Makalah Toksikologi
Makalah Toksikologi
Makalah Toksikologi
Kelompok 1B
Disusun Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-
Nyalah tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan naskah yang berjudal
“PENATALAKSANAAN OVERDOSIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA”.
Penulis Menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangankekurangan. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena
itu, semua kritik dan saran pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi perbaikan
naskah penelitian lebih lanjut.
Tulisan ini dapat penuhs selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, semoga tulisan yang
jauh dari sempuma ini ada manfaatnya.
Penyusun
Etiologi Narkotika dan Psikotropika
Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman maupun bukan dari tanaman
baik itu sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan dan perubahan
kesadaran, mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, (UU RI No 22 / 1997). Narkotika terdiri dari tiga golongan, yaitu :
Golongan I: Narkotika yang hanya digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
tidak dipergunakan untuk terapi, serta memiliki potensi ketergantungan sangat tinggi.
Golongan II: Narkotika yang dipergunakan sebagai obat, penggunaan sebagai terapi, atau
dengan tujuan pengebangan ilmu pengetahuan, serta memiliki potensi ketergantungan sangat
tinggi.
Golongan III: Narkotika yang digunakan sebagai obat dan penggunaannya banyak
dipergunakan untuk terapi, serta dipergunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
memiliki potensi ketergantungan ringan
Contoh: Codein
Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah ataupun sintesis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan prilaku dan perubahan khas pada aktifitas mental dan di bagi menjadi beberapa
golongan, yaitu:
Contoh: Extasi
Golongan II: yaitu psikotropika yang dipergunakakn untuk pengobatan dan dapat digunakan
sebagai terapi serta untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan memiliki sindrom
ketergantungan kuat.
Contoh : Amphetamine
Golongan III: yaitu psikotropika yang digunakan sebagai obat dan banyak digunakan sebagai
terapi serta untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan memiliki sindrom
ketrgantungan sedang.
Contoh: Phenobarbital
Golongan IV: yaitu psikotropika yang dipergunakan sebagai pengobatan dan dan banyak
dipergunakan untuk terapi serta digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
memilikisindroma ketergantungan ringan.
Morfin adalah salah satu obat analgesik golongan opioid kuat yang berguna untuk
mengurangi rasa nyeri yang hebat setelah operasi dan tidak mampu lagi diobati dengan
analgetik golongan non opioid. Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, dan suppositoria
(Qudsi dan Jatmiko, 2016).
Morfin adalah salah satu alkaloid tumbuhan alam yang ditemukan dalam opium dan
merupakan prototype opiate. Nama IUPAC untuk morfin ialah 7,8-didehidro-4,5-epoksi-
17- metilmorfinan-3,6-diol (Paul L, 2002).
Dalam praktek klinis, morfin sering diberikan melalui rute oral atau intravena,
meskipun ubkutan, transdermal, sublingual, imtramuskular, epidural, intratekal, dan rute
intra-artikular juga biasa digunakan tergantung pada pengaturan (Pathan dan Williams,
2012).
Pemerian morfin yaitu tidak memiliki bau, rasa pahit, dan dapat larut dalam air pada
149 mg/L pada suhu 20˚C dengan melting point morfin berada pada suhu 255˚C.
(PubChem, 2019).
Aktivitas Farmakologi
Dalam aktivitas farmakologi morfin ialah agonis reseptor opioid, dengan efek
utamanya yaitu berikatan serta mengaktivasi reseptor µ-opioid pada system saraf pusat.
Aktivasi dari reseptor ini akan menghasilkan efek analgesia, sedasi, physical dependence,
euforia dan respiratory depression. Morfin adalah obat yang biasa digunakan dalam
manajemen dari nyeri akut maupun kronis. Sering dijumpai juga penggunaan morfin
sebagai analgesic sebelum dilakukannya operasi, untuk anestesi regional dan nyeri sendi.
Efek analgesic morfin mengambil bagian pada mu(µ) opioid receptor (MOR), sebuah G
protein-coupled receptor (GPCR) pada sel-sel neuron (Flemming, 2010).
Selain itu, morfin juga dapat menghilangkaan nyeri tulang dan sendi yang parah,
menghilangkan rasa sakit sebelum, selama dan setelah operasi terutama operasi besar
yang melibatkan tulang dan organ besar. Morfin juga dapat digunakan sebagai anestesi
umum untuk menenangkan pasien, juga anestesi regional seperti anestesi spinal atau
epidural (Chang, et al, 2010).
Efek Samping
Morfin memiliki efek samping pada beberapa organ saluran cerna. Di lambung,
morfin dapat menginhibisi sekresi HCl, sehingga menyebabkan pergerakan lambung
menurun, tonus bagian antrum meningkat serta motilitasnya berkurang disamping itu
sfringter pylorus berkontraksi, berakibat pada pergerakan pada isi lambung menuju
duodenum melambat. Pada usus halus, morfin dapat menurukan sekresi empedu maupun
pancreas, serta memperlambat penyerapan makanan pada usus halus. Sedangkan di
dalam usus besar, morfin dapat menurukan atau meniadakan gerakan propulsi usus besar,
meningkatkan tonus lalu menyebabkan spasme pada usus besar, hal ini mengakibatkan
penerusan isi kolon diperlambat dan tinja menjadi lebih keras (Charles, 2002).
Konstipasi atau sembelit ada masalah umum, terjadi pada 40% - 95% pasien yang
diberikan opioid, bahkan hanya dengan dosis tunggal morfin. Walaupun sering dianggap
sebagai efek samping yang sepele, konsekuensi jangka panjang dari sembelit dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitsa yang signifikan, dengan efek buruk pada
kualitas hidup pasien. Sembeli parah dapat memaksa pasien untuk mengurangi dosis
opioid yang mengakibatkan penurunan analgesia. Sembelit kronis dapat menyebabkan
pembentukan wasir, nyeri rectum dan rasa terbakar, sumbatan usus, dan potensi
pecahnya usus dan kematian. Opioid mengaktifkan reseptor mu disaluran pencernaan
yang bertanggungjawab atas motilitas usus membentuk distribusi vascular serta aplikasi
local ke usus.
Mual dan muntah yang terjadi sebagai efek samping morfin, disebabkan oleh akibat
morfin menstimulasi pada pusat muntah di bagian otak medulla oblongata. Morfin juga
mempengaruhi saluran berkemih. Mekanisme retensi urin masih belum sepenuhnya
dipahami. Opioid dalam hal ini morfin dikenal dapat meengurangi tonus detrusor dan
kekuatan kontraksi, mengurangi sensasi penuh dan keinginan untuk membatalkan, serta
menghambat reflex berkemih. Efek ini bersifat nalokson reversible.
Efek samping jantung dari opioid tidak terlalu umum. Morfin telah dikaitkan dengan
pelepasan histamine dan akibat vasodilatasi dan hipotensi. Efek samping ini sebagian
diblokir oleh H1 antagonis tetapi sepenuhnya dibalik oleh nalokson. Stimulasi dari
parasimpatis juga berkontribusi terhadap terjadinya bradikardia (Benyamin, et al, 2008).
Penyalahgunaan
Penyalahgunaan morfin Neurogenesis yang adekuat penting untuk fungsi otak. Oleh
karena itu, penguangan neurogenesis yang diinduksi morfin dapat mempengaruhi kinerja
memori, pembelajaran, reaktivitas emosional, dan tingkat kecemasan. Ada kemungkinan
bahwa seiring dengan penurunan kemampun belajar, adaptasi dalam system rewarding
terjadi dan penyalahguna morfin tidak dapat mengatasi disfungsi ini untuk menghindari
penyalahgunaan morfin (Famitafreshi, et al, 2015 ; Dilokthornsakul, et al, 2016).
Salah satu gejala psikis yang bisa muncul dari penggunaan morfin adalah perasaan
gembira yang berlebihan. Seseorang mungkin akan merasa sangat gembira, dengan
tertawa terbahak-bahak pada hal-hal yang sebenarnya tidak lucu sama sekali.
Perasaan senang tersebut sebenarnya dipicu oleh penggunaan obat.
b. Perasaan Rileks
Selain ada muncul kesan tertawa terbahak-bahak dan gembira yang berlebihan,
pengguna morfin juga bisa menampakkan diri yang begitu rileks. Ia merasa sangat
tenang setelah mengkonsumsi morfin tersebut. Efek ini hanya didapat setelah
menggunakan obat tersebut. Setelahnya mungkin ia akan merasa gelisah karena
memerlukan morfin lagi.
c. Gangguan Konsentrasi
Rasa peduli atau empati bisa kemudian menjadi hilang begitu saja akibat
penggunaan morfin. Seseorang cenderung menjadi lebih cuek dan abai terhadap hal-
hal di sekitarnya. Ia tidak akan peduli dengan apa pun yang terjadi di sekitarannya,
termasuk ketika seseorang berkomentar negatif tentang dirinya.
g. Gangguan Tidur
Kesulitan untuk tidur atau bahkan tidur terlalu lama menjadi umum sebagai gejala
psikis yang bisa nampak dari seorang penyalahguna morfin.
2. Etiologi Heroin
Heroin adalah salah satu zat yang termasuk dalam golongan opioid yang
berasal dari bahan semisintetis. Heroin didapatkan dari pengeringan ampas bunga
opium yang mempunyai kandungan morfin dan kodein yang merupakan penghilang
rasa nyeri yang efektif dan banyak digunakan untuk pengobatan dalam obat batuk dan
obat diare.
Heroin adalah salah satu zat yang termasuk dalam golongan opioid
yang berasal dari bahan semisintetis. Heroin merupakan golongan opioid agonisdan
derivat morfin yang mengalami asetilasi pada gugus hidroksil pada ikatan C3 dan C6.
Heroin berupa bubuk kristal putih yang larut dalam air. Terdapat beberapa cara
penggunaannya yaitu, dengan cara dragon (heroin dipanaskan melalui aluminium foil
dan uapnya dihirup dengan bibir), cara merokok (bubuk heroin dicampurkan dalam
rokok) dan cara injeksi (denganmenggunakan suntikan).
Heroin dihasilkan dari cairan getah opium poppy yang diolah menjadi morfin
kemudian dengan proses tertentu menghasilkan heroin, yang mempunyai kekuatan 10
kali melebihi morfin. Opioid sintetis mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari
morfin. Jenis ini memiliki nama jalanan seperti putauw, black heroin, dan brown
sugar ini berbentuk bubuk putih untuk yang murni, sedangkan heroin yang tidak
murni berwarna putih keabuan.
Aktivitas Farmakologi
Heroin bekerja di dua tempat utama, yaitu susunan saraf pusat dan visceral. Di
dalam susunan saraf pusat heroin berefek di beberapa daerah termasuk korteks,
hipokampus, thalamus, hipothalamus, nigrostriatal, sistem mesolimbik, locus
coeruleus, daerah periakuaduktal, medula oblongata dan medula spinalis. Di dalam
sistem saraf visceral, heroin bekerja pada pleksus myenterikus dan pleksus
submukous yang menyebabkan efek konstipasi.
Efek Samping
Pengguna bisa mengalami mulut kering, anggota tubuh terasa berat dan sulit
digerakkan. Selain itu cenderung merasa mengantuk, mengalami gangguan mental
singkat, mual, kulit terasa gatal, pernapasan cenderung lebih lambat, hingga
konstipasi. Beberapa efek ini terjadi beberapa saat hingga beberapa hari setelah
mengonsumsi heroin.
Konsumsi heroin jangka panjang, meskipun dalam dosis yang kecil, dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh. Hal ini akan membuat penggunanya lebih
mudah mengalami infeksi dan terserang penyakit lainnya.
Penyalahgunaan
a) Timbul rasa kesibukan yang sangat cepat atau rushing sensation (± 30-60 detik)
diikuti rasa menyenangkan seperti mimpi yang penuh kedamaian dan kepuasan atau
ketenangan hati (euforia). Ingin selalu menyendiri untuk menikmatinya.
b) Denyut nadi melambat.
c) Tekanan darah menurun.
d) Otot-otot menjadi lemas/relaks.
e) Diafragma mata (pupil) mengecil (pin point).
f) Mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan diri.
g) Membentuk dunia sendiri (dissosial): tidak bersahabat.
h) Penyimpangan perilaku: berbohong, menipu, mencuri, kriminal.
i) Ketergantungan dapat terjadi dalam beberapa hari.
j) Efek samping timbul kesulitan dorongan seksual, kesulitan membuang hajat besar,
jantung berdebar-debar, kemerahan dan gatal di sekitar hidung, timbul gangguan
kebiasaan tidur.
h) Jika sudah toleransi, semakin mudah depresi dan marah sedangkan efek euforia
semakin ringan atau singkat.
3. Etiologi Sabu/Amfetamin
Amfetamin yang diberikan dalam dosis tinggi akan masuk ke dalam sel saraf
melalui dopamin transporter dan berdifusi. Ketika masuk ke dalam sel, amfetamin
akan berdifusi melalui membran vesikel dan terakumulasi di dalam vesikel.
Akumulasi amfetamin di dalam vesikel akan menyebabkan terjadinya gangguan
gradient pH yang diperlukan untuk sekuestrasi dopamin sehingga terjadilah akumulasi
dopamin di dalam sitoplasma. Akumulasi dopamin di dalam sitoplasma akan
mengganggu gradien konsentrasi dopamin sehingga terjadinya transport balik
dopamin melalui dopamin transporter. Setelah dopamin dilepaskan, neurotransmitter
tersebut akan diinaktivasi oleh monoamin oksidase. Amphetamin memiliki struktur
satu cincin benzena dengan 9 atom C, 13 atom H dan 1 atom N dengan cabang pada
gugus pertama sehingga Amphetamin disebut juga Alfa-metil-fenetilami.
Efek Samping
Penyalahgunaan
1. Gaya bicara yang cepat, keras, dan tidak dapat diinterupsi, serta adanya flight of
ideas
2. Gelisah, agitasi
3. Gerakan berulang-ulang
4. Impulsif
6. Berkeringat
7. Paranoia
8. Pupil midriasis
9. Mudah tersinggung
4. Etiologi Barbiturat
Barbiturat adalah kelas obat yang berasal dari asam barbiturat yangbertindak
sebagai depresan untuk sistem saraf pusat. Obat ini sering digunakan untuk alasan
medis sebagai obat penenang atau anestesi. Barbiturat berikatan dengan reseptor
GABA (neurotransmiter inhibitorik) di otak dan memfasilitasi kerja GABA.
Aktivitas Farmakologi
Setelah konsumsi per oral, 70-90% phenobarbital diserap secara perlahan dari
traktus gastrointestinal. Konsentrasi puncak darah dicapai dalam 8-12 jam, dan
konsentrasi puncak di otak dicapai dalam 10-15 jam. Pemberian per rektal akan
segera diserap oleh mukosa kolon.
Pada pemberian intravena, phenobarbital memiliki onset aksi 5 menit dan efek
maksimal dicapai dalam 30 menit. Pemberian intramuskular dan subkutan memiliki
onset aksi yang sedikit lebih lambat. Durasi kerja phenobarbital parenteral adalah 4-
6 jam.
Efek Samping
Penyalahgunaan
Dosis phenobarbital harus benar-benar akurat supaya tepat guna, aman, dan
efektif. Pasien yang mengonsumsi obat ini untuk mengendalikan kejang biasanya
rutin diperiksa untuk memastikan kadar obat ini dalam tubuh pasien masih aman.
Obat ini bisa ditelan dalam bentuk pil, digerus dan disedot dari hidung, atau
disuntikkan. Penyalahgunaan barbiturat sangat berbahaya dan bisa menyebabkan
gejala-gejala fisik dan psikis yang serius, ketergantungan, hingga kematian mendadak.
Berdarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari penggunaan NAPZA dapat
dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
Golonagan stimulant (Upper) : merupakan golongan NAPZA yang merangsang fungsi tubuh
dan meningkatkan gairah kerja, pada golongan ini membuat pengguna menjadi aktif, segar,
dan beremangat. Contoh : Ampahetamine (Shabu, Extasi) dan Cokain
a. Faktor Kepribadian
Zat terlarang jenis tertentu dapat membuat pamakainya menjadi lebih berani, keren, percaya
diri, kreatif, santai, dan lain sebagainya. Efek keren yang terlihat oleh orang lain tersebut
dapat menjadi trend pada kalangan tertentu sehingga orang yang memakai zat terlarang itu
akan disebut trendy, gaul, modis, dan sebagainya. Jelas bagi orang yang ingin disebut gaul
oleh golongan / kelompok itu, ia harus memakai zat setan tersebut.
b. Faktor Keluarga
Kurangnya kontrol orang tua “orang tua terlalu sibuk sehingga jarang mempunyai waktu
untuk mengontrol anggota keluarga, anak yang kurang perhatian keluarga lebih cenderung
mencari perhatian diluar dan biasanya mereka juga mencari kesibukan bersama teman-
temannya”.
Tidak semua penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh remaja dimuali dari keluarga
yang broken home, semua anak mempunyai potensi yang sama untuk terlibat dalam
penyalahgunaan narkoba. Penerapan disiplin dan tanggung jawab kepada anak akan
mengurangi resiko anak terjebak ke dalam penyalahgunaan narkoba. Anak yang mempunyai
tanggung jawab terhadap dirinya, orang tua dan masyarakat akan mempertimbangkan
beberapa hal sebelum mencoba-coba menggunakan narkoba
c. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang individualistik dalam kehidupan kota besar cenderung kurang peduli
dengan orang lain, sehingga setiap orang hanya memikirkan permasalahan dirinya tanpa
peduli dengan orang sekitarnya. Akibatnya banayak individu dalam masayarakat kurang
peduli dengan penyalahgunaan narkoba yang semakin meluas di kalangan remaja dan anak-
anak.
Pengaruh teman atau kelompok juga berperan penting terhadap penggunaan narkoba. Hal ini
disebabkan antara lain karena menjadi syarat kemudajan untuk dapat diterima oleh anggota
kelompok. Kelompok atau Genk mempunyai kebiasaan perilaku yang sama antar sesama
anggota. Jadi tidak aneh bila kebiasaan berkumpul ini juga mengarahkan perilaku yang sama
untuk mengkonsumsi narkoba.
d. Faktor Pendidikan
Remaja masa kini hidup dalam sebuah lingkaran besar, dimana sebagian remaja berada dalam
lingkungan yang beresiko tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba. Banyak remaja mulai
mencoba-coba narkoba, seperti amphetamine-type stimulants (termasuk didalamnya alkohol,
tembakau dan obat-obatan yang diminum tanpa resep atau petunjuk dari dokter, serta obat
psikoaktif) sehingga menimbulkan berbagai macam masalah pada akhirnya.
Upaya yang paling baik dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba tentunya adalah
melalui upaya pencegahan yang dilakukan kepada manusia sebagai calon pengguna dan
pengadaan narkoba serta pemasarannya. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain
melalui:
Pencegahan ini dilakukan kepada orang yang belum mengenal Narkoba serta komponen
masyarakat yang berpotensi dapat mencegah penyalahgunaan narkoba.Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain:
Pencegahan ini dilakukan kepada orang yang sedang coba-coba menyalahgunakan Narkoba
serta komponen masyarakat yang berpotensi dapat membantu agar berhenti dari
penyalahgunaan narkoba. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini
antara lain:
2) Konseling.
Pencegahan ini dilakukan kepada orang yang sedang menggunakan narkoba dan yang
pernah/mantan pengguna narkoba, serta komponen masyarakat yang berpotensi dapat
membantu agar berhenti dari penyalahgunaan narkoba dan membantu bekas korban naroba
untuk dapat menghindariKegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini
antara lain:
1) Konseling dan bimbingan sosial kepada pengguna dan keluarga serta kelompok
lingkungannya.
2) Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi bekas pengguna agar mereka tidak
terjerat untuk kembali sebagai pengguna narkoba.
Selain pencegahan yang telah disebutkan, maka yang paling berpotensi untuk dapat
menghindari penyalahgunaan narkoba adalah dari lingkungan keluarga.