Academia.eduAcademia.edu

Manajer sebagai Pemimpin

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwer tyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty MAKALAH uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui Leadership opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiop asdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh jklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjkl zxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcv bnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbn mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw Annisa Nur Salam, Rizki Dinawati, Fathya Fikri Izzudin I. Latar Belakang Modernisasi kehidupan telah mendorong beberapa perusahaan untuk bersaing ketat dalam memenuhi tuntutan konsumen yang semakin tinggi. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu cara dalam mengatasi persaingan tersebut. Sebab, 1 manusia sebagai sumber daya yang paling potensial dengan kemampuannya dan keterampilannya dapat menggerakan jalannya roda peusahaan. Di samping itu, aktivitas perusahaan salah satunya dipengaruhi oleh pola hubungan yang terjadi di dalamnya. Maksud dari pola hubungan di sini, yaitu hubungan karyawan dengan karyawan atau hubungan karyawan dengan atasan. Tidak jarang dalam beberapa perusahaan, pola hubungan antara atasan dengan karyawan menyebabkan perilaku karyawan yang kurang simpati dengan pekerjaannya. Maka dari itu, dalam organisasi penting untuk dilakukan perencanaan pengelolaan sumber daya manusia untuk mendapatkan orang yang tepat dalam jabatan yang tepat. Sasaran pengelolaan sumber daya manusia pada fungsi manajemen organisasi salah satunya menyangkut masalah kepemimpinan. Problematika manajemen yang semakin kompleks berimplikasi pada perlunya kualitas seorang pemimpin yang tinggi. Karena, kualitas pemimpin yang tinggi akan mampu mengarahkan para karyawannya dalam mencapai tujuan perusahaan. Sampai hari ini, kepemimpinan tetap dianggap sebagai faktor yang sangat urgent. Frost (2003)2 menekankan bahwa akibat krisis kepemimpinan, banyak orang yang menderita, yang mengalami burn-out, yang tidak dapat menikmati hidup dalam pekerjaannya, serta banyak biaya yang dikeluarkan untuk mengobati sakit emosional di tempat kerja. Ada kebutuhan yang besar saat ini untuk melakukan pendidikan kepemimpinan bagi generasi yang akan datang, termasuk kepemimpinan di institusi pendidikan tinggi. 1 http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/10364/1005/bab12.pdf?sequence=3. Diakses pada 24 Desember 2014 pukul 15:06 2 Seger, Handoyo. 2010. “Pengukuran Servant Leadership Sebagai Alternatif Kepemimpinan Di Institusi Pendidikan Tinggi Pada Masa Perubahan Organisasi”. Makara Sosial Humaniora, Vol. 14, No. 2, 130-140. 1 Maka dari itu, penting kiranya untuk membahas teori kepemimpinan secara terperinci serta menyeluruh. Tulisan ini akan memaparkan terkait teori kepemimpinan dimulai dari pengertian hingga karakteristik pemimpin di masa modern. Harapannya, tulisan ini dapat menjadi salah satu dasar atau acuan bagi para pemimpin atau calon pemimpin. II. Pembahasan A. Pengertian Pemimpin Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki otoritas manajerial. 3 Di samping itu, Fiedler (1967) 4 mendefinisikan pemipin dengan pengertian seseorang yang berada dalam kelompok, sebagai pemberi tugas atau sebagai pengarah dan mengkoordinasikan kegiatan kelompok yang relevan, serta sebagai penanggung jawab utama. Sedangkan kepemimpinan 5 adalah apa yang dilakukan pemimpin. Lebih lanjutnya, kepemimpnan merupakan proses mempimpin sebuah kelompok dan mempengaruhi kelompok itu dalam mencapai tujuannya. Davis (1981) 6 mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk membujuk orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara antusias. B. Pengertian Kepemimpinan dalam Perspektif Islam Istilah kepemimpinan dalam Islam sering dikenal dengan imamah, khilafah, ulul amri, amir, wali, dan ra’in. Islam mengartikan kepemimpinan sebagai kegiatan menutun, membimbung, memandu, serta menunjukkan jalan yang diridhai Allah SWT.7 Dalam tafsir al-Misbah8 dipaparkan bahwa 3 Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Manajemen Edisi Kesepuluh Jilid 2, (Yogyakarta: Erlangga, 2010), hlm. 146. 4 Amirullah Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), hlm. 244. 5 Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Op., Cit.146. 6 Amirullah Haris Budiyono, Op., Cit. 245. 7 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993), hlm. 28. 8 Muhammad Dian Supyan, “Kepemimpinan Islam dalam Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab”, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tidak Dipublikasikan, 2013, hlm. 1. 2 kriteria pemimpin yang ideal yaitu adil, memegang hukum Allah SWT, toleransi, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, memilki pandangan ke depan (visioner), memiliki keberanian dan kekuatan, serta memilki kemampuan dan wibawa. Di samping itu, Islam memandang bahwa setiap individu adalah pemimpin. Hal tersebut berdasarkan penggalan suatu hadis yang diriwayatkan Abu Daud9, dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rosulullah SAW bersabda, “Ketahuilah setiap dari kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawabannya......”. Dari hadis di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setiap individu perlu memiliki sikap kepemimpinan yang efektif meskipun profesi individu tersebut bukan lah seorang pemimpin dalam organisasi atau perusahaan. Karena setiap individu merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri. C. Teori-teori Awal Kepemimpinan Kepemimpinan pada dasarnya adalah sebuah subjek yang melekat pada sebuah objek yang bernama pemimpin, kepemimpinan pada intinya ingin mencoba mengklasifikasi cara seseorang mempengaruhi orang lain serta memanfaatkan otoritas manajerialnya. Tidak hanya di era globalisasi saja kajian–kajian tentang hal ini marak, namun sudah dimulai dari tahun 1920-an dengan munculnya sebuah teori awal tentang kepemimpinan yaitu teori sifat. Lalu pada tahun 1960-an muncul sebuah teori baru yaitu teori perilaku. Dua teori ini memang masih dianggap cukup kental dan dekat dengan efek sosial, budaya, dan lain-lain di masanya masing–masing. Namun, dua teori ini hingga kini masih dijadikan rujukan sebagai pengantar dalam kajian kepemimpinan era modern. Teori sifat merupakan teori tertua dalam kepemimpinan, riset tentang ini sudah dimulai sejak tahun 1920-an yang menitikberatkan pada sifat yang 9 https://haditsdantafsir.wordpress.com/2012/12/19/setiap-kita-adalah-pemimpin/ Diakses pada 30 Desember 2014 pukul 15:04. 3 membedakan seorang pemimpin dan bukan pemimpin. Teori ini menyimpulkan ada tujuh kelas sifat dalam diri seorang pemimpin yang semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan, dan jika semua disatukan akan menjadi sebuah satu kesatuan yang sempurna. Ketujuh kelas 10 itu adalah: 1. Penggerak 2. Hasrat untuk memimpin 3. Kejujuran dan integritas 4. Kepercayaan diri 5. Kecerdasan 6. Pengetahuan yang relevan mengenai pekerjaan 7. Extraversion Ketujuh kelas sifat ini merupakan hasil dari teori sifat yang tidak cukup kuat untuk dipegang secara ilmu pengetahuan karena sifat merupakan sesuatu hal yang dimiliki seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan serta dapat berubah sewaktu–waktu tanpa perlu diketahui khalayak ramai sehingga pada tahun 1960-an dibuat beberapa riset di beberapa tempat yang menghasilkan teori perilaku. Sebuah teori yang mengklasifikan pemimpin bukan berdasarkan sifatnya lagi namun berdasarkan cara dia berhubungan dengan orang lain. Namun, karena tidak ditemukan kesepakatan tentang jenis-jenis klasifikasinya, maka beredar banyak versi klasifikasi di manamana. Empat yang paling terkenal adalah hasil dari penelitian dari Universitas Lowa, penelitian di Negara bagian Ohio, penelitian di Universitas Michigan, serta konsep grid manajerial. Penelitian Universitas Lowa menghasilkan tiga klasifikasi 11 tentang perilaku seorang pemimpin dalam memimpin sesuatu hal yaitu : 1. Gaya demokrasi (melibatkan karyawan, mendelegasikan kewenangan, mendorong partisipasi). 2. Gaya autokrasi (mendikte, membuat keputusan sepihak, membatasi partisipasi). 10 11 Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Op., Cit.148. Ibid., 149. 4 3. Gaya laissez-faire (membebaskan sebebas-bebasnya). Dari ketiga klasifikasi tersebut, penelitian ini menyimpulkan bahwa gaya demokrasi adalah gaya yang paling efektif karena menurut mereka dengan gaya demokrasi kita harus mengendurkan sedikit autokrasi dan mengencangkan sedikit laissez–faire karena terlalu melepas juga dianggap tidak baik. Penelitian yang ke dua adalah penelitian di Negara bagian Ohio yang menghasilkan dua klasifikasi12 perilaku pemimpin, yaitu : 1. Konsiderasi (memperhatikan ide dan perasaan anggota grup). 2. Inisasi struktur (membuat struktur kerja dan hubungan kerja demi mencapai tujuan). Dalam penelitian ini menyimpulkan sesuatu hal yang berbeda dari penelitian pertama. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa kedua hal ini merupakan indikator yang harus saling melengkapi dan seorang pemimpin yang memiliki dua hal ini dengan baik dikategorikan high–high leader dan sebaliknya. Penelitian ketiga tentang perilaku ini adalah penelitian yang di lakukan oleh Universitas Michigan yang menghasilkan dua klasifikasi 13 yaitu: 1. Orientasi pada karyawan 2. Orientasi pada produksi Dalam hal ini pemimpin yang berorientasi pada karyawan memiliki kecenderungan produktivitas kelompok dan kepuasan kerja yang tinggi namun sebalikanya seorang pemimpin yang berorientasi pada produksi dapat di kategorikan lebih efisien dari yang lainnya. Penelitian selanjutnya adalah konsep grid manajerial yaitu: 12 13 Ibid.,150. Ibid., 5 Gambar 1. Model indikator grid manajerian 9 1,9 9,9 8 7 6 5,5 5 4 3 2 1 1,1 1 9,1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sumber : Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2010) Seorang pemimpin memiliki kecenderungan berperilaku yang dapat digambarkan dalam angka–angka pada model grid manajerial tersebut. Grid manejerial ini diciptakan oleh Robert R., Blake, Jane S., Moutun, Louis B., Barnes dan Larry E. pada Desember 1964. Terdapat beberapa kecenderungan yang biasa terjadi yang dapat disimpulkan dalam tabel ini. Sebagai contoh, pada angka 1.1 menggambarkan impoverished/lemah dalam hal manajerial. Sedangkan pada titik 9,9 disebut sebagai manajemen tim yang sangat efisien karena berorientasi pada pegawai dan produksi. D. Teori Kontingensi Kepemimpinan 1. Model Fiedler Model kontingensi ini dikembangkan oleh Fred Fiedler. Model ini menjelaskan bahwa kinerja kelompok yang efektif tergantung pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan dan banyaknya kendali serta pengawasan terhadap situasi ini. Model ini berlandaskan premis bahwa gaya kepemimpinan tertentu akan lebih efektif jika digunkaan dalam situasi yang berbeda. Fiedler juga menyatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan bergantung pada dasar gaya kepemimpinan seseorang, 6 apakah berorientasi pada pekerjaan atau berorientasi pada hubungan antar personal. Untuk dapat mengetahui apakah seorang manajer memiliki gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan ataukah berorientasi pada hubungan antar personal, Fiedler mengembangkan kuesioner rekan kerja yang paling tidak disukai. Kuesioner tersebut berisi 18 pasang kata sifat, seperti menyenangkan-tidak menyenangkan, dingin-hangat, membosankan-menarik, dan lain sebagainya. Sistem penilaian dari kuesioner ini adalah diberi skala antara 1-8 pada masing-masing pasang kata sifat, yang mana nilai 1 menunjukkan kata sifat yang negatif dan angka 8 menunjukkan kata sifat yang positif. Para pemimpin harus meenentukan salah satu rekan kerja yang paling tidak disukai, kemudian menjawab kuesioner tersebut. Jika nilai kumulatif dari pengisian kuesioner tinggi (64 atau lebih), hal itu menunjukkan bahwa manajer tersebut lebih tertarik membina relasi antar pribadi dengan baik dan memiliki gaya kepemimpinan yang berorientasi pada relasi (hubungan antarpersonal). Sebaliknya, jika hasil kuesioner tersebut menunjukkan nilai yang rendah (57 atau lebih rendah), maka pemimpin atau manajer tersebut lebih tertarik pada produktivitas dan terselesaikannya pekerjaan, maka gaya kepemimpinan yang dihasilkan adalah gaya yang beroientasi pada tugas atau pekerjaan. Setelah gaya kepemimpinan diketahui, langkah selanjutnya adalah mengevaluasi situasi agar dapat menyesuaikan pemimpin dengan situasinya. Fiedler juga melakukan penelitian yang mengungkapkan 3 dimensi yang menentukan faktor-faktor kunci situasional terhadap efektivitas pemimpin. a. Relasi pemimpin-anggota, yaitu salah satu kontingensi situasi Fiedler yang menjelaskan tentang tingkat keyakinan diri, kepercayaan, dan rasa hormat karyawan terhadap pemimpinnya, dinilai baik atau tidak baik. 7 b. Struktur tugas, merupakan salah satu kontingensi situasi Fiedler yang menjelaskan di mana tugas pekerjaan distrukturisasi dan diformulasi, dinilai sebagai tinggi atau rendah. c. Posisi kekuatan, yaitu salah satu kontingensi situasi Fiedler yang menjelaskan tentang tingkat kewenangan seorang pemimpin atas aktivitas seperti, perekrutan, pemecatan, pendisiplinan, promosi, dan peningkatan gaji, dinilai sebagai kuat atau lemah. Menurut Fiedler, gaya kepemimpinan sesorang tidak dapat dirubah (tetap). Oleh karena itu, hanya ada dua cara untuk memperbaiki efektivitas pemimpin. Pertama, Anda dapat mengusulkan pemimpin baru yang sekiranya memiliki gaya kepemimpinan yang lebih sesuai dengan situasi. Contohnya, jika situasi kelompok sedang sangat tidak menguntungkan, namun dipimpin oleh pemimpin yang berorientasi pada relasi, kinerja kelompok dapat diperbaiki dengan mengganti pemimpin yang berorientasi pada tugas. Cara kedua adalah mengganti situasi yang sesuai dengan pemimpin. Hal ini dapat dilakukan dengan mengatur kembali pekerjaan, yaitu dengan meningkatkan atau menurunkan kewenangan yang dimiliki pemimpin atas beberapa faktor seperti; meningkatkan gaji, promosi dan tindakan disipliner, atau dengan memperbaiki hubungan antara pemimpin dan anggotanya. 2. Teori Kepemimpinan Situasi Hersey dan Blanchard Model ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard yang disebut dengan teori kepemimpinan situasi (Situasional Leadership Theory/ SLT), yaitu teori kontingensi yang berfokus pada kesiapan pengikutnya (karyawannya)14. Alasan teori ini menekankan pada aspek pengikutnya adalah karena dalam efektivitas kepemimpinan pada kenyataannya pengikutlah yang menerima atau menolak pemimpinnya. Terlepas dari apa yang dilakukan pemimpin, efektivitas kelompok tergantung dari tindakan para pengikutnya. Selain berfokus pada pengikutnya, teori ini juga menekankan kesiapan. Adapun kesiapan 14 Ibid., 154 8 menurut Hersey dan Blanchard adalah ketika orang memiliki kemampuan dan kemauan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu. Teori ini juga menggunkaan dimensi kepemimpinan yang sama dengan Fiedler, yaitu perilaku tugas dan relasi. Tetapi, Hersey dan Blanchard selangkah lebih maju dengan mempertimbangkan masingmasing perilaku tersebut sebagai tinggi atau rendah dan menggabungkan dengan 4 gaya kepemimpinan sebagai berikut: a. Telling (pekerjaan tinggi-relasi rendah), yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin menentukan peranan karyawan dan mengatur apa, kapan, bagaimana, dan di mana karyawan melaksanakan tugasnya b. Selling (pekerjaan tinggi-relasi tinggi), adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin menunjukkan perilaku yang mengarahkan dan mendukung. c. Participating (pekerjaan rendah-relasi tinggi), yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama membuat keputusan, pemimpin memiliki peranan sebagai fasilitator dan komunikator. d. Delegating (pekerjaan rendah-relasi rendah), adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin kurang memberikan pengarahan atau dukungan. Adapun komponen terakhir dari model SLT adalah 4 tahap kesiapan pengikut, yaitu: a. R1, adalah kondisi atau situasi dimana orang yang tidak mampu dan tidak memiliki keinginan untuk bertanggung jawab dalam melakukan suatu pekerjaan. Pengikut tidak kompeten atau tidak percaya diri. Dalam situasi seperti ini, pemimpin dapat menggunakan gaya kepemimpinan telling dan memberikan pengarahan yang spesifik dan sejelas-jelasnya. b. R2, adalah situasi dimana orang yang tidak mampu, namun memiliki keinginan untuk melakukan pekerjaan tertentu. Pengikut memiliki motivasi, namun kurang memiliki keahlian yang sesuai. Dalam situasi seperti ini, pemimpin harus menggunakan gaya kepemimpinan selling 9 dan menunjukkan orientasi yang tinggi pada pekerjaan sebagai kompensasi atas kemampuan pengikut yang kurang dan orientasi yang tinggi pada relasi agar pengikut mau mengikuti keinginan pemimpin. c. R3, adalah situasi dimana orang yang mampu, tetapi tidak memiliki keinginan untuk memenuhi keinginan pemimpinnya. Pengikut kompeten, namun tidak memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu. Jika pengikut berada dalam situasi seperti ini, maka pemimpin harus menggunakan gaya kepemimpinan participating agar memperoleh dukungan dari pengikutnya. d. R4, adalah kondisi dimana orang yang mampu dan memiliki keinginan untuk melakukan pekerjaan yang diminta. Jika pengikut berada dalam situasi ini, maka pemimpin sebaiknya tidak melakukan apa-apa dan sebaiknya menggunakan gaya kepemimpinan delegating. Pada intinya, untuk menerapkan model Hersey dan Blanchard, pemimpin harus mengecek tingkat kesiapan pengikut dan mengadopsi gaya kepemimpinan yang sesuai. 3. Teori Jalur-Tujuan Pendekatan ini sering dijadikan rujukan dalam memahami kepemimpinan. Teori jalur-tujuan menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah membantu pengikutnya mencapai tujuan dan mengarahkan atau memberikan dukungan sesuai kebutuhan untuk memastikan bahwa tujuan mereka sama atau sejalan dengan tujuan organisasi atau organisasi. Teori ini dikembangkan oleh Robert House. Adanya istilah jalur-tujuan berasal dari adanya keyakinan bahwa pemimpin yang efektif akan menjelaskan sebuah jalur untuk mebantu pengikutnya melangkah dari posisi mereka sekarang menuju tujuan kerja yang ingin mereka capai dan membuat perjalanan sepanjang jalur itu menjadi mudah dengan mengurangi hambatan-hambatan. Menurut House ada 4 perilaku kepemimpinan, yaitu: a. Pemimpin yang mengarahkan (directive leader), yaitu pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan organisasi dari mereka, jadwal pekerjaan yang harus diselesaikan, serta memberikan 10 bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas. b. Pemimpin yang mendukung (supportive leader), yaitu pemimpin menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan pengikutnya dan bersifat ramah. c. Pemimpin yang partisipatif (participative leader), pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan anggota kelompok dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil keputusan. d. Pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented leader), yaitu pemimpin menetapkan sekumpulan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahannya untuk berprestasi semaksimal mungkin. Berikut adalah beberapa prediksi dari teori jalur-tujuan: a. Kepemimpinan yang mengarahkan menghasilkan tingkat kepuasan tinggi saat pekerjaan bersifat tidak pasti atau tingkat tekanannya tinggi daripada pekerjaan yang terstruktur dan teratur. Bawahan tidak tahu apa yang harus dilakukan sehingga pemimpin harus mengarahkan mereka. b. Kepemimpinan yang mendukung menghasilkan tingkat kepuasan yang tinggi ketika bawahan mengerjakan pekerjaan terstruktur. Dalam situasi ini, pemimpin hanya perlu mendukung bawahannya, bukan memerintahkan apa yang harus dilakukan. c. Kepemimpinan yang mengarahkan tidak cocok jika dihadapkan dengan bawahan yang memiliki tingkat pemahaman yang tinggi atau yang memiliki pengalaman cukup luas. Bawahan dengan kriteria tersebut sudah cukup mampu, sehingga mereka tidak membutuhkan pemimpin untuk memerintahkan apa yang harus dilakukan. E. Kepemimpinan Kontemporer 1. Kepemimpinan Transformasi-Transaksi Teori-teori awal kepemimpinan pada awalnya memandang para pemimpin sebagai pemimpin transaksi, yaitu pemimpin yang memimpin dengan menggunakan pertukaran sosial (atau transaksi). Pemimpin 11 transaksi mengarahkan atau memotivasi bawahannya untuk bekerja mencapai tujuan dengan memberikan penghargaan atas produktivitas mereka. Selain pemimpin transaksi, ada tipe pemimpin lainnya yaitu pemimpin transformasi. Pemimpin transformasi adalah pemimpin yang menstimulasi dan menginspirasi bawahan untuk mencapai hasil yang bisa dikatakan sempurna. Kepemimpinan transformasi berkembang dari hasil kepemimpinan transaksi, kepemimpinan transformasi juga bersifat lebih dari karisma, karena pemimpin transformasi berusaha menanamkan kepada bawahannya kemampuan mempertanyakan pandangan yang telah ada serta pandangan yang dimiliki oleh pemimpin. 2. Pemimpin Karismatik-Visioner Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang antusias dan percaya diri, yang kepribadian dan tindakannya dapat mempengaruhi orang untuk berperilaku dengan cara tertentu. Sebenarnya, pemimpin karismatik tidak selalu dibutuhkan untuk mencapai tingkat kinerja karyawan yang tinggi. Kepemimpinan karismatik dapat dikatakan paling tepat ketika pekerjaan bawahan memiliki tujuan ideologis atau lingkungannya menimbulkan tekanan dan ketidakpastian yang tinggi. Adapun dampak pemimpin karismatik biasanya muncul setelah15: a. Menyatakan visi mulia yang didasarkan oleh semua karyawan b. Menampilkan kemampuan memahami dan berempati terhadap pengikut c. Memberdayakan dan mempercayai bawahan untuk mencapai hasil Sedangkan kepemimpinan visioner adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasi sebuah visi masa depan yang realistis, dapat dipercaya, dan menarik sehingga dapat memperbaiki situasi saat ini. Jika visi ini diimplementasikan dengan tepat, maka akan menghasilkan tenaga luar biasa sehingga dapat “melompat” jauh ke masa depan serta membutuhkan keahlian, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya. 3. Kepemimpinan Tim 15 Richard, L. Draft, Era Baru Manajemen (Jakarta: Salemba Empat, 2012), hlm. 347 12 Peran pemimpin tim berbeda dengan peran kepemimpinan tradisional. Tantangan bagi para manajer adalah mempelajari bagaimana menjadi pemimpin tim yang efektif. Para manajer tersebut harus mempelajari berbagai keahlian seperti membagi informasi dengan sabar, mampu mempercayai orang lain dan memberikan wewenang, serta dapat memahami kapan untuk ikut campur. Pemimpin tim yang efektif harus dapat menyeimbangkan antara waktu yang tepat untuk membiarkan timnya bekerja dan waktunya ikut campur. Tugas seorang pemimpin efektif adalah focus pada dua prioritas, yaitu: mengatur batasan-batasan eksternal tim, dan memfasilitasi proses tim. Sedangkan peranan pemimpin tim adalah: manajer konflik, pelatih, hubungan dengan konstitusi eksternal, pemecahan masalah. F. Isu Kepemimpinan Abad Ke-21 Pada abad ke-21 yang serba modern ini terdapat para pemimpin berhadapan dengan beberapa isu kepemimpinan 16 yang akan dipaparkan sebagai berikut : 1. Mengelola Kekuatan Sebagai orang utama yang mengelola sebuah organisasi, pemimpin memiliki kekuasaan sebagai berikut : a. Kekuasaan sah, sama dengan otoritas. Kekuasaan sah ini timbul karena posisinya sebagai pemimpin di dalam organisasi. b. Kekuasaan paksaan, merupakan atau mengendalikan. menghukum kekuasaan pemimpin Kekuasaan dalam paksaan ini diaplikasikan jika terdapat bawahan yang tidak mematuhi peraturan organisasi. Bentuk dari kekuasaan paksaan misalnya menunda atau menurunkan pangkat karyawan atau menugaskan pekerjaan yang tidak menyenangkan. c. Kekuasaan imbalan, adalah kekuasaan untuk memberikan upah yang positif dalam bentuk uang, penilaian pekerjaan, tugas yang menarik, 16 Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Op., Cit .hlm.163. 13 rekan yang ramah, dan tugas giliran yang lebih baik atau wilayah penjualan. d. Kekuasaan ahli, merupakan kekuasaan yang diberikan oleh pemimpin kepada bawahannya yang memiliki keahlian, keterampilan istimewa atau pengetahuan. e. Kekuasaan rujukan, timbul akibat sumber atau sifat pribadi seseorang yang diinginkan. Kekuasaan rujukan pula diakibatkan karena kekaguman terhadap orang lain dan keinginan untuk menjadi seperti orang tersebut. Pada umumnya, para pemimpin yang efektif menggunakan beberapa jenis kekuasaan di atas untuk mempengaruhi kinerja dan perilaku bawahannya. Ke lima sumber kekuasaan di atas yang dikemukakan oleh French dan Raven 17 dapat pula dibagi menjadi dua bagian, yaitu kekuasaan memaksa dan kekuasaan imbalan berkaitan dengan ototitas posisi. Dan kekuasaan sah, kekuasaan ahli serta kekuasaan rujukan berkaitan dengan otoritas pribadi. 2. Mengembangkan Rasa percaya Zaman modern yang serba tidak pasti seperti saat ini, para pemimpin perlu mempertimbangkan rasa percaya dan kredibilitas dalam organisasinya. Adapun komponen kredibilitas18 adalah : 1. Kejujuran, menurut survei kejujuran merupakan karakteristik no satu dari pemimpin yang paling dikagumi. Pentingnya kejujuran dalam kepemimpinan adalah untuk meyakinkan para bawahannya bahwa siapa yang mereka ikuti adalah sosok pemimpin yang dapat dipercaya. 2. Kompeten, pemimpin yang kompeten akan menciptakan suatu kepemimpinan yang lebih efektif. 3. Kemampuan menginspirasi, pemimpin harus mampu menyampaikan keyakinan dan antusiasme mereka secara efektif. Konsep kredibilitas erat kaitannya dengan rasa percaya, bahkan ke duanya sering kali bertukar fungsi. Definisi rasa percaya adalah 17 18 Siswanto, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 162. Ibid., hlm. 164. 14 keyakinan di dalam integritas, karakter dan kemampuan seorang pemimpin. Seorang bawahan yang mempercayai pemimpinnya, biasanya selalu mentaati apa yang diperintahkan pemimpinnya, karena ia yakin bahwa hak dan kepentingannya tidak akan disalah gunakan. Berdasarkan penelitian, terdapat lima dimensi sebagai berikut yang menjadi konsep dasar rasa percaya19 : 1. Integritas, kejujuran dan kebenaran. 2. Kompetensi, pengetahuan dan keahlian teknis serta keahlian interpersonal. 3. Konsistensi, dapat diandalkan, dapat diprediksi, dan penilaian yang baik dalam menangani situasi. 4. Loyalitas, kemauan untuk melindungi seseorang, baik secara fisik maupun emosi. 5. Keterbukaan, kemauan untuk berbagi ide dan informasi. Kemampuan untuk membentuk rasa percaya dengan cepat dan mempertahankan kepercayaan itu sangat penting untuk kesuksesan sebuah relasi. Adanya rasa percaya dalam sebuah kepemimpinan akan berimplikasi positif terhadap hasil kerja, kinerja, perilaku anggota organisasi, kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi. Adapun rasa percaya tersebut dapat dibangun dengan mengaplikasikan point-point berikut ini: 1. Mempraktikkan keterbukaan 2. Adil 3. Katakan apa yang Anda rasakan 4. Jujur 5. Menunjukkan konsistensi 6. Menepati janji 7. Menjaga kepercayaan diri 8. Menunjukkan kompetensi Keefektifan manajerial dan kepemimpinan tergantung pada kemampuan untuk memperoleh kepercayaan bawahan. Kepercayaan 19 Ibid., hlm. 165. 15 kepemimpinan biasanya berkurang karena beberapa hal seperti perampingan perusahaan, kesalahan intepretasi finansial dan peningkatan penggunaan karyawan tidak tetap. Oleh karena itu, pemimpin saat ini perlu membangun kembali dan memperbaiki rasa percaya karyawan serta pemangku kepentingan lainnya. 4. Memberdayakan Karyawan Pemberdayaan adalah melibatkan peningkatan keleluasaan karyawan dalam mengambil keputusan. Bentuk pemberdayaan karyawan dapat melalui pembuatan anggaran, jadwal jumlah kerja, pengendalian persediaan barang, pemecahan masalah tentang kualitas, dan pelaksanaan aktivitas yang biasanya menjadi tugas seorang manajer. Alasan dari pemberdayaan karyawan adalah adanya kebutuhan terhadap pengambilan keputusan yang cepat oleh orang yang paling mengetahui permasalahannya. Selain itu, alasan lainnya adalah perampingan di dalam organisasi akan menciptakan rentang kendali yang lebih lebar bagi manajer. Pemberdayaan karyawan ini, sangat bermanfaat apabila diperuntukkan bagi karyawan yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan pengalaman untuk melaksanakan tugas mereka dengan baik. 5. Memimpin di Berbagai Budaya Pemimpin yang efektif mangatur berbagai jenis gaya kepemimpinan dalam situasi yang berbeda. Variabel situasi yang paling penting dalam menentukan gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah budaya Nasional. Budaya Nasional mempengaruhi gaya kepemimpinan karena budaya mempengaruhi bagaimana pengikutnya memberikan respons. Seorang pemimpin tidak dapat memilih gaya kepemimpinannya secara acak, karena mereka dibatasi oleh kondisi budaya sebelumnya yang berlaku dalam organisasi tersebut. Karena perbedaan budaya pada tiap-tiap Negara, maka gaya kepemimpinan suatu organisasi pada tiap-tiap Negara berbeda pula. Namun menurut penelitian GLOBE, terdapat beberapa aspek universal 16 dalam kepemimpinan. Yang mana aspek-aspek ini berlaku pada kepemimpinan di semua Negara. Aspek tersebut meliputi visi yang kuat dan proaktif untuk membimbing perusahaan menuju masa depan, memiliki keterampilan dalam memotivasi semua karyawan untuk menepati visi, dan kemampuan perencanaan yang baik untuk membantu dalam implementasi visi tersebut. Adanya aspek universal yang berlaku di tiap Negara ini dilatarbelakangi oleh tekanan terhadap teknologi dan praktik manajemen umum, akibat persaingan global dan pengaruh multinasional. 6. Memahami Perbedaan Gender dan Kepemimpinan Berdasarkan penelitian yang fokus pada gender dan gaya kepemimpinan menyimpulkan bahwa pria dan wanita memakai cara yang berbeda dalam kepemimpinan. Wanita akan cenderung memakai cara yang demokratis atau partisipatif , akan lebih mendorong partisipasi, berbagai kekuasaan dan informasi, dan berusaha untuk meningkatkan harga diri pengikutnya. Wanita memimpin dengan penyertaan dan mengandalkan karisma, keahlian, hubungan, dan keterampilan interpersonal untuk mempengaruhi orang lain. Wanita cenderung menggunakan kepemimpinan transformasi, memotivasi orang lain dengan mentransformasi minat diri mereka menjadi tujuan organisasi. Sedangkan kepemimpian pria lebih cenderung memakai gaya langsung, serta perintah dan kendali. Pria mengandalkan otoritas posisi resmi untuk berpengaruh. Pria memakai kepemimpinan transaksi, memberikan penghargaan untuk kerja yang baik dan menghukum yang tidak baik. Menurut Natalie Porter dan Jessica Henderson Daniel (2007)20, banyak kualitas yang diperlukan untuk memiliki kepemimpinan organisasi yang efektif pada situasi sekarang ini, yakni berkualitas dan umumnya diasosiasikan dengan para pemimpin wanita (Applebaun, Audet, Miller, 2002). 20 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-nahiyah-jaidimpd/kepemimpinan-perempuan.pdf Dikases pada 24 Desember 2014 pukul 14:58. 17 Pernyataan di atas didukung pula dengan penelitian dalam keefektifan memimpin, bahwa wanita lebih dominan dari pada pria. Hal tersebut merupakan hasil dari penelitian dengan kategori penilaian sebagai berikut : Gambar 2. Penelitian : Manajer Wanita Lebih Baik Kemampuan Nilai Pria Nilai Wanita Memotivasi yang lain - 5 Mengembangkan komunikasi - 5 Menghasilkan kualitas kerja tinggi - 5 Perencanaan strategis 2 3 Mendengarkan yang lain - 5 Meneliti permasalahan 2 3 Sumber : Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2010) Penilaian wanita lebih baik dari pada pria dalam hal kepemimpinan, diperkirakan akibat dari kondisi perusahaan saat ini fleksibilitas, tim kerja dan kemitraan, kepercayaan dan berbagai informasi telah mengganti struktur yang kaku, kompetisi individu, kendali, dan kerahasiaan. Di lingkungan kerja saat ini, manajer yang dibutuhkan adalah dia yang mampu menerapkan perilaku sosial dan interpersonal, mampu mendengar, memotivasi, dan memberi dukungan untuk karyawan mereka. Dan semua karakteristik tersebut dominan dimiliki wanita pada umumnya dibandingkan dengan pria. Namun tetap saja kita tidak bisa menyimpulkan bahwa gaya kepeimpinan yang paling baik dimiliki oleh pemimpin wanita. Karena pada dasarnya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasinya. 7. Menjapadi Pemimpin yang Efektif Berikut merupakan dua isi yang berkaitan untuk menjadi pemimpin yang efektif21 : 21 Ibid., hlm. 170. 18 1. Pelatihan pemimpin Biasanya modal yang digunakan untuk pelatihan kepemimpinan tidak lah sedikit. Namun, keberhasilan dari pelatihan tersebut masih diragukan. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan manajer untuk mndapat efek maksimal dari pelatihan kepemimpinan tersebut. Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Pelatihan kepemimpinan akan lebih sukses dengan individu yang memiliki tingkat monitor diri yang tinggi dibandingkan yang rendah. Karena individu yang seperti itu akan fleksibel dalam menyesuaikan perilakunaya pada situasi yang berbeda. Hal yang perlu dipelajari oleh individu agar mampu menjadi pemimpin yang efektif adalah kemampuan implementasi. Seseorang dapat diajarkan untuk membangun kepercayaan dan mentoring, serta menganalisis situasi. 2. Substitusi kepemimpinan Dalam beberapa situasi dapat meniadakan pengaruh pemimpinnya. Dengan kata lain, individu, pekerjaan, dan variabel organisasi tertentu dapat bertindak sebagai substitusi kepemimpinan. Substitusi kepemimpinan biasa terjadi dalam bentuk pengalaman, pelatihan, profesional, aturan prosedur yang kaku dan kelompok kerja yang kompak. III. Kesimpulan 1. Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki otoritas manajerial. 2. Kepemimpnan merupakan proses mempimpin sebuah kelompok dan mempengaruhi kelompok itu dalam mencapai tujuannya. 3. Berdasrakan pandangan Islam, kriteria pemimpin yang ideal yaitu adil, memegang hukum Allah SWT, toleransi, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, memilki pandangan ke depan (visioner), memiliki keberanian dan kekuatan, serta memilki kemampuan dan wibawa. 19 4. Terdapat 7 sifat yang berkaitan dengan kepemimpinan, yaitu penggerak, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan, pengetahuan yang relevan mengenai pekerjaan, extraversion. 5. Menurut penelitian: a. anggota kelompok lebih puas dengan gaya kepemimpinan demokratis. b. terdapat dua dimensi perilaku pemimpin, yaitu inisiasi struktur dan konsiderasi. c. para pemimpin yang berorientasi karyawan dapat mencapai produktivitas dan kepuasan anggota kelompok yang tinggi. d. grid manajerial menyarankan bahwa pemimpin terbaik adalah yang memiliki perhatian yang tinggi terhadap produki dan karyawan. e. Sifat perilaku pemimpin yaitu fokus terhadap pekerjaan dan fokus terhadap karyawan. 6. Model Fiedler mencoba mencoba mendefinisikan gaya terbaik yang dapat digunakan dalam situasi tertentu. Fiedler berasumsi bahwa gaya seorang pemimpin akan tetap. Ia mengukur tiga kontingensi: hubungan antar pemimpin dan anggota, struktur tugas dan posisi kekuasaan. Model menyarankan bahwa pemeimpin yang berorientasi tugas memiliki performa terbaik di dalam situasi yang sangat menguntungkan dan tidak menguntungkan. Dan pemimpin yang berorientasi hubungan memiliki performa terbaik di dalam situasi yang sedikit menguntungkan. 7. Teori kepemipinan situsional (SLT) fokus pada kesiapan keryawan. Teori ini mencakup 4 gaya kepemimpinan, yaitu telling, selling, participating, dan delegating. SLT juga fokus mengidentifikasi empat tahap kesiapan: tidak mampu dan tidak mau (menggunakan gaya telling), tidak mampu tapi mau (menggunakan gaya selling), mampu tapi tidak mau (menggunakan gaya participating), mampu dan mau (menggunakan gaya delegating). 8. Model jalur-tujuan mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan: bersifat pengarah, pendukung, partisipatif dan berorientasi prestasi. Menurut model ini, pemimpin harus membuat jalur sehingga karyawan dapat meraih tujuan. 20 9. Pemimpin transaksi menukar penghargaan untuk produktivitas. Sedangkan pemimpin transformasi, membangkitkan dan mendorong karyawan untuk mencapai tujuan. 10. Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang antusias dan percaya diri yng tindakan dan kepribadiannya mempengaruhi orang untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu. Sedangkan pemimpin visioner adalah dia yang mampu menciptakan dan mengartikulasikan visi masa depan yang realistis, dapat dipercaya dan menarik. 11. Pemimpin tim memiliki dua prioritas: mengatur batas eksternal dan memfasilitasi proses tim. 12. Lima sumber kekuasaan pemimpin : kekuasaan sah, kekuasaan imbalan, kekuasaan paksaan, kekuasaan ahli, dan kekuasaan tujuan. 13. Pada masa moder, seorang pemimpin menghadapi berbagai isu berikut : mengelola kekuasaan, mengembangkan kepercayaan, memberdayakan karyawan, memimpin diberbagai budaya, memahami perbedaan gender di kepemimpinan, dan menjadi pemimpin yang efektif. 21 Daftar Pustaka Budiyono, Amirullah Haris. 2004. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nawawi, Hadari. 1993. Kepemimpinan Menurut Islam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Richard, L.Draft. 2012. Era Baru Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. Robbins, Stephen P. dan Mary Coulter. 2010. Manajemen Edisi Kesepuluh Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Siswanto. 2007. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara. Seger, Handoyo. 2010. “Pengukuran Servant Leadership Sebagai Alternatif Kepemimpinan Di Institusi Pendidikan Tinggi Pada Masa Perubahan Organisasi”. Makara Sosial Humaniora, Vol. 14, No. 2, 130-140. Supyan, Muhammad Dian, 2013. “Kepemimpinan Islam dalam Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab”, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tidak Dipublikasikan. http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/10364/1005/bab12.pdf?sequence=3. Diakses pada 24 Desember 2014 pukul 15:06. https://haditsdantafsir.wordpress.com/2012/12/19/setiap-kita-adalah-pemimpin/ Diakses pada 30 Desember 2014 pukul 15:04. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-nahiyah-jaidimpd/kepemimpinan-perempuan.pdf Diakses pada 24 Desember 2014 pukul 14:58. 22