0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
23 tayangan14 halaman

Kelompok 4 Morfin

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 14

Kelompok 4

Proses Ketergantungan
Morfin
Ratih Sundari 1804015110
Nadiyah Kamilah 1904015052
Salsa Billa Zahrah 1904015060
Nanda Putri K 1904015164
Fadil Muhammad 2004015195
Morfin telah digunakan untuk menghilangkan rasa sakit pada pasien kanker dalam
berbagai bentuk selama berabad-abad. (Pathan dan Williams, 2012).

Morfin adalah salah satu obat analgesik golongan opioid kuat yang berguna untuk
mengurangi rasa nyeri yang hebat setelah operasi dan tidak mampu lagi diobati dengan
analgetik golongan non opioid. Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, dan suppositoria
(Qudsi dan Jatmiko, 2016).

Dalam praktek klinis, morfin sering diberikan melalui rute oral atau intravena, meskipun
subkutan, transdermal, sublingual, intramuskular, epidural, intratekal, dan rute intra-
artikular juga biasa digunakan tergantung pada pengaturan (Pathan dan Williams, 2012).
Morfin adalah salah satu alkaloid tumbuhan
alam yang ditemukan dalam opium dan
merupakan prototype opiate. Nama IUPAC
untuk morfin ialah 7,8-didehidro-4,5-epoksi-17-
metilmorfinan-3,6-diol (Paul L, 2002).

Morfin tidak memiliki bau, pahit, dan dapat


larut dalam air pada 149 mg/L pada suhu 20˚C
dengan melting point morfin berada pada suhu
255˚C. (PubChem, 2019).
Morfin adalah golongan obat pereda nyeri (seperti kanker, serangan jantung)
golongan opioid. Morfin bereaksi setelah 15 menit sejak pemakaian dan hilang
setelah 2-7 jam

Narkotika terbagi 4 kelompok :


1. Cannabis : marijuana/ganja dan hanish (getah ganja)
2. Amphetamin tipe stimulants (ATS) : amfetamin, ekstasi (metamfetamin), katinon
dan shabu.
3. Opioid : morfin, opium, heroin, pethidin, codein,
subutek/subuxon dan methadone.
4. Tranquilizer : luminal, pil koplo, mogadon, valium, dumolid,
kokain dan ketamin.

Morfin mengandung 2 kelompok alkaloid, yang secara kimia berlainan.


a. Kelompok fenantren meliputi : morfin, kodein, dan tebain
b. Kelompok isokinolin meliputi : papaverin, noskapin, dan narsein
Mekanisme Kerja

Morfin endogen bekerja dengan cara menduduki reseptor-reseptor di Susunan


Saraf Pusat (SSP) sehingga perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik
narkotik berdasarkan kemampuannya menduduki reseptor nyeri yang belum
ditempati morfin endogen, tetapi bila analgetik digunakan terus menerus terjadi
pembentukan reseptor-reseptor baru yang distimulasi sehingga terjadi
kebiasaan dan ketagihan.
Penggunaan Klinis
Morfin dapat meringankan rasa sakit yang disebabkan oleh serangan jantung. Nyeri ini
biasanya berupa nyeri dada yang parah dan menyiksa yang sering menjalan ke sisi dalam lengan
kiri, leher, punggung, dan kepala. Bidang ini adalah salah satu penggunaan morfin yang penting
dalam praktik klinis saat ini (Pathan dan Williams, 2012).

Menurut (Charles,2002) Morfin juga dapat menghilangkaan nyeri tulang dan sendi yang
parah, menghilangkan rasa sakit sebelum, selama dan setelah operasi terutama operasi besar yang
melibatkan tulang dan organ besar.

Morfin juga dapat digunakan sebagai anestesi umum untuk menenangkan pasien, juga
anestesi regional seperti anestesi spinal atau epidural (Chang, et al, 2010).
Efek Samping
Menurut (Charles, 2002) beberapa efek samping morfin yang terjadi disaluran cerna,
antara lain:

1. Lambung : Morfin dapat menurunkan pergerakan lambung, dan dapat menurunkan


pergerakan pada isi lambung menuju duodenum.
2. Usus halus : Morfin dapat menurukan sekresi empedu maupun pancreas, serta
memperlambat penyerapan makanan pada usus halus.
3. Usus besar : Morfin dapat menurunkan atau meniadakan gerakan propulsi usus
besar, meningkatkan tonus yang menyebabkan spasme pada usus besar, hal ini
mengakibatkan penerusan isi kolon diperlambat dan tinja menjadi lebih keras.
Continue..
4. Konstipasi (sembelit) : Sembelit kronis dapat menyebabkan pembentukan wasir,
nyeri rectum dan rasa terbakar, sumbatan usus, dan potensi pecahnya usus dan kematian.
5. Mual dan muntah : Disebabkan oleh morfin yang menstimulasi pusat muntah di
bagian otak medulla oblongata.
6. Saluran Kemih : Morfin dikenal dapat mengurangi tonus detrusor dan
kekuatan kontraksi, mengurangi sensasi penuh dan keinginan untuk membatalkan, serta
menghambat reflex berkemih.
Penyalahgunaan
penyalahguna morfin secara signifikan lebih cenderung
menggunakannya dengan cara disuntikkan ketimbang analgesic opioid
lainnya.
Morfin suntik lebih disukai karena segera menimbulkan efek senang dan
kelegaan yang lebih kuat dan cepat terasa pada pengguna serta morfin suntik
tidak menyebabkan gangguan pada lambung (Courtwright, 2001).
Kebiasaan dan Ketergantungan Morfin
Penggunaan dalam waktu jangka lama menimbulkan kebiasaan dan ketergantungan.
Penyebabnya adalah berkurangnya reabsorbsi, bisa juga menurunnya kepekaaan jaringan,
sehingga obat menjadi kurang efektif maka diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk
mencapai efek seperti semula. Peristiwa ini disebut toleransi (menurunnya respons obat
terhadap tubuh). Disamping ketergantungan fisik juga ditemukan ketergantungan pisikis
yaitu kebutuhan mental akan efek psikis yaitu euforia dan rasa nyaman. Bisa menjadi
sangat kuat hingga pengguna terpaksa melanjutkan penggunaan obat.
Kesimpulan
⇨ Dalam praktek klinis, morfin sering diberikan melalui rute oral atau intravena,
meskipun subkutan, transdermal, sublingual, intramuskular, epidural, intratekal, dan
rute intra-artikular juga biasa digunakan tergantung pada pengaturan
⇨ Morfin tidak memiliki bau, pahit, dan dapat larut dalam air pada 149 mg/L pada
suhu 20˚C dengan melting point morfin berada pada suhu 255˚C.
⇨ Morfin juga dapat digunakan sebagai anestesi umum untuk menenangkan pasien,
juga anestesi regional seperti anestesi spinal atau epidural
⇨ Morfin suntik lebih disukai karena segera menimbulkan efek senang dan kelegaan
yang lebih kuat dan cepat terasa pada pengguna serta morfin suntik tidak
menyebabkan gangguan pada lambung
Daftar Pustaka
Chang, et al. 2010. A Comparison Of The Respiratory Effects Of Oxycodone Versus Morphine: A
Randomised, Double-Blind, Placebo-Controlled Investigation. Anaesthesia. Vol 65 pp 1007-1012
Charles, E., I. 2002. Clinical Pharmacology of Opioid for Pain. The Clinical Journal of Pain. Vol 18
No. 4
Courtwright, D. T. 2001. Forces Of Habit. Drugs and The Making of The Modern World. Harvard
University Press
Paul, L., Schiff, Jr. 2002. Opium and Its Alkaloids. American Journal of Pharmaceutical Education. Vol.
66. 186-190
PubChem. 2019. Morphine. Available at http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compo und/Morphine Accessed
at June, 11th 2019.
Qudsi, A.S. dan Jatmiko, H D. 2016. Prevalensi Kejadian Ponv Pada Pemberian Morfin Sebagai
Analgetik Pasca Operasi Penderita Tumor Payudara Dengan Anestesi Umum Di Rsup Dr. Kariadi
Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Vol 5 No. 3
Thank You!!
Ada yang ingin
bertanya?

YGGA (Yang gatau gatau saja)

Kamu nanyaaa???

Anda mungkin juga menyukai