0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
78 tayangan103 halaman

KH - Ke-2-3-4 - TGL 18102016

Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 103

Jaringan Kontrol Geodesi

(Geodetic Control Networks)

Kuliah-2

Sawitri Subiyanto
Matakuliah: Kerangka Kontrol Horisontal 2016
PENGADAAN TITIK KONTROL
TANAH
(Ground Control Point)

 Electronic Total Station


(ETS) : Pengukuran
Poligon, Beda Tinggi,
Tacheometry

 Global Positioning System


(GPS) : Pengukuran metoda
Differential GPS
Control points - benchmarks
Control Networks

A set of control points covering a large region.


Control Networks

The Control Network provide us with control points


given in the same refence system (coordinate
system).

Thus measuring the relative positions of unknown


points using these control points, the coordinates
of the new points can be computed in the same
reference system.
Jaring Kontrol Geodesi
• Jaring Kontrol Horizontal Nasional yang
selanjutnya disingkat JKHN adalah sebaran
titik kontrol geodesi horizontal yang
terhubung satu sama lain dalam satu
kerangka referensi. (Pasal 1 Angka 9 UU
Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi
Geospasial).
• Jaring kontrol Geodesi terdiri atas Jaring
Kontrol Horisontal (JKH), Jaring Kontrol
Vertikal (JKV), dan Jaring Kontrol Gayaberat
(JKG). Sebagai salah satu data spasial
kerangka kontrol geodesi dan geodinamika
tercantum dalam Jaringan Data Spasial
Nasional. Data-data geodesi di dalamnya
dimanfaatkan oleh pemerintah maupun
swasta sebagai referensi untuk pekerjaan
pemetaan dan survey rekayasa dan sebagai
landasan pengembangan Infrastruktur Data
Spasial Nasional (ISDN).
• Tujuan Jaring Kontrol Horisontal dan
Vertikal adalah untuk memonitoring
dinamika kerak bumi.
Jaring Kontrol Horisontal
• Pengukuran Temporer: 630 titik geodetik untuk referensi tunggal (Datum
Geodesi Nasional 1995)
Semua Titik Kontrol Geodetik di Indonesia

Geodetic Horizontal
Control Network
of BIG (Geospatial
Agency of
Indonesia)

Keterangan :
 Total in 2013 = 1350 Monuments
JKHN

Hasanuddin Z. Abidin (2014)


Jaring Kontrol Vertikal
• Terdiri atas 7000 titik tinggi geodesi setiap jarak 5 km
Jaring Kontrol Gaya Berat
• Tujuan Jaring Kontrol Gayaberat adalah untuk Monitoring medan gayaberat
– bidang acuan tinggi.
• Pengukuran gaya berat dilakukan di 7000 titik tinggi geodesi, setiap jarak 5
km
SRGI Tunggal Untuk One Map Policy
1. SRGI (Sistem Referensi Geospasial Indonesia) tunggal sangat diperlukan untuk
mendukung kebijakan Satu Peta (One Map) bagi Indonesia. Dengan satu peta maka
semua pelaksanaan pembangunan di Indonesia dapat berjalan serentak tanpa tumpang
tindih kepentingan.

2. Sistem Referensi Geospasial merupakan suatu sistem koordinat nasional yang konsisten
dan kompatibel dengan sistem koordinat global, yang secara spesifik menentukan
lintang, bujur, tinggi, skala, gayaberat, dan orientasinya mencakup seluruh wilayah
NKRI, termasuk bagaimana nilai-nilai koordinat tersebut berubah terhadap
waktu. Dalam realisasinya sistem referensi geospasial ini dinyatakan dalam bentuk
Jaring Kontrol Geodesi Nasional dimana setiap titik kontrol geodesi akan memiliki nilai
koordinat yang teliti baik nilai koordinat horisontal, vertikal maupun gayaberat.

3. Pemutakhiran sistem referensi geospasial atau datum geodesi merupakan suatu hal
yang wajar sejalan dengan perkembangan teknologi penentuan posisi berbasis satelit
yang semakin teliti. Sistem referensi geospasial global yang menjadi acuan seluruh
negara dalam mendefinisikan sistem referensi geospasial di negara masing-masing juga
mengalami pemutakhiran dalam kurun waktu hampir setiap 5 tahun atau lebih cepat.
SRGI Tunggal Untuk One Map Policy

Perubahan nilai koordinat terhadap waktu perlu diperhitungkan dalam mendefinisikan sistem
referensi geospasial untuk wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan wilayah NKRI terletak di
antara pertemuan beberapa lempeng tektonik yang sangat dinamis dan aktif. Beberapa
lempeng tektonik tersebut diantaranya lempeng Euroasia, Australia, Pacific dan Philipine.
Wilayah NKRI yang terletak di pertemuan beberapa lempeng inilah yang menyebabkan
seluruh objek-objek geospasial yang ada di atasnya termasuk titik-titik kontrol geodesi yang
membentuk Jaring Kontrol Geodesi Nasional, juga bergerak akibat pergerakan lempeng
tektonik dan deformasi kerak bumi.

SRGI 2013 direncanakan akan luncurkan secara resmi pada akhir bulan September 2013 di
Jakarta. Dengan ditetapkannya SRGI 2013 sebagai referensi tunggal dalam penentuan posisi
dan penyelenggaraan informasi geospasial nasional diharapkan informasi geospasial yang
diselenggarakan oleh banyak pihak dapat diintegrasikan dengan mudah dan akurat, menjadi
satu peta (one map) sehingga dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan
kebijakan secara tepat terkait berbagai aspek kehidupan bangsa yang bersifat kompleks dan
lintas batas.
SRGI Tunggal Untuk One Map Policy

SRGI 2013 akan mendefinisikan beberapa hal, yaitu:

1.Sistem Referensi Koordinat, yang mendefinisikan titik pusat sumbu koordinat, skala dan
orientasinya.

2.Kerangka Referensi Koordinat, sebagai realisasi dari sistem referensi koordinat berupa
Jaring Kontrol Geodesi Nasional;

3.Ellipsoid Referensi yang digunakan;

4.Perubahan nilai koordinat terhadap waktu sebagai akibat dari pengaruh pergerekan
lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi di Wilayah Indonesia;

5.Sistem Referensi Tinggi;

6.Garis pantai nasional yang akurat dan terkini, yang dipublikasi secara resmi;

7.Sistem dan layanan berbasis web untuk mengakses SRGI 2013.


SRGI Tunggal Untuk One Map Policy

Penetapan SRGI 2013 sebagai referensi tunggal dalam penyelenggaraan informasi


geospasial nasional tentunya akan berdampak terhadap data dan informasi geospasial
yang ada saat ini maupun penyelenggaraan informasi geospasial nasional di masa
mendatang. Namun demikian, hal ini tidak perlu terlalu dirisaukan mengingat
pemutakhiran sistem referensi geospasial atau datum geodesi merupakan suatu hal yang
wajar dan perlu dilakukan. Hal yang terpenting adalah bagaimana mengelola perubahan
tersebut sehingga seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan informasi
geospasial dapat menerima dan memahami pentingnya penggunaan SRGI 2013 sebagai
referensi tunggal dalam penyelenggaraan informasi geospasial nasional.

Sehubungan hal tersebut, BIG akan menyediakan sistem dan layanan berbasis web untuk
mengakses berbagai hal terkait SRGI 2013, diantaranya:

1.Nilai koordinat horisontal, vertikal dan gaya berat serta deskripsi titik kontrol geodesi.
2.Perubahan nilai koordinat terhadap fungsi waktu, sebagai koreksi akibat pengaruh
pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi.
3.Geoid dan konversi sistem tinggi.
4.Petunjuk penggunaan SRGI 2013 dan berbagai informasi terkait.
5.Aplikasi maupun tools yang memudahkan pengguna untuk menggunakan SRGI 2013.
Klas dan Orde Jaring Kontrol Geodesi

Kuliah-3

Sawitri Subiyanto
Matakuliah: Kerangka Kontrol Horisontal 2016
KLASIFIKASI JARING TITIK KONTROL
Standard adalah suatu definisi tingkat ketelitian dan akurasi
untuk mencapai pernyataan KELAS atau ORDE.
Klasifikasi jaring titik kontrol geodetik di Indonesia,
mempertimbangkan faktor-faktor:
(a) Status dan karakteristik jaring titik kontrol yang sudah ada
(b) perkembangan teknik & aplikasi penentuan posisi
(c) mekanisme klasifikasi yg dipakai di negara lain.
KELAS  tingkat presisi
ORDE  tingkat akurasi

11/20/2018 16
KELAS.
KELAS adalah fungsi dari ketelitian (tingkat presisi) yang
direncanakan dan yang dicapai dari suatu jaring survey, dan
ini bergantung pada komponen-komponen sbb:
• desain jaring,
• praktek survey,
• perlengkapan dan peralatan yang dipakai, dan
• teknik pengolahan data yang digunakan pada survey tsb.

11/20/2018 17
Untuk menetapkan KELAS adalah dengan menganalisis hitung
perataan jaring dengan teknik kuadrat terkecil minimal
konstrain. Biasanya dengan cara mengevaluasi apakah semi-
major axis dari standard ellips/ellipsoid kesalahan relatif lebih
kecil atau sama dengan panjang maksimum semi-major axis
(r) yang menggunakan formula : [ICSM Publication
No.1,1996],
r = c ( d + 0.2 ) ………………………….(1)
dimana : r = panjang maksimum semi-major axis , dalam
mm.
c = faktor ketelitian yang diturunkan secara historik-empirik,
yg menggambarkan tingkat presisi survey.
d = jarak antara stasion, dalam km.

11/20/2018 18
standard ellips/ellipsoid kesalahan relatif lebih kecil atau sama
dengan panjang maksimum semi-major axis (r) yang
menggunakan formula : [ICSM Publication No.1,1996],
Orde 2 : r = 10 (d + 0,2) Klas B, Jika C=10 =Survei geodetik
Lokal

Orde 3 : r = 30 (d + 0,2) Klas C, Jika C=30 =Survei Perapatan

dimana : r = panjang maksimum semi-major axis , dalam


mm.
c = faktor ketelitian yang diturunkan secara historik-empirik,
yg menggambarkan tingkat presisi survey.
d = jarak antara stasion, dalam km.

11/20/2018 19
KLASIFIKASI SURVEY KONTROL HORISONTAL
(Rancangan Klasifikasi,Standarisasi & Spesifikasi,2001)

KELAS c (ppm) JENIS APLIKASI


3A 0,01 Jaring Fiducial/tetap GPS
2A 0,1 Survey Geodetik nasional
A 1 Survey Geodetik Regional
B 10 Survey Geodetik Lokal
C 30 Survey Perapatan /Densifikasi
D 50 Survey Pemetaan

11/20/2018 20
ORDE adalah fungsi KELAS survey, konformitas/conformity
dari data survey baru dengan koordinat jaring existing dan
ketelitian dari setiap proses transformasi yang diinginkan
Untuk mengubah hasil dari satu datum ke datum lainnya.

Penetapan ORDE titik dalam jaring, adalah berdasarkan


“fit”nya jaring terhadap koordinat existing, yaitu dengan
menetapkan apakah harga semi-major axis setiap standard
ellips/ ellipsoid kesalahan relative tersebut lebih kecil atau
sama dengan panjang maksimum semi-major axis.
Teknik ini identik dengan yang dilakukan pada penentuan
KELAS dan juga menggunakan formula yang sama, yaitu
rumus (1) diatas.

11/20/2018 KDK1 21
ORDE JARING TITIK KONTROL HORISONTAL

ORDE c (ppm) JARING KONTROL JARAK KELAS


(km)
00 0,01 Fiducial/tetap GPS 1000 3A
0 0,1 Nasional 500 2A
1 1 Regional 100 A
2 10 Lokal 10 B
3 30 Densifikasi 2 C
4 50 Pemetaan 0,1 D

11/20/2018 KDK1 22
ORDE c (ppm) KELAS PEMANFAATAN JARING KONTROL
HORISONTAL

00 0,01 3A Survey geodetik presisi tinggi, skala


nasional, geodinamika

0 0,1 2A Survey geodetik presisi tinggi, skala


nasional, geodinamika, deformasi.

1 1 A Survey geodetik skala lokal, batas


propinsi, deformasi

2 10 B Survey batas kabupaten, kadas ter,


kehutanan, hidrografi

3 30 C Survey batas kecamatan, utilitas

4 50 D Survey kadaster, situasi, desa

11/20/2018 23
Tabel Geometri standar ketelitian penentuan posisi relatif

Tingkat kepercayaan 95%


Katagori Survey Orde
Standar minimum ketelitian
geometrik
p (ppm) p : 1.000.000

Studi geodinamika 0 0,1 1:10.000.000


Jaring Kontrol Horisontal
Nasional (JKHN)
Jaring Kontrol Horisontal 1 1 1:1.000.000
Nasional(JKHN)
Densifikasi JKHN, 2 10 1:100.000
KDKN, pemetaan
KDKN, survey rekayasa 3 20 1:50.000

KDKN, eksplorasi 4 50 1:20.000


geofisika & lainnya

11/20/2018 KDK1 24
ORDE
URAIAN
NOL SATU DUA TIGA

Jarak minimum antara stasiun titik 30 10 2 0,01


(km)
Jarak antara stasiun titik (km) 100 – 300 50 – 300 5 - 30 0,01 - 4

Pengamatan bebas (independent)


per stasiun titik paling sedikit 2 x 30 % 30% 20% 10%
(% dari total stasiun)
Minimum satelit yang diamati Lebih besar dari 4 satelit
simultan
Minimum PDOP/GDOP Lebih kecil dari 6

Sudut elevasi minimum satelit 15 0

Interval waktu rekaman data Disesuaikan dengan kebutuhan


( 15 – 30 detik)
Waktu pengamatan minimum 24 jam 6 jam 30 menit 15 menit

Baseline bebas minimum 3 3 3 2

11/20/2018 KDK1 25
Klas dan Orde Jaring Kontrol Geodesi

Di Negara Lain
Sumber : Accuracy Standards of Control Survey (Version 2.0) – Sep 2010
Klas dan Orde Jaring Kontrol Geodesi

Di Negara indonesia
Klasifikasi jaring titik kontrol horizontal

Klasifikasi jaring titik kontrol suatu jaring kontrol didasarkan


pada tingkat presisi dan tingkat akurasi dari jaring yang
bersangkutan, yang tingkat presisi diklasifikasikan
berdasarkan kelas, dan tingkat akurasi diklasifikasikan
berdasarkan orde.
KLASIFIKASI TITIK KONTROL HORISONTAL
(Klasifikasi,Standarisasi & Spesifikasi, SNI 19-6724-2002)

KELAS c (ppm) JENIS APLIKASI


3A 0,01 Jaring Fiducial/tetap GPS
2A 0,1 Survey Geodetik nasional
A 1 Survey Geodetik Regional
B 10 Survey Geodetik Lokal
C 30 survei geodetik untuk perapatan
D 50 Survey Pemetaan

11/20/2018 33
ORDE adalah fungsi KELAS survey, konformitas/conformity
dari data survey baru dengan koordinat jaring existing dan
ketelitian dari setiap proses transformasi yang diinginkan
Untuk mengubah hasil dari satu datum ke datum lainnya.

Penetapan ORDE titik dalam jaring, adalah berdasarkan


“fit”nya jaring terhadap koordinat existing, yaitu dengan
menetapkan apakah harga semi-major axis setiap standard
ellips/ ellipsoid kesalahan relative tersebut lebih kecil atau
sama dengan panjang maksimum semi-major axis.
Teknik ini identik dengan yang dilakukan pada penentuan
KELAS dan juga menggunakan formula yang sama, yaitu
rumus (1) diatas.

11/20/2018 34
ORDE JARING TITIK KONTROL HORISONTAL

ORDE c JARING JARAK KELAS


(ppm) KONTROL (km)
00 0,01 Fiducial/tetap GPS 1000 3A
0 0,1 Nasional 500 2A
1 1 Regional 100 A
2 10 Lokal 10 B
3 30 Densifikasi 2 C
4 50 Pemetaan 0,1 D

11/20/2018 KDK1 35
ORDE c (ppm) KELAS PEMANFAATAN JARING
KONTROL HORISONTAL
00 0,01 3A Survey geodetik presisi tinggi,
skala nasional, geodinamika
0 0,1 2A Survey geodetik presisi tinggi,
skala nasional, geodinamika,
deformasi.
1 1 A Survey geodetik skala lokal,
batas propinsi, deformasi
2 10 B Survey batas kabupaten, kadas
ter, kehutanan, hidrografi
3 30 C Survey batas kecamatan,
utilitas
4
11/20/2018 50 D Survey kadaster, situasi, desa
36
Tabel Geometri standar ketelitian penentuan posisi relatif

Tingkat kepercayaan 95%


Katagori Survey Orde
Standar minimum ketelitian
geometrik
p (ppm) p : 1.000.000

Studi geodinamika 0 0,1 1:10.000.000


Jaring Kontrol Horisontal
Nasional (JKHN)
Jaring Kontrol Horisontal 1 1 1:1.000.000
Nasional(JKHN)
Densifikasi JKHN, 2 10 1:100.000
KDKN, pemetaan
KDKN, survey rekayasa 3 20 1:50.000

KDKN, eksplorasi geofisika 4 50 1:20.000


& lainnya

11/20/2018 KDK1 37
ORDE
URAIAN
NOL SATU DUA TIGA

Jarak minimum antara stasiun titik 30 10 2 0,01


(km)
Jarak antara stasiun titik (km) 100 – 300 50 – 300 5 - 30 0,01 - 4

Pengamatan bebas (independent)


per stasiun titik paling sedikit 2 x 30 % 30% 20% 10%
(% dari total stasiun)
Minimum satelit yang diamati Lebih besar dari 4 satelit
simultan
Minimum PDOP/GDOP Lebih kecil dari 6

Sudut elevasi minimum satelit 15 0

Interval waktu rekaman data Disesuaikan dengan kebutuhan


( 15 – 30 detik)
Waktu pengamatan minimum 24 jam 6 jam 30 menit 15 menit

Baseline bebas minimum 3 3 3 2

11/20/2018 38
Pembangunan Kerangka Dasar
Orde 3 Dengan GPS

Kuliah KKH - 4
Sawitri subiyanto
Pembangunan Kerangka Dasar
Orde 3 Dengan GPS

• Pemilihan metode yang akan digunakan


merupakan salah satu permasalahan yang
harus ditentukan dalam penyelenggaraan
survai GPS pemilihan metode pengukuran
tergantung dari tujuan pengukuran,
ketelitian dan peralatan yang digunakan.
Persiapan
•Umum
 Surat tugas dan surat-surat lainnya (antara lain : surat jalan) bagi
pelaksanaan dilapangan. Tablet Kuningan (untuk orde 3) sesuai
dengan jumlah dan nomor tugu.
 Data dan Informasi Titik Dasar Teknik Peta :
 Peta Topografi yang memperlihatkan batas area pengukuran
dengan skala minimum 1 : 25.000 atau lebih besar.
 Peta Titik Dasar Teknik disekitar lokasi yang akan diukur.
 Program digitalisasi tugu GPS BPN versi terakhir.
 Deskripsi Titik Dasar Teknik dengan orde yang lebih tinggi
sekurang-kurangnya 3 buah sebagai titik ikat.
 Semua deskripsi Titik Dasar Teknik dengan orde setingkat
sebagai titik jahit di sekitar lokasi pengukuran
Peralatan dan prosedur
• Kesalahan centring tidak melebihi  2 mm, kesalahan centring ini meliputi GPS phase
center offset dan kesalahan centring optis sendiri.
• Prosedur Lapangan dan Pemrosesan data telah dibuat dan pernah dicoba dilapangan
oleh pelaksanaan lapangan dan dibuktikan dengan hasil pemrosesan terhadap suatu
jaringan baseline tertutup, untuk melihat salah penutup jaringan yang dibuat.
• Komponen-komponen dari receiver (antene, kabel ditambah peralatan lainnya)
berasal dari merk dan jenis yang sama, dan menggunakanakan centring optis.
• Untuk proses pengolahan data basaline dan peralatan jaring digunakan peralatan
komputer, printer dan peralatan pendukung lainnya.
• Peralatan thermometer, barometer, hygrometer dinometer disiapkan untuk masing-
masing receiver.
• Alat radio komunikasi yang digunakan mempunyai kemampuan jangkauan yang lebih
panjang dari baseline terpanjang.
• Peralatan lainnya seperti generator, battery charge dan alat clearing (gergaji dsb ),
dipersiapkan dalam tim.
Perencanaan Jaringan
Perencanaan jaringan dibuat diatas fotocopy peta topografi yang meliputi letak dan
nomor titik dasar teknis yang akan dibuat.

Jaringan diikatkan dengan semua titik kontrol yang ada baik yang mempunyai orde
atau lebih tinggi yang berada disekitar atau didalam area jaringan (untuk orde yang
lebih tinggi berfungsi sebagi titik ikat sedangkan untuk orde yang sama berfungsi
sebagai titik jahit).

DESAIN KERANGKA DASAR KADASTRAL NASIONAL ORDE 3

Jumlah ikatan ke orde yang lebih tinggi untuk pengikatan jaringan 2 titik / lokasi

Baseline dari 1 ( satu ) titik ke titik yang lain 3 buah

5% bila jumlah titik< 30


Pengulangan baseline ( common baseline )
buah min 4

Maksimum jarak antar titik 2,5 Km


Minimum jarak antar titik 1 Km
Minimal session per titik
25 % dari seluruh titik
 Setidaknya 3 session
100%
 Setidaknya 2 session
Reconaissance
Dalam survey Reconnaissance tim dilengkapi dengan Peta Rupa Bumi skala 1 : 25.000
dan GPS Navigasi (Hand Heeld GPS).

Tugu GPS yang dipasang akan dilakukan sesuai untuk memenuhi syarat sebagai berikut
:
Sesuai dengan spesipikasi distribusi di atas peta yang telah dibuat oleh BPN.

•Mudah dijangkau dan ditemukan kembali.

• Tidak menggangu fasilitas dan utilitas umum.

• Tidak terganggu oleh fasilitas dan utilitas umum.

• Aman dari gangguan tanah longsor, banjir dan bahaya sejenisnya.

• Ruang pandang ke satelit yang baik untuk paling sedikit 6 (enam) satelit pada elevasi
diatas 15 derajat kesegala arah selama pengamatan .

• Meminimalkan effect multipath dan interferensi listrik/gelombang radio


Perencanaan Pengukuran
Tahap selanjutnya adalah pembuatan Panjang Baseline Minimal Orde 3
sky (polar) plot satelit serta grafik DOP
1 Km – 5 Km 40 menit ( L1 saja )
(Dilution of Precision) dari tiap-tiap titik
pengamatan, dan pembuatan jadwal 5 Km – 8 Km 90 menit ( L 1 saja )
rencana pengamatan.
8 Km – 20 Km 120 menit ( L1 saja )

Rencana mobilisasi antar


tim pengukuran yang berisi
daftar rencana pengamatan
untuk setiap session yang
berisi pergerakan dari tim-
Keteranga
tim pengamat GPS n Baseline
berdasarkan desain Common Baseline
jaringan
Titik Pengamatan
What is it?

The GPS Segments

• 3 Components
Control / Monitoring
Segment
Space Segment (Satellites)
User Segment (Receivers)
Pembuatan dan Pemasangan Tugu
(Monumentasi)
• Setiap tugu pada setiap stasiun akan dilengkapi dengan tablet
logam/kuningan yang diletakkan diatas tugu beton. Tugu tersebut
dibuat dari campuran semen, pasir dan kerikil dengan perbandingan
(1:2:3). Hal ini sesuai dengan bentuk, konstruksi dan cara
pemasangan tugu yang tercantum dalam spesifikasi.

• Sistem penomoran tugu-tugu GPS terdiri dari kode untuk propinsi,


orde ketelitian dan nomer urut tugu. Format penomoran yang
digunakan adalah :
xx.yy.zzz
dengan:
xx : Kode Propinsi
yy : Kode Kabupaten/Kodya
zzz : Nomor Tugu
Pengukuran dan Pengumpulan
Data
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengamatan satelit adalah :

• Pengamatan dimulai dari titik kontrol

• Setiap titik diamati dari minimal 2 session


• Ketinggian antenna diukur sebelum dan sesudah pengamatan pada setiap titik,
perbedaan kedua pengukuran tersebut tidak lebih dari 2 (dua) mm.

• Pengamatan dilakukan dengan mengunakan 3 (tiga) receiver GPS dengan


merk dan jenis yang sama secara bersamaan dalam satu session
pengamatan.

• Setiap receiver mapu menyimpan data selama minimum tiga jam dari minimum
enam satelit dengan interval epoch 15 detik

• Terdapat minimum satu titik sekutu / common point antara dua session
pengamatan dan titik tersebut (common point) dilakukan centring/ setup ulang
agar didapat kontrol kesalahan.
Coordinate System
Prime Meridian
Longitude • Position is recorded
Latitude using a coordinate
system and datum
• Coordinate System
– Latitude/Longitude
• Datum
– WGS 84
Equator
Pengolahan Data
Pengukuran Baseline

Pengolahan Baseline
Tidak

Kontrol Kualitas

Tidak
Ya

Perataan Jaringan

Kontrol Kualitas

Ya

Trnsformasi Kooordinat
Dalam peralatan jarring terikat yang dilakukan setelah peralatan jaring bebas
harus dipenuhi semi major axis dari elips kesalahan titik harus lebih kecil dari
harga parameter yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Orde II : r = 15 (d + 0.2)
Orde III : r = 30 (d + 0.2)

Max Panjang r
Jarak
Mm
Orde III
1 Km – 1.5 Km 43.50
1.5 Km – 2 Km 58.50
2 Km – 2.5 Km 73.50
Orde II 115.50
7 Km – 8 Km 130.50
8 Km – 9 Km
Satellite GPS
Satellite GPS
Satellite GPS

Hasil Survey
GPS

Survey Lapang
- Lokasi penting
- Kantor-kantor Komputer
- Fasilitasn umum (Puskesmas, RS) - Peta Lokasi-lokasi penting
- Dll. - Peta Digital
- Aplikasi GIS
Transformasi Koordinat
• Trasformasi koordinat untuk setiap stasiun dalam jaring
dilakukan dengan hasil hasil sebagai berikut :
• Lintang, bujur dan tinggi terhadap spheroid pada datum
WGS-84.
• Koordinat dengan menggunakanakan proyeksi UTM
pada datum WGS-84.
• Koordinat menggunakanakan proyeksi TM 3 pada datum
WGS-84, dimana :
– Titik nol koordinat semu (1.500.000 N ; 200.000 E)
– Lintang Origin = 0
– Faktor skala = 0.9999
Perataan Jaringan
• Perangkat lunak yang digunakan adalah SKI ver 2.3.Perataan jaring bebas dan
terikat dari seluruh jaring dilakukan dengan menggunakanakan GeoLAB software
versi 2.4.

• Hasil dari test Chi-Square atau Variance Ratio pada residual setelah perataan (test
ini harus melalui confidence level 68 %, yang berrti bahwa data tersebut konsisten
terhadap model matematika yang digunakan).

• Daftar koordinat hail perataan

• Daftar baseline hasil perataan, termasuk koreksi dari komponen-komponen hasil


pengamatan

• Analisis statistik mengenai residual baseline termasuk jika ditemukan koreksi yang
besar (outlier) pada confidence level yang digunakan .

• Elips kesalahan titik untuk setiap setasion /titik.

• Elips kesalahan garis


How does it work? Satellite Constellation Geometry
Position Dilution of Precision (PDOP)

Poor VS. Ideal


High Low 4+ Satellites
PDOP PDOP
Spatial Location and Reference
Geographical Grid

Latitude = Lintang

Longitude = Bujur

Bujur Barat Meridian Bujur Timur

Lintang Utara

Equator

Lintang Selatan
HITUNGAN GEODESI DAN
PROYEKSI PETA
Transformasi Koordinat :
 Hitungan Geodesi
 Geografis (  ,  )  Peta ( x , y )

Ellipsoida bumi

 Transformasi
Koordinat :
Universal
Transverse
Mercator;
Conical
Lamberth;
dll.
 Tujuan :
Bidang datar
Peta Rupabumi (bidang datar)  Luas /
Jarak / Sudut
adalah benar,
distorsi kecil
WORLD GEODETIC SYSTEM (WGS) 1984
DATUM
Z Conventional Terrestrial
Pole (CTP) 1984

90 Bujur Timur

Meridian 0  Penggunaan :
Referensi sistem
Y koordinat
X
pemetaan, berada
di pusat massa
bumi.
Pusat Massa Bumi Equator
 WGS 1984 :
Elipsoida global
GAMBAR KONSTRUKSI
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 2
35
35 Tablet kuningan 35
30
5
Marmer
10 Warna Biru

15
Permukaan
Tanah

80

50

10
10 10
20
20 10
45

55 55

10 Ukuran dalam cm.


10
Diameter besi beton = 1,2 cm.
30 45
Campuran beton = 1 : 2 : 3
GAMBAR KONSTRUKSI
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 3
30
30 Tablet kuningan 30
22,5

Warna Biru
20

Permukaan
Tanah

60

40

5
5 7,5
15
15 7,5
30

40 40

7,5 Ukuran dalam cm.


7,5
Diameter besi beton = 0,8 cm.
22,5 30
Campuran beton = 1 : 2 : 3
GAMBAR KONSTRUKSI
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 4

(UNTUK DAERAH TERBUKA)


20
20
20 15
Tablet kuningan

Warna Biru
15

Permukaan
Tanah

30

15

2,5 2,5 5

10
10 5
20

25
25

5 Ukuran dalam cm.


5
Diameter besi beton = 0,6 cm.
15 20
Campuran beton = 1 : 2 : 3
GAMBAR KONSTRUKSI
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 4

(UNTUK DAERAH PADAT)


Tablet kuningan

20
20
15
20 Permukaan
Tanah

30
30

5
5
Ukuran dalam cm.
15 Diameter besi beton = 0,6 cm.
Campuran beton = 1 : 2 : 3
GAMBAR
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 4

(UNTUK DAERAH PADAT) Trotoar yang padat dan kuat


(bukan paving block)

101

DILARANG MERUSAK DAN


MENGGANGGU TANDA INI

4 cm

Bahan kuningan

10 cm
GAMBAR
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 4

(DENGAN MENGGUNAKAN TUGU INSTANSI LAIN)

Tugu Instansi Lain

Keterangan :
Untuk penomoran, di lapangan sesuai dengan aslinya. Pada deskripsi tugu diberi nomor tambahan
sesuai aturan.

Contoh : Tugu DTK (Dinas Tata Kota) dengan nomor DTK-205, pada deskripsi
tugu ditulis : DTK-205 101
NO. TITIK
DIREKTORAT PENGUKURAN DAN PEMETAAN
BADAN PERTANAHAN NASIONAL

DESKRIPSI TITIK DASAR TEKNIK


ORDE : III
01. DESA/KEL : 03. KAB/KOD :
02. KECAMATAN : 04. PROPINSI :
05. URAIAN LOKASI TITIK

06. KENAMPAKAN YANG MENONJOL

07. JALAN MASUK KE LOKASI

08. TRANSPORTASI DAN AKOMODASI

09. DIBUAT OLEH : 10. DIPERIKSA OLEH :


10. TGL. PEMASANGAN : 11. TGL PEMERIKSAAN :

HALAMAN : 1 / 4
NO. TITIK
DIREKTORAT PENGUKURAN DAN PEMETAAN
BADAN PERTANAHAN NASIONAL

SKETSA LOKASI TITIK DASAR TEKNIK


ORDE : III
01. PETA ASAL : 03. NO. LEMBAR :
02. SKALA : 04. TAHUN :

05. SKETSA UMUM LOKASI TITIK

06. SKETSA DETAIL LOKASI TITIK

07. DIBUAT OLEH :


08. DIPERIKSA OLEH :
09. TGL PEMERIKSAAN :

HALAMAN : 2 / 4
NO. TITIK
DIREKTORAT PENGUKURAN DAN PEMETAAN
BADAN PERTANAHAN NASIONAL

DAFTAR KOORDINAT TITIK DASAR TEKNIK


ORDE : III
01. ALAT YANG DIGUNAKAN : 03. METODE PENGAMATAN :
02. NOMOR SERI ALAT : 04. TGL PENGHITUNGAN :

DATUM : WGS 1984


a : 6378137 m, f = 1/298,25722357

KOORDINAT NASIONAL (TM-3°) KOORDINAT GEODETIK


05. TIMUR (X) :
13. LINTANG :
06. UTARA (Y) :
14. BUJUR :
07. ZONE :
15. TINGGI ELLIPSOID :
08. KONV. GRID : KOORDINAT UTM
NO LEMBAR PETA 16. TIMUR :
09. FAKTOR SKALA :
10. SKALA 1 :10.000 : 17. UTARA :

11. SKALA 1 : 2.500 : 18. ZONE :

12. SKALA 1 : 1.000 : 19. KONV. GRID :

: 20. FAKTOR SKALA :


21. DIBUAT OLEH
22. DIPERIKSA OLEH :
23. TGL PEMERIKSAAN :

HALAMAN : 3 / 4
NO. TITIK
DIREKTORAT PENGUKURAN DAN PEMETAAN
BADAN PERTANAHAN NASIONAL

FOTO TITIK DASAR TEKNIK


ORDE : III
ARAH PANDANGAN KE UTARA ARAH PANDANGAN KE TIMUR

ARAH PANDANGAN KE SELATAN ARAH PANDANGAN KE BARAT

01. DIBUAT OLEH :


02. DIPERIKSA OLEH :
03. TGL PEMERIKSAAN :

HALAMAN : 4 / 4
7
A. Pembangunan Kerangka Dasar Orde 3

Jumlah Titik Dasar Teknik yang digunakan :

▲ Titik Dasar Teknik Orde 3 = 30 titik


■ Titik Dasar Teknik Orde 2 = 4 titik (minimal 2 titik)

Titik ikat yang digunakan :

Kab. Subang
Titik Dasar Teknik BPN Orde 2 No.Titik 10052
Titik Dasar Teknik BPN Orde 2 No.Titik 10068
Titik Dasar Teknik BPN Orde 2 No.Titik 10075
Titik Dasar Teknik BPN Orde 2 No.Titik 10092
9
B. Rencana Jaring GPS
Kota Depok Propinsi Jawa Barat Jumlah Baseline : 63
Commond Baseline : 4
11

C. Identifikasi Titik
GPS

20 m

10 m
GCP
5m
HASIL PETA JARING PENGKURAN GPS
PENYEBARAN REFERENSI TTK GPS ORDE2 & 3

ORDE 2

ORDE 3
What is it?

The GPS Segments

• 3 Components
Control / Monitoring
Segment
Space Segment (Satellites)
User Segment (Receivers)
Coordinate System
Prime Meridian
Longitude • Position is recorded
Latitude using a coordinate
system and datum
• Coordinate System
– Latitude/Longitude
• Datum
– WGS 84
Equator
Satellite GPS
Satellite GPS
Satellite GPS

Hasil Survey
GPS

Survey Lapang
- Lokasi penting
- Kantor-kantor Komputer
- Fasilitasn umum (Puskesmas, RS) - Peta Lokasi-lokasi penting
- Dll. - Peta Digital
- Aplikasi GIS
How does it work? Satellite Constellation Geometry
Position Dilution of Precision (PDOP)

Poor VS. Ideal


High Low 4+ Satellites
PDOP PDOP
Spatial Location and Reference
Geographical Grid

Latitude = Lintang

Longitude = Bujur

Bujur Barat Meridian Bujur Timur

Lintang Utara

Equator

Lintang Selatan
Tahapan Pekerjaan
HITUNGAN GEODESI DAN
PROYEKSI PETA
Transformasi Koordinat :
 Hitungan Geodesi
 Geografis (  ,  )  Peta (x , y)
Ellipsoida bumi
 Transformasi
Koordinat :
Universal
Transverse
Mercator;
Conical
Lamberth;
dll.
 Tujuan :
Bidang datar
 Luas /
Jarak / Sudut
Peta Rupabumi (bidang datar)
adalah benar,
distorsi kecil
WORLD GEODETIC SYSTEM (WGS) 1984
DATUM
Z Conventional Terrestrial
Pole (CTP) 1984

90 Bujur Timur

Meridian 0  Penggunaan :
Referensi sistem
Y koordinat
X
pemetaan, berada
di pusat massa
bumi.
Pusat Massa Bumi Equator
 WGS 1984 :
Elipsoida global
GAMBAR KONSTRUKSI
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 2
35
35 Tablet kuningan 35
30
5
Marmer
10 Warna Biru

15
Permukaan
Tanah

80

50

10
10 10
20
20 10
45

55 55

10 Ukuran dalam cm.


10
Diameter besi beton = 1,2 cm.
30 45
Campuran beton = 1 : 2 : 3
GAMBAR KONSTRUKSI
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 3
30
30 Tablet kuningan 30
22,5

Warna Biru
20

Permukaan
Tanah

60

40

5
5 7,5
15
15 7,5
30

40 40

7,5 Ukuran dalam cm.


7,5
Diameter besi beton = 0,8 cm.
22,5 30
Campuran beton = 1 : 2 : 3
GAMBAR KONSTRUKSI
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 4

(UNTUK DAERAH TERBUKA)


20
20
20 15
Tablet kuningan

Warna Biru
15

Permukaan
Tanah

30

15

2,5 2,5 5

10
10 5
20

25
25

5 Ukuran dalam cm.


5
Diameter besi beton = 0,6 cm.
15 20
Campuran beton = 1 : 2 : 3
GAMBAR KONSTRUKSI
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 4

(UNTUK DAERAH PADAT)


Tablet kuningan

20
20
15
20 Permukaan
Tanah

30
30

5
5
Ukuran dalam cm.
15 Diameter besi beton = 0,6 cm.
Campuran beton = 1 : 2 : 3
GAMBAR
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 4

(UNTUK DAERAH PADAT) Trotoar yang padat dan kuat


(bukan paving block)

101

DILARANG MERUSAK DAN


MENGGANGGU TANDA INI

4 cm

Bahan kuningan

10 cm
GAMBAR
TITIK DASAR TEKNIK ORDE 4

(DENGAN MENGGUNAKAN TUGU INSTANSI LAIN)

Tugu Instansi Lain

Untuk penomoran, di lapangan sesuai dengan aslinya. Pada deskripsi tugu diberi nomor
tambahan sesuai aturan.

Contoh : Tugu DTK (Dinas Tata Kota) dengan nomor DTK-205, pada deskripsi tugu
ditulis : DTK-205
NO. TITIK
DIREKTORAT PENGUKURAN DAN PEMETAAN
BADAN PERTANAHAN NASIONAL

DESKRIPSI TITIK DASAR TEKNIK


ORDE : III
01. DESA/KEL : 03. KAB/KOD :
02. KECAMATAN : 04. PROPINSI :
05. URAIAN LOKASI TITIK

06. KENAMPAKAN YANG MENONJOL

07. JALAN MASUK KE LOKASI

08. TRANSPORTASI DAN AKOMODASI

09. DIBUAT OLEH : 10. DIPERIKSA OLEH :


10. TGL. PEMASANGAN : 11. TGL PEMERIKSAAN :

HALAMAN : 1 / 4
NO. TITIK
DIREKTORAT PENGUKURAN DAN PEMETAAN
BADAN PERTANAHAN NASIONAL

SKETSA LOKASI TITIK DASAR TEKNIK


ORDE : III
01. PETA ASAL : 03. NO. LEMBAR :
02. SKALA : 04. TAHUN :

05. SKETSA UMUM LOKASI TITIK

06. SKETSA DETAIL LOKASI TITIK

07. DIBUAT OLEH :


08. DIPERIKSA OLEH :
09. TGL PEMERIKSAAN :

HALAMAN : 2 / 4
NO. TITIK
DIREKTORAT PENGUKURAN DAN PEMETAAN
BADAN PERTANAHAN NASIONAL

DAFTAR KOORDINAT TITIK DASAR TEKNIK


ORDE : III
01. ALAT YANG DIGUNAKAN : 03. METODE PENGAMATAN :
02. NOMOR SERI ALAT : 04. TGL PENGHITUNGAN :

DATUM : WGS 1984


a : 6378137 m, f = 1/298,25722357

KOORDINAT NASIONAL (TM-3°) KOORDINAT GEODETIK


05. TIMUR (X) :
13. LINTANG :
06. UTARA (Y) :
14. BUJUR :
07. ZONE :
15. TINGGI ELLIPSOID :
08. KONV. GRID : KOORDINAT UTM
NO LEMBAR PETA 16. TIMUR :
09. FAKTOR SKALA :
10. SKALA 1 :10.000 : 17. UTARA :

11. SKALA 1 : 2.500 : 18. ZONE :

12. SKALA 1 : 1.000 : 19. KONV. GRID :

: 20. FAKTOR SKALA :


21. DIBUAT OLEH
22. DIPERIKSA OLEH :
23. TGL PEMERIKSAAN :

HALAMAN : 3 / 4
NO. TITIK
DIREKTORAT PENGUKURAN DAN PEMETAAN
BADAN PERTANAHAN NASIONAL

FOTO TITIK DASAR TEKNIK


ORDE : III
ARAH PANDANGAN KE UTARA ARAH PANDANGAN KE TIMUR

ARAH PANDANGAN KE SELATAN ARAH PANDANGAN KE BARAT

01. DIBUAT OLEH :


02. DIPERIKSA OLEH :
03. TGL PEMERIKSAAN :

HALAMAN : 4 / 4
7
A. Pembangunan Kerangka Dasar Orde 3

Jumlah Titik Dasar Teknik yang digunakan :

▲ Titik Dasar Teknik Orde 3 = 30 titik


■ Titik Dasar Teknik Orde 2 = 4 titik (minimal 2 titik)

Titik ikat yang digunakan :

Kab. Subang
Titik Dasar Teknik BPN Orde 2 No.Titik 10052
Titik Dasar Teknik BPN Orde 2 No.Titik 10068
Titik Dasar Teknik BPN Orde 2 No.Titik 10075
Titik Dasar Teknik BPN Orde 2 No.Titik 10092
9
B. Rencana Jaring GPS
Kota Depok Propinsi Jawa Barat Jumlah Baseline : 63
Commond Baseline : 4
11

C. Identifikasi Titik
GPS

20 m

10 m
GCP
5m
HASIL PETA JARING PENGKURAN GPS
PENYEBARAN REFERENSI TTK GPS ORDE2 & 3

ORDE 2

ORDE 3
Thank you for
your attention

Some questions?

Anda mungkin juga menyukai