Sintesis
Sintesis
Sintesis
1
Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda
2
Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mulawarman, Samarinda
ABSTRAK
Phenyllactic acid merupakan asam organik yang banyak terdapat di madu dan dapat dihasilkan dari
fermentasi bakteri asam laktat pada makanan yang diproduksi oleh beberapa mikroorganisme.
Phenyllactic acid memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas terhadap bakteri dan jamur. Phenyllactic
acid dapat disintesis berdasarkan reaksi diazotasi. Dalam penelitian ini, phenyllactic acid disintesis dari
bahan dasar fenilalanin dan natrium nitrit dengan katalis asam sulfat pada suhu -5oC selama 2 jam. Hasil
karakterisasi menggunakan MS, 1H-NMR dan 13C-NMR menunjukan telah terbentuknya senyawa
phenyllactic acid dengan rendemen 40,6%. Dilakukan pengujian aktivitas antibakteri senyawa
phenyllactic acid yang ditunjukkan dengan adanya zona hambat pada bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 0,5% masing-masing sebesar 11.05 mm dan 12.02 mm.
ABSTRACT
Phenyllactic acid is an organic acid that is widely found in honey and can be produced from the
fermentation of lactic acid bacteria in foods produced by several microorganisms. Phenyllactic acid has
broad spectrum antimicrobial activity against bacteria and fungi. Phenyllactic acid can be synthesized by
diazotation reaction. In this study, phenyllactic acid was synthesized from the basic ingredients of
phenylalanine and sodium nitrite with a sulfuric acid catalyst at a temperature of -5oC for 2 hours. The
results of characterization using MS, 1H-NMR and 13C-NMR showed the formation of phenyllactic acid
compounds with a yield of 40,6%. The antibacterial activity of the phenyllactic acid compound was tested
as indicated by the presence of an inhibitory zone on Escherichia coli and Staphylococcus aureus
bacteria at a concentration respectively of 0,5% is 11.05 mm and 12.02 mm.
PENDAHULUAN
Phenyllactic acid merupakan asam organik amfifilik karena memiliki cincin benzena
sebagai gugus hidrofobik dan gugus karboksil sebagai gugus hidrofilik yang terbukti sebagai
senyawa antimikroba spektrum luas terhadap bakteri dan jamur. Phenyllactic acid banyak
terdapat pada madu dan dapat diperoleh dari hasil fermentasi bakteri asam laktat pada
makanan oleh beberapa mikroorganisme. Baru-baru ini dilaporkan, phenyllactic acid memiliki
aktivitas antibakteri yang lebih besar, dimana konsentrasi hambat minimum oleh phenyllactic
acid terhadap Listeria monocytogenes dan Escherichia coli masing-masing adalah 1.25 mg/mL
dan 2.5 mg/mL. Namun, hasil produksi senyawa phenyllactic acid dengan metode fermentasi
memiliki rendemen sedikit, seperti rendemen phenyllactic acid yang dihasilkan dari
Lactobacillus strain Y6 yaitu 0.052 mg/mL (Wu, Xu, Yun, Jia, & Yu, 2020). Selama beberapa
*Corresponding author:
wulangtr@gmail.com
91
Jamb.J.Chem., 2021, Volume 3 (2), 91-98 p-ISSN: 2656-3665, e-ISSN:2656-6834
tahun terakhir, difokuskan pada mekanisme kerja antimikroba phenyllactic acid, hasil dari
pengamatan menggunakan mikroskop elektron bahwa target aksi pertama dari phenyllactic acid
adalah dinding sel pada bakteri. Kemudian merusak integritas membran dan merusak struktur
sel serta ada spekulasi bahwa phenyllactic acid berinteraksi dengan genom DNA sebagai
bahan dasar sel hidup (Ning, dkk., 2017).
Aktivitas antimikroba yang luas senyawa phenyllactic acid memberikan potensi yang
sangat besar di bidang kesehatan dan industri makanan. Pembentukan senyawa phenyllactic
acid berdasarkan reaksi diazotasi. Reaksi diazotasi yaitu reaksi antara asam nitrit (dari natrium
nitrit dalam suasana asam) dengan amina aromatis (Lestari, Sabikis, & Utami, 2011). Hal ini
mendorong peneliti untuk mensintesis senyawa phenyllactic acid sebagai antibakteri agar
diharapkan dapat memperoleh rendemen yang lebih banyak dan aktivitas yang lebih baik.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set alat kimia kaca, timbangan
analitik, magnetic stirrer, rotary evaporator, corong pisah, spatel, cawan petri, ose bulat dan
botol semprot. Alat instrumen analisis yakni Mass Spectroscopy (MS) dan Nuclear Magnetic
Resonance (NMR).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Fenilalanin (Merck), natrium nitrit
(Merck), aquades, aseton, asam sulfat, asam klorida, etil asetat p.a, propanol, metanol p.a,
asam asetat, ninhidrin, plat KLT, Nutrient Agar (NA), bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli.
92
Jamb.J.Chem., 2021, Volume 3 (2), 91-98 p-ISSN: 2656-3665, e-ISSN:2656-6834
sumuran ditambahkan senyawa hasil sintesis masing-masing dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%,
0,3%, 0,4% dan 0,5% serta kontrol negatif tween dicampur aquades. Diamati dan diukur zona
hambat yang terbentuk.
93
Jamb.J.Chem., 2021, Volume 3 (2), 91-98 p-ISSN: 2656-3665, e-ISSN:2656-6834
Data spektrum massa memberikan informasi mengenai massa molekul relatif dari
senyawa hasil sintesis. Dari hasil analisis spektrum massa menunjukkan massa molekul relatif
senyawa hasil sintesis yang diperoleh yaitu 189,0511 g/mol [M+Na]+ yang dapat dilihat pada
gambar 3.
Dimana secara teoritis, massa molekul relatif senyawa phenyllactic acid diperoleh dengan cara
perhitungan dengan menjumlahkan nilai Ar masing-masing atom penyusun senyawa
didapatkan massa molekul relatif yaitu 166 g/mol. Nilai 166 g/mol sebagai M yaitu sebagai
massa molekul dari senyawa phenyllactic acid. Dalam pengukuran ini menggunakan metode
ESI (Electrospray Ionization), dimana ESI merupakan salah satu metode ionisasi dalam
spektroskopi massa yang digunakan untuk mendapatkan ion molekul dengan prinsip
penyemprotan aerosol sehingga diperoleh ion molekul dengan muatan positif. Beberapa ion
berlebih yang terdapat pada tetesan aerosol diantaranya H+, NH4+, Na+ dan K+. Ion positif
tersebut sering muncul karena larutan analit yang bersifat asam (Konermann, Ahadi, Rodriguez,
& Vahidi, 2013). Dari hasil pengukuran spektrum massa menunjukkan senyawa phenyllactic
acid telah terbentuk.
Selanjutnya analisis menggunakan instrumen 1H-NMR untuk mengetahui posisi dan
jumlah atom hidrogen pada struktur senyawa hasil sintesis. Hasil data spektrum 1H-NMR (400
MHz, aseton-d6) seperti yang terlihat pada Tabel 1. Senyawa hasil sintesis menunjukan
terdapat 9 sinyal proton. Pada hasil spektrum 1H-NMR tidak terlihat spektrum OH dari asam
karboksilat yang biasanya muncul pada pergeseran 10-12 ppm. Tetapi dapat dibuktikan dari
hasil 13C-NMR untuk atom karbon pada karboksilat muncul di pergeseran 173,29 ppm dimana
rentang pergeseran karbon asam karboksilat yaitu 168-175 ppm dan dibuktikan juga dari data
MS yang menunjukan massa molekul relatif yaitu 189,05 g/mol [M+Na]+ yang menunjukan
senyawa phenyllactic acid telah terbentuk. Proton yang membuktikan telah terbentuknya
senyawa phenyllactic acid yaitu adanya proton teroksigenasi dari OH dengan pergeseran 3,59
ppm. Karena pada proton tersebut yang menunjukan senyawa phenyllactic acid telah terbentuk.
94
Jamb.J.Chem., 2021, Volume 3 (2), 91-98 p-ISSN: 2656-3665, e-ISSN:2656-6834
Kemudian terlihat sinyal proton aromatik dalam bentuk sinyal multiplet pada pergeseran kimia
7,16-7,29 ppm. Selanjutnya terdapat tiga sinyal proton doublet of doublet (H2 dan H3), kedua
proton yang saling mengkopling dengan nilai pergeseran kimia dan nilai kopling berturut-turut
4,36 ppm J= 3,6 Hz dan 7,8 Hz; 3,09 ppm J= 4 Hz dan 13,8 Hz; serta 2,88 ppm J= 8 Hz dan J=
14 Hz. Nilai pergeseran kimia dan tetapan kopling menunjukkan ciri khas dari proton metilen
(CH2) dan metin (CH) yang saling bertetangga seperti yang ditunjukkan pada H2 dan H3.
Hasil data spektrum 13C-NMR (100 MHz, aseton-d6) pada pergeseran kimia δC 173,29
ppm menunjukan adanya gugus karboksil dari asam karboksilat, dimana nilai pergeseran kimia
(COOH) antara 165-175 ppm. Pada pergeseran kimia δC 71,23 ppm dan δC 40,41 ppm
menunjukan adanya (CH dan CH2) dari C2 dan C3. Selanjutnya pada pergeseran kimia δC
137,92 ppm yang menunjukan C kuartener pada benzena serta pergeseran 126,54-135,07 ppm
menunjukan CH benzena. Hasil karakterisasi struktur menggunakan spektrum massa, 1H-NMR
dan 13C-NMR menunjukan senyawa hasil sintesis dari bahan dasar fenilalanin dan natrium nitrit
telah berhasil disintesis dan telah dikarakterisasi sesuai dengan senyawa target yaitu
phenyllactic acid.
Aktivitas Antibakteri
Hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan besar zona hambat yang terbentuk
dimulai dari konsentrasi 0,1% sampai dengan 0,5%. Kemampuan suatu antimikroba dalam
menghambat mikroorganisme bergantung pada konsentrasi zat antimikroba dan jenis bahan
antimikroba tersebut.
95
Jamb.J.Chem., 2021, Volume 3 (2), 91-98 p-ISSN: 2656-3665, e-ISSN:2656-6834
Semakin besar suatu konsentrasi zat antimikroba, maka semakin besar zona hambat yang
dihasilkan. Karena semakin tinggi konsentrasi zat antimikroba, maka semakin banyak zat aktif
yang terkandung sehingga menghasilkan zona hambat yang lebih besar. Begitu pula
sebaliknya, pada konsentrasi yang kecil maka zat antimikroba yang terkandung sedikit
sehingga aktivitasnya menurun dan zona hambat yang dihasilkan (Rastina, 2015).
Kekuatan daya antibakteri dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu menghambat
sangat kuat (>20 mm), kuat (10-20 mm), sedang (5-10 mm) dan lemah (<5 mm). Pada
penelitian ini, daya hambat senyawa phenyllactic acid pada konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%
terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus termasuk dalam kategori lemah,
sedangkan pada konsentrasi 0,4% dan 0,5% termasuk ke dalam kategori kuat terhadap
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Davis & Stout, 2009).
Phenyllactic acid merupakan senyawa yang dihasilkan dari metabolisme bakteri asam
laktat. Asam laktat mudah terdisosiasi menghasilkan ion H+ dan CH3CHOHCOO- (Syachroni,
2014). Adanya ion H+ akan menyebabkan penurunan nilai pH yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Dimana pH optimum Staphylococcus aureus 7.4 (Lisnawati & Prayoga,
2020) dan Escherichia coli memiliki pH 7 hingga 7.5 (Kurniati, Anugroho, & Sulianto, 2020).
Proton (ion H+) yang dihasilkan dari disosiasi dari asam laktat akan masuk kedalam sel bakteri
patogen karena adanya gradien proton. Selanjutnya bakteri berusaha mempertahankan pH
alkali dalam sel dengan cara mengeluarkan proton tersebut dari dalam sel. Proses pengeluaran
proton tersebut akan membutuhkan energi yang tinggi, sehingga bakteri akan mati karena
kehabisan energi. Beberapa asam laktat yang tidak mudah terdisosiasi atau netral yang berada
diluar sel dapat berdifusi masuk melewati membran sel yang bersifat larut dalam lipid. Setelah
masuk dalam sel, asam akan terdisosiasi dalam sitoplasma bakteri (Viogenta, 2010); (Fauziah,
Nurhajati, & Chrysanti, 2015). Phenyllactic acid memiliki stuktur yang amfifilik dimana sifat
hidrofobiknya dari cincin aromatik dan sifat hidrofiliknya dari gugus karboksil. Sehingga diduga
dapat berinteraksi dengan lipid dan protein dalam sel membran bakteri yang mempengaruhi
permeabilitas dan integritasnya. Selain itu phenyllactic acid juga memiliki aktivitas antibakteri
dengan cara mengikat genom DNA sehingga mengganggu fungsi normal sel (Ning dkk., 2017)
Aktivitas antibakteri terhadap bakteri dipengaruhi oleh struktur dinding sel bakteri patogen.
Secara in vitro bakteri gram negatif lebih kuat dibandingkan bakteri positif karena struktur
96
Jamb.J.Chem., 2021, Volume 3 (2), 91-98 p-ISSN: 2656-3665, e-ISSN:2656-6834
dinding sel negatif yang lebih kompleks dibanding bakteri positif. Perbedaan utama adalah
bakteri gram negatif memiliki lapisan membran luar yang meliputi peptidoglikan dan lapisan
lipopolisakarida yang bersifat sebagai penghalang masuknya senyawa antibakteri ke dalam sel
bakteri, sedangkan pada sel bakteri gram positif dinding sel tidak memiliki lapisan
lipopolisakarida sehingga senyawa antibakteri dapat masuk ke dalam sel dan menyebabkan
lisis pada sel (Rahmawati & Bintari, 2014). Bakteri gram positif memiliki struktur dinding sel
berlapis tunggal sehingga relatif lebih sederhana yang menyebabkan senyawa antibakteri
mudah untuk masuk ke dalam sel dan menemukan target kerja, sedangkan pada bakteri gram
negatif struktur dinding sel terdiri dari tiga lapis dan lebih kompleks sehingga lebih resisten
terhadap zat atau senyawa antibakteri (Sepriana, Jekti, & Zulkifli, 2017).
SIMPULAN
Senyawa phenyllactic acid telah berhasil disintesis dari bahan dasar fenilalanin dan
natrium nitrit melalui reaksi diazotasi dengan rendemen yang dihasilkan sebanyak 40,6%.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan senyawa phenyllactic acid memiliki aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
DAFTAR RUJUKAN
Fauziah, P. N., Nurhajati, J., & Chrysanti. (2015). Daya Antibakteri Filtrat Asam Laktat dan
Bakteriosin Lactobacillus bulgaricus KS1 dalam Menghambat Pertumbuhan Klebsiella
pneumoniae Strain ATCC 700603, CT1538, dan S941. Majalah Kedokteran Bandung,
47(1), 35–41. https://doi.org/10.15395/mkb.v47n1.395
Konermann, L., Ahadi, E., Rodriguez, A. D., & Vahidi, S. (2013). Unraveling the Mechanism of
Electrospray Ionization. Analytical Chemistry. ACS Publication.
x.doi.org/10.1021/ac302789c | Anal. Chem. 2013, 85, 2−9
Kurniati, E., Anugroho, F., & Sulianto, A. A. (2020). Analisis Pengaruh pH dan Suhu pada
Desinfeksi Air Menggunakan Microbubbble dan Karbondioksida Bertekanan. Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and
Environmental Management), 10(2), 247–256. https://doi.org/10.29244/jpsl.10.2.247-256
Laksmiwati, A. A. I. A. M., Prastika, H. H., Ratnayani, K., & Puspawati, N. M. (2019).
Penggunaan Enzim Pepsin untuk Produksi Hidrolisat Protein Kacang Gude (Cajanus cajan
(L.) Millsp.) yang Aktif Antioksidan. Indonesian E-Journal of Applied Chemistry, 7(2),
180–188.
Lestari, P., Sabikis, & Utami, P. iswati. (2011). Analisis Natrium Nitrit Secara Spektroskopi
Visible dalam Daging Burger yang Beredar di Swalayan Purwokerto. Pharmacy, 08(03),
88–98.
Mu, W., Yu, S., Zhu, L., Zhang, T., & Jiang, B. (2012). Recent research on 3-phenyllactic acid, a
broad-spectrum antimicrobial compound. Applied Microbiology and Biotechnology, 95(5),
1155–1163. https://doi.org/10.1007/s00253-012-4269-8
Ning, Y., Yan, A., Yang, K., Wang, Z., Li, X., & Jia, Y. (2017). Antibacterial activity of phenyllactic
acid against Listeria monocytogenes and Escherichia coli by dual mechanisms. Food
Chemistry, 228, 533–540. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2017.01.112
Rahmawati, F., & Bintari, S. H. (2014). Studi Aktivitas Antibakteri Sari Daun Binahong (Anredera
cordifolia) Terhadap Pertumbuhan Bacillus cereus dan Salmonella enteritidis. Life Science,
97
Jamb.J.Chem., 2021, Volume 3 (2), 91-98 p-ISSN: 2656-3665, e-ISSN:2656-6834
3(2), 103–111.
Rastina, S. W. (2015). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kari ( Murraya Pseudomonas
sp . Vol.9 No.(1978-225X), 185–188.
Sepriana, C., Jekti, D. S. D., & Zulkifli, L. (2017). Bakteri Endofit Kulit Batang Tanaman Cengkeh
(Syzygium aromaticum L.) Dan Kemampuannya Sebagai Antibakteri. Jurnal Penelitian
Pendidikan IPA, 3(2). https://doi.org/10.29303/jppipa.v3i2.92
Syachroni. (2014). Pengaruh Kombinasi Starter Kultur L. plantarum dan L. acidophilus terhadap
Karakteristik Mikrobiologis dan Kimiawi pada Minuman Fermentasi. Cell, (Skripsi), 1–51.
https://doi.org/10.1016/j.cell.2009.01.043
Viogenta, P. (2010). Karakteristik Anti Bakteri Isolat Lactobacillus dari Tempoyak. Retrieved
from https://www.nber.org/papers/w15827.pdf
Wu, Z., Xu, S., Yun, Y., Jia, T., & Yu, Z. (2020). Effect of 3-phenyllactic acid and 3-phenyllactic
acid-producing lactic acid bacteria on the characteristics of alfalfa silage. Agriculture
(Switzerland), 10(1). https://doi.org/10.3390/agriculture10010010
98