbangan penyebab
termoregulasi (L.14134) hipertermia
membaik dengan kriteria 2.2 Monitor suhu
hasil: tubuh
1. Suhu tubuh 2.3 Monitor haluaran
dalam anak urine
rentang normal 2.4 Monitor
(36-37˚C) komplikasi
2. Tidak ada akibat
perubahan hipertermia
warna kulit Terapeutik
3. Tidak terjadi 2.5 Longgarkan atau
kejang lepaskan pakaian
2.6 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
2.7 Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
kompres dingin
pada dahi, leher,
dada, abdomen,
aksila)
Edukasi
2.8 Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
89

2.9 Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu
3 senin, Pola Napas Setelah dilakukan Pemantauan
29/7/202 Tidak Efektif tindakan keperawatan Respirasi (I.01014)
4 b.d Hambatan selama 3x24 jam Observasi
Upaya Napas diharapkan pola napas 3.1 Monitor
(D.0005) (L.01004) membaik frekuensi, irama,
dengan kriteria hasil: kedalaman dan
1. Dispnea upaya napas
munurun 3.2 Monitor pola
2. Penggunaan napas
otot bantu napas 3.3 Monitor
menurun kemampuan
3. Frekuensi napas batuk efektif
dalam membaik 3.4 Monitor adanya
produksi sputum
3.5 Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
3.6 Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
3.7 Aukultasi bunyi
napas
3.8 Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik
3.9 Dokumentasi
hasil pemantauan
Edukasi
3.10 Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
3.11 Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu
90

d. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi Keperawatan Klien dengan Bronkopneumonia di Instalasi Rawat

Inap RSUD Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda

Waktu
No Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan Paraf
Pelaksanaan
Klien
1 minggu,
28/7/2024
19.30
Melakukan pengkajian
kepada orang tua pasien
1.1 Mengidentifikasi 1.1 An. A tidak
kemampuan batuk mampu batuk
mengeluarkan
dahaknya
1.2 Memonitor adanya 1.2 batuk berdahak
20.00 retensi sputum
2.1 Memonitor frekuensi, 2.1 RR : 30 x/menit,
irama, kedalaman dan irama napas tidak
upaya napas teratur, pasien terlihat
sesak
2.7 Mengauskultasi bunyi 2.7 terdengar suara
napas napas tambahan
ronchi (+)
91

20.30 2.8 Memonitor saturasi 2.8 SpO2 : 98%,


oksigen N : 108x/menit
3.2 Memonitor suhu 3.2 kulit pasien teraba
tubuh hangat, suhu tubuh
3.4 Melakukan 37.9˚C
pendinginan ekternal 3.4 kompres telah
(mis. kompres dingin, diberikan
pada dahi, leher, dada,
abdomen, dan aksila)
3.9 Mengolaborasi 3.9 Terpasang cairan
pemberian cairan dan D5 ½ NS
elektrolit intravena 38 cc/jam
4.2 Memonitor tanda- 4.2 An. A gelisah dan
20.45 tanda ansietas menangis jika
4.3 Menciptakan suasana didekati orang baru
terapeutik untuk dikenal
menumbuhkan 4.3 Bisa sambil
kepercayaan bernyanyi agar
4.5 Memahami situasi teralihkan fokus
yang membuat ansietas pasien
4.5 An. A menangis
setiap kali melihat
perawat
2 Senin,
29 juli 2024

08.00 1.3 Memonitor tanda dan 1.3 anak mengalami


gejala infeksi saluran batuk, ada
napas demam
1.4 Memonitor input dan
output cairan 1.4 An. A mau
makan tetapi
sedikit, minum
1.5 Mengatur posisi semi- air putih mau, UT
fowler 150 cc
1.5 Setelah diberikan
posisi semi-
1.6 Menjelaskan tujuan fowler, sesak
dan prosedur batuk efektif berkurang
1.6 Orang tua mampu
memahami tujuan
09.00 1.7 Melakukan fisioterapi dari teknik batuk
dada efektif
2.2 Memonitor pola napas 1.7 Telah dilakukan
2.7 Auskultasi bunyi napas fisioterapi dada
2.2, 2.7
Terdengar suara napas
ronchi (+), pola napas
10.00 2.8 Memonitor saturasi normal, RR :
oksigen 26x/menit
3.2 Memonitor suhu tubuh 2.8 SpO2 : 98%
3.3 Memonitor haluaran N : 114x/menit
urine 3.2 T : 36.9˚C
3.4 Memonitor komplikasi 3.3 UT : 305 cc
akibat hipertermia
3.4 tidak terjadi
kejang
92

12.00 4.6 Menggunakan 4.6 Pasien suka


pendekatan yang tenang bermain balon, An. A
dan meyakinkan tidak menangis tetapi
masih tidak mau
kontak mata dengan
perawat
15.00 4.7 Menjelaskan prosedur 4.7 Orang tua
termasuk sensasi yang mengerti tentang
mungkin terjadi tindakan yang akan
dilakukan
3 Selasa,
30 juli 2024

08.00 1.1 Mengidentifikasi 1.1, 1.2


kemampuan batuk Batuk berdahak sudah
1.2 Memonitor adanya tidak ada
retensi sputum
09.00 2.1 Memonitor frekuensi, 2.1, 2.2
irama, kedalaman dan RR : 22 x/menit,
uoaya napas irama napas teratur,
2.2 Memonitor pola napas pola napas normal
2.7 Auskultasi bunyi napas 2.7 terdengar suara
napas ronchi (-)
2.8 Memonitor saturasi 2.8 SpO2 : 98%,
oksigen N : 121x/menit
11.00 3.2 Memonitor suhu tubuh 3.2 T : 36.4˚C
3.3 Memonitor haluaran 3.3 UT : 702 cc
urine
3.9 Mengolaborasi 3.9 Terpasang IV line
pemberian cairan dan cairan D5 ½ NS
elektrolit 38cc/jam
13.00 4.8 Menganjurkan 4.8 An. A tampak
keluarga untuk tetap menangis jika
bersama pasien ditinggal ibunya
4.9 Melatih kegiatan 4.9 An. A mulai
pengalihan untuk bermain aktif
mengurangi ketegangan
13.45 Melakukan Pasien pindah ruangan
visite keperawatan
Aff Infus
93
e. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi Asuhan Keperawatan Klien dengan Bronkopneumonia di Instalasi

Rawat Inap RSUD Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda

Hari /
Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP) Paraf
Tanggal
Klien
minggu Bersihan Jalan Napas S:
28 juli Tidak Efektif b.d Spasme - orang tua mengatakan An.
2024 Jalan Napas (D.0001) A masih ada batuk
berdahak
O:
- terdengar suara napas
ronchi (+), KU sedang,
akral teraba hangat, nadi
teraba kuat
- TTV
N : 108x/menit
T : 37.9˚C
RR : 30x/menit
SpO2 : 98%
- Terpasang IV line
39cc/jam cairan D5 ½ NS
A : masalah keperawatan
belum teratasi
P : lanjutkan Intervensi
1.1Identifikasi kemampuan
batuk
1.2 Monitor adanya retensi
sputum
1.3 Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran napas
1.4 Monitor input dan output
cairan
1.5 Atur posisi semi-fowler
1.6 Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif

Pola Napas Tidak Efektif S:


b.d Hambatan Upaya - orang tua mengatakan An.
Napas (D.0005) A masih sesak, saat posisi
tidur terlentang anak
semakin merasa sesak
O:
- KU sedang, akral teraba
hangat, nadi teraba kuat,
terdengar suara napas
ronchi (+)
- TTV
N : 108x/menit
T : 37.9˚C
RR : 30x/menit
94

SpO2 : 98%
A : masalah keperawatan
belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
2.1 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan uoaya napas
2.2 Monitor pola napas
2.7 Auskultasi bunyi napas
2.8 Monitor saturasi oksigen

Hipertermia b.d Proses S:


Penyakit (D.0130) - orang tua mengatakan
anak ada demam
O:
- saat diraba badan anak
teraba panas, anak
tampak rewel,
- N : 108x/menit
- T : 37.9˚C
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
3.2 Monitor suhu tubuh
3.3 Monitor haluaran urine
3.4 Monitor komplikasi akibat
hipertermia
3.9 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
95

senin, Bersihan Jalan Napas S:


29 juli Tidak Efektif b.d Spasme - orang tua mengatakan An.
2024 Jalan Napas (D.0001) A masih batuk berdahak
namun sudah berkurang
O:
- An. A tampak nyaman
dengan posisi tidur semi-
fowler,
- TTV :
N : 114x/menit
T : 36.9˚C
RR : 26x/menit
SpO2 : 98%
A : masalah keperawatan
teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
1.1Identifikasi kemampuan
batuk
1.2 Monitor adanya retensi
sputum

Pola Napas Tidak Efektif S:


b.d Hambatan Upaya - orang tua mengatakan
Napas (D.0005) sesak sudah berkurang
O:
- Terdengar suara napas
ronchi (+) RR : 26x/menit
A : masalah keperawatan
teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
2.1 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan uoaya napas
2.2 Monitor pola napas
2.7 Auskultasi bunyi napas
2.8 Monitor saturasi oksigen

Hipertermia b.d Proses S:


Penyakit (D.0130) - orang tua mengatakan
demam anaknya mulai
membaik
O:
- T : 36.9˚C
- Terpasang IV line cairan
D5 ½ NS 39cc/jam
A : masalah keperawatan
teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
3.2 Monitor suhu tubuh
3.3 Monitor haluaran urine
3.9 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
96

Selasa, Bersihan Jalan Napas S:


30 juli Tidak Efektif b.d Spasme - orang tua mengatakan An.
2024 Jalan Napas (D.0001) A batuk sudah tidak
berdahak lagi
O:
- auskultasi bunyi napas
bersih
- pola napas teratur
- TTV :
N : 121x/menit
T : 36.4˚C
RR : 22x/menit
SpO2 : 98%
A : masalah keperawatan
teratasi
P : intervensi dihentikan pasien
pulang

Pola Napas Tidak Efektif S:


b.d Hambatan Upaya - Orang tua mengatakan
Napas (D.0005) An. A sudah tidak sesak
lagi
O:
- Pola napas teratur
- TTV :
RR : 22x/menit
SpO2 : 98%
A : masalah keperawatan
teratasi
P : intervensi dihentikan pasien
pulang

Hipertermia b.d Proses S:


Penyakit (D.0130) - Orang tua mengatakan
anak sudah taka da demam
sejak kemarin
O:
- T : 36.4˚C
- An. A tampak tenang
A : masalah keperawatan
Efektif b.d Spasme Jalan Teratasi
Napas P : intervensi dihentikan pasien
Bersihan Jalan Napas pulang
Tidakas (D.0001)

S:
- Ibu mengatakan An. A
batuk sudah tidak
berdahak lagi
O:
- TTV :
N : 119x/menit
T : 36.5˚C
RR : 22x/menit
SpO2 : 98%
- Tidak ada otot bantu
pernapasan
A : masalah
keperawatan teratasi
97
B. Pembahasan

Pada pembahasan peneliti akan membahas tentang adanya kesesuaian

maupun kesenjangan antara teori dan hasil asuhan keperawatan pada klien

dengan Bronkopneumonia yang telah dilakukan sejak 28-juli 2024 s/d 30 juli

2024 di ruang Picu RSUD Dr.Abdoel Wahab Sjahrani Samarinda. Kegiatan

yang dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang

dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data

dasar tentang klien dan membuat catatan tentang respons kesehatan klien

(Yustiana & Ghofur, 2016).


98
batuk berdahak, sesak napas dan demam. Pemeriksaan tanda-tanda vital

pada klien yaitu nadi 112 x/menit, respirasi 34 x/menit, saturasi oksigen

98% suhu 38,1˚C, pernapasan ronki.Hal ini sesuai dengan menurut teori

Wulandari dan Erawati (2016) bahwa terjadinya Bronkopneumonia

ditandai dengan batuk disertai sesak, demam tinggi, anak tampak gelisah

serta terdapat suara napas tambahan seperti ronki dan wheezing. Selaras

pula dengan teori yang diungkapkan Nurarif dan Kusuma (2015) yaitu

pada kasus Bronkopneumonia menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh,

reaksi tersebut menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi

peradangan ini tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam.

Selain itu reaksi peradangan juga menimbulkan sekret, semakin lama

sekret menumpuk maka saluran pernapasan menjadi terganggu. Didukung

dari hasil penelitian Elsi dan Siska (2021) yang dilakukan pada kedua

responden didapatkan data pengkajian gejala klinis yang sering terjadi

pada anak dengan bronkopneumonia yaitu mengalami batuk berdahak,

sesak napas dan disertai demam tinggi. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Kaunang et al (2016) didapatkan frekuensi

tertinggi pada gejala klinis sesak (93,7%), diikuti dengan batuk (91,8%)

dan demam (88.6%).

Pada riwayat sosial dilingkungan luar ataupun dalam rumah ibu

klien mengatakan ada anggota keluarga yang merokok sehingga anak

sering terhirup asap rokok. Menurut Wardani et al (2015) dalam Amila et

al (2021) hubungan kebiasaan keluarga merokok akan berpengaruh pada

dampak ISPA pada anak. Keberadaan anggota keluarga yang merokok

menjadi faktor penyebab terjadinya bronkopneumonia. Anak-anak yang

keluarganya merokok lebih rentan terkena penyakit pernapasan seperti flu,

bronkopneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Akibatnya

jumlah nikotin yang melekat pada selaput paru dan lapisan lain dan akan
99
mempermudah infeksi bronkopneumonia pada paru-paru. Sedangkan udara

yang tercemar dengan asap akan berdampak buruk pada kesehatan anak.

Karena anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, serta paru-paru

anak belum bekerja secara sempurna.

Berdasarkan hasil studi peneliti berasumsi sesuai dengan teori dan

kasus yaitu pada klien mengalami demam pada awal sebelum masuk rumah

sakit kemudian mengalami batuk kering lalu menjadi produktif, dispnea,

pernapasan cepat, terdapat suara napas tambahan dan klien tampak gelisah.

Peneliti juga berasumsi sesuai dengan teori bahwa riwayat

imunisasi, pemberian nutrisi dan riwayat sosial berpengaruh terhadap

kekebalan tubuh anak pada masa perkembangannya.

2. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan atau diagnosa keperawatan merupakan suatu

penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau

proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung secara aktual

maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi

respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang

berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus

Bronkopneumonia menurut Nurarif dan Kusuma (2015) yaitu bersihan

jalan napas tidak efektif, pola napas tidak efektif, gangguan pertukaran gas,

hipertermia, defisit nutrisi, intoleransi aktifitas, ansietas, defisit pengetahuan,

gangguan tumbuh kembang dan risiko ketidakseimbangan elektrolit.


100

Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data terdapat 4 diagnosa


keperawatan yang ditegakkan pada klien yaitu bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan spasme jalan napas, pola napas tidak efektif
berhubungan dengan hambatan upaya napas, hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit, ansietas berhubungan dengan krisis situasional.

Berikut ini pembahasan diagnosa yang muncul sesuai dengan teori

pada kasus klien yaitu :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan

napas (D.0001)

Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan tanda dan gejala mayor

dan minor yaitu batuk tidak efektif, ronki, sputum berlebih, dispnea

dan gelisah. Orang tua klien mengatakan membawa anak kerumah

sakit karena mengalami batuk berdahak serta tidak mampu

mengeluarkan sputum. Pada klien diberikan antibiotik dengan hasil

pengukuran tanda-tanda vital nadi : 112 x/menit, suhu : 38,1˚C,

pernapasan : 34 x/menit dan SpO2 : 98%

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) pada klien bronkopenumonia

dengan diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif terjadi karena

sebagian besar penyebab bronkopneumonia ialah mikroorganisme

(jamur, bakteri, virus) yang mengakibatkan invasi ini masuk kesaluran

pernapasan atas dan menimbulkan sekret, semakin lama sekret

menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi sempit dan klien

dapat merasa sesak.


101

Sesuai dengan teori diatas peneliti berasumsi diagnosa bersihan

jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas dapat

ditegakkan karena memenuhi validasi penegakkan diagnosa

keperawatan pada SDKI (PPNI, 2017), yaitu sekitar 80%-100% dari

tanda mayor dan minor serta dibuktikan yang terjadi pada kedua klien

karena efek peradangan yang menimbulkan mukus dan menghambat

jalan napas, bersihan jalan napas ini juga disebabkan oleh sputum yang

menumpuk karena tidak dikeluarkan secara mandiri melalui batuk.

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

(D.0005)

Berdasarkan data pengkajian yang didapatkan tanda dan gejala

mayor dan minor yaitu pada klien didukung data ibu mengatakan

anaknya kesulitan bernapas, dengan pemeriksaan pernapasan : 34

x/menit, SpO2: 98%. Menurut teori dari Hockenberry dan Wilson

(2013) obstruksi jalan napas pada pasien pneumonia yang disebabkan

peningkatan produksi sputum mengahmbat suplai oksigen kejaringan

sehingga menimbulkan distress pernapasan yang merupakan

kompensasi tubuh karena konsentrasi oksigen yang rendah.

Sesuai dengan data pengkajian yang didapat dan didukung oleh

teori, peneliti berasumsi diagnosa pola napas tidak efektif berhubungan

dengan hambatan upaya napas dapat ditegakkan karena memenuhi

validasi penegakkan diagnosa keperawatan pada SDKI (PPNI, 2017),


102

yaitu sekitar 80%-100% dari tanda mayor dan minor serta dibuktikan

karena kurangnya suplai oksigen yang didapat jaringan akibat

obstruksi yang terjadi dibronkus sehingga terjadi distress pernapasan

menimbulkan gejala seperti sesak dan kelelahan.

c. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

Berdasarkan data pengkajian yang didapatkan tanda dan gejala

mayor dan minor yaitu klien mengalami demam dimana suhu tubuh

berada diatas rentang normal klien (38.1˚C) kulit merah, dan kulit

terasa hangat. Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) penyebab demam

pada anak bronkopneumonia adalah karena adanya peradangan yang

disebabkan oleh mikroorganisme sehingga tubuh merespon dan

terjadilah demam.

Berdasarkan hasil pengkajian dan teori yang ada peneliti berasumsi

diagnosa hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dapat

ditegakkan karena memenuhi validasi penegakkan diagnosa

keperawatan pada SDKI (PPNI, 2017), yaitu sekitar 80%-100% dari

tanda mayor dan minor serta dibuktikan dengan karena adanya proses

peradangan yang disebabkan oleh mikroorganisme sehingga tubuh

merespon dan terjadilah demam.

a. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

(D.0111)

Berdasarkan hasil pengkajian klien tidak ditemukan masalah

keperawatan defisit pengetahuan dikarenakan pada saat peneliti

melakukan pengkajian tidak ditemukan data yang mendukung,

Menurut teori Zairinayati (2021) menyebutkan salah satu penyebab

tingginya angka kesakitan dan kematian akibat bronkopneumonia


103
dikarenakan rendahnya pengetahuan orang tua balita mengenai

penyakit tersebut yang menimpa anaknya. Oleh karena itu, dengan

tingkatan pengetahuan tersebut dapat mengevaluasi sejauh mana

pengetahuan orang tua tentang penyakit bronkopneumonia. Didukung

hasil penelitian Sudirman et al (2023) diperoleh bahwa pengetahuan

orang tua mengenai penyakit bronkopneumonia pada anak

dikategorikan kurang sebanyak 14 responden (46.7%), cukup sebanyak

10 responden (33.3%) dan baik sebanyak 6 responden (20%). Hasil

tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan orang tua tentang penyakit

bronkopneumonia pada anak ini masih banyak yang berpengetahuan

kurang, terutama masih banyak responden yang kurang

mengetahui perlunya penyakit bronkopneumonia ini diobati dan

kurang mengetahui bahaya penyakit bronkopneumonia yang disertai

napas cepat dan sesak napas.

Berdasarkan hasil studi peneliti berasumsi diagnosa defisit

pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi dapat

ditegakkan karena memenuhi validasi penegakkan diagnosa

keperawatan pada SDKI (PPNI, 2017), yaitu sekitar 80%-100% dari

tanda mayor dan minor serta dibuktikan bahwa faktor yang

mempengaruhi defisit pengetahuan pada orang tua klien karena ini kali

pertama anaknya masuk rumah sakit sehingga belum pernah terpapar

informasi terkait bronkopneumonia, serta adanya pengaruh faktor

pendidikan pada orang tua.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Klien anak dengan

bronkopneumonia sudah menggunakan Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia (SIKI PPNI, 2018) dan panduan Standar Luaran Keperawatan

Indonesia (SLKI PPNI, 2019), dengan begitu maka standar intervensi


104
keperawatan terdiri dari observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi.

Berdasarkan kasus klien intervensi disusun setelah semua data yang

terkumpul selesai dianalisis dan diprioritaskan, serta tidak ditemukan

kesenjangan antara tinjauan kasus dengan panduan SIKI PPNI (2019) dan

SLKI PPNI (2018).

Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada kedua

klien dengan diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif

berhubungan dengan spasme jalan napas berdasarkan kriteria hasil yaitu

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 10 jam diharapkan

bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil batuk efektif

meningkat, produksi sputum menurun, suara napas bersih, frekuensi napas

membaik, pola napas membaik. Rencana tindakan keperawatan meliputi

observasi : identifikasi kemampuan batuk, monitor adanya retensi sputum,

monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas, terapeutik : atur posisi

semi- fowler, berikan minum hangat, lakukan fisioterapi dada, berikan

oksigen, edukasi : jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif, kolaborasi :

pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.

Berdasarkan panduan SIKI PPNI (2018) dan SLKI PPNI (2019),

maka intervensi yang sesuai pada bersihan jalan napas tidak efektif

berhubungan dengan spasme jalan napas yaitu setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3x10 jam, diharapkan bersihan jalan napas meningkat

(L.01001) dengan kriteria hasil batuk efektif meningkat, produksi sputum

menurun, suara napas bersih, frekuensi napas membaik, pola napas

membaik, dengan intervensi manajemen jalan napas (I.01011) berupa

observasi : monitor pola napas, monitor bunyi napas, monitor sputum,

terapeutik : atur posisi semi-fowler, berikan minum hangat, lakukan

fisioterapi dada, lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik, berikan

oksigen jika perlu, edukasi : anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, ajarkan
105
teknik batuk efektif, kolaborasi : pemberian bronkodilator, ekspektoran,

mukolitik, jika perlu.

Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada kedua

klien dengan diagnosa keperawatan pola napas tidak efektif berhubungan

dengan hambatan upaya napas berdasarkan kriteria hasil yaitu setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 10 jam diharapkan pola napas

membaik dengan kriteria hasil dispnea menurun, penggunaan otot bantu

pernapasan menurun, frekuensi napas dalam membaik. Rencana tindakan

keperawatan meliputi observasi : monitor frekuensi, irama, kedalaman dan

upaya napas, monitor pola napas, monitor kemampuan batuk efektif,

monitor adanya produksi sputum, auskultasi bunyi napas, monitor saturasi

oksigen, terapeutik : dokumentasi hasil pemantauan, edukasi : jelaskan

tujuan dan prosedur pemantauan, informasikan hasil pemantauan, jika

perlu.

Berdasarkan panduan SIKI PPNI (2018) dan SLKI PPNI (2019),

maka intervensi yang sesuai pada pola napas tidak efektif berhubungan

dengan hambatan upaya napas yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan

selama 3x10 jam diharapkan pola napas membaik (L.01004) dengan

kriteria hasil tekanan ekspirasi meningkat, tekanan inspirasi meningkat,

dispnea menurun, penggunaan otot bantu napas menurun, kedalaman napas

membaik, dengan intervensi pemantauan respirasi (I.01014) meliputi

observasi : monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas, monitor

pola napas, monitor kemampuan batuk efektif, monitor adanya produksi

sputum, monitor adanya sumbatan jalan napas, palpasi kesimetrisan

ekspansi paru, auskultasi bunyi napas, monitor saturasi oksigen,

terapeutik :
106

dokumentasi hasil pemantauan, edukasi : jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan, informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

Perencanaan keperawatan yang akan dilakukan pada kedua klien

dengan diagnosa keperawatan hipertermia berhubungan dengan proses

penyakit berdasarkan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 10 jam diharapkan keseimbangan termoregulasi

membaik dengan kriteria hasil menggigil menurun, suhu tubuh anak dalam

rentang normal, tidak ada perubahan warna kulit, tidak terjadi kejang.

Rencana tindakan keperawatan meliputi observasi : identifikasi penyebab

hipertermia, monitor suhu tubuh, monitor haluaran cairan, monitor

komplikasi akibat hipertermia, terapeutik : longgarkan atau lepaskan

pakaian, lakukan kompres hangat, edukasi : anjurkan tirah baring,

kolaborasi

: pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu.

Berdasarkan panduan SIKI PPNI (2018) dan SLKI PPNI (2019),

maka intervensi yang sesuai pada hipertermia berhubungan dengan proses

penyakit yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x10 jam

diharapkan keseimbangan termoregulasi membaik (L.14134) dengan

kriteria hasil menggigil menurun, suhu tubuh anak dalam rentang normal,

tidak ada perubahan warna kulit, tidak terjadi kejang, dengan intervensi

manajemen hipertermia (I.15506) meliputi observasi : identifikasi

penyebab hipertermia, monitor suhu tubuh, monitor haluaran cairan,

monitor komplikasi akibat hipertermia, terapeutik : longgarkan atau

lepaskan pakaian, basahi dan kipasi

permukaan tubuh, lakukan kompres hangat, edukasi : anjurkan tirah baring,

kolaborasi : pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu


107

Perencanaan keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan

diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan krisis situasional

berdasarkan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3 x 10 jam diharapkan tingkat ansietas menurun dengan kriteria

hasil klien tidak menangis ketika melihat perawat, klien kooperatif dan mau

bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, postur tubuh, ekspresi wajah dan

tingkat aktivitas menunjukkan cemas menurun. Rencana tindakan

keperawatan meliputi observasi : monitor tanda-tanda ansietas, terapeutik :

cipatakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan, pahami

situasi yang membuat ansietas, gunakan pendekatan yang tenang dan

meyakinkan, edukasi : anjurkan keluarga untk tetap bersama klien, latih

kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan, kolaborasi : pemberian

obat antiansietas, jika perlu.

Berdasarkan panduan SIKI PPNI (2018) dan SLKI PPNI (2019),

maka intervensi yang sesuai pada ansietas berhubungan dengan krisis

situasional yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x10 jam

diharapkan tingkat ansietas menurun (L.09003) dengan kriteria hasil klien

tidak menangis ketika melihat perawat, klien kooperatif dan mau

bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, postur tubuh, ekspresi wajah dan

tingkat aktivitas menunjukkan cemas menurun, dengan intervensi reduksi

ansietas (I.09314) meliputi observasi : identifikasi saar tingkat ansietas


108

berubah (mis. kondisi, waktu, stressor), monitor tanda-tanda ansietas,

terapeutik : cipatakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan

kepercayaan, temani klien untuk mengurangi kecemasan, jika

memungkinkan, pahami situasi yang membuat ansietas, gunakan

pendekatan yang tenang dan meyakinkan, edukasi : jelaskan prosedur,

termasuk sensasi yang mungkin dialami, anjurkan keluarga untk tetap

bersama klien, latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan,

kolaborasi : pemberian obat antiansietas, jika perlu.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Yustiana & Ghofur, 2016).

Berdasarkan perencanaan yang dibuat peneliti melakukan tindakan

keperawatan yang telah disusun sebelumnya untuk mengatasi masalah

bersihan jalan napas tidak efektif pada kedua klien. Tindakan yang

dilakukan meliputi mengidentifikasi kemampuan batuk, memonitor adanya

retensi sputum, memonitor tanda dan gejala infeksi saluran napas, mengatur

posisi semi-fowler, memberikan minum hangat, melakukan fisioterapi

dada,
109

memberikan oksigen, menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif dan

mengolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran dan mukolitik, jika

perlu. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Syafiati et al (2021)

dapat disimpulkan bahwa penatalaksanaan fisioterapi dada dapat

meningkatkan efisiensi pola napas dan bersihan jalan napas dibuktikan

dengan penurunan frekuensi napas, retraksi dinding dada menjadi tidak ada,

suara napas tambahan berkurang, SpO2 meningkat dan suhu tubuh

membaik.

Tindakan keperawatan selanjutnya yang dilakukan pada klien

untuk mengatasi masalah keperawatan pola napas tidak efektif yaitu

memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas, memonitor pola

napas, memonitor kemampuan batuk efektif, memonitor adanya produksi

sputum, mengauskultasi bunyi napas, memonitor saturasi oksigen,

mendokumentasi hasil pemantauan, menjelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan dan menginformasikan hasil pemantauan, jika perlu. Hal ini

sesuai dengan teori Ridha (2014) menyebutkan setelah memberikan

oksigen selama sesak dapat disimpulkan bahwa berpengaruh pada

kebutuhan oksigen karena pada klien bronkopneumoia banyak memenuhi

kebutuhan oksigenasi dan merupakan kebutuhan dasar yang berperan

sebagai proses metabolisme dalam sel.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan

hipertermia pada klien yaitu sesuai dengan intervensi yang telah dibuat

meliputi mengidentifikasi penyebab hipertermia, memonitor suhu tubuh,

memonitor haluaran cairan, memonitor komplikasi akibat


110

hipertermia, melonggarkan atau lepaskan pakaian, melakukan kompres

hangat, menganjurkan tirah baring dan mengolaborasi pemberian cairan

dan elektrolit intravena, jika perlu. Menurut teori Ridha (2014) bahwa

pemberian terapi cairan dan antipiretik dapat mengatasi hipertermia pada

klien dengan bronkopneumonia. Didukung dari hasil penelitian

Muthahharah dan Nia (2019) bahwa pemberian kompres hangat dilakukan

karena dapat membantu dalam menurunkan suhu tubuh klien yang

mengalami bronkopneumonia.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan

ansietas pada klien yaitu sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

Peneliti melakukan tindakan yaitu memonitor tanda-tanda ansietas,

mencipatakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan,

memahami situasi yang membuat ansietas, menggunakan pendekatan yang

tenang dan meyakinkan, menganjurkan keluarga untuk tetap bersama klien,

melatih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan dan

mengolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu. Menurut teori Putri

dan Iskandar (2021) pencegahan terhadap trauma pada anak salah satunya

dengan menurunkan atau mencegah dampak perpisahan keluarga/orang tua

karena dapat membantu dalam menurunkan rasa cemas serta takut terhadap

anak.

Berdasarkan uraian diatas pada klien dilakukan semua tindakan

yang telah direncanakan dengan baik, namun ada beberapa rencana yang

tidak dilakukan karena disesuaikan dengan kebutuhan klien.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses

keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang


111
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan

mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan

yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien (Yustiana & Ghofur,

2016).

Hasil evaluasi yang sudah didapatkan setelah perawatan selama 3

hari pada klien. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

spasme jalan napas pada klien teratasi pada hari ke 3 pada tanggal 30 juli

2024, Sesuai dengan kriteria perencanaan yaitu menunjukkan batuk efektif

meningkat, produksi sputum menurun, suara napas tambahan bersih,

frekuensi napas membaik, pola napas membaik.

Hasil evaluasi yang sudah didapatkan setelah perawatan selama 3

hari pada klien. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan

upaya napas pada klien teratasi pada hari ke 3 pada tanggal 30 juli 2024

Klien setiap per 8 jam sebagian teratasi dan perencanaan tetap dilanjutkan.

Sesuai dengan kriteria perencanaan yaitu dispnea menurun, penggunaan

otot bantu napas menurun, kedalaman napas membaik.

Hasil evaluasi yang sudah didapatkan setelah perawatan selama 3

hari pada klien. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit pada

teratasi pada hari ke 3 pada tanggal 30 juli 2024. Sesuai dengan kriteria

perencanaan yaitu menggigil menurun, suhu tubuh klien direntang normal

(36.5-37˚C), tidak ada perubahan warna kulit, tidak terjadi kejang


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bab IV, maka kesimpulan

dan saran, adalah sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Pengkajian

Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan dari kedua klien

menunjukkan adanya keluhan utama yang sama. Keluhan utama yang

dirasakan klien memiliki kesamaan dengan teori yang terdapat pada

manifestasi klinis di bab II yaitu klien mengalami batuk berdahak, sesak

napas, frekuensi napas meningkat, demam tinggi, terdapat suara napas

tambahan seperti ronki dan wheezing dan klien tampak gelisah. Dari hasil

pemeriksaan penunjang pun menunjukkan hasil yang sama yaitu kesan

bronkopneumonia.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan diagnosa keperawatan menurut teori yang dituangkan

dalam bab II, disebutkan bahwa bronkopneumonia Pada klien ditegakkan

diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif, pola napas tidak efektif

hipertermia, ansietas dan defisit pengetahun.

136
137

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada klien sesuai dengan

teori, hampir semua intervensi setiap diagnosa keperawatan sesuai dengan

kebutuhan klien.

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan tindakan kasus ini di laksanakan sesuai dengan

intervensi yang sudah dibuat, sesuai dengan kebutuhan kedua klien dengan

Bronkopneumonia.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang dilakukan peneliti selama 3 hari pada kedua klien

menghasilkan semua diagnosa keperawatan telah teratasi selama masa

perawatan dirumah sakit.

B. Saran

1. Bagi peneliti

Hasil penelitian yang peneliti lakukan dapat menjadi acuan yang

berkaitan dengan penyakit bronkopneumonia maupun juga dengan asuhan

keperawatan pada klien anak dengan bronkopneumonia sebagai

pembandingan untuk peneliti selanjutnya.

2. Bagi tempat penelitian

Studi kasus yang peneliti lakukan tentang asuhan keperawatan

pada pasien anak dengan Bronkopneumonia di ruang picu Rsud Abdoel

Wahab Sjahranie Samarinda dapat menjadi acuan bagi


138

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional dan

komprehensif. Peneliti juga memberikan saran agar perawat ruangan

memberikan promosi kesehatan mengenai Bronkopneumonia pada klien

dan keluarga agar dampak dari penyakit ini bisa di cegah lebih lanjut.

3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Hasil penelitian yang peneliti lakukan dapat menambah keluasan

ilmu khususnya keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan pada

klien anak dengan bronkopneumonia dan juga memacu pada peneliti

selanjutnya sebagai bahan pembandingan dalam melakukan penelitian

pada klien anak dengan bronkopneumonia.


139

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Kuswardani, Setiawan. "Pengaruh Chest Therapy Dan Infra Red Pada
Bronchopneumonia." Jurnal Fisioterapi Dan Rehabilitasi, 2018: 9-16.

Amila, Jek Amidos Pardedei, Galvani Volta Simanjuntak, Yasinta L.A Nadeak.
"Peningkatan Pengetahuan Orang Tua Tentang Bahaya Merokok Dalam
Rumah Dan Pencegahan ISPA Pada Balita." Jurnal Pengabdian
Masyarakat, 2021: 69.

Andi Akifa Sudirman, Dewi Modjo, Fanie Isradianty. "Hubungan Pengetahuan


Dan Perilaku Orang Tua Terhadap Penyakit Bronkopenumonia Pada Anak
di RSUD Tani Dan Nelayan Boalemo." Riset Rumpun Ilmu Kesehatan,
2023: 125-138.

Andriyani S, Veroneka Yosefpa Windahandayani, Dewi Damayanti, Umi Faridah,


Yulia Indah Permata Sari, Aniska Indah Fari, Novita Anggraini, Ketut
Suryani, Yulian Heiwer Matongka. Asuhan Keperawatan Pada Anak.
Medan: Yayasan Kita Menulis, 2021.

Arufina, Muslimah Wiguna. "Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan


Fokus Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas." PENA MEDIKA JURNAL
KESEHATAN, 2018: 66-72.

Astuti, W.T, Diniyah, N. "Penerapan Terapi Inhalasi Nebulizer Untuk Mengatasi


Bersihan Jalan Napas Pada Pasien Bronkopneumonia." Jurnal
Keperawatan Karya Bhakti, 2019: 7-13.

Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. Jumlah Kasus Penyakit


Menurut Jenis Penyakit dan Kabupaten/Kota 2020. Kalimantan Timur:
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, 2020.

Bennete M.J. Pediatric Pneumonia. 2013.

Elsi Wulandari, Siska Iskandar. "Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan


Kebutuhan Oksigen Dengan Postural Drainase Pada Balita Pneumonia Di
Wilayah Kerja Puskesmas Swah Lebar Kota Bengkulu." Journal Of
Nursing and Public Health, 2021: 30-37.

Hidayatin, Titin. "PENGARUH PEMBERIAN FISIOTERAPI DADA DAN


PURSED LIPS BREATHING (TIUPAN LIDAH) TERHADAP
140

BERSIHAN JALAN NAPAS PADA ANAK BALITA DENGAN


PNEUMONIA." Jurnal Surya, 2019: 15-22.

Hockenberry, Marilyn J, David Wilson. Pediatric Nursing Keperawatan Anak.


Elsevier Mosby , 2013.
Jacob, Delwien Esther. Sandjaya. "FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP MASYARAKAT KARUBAGA
DISTRICT SUB DISTRICT TOLIKARA PROPINSI PAPUA." Jurnal
Nasional Ilmu Kesehatan, 2018: 1-16.

Jayani, Dwi Hadya. 10 Penyebab Utama Kematian Balita di Dunia. Indonesia:


Ourworldindata.org, 2019.

Budi Antoro, Septi Kurniasari. "Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Media


Leaflet Terhadap Sikap Orang Tua Dalam Pencegahan Pneumonia Pada
Balita Di Rumah Sakit Daerah May Jend. HM. Ryacudu Lampung Utara."
Malahayati Nursing Journal, 2019: 227-238.

Muthahharah, Andi Nia. "Intervensi Tepid Sponge Pada Anak Yang Mengalami
Bronkopneumonia Dengan Masalah Hipertermi." Jurnal Media
Keperawatan, 2019: 103-108.

Nawafilaty, Tawaduddin. Elya Umi Hanik. Asah Asih Asuh. Tuban: Mitra Karya,
2018.

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis NANDA & NIC-NOC Jilid 1. Jombang: Media Action,
2015.

Nursakina, Tartila, Ifran. "Laporan Kasus Berbasis Bukti Perbandingan


Ultrasonogrfai Paru dan Rontgen Dada sebagai Alat Bantu Diagnostik
Pneumonia Pada Anak." Sari Pediatri, 2021: 319-324.

PDPI Lampung & Bengkulu. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Juni 14, 2017.
http://klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=7896. (accessed Februari
21, 2023).

Pearce, Evelyn C. Anatomi Dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama, 2019.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2017.
141

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2018.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2019.

Rahayu, Suci Fitri. Mariani, Esme Anggeriyane, Sutrisari Sabrina N, Nur Hijrah
Tiala, Sulistiyani Prabu A, Qoriah N, Yofa Anggraini U, Lamria S, Ito
Wardin, Yuniske P, Wa Nuliana, Anis Laela M. Keperawatan Anak.
Padang: PT. Global Eksekutif Teknologi , 2022.

Ridha, H. Nabiel. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2014.

Safitri, Reza Wardana. Roro Lintang Suryani. "Batuk Efektif Untuk Mengurangi
Sesak Nafas Dan Sekret Pada Anak Dengan Diagnosa Bronkopneumonia."
Jurnal Inovasi Penelitian, 2022: 5751-5756.

Sunarti, Sri. Panduan Menyusui. Jakarta: Sunda Kepala Pustaka, 2013.


Setiaji. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2021.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif dan


R&D). Bandung: CV Alfabeta, 2013.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif dan


R&D). Bandung: CV Alfabeta, 2015.

Sukma, Ari. Indriyani, Ningtyas. "Pengaruh Pelaksanaan Fisioterapi Dada


(Clapping) Terhadap Bersihan Jalan Napas Pada Anak Dengan
Bronkopneumonia." Journal of Nursing and Health 5 (2021): 9-18.

Yanthi, Dwi. Fitri Annisa, Zulia Putri Perdani, Nurhusna, Yuli Lestari, Eva
Yuliani, Anis Laela Megasari, Anita Apriliawati, Sri Melfa Damanik.
Pengantar Keperawatan Anak. Medan: Yayasan Kita Menulis, 2022.

Yuniarti. Asuhan Tumbuh Kembang Neonatus Bayi-Balita Dan Anak Pra-Sekolah.


Bandung: Refika Aditama, 2015.

Yustiana Olfah, Abdul Ghofur. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Pusat


Pendidikan SDM Kesehatan, 2016.

Zairinayati. Lingkungan Fisik Rumah dan Penyakit Pneumonia. Jakarta: Pascal


Books, 2022
142

Anda mungkin juga menyukai