LAPORAN AKHIR
KEGIATAN MAGANG PADA BADAN LEGISLASI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Oleh:
Nada Siti Salsabila
(1610611159)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT, shalawat dan
salam tercurah pada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, berkat
kemudahan serta petunjuk dari-Nya penyusun dapat menyelesaikan laporan akhir
kegiatan magang pada Badan Legislasi Dewan Perwakilan Republik Rakyat
Indonesia dengan baik dan benar.
Penulis menyusun laporan ini tentu saja mempunyai maksud dan tujuan.
Maka maksud dan tujuan penulis menyusun laporan ini adalah sebagai bukti bahwa
penulis telah menyelesaikan praktik magang di Badan Legislasi Dewan Perwakilan
Republik Rakyat Indonesia (Baleg). Pada dasarnya magang merupakan kewajiban
penulis sebagai mahasiswa semester VI sebagai syarat untuk skripsi dan
meneruskan ke tingkat semester berikutnya. Selain itu, tujuan pembuatan laporan
ini adalah untuk mengembangkan keterampilan menulis sebagai bekal dalam
menyusun skripsi nantinya.
Laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan-bantuan dan saran dari
berbagai pihak yang terlibat. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sangat
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Widiharto, S.H., M.H., selaku Kepala Bagian Sekretariat Badan
Legislasi yang telah memberikan penulis izin untuk melakukan magang di
Badan Legislasi.
2. Ibu Michiko Dewi, S.H., selaku Kepala Subbagian Tata Usaha yang telah
mengizinkan penulis melakukan magang di Baleg dan mendampingi penulis
selama melakukan magang di Baleg DPR RI. Penjelasan singkat mengenai
Baleg itu sendiri, menyambut penulis sewaktu hari pertama penulis magang,
semua itu berarti bagi penulis.
3. Bapak Liber Salomo Silitonga, S. IP., selaku Kepala Subbagian Rapat yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan magang
di Baleg. Serta membimbing, memberikan bantuan serta perhatian dan
kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan kewajiban ini.
iii
4. Bapak Jainuri Achmad Imam Sudarko, S.A.P., selaku Pengadministrasi Rapat
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan
magang di Baleg dan membantu penulis dalam mengerjakan beberapa tugas
yang penulis tidak mengetahui caranya.
5. Bapak Resko Herianto selaku Pengolah Data yang telah memberikan tugastugas kepada penulis sehingga dapat menjadi sebuah pelajaran untuk
kedepannya bagi penulis dan membantu penulis dalam mengerjakan beberapa
tugas yang penulis tidak mengetahui caranya.
6. Bapak Lucky Risandi, A. Md., selaku Pengelola Persidangan yang atas
pertolongan membantu penulis dalam mengerjakan beberapa tugas yang penulis
tidak mengetahui caranya, dan atas canda senda gurau membuat penulis merasa
nyaman.
7. Ibu Rosdiana, S.H., M.H., selaku Analis Data dan Informasi yang telah
memberikan tugas-tugas kepada penulis sehingga dapat menjadi sebuah
pelajaran untuk kedepannya bagi penulis.
8. Ibu Sapta Widawati selaku Pengelola Persidangan yang telah memberikan
tugas-tugas kepada penulis sehingga dapat menjadi sebuah pelajaran untuk
kedepannya bagi penulis.
9. Tidak lupa juga kepada para staf Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR
RI, yaitu:
a. Pak Oli, terima kasih telah memberikan penulis izin untuk melakukan
magang dan menempatkan penulis di Badan Legislasi DPR RI.
b. Mas Artha, terima kasih atas bimbingannya, memberikan bantuan serta
perhatian dan kesempatan kepada penulis dalam mengajukan magang di
DPR RI.
c. Mas Oki, terima kasih atas informasi dan bantuan yang diberikan pada saat
proses pengajuan magang penulis di DPR RI.
10. Selain itu, penulis ucapkan juga kepada para staf Kebersihan di Baleg, yaitu:
a. Mas Dicky terima kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis.
b. Mas Arif terima kasih atas canda-canda di ruangan dan terima kasih juga
untuk bantuan yang diberikan kepada penulis.
iv
c. Mas Eko terima kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis.
11. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta tempat dimana penulis
dapat memperoleh pengetahuan akademis serta menyediakan berbagai fasilitas
penunjang proses belajar penulis. Selain itu kepada dosen pembimbing magang
penulis, yakni Bapak Kayus Kayowuan Lewoloba, S.H., M.H., terima kasih atas
masukkan dan bimbingannya selama penulis membuat proposal hingga laporan
magang, dan dosen pembimbing akademik penulis, yakni Bapak Muhammad
Helmi Fakhrazi, S.HI., S.H., M.H., terima kasih atas masukkan dan
bimbingannya terutama dalam bidang akademis.
12. Keluarga yang selama ini telah memberikan penulis semangat dan dorongan
moral maupun spiritual yang tidak ternilai sehingga penulis bersemangat dalam
melakukan kewajiban penulis ini.
13. Teman-teman magang dan kuliah penulis yang telah membantu memberikan
saran dan kritik terhadap penulis yang merupakan dorongan semangat untuk
dapat belajar lebih baik lagi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini sangat jauh dari
sempurna. Maka, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun agar nantinya penulis dapat melakukan lebih baik lagi.
Jakarta, 29 Juli 2019
Penulis,
Nada Siti Salsabila
NIM 1610611159
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Magang ...............................................................................1
B. Tujuan Magang ............................................................................................4
C. Manfaat Magang ..........................................................................................5
BAB II GAMBARAN UMUM BADAN LEGISLASI
A. Visi dan Misi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI ................7
B. Sejarah Pembentukkan Badan Legislasi ......................................................7
C. Lokasi Badan Legislasi DPR RI ..................................................................9
D. Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI.......9
E. Motto Biro Persidangan II ..........................................................................10
F. Tugas dan Fungsi Badan Legislasi .............................................................11
G. Susunan Keanggotaan Badan Legislasi .....................................................11
H. Standar Pelayanan Penyelenggaraan Rapat ...............................................14
I. Standar Pelayanan Kunjungan Kerja .........................................................15
BAB III PELAKSANAAN MAGANG
A. Kegiatan Magang .......................................................................................16
B. Pengalaman Positif yang Diperoleh dari Kegiatan Magang ......................89
C. Tantangan Selama Magang .............................................................................. 90
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 92
B. Saran ................................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................94
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................95
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR
RI ............................................................................................................ 10
Tabel 2.
Data anggota Badan Legislasi periode 2014-2019 .......................... 13
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Nota Dinas dari Setjen dan BK DPR RI yang Penulis berikan kepada
Bu Michiko Dewi, S.H. ...................................................................... 17
Gambar 2.
Buku-buku Pedoman yang Penulis dapatkan selama magang di
Badan Legislasi DPR RI ..................................................................... 18
Gambar 3.
Kepala Sekretariat Badan Legislasi dengan BMKG disisi kiri dan
BNPB di sisi kanan .............................................................................. 19
Gambar 4.
Sekretariat Jendral DPR RI pada saat menyampaikan paparannya
mengenai Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas
Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga
Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR RI................................... 21
Gambar 5.
Suasana Rapat Panja Penyusunan Penyusunan Rancangan UndangUndang tentang Penanggulangan Bencana antara Tim Ahli dan
Anggota Badan Legislasi .................................................................... 23
Gambar 6.
Wakil Ketua Badan Legislasi M. Sarmuji, S.E., M.Si. (Fraksi
Golkar) dan H. Totok Daryanto, S.E. (Fraksi PAN) Menandatangani
Hasil Rapat Pengambilan Keputusan Rapat Penyusunan Rancangan
Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana........................ 25
Gambar 7.
Suasana Rapat Panja dalam rangka penyempurnaan Naskah
Akademik
dan
Draft
Rancangan
Undang-Undang
tentang
Penyadapan antara Tim Ahli dan Anggota Badan Legislasi .......... 27
Gambar 8.
Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP. bersama
Anggota Komisi IX lainnya ................................................................ 29
Gambar 9.
Rapat Paripurna Ke-20 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 20182019 ........................................................................................................ 33
Gambar 10.
Buku-buku yang ada di Badan Legislasi ........................................... 33
Gambar 11.
Daftar Inventarisasi Buku-buku yang ada di Badan Legislasi ....... 34
Gambar 12.
Kepala BPOM Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP dalam Rapat Dengar
Pendapat Badan Legislasi dan Kepala BPOM terkait Harmonisasi
viii
mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat
dan Mahkanan ....................................................................................... 36
Gambar 13.
Tim Ahli dengan Anggota Badan Legislasi dalam Rapat
Penyempurnaan draft Rancangan Peraturan DPR RI tentang
Perubahan atas Peraturan DPR No. 3 Tahun 2014 ttg Pengelolaan
TA dan SAA DPR ................................................................................ 37
Gambar 14.
Tim Ahli, Pimpinan, dan Anggota Badan Legislasi dalam Rapat
Panja Badan Legislasi Pembahasan Rancangan Peraturan DPR RI
tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota
DPR ........................................................................................................ 39
Gambar 15.
Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP. bersama
Anggota Komisi IX lainnya ................................................................ 41
Gambar 16.
Setjen DPR RI pada saat menyetujui Rancangan Peraturan DPR RI
tentang Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR .... 43
Gambar 17.
Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP. pada saat
menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat
dan Makanan ......................................................................................... 44
Gambar 18.
Power Point Ucapan Selamat Datang kepada DPRD Brebes dan
DPRD Kabupaten Batang Hari ........................................................... 47
Gambar 19.
Foto bersama Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perindustrian dan
Menteri Hukum dan HAM dalam rapat Pembahasan Rancangan
Undang-Undang tentang Desain Industri .......................................... 48
Gambar 20.
Rapat Paripurna Rapat Paripurna Ke-22 DPR RI Masa Persidangan
V Tahun 2018-2019. ............................................................................ 54
Gambar 21.
Badan Legislasi Menerima Audiensi DPRD Jembrana .................. 55
Gambar 22.
Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan UKM,
Menteri Perdagangan, dan Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua
KPPU ..................................................................................................... 57
Gambar 23.
Penjelesan Kaset 1 mengenai Rekaman Suara Rapat Pembahasan
RUU Kekarantinaan Kesehatan.......................................................... 59
ix
Gambar 24.
Penulis pada saat menkonversi rekaman suara dari tape recorder ke
rekaman suara digital dan mengkoreksi teks otomatis di aplikasi
speech texter.......................................................................................... 60
Gambar 25.
Badan Anggaran DPR RI dalam Rapat Kerja dengan Menteri
Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia .................................... 62
Gambar 26.
Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menkominfo RI ................. 65
Gambar 27.
Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X dengan Ikatan Dokter
Indoensia (IDI) ..................................................................................... 67
Gambar 28.
Badan Anggaran DPR RI pada saat Rapat Panja Perumus
Kesimpulan dengan Pemerintah ......................................................... 69
Gambar 29.
Dari kiri moderator Wartawan Koran Sindo, Abdul Rochim, Ketua
Panja RUU Pertanahan DPR RI, Herman Khaeron, Plt. Biro Hukum
dan Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Andi Tenrisau,
dan Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian
DPR, Inosentius Samsul ...................................................................... 71
Gambar 30.
Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan, Menteri PUPR,
BMKG, BNPP, dan Kakorlantas ........................................................ 73
Gambar 31.
Yasonna Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan
Komisi III DPR RI ............................................................................... 76
Gambar 32.
Power Point Rapat Paripurna ke-23 DPR RI Masa Persidangan V
Tahun 2018-2019 ................................................................................. 83
Gambar 33.
Dari kiri moderator Ninding Julius Permana (Wartawan RRI), Ketua
Fraksi PKB DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, Anggota Fraksi
PDIP DPR RI, Eva Kusuma Sundari, Anggota Fraksi PKS DPR RI,
Aboebakar Alhabsyi, dan Pengamat Politik CSIS, Arya Fernandes
................................................................................................................ 85
Gambar 34.
Penulis pada saat mengerjakan Notulensi Rapat RUU tentang
Penyadapan dan RUU tentang Bencana ............................................ 86
Gambar 35.
Kaset-kaset rekaman suara dan contoh risalah rapat ....................... 87
Gambar 36.
Penulis pada saat membuat Risalah Rapat ........................................ 88
x
Gambar 37.
Kaset-kaset rekaman suara yang Penulis gunakan untuk membuat
Risalah Rapat ........................................................................................ 89
Gambar 38.
Tampak depan Nametag yang digunakan Penulis selama magang di
DPR RI ................................................................................................ 100
Gambar 39.
Tampak Belakang Nametag yang digunakan Penulis selama magang
di DPR RI ............................................................................................ 100
Gambar 40.
Penulis di Ruang Rapat Badan Legislasi ........................................ 158
Gambar 41.
Spanduk Standar Pelayanan Kunjungan Kerja Biro Persidangan II
yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg ..................... 158
Gambar 42.
Spanduk
Standar
Pelayanan
Penyelenggaraan
Rapat
Biro
Persidangan II yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg
.............................................................................................................. 159
Gambar 43.
Spanduk
Standar
Pelayanan
Penyelenggaraan
Rapat
Biro
Persidangan II yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg
.............................................................................................................. 159
Gambar 44.
Penulis berfoto bersama dengan staf Sekretariat Baleg ................ 160
Gambar 45.
Penulis dengan teman magang penulis di Baleg menghadiri Rapat
Paripurna ke-20 .................................................................................. 160
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Surat Permohonan Magang ............................................................96
Lampiran 2.
Analisa Penerimaan dan Penempatan Permohonan Magang/Praktik
Kerja Lapangan ..............................................................................97
Lampiran 3.
Nota Dinas ......................................................................................98
Lampiran 4.
Tanda Pengenal/Nametag Magang ................................................99
Lampiran 5.
Lembar Penilaian Magang ...........................................................100
Lampiran 6.
Surat Keterangan Selesai Magang ...............................................101
Lampiran 7.
Jurnal Kegiatan Harian .................................................................102
Lampiran 8.
Jurnal Bimbingan Magang ..........................................................106
Lampiran 9.
Risalah Rapat Panja Pembahasan Rancangan Undang-Undang
tentang Kekarantinaan Kesehatan, 23 November 2016 dengan Pakar
Hukum Pidana Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., Prof. Dr. Mudzakkir,
S.H., M.H DPR RI Tahun 2016 ...................................................107
Lampiran 10. Risalah
Rapat
Masukkan
DPD
mengenai
RI
Rapat
terkait
Koordinasi
Harmonisasi
Mendengarkan
RUU
Tentang
Perkelapasawitan pada tanggal 14 September 2017 ....................130
Lampiran 11. Notulensi Rapat mengenai Rapat Pembahasan RUU tentang
Penanggulangan Bencanadengan BMKG dan BNPB ..................154
dokumentasi. Dokumentasi selama Magang ......................................................163
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Magang
Adanya perubahan yang cepat dan dinamis dalam segala bidang kehidupan
meliputi hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan
teknologi di era globalisasi yang semakin modern ini, membawa dampak yang
besar untuk pengembangan kualitas manusia yang maju dan mandiri. Hal ini
mendorong perguruan tinggi untuk dapat menghasilkan lulusan-lulusan yang
memiliki keunggulan di baik bidang ilmu pengetahuan, teknologi, maupun
keterampilan. Oleh karena itu, sebagai proses pendidikan, mahasiswa perlu
meningkatkan pemahamannya atas disiplin ilmu yang ditekuni melalui
tambahan
wawasan,
pengetahuan,
keterampilan,
dan
kemampuan
bermasyarakat. perubahan dalam bidang hukum megalami dinamika yang
cukup progresif terutama apabila ditinjau dari segi ruang lingkup ekonomi yang
berkaitan dengan hukum. Sehingga tentulah dibutuhkan para lulusan yang
kompeten, serta kemampuan soft skill dan hard skill yang mumpun di
bidangnya. Hal ini menjadi salah satu motivasi bagi mahasiswa sebagai calon
tenaga profesional untuk memiliki bekal yang cukup, tidak saja menguasai ilmu
yang bersifat teoritis tetapi juga mampu untuk mengimplementasikannya ke
kondisi yang nyata. Salah satu partisipasi dunia usaha/dunia kerja dalam
mendukung mewujudkan sumber daya manusia yang siap pakai, ahli, dan
tanggap adalah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Magang di
lingkungan dunia usaha/dunia kerja secara langsung.
Dalam penyelenggaraan kegiatan akademik, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jakarta khususnya Fakultsas Hukum mengelompokan mata
kuliah atas dasar status mata kuliah dengan penilaian Sistem Kredit Semester
(SKS). Salah satu Mata Kuliah yang diwajibkan untuk diambil oleh mahasiswa
sebagai salah satu prasyarat kelulusan adalah Magang. Mata Kuliah Magang
adalah kegiatan mahasiswa yang terencana dan terbimbing dalam bentuk
praktik kerja guna memberikan pengalaman belajar tentang aplikasi disiplin
1
ilmu hukum pada institusi tempat Magang. Magang Semester Genap 2019
direncanakan akan berlangsung selama satu bulan di tempat Magang yang telah
dipilih oleh mahasiswa dan disetujui oleh pihak Fakultas Hukum Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Mata kuliah ini memiliki bobot 2
(dua) SKS dan menjadi salah satu syarat untuk mengikuti ujian skripsi dan lulus
dari Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Mengingat banyak mata kuliah di pelajari, mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta khususnya semester VI
telah memilih konsentrasi peminatan, dimana ilmu yang diperoleh adalah ilmu
teoritis dan ilmu praktis. Oleh karena itu mahasiswa memerlukan perlu
penerapan yang telah didapat di bangku kuliah dalam dunia kerja. Maka
mahasiswa Fakultas Hukum telah mendapatkan ilmu yang lebih spesifik. Untuk
memperdalam ilmu yang telah didapat, mahasiswa perlu melaksanakan
kegiatan praktik kerja magang yang sesuai dengan peminatan yang telah dipilih
oleh agar nantinya mahasiswa lebih siap dalam menghadapi dunia kerja.
Dengan adanya magang, maka diharapkan dapat membentuk individu-individu
yang tangguh, berkompeten, serta profesional dalam menghadapi dunia
pekerjaan yang telah menunggunya. Magang akan dilaksanakan di perusahaan
atau lembaga sesuai minat masing-masing mahasiswa yang keudian dalam
proses tersebut akan dibimbing oleh para dosen yang berkompeten di
bidangnya. Selain itu, kegiatan magang ini juga diharapkan mampu menjadi
tolak ukur dan kesesuaian antara Perguruan Tinggi sebagai sumber tenaga kerja
dengan perusahaan atau lembaga yang menjadi pasar tenaga kerja.
Sehubungan dengan itu, konsentrasi peminatan hukum yang dipilih oleh
penyusun, yakni Hukum Tata Negara yang mempelajari praktik dalam
penyelenggaraan negara yang mencakup berbagai isu mengenai relasi
antarlembaga negara dan antara negara dan warganya: bagaimana negara ditata,
diorganisasikan, untuk dikelola dalam mencapai tujuan negara. Dalam hal
penyelenggaraan negara terdapat tiga cabang kekuasaan yakni eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Dalam cabang legislatif terdapat Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR RI) sebagai lembaga yang merepresentasikan perwujudan rakyat,
2
menyandang tanggung jawab yang harusnya dipenuhi secara demokratis dan
responsif. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai suatu lembaga negara
yang bergerak dalam lingkup politik hukum, dan Undang-Undang sebagai
manifestasi dari politik hukum tersebut. Kekuasaan sebagai pembentuk undangundang sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 tepatnya pasal 20 ayat (1)1,
Amandemen atas Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
membawa perubahan mendasar terhadap tugas dan fungsi Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Hal itu ditandai dengan adanya Sekretariat Jenderal dan Badan
Keahlian DPR RI sebagai unsur pendukung DPR RI yang terbentuk
berdasarkan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang
perubahan kedua UU MD3. Pembentukan organisasi Setjen dan BK DPR RI
ditetapkan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 27
Tahun 2015 tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yang selanjutnya ditindaklanjuti
dengan Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia sebagaimana yang telah beberapa kali diubah
terkahir dengan Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor Nomor 7 Tahun 2018.
Perubahan struktur organisasi di Setjen dan BK DPR RI bersifat dinamis dan
selalu menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan DPR RI.
Sekretariat Jenderal mempunyai tugas mendukung kelancaran pelaksanaan
wewenang dan tugas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia di bidang
administrasi dan persidangan. Salah satu bagian dari Sekretariat Jenderal, yakni
Deputi Bidang Persidangan yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
rumusan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan dukungan persidangan kepada
1
Lihat Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
“Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.”
3
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Deputi persidangan memiliki
beberapa bagian salah satunya adalah Biro Persidangan II yang mempunyai
tugas menyelenggarakan dukungan persidangan kepada Badan, Mahkamah,
dan Panitia Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Selain itu, Biro Persidangan II memiliki beberapa bagian yang mana salah
satunya adalah Badan Legislasi sebagai salah satu alat kelengkapan DPR yang
bersifat tetap pada periode keanggotaan DPR tahun 1999-2004. Pembentukan
Badan Legislasi diharapkan memperkuat fungsi legislasi DPR, sebagai
implementasi konkret Amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
(Pasal 20 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945). Oleh karena fokus
pilihan ketertarikan penulis dalam bidang perancangan undang-undang. Penulis
tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai pemecahan permasalahan
yang berkaitan dengan bidang perancangan peraturan perundang-undangan
tersebut.
B. Tujuan Magang Keahlian
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka tujuan dari pelaksanaan
kegiatan magang ini adalah:
1. Tujuan Umum :
a. Memberikan sarana bagi mahasiswa untuk menerapkan berbagai ilmu
yang telah diperoleh ke dalam dunia kerja.
b. Sebagai wahana untuk mengaplikasikan dan membandingkan teori
yang diperoleh selama perkuliahan ke dalam praktek di dunia kerja.
c. Untuk menambah wawasan praktis yang terdapat pada instansi terkait
sehingga mahasiswa mendapat gambaran realita kerja.
d. Dapat menjadi modal untuk penulis dalam melamar pekerjaan pada
waktunya nanti.
e. Dapat memperluas jaringan, meningkatkan jaringan, melatih diri agar
lebih tanggap serta menambah ruang lingkup pergaulan.
4
2. Tujuan Khusus :
a. Dapat memahami dinamika ketatanegaraan terutama dalam proses
legislasi.
b. Dapat menganalisa permasalahan yang berkaitan dengan hukum
khususnya di bidang perancangan peraturan perundang-undangan
sebagai lingkup tugas Badan Legislasi.
c. Dapat mengetahui rancangan program legislasi nasional yang memuat
daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5
(lima) tahun dan prioritas tahunan di lingkungan DPR;
d. Dapat
mengetahui cara pengharmonisasian,
pembulatan, dan
pemantapan konsep rancangan undang-undang yang diajukan anggota,
komisi, atau gabungan komisi sebelum rancangan undang-undang
tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR;
e. Dapat mengetahui cara pemberian pertimbangan terhadap rancangan
undang-undang yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, atau
gabungan komisi di luar prioritas rancangan undang-undang atau di
luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi
nasional;
f. Dapat
mengetahui
cara
pembahasan,
pengubahan,
dan/atau
penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus
ditugasi oleh Badan Musyawarah;
g. Dapat mengetahui cara pemantauan dan peninjauan terhadap undangundang;
h. Dapat mengetahui cara menyusun, melakukan evaluasi, dan
penyempurnaan peraturan DPR;
C. Manfaat Magang Keahlian
Manfaat kegiatan magang ini tentu saja mempunyai manfaat yang sangat
penting bagi penulis, yakni :
1. Mampu mempelajari secara detail mengenai standar kerja yang
professional.
5
2. Mampu mengaplikasikan teori dengan praktik di lapangan. Mencakup
apakah teori yang diperoleh telah sesuai dengan penerapan di lapangan dan
apakah materi perkuliahan yang telah diberikan telah sesuai dengan
kebutuhan dengan standar profesional.
3. Mampu beradaptasi dengan lingkungan professional dalam dunia kerja
dengan peningkatan kompetensi kualitas akademik agar lebih siap
menghadapi dunia kerja.
4. Mampu membandingkan antara teori yang pernah diperoleh dalam
perkuliahan dengan praktek kerja yang sesungguhnya, apakah teori yang
telah diterima di bangku perkuliahan telah sesuai dengan penerapannya, dan
untuk mengetahui apakah kurikulum yang diberikan telah sesuai dengan
kebutuhan dunia kerja pada saat sekarang ini.
5. Mampu memahami dinamika ketatanegaraan terutama dalam proses
legislasi.
6. Mampu menganalisa permasalahan yang berkaitan dengan hukum
khususnya di bidang perancangan peraturan perundang-undangan sebagai
lingkup tugas Badan Legislasi.
Lalu bagi Badan Legislasi DPR RI (Baleg) adalah tentu saja mendapatkan
bantuan tenaga dari penulis, memperluas jalur kerja sama dengan universitasuniversitas yang melakukan program magang di tempat ini. Selain itu instansi
pemerintah ini juga mendapatkan laporan magang sebagai sumber informasinya
mengenai situasi umum instansi tempat praktik kerja. Sedangkan untuk
Universitas penulis yakni Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jakarta adalah meningkatkan lulusan sehingga mampu menghasilkan lulusan
yang memiliki pengalaman kerja dan universitas mendapatkan citra positif,
mendapatkan nama baik pula dan semakin dikenal dikalangan pemerintah
maupun umum.
6
BAB II
GAMBARAN UMUM BADAN LEGISLASI DPR RI
A. Visi dan Misi2
1. Visi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI
Terwujudnya Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI yang
profesional, andal, transparan, dan akuntabel dalam mendukung fungsi DPR
RI.
2. Misi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI
a. Meningkatkan tata kelola administrasi dan persidangan yang
profesional, andal, transparan, dan akuntabel;
b. Memperkuat peran keahlian yang profesional, andal, transparan, dan
akuntabel.
B. Sejarah Pembentukkan Badan Legislasi3
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan rakyat
yang kedudukan dan perannya sangat penting dalam negara demokrasi. DPR
merupakan salah satu manifestasi dari prinsip kedaulatan rakyatkarena
rakyatmelalui wakil-wakilnyadi lembaga ini membuat hukum dan kebijakan
yang akan dilaksanakan oleh pemerintah sebagai pelaksana kekuasaan
eksekutif. Melalui DPR juga wakil-wakil rakyat melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan hukum dan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, agar DPR
dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik DPR harus memiliki tugas
dan wewenang tertentu agar dapat menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat,
serta menjalin hubungan dengan cabang kekuasaan lain berdasarkan prinsip
checks and balances. Jika lembaga tersebut tidak memiliki tugas dan wewenang
yang seimbang dengan kekuasaan lain cenderung akan terjadi penyalahgunaan
2
DPR RI, http://www.dpr.go.id/setjen/tentang, diakses pada tanggal 25 Juli 2019, Pukul
16.00 WIB.
3
Badan Legislasi DPR RI, Badan Legislasi DPR RI (Kinerja Periode 2009-2014), (Jakarta:
Badan Legislasi DPR RI, 2014), hlm. 1-3.
7
kekuasaan, karena hukum dan kebijakan tidak dibuat demi kepentingan rakyat
serta lemahnya pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.
Adanya perubahan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) membawa perubahan
penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia khususnya dalam hal kekuasaan
membentuk undang-undang, yaitu perubahan kekuasaan membentuk undangundang dari Presiden kepada DPR. Perubahan tersebut membawa implikasi
terhadap peningkatan peran dan tanggung jawab DPR dalam bidang
pembentukan undangundang, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Salah
satu bentuk dari tanggapan DPR atas peningkatan peran dan tanggungjawab
tersebut ialah pembentukan Badan Legislasi DPR sebagai alat kelengkapan
yang bersifat tetap. Pembentukan Badan tersebut tidak dimaksudkan untuk
mengambil alih hak-hak anggota
DPR untuk mengajukan RUU usul inisiatif tetapi hanya berfungsi untuk
memberikan dukungan, dan/atau membantu, baik secara teknis maupun
pengembangan substansi suatu RUU. Badan Legislasi DPR, pertama kali
dibentuk pada tahun 1999 berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPR yang
ditetapkan oleh DPR pada tanggal 23 September 1999. Dalam Peraturan Tata
Tertib tersebut, ketentuan yang mengatur mengenai kelembagaan Badan
Legislasi DPR ada dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 46. Pembentukan
Badan Legislasi DPR secara tersirat juga sesuai dengan rekomendasi Sidang
Tahunan MPR Tahun 2002, yang antara lain merekomendasikan sebagai
berikut:
"mengenai
pelaksanaan
fungsi
legislasi
Dewan,
Majeliis
merekomendasikan agar Dewan meningkatkan produktivitas undang-undang
sebagai tindak lanjut dari Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun. 1945." Badan Legislasi DPR sebagai alat kelengkapan DPR
yang relatif barn dibandingkan dengan alat kelengkapan DPR lainnya, terdiri
dari unsur pimpinan dan anggota. Adapun anggota Badan Legislasi DPR berasal
dari masing-rnasing perwakilan fraksi yang ada di DPR dengan jumlah
ditentukan secara proporsional.
8
C. Lokasi Badan Legislasi DPR RI
Gedung Nusantara I lantai I, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senayan, RT.
1/RW. 3, Gelora, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10270.
D. Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI
Memenuhi amanat UU MD3, Setjen DPR RI sebagai unsur pendukung DPR
RI telah melaksanakan restrukturisasi organisasi. Transformasi kelembagaan
unsur pendukung DPR telah mengubah nomenklatur Sekretariat Jenderal
menjadi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian (Setjen dan BK) DPR RI yang
menekankan pada fokus fungsi pembagian dukungan kepada DPR RI secara
tegas pada fungsi-fungsi dukungan yang bersifat teknis, administratif, dan
keahlian. Fungsi dukungan teknis administrasi dan persidangan dilaksanakan
oleh Sekretariat Jenderal dan dukungan fungsi keahlian dilaksanakan oleh
Badan Keahlian.
Perubahan struktur dan ketatalaksanaan Setjen dan BK DPR RI
sebagaimana diamanatkan oleh UU MD3 tersebut telah dilaksanakan dengan
diundangkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2015
tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia. Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1)
dinyatakan bahwa Setjen dan BK DPR RI merupakan aparatur pemerintah yang
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Pimpinan DPR RI. Sebagai tindak lanjut Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2015 maka ditetapkan Peraturan
Sekretaris Jenderal DPR RI (Persekjen) Nomor 6 Tahun 2015 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Peraturan
Sekretaris Jenderal Nomor 2 Tahun 2016. Berdasarkan Persekjen dimaksud,
9
Setjen DPR RI mempunyai tugas dan fungsi mendukung kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI di bidang teknis.4
Tabel 1. Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI
E. Motto Biro Persidangan II
Sukses adalah C I N T A
Commitment
Integritas
Niat
Takwa
Action
4
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, Laporan Kinerja Sekretariat Jenderal
dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Setjen dan BK DPR RI) Tahun
2016, (Jakarta: Setjen BK DPR RI, 2016), hlm. 3-4.
10
F. Dasar Hukum Pembentukkan Badan Legislasi5
Pembentukan Badan Legislasi DPR pertama kali (Tahun 1999) melalui
Peraturan DPR tentang Tata Tertib DPR RI yang ditetapkan pada tanggal 23
September 1999. Untuk Periode Keanggotaan 2014-2019, dasar hukum Badan
Legislasi :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
4. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2014 tentang Tata Tertib.
5. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2015 tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.
6. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.
G. Tugas dan Fungsi Badan Legislasi
Badan Legislasi DPR sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap.
Pembentukan Badan Legislasi tidak dimaksudkan untuk mengambil alih hakhak anggota DPR untuk mengajukan RUU usul inisiatif tetapi hanya berfungsi
5
DPR RI, http://www.dpr.go.id/akd/index/id/Tentang-Badan-Legislasi, diakses pada
tanggal 27 Juli 2019, Pukul 13.20 WIB.
11
untuk memberikan dukungan, dan/atau membantu, baik secara teknis maupun
pengembangan substansi suatu RUU. Dalam pelaksanaan fungsi legislasi
Dewan, Badan Legislasi berfungsi meningkatkan produktivitas undangundang sebagai tindak lanjut dari Perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dan Badan Legislasi berfungsi sebagai sistem
pendukung (supporting system) guna membantu tugas-tugas legislasi anggota
DPR RI. Selain itu, Badan Legislasi selain menyelenggarakan tugas pokok dan
memiliki fungsi yang kewenangannya untuk menampung aspirasi masyarakat
baik dengan cara kunjungan kerja maupun dengan cara menerima kunjungan
tamu dari berbagai kalangan masyarakat yang datang ke Badan Legislasi.
Berdasarkan Pasal 105 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pasal 65
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Tata Tertib
(Tatib DPR), tugas Badan Legislasi adalah sebagai berikut:6
1. menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan
rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan
prioritas tahunan di lingkungan DPR;
2. mengoordinasikan penyusunan program legislasi nasional yang memuat
daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima)
tahun dan prioritas tahunan antara DPR, Pemerintah, dan DPD;
3. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsep
rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan
komisi sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada
Pimpinan DPR;
4. memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang
diajukan oleh anggota DPR, komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas
rancangan undang-undang atau di luar rancangan undang-undang yang
terdaftar dalam program legislasi nasional;
6
Ibid.
12
5. melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan
undang-undang yang secara khusus ditugasi oleh Badan Musyawarah;
6. melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang;
7. menyusun, melakukan evaluasi, dan penyempurnaan peraturan DPR;
8. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan
materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi
dan/atau panitia khusus;
9. melakukan sosialisasi program legislasi nasional; dan
10. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundangundangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh
Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.
H. Susunan Keanggotaan Badan Legislasi
Badan Legislasi beranggotakan 74 (tujuh puluh empat) orang berdasarkan
proporsi jumlah anggota dalam tiap fraksi. Susunan dan keanggotaan Badan
Legislasi ditetapkan oleh DPR pada permulaan masa keanggotaan DPR,
permulaan tahun sidang, dan pada setiap masa sidang. Fraksi, karena alasanalasan tertentu dapat mengganti anggotanya di Badan Legislasi.
Tabel 2. Di bawah ini merupakan data anggota Badan Legislasi periode
2014-2019:7
NO
FRAKSI
Jumlah Keterwakilan Anggota
Fraksi di Badan Legislasi
1
2
3
Fraksi PDI-Perjuangan
Fraksi Partai Golongan Karya
Fraksi Partai Gerindra
15
12
10
4
Fraksi Partai Demokrat
8
5
Fraksi Partai Amanat Nasional
6
6
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
6
7
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
5
7
Badan Legislasi DPR RI, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(BALEG DPR RI), Cet. 1, (Jakarta: Biro Pemberitaan Parlemen Setjen DPR RI, 2018), hlm. 9.
13
8
9
10
Fraksi
Partai
Persatuan
Pembangunan
Fraksi Partai Nasdem
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat
Total
5
5
2
74
Kepemimpinan Badan Legislasi bersifat kolektif kolegial, dipilih dari dan
oleh anggota Badan Legislasi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan
usulan Fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan tetap
memperhatikan keterwakilan perempuan. Pimpinan Badan Legislasi terdiri
dari 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua. Pimpinan Badan
Legislasi dilarang merangkap jabatan sebagai pimpinan di alat kelengkapan
DPR lainnya.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Badan Legislasi didukung oleh
sekretariat Badan Legislasi, Tenaga Ahli, Peneliti, dan Perancang. Badan
Legislasi memiliki 10 (sepuluh) orang tenaga ahli yang bekerja penuh waktu
yang sekurang-kurangnya berpendidikan master/S-2 di bidang hukum, politik,
sains, ekonomi dan disiplin keilmuan lainnya yang dibutuhkan.
I. Standar Pelayanan Penyelenggaraan Rapat
Dalam Biro Persidangan II terdapat standar pelayanan rapat, yang terdiri
dari beberapa tahapan, yakni :
1. Anggota DPR RI menerima undangan rapat;
2. Anggota DPR RI meneirma bahan rapat;
3. Anggota DPR RI menghadiri dan menandatangani daftar hadir rapat;
4. Anggota DPR RI menerima layanan selama kegiatan rapat berlangsung;
5. Anggota
DPR
RI
menerima
layanan
untuk
menyampaikan
tanggapan/pertanyaan;
6. Anggota DPR RI menerima konsep kesimpulan dan/atau keputusan Rapat;
7. Anggota DPR RI menerima laporan singkat yang sudah ditandatangani
ketua sidang.
14
J. Standar Pelayanan Kunjungan Kerja
1. Anggota DPR RI menerima pemberitahuan/konfirmasi keikutsertaan dalam
kunjungan;
2. Anggota DPR RI menerima layanan pengurusan administrasi perjalanan
dinas;
3. Anggota DPR RI menerima jadwal dan kunjungan kerja;
4. Anggota DPR RI menerima dokumen perjalanan dinas;
5. Anggota DPR RI menerima layanan dan pendampingan dalam kunjungan
kerja;
6. Anggota DPR RI menerima laporan hasil kunjungan kerja.
15
BAB III
PELAKSANAAN MAGANG
A. Kegiatan Magang
1. Senin, 1 Juli 2019
Kegiatan
:
a. Briefing sebelum pelaksanaan magang, Ruang Rapat Badan Legislasi,
Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 09.00 WIB s/d 09.00 WIB.
Uraian Kegiatan :
Bertemu dengan Ibu Michiko Dewi, S.H., yang merupakan
pembimbing magang dan sebagai Kepala Bagian Sekretariat Tata Usaha
Badan Legislasi DPR RI untuk memberikan nota dinas magang Penulis.
Sebelum memulai briefing Penulis diperkenalkan kepada satu persatu
pegawai Sekretariat Badan Legislasi. Pada saat briefing dijelaskan
beberapa hal terkait tugas dan fungsi Badan Legislasi (selanjutnya
Baleg) DPR RI beserta kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan oleh
Baleg dan mengenai tata letak tempat duduk pada saat rapat berlangsung
di Baleg. Untuk mahasiswa magang tempat duduk berada di paling
belakang di bagian tempat duduk Tim Ahli. Selain itu, guna memahami
tugas dan fungsi Baleg Penulis diberikan beberapa buku acuan/pedoman
seperti :
1) Program Legislasi Nasional Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Indonesia tentang program Legislasi Nasional Rancangan UndangUndang Prioritas Tahun 2018 dan Program Legislasi Nasional
Perubahan Rancangan Undang-Undang Tahun 2015-2019;
2) Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas
Tahun 2019 dan Perubahan Program Legislasi Nasional Rancangan
Undang-Undang Tahun 2015-2019;
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
16
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah;
4) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2018 tentang Pengamanan Terpadu di Kawasan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah serta
Rumah Jabatan dan Wisma Griya Sabha;
5) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014
tentang Tata Tertib;
6) Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (BALEG
DPR RI);
7) Penyiapan Rancangan Undang-Undang;
8) Laporan Workshop Membangun Komitmen Bersama Pembentuk
Undang-Undang dalam Mencapai Target Program Legislasi
Nasional;
Gambar 1. Nota Dinas dari Setjen dan BK DPR RI yang Penulis
berikan kepada Bu Michiko Dewi, S.H.
17
Gambar 2. Buku-buku Pedoman yang Penulis dapatkan selama
magang di Badan Legislasi DPR RI
b. Pembahasan
Penyusunan
Rancangan
Undang-Undang
tentang
Penanggulangan Bencana bersama BMKG dan BNPB, Ruang Rapat
Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 11.00 WIB – 13.00
WIB.
Uraian Kegiatan :
Dalam usulan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 sudah
usang, yakni 12 tahun yang lalu. Dan kawan-kawan aliansi dan NGO
sudah mengusulkan mengenai diskusi dan usulan dari revisi ini. Hal
yang disoroti dalam perubahan Undang-Undang ini adalah mengenai:
1) Peringatan Dini
2) Pemberdayaan Masyarakat
Dalam rapat ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yakni:
1) Anggaran BNPB yang kian menurun berdampak pada pelaksanaan
fungsi dan tugasnya dalam penanggulangan bencana misalnya
dalam penanganan korban bencana alam yang cenderung lambat
dikarenakan adanya kendala di anggarannya oleh sebab itu,
diperlukan perbaikan dengan metode anggaran seperti anggaran
pendidikan.
2) Dalam memudahkan koordinasi antarlembaga terutama di daerah
mengenai penanggulangan bencana alam terdapat beberapa usul,
yakni BNPB menjadi lembaga yang terdapat di tingkat pusat dan
18
daerah seperti halnya Kementerian Hukum dan HAM yang memiliki
kantor wilayah di tiap provinsi dan kabupaten/kota dan adanya satu
komando dari pusat dalam hal penanggulangan bencana yang dapat
menjadikan BNPB sebagai lembaga satu komando yang berkenaan
dengan pencegahan dan penanggulangan bencana karenanya
lembaga BNPB, BMKG, dan lembaga lainnya yang tugas dan fungsi
terkait dengan penanggulan bencana alam seharusnya dapat
disatukan menjadi hanya satu lembaga saja.
3) Diperlukan
adanya
bangunan
tahan
gempa
yang
dapat
meminimalisir akibat dari bencana alam hal ini dikarenakan
mengacu pada negara Jepang terdapat porsi kepercayaan masyarakat
yang cukup besar sebesar 34,9% dimana bangunan tahan gempa
tersebut bermanfaat dalam menanggulangi bencana alam.
4) Mengenai peringatan dini yang dikeluarkan oleh BMKG kepada
daerah
yang
terpotensi
bencana
alam
cenderung
lambat
penindaklanjutannya hal ini dikarenakan pihak dari pemerintah
daerah tersebut tidak aktif dalam 24 jam.
5) Mengenai alokasi dana terkait penanggulangan bencana alam di tiap
daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan oleh
Kementerian Dalam Negeri sekitar 1% namun realitasnya hanya
0,2% saja.
Gambar 3. Kepala Sekretariat Badan Legislasi dengan BMKG disisi
kiri dan BNPB di sisi kanan
19
c. Rapat Badan Legislasi Pembahasan Rancangan Peraturan DPR RI
tentang Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR RI,
Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 14.00
WIB – 15.00 WIB.
Uraian Kegiatan :
Paparan Sekretariat Jendral DPR RI atas Rancangan Peraturan DPR
RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR RI
Pokok-pokok Materi Penyempurnaan
a) Ruang lingkup pengaturan ditambahkan materi tentang penggantian
TA/SAA
b) Perekrutan TA dan SAA tidak hanya dilakukan pada awal periode
keanggotaan DPR, karena ada juga perekrutan pada saat
penggantian antar waktu (PAW) dan penggantain dalam satu
periode berjalan.
c) Perubahan formasi Tenaga Ahli di luar dalam peraturan ini
ditetapkan oleh Badan Urusan Rumah Tangga.
d) Perubahan Persyaratan : Usia 62 untuk TA Anggota/AKD/Fraksi
e) Pendaftaran ulang dilakukan melalui laman Sistem Informasi
Pegawai
Pemerintah
Nonpegawai
Negeri
DPR
sekaligus
mengunggah formulir data diri dan kelengkapan persyaratan
administratif lainnya.
f) Tenaga Ahli Anggota dan Staf Administrasi Anggota yang
dipekerjakan kembali oleh Anggota yang sama pada periode
keanggotaan berikutnya cukup melakukan pendaftaran ulang dan
melakukan pembaharuan data yang dibutuhkan untuk kelengkapan
persyaratan.
g) Penyempurnaan pengaturan mengenai pemberhentian:
i.
Dalam hal TA atau SAA meninggal dunia. Anggota, Pimpinan
AKD, atau Pimpinan Fraksi segera memberitahukan kepada
20
Sekretaris Jenderal melalui Sekretariat AKD atau Sekreatriat
Fraksi.
ii.
Dalam hal TA/SAA mengundurkan diri, harus mendapatkan
persetujuan dari Anggota, Pimpinan AKD, atau Pimpinan
Fraksi.
iii.
Persetujuan ditindaklanjuti dengan surat permintaan Anggota,
Pimpinan AKD, atau Pimpinan Fraksi kepada Sekretaris
Jenderal untuk memberhentikan TA atau SAA ybs.
iv.
Penambahan kriteria pemberhentian karena diberhentikan
yakni terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan ini; atau
diusulkan oleh Anggota, Pimpinan AKD, atau Pimpinan Fraksi
yang bersangkutan.
v.
Dalam hal Anggota yang bersangkutan meninggal dunia atau
berhenti sebagai Anggota, Pimpinan AKD, atau Pimpinan
Fraksi dan/atau unit yang mengelola administrasi Anggota
menyampaikan pemberitahuan kepada unit yang mengelola
adminitrasi
TA
dan
SAA
untuk
dilakukan
proses
pemberhentian terhadap TA dan SAA yang bersangkutan
Gambar 4. Sekretariat Jendral DPR RI pada saat menyampaikan
paparannya mengenai Rancangan Peraturan DPR RI tentang
Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR RI
21
2. Selasa, 2 Juli 2019
Kegiatan :
b. Rapat Panja Penyusunan Penyusunan Rancangan Undang-Undang
tentang Penanggulangan Bencana, Ruang Rapat Badan Legislasi,
Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 12.00 – 14.00 WIB.
Uraian Kegiatan :
Rapat Panja dalam Rangka Penyempurnaan Naskah Akademik dan
Draft Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana,
yang menghasilkan beberapa point yakni:
1) Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam
kategori paling rawan terhadap bencana.
2) Penanggulangan bencana dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga)
yakni sebelum bencana, saat bencana, dan sesudah terjadinya
bencana.
3) Penanggulangan
sebelum
bencana
meliputi
kesiapsiagaan,
peringatan dini dan mitigasi bencana. Mitigasi bencana adalah
upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko dan dampak
bencana, baik
melalui
pembangunan infrastruktur maupun
peningkatan kesadaran masyarakat dalam menghadapi ancaman
bencana.
4) Penanggulangan pada saat bencana tanggap darurat meliputi
penentuan
status,
penyelamatan
dan
evakuasi,
pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan kelompok rentan dan pemulihan
dengan segera prasarana dan sarana vital.
5) Penanggulangan sesudah terjadinya bencana meliputi rehabilitasi
dan rekonstruksi.
6) Regulasi penanggulangan bencana diperlukan dalam rangka
pelaksanaan pencapaian program-program di lapangan agar teratur
dan terkoordinasi dengan baik.
22
7) Konsep dasar penanggulangan bencana di Indonesia dirumuskan
dalam bentuk regulasi perundang-undangan yakni Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
8) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
mengamanatkan
pembentukan
Badan
Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Lembaga ini dibentuk pada 2008
serta berfungsi sebagai pemegang komando, koordinator, dan
pelaksana dalam menangani bencana yang terjadi di tingkat
nasional. BNPB merupakan lembaga non departemen setingkat
kementerian dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Sedangkan ditingkat daerah pemerintah membentuk Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melalui Peraturan Daerah
atau Peraturan Gubernur sebagai penanggung jawab untuk Provinsi
dan Kabupaten/Kota.
9) Dalam membantu tugas BNPB dan BPBD, Undang-Undang Nomor
29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan mengamanatkan
pembentukan Badan SAR Nasional (BASARNAS), yang dibentuk
untuk
mempermudah
pencarian
dan
pertolongan
dalam
penanggulangan bencana.
Gambar 5. Suasana Rapat Panja Penyusunan Penyusunan Rancangan
Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana antara Tim Ahli
dan Anggota Badan Legislasi
23
c. Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan Penyusunan Rancangan
Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana, Ruang Rapat Badan
Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 14.30 – 15.00 WIB
Uraian Kegiatan :
Rapat Badan Legislasi dalam rangka pengambilan keputusan atas
Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan
Bencana seagai RUU insiatif DPR RI yang memiliki beberapa urgensi,
yakni :
1) UU Nomor 24 tahun 2007 belum mengatur pola koordinasi antar
lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana.
2) UU Nomor 24 tahun 2007 belum mengatur kewenangan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah terkait penanggulangan bencana
(terkait dengan UU Pemerintah Daerah). Terdapat kesulitan dan
kelemahan dalam koordinasi dan sinkronisasi program serta
kegiatan penanggulangan bencana antara kementerian/lembaga, dan
dinas SKPD di daerah.
3) UU Nomor 24 tahun 2007 belum mengatur kewajiban daerah terkait
penganggaran penanggulangan bencana dalam APBD.
4) Lemahnya mitigasi dan antisipasi bencana.
5) Masalah penetapan status bencana dan pelibatan bantuan asing.
6) Perubahan ruang lingkup kebencanaan:
a) karena adanya bentuk bencana baru seperti likuefaksi atau
bentuk bencana lainnya yang belum pernah terjadi.
b) karena sudah ada UU yang mengatur selain bencana alam.
7) Antisipasi pemetaan tata ruang sesuai mitigasi bencana.
8) Belum optimalnya peran swasta dalam penanggulangan bencana
sebagai akibat belum adanya sistem informasi yang lengkap
terutama dalam masalah pendanaan. Perlu diperbaikinya tata kelola
keuangan dalam penanggulangan bencana.
9) Konsep sistem penanggulangan bencana secara nasional perlu
diimplementasi secara lebih baik terutama yang menyangkut
24
analisis risiko lingkungan selain analisis mengenai dampak
lingkungan pada wilayah strategis nasional, wilayah pengembangan
ekonomi, dan wilayah rawan bencana secara berkelanjutan.
Gambar 6. Wakil Ketua Badan Legislasi M. Sarmuji, S.E., M.Si.
(Fraksi Golkar) dan H. Totok Daryanto, S.E. (Fraksi PAN)
Menandatangani Hasil Rapat Pengambilan Keputusan Rapat
Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan
Bencana
3. Rabu, 3 Juli 2019
Kegiatan :
a. Rapat
Panja
Penyusunan
Rancangan
Undang-Undang
tentang
Penyadapan, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai
I, Pukul 10.00 WIB – 12.00 WIB (Rapat Tertutup)
Uraian Kegiatan :
Rapat Panja dalam rangka penyempurnaan Naskah Akademik dan
Draft
Rancangan
Undang-Undang
tentang
Penyadapan
yang
menghasilkan beberapa point penting, yakni:
Dalam konstitusi dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk
berkomunikasi
dan
memperoleh
informasi,
berhak
atas
perlindungan diri pribadi, serta berhak atas rasa aman dan
25
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu,
pembatasan atau penghadangan melalui tindakan penyadapan
terhadap setiap orang untuk mendapatkan bukti yang kuat bagi
penegakan hukum harus dilakukan secara bertanggung jawab,
terkoordinasi, tidak diskriminatif, dan harus tetap menjamin
perlindungan terhadap hak asasi manusia setiap warga negara.
Secara normatif, penyadapan (intersepsi) belum diatur secara khusus
dalam undang-undang, sementara dalam praktek telah menimbulkan
kontroversi terhadap tata cara penyadapan. Pengaturannya tersebar
dalam berbagai undang-undang. Sehingga tidak ada pedoman umum
bagi aparat Kepolisian, Kejaksaan, BNN, KPK, dan penyidik PPNS
dalam melakukan penyadapan, masing-masing melakukan teknik
penyadapan sesuai dengan perintah masing-masing institusi dalam
undang-undang. Padahal sebagian masyarakat memandang tindakan
penyadapan yang dilakukan oleh masing-masing aparat penegak
hukum tersebut bertentangan dengan hak-hak asasi manusia.
Instrumen penyadapan sebagai bagian kewenangan dari aparat
hukum sebetulnya telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Pada
masa Kolonial di Hindia Belanda (Berdasarkan Surat Keputusan
Raja Belanda Nomor 36 Tahun 1893 tertanggal 25 Juli 1893)
sebagai peraturan tertua di
Indonesia mencoba mengatur
penyadapan informasi yang terbatas dalam hal lalu lintas surat di
kantor pos seluruh Indonesia (mail interception).
26
Gambar 7. Suasana Rapat Panja dalam rangka penyempurnaan Naskah
Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang tentang Penyadapan
antara Tim Ahli dan Anggota Badan Legislasi
b. Rapat Badan Legislasi Harmonisasi Rancangan Undang-Undang
tentang Pengawasan Obat dan Makanan, Ruang Rapat Badan Legislasi,
Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 13.00 WIB – 12.00 WIB.
Uraian kegiatan :
Rapat Badan Legislasi dalam rangka mendengarkan penjelasan
Pengusul Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan
Makanan yang menghasilkan beberapa pokok pikiran, yakni :
Urgensi RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan meliputi
pengembangan, pembinaan, dan fasilitasi Industri Obat dan Makanan
dalam rangka peningkatan daya saing; peningkatan Efektivitas dan
Penguatan Pengawasan Obat dan Makanan; serta penguatan fungsi
Penegakan hukum untuk kejahatan di bidang Obat dan Makanan
{(sanksi/efek jera, penguatan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil/PPNS)}. Tujuan pengaturan RUU tentang Pengawasan obat dan
makanan yaitu menjamin standar dan persyaratan obat dan makanan
yang beredar, melindungi masyarakat dari penggunaan obat dan
makanan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan, mencegah
penggunaan
yang
salah
dari
obat
dan
makanan,
mencegah
penyalahgunaan obat dan makanan, memberikan kepastian hukum, dan
27
menciptakan iklim usaha yang sehat dalam rangka membuat dan
mengedarkan obat dan makanan.
Dapat dilaporkan di sini, bahwa setelah Komisi IX DPR RI
melakukan pembahasan terhadap rumusan Naskah Akademik dan RUU
tentang Pengawasan Obat dan Makanan hasil penyusunan Badan
Keahlian DPR RI, terjadi beberapa perubahan dengan memperhatikan
masukan dan informasi dari berbagai narasumber dan juga aspirasi dari
para anggota Panja yang terhormat. Rumusan RUU tentang Pengawasan
Obat dan Makanan setelah melalui tahapan pembahasan di dalam Panja
Penyusunan Komisi IX DPR RI terdiri dari 19 Bab dan 108 Pasal.
Adapun sistematika rumusan RUU tentang Pengawasan Obat dan
Makanan dapat kami laporkan dalam Rapat Badan Legislasi DPR RI ini
adalah sebagai berikut:
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
PENGGOLONGAN
BAB III
STANDAR DAN PERSYARATAN
BAB IV
PEMBUATAN/PRODUKSI
BAB V
PENANDAAN
BAB VI
PEREDARAN
BAB VII
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
BAB VIII
PROMOSI DAN IKLAN
BAB IX
PENGAMBILAN SAMPEL, PENGUJIAN,
PENARIKAN, DAN PEMUSNAHAN
BAB X
KELEMBAGAAN
BAB XI
KOORDINASI
BAB XII
PEMBINAAN
BAB XIII
TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG
GUGAT
BAB XIV
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB XVI
TENAGA PENGAWAS
28
BAB XVII
PENYIDIKAN
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Gambar 8. Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP.
bersama Anggota Komisi IX lainnya
4. Kamis, 4 Juli 2019
Kegiatan :
Rapat Paripurna Ke-20 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 20182019, Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara II, Lantai 3, Pukul 10.55
WIB – 12.22 WIB.
Uraian Kegiatan :
a. Laporan Komisi III terhadap Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan
Keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara
Republik Indonesia dan Republik Islam Iran tentang Bantuan Timbal
Balik dalam masalah Pidana (Treaty between the Republic of Indonesia
and the Islamic Republic of Iran in Mutual Legal Assistance Matters);
b. Laporan Komisi III terhadap Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan
Keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara
Republik Indonesia dan Republik Islam Iran tentang Bantuan Timbal
Balik dalam masalah Ekstradiksi (Treaty between the Republic of
Indonesia and the Islamic Republic of Iran in Mutual Legal Assistance
Extradition);
29
Kegiatan rapat di huruf a dan b menghasilkan beberapa point penting,
yakni:
1) Komisi III DPR RI melaksanakan Rapat Kerja dengan Menteri
Hukum dan HAM serta Menteri Luar Negeri tanggal 24 Juni 2019
guna membahas kedua RUU tersebut yang dimaksud, yang pada
pokoknya menguraikan, hal-hal sebagai berikut:
Menyadari adanya pelaku kejahatan yang meloloskan diri
dari penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan pidana dari negara
tempat kejahatan Iran telah sepakat mengadakan kerja sama
Ekstradisi yang telah ditandatangani pada tanggal 14 Desember
2016 di Tehran, Iran. Dengan adanya perjanjian tersebut, hubungan
dan kerja sama antara kedua negara dalam bidang penegakkan
hukum dan pemberantasan kejahatan atas dasar kerja sama yang
saling menguntungkan (mutual benefit), diharapkan semakin
meningkat. Dengan disahkan Undang-Undang tentang Pengesahan
Perjanjian antara Republik Indonesia dan Pemerintah Republik
Islam Iran tentang Ekstradiksi akan mendukung penegakkan hukum
di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara
(transnational crime).
2) Dalam menanggulangi dan memberantas tindak pidana, terutama
yang bersifat transnasional diperlukan kerja sama antar negara yang
efektif baik bersifat bilateral maupun multilateral
Dengan menyadari kenyataan tersebut, Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran telah sepakat
mengadakan kerja sama bantuan timbal balik dalam masalah pidana
yang telah ditandatangani pada tanggal 14 Desember 2016 di
Tehran, Iran.
Untuk lebih meningkatkan efektifitas kerja sama di bidang
hukum dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana,
terutama yang bersifat transnasional, perjanjian bantuan timbal balik
dalam masalah pidana harus memperhatikan prinsip umum hukum
30
internasional yang menitikberatkan pada asas penghormatan
kedaulatan negara dan kedaulatan hukum, kesetaraan, dana saling
menguntungkan serta mengacu pada asas tindak pidana ganda
(double criminality).
Dalam isi Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Republik Islam Iran tentang Bantuan Hukum
Timbal Balik dalam masalah pidana ini diatur antara lain mengenai
ruang lingkup bantuan, otoritas pusat, prosedur pelaksanaan
bantuan, biaya, kewajiban internasional, konsultasi, penyelesaian
sengketa, dan amandemen perjanjian.
c. Pendapat Fraksi-fraksi atas RUU Badan Legislasi tentang Keamanan
dan Ketahanan Siber dilanjutkan dengan Pengambilan Keputusan
menjadi RUU Usul DPR RI;
Atas usulan pimpinan Rapat Paripurna Drs. Utut Adiyanto
Wahyuwidayat FPDIP RUU Badan Legislasi tentang Keamanan dan
Ketahanan Siber berkenaan dengan pendapat fraksi-fraksi atas RUU
tersebut dilanjutkan dengan pengambilan keputusan menjadi RUU usul
DPR ini diserahkan dalam bentuk tertulis.
d. Penyampaian RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan
APBN (P2APBN) Tahun Anggaran 2018 oleh Pemerintah;
Agenda rapat ini dipaparkan oleh Sri Mulyani selaku Menteri
Keuangan RI yang menghasilkan beberapa point penting, yakni:
Realisasi Belanja Negara pada TA 2018 sebesar Rp. 2.213,1
triliun atau 99,7 persen dari APBN TA 2018. Realisasi Belanja Negara
tersebut meningkat Rp. 205,8 triliun atau 10,2 persen dibandingkan
dengan realisasi TA 2017. Realisasi Belanja Negara tersebut terdiri dari
Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp. 1.455,3 triliun serta realisasi
Transfer ke daerah dan Dana Desa sebesar Rp. 757,8 triliun.
Peningkatan realisasi belanja negara tahun 2018 mencerminkan
komitmen Pemerintah untuk menjadikan APBN sebagai tools untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masayrakat.
Selain
mencerminkan
31
komitmen Pemerintah, apabila dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi,
maka
peningkatan
realisasi
belanja
tersebut
juga
menunjukkan peran nyata kebijakan fiskal Pemerintah yang mampu
menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan
realisasi
Pendapatan
dan
Belanja
Negara
sebagaimana diatas, terdapat Defisit APBN sebesar Rp. 269,4 triliun.
Deficit APBN tahun 2018 masih berada pada kisaran yang aman, yakni
1,81 persen dari PDB, lebih rendah dari deficit indikatif APBN TA 2018
sebesar 2,19 persen, atau jauh di bawah ambang batas yang diatur dalam
undang-undang, yaitu 3 persen terhadap PDB. Persentasi deficit
terhadap PDB tersebut merupakan yang terkecil sejak tahun 2012. Hal
ini menunjukkan bahwa pengelolaan defisit APBN telah dilaksanakan
secara optimal, sehingga peran APBN sebagai instrument kebijakan
fiskal dapat berjalan dengan baik, kredibel, dan efesien, serta mampu
menjaga keberlanjuttan fiskal (fiscal sustainability). Defisit anggaran
tersebut selanjutnya ditutup dengan Pembiayaan (neto) sebesar Rp.
305,7 triliun, yang berasal dari sumber-sumber Pembiayaan Dalam
Negeri (neto) sebesar Rp. 302,5 triliun dan Pembiayaan Luar Negeri
(neeto) sebesar Rp. 3,2 triliun. Dengan demikian terdapat Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SiLPA) untuk TA 2018 sebesar Rp. 36,2 triliun.
e. Pengesahan Perpanjangan waktu kerja Pansus Angket DPR RI tentang
Pelindo II sampai dengan akhir Masa Persidangan V Tahun Sidang
2018-2019.
Mengenai perpanjangan waktu kerja Pansus Angket DPR RI tentang
Pelindo II sampai dengan akhir Masa Persidangan V Tahun Sidang
2018-2019 disetujui oleh semua anggota Rapat Paripurna.
32
Gambar 9. Rapat Paripurna Ke-20 DPR RI Masa Persidangan V Tahun
2018-2019
5. Jumat, 5 Juli 2019
Kegiatan :
Inventarisasi Buku yang ada di Badan Legislasi
Uraian Kegiatan :
Menghitung jumlah buku-buku yang ada di Badan Legislasi,
merapihkan dan mengelompokkannya sesuai dengan judul buku dengan
kardus.
Gambar 10. Buku-buku yang ada di Badan Legislasi
33
6. Senin, 8 Juli 2019
Kegiatan :
Inventarisasi Surat dan Buku di Badan Legislasi, Pukul 11.00 WIB – 12.00
WIB
Uraian Kegiatan :
a. Menyusun, men-cap, dan melipat surat undangan agenda rapat yang
akan diserahkan kepada tiap anggota Badan Legislasi perihal Rapat
Dengar Pendapat Badan Legislasi dan Kepala BPOM terkait
Harmonisasi mengenai Rancangan Undang-Undang tentang BPOM dan
Rapat Panja Baleg Pembahasan Rancangan Peraturan DPR tentang
Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR di
tanggal 9 Juli 2019.
b. Melanjutkan inventarisasi buku-buku yang ada di Badan Legislasi pada
tanggal 5 Juli 2019 yang dituangkan dalam Microsoft Word.
Gambar 11. Daftar Inventarisasi Buku-buku yang ada di Badan Legislasi
7. Selasa, 9 Juli 2019
Kegiatan:
a. Rapat Dengar Pendapat Badan Legislasi dan Kepala BPOM terkait
Harmonisasi
mengenai
Rancangan
Undang-Undang
tentang
Pengawasan Obat dan Mahkanan, Pukul 14.26 WIB – 15.13 WIB.
34
Uraian Kegiatan :
RDP Badan Legislasi dengan BPOM dalam rangka Harmonisasi
RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang membahas beberapa
point, yakni:
BPOM mengawasi keamanan, kesehatan, industri, aspek daya saing
dan produktifitas. Pengawasan ini adalah 1 tugas yang sangat strategis
untuk memperkuat bangsa. Peran strategis pengawasan obat dan
makanan berkaitan erat dengan ketahanan nasional dan kejahatan
kemanusiaan, yang meliputi beberapa aspek:
1) Kesehatan, pengawasan dilakukan untuk mengawal kualitas hidup
manusia Indonesia melalui jaminan keamanan, khasiat, manfaat,
dan mutu obat dan makanan.
2) Sosial/Kemanusiaan, ditujukan untuk mengawal bonus demografi,
peningkatan
kepercayaan
masyarakat
terhadap
pelayanan
pemerintah bidang kesehatan.
3) Ekonomi, untuk mendorong daya saing produk, mencegah
hilangnya pemasukkan negara dari pajak, distorsi pasar akibat
peredaran produk illegal dan penyelundupan obat dan makanan.
4) Keamanan
dan
ketertiban
masyarakat,
untuk
mencegah
penyalahgunaan obat keras dan bioterrorism.
Kesemua aspek tersebut menyangkut pada multisektor dan
multilevel pemerintahan dengan di dorong dengan adanya penguatan
kelembagaan dan sinergisme lintas sektor. Selain itu, tantangan lain
termasuk globalisasi dan revolusi industri 4.0. diperlukan penguatan
dibidang teknologi dan informasi agar BPOM dapat memebrikan
produk yang bermutu dan aman untuk masyarakat.
35
Gambar 12. Kepala BPOM Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP dalam Rapat
Dengar Pendapat Badan Legislasi dan Kepala BPOM terkait
Harmonisasi mengenai Rancangan Undang-Undang tentang
Pengawasan Obat dan Mahkanan
b. Rapat Panja Baleg Pembahasan Rancangan Peraturan DPR ttg
Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR, Pukul
15.20 WIB – 16.00 WIB.
Uraian Kegiatan :
Penyempurnaan draft Rancangan Peraturan DPR RI tentang
Perubahan atas Peraturan DPR No. 3 Tahun 2014 ttg Pengelolaan TA
dan SAA DPR. Adapaun hal yang dibahas dalam rapat ini adalah:
Berdasarkan ketentuan Pasal 105 ayat (1) huruf i Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Badan Legislasi bertugas menyusun,
melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPR RI.
Sehubungan dengan tugas di atas, Badan Legislasi telah melakukan
evaluasi dan pembahasan terhadap Peraturan DPR RI Nomor 3 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota.
Berdasarkan evaluasi di atas, dianggap perlu untuk mengganti peraturan
DPR RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf
36
Administrasi Anggota, mengingat banyak ketentuan yang harus
disesuaikan dengan dasar hukum pembentukan Peraturan DPR RI
Nomor 3 Tahun 2014 dan kebutuhan pengaturan di internal DPR terkait
dengan Tata Kelola Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota di
lingkungan DPR RI.
Selanjutnya, Badan Legislasi membentuk Panitia Kerja (Panja) yang
diberi tugas secara khusus untuk untuk membahas rancangan peraturan
ini secara intensif. Untuk itu, PANJA telah melakukan rapat yang
dihadiri oleh Sekretaris Jenderal DPR RI beserta jajarannya.
Gambar 13. Tim Ahli dengan Anggota Badan Legislasi dalam Rapat
Penyempurnaan draft Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan
atas Peraturan DPR No. 3 Tahun 2014 ttg Pengelolaan TA dan SAA
DPR.
8. Rabu, 10 Juli 2019
Kegiatan :
a. Rapat Panja Badan Legislasi Pembahasan Rancangan Peraturan DPR RI
tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR,
Pukul 10.00 WIB – 12.00 WIB
Uraian Kegiatan :
Melanjutkan Rapat Panja pada tanggal 9 Juli 2019. Dalam rapat ini
dibahas beberapa hal, yakni:
37
Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan
Staf Administrasi Anggota sebagai pengganti dari Peraturan DPR RI
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf
Administrasi Anggota terdiri dari 9 Bab dan 57 Pasal. Adapun
sistematika Rancangan Peraturan ini adalah sebagai berikut:
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
PEREKRUTAN TENAGA AHLI DAN STAF
ADMINISTRASI ANGGOTA
Bagian Kesatu
: Formasi Tenaga Ahli dan Staf
Administrasi Anggota
BAB III
Bagian Kedua
: Persyaratan
Bagian Ketiga
: Mekanisme Perekrutan
PENGANGKATAN TENAGA AHLI DAN STAF
ADMINISTRASI ANGGOTA
Bagian Kesatu
: Tugas Tenaga Ahli dan Staf
Administrasi Anggota
Bagian Kedua
: Mekanisme Kerja Tenaga Ahli dan
Staf Administrasi Anggota
BAB IV
TUGAS DAN MEKANISME KERJA
Bagian Kesatu
: Tugas Tenaga Ahli dan Staf
Administrasi Anggota
Bagian Kedua
: Mekanisme Kerja Tenaga Ahli dan
Staf Administrasi Anggota
BAB V
PENILAIAN KINERJA
BAB VI
HAK, FASILITAS, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
: Hak
Bagian Kedua
: Fasilitas
Bagian Ketiga
: Kewajiban
Bagian Keempat
: Larangan
Bagian Kelima
: Sanksi Administrasi
BAB VII PEMBERHENTIAN
38
BAB VIII PENGGANTIAN
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Gambar 14. Tim Ahli, Pimpinan, dan Anggota Badan Legislasi dalam
Rapat Panja Badan Legislasi Pembahasan Rancangan Peraturan DPR
RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota
DPR
b. Rapat Panja Badan Legislasi mengenai Harmonisasi Rancangan
Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan, Pukul 13.00
WIB – 14.00 WIB.
Uraian Kegiatan :
Dalam rangka Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan
Konsepsi Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan
Makanan. Badan Legislasi DPR RI selanjutnya melakukan kajian atas
RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang meliputi aspek
teknis, aspek substantif, dan asas-asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Kajian tersebut dilakukan, baik antar konsideran,
pasal-pasal, serta penjelasan yang ada dalam RUU, maupun antar RUU
dengan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.
1) Aspek Teknik
Berdasarkan aspek teknik pembentukan peraturan perundangundangan, Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat
dan Makanan masih memerlukan penyempurnaan sebagai berikut:
a) Dalam Pasal 1 angka 19 RUU, didefinisikan mengenai
“menteri”. Di dalam RUU, definisi tersebut tidak digunakan
39
secara berulang-ulang. Disarankan agar definisi tersebut
dihapus.
b) Perlu penjelasan mengenai frasa “instansi terkait” sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 RUU.
c) Perlu penjelasan mengenai frasa “menteri terkait” sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) RUU.
d) Perlu penjelasan mengenai frasa “tanggung gugat” sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3), Pasal 83 ayat (2), Pasal 84
ayat (2), dan Pasal 85 ayat (2) RUU.
e) Perlu penjelasan mengenai frasa “mengutamakan bahan yang
diproduksi di dalam negeri” sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 RUU. Perlu batasan persentase minimalnya.
f) Perlu perbaikan penulisan terkait ketentuan Pasal 36 ayat (1)
RUU. Penulisan urutan abjad pada ayat dimaksud terdapat
kesalahan.
g) Judul dan materi muatan BAB XV PERAN SERTA
MASYARAKAT, sebaiknya diubah menjadi “BAB XV
PARTISIPASI MASYARAKAT”. Perubahan judul dan materi
muatan dimaksud sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
h) Dalam
BAB
XIX
KETENTUAN
PENUTUP,
perlu
ditambahkan pasal baru yang mengatur mengenai evaluasi
pelaksanaan Undang-Undang ini kepada DPR dalam jangka
waktu 3 tahun sejak berlaku.
2) Aspek Substansi
a) Perlu ditambahkan ketentuan di dalam RUU mengenai
kewenangan BPOM terkait Pasal 7 huruf a UU Nomor 33 Tahun
2014 tentang Jaminan Produk Halal.
b) Ketentuan Pasal 97 huruf l RUU perlu disinkronkan dengan UU
Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Sebab, pencegahan
40
dan pelarangan seseorang ke luar negeri menjadi kewenangan
Menteri Hukum dan HAM RI.
c) Di dalam Pasal 37 ayat (1) RUU diatur bahwa distribusi obat
hanya dapat dilakukan oleh “pedagang besar farmasi”. Apakah
UMKM tidak dibolehkan?
d) Di dalam Pasal 45 diatur mengenai penjualan obat secara
“online”, namun belum mengatur mengenai penjualan pangan
olahan secara “online”.
e) Dalam Bab Ketentuan Pidana RUU perlu ditambahkan
ketentuan sanksi bagi setiap orang yang tidak mengizinkan atau
menghalang-halangi pemeriksaan/penilaian yang dilakukan oleh
tenaga pengawas.
3) Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
RUU ini secara garis besar telah memenuhi asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun berdasarkan
kajian tersebut di atas RUU ini masih perlu penyempurnaan
khususnya dari asas kejelasan rumusan dan asas dapat dilaksanakan.
Hal ini agar sesuai dengan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan juncto Pasal 23 huruf a Peraturan DPR RI tentang Tata
Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang.
Gambar 15. Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP.
bersama Anggota Komisi IX lainnya
41
9. Kamis, 11 Juli 2019
Kegiatan :
a. Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan atas Pembahasan
Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf
Administrasi Anggota DPR, Pukul 13.00 WIB – 14.00 WIB
Uraian Kegiatan :
Hal-hal pokok yang yang mengemuka dalam pembahasan
Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf
Administrasi Anggota dan kemudian disepakati dalam Rapat PANJA,
secara garis besar adalah berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Ketentuan mengenai jumlah tenaga ahli AKD yang ditetapkan
paling sedikit 10 (sepuluh orang) dan khusus untuk Badan Legislasi
paling sedikit 15 (lima belas) orang;
2) Penambahan AKD yang diberi wewenang untuk merekrut tenaga
ahli, yakni Badan Akuntabilitas Keuangan Negara dan Badan
Musyawarah;
3) Penambahan ketentuan mengenai hak Tenaga Ahli dan Staf
Administrasi Anggota berupa tunjangan masa kerja;
4) Penegasan lingkup jaminan sosial yang diberikan kepada Tenaga
Ahli dan Staf Administrasi Anggota, yakni BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan;
5) Penambahan ketentuan mengenai pengangkatan kembali Tenaga
Ahli AKD yang telah bekerja selama 1 (satu) periode masa bakti
DPR atau lebih oleh Pimpinan AKD;
Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan
Staf Administrasi Anggota sebagai pengganti dari Peraturan DPR RI
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf
Administrasi Anggota terdiri dari 9 Bab dan 57 Pasal.
42
Gambar 16. Setjen DPR RI pada saat menyetujui Rancangan Peraturan
DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR
b. Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan
Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan, Pukul 13.00
WIB – 14.00 WIB
Uraian Kegiatan :
Dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan, Badan Legislasi
telah melakukan pembahasan secara intensif dan mendalam dalam rapat
PANJA pada tanggal 10 Juli 2019 di ruang rapat Badan Legislasi. Halhal pokok yang mengemuka dalam pengharmonisasian, pembulatan,
dan pemantapan konsepsi RUU ini dan kemudian disepakati dalam
Rapat PANJA bersama Pengusul meliputi:
1) Penjelasan mengenai
frasa “tanggung gugat” sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3).
2) Judul BAB XV PERAN SERTA MASYARAKAT, diubah menjadi
“BAB XV PARTISIPASI MASYARAKAT”. Perubahan judul
terkait materi muatan bab dimaksud sesuai dengan UU Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3) Ketentuan Pasal 97 huruf l RUU disinkronisasi dengan UU Nomor
6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena pencegahan dan
43
pelarangan seseorang ke luar negeri menjadi kewenangan Menteri
Hukum dan HAM.
4) Penambahan penjelasan Pasal 37 ayat (1) RUU tentang “pedagang
besar farmasi”.
5) Penambahan pasal sanksi pidana pada Bab Ketentuan Pidana bagi
setiap orang yang menghalang-halangi pemeriksaan/penilaian yang
dilakukan oleh tenaga pengawas.
6) Penambahan pasal dalam BAB XIX KETENTUAN PENUTUP
yang mengatur mengenai evaluasi pelaksanaan Undang-Undang ini
kepada DPR dalam jangka waktu 3 tahun sejak berlaku.
Berdasarkan aspek teknis perumusan dan substansi RUU, PANJA
berpendapat bahwa RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan dapat
diajukan sebagai RUU Usul Inisiatif DPR RI.
Gambar 17. Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP.
pada saat menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan
Obat dan Makanan
10. Jumat, 12 Juli 2019
Kegiatan :
a. Audiensi dengan DPRD Brebes
Uraian Kegiatan :
DPRD Brebes meminta masukkan terhadap Badan Legislasi DPR
RDI mengenai urgensi pembuatan Perda khusus TBC, yang dipaparkan
sebagai berikut:
44
Di Brebes banyak terjadi dalam kurun waktu, setiap tahun terakhir
2018 Turbokolosis ada beberapa warga ingin Perda khusus TBC
sedangkan segala sumber yang membuat warga menginginkan Perda
sangat urgent pertimbangannya apakah anggota Dewan berhak dengan
Perda?
Tanggapan Badan Legislasi terhadap pertanyaan dari DPRD Brebes
mengenai urgensi pembuatan Perda tentang TBC, sebagai berikut:
Pada dasarnya setiap anggota DPRD berhak mengajukan Rancangan
Perda cuma mengenai hal tersebut, perlu kajian mendalam hanya khusus
satu penyakit, tentunya apakah seperti nanti kalau ada penyakit lain, hal
tersebut perlu dipertimbangkan apakah penyakit menular misalnya
seperti itu judulnya jadi tidak khusus hanya TBC saja perlu kajian
mendalam. Jadi, itu merupakan kasus yang menarik dari segi substansi
kesannya bisa diangkat kedalam Perda. Karena kesehatan salah satu
kewenangan daerah, kesehatan bukan kewenanangan absolut pusat dan
juga dapat ditangani daerah. Cuma pertanyaannya apakah solusi
terhadap permasalahan tersebut hanya dapat diselesaikan oleh Perda?
Apakah yang diatur Perda berkaitan penyelesaian permasalahan
tersebut? Apakah ada hambatan di tingkat dinas sehingga harus
mempunyai aturan daerah kalau tidak ada korelasi terkait dasar hukum
Perda tidak perlu dibuat Perda.
Perda itu adalah regulasi, salah satu karakter regulasi dia memiliki
masa berlaku panjang/lama. Jika dibuat Perda persoalan tersebut telah
selesai, itu tidak elok karena jangkauan Perda hanya 6 bulan barangkali
cukup dengan kebijakan kepala daerah setempat. DPRD bisa
mendorong dan mendesak disini DPRD melakukan pengawasan
memiliki hak bertanya atau melakukan hak angket wadah-wadah itu
harus ditempuh DPRD. Jadi ada instrumen lagi yang bisa digunakan
DPRD dalam menyelesaikan persoalan tersebut misalnya adat,
persoalan itu pasti selama masyarakat ada diperlukan Perda.
45
b. Audiensi dengan DPRD Kabupaten Batang Hari
Uraian Kegiatan :
Dalam audiensi ini DPRD Batanghari meminta masukkan terhadap
Badan Legislasi mengenai Raperda tentang Pemakmuran Tempat
Ibadah Umat Muslim, sebagai berikut:
Konsultasi Pansus sudah terbentuk 3 Pansus di Batang Hari Raperda
Pemakmuran Tempat Ibadah Umat Muslim dapat dimasukkan saran,
pendapat, dan kritik. Hal ini diawali di Kab Batanghari yang mayoritas
98% umat muslim terdiri dari, 8 kecamatan, 124 kelurahan desa sekitar
135 masjid jami beragam masjid baik kelurahan dan desa ada peran
pemerintah, yakni dalam peraturan menyikapi perbedaan, masjid ada
yang didirikan pribadi, golongan, kelompok. Kita melihat pemakmuran
tempat ibadah bagaimana masjid di kabupaten Batanghari dimana
aktivitas selain sholat ada semacama daya tarik lain jadi dapat
termotivasi, di desa-desa dan dusun-dusun masjid itu menjadi tempat
mimbar diskusi, dialog baik bidang sosial, ekonomi, dan budaya itu
yang kami haraapkan maka dari itu kami mengharapkan dari konsideran
keterbatasan dari pemahaman. Ada semacam anggaran dan keterbatasan
anggaran baru sekitar 350 juta pertahun untuk dihibahkan untuk
pembangunan kalau dari sisi pegawainya sudah kita berikan intensif
belum ada gaji kedepan bisa menganggarkan melalui anggaran daerah
dan juga kami menggunakan dana desa. Perihal nomenklatur ada dana
sosial kita terapkan di ibadah nomenklatur kita luaskan di batanghari
banyak investor hgu maupun kelapa sawit apakah kita bisa mengambil
komitmen desa dengan pihak ketiga bantuan atau bentuk-bentuk lain.
Tanggapan Badan Legislasi atas pernyataan yang diberikan oleh
DPRD Batanghari sebagai berikut:
Mengenai Raperda draf pemakmuran masjid ini di beberapa
kabupaten sudah ada di Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Barat, Riau
karena terus terang di daerah masjid aktifitas hanya sholat saja tidak
aktifitas lain terkadang adzan lupa dikumandangkan. Karenanya
46
beberapa daerah menginsiasi digiatkan dengan Perda. Jangan sampai
Perda ini bertentangan dengan aturan diatasnya namun terdapat
Permendagri mengenai pemanfaatan masjid. Dana terkait dengan hidah
mengenai peraturan tersebut jika tidak ada pemerintah akan sulit. Di
DPR sendiri Perda tersebut akan bersinggungan dengan RUU Pesantren
dan Pendidikan Keagamaan Komisi VIII, RUU ini masih tingkat panja.
Di dalam RUU ini terdapat pengaturan mengenai masjid, pondok,
pendidikan dan kegiatannya lainnya.
Gambar 18. Power Point Ucapan Selamat Datang kepada DPRD Brebes
dan DPRD Kabupaten Batang Hari
11. Senin, 15 Juli 2019
Kegiatan :
Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perindustrian dan Menteri
Hukum dan HAM tentang Pembahasan Rancangan Undang-Undang
tentang Desain Industri, Pukul 10.35 WIB – 11.43 WIB.
Uraian Kegiatan :
Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Desain Industri, yang
menghasilkan beberapa point, yakni :
a. Kebijakan ekonomi Indonesia diarahkan pada kepentingan nasional dan
juga perjanjian internasional yang telah diratifikasi, salah satu perjanjian
47
internasional, yaitu perjanjian yang mengatur perlindungan terhadap
HKI yang menjadi hal sangat penting dalam perdagangan.
b. Dalam UU Nomor 31 Tahun 2000 masih terdapat banyak kelemahan
baik secara subtansi dan penegakkan hukumnya khususnya dalam
desain industri itu sendiri, adapun urgensi revisi UU Nomor 31 Tahun
2000 ini salah satunya untuk mengakomodasi industri UMKM.
c. Hak desain industri sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat
dijadikan jaminan fidusia
d. RUU tentang Desain Industri harus mengatur hal-hal prinsip yang
mencakup sistem perlindungan Hak Desain Industri melalui sistem
pencatatan Hak Desain Industri dan perlindungan terhadap pemakai
terdahulu serta menyangkut kepentingan dan keamanan negara.
Gambar 19. Foto bersama Komisi VI DPR RI dengan Menteri
Perindustrian dan Menteri Hukum dan HAM dalam rapat Pembahasan
Rancangan Undang-Undang tentang Desain Industri
12. Selasa, 16 Juli 2019
Kegiatan :
a. Rapat Paripurna Ke-22 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 2018-2019,
Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara II, Lantai 3, Pukul 11.00
WIB – 13.23 WIB.
Uraian Kegiatan :
48
a) Tanggapan Pemerintah Terhadap Pandangan Fraksi Fraksi Atas
Rancangan Undang-Undang Tentang Pertanggungjawaban Atas
Pelaksanaan APBN (P2APBN) Tahun Anggaran 2018, diwakili oleh
Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan memaparkan beberapa hal,
yakni:
Dalam menentukan angka asumsi pertumbuhan ekonomi,
pemerintah secra serius mempertimbangkan kondisi terkini berbagai
faktor, khususnya sisi pemerintah dan penawaran agregat yang tidak
bisa lepas dari pengaruh dinamika perekonomian dan domestik.
Dinamika perekonomian dari sisi eksternal, banyak dipengaruhi
oleh mekanisme pasar atau faktor yang berada di luar kendali
pemerintah. Dinamika ini juga terus terjadi pasaca penetapan asumsi
pertumbuhan ekonomi oleh pemerintah dan DPR. Namun demikian,
pemerintah telah melakukan langkah-langkah antisipasi untuk
meminimalisir risiko atau dinamika tersebut.
Perubahan dan perkembangan ekonomi yang cepat tentunya
akan memberikan dampak terhadap arah kinerja perekonomian
Indonesia. Ekonomi Indonesia perlu tumbuh di atas 6% per tahun
sebagai prasyarat utama agar mampu keluar dari middle income
trap. Namun demikian, hasil estimasi output potensial yang
didasarkan pada pendekatan fungsi produksi, mengindikasikan
bahwa kapasitas pertumbuhan hanya pada kisaran 5,0 sampai 5,5%
dalam jangka pendek. Oleh karena itu, upaya terobosan kebijakan
reformasi struktural perlu dilakukan untuk meningkatkan level
output potensial, sehingga Indoonesia terbebas dari middle income
trap.
b) Laporan Komisi I DPR RI Terhadap Uji Kepatutan dan Kelayakan
Terhadap Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat
Periode 2019-2022, diwakili oleh Satya W Fraksi Golkar
memaparkan beberapa hal, yakni:
49
Menindaklanjuti penugasan Rapat Konsultasi Pengganti
rapat Bamus DPR RI, Komisi I telah melaksanakan Uji Kepatutan
dan Kelayakan terhadap 34 Calon Anggota KPI Pusat Periode 20192023 pada tanggal 8-10 Juli 2019. Sampai pada tanggal 4 Juli 2019,
Komisi I telah menerima kurang dari 232 email dan 9 surat daari
masyarakat yang memberikan masukkan terhadap 34 nama calon
Anggota KPI Pusata Periode 2019-2022. Proses Uji Kepatutan dan
Kelayakan Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022
berlangsung dengan lancer dan dilakukan
secara terbuka
sebagaimana amanat dari Pasal 10 ayat (2) UU tentang Penyiaran.
Setelah rapat Uji Kepatutan dan Kelayakan selesai dilaksanakan
pada tanggal 10 Juli 2019, Komisi I melanjutkan dengan Rapat
Intern dalam rangka memilih 9 calon Anggota KPI Pusat Periode
2019-2022.
Rapat Intern tersebut memutuskan 9 calon Anggota KPI
Pusat berdasarkan pemilihan suara terbanyak, setelah terlebih
dahulu melakukan musyawarah untuk mufakat. Adapun beberapa
nama tersebut adalah 1. Nuning Rodiyah, 2. Mulyo Hadi Purnomo,
3. Aswar hasan, 4. Agung Suprio (1), 5. Yuliandre Darwis, 6. Hardly
Stefano Fenelon Pariela, 7. Irsal Ambia, 8. Mimah Susanti, 9.
Mohamad Reza (2). Terhadap nama-nama tersebut, Komisi I minta
komitmennya untuk dapat melaksanakan tugas, fungsi, dan
kewenangan KPI sesuai dengan peraturan perundang-undangan
secara professional dan bertanggung jawab. Dan bagi calon yang
terpilih harus senantiasa menjaga moralitas, integrita, independen,
dan menghindari segala bentuk penyimpangan dan penyalahgunaan
wewenang serta bersedia bekerja penuh waktiu. Terhadap hasil Uji
Kepatutan
dan
kelayakan
tersebut
untuk
selanjtnya
akan
disampaikan kepada Presiden guna mendapatkan penetapan sebagai
Anggota KPI Pusat periode 2019-2022.
50
c) Pendapat Fraksi-Fraksi Atas Rancangan Undang-Undang Usul
Badan Legislasi DPR RI tentang Penanggulangan Bencana
Dilanjutkan dengan Pengambilan Keputusan Menjadi Rancangan
Undang-Undang Usul DPR RI
Mendasarkan pada pendapat fraksi-fraksi yang disampaikan secara
tertulis atas Rancangan Undang-Undang Usul Badan Legislasi DPR
RI
tentang
Penanggulangan
Bencana
dilanjutkan
dengan
Pengambilan Keputusan Menjadi Rancangan Undang-Undang Usul
DPR RI disetujui oleh seluruh anggota Rapat Paripurna.
d) Laporan BKAKN DPR RI Tentang Telaahan Terhadap Hasil
Pemeriksaan BPK RI Terkait dengan Dana Desa dan Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2014-2018, diwakili
oleh Sartono Fraksi Demokrat memaparkan beberapa hal, yakni:
BAKN DPR RI telah melakukan penelahaan terhadap
temuan hasil pemeriksaan BPK RI terhadap Ikhtisar Hasil
Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2018 dna Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) T.A. 2018. Terhadap telaahan
BAKN DPR RI terhadap hasil pemeriksaan BPK atas kegiatan
pembinaan dan pengawasan pengelolaan dana desa T.A. 2016 s/d
Semester I Tahun 2018 pada 80 kabupaten, 5 Kota, dan 1.006
kecamatan pada 33 Provinsi seluruh Indonesia menemukan adanya
beberapa permasalahan utama pengelolaan dana desa, baik dalam
aspek pembinaan maupun aspek pengawasan.
BAKN DPR RI mendorong agar dilakukan optimalisasi
peran pemerintah melalui Kementerian terkait dalam melakukan
pembinaan dan pengelolaan keuangan desa, melakukan penguatan
sinergisitas dan sinkronisasi aturan melalui Surat Keputusan
Bersama (SKB), serta mengembangkan aplikasi sistem keuangan
desa yang terintegrasi dengan aplikasi desa lainnya. BAKN juga
mendorong agar pengelolaand ana desa dapat menjadi perhatian dan
bahan pembahsan Komisi II, Komisi V, dan Komisi XI dalam
51
rangka melakukan pengawasan terhadap Kemendagri, Kementerian
Desa PDTT, Kemenkeu, dan Bappenas sebagai mitra kerja komisi.
BAKN juga telah melakukan penelaahan atas LKPP tahun
2018 BAKN menemukan permasalah PNBP terkait dengan belum
adanya regulasi pelaksanaan mengenai jenis tarif, ketidakpatuhan,
atas ketepatan waktu penyetoran PNBP ke kas negara serta
penatausahaan PNBP beserta piutangnya yang belum sesuai dengan
ketentuan berlaku. BAKN juga mendorong K/L untuk proaktif dan
menguatkan sinergisitas dalam memonitor dan menggali potensipotensi penerimaan PNBP yang baru serta mengusulkan dan
mengawasi pengelolaan PNBP tersebut.
e) Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan Terhadap RUU
Tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sisnas
IPTEK diwakili oleh Daryatmo Fraksi PDIP yang menyampaikan
beberapa hal, yakni:
Dalam UUD 1945 Pasal 28C mengamanatkan bahwa setiap
orang berhak mengembangkan diri dan berhak mendapatkan
pendidikan demi meningkatkan kualitas hidupnya, oleh karena itu
pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapan
UU tersebut belum mampu memberikan kontribusi secara optimal.
Adapun kelemahan dan penyempurnaan dalam UU Nomor 18
Tahun 2002, yakni belum mengatur mekanisme antar lembaga
negara dan belum mengatur secara tegas dan lugas terhadap lembaga
budaya dan industri. Pemerintah menyusun RUU IPTEK yang
merupakan inisiatif dari pemerintah, pansus IPTEK mulai
melakukan rapat dengan Menristekdikti, pansus sudah melakukan
kunjungan kerja dalam dan luar negeri. Dan dalam proses
pembahasan RUU pansus membentuk Panja RUU yang melakukan
rapat bersama pemerintah.
Dalam proses rancangan UU pansus melakukan Panja UU
pada tanggal 18 Oktober 2018 dan hasil pembahasan panja kepada
52
pansus pada tanggal 15 Juli 2019. Rancangan UU berisi beberapa
subtansi penting yang diharapkan dapat mendatangkan inovasi
dalam penelitian. Pansus menyampaikan subtansi baru yang tidak
terdapat dalam UU Nomor 18 Tahun 2002, yaitu Sisnas IPTEK.
RUU IPTEK memberikan jaminan kepastian hukum. Judul
rancangan UU-nya, yaitu Rancangan UU tentang Sistem Nasional
Imu Pengetahuan dan Teknologi, hasil penelitian tidak lagi sekedar
rekomendasi dalam pembangunan. RUU IPTEK merupakan wujud
pembangunan pancasila sekaligus sebagai komitmen kesejahteraan
dan keadilan sosial.
Penyusunan perencanaan anggaran dan sumber daya sebagai
ladnasan ilmiah penetapan kebijakan. IPTEK dalam RUU ini agar
dapat dipertanggungjawabkan secara moral, dan ilmu pengetahuan
terkait pendanaan, diberikan dari dana abadi (APBN alokasi
pendidikan dan non) penetapan dana abadi tersebut, pertama kalinya
lahir tentang penegasan riset dan penelitian untuk mengkokohkan
ilmu pengetahuan kedepan pendanaan dari badan usaha diambil dari
laba bersih, yaitu pembentukkan dana abadi dan dilakukan dengan
kepatuhan dalam peraturan UU. Seluruh bagian masayrakat dapat
berkontribusi
dalam
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi.
Diakomodikasikannya perseorangan atau kelompok sehingga
kedepannya seluruh masyarakat bisa berkontribusi dalam penelitian
sumber daya dan teknologi. Mengingat bbegitu pentingnya RUU
Sisnas IPTEK ini bagi pengembangan penelitian di Indonesia dan
sebagai hasil pembicaraan di tingkat I, RUU Sisnas IPTEK ini dapat
disetujui untuk disahkan menjadi UU.
f) Pengesahan Perpanjangan Pembahasan 4 RUU, yaitu:
RUU Tentang Ekonomi Kreatif
RUU Tentang Larangan Minuman Beralkohol
RUU Tentang Pertambakauan
RUU Tentang Daerah Kepulauan
53
Dalam Rapat Paripurna, 4 RUU tersebut diatas disetujui untuk
diperpanjang pembahasannya.
Gambar 20. Rapat Paripurna Rapat Paripurna Ke-22 DPR RI Masa
Persidangan V Tahun 2018-2019.
b. Audiensi dengan DPRD Jembrana, Ruang Rapat Badan Legislasi,
Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 11.05 – 12.30 WIB.
Uraian Kegiatan :
Memberikan perlindungan akses mengenai bibit terkait dengan
kebutuhan mendukung tanaman tersebut (pupuk) ada mafia pupuk tidak
jarang pupuk itu jual mahal dan palsu (dua hal ini sudah termasuk ke
perlindungan) menjadi petani mendapat akses terbaik pupuk baik dan
murah. Dan selanjutnya masalah harga, contoh harga cabai di tingkat
petani murah tetapi di tingkat pasar normal atau tiga kali lipat. Ini tidak
balance. Nah disinilah pemerintah berperan, inilah jantungnya ekonomi
pertanian (nega ra yang sangat konsen petaninya adalah Jepang, dan
banyak Jepang yang berpetani karena dimanjakan, tidak rugi. Dengan
demikian, tidak hanya mengatur normatif saja kalau begitu tidak ada
gunanya.
Kemudian, pemberdayaan, tentu berkaitan dengan kualitas dan
keahlian petani dalam bidang kakao (dimulai dari pendidikan, panen,
dll) jika bisa petani membentuk koperasi yang bisa mengekspor itu
artinya harus berbadan hukum untuk ekspor segala macam. Ini dalam
54
konteks pemberdayaan dan mungkin dibuat bukan hanya petani kakao
saja tetapi semua petani agar semua petani dapat terangkat. Disarankan
untuk mengenai judul, yakni “Perda Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani.”
Gambar 21. Badan Legislasi Menerima Audiensi DPRD Jembrana
13. Rabu, 17 Juli 2019
Kegiatan :
Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan UKM,
Menteri Perdagangan, dan Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua KPPU,
Pukul 14.22 WIB – 16.40 WIB.
Uraian Kegiatan :
Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan UKM,
Menteri Perdagangan, dan Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua KPPU
dengan agenda Pembahasan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat T.A.
2018 yang menghasilkan beberapa point, yakni :
Kementerian Perdagangan :
a. Pagu awal anggaran sekitar 4 triliun rupiah, realisasi tahun 2018 lebih
besar daripada realisasi di tahun 2017.
b. Adanya pengkajian dan pengembangan perdagangan sekitar 98 persen.
c. Total realisasi pagu tahun 2018 sekitar 87,95 persen.
d. Terdapat penemuan BPK, yakni dalam:
1) Sistem Pengendalian Intern
55
Dalam Sistem Pengendalian Intern pelaksanaan anggaran tahun
2018 masih terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki,
antara lain:
a) Pengelolaan Persediaan Barang untuk Disediakan kepada
Masyarakat/Pemda;
b) Penatausahaan dan Pengelolaan Aset Tetap Peralatan dan
Mesin;
c) Penatausahaan dan Pengelolaan Aset Lainnya.
2) Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Terdapat beberapa temuan terkait Kepatuhan Terhadap Ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan antara lain:
a) Terdapat ketidaksesuaian kontrak pada kegiatan Pembangunan
Pasar melalui Dana Tugas Perusahaan di beberapa Satker dan
pekerjaan yang tidak selesai;
b) Pengadaan Bantuan Sarana Usaha Perbaikan Warung tidak
sesuai ketentuan;
c) Kelemahan pada Penyimpanan dan Pengelolaan Distribusi
Tenda serta Kelebihan Pembayaran atas Perbedaan Spesifikasi
Pengadaan Tenda;
d) Kurang
Volume
Pekerjaan
atas
Kontrak
Pekerjaan
Pembangunan Gedung Pusdiklat
e. Penatausahaan dan pengelolaan asset lainnya dari tahun 2014 s/d 2018
mendapatkan opini laporan Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK RI.
Menteri Koperasi dan UKM :
a. Terkait laporan realisasi anggaran tahun 2018 sekitar 944 milliar rupiah.
b. Program anggaran Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2018
sebesar Rp. 944.538.384.000,- dengan realisasi per 31 Desember 2018
telah sesuai target yang direncanakan sebesar Rp. 858.493.948.940,atau 90,89 persen.
56
c. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian
Koperasi dan UKM Tahun 2018, BPK telah memberikan opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP).
Ketua KPPU :
a. Alokasi PA KPPU TA 2018 untuk Program Pengawasan Persaingan
Usaha adalah sebesar Rp. 134.795.052.000,- , Rp. 130.395.052.000
berasal dari Rupiah Murni dan Rp. 4.400.000.000,- berasal dari PNBP.
b. KPPU telah merealisasikan 96% anggaran Program Pengawasan
Persaingan Usaha tahun 2018 atau sebesar Rp. 129.472.704.106,- dari
pagu anggaran.
c. KPPU mendapatkan Opini WTP selama 7 tahun berturut-turut.
Gambar 22. Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan
UKM, Menteri Perdagangan, dan Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua
KPPU
14. Kamis, 18 Juli 2019
Kegiatan :
Membuat Risalah Rapat Badan Legislasi DPR RI Tahun 2016, Ruang Rapat
Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 12.30 WIB – 15.30
WIB.
57
Uraian Kegiatan :
Penulis ditugaskan untuk membuat risalah Rapat Panja Pembahasan
Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan, 23
November 2016 dengan Pakar Hukum Pidana Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H.,
Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H., yang terdiri dari 3 kaset. Di DPR RI untuk
pembuatan risalah rapat masih bersifat manual menggunakan tape recorder,
dimana satu kaset biasanya berdurasi ±40 menit. Untuk memudahkan dalam
penulisan risalah rapat menggunakan aplikasi speech texter dan rekaman
suara yang terdapat di tape recorder di konversi menjadi rekaman suara
digital.
Adapun alasan penggunaan tape recorder tersebut karena untuk
menjaga kerahasian rapat terutama rapat tertutup. Namun, hal ini tidak
jarang menimbulkan kendala dikarenakan tape recordernya terkadang sulit
untuk diputar rekamannya dan mengenai aplikasi speech texter yang
awalnya bertujuan untuk memudahkan dalam mengkonversi rekaman suara
menjadi sebuah teks terdapat kendala, karena tidak sepenuhnya teks
otomatis yang tertulis tersebut, akurat ada banyak kata ataupun kalimat yang
perlu diperiksa kembali. Selain daripada itu, untuk rapat tertutup tidak
menggunakan aplikasi speech texter melainkan secara manual risalah
rapatnya untuk menjaga kerahasian rapat. Mengenai risalah rapat RUU
Kekarantinaan Kesehatan dalam mengerjakannya dibagi tugas, yakni
penulis mendapatkan bagian kaset pertama yang memiliki durasi 35 menit.
Adapun mengenai rekaman suara Pembahasan RUU Kekarantinaan
Kesehatan terdiri dari 3 kaset.
58
Gambar 23. Penjelesan Kaset 1 mengenai Rekaman Suara Rapat
Pembahasan RUU Kekarantinaan Kesehatan
15. Jumat, 19 Juli 2019
Kegiatan :
Melanjutkan Pembuatan Risalah di tanggal 18 Juli 2019.
Uraian Kegiatan :
Pada hari ini, penulis melanjutkan pembuatan risalah rapat yang tertunda di
tanggal 18 Juli 2019, yakni mengkoreksi kata perkata dan kalimat
perkalimat dan menambahkan kata ataupun kalimat yang kurang dari teks
risalah rapat yang telah ada di aplikasi speech texter, jadi penulis
mendengarkan rekaman suara kaset 1 Pembahasan RUU Kekarantinaan
Kesehatan dari awal hingga akhir sambil mengkoreksi teks risalah rapatnya
usdah benar atau tidak. Setelah dikoreksi, penulis menyesuaikan teks risalah
rapat dengan format risalah rapat yang diberikan. Setelah itu penulis
menelaah lagi apakah ada kesalahan atau tidaknya. Setelah semuanya
selesai, penulis memberikan risalah rapat ini kepada Pak Jainuri Achmad
Imam Sudarko, S.A.P. selaku staf Pengadministrasi Rapat di Sekretariat
Badan Legislasi.
59
Gambar 24. Penulis pada saat menkonversi rekaman suara dari tape
recorder ke rekaman suara digital dan mengkoreksi teks otomatis di
aplikasi speech texter.
16. Senin, 22 Juli 2019
Kegiatan :
a. Badan Anggaran DPR RI – Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan RI
dan Gubernur Bank Indonesia, Pukul 11.14 WIB – 12.15 WIB.
Uraian Kegiatan :
Rapat ini dalam rangka Penyampaian dan Pengesahan Laporan
Panja Perumus Kesimpulan Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis
Semester II Pelaksanaan APBN TA. 2019 yang menghasilkan beberapa
point, yakni :
1) Iskandar Fraksi PPP, memaparkan laporan Panja Perumus
Kesimpulan pembahasan Realisasi dan Prognosis Semester II
Pelaksanaan APBN TA 2019. Perekonomian Indonesia pada
semester pertama tahun 2019 masih menunjukkan momentum
positif ditengah perlambatan kinerja ekonomi di negara-negara maju
ditopang oleh permintaan domestik yang mampu mengkompensasi
turunnya kinerja perdagangan internasional. Kuatnya permintaan
domestic tidak terlepas dari keberhasilan menjaga tingkat inflasi dan
daya beli masyarakat, serta realisasi berbagai program pemerintah
yang telah diagendakan dalam APBN.
60
2) Melemahnya Perekonomian negara maju terutama Amerika Serikat,
Zona Eropa, dan Tiongkok, yang antara lain sebagai dampak dari
kebijakan proteksionisme dan perang dagang serta ketidakpastian
implementasi Brexit di Zona Eropa, cukup berimbas pada iklim
ekonomi dan pelaksanaan APBN 2019. Tren harga komoditas dunia
yang relatif lebih rendah disbanding tahun 2018, meskipun terdapat
risiko tekanan dari sisi geopolitik yang berpotensi meningkat, juga
berdampak terhadap pelaksanaan APBN 2019. Secara umum,
sampai dengan paruh pertama tahun 2019, Pemerintah mencatat
adanya risiko deviasi antara realisasi dan asumsi dasar ekonomi
makro yang ditetapkan di dalam APBN 2019, namun relatif tidak
signifikan dan risiko tersebut masih dapat dimitigasi. Melihat pada
kondisi terkini dan prospek ekonomi ke depan, Pemerintah tetap
optimis perekonomian Indonesia masih akan tetap terjaga dalam
tahun 2019, sebagai pijakan penyusunan rencana pembangunan dan
kebijakan fiskal dalam tahun mendatang.
3) Dalam Semester I Tahun 2019, realisasi dan perkembangan
indikator asumsi dasar ekonomi makro adalah sebagai berikut:
a) Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,1%
b) Tingkat inflasi mencapai 3,3%
c) Rata-rata nilai tukar rupiah semester I tahun 2019 mencapai Rp.
14.197/USD
d) Rata-rata tingkat suku bunga SPBN mencapai 5,8%
e) Harga minyak mentah Indonesia mencapai US$ 63 per barel
f) Lifting minyak dan gas bumi masing-masing mencapai 755 ribu
barel per hari dan 1054 ribu barel setara minyak per hari
4) Realisasi program utang negara untuk memenuhi pembayaran utang
dalam Semester I tahun 2019 adalah sebesar 134,8 T atau 48,9% dari
pagu dalam APBN 2019.
61
Gambar 25. Badan Anggaran DPR RI dalam Rapat Kerja dengan
Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia.
b. Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menkominfo RI, Pukul 15.10
WIB – 18.32 WIB.
Uraian Kegiatan :
Tindak lanjut hasil keputusan Raker Komisi I DPR RI dengan
Menkominfo RI tanggal 18 Juni 2019 terkait dengan program 4000 BTS
dan program Satelit Satria, Umroh Digital, Program dari Dana USO,
STMultimedia Yogyakarta yang menghasilkan beberapa point, yakni :
1) Menkominfo berpendapat intinya bagaimana semua desa itu sudah
istilahnya merdeka signal dari seluler. Tidak ada lagi desa yang tidak
mempunyai signal seluler. Kita tidak bicara coverage dari desa, yang
penting sudah ada. Makanya ada 4.000-an desa yang belum
coverage desa. Terkait satelit, fokus penggunaan anggaran 20%
pendidikan dan 5% kesehatan. Untuk sekolah belum semua
terhubung dengan internet. Baik di pulau Jawa atau daerah USO.
Daerah yang visible ataupun tidak secara bisnis dan keuangan. Juga
dari Puskesmas. Menkominfo menyiapkan program dengan satelit
untuk menjangkau semua fasilitas kesehatan, RS, kantor desa,
kantor Polsek. Semua itu harus terhubung. Tentu kita harus punya
program bertahap. Ini kombinasinya bisa narik kabel fiber optik, tapi
62
daerah remote pakai satelit. Pengadaan 4000 BTS itu dilakukan oleh
Badan Aksesbilitas telekomunikasi dan Informasi (BAKTI)
menggunakan mekanisme pengadaan yanga ada sedangkan untuk
satelit Satria pengadaanya menggunakan struktur seperti Palapa
Ring. Perkiraan akhir 2022 satelitnya baru ada di udara. Secara
umum ini program satelit.
2) Dirut
Bakti,
Kemenkoinfo,
berpendapat
bahwa
Bakti
mengindetifkasi lokasi mana saja yang menjadi perannya operator
komersial, operator seluler.dan mana yang tidak dikembangkan
karena alasan bisnis. Kami identifikasi ada 9 ribu lebih melalui peta
desa digital. Difokuskan pada desa yang teridentifikasi ada
populasinya, ada 5 ribu-an desa dalam konteks pengembangan
jaringan seluler, seribu diantaranya sudah dikembangkan. Tahun
2020 harapannya dapat diselesaikan semuanya. Dengan seribu dan
4 ribu ke depan, target merdeka signal di tahun 2020. Akan dibangun
infrastruktur BTS di lokasi 3T perbatasan. Skemanya akan
dilibatkan berbagai stakeholders. Bakti dan mitra menyiapkan
infrastruktur pasif. Termasuk listrik yang beroperasi 24 jam sehari,
7 hari dalm seminggu. Bakti akan menyiapkan towernya, listriknya,
dan transmisinya. Ada 1 perangkat yang harus bekerja sama dengan
operator dan mnyepakati lokasinya.
3) Sukamta Fraksi PKS berpendapat mengenai persoalan umroh
digital, concern sja terdapat lebih dari seribu biro jasa haji umroh.
Lebih baik mereka ini diberdayakan, dikasih keterampilan digital
sehingga UMKM di Indonesia punya kapasitas dan pengetahuan
walau mungkin Tokopedia dan Traveloka sebagai market place. Ini
kapasitasnya besar mengapa mereka harus digandeng. Mungkin
karena perjalanan waktu dan teknologi, akan mati 1-2 jasa umroh
haji. Tetapi jangan sampai negara membuat kebijakan yang dapat
melenyapkan mereka. Mungkin tujuannya baik, tetapi dampak
politiknya sangat besar. Kalau muncul statement bisnisnya orang
63
islam, ini akan menjadi SARA. Kelompok NU, Muhammadiyah,
kelompok lain mati karena dia. Baiknya kita berdayakan supaya
menghadapi teknologi digital agar survive bahkan berkembang.
4) Evita Fraksi PDIP mengenai umroh dan haji tidak ada koordinasi
yang baik. Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019, penyelenggaraan
ibadah haji harus melibatkan UMKM Biro Haji yang ada, jadi
Tokopedia dan Traveloka ini tidak bisa dilibatkan.
5) Rudiantara, Menkominfo berpendapat soal haji/umroh digital
perihal Traveloka dan Tokopedia tidak akan menjadi travel
umroh/haji seperti yang sudah-sudah. Disebalah Saudi Arabia
mereka punya bargain power. Akan di secure 10 tahun kedepan.
Mengenai keterlibatan Tokopedia dan Traveloka mereka tidak akan
menjadi penyelenggara umroh/haji seperti biro penyelenggara
umroh/haji lainnya. Hal ini sudah dibicarakan dengan Kemenag
sebelum menandatangani MoU pun, sudah mendapat persetujuan
dari Kementerian Luar Negeri. Adapun keterlibatan Tokopedia dan
Traveloka ini sejalan dengan perkembangan dunia digital kita
sebagai representasi dari orang yang pergi umroh/haji. Jadi kita
ingin secure terlebih dahulu Indonesia akan menjadi pasar.
Traveloka memang menguasai travel sedangkan Tokopedia adalah
salah satu investornya merupakan bank yang berpusat di Jepang.
Jadi, Tokopedian dan Traveloka tidak akan dijadikan penyelenggara
umroh/haji melainkan kita hanya ingin Indonesia menjadi pasar dari
aplikasi yang dikembangkan secara internasional. Alasan kami
melibatkan Traveloka adalah karena mereka sudah mengetahui
mekanisme Travel, sedangkan alasan melibatkan Tokopedia adalah
karena Softbank ini sudah menggandeng Tokopedia, ini jelas
mempermudah kita dalam menyelenggarakan umroh/haji, tetapi
mereka tidak akan mengambil porsi UMKM biro penyelenggara haji
dan umroh.
64
Gambar 26. Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menkominfo RI
c. Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X dengan Ikatan Dokter
Indoensia (IDI), Pukul 11.19 WIB -14.08 WIB.
Uraian Kegiatan :
Menerima aspirasi dari Ikatan Dokter Indoensia (IDI), yang
menghasilkan beberapa point, yakni:
1) Anggaran pendidikan hanya 17% dari 20% APBN. PR kita adalah
agar pendidikan tinggi yang ada di dunia. Kita akan merevisi UU
Pendidikan Kedokteran dan saya meminta masukkan kepada Komisi
X terkait UU Pendidikan Kedokteran. Menerut Komisi X apakah
kita membutuhkan berapa dokter yang dimana populasi masyrakat
Indonesia yang terus meningkat.
2) IDI berpendapat perlu perubahan fundamental dalam UU
Pendidikan Kedokteran. Kita sudah memiliki dokter umum
sebanyak 138.000. Jumlah dokter yang terdaftar di konsil sebanyak
170.000 dan potensi penambahan dokter pertahun sekitar 12.000.
3) Menghitung dari pelayanan yang berbasis kapitasi dengan
kepersertaan uyang terbatas maka tentunya apa yang menjadi
kekhawatiran kami adalah dari 138 ribu ini dan juga nanti ditambah
12 ribu pertahun tidak semua dokter akan bisa melayani JKN atau
BPJS. Ini yang akan menjadi kehawatiran dalam memproduksi
65
dokter sebagai tenaga intelektual professional bisa mengakibatkan
pengangguran karena tidak adanya peraturan dalam produksi dokter.
UU ini tidak memeperhatikan peran pemerintah yang terpenting
adalah terkait pendidikan spesialis yang diatur lebih jelas. Ini
tentunya menjadi perhatian kami dan menjadi perhatian Komisi X
terkait pendidikan dokter.
4) Kesehatan adalah hak setiap warga negara seperti yang tercantum
dalam UUD 1945 dan UU Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 antara
sistem pendidikan dan sistem kesehatan saling berpengaruh. Secara
langsung akan dibahas sistem pelayanan ksehaqtan dimana semua
itu ditampung dalam sistem pembiayaan kesehatan di dalam pasalpasalnya akan terkait dengan sistem pembiayaan perusahaan.
5) Indonesia mampu mencapai SDG dan UHC. Pencapaian ini selain
ditopang oleh pembiayaan, pendidikan, dan pelayanan njuga
membutuhkan kesehatan wilayah. Dalam menghadapi revolusi
industri dan juga kita ketahui bahwa saat ini kita dapat juga pada
masyarakat ekonomi ASEAN berbagai macam kemudian juga ada
kecenderungan secara internasional untuk melakukan penyetaraan
pengakuan terhadap pendidikan kodokteran. Peran pemerintah pusat
adalah sebagai fasilisator, Fakultas Kedokteran adalah standar.
Indonesia menganut pendidikan kodekteran dan pemerintah pusat
sebagai fasilitator.
66
Gambar 27. Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X dengan Ikatan
Dokter Indoensia (IDI)
17. Selasa, 23 Juli 2019
Kegaiatan :
a. Badan Anggaran DPR RI – Rapat Panja Perumus Kesimpulan dengan
Pemerintah, Pukul 10.37 WIB – 11.43 WIB.
Uraian Kegiatan :
1) Pembicaraan Tk. I/Pembahasan RUU tentang Pertanggungjawaban
atas Pelaksanaan APBN TA. 2018
2) Membahas/Merumuskan Kesimpulan Rapat Kerja Pembahasan
RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA.
2018
3) Said dari Fraksi PDIP memaparkan bahwa kita sadari capaian
pertumbuhan ekonomi yang seharusnya 5,4% tapi masih di angka
5,17% ini masih jadi catatan kita bersama dalam perumusan RAPBN
TA. 2020 nanti. Kita harus berhati-hati betul lebih baik kita
memperkuat pemberian PKH dengan target yang optimal. Karena,
sejujurnya pemakaian tabung gas LPG 3 kg ini tidak efektif, banyak
juga masyarakat kelas menengah yang menggunakan tabung
tersebut. Sejak tahun 2015 menurut koor Panja Pemerintah, rasio
67
hutang kita terus beranjak naik. Pemerintah harus sungguh-sungguh
menindaklanjuti temuan BPK terkait 19 pengendalian internal dan 6
proyek ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Diharapkan temuan-temuan ini bisa segera diatasi dan tidak
berulang kembali di tahun berikutnya. Pemerintah harus sungguhsungguh
dalam
menindaklanjuti
rekomendasi
BPK
terkait
ditemukannya 19 kelemahan pengendalian internal, dan diharapkan
tidak terjadi lagi di tahun 2019.
4) Sungkono, Fraksi PAN jika soroti masalah Lapindo di Sidoarjo,
karena msalah ini sudah hampir 14 tahun dan belum selesai. Ada 2
kelompok korban dalam bencana lapindo ini, yaitu masyarakat biasa
dan juga pelaku usaha, tetapi bagi pemerintah ini hanya memberi
bantuan sepotong-potong saja. Oleh karenanya pemerintah dalam
memberikan bantuan tidak mebeda-bedakan dan diharapkan juga
agar eksekusi terkait lumpur Lapindo ini bisa segera dilaksanakan.
Persoalan kewajiban negara dalam memberikan dana talangan bagi
korban
lumpur
membedakannya.
lapindo
Banggar
diharapkan
akan
Pemerintah
terus
tidak
mengawasi
pertanggungjawaban pemerintah terkait korban lumpur Lapindo
tidak hanya di tahun 2019, tetapi juga di tahun-tahun sebelumnya.
5) Bambang dari Fraksi Gerindra berpendapat bahwa setelah kita
melihat kinerja Pemerintah di tahun 2018 yang mendapatkan WTP
memang masih perlu ada sektor yang dibenahi dari K/L dan non K/L
yang harus mendapat perhatian dari pemerintah. Subsidi saat ini
perlu dipilih-pilih karena sektor infrastruktur ada yang seharusnya
sudah tidak perlu mendapatkan subsidi. Penting bagi pemerintah
untuk terus mengawasi dan mebenahi beberapa K/L yang masih
memiliki predikat disclaimer. Dalam hal ini subsidi meningkat
tajam, sekitar 216 T, seharusnya subsidi ini bisa disaring kembali,
karena banyak proyek infrastruktur kita yang seharusnya tidak
diberikan subsidi, tetapi masih diberikan subsidi. Salah satu
68
contohnya adalah tol laut yang melalui jalur komersial, proyek tol
laut masih mendapatkan subsidi yang besar, padahal yang
melewatinya justru kapal swasta yang jumlahnya mencapai ratusan,
sehingga subsidi yang diberikan ini tidak bermanfaat dan tidak
membawa keuntungan bagi publik, barang-barang yang diangkut
masuk ke mekanisme pasar dan hanya menguntungkan pihak
tertentu saja.
Gambar 28. Badan Anggaran DPR RI pada saat Rapat Panja Perumus
Kesimpulan dengan Pemerintah
b. Forum Legislasi dengan tema “Tarik Ulur UU Pertanahan”, Media
Center DPR RI Gedung Nusantara III, Lantai I, Pukul 13.00 – 14.30
WIB.
Uraian Kegiatan :
Forum Legislasi dengan tema “Tarik Ulur UU Pertanahan” dengan
menghadirkan narasumber Ketua Panja RUU Pertanahan DPR RI,
Herman Khaeron, Plt. Biro Hukum dan Humas Kementerian Agraria
dan Tata Ruang, Andi Tenrisau, dan Kepala Pusat Perancangan UndangUndang Badan Keahlian DPR, Inosentius Samsul, dalam diskusi ini
diperoleh beberapa point penting, yakni :
69
1) Pemerintah bersama DPR RI `menargetkan pembahasan Rancangan
Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan selesai dalam waktu
cepat karena RUU Pertanahan ini dinilai sangat penting untuk segera
diundangkan. Sebabnya adalah RUU Pertanahan merupakan
undang-undang implementasi atau operasionalisasi dari UU Nomor
5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) atau dengan kata lain, UUPA sebagai lex generalis dan
RUU Pertanahan sebagai lex specialis.
2) Ketua Panitia Kerjan (Panja) RUU Pertanahan DPR RI Herman
Khaeron berpendapat bahwa RUU Pertanahan ini merupakan
pengauatn dari UUPA yang menjadi acuan dalam urusan pertanahan
yang harus memberikan rasa keadilan kepada masyarakat oleh
karenanya, dalam RUU Pertanahan ini dikedepankan untuk
memenuhi rasa keadilan masyarakat, sebab bisa menekan inflasi
bidang pertanahan da nada pembaruan di bidang agrarian dan
pengelolaan sumber daya alam.
3) RUU Pertanahan ini merupakan inisiatif dari DPR RI yang masuk
Prioritas dan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 20092014 dan kembali menjadi prioritas pada periode 2015-2019. RUU
ini diyakini bisa segera disahkan DPR RI pada periode sekarang,
yang akan berakhir masa kerjanya pada September 2019.
4) RUU Pertanahan ini terdiri dari 15 bab dan substansinya ada di bab
pertama hingga kelima yang pembahasannya sudah diselesaikan.
Kemudian, 10 bab lainnya adalah bab pendukung. Isinya tentang
Reformas Agraria, Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL),
sanksi administrative dan sanksi hukum, pembentukkan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang pertanahan, serta aturan
lainnya.
5) Pelaksana Tugas Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian
ATR/BPN Andi tenrisau berpendapat bahwa jika dilihat perspektif
kemakmuran rakyat, undang-undang turunannya dengan UUPA,
70
sejak dibentuk sampai pelaksanaannya dirasakan masih ada
pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan dengan lebih baik.
6) Jika kita lihat daari aspek sosial, misalnya pengaturan pertanahan
atau pengaturan agraria selama ini, kita masih melihat adanya
ketimpangan struktur penguasaan pemilikan dan penggunaan atau
pemnfaatan tanah yang belum ideal, masih ada tumpang tindih
pengaturan tentang sumber daya agraria. Kemudian, sengketa
konflik pertanahan juga masih belum secepatnya terselesaikan.
Selain itu, untuk mengikuti perkembangan teknologi, data teknologi,
data pertanahan harus mulai terdigitalisasi dan pelayanan
pertanahan berbasis online. Diharapkan RUU Pertanahan bisa
menyelesaikan permasalahan ini.
Gambar 29. Dari kiri moderator Wartawan Koran Sindo, Abdul Rochim,
Ketua Panja RUU Pertanahan DPR RI, Herman Khaeron, Plt. Biro Hukum
dan Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Andi Tenrisau, dan
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR,
Inosentius Samsul.
71
18. Rabu, 24 Juli 2019
Kegiatan :
a. Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat Komisi V DPR RI dengan Menteri
Perhubungan, Menteri PUPR, BMKG, BNPP, dan Kakorlantas, Pukul
14.43 WIB – 17.43 WIB.
Uraian Kegiatan :
Rapat ini diadakan dengan agenda Evaluasi Pelaksanaan
Penanganan Arus Mudik Lebaran tahun 2019/1440 H, ynag
memperoleh beberapa point, yakni :
1) Fary D dari Fraksi Gerindra memaparkan bahwa sesuai informasi
yang kami peroleh secra umum kecelakaan lalu lintas dalam arus
mudik lebaran 2019 menurun drastic untuk itu kita perlu
memberikan apresiasi. Kita juga tidak bisa mengesampingkan
mengenai harga tiket pesawat yang masih mahal, jadi ada beberapa
para pemudik yang mebatalkan atau pindah moda transportasi
lainnya untuk bisa mudik. Kemacetan masih panjang walaupun
sudah dengan sistem satu arah harus adanya evaluasi lagi. Masih ada
pemudik yang tidak mendapatkan tiket kereta api, bis, dan kapal laut
dikarenakan tiket mudik sudah habis. Pada saat arus mudik lebaran
2019, JLM Dua Putra dilaporkan tenggelam pada selasa 4 Juni 2019
pada saat berlayar dari Kab Raha Sultra menuju Kab Sinjai dimana
atas kejadian ini 6 ABK berhasil diselamatkan.
2) MenPUPR menyampaikan bahwa ini merupakan hasil kerja keras
korlantas dan kemenhub, kami hanya mendukung kelancaran
kegiatan ini.
3) Sekjen Kemenhub menyampaikan bahwa pelaksanaan angkutan
lebaran tahun 2019 antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
a) Adanya upaya pembatasan operasional barang;
b) Pelaksanaan inpeksi keselamatan angkutan umum;
c) Peningkatan kualitas pelayanan tiket;
72
d) Peningkatan ketertiban dan keamanan;
e) Menyediakan sarana dan transportasi yang memadai;
f) Pengawasan moda transportasi yang intensif.
Kami juga menyelenggarakan program Mudik Gratis, dengan
realsiasi di tahun 2018 sebanyak 333 ribu penumpang, dan di
tahun 2019 menjadi 515 ribu penumpang. Mengenai kecelakaan
yang terjadi di jalan tol akan menjadi bahan evaluasi kami untuk
meningkatkan keamanan dan keselamatan di jalan tol. Mengenai
harga tiket, kami akan bekerjasama dengan instansi-instansi
terkait agar masyarakat dapat menikmati jasa transportasi yang
ada.
Gambar 30. Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan, Menteri
PUPR, BMKG, BNPP, dan Kakorlantas.
b. Komisi III DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI terkait Memberikan Pertimbangan atas Permohonan
Amnesti Baiq Nuril Maknun, Gedung Nusantara II, Lantai II, Pukul
16.09 WIB
Uraian Kegiatan :
Komisi III DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI terkait meberikan pertimbangan atas permohonan
73
Amnesti Baiq Nuril Maknun, yang mengahasilkan beberapa point,
yakni:
1) Yasonna Laoly selaku Menkumham memaparkan bahwa amnesti
secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yang berarti lupa.
Akibat dari tindak pidana dan dihapuskan. Pemerintah amnesti
diberikan oleh Presiden selaku Kepala Negara. Sdr Baiq Nuril
dijerat Pasal 27 UU Nomor 19 tahun 2016 juncto Pasal 45 UU ITE
atas
tuduhan
merekam
dan
menyebarkan
konten
asusila.
Berdasarkan putusan Judex Factie, Baiq Nuril dinyatakan tidak
terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam
UU ITE. Kemudian, Jaksa mengajukan kasasi ke MA, dan Sdr. Baiq
Nuril divonis hukuman penjara selama 6 bulan dengan denda Rp.
500 juta. Sdr. Baiq Nuril kemudian mengajukan PK ke MA. Namun,
berdasarkan Putusan Nomor 83/PK/PID.SUS/2019 pengajuan PK
yang dilakukan Baiq Nuril ditolak, dan Baiq Nuril ditetapkan
sebagai pelaku yang melanggar UU ITE. Amnesti dapat diberikan
kepada orang perseorangan yang mendapatkan persoalan hukum
seperti Baiq Nuril.
2) Secara etimologis, amnesti berasal dari kata amnestia yang artinya
melupakan. Untuk itu pemberian amnesti oleh Presiden bermaksud
untuk meniadakan hukum pidana yang timbul dari suatu tindak
pidana. Dalam hal ini pemberian amnesti harus berdasarkan
pertimbangan DPR
bersangkutan
adalah
sengguhnya
semata-mata
perbuatan
yang dilakukan
melindungi
diri
sebagai
perempuan, ibu, dan istri. Selama ini pemberian amnesti hanya
terkait pada tindak pidana politik, tetapi seiring perkembangan
zaman dan perkembangan doktrin yang berlaku, maka pemberian
amnesti ini seharusnya bisa diberikan juga pada terpidana tindak
pidana umum. Pemberian amnesti ini rasanya perlu dan harus di
dukung. Sebab ini sejalan dengan nawacita Presiden untuk
74
menegakkan perempuan dan melindungi perempuan dari berbagai
ancaman kekerasan.
3) Sebenarnya soal pembangunan hukum adalah kita mengundang
pegiat hukum. Pertimabnagannya dalam rangka keadilan di
masyarakat. Karena yang dilakukan Nuril adalah mempertahankan
harkat
dan
martabatnya
sebagai
perempuan.
Kalaui
dia
memperjuangkan, jangan-jangan saya menjadi korban. Soal UU
Nomor 11 memang benar sudah tidak ada dasarnya dan UU ini pada
dasarnya Bung Karno digunakan untuk memberikan amnesti kepada
Firery. Kami tetap dalam pemikiran harus ada ruang yang harus kita
buat untuk hal-hal seperti ini. Saya percaya oleh Bamus akan
diberikan kepada Komisi II terkait tata cara pemberian amnesti dan
abolisi untuk kedepannya.
4) Penegakkan hukum yang dimaksud disini adalah penegakkan rasa
keadilan terutama bagi perempuan. Karena kalau pemberian amnesti
ini tidak disetujui, maka terdapat preseden bahwa dimana
perempuan yang dilecehkan oleh seseorang yang jabatannya lebih
tinggi dari dirinya dan akan merasa takut karena akan dianggap
sebagai pelaku. Padahal mereka adalah korban dari pelecehan.
Rencana kami setelah ini adalah membuat RUU tentang amnesti.
Sebab, harus ada ruang yang kita buat untuk hal-hal seperti ini. RUU
Amnesti ini sedang dalam tahap FGD dan nantinya RUU ini
diharapkan dapat menjadi payung hukum yang melindungi harkat
dan martabat perempuan.
75
Gambar 31. Yasonna Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
RI dengan Komisi III DPR RI.
19. Kamis, 25 Juli 2019
Kegiatan :
a. Rapat Paripurna ke-23 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 2018-2019,
Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara II, Lantai 3, Pukul 10.55
WIB – 12.22 WIB.
Uraian Kegiatan :
1) Pendapat Fraksi-fraksi terhadap RUU Usul Komisi IX DPR RI
tentang Pengawasan Obat dan Makanan dilanjutkan dengan
Pengambilan Keputusan menjadi RUU Usul DPR RI
Mengenai agenda rapat ini, oleh Utut Fraksi PDIP
dipaparkan bahwa akan diserahkan secara tertulis oleh masingmasing perwakilan fraksi.
2) Pendapat Fraksi-fraksi terhadap hasil pembahasan Peraturan DPR
RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota
DPR RI untuk dapat disetujui dan ditetapkan
Dalam agenda Rapat ini diwakilkan oleh Sarmuji, S.E.,
M.Si. (Fraksi Golkar) untuk menyampaikan hasil evaluasi
76
pembahasan, yakni berdasarkan hasil kajian dan evaluasi terhadap
Peraturan DPR, Baleg memandang perlu mengganti Peraturan
terkait tenaga ahli. Terkait TA dan staff administrasi, Panja
menjalankan rapat intensif. Ketentuan mengenai TA dan alat
kelengkapan paling sedikit 10 orang dan Badan Legislasi sebanyak
15 orang. Penegasan lingkup TA terkait BPJS Kesehatan dan BPJSTK. Rancangan Peraturan DPR RI tentang pengelolaan TA ini ada
9 bab. Hasil kerja panja di adakan pleno Baleg dan kemudian
dilanjutkan oleh mini fraksi. Lalu, RUU tentang Pengelolaan TA ini
disetujui dalam tingkat I. Hal-hal yang diatur dalam Rancangan
Peraturan DPR RI tentang Tenaga ahli adalah sebagai berikut:
a) Jumlah TA untuk AKD, yaitu 10 orang, dan untuk baleg 15
orang.
b) AKD yang diberi kewenangan untuk merekrut TA adalah
BAKN dan Bamus.
c) Penambahan ketentuan mengenai tambahan hak TA berupa
tunjangan masa kerja.
d) Penegasan jaminan sosial TA berupa pemberian BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
e) Penambahan ketentuan mengenai pengangkatan kembali TA
AKD yang sudah bekerja selama 1 periode atau lebih.
Adapun ketentuan mengenai peraturan tata tertib DPR RI
tentang TA dan Staf Ahli Anggota DPR terdiri dari 9 bab dan 51
Pasal.
3) Laporan Komisi XI DPR RI tentang Hasil Uji Kepaturan dan
Kelayakan Calon Deputi Gubernur Senior BI dilanjutkan dengan
Pengambilan Keputusan
Pada agenda rapat ini diwakili oleh Achmad Hafisz Tohir
Fraksi PAN untuk menyampaikan laporannya, yakni ketentuan
Pasal 41 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI sebagaimana
diubah terakhir dengan UU Nomor 6 tahun 2009 yang berbunyi
77
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Nomor R-16/Pres/04/2019,
tanggal 25 April 2019, perihal usul calon deputi senior BI,
berdasarkan surat yang dimaksud Presiden telah mengusulkan
saudara Destry Damayanti untuk menggantikan Saudara Mirza
Adityaswara menindaklanjuti surat tersebut, rapat konsultasi rapat
Bamus antara pimpinan DPR RI dan pimpinan fraksi-fraksi pada
tanggal 9 Mei 2019 memutuskan Komisi XI DPR RI melakukan
pembahsan calon Deputi Gubernur Senior BI berdasarkan
penugasan dari rapat konsultasi pengganti rapat Bamus tersebut,
Komisi XI DPR RI mengadakan serangkaian kegiatan sebagai
berikut:
a) Tanggal 1 Juli 2019, Komisi XI DPR RI melakukan uji
kelayakan dan uji kepatutan (fit and proper test) terhadap calon
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
b) Tanggal 8 Juli 2018, Komisi XI DPR RI mengadakan RDP
dengan kepala BIN untuk meminta masukkan terhadap para
calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
c) Tanggal 9 Juli 2019, Komisi XI DPR RI mengadakan RDPU
dengan PE`RBANAS dan HIMBARA untuk meminta masukkan
terhadap para calon Deputi Guber Senior Bank Indonesia.
d) Tanggal 10 Juli 2019, Komisi XI DPR RI mengadakan RDP
dengan Kepala PPATK untuk meminta masukkan terhadap para
calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Mengakhiri proses pembahasan terhadap calon Deputi Gubernur
Senior Bank Indonesia pada tanggal 11 Juli 2019 Pukul 15.00 WIB
mengadakan rapat internal dalam pengambilan keputusan. Setelah
mendengarkan masukkan, saran, dan pendapat dari seluruh fraksi.
Rapat interna Komisi XI DPR RI memutuskan secara musyawarah
mufakat untuk menetapkan saudara Destry Damayanti sebagai
Deputi Gubernur Senior BI 2019-2024. Kami mengharapkan agar
78
calon Deputi Gubernur Senior BI terpilih dapat menjaga stabilitas
perekonomian nasional dalam menghadapi adanya potensi gejolak
ekonomi global.
4) Laporan Komisi III DPR RI terhadap Pertimbangan atas Pemberian
Amnesti kepada Saudara Baiq Nuril Maknun
Dalam agenda rapat ini pemaparannya diwakilkan oleh Erna
Suryani dari Fraksi Demokrat, yakni berdasarkan Surat Presiden
Republik Indonesia No. R28/Pres/07/2019 tertanggal 15 Juli 2019
tentang Permintaan Pertimbangan atas Permohonan Amnesti Baiq
Nuril Maknun, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Penugasan
Badan Musyawarah DPR RI Masa Persidangan V Tahun Sidang
2018-2019 Nomor: PW/11188/DPR RI/VII/2019, tertanggal 16 Juli
2019, untuk melakukan pembahsan Permintaan Pertimbangan atas
Permohonan Amnesti Sdri. Baiq Nuril Maknun. Setelah mendengar
dan memperhatikan peristiwa hukumyang dialami oleh Sdri. Baiq
Nuril maknun dalam Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor
265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr. tanggal 26 Juli 2017 dan Putusan Kasasi
Mahkamah Agung Nomor 574/K/PID.SUS/2019 tanggal 4 Juli
2019, yang amar putusannya adalah yang bersangkutan dijatuhi
pidana penjara selama 6 (enam) bulan dikurangi dengan waktu
selama berada dalam tahanan sementara, dan pidana denda sebesar
Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) susbsidair pidana
kurungan selama 3 (tiga) bulan, sebab yang bersangkutan
dipersalahkan
melakukan
tindak
pidana
“tanpa
hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diakses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” Komisi III DPR
RI mengapresiasi dan menghormati Puttusan PK Nomor 83
PK/PID.SUS/2019 yang menolak permohonan Peninjauan Kembali
(PK) sdr. Baiq Nuril maknun. Namun demikian, Komisi III DPR RI
juga mempertimbangkan aspirasi keadilan masyarakat luas, bahwa
79
Sdr. Baiq Nuril Maknun adalah korban sebenarnya, bukan pelaku
sebagaimana didakwakan dalam Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 43 UU
ITE Baiq Nuril Maknun adalah korban kekerasan verbal dan yang
dilakukan oleh Sdri. Baiq Nuril sebagai bentuk upaya melindungi
diri dari kekerasan psikologis dan kekerasan seksual sebagaimana
diatur dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945.
Pemberian Amnesti adalah bagian dari hak Presiden sebagai
Kepala Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD
1945 jo. Pasal 71 huruf (i) UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang
Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3)
jo. Pasal 6 huruf (i) Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Tata Tertib yang juga mengatur perihal kewenangan DPR untuk
“memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian
amnesti dan abolisi.”
Putusan hukum yang telah dikeluarkan oleh lembaga
yudikatif telah memenuhi unsur kepastian hukum melalui penetapan
pengadilan. Namun demikian, munculnya permintaan pertimbangan
atas permohonan amnesti ini dalah wujud dari ketidakhadiran unsur
kemanfaatan dan juga keadilan. Oleh sebab itu, penting kiranya DPR
RI melalui Komisi III atas permohonan amnesti Sdri. Baiq Nuril
Maknun. Peserta rapat Paripurna menyetujui untuk memberikan
amnesti kepada Baiq Nuril Maknun.
5) Pengesahan Perpanjangan pembahsan 17 (tujuh belas) RUU, yaitu:
a) RUU tentang Kewirausahaan Nasional;
b) RUU tentang Wawasan Nusantara;
c) RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual;
d) RUU tentang Pekerja Sosial;
e) RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagaman;
80
f) RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (ASN);
g) RUU tentang Masyarakat Hukum Adat;
h) RUU tentang Pertanahan;
i) RUU tentang KUHP;
j) RUU tentang Jabatan Hakim;
k) RUU tentang Mahkamah Konstitusi;
l) RUU tentang Pemasyrakatan;
m) RUU tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat;
n) RUU tentang BUMN;
o) RUU tentang Bea Materai;
p) RUU tentang Sumber Daya Air;
q) RUU tentang Perkoperasian;
Mengenai perpanjangan pembahsan 17 (tujuh belas) RUU diatas
disetujui oleh seluruh peserta Rapat Paripurna.
6) Laporan Akhir Pansus Angket DPR RI tentang Pelindo II;
Dalam agenda rapat ini, dipaparkan oleh Rieke Diah
Pitakloka selaku Ketua Pansus Pelindo II, yang memberikan
rekomendasi sebagai berikut:
a) Pansus sangat merekomendasikan dibatalkannya perpanjangan
kontrak antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holdings
(HPH). Pada akhirnya kontrak tersebut putus dengan sendirinya,
sehingga Indonesia tidak perlu membayar uang percepatan
penyelesaian transaksi (early termination).
b) Pansus merekomendasikan untuk diberikannya peringatan dan
dilakukannya
pengawasan
terhadap
kasus-kasus
fraud
engineering di PT. Pelindo II.
c) Terkait persoalan ketenagakerjaan, Pansus merekomendasikan
agar PT Pelindo II dapat memperkerjakan kembali karyawan
yang di PHK dan dimutasi secara sepihak.
81
d) Pansus dapat sangat merekomendasikan agar PT Pelindo II dapat
memperkerjakan kembali karyawan yang di PHK dan dimutasi
secara sepihak.
e) Pansus sangat merekomendasikan kepada Menteri BUMN untuk
memberhentikan Dirut Pelindo II.
f) Pansus telah memiliki penemuan bahwa Menteri BUMN dengan
sengaja membiarkan adanya tindakan yang melanggar peraturan
perundang-undangan, khususnya UU Nomor 19 tahun 2003
tentang BUMN.
g) Pansus merekomendasikan agar Presiden mencekal investasi
asing yang dalam jangka panjang dapat merugikan Indonesia.
Untuk itu, Pansus merekomendasikan agar Presiden dapat
menggunakan hak prerogative Presiden untuk memberhentikan Rini
Soemarno selaku Menteri BUMN.
7) Pidato penutupan Masa Persidangan V TS 2018-2019.
Pada agenda persidangan ini, dipaparkan oleh pimpinan Rapat
Paripurna Drs. Utut Adiyanto Wahyuwidayat FPDIP yang
memaparkan bahwa sebagaimana biasa dalam setiap penutupan
masa persidangan, DPR akan menyampaikan penjelasan kepada
public mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi Dewan, dimulai dari
fungsi legislasi, anggaran, pengawasan, dan diplomasi parlemen.
Selama Masa Persidangan V, DPR telah bekerja keras dalam
pembahsan RUU bersama dengan pemerintah dan syukur
Alhamdulillah berhasil menyetujui 3 (tiga) RUU menjadi UndangUndang, yaitu:
a) RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia
dan Republik Islam Iran tentang Bantuan Timbal balik dalam
Masalah Pidana (Treaty between the Republic of Indonesia and
the Islamic Republic of Indonesia and the Islamic Republic of
Iran in Mutual Legal Assistance in Criminal matters);
82
b) RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia
dan Republik Islam Iran tentang Ekstradiksi (Treaty between the
Republic of Indonesia and the Islamic Republic of Iran on
Extradition);
Pengesahan persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran tentang Bantuan
Timbal Balik dalam masalah Pidana dan Ekstradiksi diharapkan
akan meningkatkan kerja sama yang saling menguntungkan
dalam bidang pemberantasan tindak pidana antar kedua negara.
Perjanjian kerja sama ini juga bertujuan untuk mengantisipasi
timbulnya tindak pidana yang tidak lagi mengenal batas
yurisdiksi suatu negara.
c) RUU tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
Untuk menjadi bangsa yang maju dan modern, kita harus
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. RUU ini bertujuan
untuk meningkatkan kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam
pembangunan
nasional
serta
memenuhi
hak
konstitusional setiap warga negara untuk memperoleh manfaat
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gambar 32. Power Point Rapat Paripurna ke-23 DPR RI Masa
Persidangan V Tahun 2018-2019
83
b. Dialektika Demokrasi dengan tema “Gerindra Gabung Ancaman Kursi
Koalisi?”, Media Center DPR RI Gedung Nusantara III, Lantai I, Pukul
13.00 WIB – 15.00 WIB.
Uraian Kegiatan :
Diskusi ini menghadirkan narasumber, yakni Ketua Fraksi PKB
DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, Anggota Fraksi PKS DPR RI,
Aboebakar Alhabsyi, Anggota Fraksi PDIP DPR RI, Eva Kusuma
Sundari, Pengamat Politik CSIS, Arya Fernandes dan moderator
Ninding Julius Permana (Wartawan RRI). Dalam agenda rapat ini,
mengahasilkan beberpa point, yakni:
1) Eva Kusuma Sundari FPDIP mennyatakan bahwa partai-partai
politik anggota KIK agar tidak perlu khawatir karena Partai Gerindra
belum tentu akann masuk ke koalisi partai politik pendukung
pemerintah. Munculnya hipotesa bahwa masuknya Partai Gerindra
akan mengurangi jatah dari partai politik anggota koalisi, tidak
karena komposisi menteri cabinet saja belum dibicarakan. Di KIK
sudah ada mekanisme sutau partai akan bergabung atau tidak, seperti
yang disebutkan Presiden terpilih Jokowi. Mekanismenya, ketika
Presiden bertemu dengan semua ketua umum partai politik anggota
koalisi, kemudian membicarakan bagaimana komposisi, formasi,
lalu portofolio.
2) Peniliti politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS)
Arya Fernandes menyatakan bahwa penambahan anggota koalisi
memiliki risiko bagi KIK, yakni gejolak politik internal dan
kerepotan bagi Presiden dalam menentukan langkah politik. Ada
dua situasi dalam pemilu kemarin yang sangat berbeda, yakni
platform politik, terutama platform ekonomi. Pemerintah akan
menyatukan platform-platform tersebut ke dalam kebijakannya.
Kondisi tersebut berpotensi menghadirkan dua blok koalisi di
internal. Hal itu, bahkan sudah mulai terjadi. Salah satunya dari
pertemuan empat ketua umum partai KIK tanpa dihadiri PDIP. Di
84
sisi lain, PDIP justru melakukan pertemuan dengan Prabowo
Subianto.
3) Aboebakar Alhabsyi dari Fraksi PKS menyatakan pendapatnya
bahwa pertemuan antara Ketua Umum DPP PDI Perjuangan
Megawati dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto
sebagai hal biasa. Namun, yang luar biasa itu adalah ‘dalang’ dibalik
layar pertemuan yang dikenal dengan ‘Politik Nasi Goreng’
tersebut. Pertemuan Mega dan Prabowo itu, hanya nostalgia. Justru
yang menarik adalah siapa yang bermain cantik dibalik layar.
Merujuk Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan yang
hadir pada pertemuan antara Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto
sebelumnya. Kepala BIN itu bermain cantik dibalik dua pertemuan
Prabowo dengan Jokowi maupun Megawati itu. Budi Gunawan
telah menyiapkan pertemuan itu dengan baik. Aboebakar tidak ingin
menilai apakah yang dilakukan itu sesuai dengan tugas pokoknya
sebagai BIN mengingat belum ada kejadian yang sama sebelumnya.
Sedangkan terkait pertemuan tersebut, Aboebakar mengklaim
bahwa Gerindra jadi merapat ke koalisi akan ada yang merasa
‘kurang nyaman’. Pastinya ada yang takut tidak kebagian jatah garagara Gerindra masuk.
Gambar 33. Dari kiri moderator Ninding Julius Permana (Wartawan
RRI), Ketua Fraksi PKB DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, Anggota
85
Fraksi PDIP DPR RI, Eva Kusuma Sundari, Anggota Fraksi PKS DPR
RI, Aboebakar Alhabsyi, dan Pengamat Politik CSIS, Arya Fernandes.
20. Jumat, 26 Juli 2019
Kegiatan :
Membuat Notulensi Rapat mengenai Rapat Pembahasan RUU
tentang Penanggulangan Bencana dengan BMKG dan BNPB, Ruang Rapat
Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 10,35 WIB – 12.30
WIB.
Uraian Kegiatan :
Dikarenakan sedang masa reses di DPR RI tidak ada agenda rapat.
Karenanya Penulis ditugaskan membuat notulensi rapat mengenai
Pembahasan RUU tentang Penanggulangan Bencana dengan BMKG dan
BNPB, yang masing-masing memiliki rapat ini berdurasi ±1 jam.
`
Gambar 34. Penulis pada saat mengerjakan Notulensi Rapat Pembahasan
RUU tentang Penanggulangan Bencana.
86
21. Senin, 29 Juli 2019
Kegiatan :
Membuat Risalah Rapat mengenai Risalah Rapat mengenai Rapat
Koordinasi mendengarkan masukkan DPD RI terkait Harmonisasi RUU
tentang Perkelapasawitan pada tanggal 14 September 2017, Ruang Rapat
Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 11.30 WIB – 15.00
WIB.
Uraian Kegiatan :
Dikarenakan sedang masa reses di DPR RI tidak ada agenda rapat.
Karenanya Penulis diberikan tugas untuk membuat Risalah Rapat mengenai
Rapat Koordinasi RUU tentang Perkelapasawtitan dengan agenda
mendengarkan masukkan DPD RI terkait Harmonisasi RUU tentang
Perkelapasawitan. Mengenai RUU Perkelapasawitan ini rekaman suaranya
terdiri dari 3 kaset, yang masing-masing memiliki durasi ±40 menit. Pada
hari ini penulis mendapatkan bagian kaset 1.
`
Gambar 35. Kaset-kaset rekaman suara dan contoh risalah rapat.
22. Selasa, 30 Juli 2019
Kegiatan :
Melanjutkan pembuatan Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi
mendengarkan masukkan DPD RI terkait Harmonisasi RUU tentang
87
Perkelapasawitan pada tanggal 14 September 2017, Ruang Rapat Badan
Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 09.30 WIB – 14.00 WIB.
Uraian Kegiatan :
Melanjutkan pembuatan Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi
RUU tentang Perkelapasawtitan di tanggal 29 Juli 2019 yang belum selesai,
yakni mendengarkan ulang rekaman suara sambil membenarkan kata
perkata dan menambah beberapa paragraph kalimat yang salah atau tidak
terdeteksi.
Gambar 36. Penulis pada saat membuat Risalah Rapat.
23. Rabu, 31 Juli 2019
Kegiatan :
Melanjutkan pembuatan Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi
mendengarkan masukkan DPD RI terkait Harmonisasi RUU tentang
Perkelapasawitan pada tanggal 14 September 2017, Ruang Rapat Badan
Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 11.30 WIB – 14.50 WIB.
Uraian Kegiatan :
Melanjutkan pembuatan Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi
RUU tentang Perkelapasawtitan di tanggal 29 Juli 2019 yang belum selesai,
yakni mendengarkan ulang rekaman suara sambil membenarkan kata
88
perkata dan menambah beberapa paragraph kalimat yang salah atau tidak
terdeteksi. Menggabungkan catatan rapat RUU Perkelapasawitan dari kaset
1, kaset 2, dan kaset 3 dan disesuaikan dengan format Risalah Rapat yang
diberikan.
Gambar 37. Kaset-kaset rekaman suara yang Penulis gunakan untuk
membuat Risalah Rapat.
B. Pengalaman Positif yang Diperoleh dari Kegiatan Magang
Penulis melaksanakan kegiatan magang dari tanggal 1 Juli 2019 sampai
dengan 31 Juli 2019 selama satu bulan melaksanakan kegiatan magang penulis
senantiasa berusaha menjalin komunikasi dan kerja sama yang baik dengan para
karyawan sekretariat Badan Legislasi DPR RI.
Selama kegiatan penulis banyak sekali mendapat pengetahuan dan
pengalaman. Pengetahuan yang didapat oleh penulis diantaranya penulis
mengetahui bagaimana berlangsungnya sebelum rapat yang diadakan di DPR,
dan mendapat banyak masukan pengetahuan mengenai hal-hal yang akan
dijalankan anggota bagi kepentingan negara dan rakyatnya, pengalaman paling
berharga dari yang penulis dapat adalah interaksi kekeluargaan yang tercipta
dari organisasi dalam lingkup kecil maupun lingkup besar yang terjadi
dilingkungan DPR RI, kegiatan magang selama penulis lakukan berada di
bagian Badan Legislasi yang termasuk ke dalam bagian Biro Persidangan II,
dengan tugas sebagai berikut :
89
1. Menginventarisasi buku-buku yang ada di Badan Legislasi, yakni dengan
menghitung jumlah tiap buku yang ada berdasarkan judulnya, mencatat
jumlah, dan merapihkan catatan dengan format Microsoft Word.
2. Mengarsipkan surat-surat rapat, yaitu mengarsipkan surat, penyortiran
surat, mencap surat, melipat surat, memasukkan surat ke dalam amplop, dan
pengarsipan lainnya
3. Membuat risalah rapat, yaitu mendengarkan rekaman suara rapat melalui
tape recorder, mengkonversi rekaman suara rapat dari tape recorder ke
rekaman suara digital, menggunakan aplikasi speech texter untuk menulis
rekaman rapat secara otomatis, mengkoreksi dan menambahkan kata
perkata, kalimat perkalimat risalah rapat bila ada kesalahan dalam penulisan
maupun pengejaannya.
4. Membuat notulensi rapat, yaitu pada saat rapat berlangsung dicatat apa saja
yang dibicarakan oleh tiap anggota rapat.
5. Mengikuti rapat-rapat yang ada di Badan Legislasi baik rapat yang bersifat
terbuka dan tertutup.
6. Bila tidak ada kegiatan di Baleg diperbolehkan untuk mengikuti rapat yang
terbuka untuk umum di komisi-komisi DPR RI, rapat Paripurna, dan rapat
Badan Anggaran.
7. Mengikuti diskusi Forum Legislasi yang diadakan di Media Center DPR RI.
C. Tantangan Selama Magang
1. Masalah Kebijakan
Masalah kebijakan yang ditemukan penulis selama melakukan
kegiatan magang antara lain :
a. Kurang disiplin waktu anggota dewan dalam menghadiri rapat oleh
karenanya rapat seringkali dimulai terlambat dari waktu yang telah
ditentukan.
b. Kurangnya disiplin karyawan dalam menempatkan area merokok
disetiap tempatnya dan kurangnya kesadaran karyawan dan anggota
dalam mematuhi peraturan yang ada.
90
2. Masalah operasional
Masalah operasional yang ditemukan penulis selama melakukan
kegiatan magang antara lain :
a. Kurangnya tersedia alat elektronik
Seperti yang diketahui disetiap ruang lingkup kerja memerlukan alat
penunjang agar kinerja menjadi lebih mudah, akan tetapi alat-alat yang
ada didalam ruang lingkup penulis melaksakan magang diketahui
kurang memadai bagi setiap pekerjanya baik tenaga ahli maupun
karyawan. Tenaga ahli dan karyawan harus berbagi komputer untuk
melakukan pekerjaannya sehingga pekerjaan dari tenaga ahli dan
karyawan menjadi kurang optimal.
b. Terjadinya penumpukan buku-buku yang seharusnya diselesaikan
terkait kesejahteraan pegawai.
Ketidakrapihan dalam penyusunan dan penumpukkan bukubuku yang berada di bawah meja mengakibatkan ketika duduk
terganggu oleh tumpukkan buku dan kurang berkonsentrasi dalam
pekerjaannya.
c. Masalah Penataan Ruang Kantor
Masalah lainnya yang penulis temukan adalah penataan ruangan
rapat Badan Legislasi adalah sebagai berikut :
1) Tidak tertatanya dengan rapih didalam ruangan rapat Badan
Legislasi, dengan banyaknya tumpukan buku dan undang-undang
yang berantakan.
2) Banyaknya kertas yang tidak terpakai dan dibiarkan menumpuk
diatas alat penghancur kertas.
91
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Selama satu bulan penuh (1 Juli 2019 - 31 Juli 2019) penulis berada di dalam
lingkup Badan Legislasi DPR RI dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Badan Legislasi DPR RI sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap.
Pembentukan Badan Legislasi tidak dimaksudkan untuk mengambil alih
hak-hak anggota DPR untuk mengajukan RUU usul inisiatif tetapi hanya
berfungsi untuk memberikan dukungan, dan/atau membantu, baik secara
teknis maupun pengembangan substansi suatu RUU.
2. Badan Legislasi selain menyelenggarakan tugas pokok dan memiliki fungsi
yang kewenangannya untuk menampung aspirasi masyarakat baik dengan
cara kunjungan kerja maupun dengan cara menerima kunjungan tamu dari
berbagai kalangan masyarakat yang datang ke Badan Legislasi.
3. Selama magang penulis membantu sebagian kecil dari kegiatan atas tugas
Baleg secara keseluruhan.
4. Maka dalam kegiatan magang ini penulis memperoleh berbagai
pengalaman, banyak pengetahuan bahkan wawasan lebih luas mengenai
hubungan internasional di bagian parlemen maupun di dunia kerja secara
nyata. Oleh karena itu penulis merasa sangat beruntung dapat melakukan
magang di Badan Legislasi DPR RI.
B. Saran
1. Saran untuk Mahasiswa Magang
a. Mahasiswa magang harus lebih mempersiapkan diri, baik dari segi
akademik maupun kemampuan sehingga tidak ada kesulitan dalam
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan pada tempat magang.
b. Mahasiswa magang harus survey terlebih dahulu ke tempat magang
untuk mengetahui job description yang akan menjadi tanggung
92
jawabnya selama magang berlangsung sehingga akan lebih maksimal
dalam menjalankan tugasnya.
c. Berkerja dengan disiplin dan penuh tanggung jawab pada setiap tugas
yang diberikan, dan jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
tugas dapat meminta bantuan/bimbingan terhadap pekerja lainnya di
tempat magang.
2. Saran untuk Badan Legislasi DPR RI
a. Penulis berharap agar karyawan-karyawan serta staf di Badan Legislasi
DPR RI tetap mempertahankan dan meningkatkan kedisipinan serta
meningkatkan kemampuan dalam teknik pelayanan yang baik bagi
anggota DPR RI dan masyarakat luas.
b. Seluruh staf atau pegawai Badan Legislasi DPR RI, apabila dalam
penempatan magang mahasiswa tersebut tidak ada pekerjaan, maka
mahasiswa dapat di rolling/di pindahkan ke tempat yang aktif
pekerjaannya.
3. Saran untuk Universitas
a. Mempermudah proses birokrasi dalam pengurusan perizinan magang
sehingga mahasiswa yang hendak melaksanakan magang tidak
mengalami kendala karena lamanya proses pembuatan surat izin
magang.
b. Menjalin kerjasama dengan berbagai instansi, sehingga mempermudah
mahasiswa dalam pencarian tempat pelaksanaan magang.
93
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Badan Legislasi DPR RI. Badan Legislasi DPR RI (Kinerja Periode 20092014). Jakarta: Badan Legislasi DPR RI, 2014.
. Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(BALEG DPR RI). Cet. 1. Jakarta: Biro Pemberitaan Parlemen Setjen DPR
RI, 2018.
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI. Laporan Kinerja Sekretariat
Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (Setjen dan BK DPR RI) Tahun 2016. Jakarta: Setjen BK DPR
RI, 2016.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Internet
DPR RI. http://www.dpr.go.id/setjen/tentang, diakses pada tanggal 25 Juli
2019, Pukul 16.00 WIB.
. http://www.dpr.go.id/akd/index/id/Tentang-Badan-Legislasi, diakses
pada tanggal 27 Juli 2019, Pukul 13.20 WIB.
94
LAMPIRAN-LAMPIRAN
95
Lampiran 1. Surat Permohonan Magang
96
Lampiran 2. Analisa Penerimaan dan Penempatan Permohonan Magang/Praktik
Kerja Lapangan
97
Lampiran 3. Nota Dinas
98
Lampiran 4. Tanda Pengenal/Nametag Magang
Gambar 38. Tampak depan Nametag yang digunakan Penulis selama magang di
DPR RI
Gambar 39. Tampak Belakang Nametag yang digunakan Penulis selama magang
di DPR RI
99
Lampiran 5. Lembar Penilaian Magang
100
Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Magang
101
Lampiran 7. Jurnal Kegiatan Harian
102
103
104
105
Lampiran 8. Jurnal Bimbingan Magang
106
Lampiran 9. Risalah Rapat Panja Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang
Kekarantinaan Kesehatan, 23 November 2016 dengan Pakar Hukum Pidana Dr.
Eva Achjani Zulfa, S.H., Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H DPR RI Tahun 2016
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RISALAH
PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEKARANTINAAN
KESEHATAN
RABU, 23 NOVEMBER 2016
Tahun Sidang
Masa Persidangan
Rapat ke
Jenis Rapat
Dengan
Sifat Rapat
Hari, tanggal
Pukul
Tempat
Ketua Rapat
Sekretaris
Acara
Hadir
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
2016 - 2017
I
Pleno
Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H. dan Prof. Dr.Mudzakkir, S.H., M.H.
Terbuka
Rabu, 23 November 2016
13.00 WIB
Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I lantai 1
Dr. H. Dossy Iskandar Prasetyo
Widiharto, S.H., M.H.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan
Kesehatan
: 30 orang, izin 5 orang dari 74 orang Anggota
KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO):
Bismilah hirohman nirohim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera buat kita semua.
Yang saya hormati Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H. pakar pidana kita yang sudah hadir
hari ini,
Yang saya hormati Dr. Eva Achjani Zulfa yang sudah hadir,
Anggota Badan Legislasi dan hadirin sekalian yang berbahagia.
107
Alhamdulilah puji syukur Kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa karena atas perkenan-Nya, kita bisa hadir dalam Rapat Panja pada hari ini dalam
rangka meminta masukan untuk pembahasan menyangkut soal Rancangan UndangUndang tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Berdasarkan laporan dari Sekretariat, jumlah anggota yang telah menandatangani
sebanyak 25 orang, anggota izin 5 orang dan dihadiri oleh 10 fraksi. Karena rapat ini tidak
dalam rangka mengambil keputusan, maka rapat ini saya nyatakan dibuka dan terbuka
untuk umum.
(RAPAT DIBUKA PUKUL 13.50 WIB)
Pimpinan dan anggota Baleg narasumber dan hadirin yang saya hormati
pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan yang telah
ditugaskan oleh BAMUS (Badan Musyawarah DPR) dan Badan Legislasi telah
menyelesaikan pembahasan sejumlah tim dari Rancangan Undang-Undang Kekarantinaan
Kesehatan ini terkait dengan pengaturan pidana yang tercantum dalam draft RUU yang telah
disepakati oleh Panja untuk meminta masukkan dan pendapat pandangan dari pakar hukum
pidana untuk itu pada rapat hari ini Badan Legislasi mengundang Prof. Dr. Mudzakkir, S.H.,
M.H. dari Universitas Islam Indonesia yang baju putih pake dasi yang sering kita lihat di TV
dan Dr. Eva Achjani Zulfa dari Universitas Indonesia tentunya kita ingin mendapatkan
pandangan-pandangan untuk menambah dan memperkaya terhadap materi perancangan
Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan yang sedang kita bahas ini khususnya
adalah point yang berkaitan dengan muatan pencantuman sanksi pidana dan pemidanaan
yang sesuai dengan perkembangan pembahasan hukum pidana yang sedang berlangsung
di Komisi III.
Untuk kelancaran jalannya rapat saya bacakan susunan agenda rapat pada hari ini sebagai
berikut:
1. Pengantar Ketua rapat
1. Pandangan atau masukan dari kedua narasumber
2. Tanya jawab
3. Penutup.
Rapat ini Insya Allah akan berlangsung sampai dengan pukul 15.00, namun apabila
ada hal-hal yang perlu didiskusikan dapat kita perpanjang sesuai dengan kesepakatan rapat.
Kita bisa setujui ya pak ya?
(RAPAT SETUJU)
Selamat datang Pak Toto pimpinan baru dari keliling selanjutnya kesempatan ini saya
berikan kepada Prof. Mudzakkir untuk memberikan masukannya diberikan waktu selama 15
menit untuk menyampaikan pokok pikiran dilanjutkan dengan Dr. Eva Zulfa masing-masing
15 menit.
Saya persilakan pak.
108
NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR, S.H., M.H.):
Terima kasih sebelumnya, tadi sudah disepakati menghargai yang duluan ya Pak. Karena
tadi habis Bu Eva saya pak.
KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO):
Baik saya persilahkan Dr. Eva
NARASUMBER (Dr. EVA ACHJANI ZULFA, S.H., M.H.):
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat siang.
Yang saya hormati Pimpinan Badan Legislasi DPR RI,
Yang saya hormati Bapak dan Ibu yang hadir pada hari ini,
Prof. Mudzakkir terima kasih kesempatannya, pertama-tama yang ingin saya
sampaikan bahwa terus terang, saya kemarin sudah diminta pendapat oleh pihak
pemerintah, jadi saya harus jujur disini berkaitan dengan RUU Kekarantinaan Kesehatan ini
juga Pak. Jadi barangkali masukkan-masukannya akan sama dengan pihak pemerintah, apa
yang saya sampaikan hari ini yang kedua, memang sebelumnya ketika menerima undangan
baik dari DPR maupun dari pemerintah, saya teringat dari Rancangan Undang-Undang yang
juga sedang dibahas oleh pemerintah, yaitu Rancangan Undang-Undang mengenai Wabah,
kalau tidak salah itu kaitannya dengan kalau kita menghadapi tentang virus dampak potensi
penyakit, bukan RUU mengenai terorisme ada RUU yang lain. Terima kasih ya Pak, saya
kira sama karena kelihatan dan nuansanya sama tetapi setelah kemudian diskusi, saya tidak
tahu sampai sekarang perbedaan besarnya seperti apa. Tetapi saya kira untuk
Kekarantinaan Kesehatan target atau fokusnya adalah konteks transportasi atau suatu
perpindahan, dari suatu keadaan kedaruratan kesehatan nah saya berangkat dari sana saja.
Saya berpikir ini berbeda atau sama itu nanti dibahas RUU, belum masuk Prolegnas dan
akan dibahas di tahun yang akan datang.
Mengenai RUU Kekarantinaan ini, dalam pandangan saya sebagai orang yang bergerak di
bidang Hukum Pidana, kita harus melihat dari filosofi dasarnya untuk apa kemudian RUU ini
dibuat, untuk apa Undang-Undang ini. Saya melihat bahwa yang harus kita pahami RUU ini
ada dalam rangka sebagai sarana pencegahan, ini penting menyikapi kemudian jenis sanksi
bentuk rumusan tindak pidana apa yang akan kita rumuskan. Ketika kemudian tujuan dari
pemidanaan adalah kepada sarana pencegahan tadi jadi berangkatnya ada disana.
Ini sejalan dengan apa yang ada di penjelasan umum dalam Undang-Undang ini,
yaitu sebagai sarana pencegahan oleh karena itu, sebagai sarana pencegahan saya
membayangkan tentunya adalah Hukum Pidana tidak ada di depan, tetapi sesungguhnya
dia ada di belakang bayangan saya seperti ini Bapak Ibu sekalian, kalau di dalam suatu
109
tindakan pelayaran atau tindakan penerbangan masuknya kapal atau pesawat, pasti melalui
suatu pintu kalau pintu resmi ada prosedurnya begitu. Katakanlah, di Cengkareng atau di
pelabuhan Tanjung Priok misalnya, sehingga ketika kemudian terjadi hal-hal yang dalam
kategori kita, masuk ke dalam suatu situasi adanya kedaruratan kesehatan adanya karantina
tentunya, kita bisa cek apakah dokumen yang menjamin itu ada atau tidak disini tindakan
administratif sebetulnya menjadi dikedepankan. Saya hanya membayangkan, ketika saya
membaca ketentuan-ketentuan yang ada di dalam RUU ini Pasal 91 sampai Pasal 93 di 93nya itu sangat kecil terjadi kalau itu ada di lingkungan pelabuhan resmi atau di bandara resmi
oleh karena itu memang yang kita kedepankan.
Karena ini, Undang-Undang Administratif tentunya sanksi administratif maka sanksi
administratif itu yang ada di dalam Undang-Undang ini, apakah cukup tidak bisa kita bahas
berikutnya nah fokus saya kemudian, kepada rumusan-rumusan atau jenis-jenis tindak
pidana yang dirumuskan Pasal 91-93 dari RUU ini, yang pertama adalah ketika berbicara
tentang rumusan atau sanksinya saya melihat Pasal 91 dan Pasal 92 sebetulnya rumusan
perbuatan atau rumusan deliknya hampir sama hanya subname yang berbeda yang satu
ada nahkoda kapal, yang satu kapten penerbang pesawat udara. Yang kedua kalau kita lihat
dalam perumusan ini, yang membedakannya adalah pasal rujukannya Pasal 20 dan Pasal
31 ini dalam RUU ada kesalahan barangkali harusnya ayat (2) dan ayat (3) ini ditulisnya ayat
(1) tetapi ayat (1) dari naskah yang ada saja.
Sementara isi dari Pasal 20 dan Pasal 31 tidak lain adalah persetujuan
kekarantinaan kesehatan dalam konteks rumusan delik, apakah masih perlu ditunjukkan
pasal yang sama padahal syarat itu sudah menjadi unsur dalam delik itu sendiri, itu yang
pertama yang kedua untuk efisiensi apakah tidak lebih baik subnamenya ini disatukan
sehingga dia menjadi rumusan yang simple saja bisa dirujuk. Yang ketiga adalah kenapa
pertanyaan saya, cuma nahkoda kapal dan kapten pesawat udara padahal, di dalam
ketentuan Pasal 36 ada moda angkutan darat, ini tidak diatur dalam ketiga pasal yang ada
sanksi pidananya. Saya tidak bisa menjawab ini, karena tentunya ada tim perumus yang
menjawab pertanyaan ini.
Yang kedua, kalau kita lihat dari beratnya atau ringannya tindak pidana ini, apakah
tidak pidana ini berat atau ringan kalau saya melihatnya, hanya dari ancamannya saja.
Bapak Ibu sekalian ancamannya tindakan kekarantinaan kesehatan itu, pada dasarnya
tindakan berupa penyelamatan terhadap suatu serangan atas nyawa atau tubuh seseorang,
sehingga jika berbicara tentang itu maka kita bisa padankan dalam ketentuan-ketentuan di
dalam KUHP. Kalau kita mau cari padananya adalah pada tindakan penganiayaan atau
tindakan pembunuhan, harusnya antara itu, ini kemudian menjadi pembanding kita, apakah
ketentuan yang ada di dalam Pasal 90-91 maaf Pasal 91, 92, 93 sudah cocok, sudah sesuai
atau belum.
Sepuluh tahun saya kira modern ya, ada di rata-rata itu karena kalau percobaan
pembunuhan itu, 15 tahun dikurangi sepertiga artinya pada angka 10 tahun. Katakanlah kita
padankan pada percobaan pembunuhan tetapi memang dari diskusi kemarin dengan pihak
pemerintah, saya ditanyakan juga oleh mereka mengenai tren sanksi minimal dan maksimal
umum dan khusus, apa tidak lebih baik dibuat minimal khusus atau maksimal khusus Bu
110
Eva. Kalau saya. Kalau memang mau dibuat mengikut tren seperti itu juga mengikat hakim,
maka tentukan saja minimal khususnya itu. Kita padankan dengan penganiayaan, misalnya
penganiayaan di KUHP Pasal 351 ayat (1) itu 2 tahun 8 bulan, kalau itu mau dijadikan dasar
minimal mengingat sifat berbahayanya tindak pidana ini, sementara maksimalnya adalah
kepada sanksi pidana pembunuhan itu, kalau mau dibuat antara 3 tahun minimal, 3 tahun
atau paling singkat, 3 tahun paling lama, 15 tahun boleh saja.
Yang menarik lagi, di dalam rumusan pasal ini adalah kenapa cuma nahkoda kapal
atau kapten pesawat udara padahal kita tahu bahwa mereka tidak mungkin menjalankan
atau mengemudikan kapal atau pesawat ini tanpa persetujuan dari perusahaan kepemilikan
kapal atau maskapai pesawat udara, meskipun memang kita tahu di dalam beberapa
konvenan atau konvensi tentang penerbangan atau tentang pelayaran kekuasaan nahkoda
kapal, kekuasaan kapten kapal, dan kapten penerbang pesawat udara itu, lumayan besar.
Tetapi kita tidak bisa menutup misalnya mereka terpaksa menerbangkan itu atas perintah
dari maskapainya, jadi kita melihat ini dari korporasi begitu ya Bapak Ibu sekalian.
Tidak ada ketentuan, mengenai bagaimana kalau itu atas permintaan atau perintah
dari korporasinya ketentuan itu tidak ada, jadi bagaimana mengenai hal ini, apakah bisa
dengan Pasal 93 setiap orang yang menghalang-halangi tindakan kekarantinaan, setiap
orang bisa natural persoon, bisa recht persoon, bisa terhadap orang-perorangan, dan bisa
terhadap korporasinya tetapi apakah perbuatannya hanya menghalang-halangi, tidak
meliputi perbuatan dengan sengaja menaikkan atau menurunkan penumpang begitu. Ini
saran saja dari saya, kalau memang dianggap perlu saya kira dirumuskan terkait sanksi
khusus terkait korporasi sehingga kemudian, kalau ada seperti saya tidak berbicara
mengenai Undang-Undang Terorisme, tetapi bisa saja senjata biologi dan sebagainya itu
dan ini ada operatornya di belakangnya itu ya kita sudah siap sarananya, kalau kita terima
usul itu mau tidak mau ada sanksi pidana denda untuk mengikat korporasi itu.
Sanksi pidana dendanya berapa lama kalau kita rujuk, kita samakan dengan Pasal
93 ancaman atau sanksi pidananya 100 juta kalau untuk korporasi mau diperberat,
barangkali kita bisa lihat Undang-Undang Pelayaran atau Undang-Undang Penerbangan,
bagi korporasi sanksi pidananya dikalikan tiga kali atau Undang-Undang yang lain boleh
saja. Saya hanya melihatnya sebagai pembanding saja, Undang-Undang Pelayaran tiga kali
dari sanksi denda terhadap orang perorangan, masuk lebih jauh lagi, rumusan Pasal 91 dan
Pasal 92 disini saya mohon maaf berbicaranya dalam konteks bahasa Indonesia, dari
konteks bahasa Indonesia ada kesulitan, kita melihat rumusan pasal ini terutama terkait
dengan perbuatan sengaja menurunkan atau menaikkan orang atau barang.
Kata orang ini, kemarin sempat juga diperdebatkan, apakah mau diterjemahkan
dalam konteks yang luas, apakah sempit hanya penumpang saja, karena dalam moda
angkutan ini ada penumpang, ada petugas dari maskapai penerbangan, ada pilot, dan
pramugari gitu ya. Meskipun, kalau kita lihat di dalam naskah akademiknya, selalu ini
ditujukan kepada penumpang. Tetapi kalau buat saya, saran untuk mengatakan bahwa ini
tetap dipertahankan, karena juga meliputi mereka yang bukan statusnya adalah penumpang
termasuk petuga-petugas itu. Kemudian kalau kita lihat dari konteks hukum pidananya, ada
rumusan yang kesannya adalah double offside dengan sengaja dan dengan maksud
111
nakhoda kapal yang dengan sengaja menurunkan atau menaikkan penumpang atau barang
sebelum memperoleh persetujuan karantina kesehatan, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (2) dengan maksud menyebarkan penyakit, kalau dalam pandangan Hukum
Pidana ada rumusan unsur kesalahan yang dirumuskan secara berulang, dengan sengaja
dan dengan maksud.
Dalam pandangan saya, kita tentunya ingin memilih apakah pertanggungjawaban
pidana yang mau kita diembankan, baik ini secara sempit atau secara luas dalam
pengertian, katakanlah resiko, kalau mau kita embankan dalam bentuk resiko. Saya
berandai-andai kalau nahkoda kapal atau pilot pesawat ini bukan Dokter, dia melihat ada
orang yang sakit. Kemudian dari status penerbangannya, orang ini dianggap tetap baik,
tetapi dia melihat adanya risiko kemungkinan, ketika dia tidak bisa menolak atau dia tidak
menolak dan kemudian didatangkan ke Indonesia, ternyata orang ini mengidap suatu situasi
atau suatu kondisi yang menyebabkan kedaruratan kesehatan.
Maka dia dianggap mengambil resiko yang besar dengan membawa orang itu, ini
akan berbeda kondisinya. Kalau kita tempatkan pilot atau nahkoda kapal dalam konteks dia
tahu persis dan/atau dia harus tahu persis, bahwa orang ini dalam kondisi kedaruratan
kesehatan, mau yang sempit atau yang luas kalau mau yang luas pilihan kita adalah pada
penggunaan istilah dengan sengaja karena dengan sengaja. Secara teoritis, termasuk
sengaja dengan tujuan maupun bahkan dalam bentuk yang sangat luas yang kita kenal
sebagai dolus eventualis mengambil resiko yang besar, untuk terjadinya suatu akibat
sementara, kalau pilihan kata yang digunakan dengan maksud maka ini adalah pilihan atau
bentuk kesalahan dalam pengertian yang sempit. Kita tempatkan nahkoda kapal atau pilot
pesawat udara ada orang yang tahu persis tentang kondisi apa yang sesungguhnya terjadi,
kalau bentuknya resiko kita tidak minta bisa meminta mereka mempertanggungjawabkan.
Mengambil resiko yang besar tadi konsekuensi dari rumusan ini. Bagaimana
dengan yang double offside seperti ini, kalau buat saya kata dengan maksud menyebarkan
penyakit maka sebetulnya yang menjadi titik berat adalah dengan maksud ini. Kalau dengan
sengaja menaikkan atau menurunkan penumpang itu menjadi yang lain, ini sebenarnya
pilihan kita mau double offside seperti ini, agak membingungkan memang dalam konteks
pembuktiannya atau kita mau pilih salah satu saja itu yang pertama. Yang kedua menjadikan
delik ini, delik formil atau delik materil yang jadi titik berat adalah perbuatannya atau
akibatnya, karena ini potential damage saya sarankan dirumuskan dalam delik formil
sehingga di dalam catatan sederhana saya, sudah di photocopy oleh teman-teman petugas.
Saya usulkan adanya perubahan rumusan pasal yang kemudian satu kita berbicara tentang
bentuk yang menjadi titik tolak adalah kapten kapal atau nakhoda kapal, kapten pesawat
udara atau nahkoda kapal yang dengan sengaja. Kalau kita mau bentuk
pertanggungjawabannya yang luas menyebabkan penyakit atau faktor resiko kesehatan
yang menimbulkan kedaruratan kesehatan, kata yang menimbulkan ini, usulan saya
ditambahkan kata dapat mirip dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jadi, ini kita
formilkan saja belum ada akibat tidak ada masalah kalau perbuatannya itu, sudah dilakukan
yang dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
112
Jadi rumusannya diformalkan sehingga filosofinya kembali kepada filosofi sehingga
itu bersesuaian dengan pembentukkan Undang-undang ini, itu mengenai rumusan Pasal 91
dan 92 kemudian kita lihat rumusan pasal selanjutnya, yaitu Pasal 93 sebetulnya menurut
saya tidak ada masalah mengenai rumusannya ini setiap orang artinya siapapun ini, luas
sekali termasuk juga orang- perorang tanpa jabatan atau tanpa kualifikasi tertentu, dapat
melakukan tindakan ini tetapi rumusan ini sesungguhnya, kalau kita lihat sanksi pidananya
1 tahun. Saya tidak tahu pertimbangannya apa cukup untuk satu perbuatan yang menyerang
nyawa dan tubuh seseorang karena, buat saya ini agak berat ya, itu saja yang barangkali
perlu dipertimbangkan terkait angka 1 tahun ini. Untuk sementara barangkali itu yang dapat
saya sampaikan.
Terima kasih,
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO):
Terima kasih untuk Eva.
Beberapa hal sangat menarik dan membuka, itu untuk beberapa pikiran baru.
Terutama perihal perumusan korporasi nanti kita lakukan pendalaman, saya berikan
kesempatan dulu kepada Prof. Mudzakkir, tetapi memakai catatan bahwa mengenai
korporasi juga sedang dirumuskan dalam pembahasan RUU KUHP tetapi Pak Mudzakir itu
sedikit pedalaman dari beberapa hal soal perumusan soal menyangkut nyawa kok 1 tahun.
Saya persilahkan untuk Prof. Mudzakkir 15 menit.
NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR, S.H., M.H.):
Terima kasih,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua,
Yang saya hormati Bapak dan Ibu sekalian,
Ini menarik ya, tentang ketentuan ini saya fokus pada pidananya dari Bab dari RUU
ini, khususnya pada Bab ke-8 ketentuan pidana, saya kira sebagian telah disampaikan oleh
ibu Eva. Saya ingin memberi penjelasan begini, seperti tadi dikatakan apa relevansinya,
mengatur ketentuan pidana disini itu penting sekali untuk dicermati dalam konteks ini, karena
ini terkait masalah kesehatan atau yang terkait penyebaran penyakit dan yang seterusnya
itu disini kaitannya dengan lingkungan hidup. Mungkin kaitannya dengan kurang tahu, saya
belum mengecek secara lengkap RUU KUHP masuk atau enggak itu kaidahnya, yang
seperti ini yang mengancam kesehatan orang, kalau nggak ada berarti ini bisa dimasukkan
dalam satu partai gini, karena memasukkan orang dari Republik Indonesia yang
menyebarkan, dia punya penyakit kan menyebarkan penyakit ini, sebenarnya sebagai tindak
pidana umum.
113
Tidak sebagai tindak pidana umum semestinya begitu ya, nanti kita cek di dalam
KUHP nanti kalau tidak ada, berarti menurut saya pak, ini mungkin sebagian nanti yang
generic remnya itu karena itu generic remnya itu bisa dipindah ke sana, kalau belum di sana
paling tidak rumusan di dalam pasal ini. Nanti bisa di gotong masukkan ke dalam RUU KUHP
dengan catatan rujukan pasal, misalnya Pasal 20 ayat (2) itu harus hilang, nanti diganti
dengan rumusan tindak pidana saja, yang nanti supaya bisa berlaku secara umum ya,
karena yang memasukkan kapal tadi. Sudah disampaikan bagaimana angkutan darat di
dalam perbatasan misalnya, itu juga menjadi masalah juga ya atau mungkin antar pulau
yang selama ini kan juga ada kaidah-kaidah yang seperti itu, kalau daerah pulau tertentu itu
adalah terserang wabah penyakit kan itu bisa lewat darat juga ya.
Kalau lewat darat, angkatan darat kapal darat itu lewat laut ini yang tanggungjawab
daratnya itu, sopir bis atau yang lainnya atau lautnya itu semuanya sedangkan kalau
misalnya data kesehatan pun, letaknya dimana misalnya laut kalau udara mungkin nggak
terlalu sulit karena alat perlengkapan yang terkait dengan masalah kesehatan itu, bisa untuk
disyaratkan dan mudah dilihat dan seterusnya. Karena kalau laut itu, masa lintas
penumpang karena tidak menyulitkan dalam konteks ini yang pertama, jadi mungkin kalau
kami mengkonstruksikan dari satu tindak pidana, kita menjadi tegas terlebih dahulu
stretching perbuatan yang dilarang sebagai politik hukum atau politik kriminal, yaitu semua
perbuatan apa, karena di sini mungkin yang sifatnya itu, muncul maksud menyebarkan
penyakit dan/atau faktor resiko kesehatan yang menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat.
Ini agak sulit nanti membuktikan, karena orang itu ini seperti jenis terorisme benar
juga karena maksudnya harus menyebarkan penyakit berarti sengajanya adalah sengaja
dengan maksud menyebarkan penyakit. Ini berbeda dengan membawa masuk tanpa
menunjukkan dokumen kesehatan yang ada didalamnya, misalkan di situ berbeda dua hal
yang berbeda lah, kalau ini memang agak sulit, jadi kalau ada orang bawa masuk sini tak
ada maksud menyebarkan penyakit. Tetapi penyakit yang menular dibawa masuk pasti akan
menular tak ada maksud untuk ini agak kesulitan untuk dikenakan pasal ini, jadinya mestinya
stretching perbuatan yang didalam Pasal 91 harus kita sepakati dulu kira-kira apa yang mau
dilarang, cukup pada ranah administrasi adalah dia tidak menunjukkan dokumen kesehatan
penumpangnya.
Tadi itu sudah salah dulu, jadi sehingga kalau misalnya dengan maksud untuk
menyebarkan penyakit itu lebih berat lagi, ada susunan bahkan saya menyampaikan
mesinnya kealpaannya dulu tanpa menyalahkan diri mereka yang salah, tetapi sakit mana
yang punya pengaruh tujuan tetapi dia tidak punya tujuan itu, karena kealpaannya tadi
seperti yang dikatakan, jadi sifat bahayanya perbuatan ini mestinya kalau itu dianggap
sebagai suatu yang bahaya, semestinya apapun bisa dikenakan sanksi pidana baru ringan.
Ini jadi masukan dalam bagian akhir, yang kedua konstruksinya yang mungkin perbuatannya
yang dalam Pasal 91 itu adalah tidak mau memasukkan ini dulu.
Apa tidak menyerahkan minta izin dan sebagainya dan yang ketiga adalah
konsumsinya adalah mereka yang punya maksud, dia ini punya maksud ancaman mestinya
114
yang berat kalau kealpaan menimbulkan orang sakit atau menyebarkan penyakit, bisa
dipidana. Yang kedua adalah mereka punya kesengajaan letaknya tidak melakukan
pelaporan terkait dengan itu sudah dipidana sendiri baru yang terakhir, sengaja dia untuk
menyebarkan penyakit yang terakhir ini pilot yang apa namanya yang pertama itu, nahkoda
itu mempunyai niat jahat bisa di kualifikasi sebagai terorisme memang ini saking sifat
bahayanya dan dia tahu bahwa penyakit itu bisa mudah menular dan menyebar.
Ini Pasal 91 bisa diurai nanti menjadi 3 kualifikasi tindak pidana memang nanti
terberat itu memang harus yang dengan maksud untuk menyebarkan penyakit ini, memang
penting Penyakit ini penyakit manusia jadi bahayanya luar biasa ya, bahannya luar biasa
karena apa. Karena ini nanti akan menular ke manusia dan manusia akan mati saya kira
hewan juga sama kalau dibawa pergi harus dikarantina. Wajib dikarantina karena bisa
mudah menular hewan-hewan yang di tempat yang lain antarpulau pun juga sama ini juga
sama. Ini yang pertama, jadi Pak saya belum baca persis kalimat demi kalimat yang pertama
itu, maksudnya itu nahkoda itu, per antarpulau atau dari luar negeri atau andaikata yang
penting mengangkut, entah antarpulau atau antarnegara tidak jelas juga.
Dalam konteks ini, apakah mungkin adanya antarnegara saja atau juga termasuk
antarpulau mungkin kalau misalnya ini niatnya adalah antar negara maka antar pulau perlu
diatur juga ada kualifikasi tertentu, dalam satu pulau itu dinyatakan sebagai wabah penyakit
misalnya, itu jadi jika dia pergi harus menyerahkan dokumen. Itu jadi kalau misalnya tidak
terserang wabah ya, harus mungkin cukup administrasi saja yang itu yang kedua, pasal
yang kedua mungkin yang khusus Pasal 20 ayat (2) itu ya 20 ayat (2) rujukannya. Mungkin
kaitanya dengan kewajiban tadi, mohon supaya nanti agak di benarkan sekali, karena di sini
menaikkan perempuan maaf saya ulangi lagi unsurnya adalah saya sampaikan unsurnya
jadi begini nahkoda kapal yang dengan sengaja berikutnya unsurnya kalau di urai jadi begini,
“Nahkoda kapal yang dengan sengaja berikutnya menurunkan atau menaikkan
orang dan barang sebelum memberi persetujuan karantina kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 20 ayat (2)” ingat dipasal ini kelemahan dalam rujukan itu seperti ini
mungkin orang menegakan hukum agak bingung ya? Kalau saya sambung misalnya ya,
tanpa persetujuan karantina kesehatan pada di dalam ayat (2) dikatakan “Wajib memberikan
deklarasi kesehatan maritime/Maritime Declaration of Health kepada pejabat karantina
kesehatan pada saat kedatangan kapal, jadinya agak beda ini kalau disambung jadi 1
bunyinya menjadi lain, saya sambungkan menurunkan menaikkan orang barang sebelum
memberi persetujuan karena kapal wajib memberikan deklarasi kesehatan.
Deklarasi kesehatan atau MDH kepada pejabat karantina kesehatan pada saat
kedatangan jadi disini kata-kata wajib memberikan deklarasi ya, kalau di atas itu sebelum
memberi persetujuan karantina wajib memberikan deklarasi berarti kalau disambung masih
nyambung. Itu kalo yang kedua yang agak sulit mencerna dalam konteks ini, jadi antara satu
di atas sudah memberi persetujuan karantina wajib menyerahkan jadi agak sambung sedikit.
Dan yang kedua tadi yang akan menjadi masalah dengan maksud menyebarkan penyakit
atau faktor resiko kesehatan yang menimbulkan kegangguan kesehatan, saya ulangin lagi
tadi problemnya kalo bisa juga sih, bisanya Punya bentuk kesengajaan dua yang satu
kesengajaan biasa yang satu Kesehatan sebagai yang dimaksud, bisa juga tapi cuma
115
kesengajaan sebagai yang dimaksud dengan kesehatan biasa itu harus linier orangnya
berbuat sengaja tapi tujuannya harus pasti, gitu ya.
Jadi kalo tujuannya ini gak terbukti ini gak bisa juga, padahal akibatnya digambarkan
terjadinya disini ya terjadi, tetap tidak bisa karna menyusun atau mengarahkan suatu
perbuatan linier bahwa itu dari kesengajaan awal sampai kesengajaan akhir, tujuan akhir itu
harus terbukti atau linier gitu ya. Mungkin ini yang bisa di diskusikan kembali, yang 92 ini
tidak subjek tapi kemungkin ini sedikit berbeda didalam rujukannya ya, kapten penerbangan
jadi subjeknya ini hanya ditujukan kekapten penerbang saat berudara perbuatan yang
sengaja jadi subjeknya tidak bisa orang lain, yang tadi saya yang punya kewajiban itu hanya
kapten saja atau sebagainya mestinya kalau penerbangan ya pada saat penerbangan itu
gitu ya, mungkin sanksinya barangkali bisa.
Tetapi karna penerbangan itu setiap penerbangan yang tanggung jawab ya
kaptennya gitu, berikutnya sengaja tadi sudah dijelaskan sama dengan yang sebelumnya
kesengajaan itu sasarannya berbeda ya mungkin yang menjadi masalah berikutnya ini
mungkin agak sulit untuk disambungkan, menurunkan, menaikan orang ini unsur ke 3
menurunkan atau menaikan orang dan barang sebelum memperoleh persetujuan karantina
Kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada pasal 31 ayat (1), Nah kalo ayat (1) saya
bacakan, Kapten penerbang pesawat udara sebagai yang dimaksud pasal 28 29 hanya
dapat menurunkan dan menaikkan barang setelah pengawasan kekarantinaan kesehatan
oleh pejabat kekarantinaan kesehatan ini memperoleh persetujuan kekarantina kesehatan
sebagaimana yang dimaksud pasal 32 tapi disini setelah dilakukan pengawasan ya,
mungkin dipotong disini kurang pas kalo usul saya nanti menurunkan dan menaikan orang
dan seterusnya langsung disambung ke pasal 31 ayat (1).
Karena klausul tentang menurunkan dan menaikkan orang dan barang sebelum
memperoleh persetujuan kekarantinaan kesehatan sama dengan pasal 91 Padahal di
bawah ini nggak nyambung kalau disambung gitu mestinya kontruksi dari ketentuan itu
nama lanjutannya harus ada di dalam pasal 31 ayat (1), maka perbuatan inti dari 31 Ayat
(1) itu apa yang bisa disambung ke hukumnya connect dengan menurunkan dan seterusnya
nya ini kalau nggak dibantu orang lain akan menafsirkan dan menghubungkan rujukan
dengan 31 Ayat (1) yang didalamnya ada rujukan 28 29 dan agak sulit menyambungnyambungkan, maka pembuat undang-undang.
Sekarang mestinya dikonstruksikan 31 ayat (1) itu rujukannya 28 sampai 29 masih
tergambar dalam susunan rumusan di dalam menurunkan dan menaikkan barang dan orang
sebetulnya disampaikan disambung dengan inti dari pada 31 Ayat (1) ditambah 28 + 29 dan
seringnya apa dan sehingga kalau dirumuskan ke dalam tindak pidana maka akan mudah
orang memahaminya itu juga termasuk penegak hukum dalam memahaminya dan itu
dipotong-potong dan dijejer pasal 29 + 31 terlebih dahulu terus rujukannya dibawahnya 29
rujukannya juga 28 nanti akan bingung dalam menegakkan hukum maka ini harus dibantu
agar dipertegas saya ulangi lagi saya belum memberikan rujukan rumusan yang pasti kalau
misalnya nanti disepakati begitu Insya Allah kami akan membantu dalam memutuskan
bagian Disini yang kedua dengan maksud ini juga sama menyebarkan penyakit ini
problemnya seperti yang sudah dijelaskan tadi membuktikan bahwa ia tidak itu tujuannya
116
untuk menyebarkan penyakit ini yang bingung kalau nggak ada penyebaran penyakit tidak
bisa dipidana.
Oleh sebab itu yang standar utama terlebih dahulu yang ada pada pasal 92 itu apa
91 itu apa dan ada yang memberatkan dan jika ada yang bertujuan untuk menyebarkan
penyakit tapi akan meringankan. Jika ia karena kealpaannya tidak menyerahkan dokumen
jadi harus ada sikap batin yang disertai di situ dan tujuan jahatnya ini menjadi faktor
pemberat kalau tadi 10 tahun itu cukup apa tidak mungkin distandarisasi serangkaian
dengan ancaman pidana yang membuat orang itu mati secara massallitas. Ada
perbandingan-perbandingan didalamnya yang terakhir bagian 93 ini juga sama orang itu
bisa siapa aja tidak ada kualifikasi berarti kalau yang diatas hanya ditujukan kepada kapten
kapal mungkin yang menjadi masalah kan, apakah kapten kapal itu satu saja atau mungkin
atau apa atau wakilnya itu namanya apa? kan ada wakilnya di situ kalau pilot atau
sebagainya itu 1 saja mungkin yang bertanggung jawab hanya satu saja.
Kalo yang terakhir ini adalah sengajanya adalah menghalang-halangi
penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan gangguan kesehatan
Mungkin pertanyaan Bagaimana kalo menghalang-halangi seorang pilot apakah masuk di
dalamnya ini kan kalau yang di di halangin kan cuman karantinanya Bagaimana kalau pilot
mau menyerahkan tapi dihalang-halangi misalnya begitu sehingga nya ia tidak bisa
menyerahkan itu atau bisa juga nahkoda kapal yang menghalang-halangi itu nahkoda kapal
yang dihalang-halangi sehingga tidak bisa menyerahkan itu.
Maka karantina juga tidak bisa di selenggara kan dengan baik saya kira kalau ini diperluas
tidak terlalu sulit dalam konteks ini mungkin kalau dipertimbangkan bapak dan ibu sekalian
kontruksi tindak pidananya.
Menurut saya itu menjadi target yang penting jadi jangan satu kalau kayak gini apa
namanya Tetap juga saya katakan di pasal ini apa Dan kalau melindungi masyarakat nggak
ada tujuan untuk itu pun juga bisa gitu Tapi kalau melindungi masyarakat tujuan itu maka
harus diperberat tujuan itu tujuan tadi menyebarkan penyakit apa yang di Konsentrasikan
bagi perbuatan jahatnya adalah menyebarkan penyakit, Jadi kalau kealpaan akibat
tersebarnya penyakit itu kesalahannya itu bisa di konstruksi kan.
Tapi kalau misalnya tidak melakukan pelaporan itu terus kemudian sakit tersebarlah
itu sudah dihukum apalagi tujuannya untuk menyebarkan penyakit gitu sehingga dengan
demikian kalau diurai pasal ini satu itu tadi dipecah menjadi tiga dan yang terakhir itu tadi
disempurnakan. Sehingga dapat dirumuskan di masing-masing satu pasal juga bisa tapi
digabung menjadi satu juga tidak masalah yang penting kalau buat saya dalam mengkaji ini
unsur apa tindak pidana itu yang mana Kalau usul saya saya tadi sanksinya 1 kemudian
pemberattan 1 dan peringannya 1 bisa dalam satu pasal yang kedua tadi yang 92 bisa 3
juga bisa 1 Pasal bisa dipilah menjadi dua atau mungkin bisa jadi 3.
Demikian Bapak ketua, kami sampai kan pemikiran saya dan saya mohon maaf
sampai sekarang belum mengusulkan itu kalau misalnya disetujui saya coba merumuskan
dalam konteks ini dan saya kirim di sini.
117
Terima kasih,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO):
Terima kasih Pak Muzakkir.
Baik Anggota kalian tadi sudah mendengar dari ketua narasumber kita tentu apa
yang disampaikan tadi saking memberikan penghayatan pada pentingnya perumusan yang
dipandang relevan Ema menempatkan aspek pidananya dalam perancangan perundangundangan kekarantinaan kesehatan ini juga. Ada beberapa kritik yang tidak boleh dilewatkan
dalam perumusan norma untuk memenuhi tugas ahli baik dari panja maupun pemerintah
dikoordinasikan maupun beberapa pikiran baru mengenai pentingnya dirumuskan norma
baru yang berkaitan dengan subjek nah Sebelum saya menyampaikan atau memberikan
kesempatan kepada teman-teman anggota dari catatan penting sebenarnya subjek di dalam
tindak pidana dalam kekarantinaan kesehatan itu berarti dirumuskan tadi Kalau bu Eva
menyetop orang tidak merupakan dikurungkan karena di khusus kan itu termasuk dalam
kategori penumpang perhatikan sesungguhnya ini hanya 3 subjek yang masuk ke dalam
rumusan delik ini yaitu penumpang, kru dan maskapai karena kita ingin merumuskan bahwa
korporasi itu termasuk juga para pelaku tindak pidana dalam konteks yang akan kita
rumuskan itu penempatan orang itu, nah apakah menghalang-halangi itu harus penumpang
atau orang lain ketika ada masa proses antara penyerahan dokumen diantara kru dengan
petugas kekarantinaan itu ada celah di sana maka itu yang dimaksudkan?
Dan kemudian ini berkaitan dengan saat ini sedang dilakukan pembahasan di dalam
RUU KUHP Memang secara khusus saya belum melihat tentang tapi ini masuk kategori
serius karena penyebaran yang disengaja penyebaran penyakit itu banyak orang yang akan
menjadi korban katakan pada sampai tingkat kematian berarti cukup kuat, nah apakah ini
masih memungkinkan karna sifat bahaya tadi kita split pak? Apakah yang serius tadi kita
tempatkan dalam rumusan delik didalam norma undang-undang ini atau ini mau kita lempar
kesana yang serius tadinya pak?
Sebab kalo kita sanksi pidana hanya berkaitan document tapi skornya adalah
administratif maka itu bisa dirumuskan disini dan bisa alternative mungkin pidananya
termasuk kedalam katagori jenis pelanggarankan kalo kita istilahkan hanya dibagi 2 pak nah
ini yang nanti kita akan minta pendapat dari para narasumber terkait sifat bahayanya dan
kalo bahaya apa dan apabila rumusannya hanya disini, inikan sangat terbatas, kemudian
soal korporasi tadi apakah perlu dirumuskan sendiri ataukah sudah termasuk tunduk dalam
buku 1 KUHP tentang definisi orang dan yang dimaksud dengan orang adalah orang dan
korporasi mungkin hanya 2 catatan itu yang menurut saya, kemudian itu tadi yang akan kita
sampaikan di depan tapi ada kelupaann apakah juga perlu disamping memuat pidana
materil juga ada formil dalam konteks ini pak, apakah harus penyidik POLRI apa bisa
kemudian kita beri kesempatan pada BPNS di lingkungan kementrian kesehatan dalam
kekarantinaan kesehatan menjadi bagian atau UPT dari kementrian kesehatan. Demikian
dari saya atau ada yang ingin menyampaikan sesuatu?
118
WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI (H. TOTOK DARYANTO, S.E.):
Baik, saya bukan orang hukum Pak, jadi pertanyaannya mungkin harus di rumuskan
secara hukum dalam istilah hukum ya.
Jadi kalo ada perbuatan yang menimbulkan korban seperti ini yang diatur seperti ini
maka ancaman terhadap masyarakat mestinya perbuatan itu tidak berdiri sendiri jadi seperti
tadi Pak Muzakkir juga menyampaikan jadi pasti ada rentetan peristiwa itu proseskan,
kemudian dalam proses itu juga bisa dirinci masing-masing unsur yang terlibat di dalamnya
itu dengan tingkat kesalahan yang berbeda-beda, misalnya begini inikan hanya nahkoda
kapal yang sengaja menurunkan atau menaikkan orang tapi punya dapat penyebaran
penyakit dan itu kaitanya.
Kemudian ada hubungan dengan soal Persetujuan karantina jadi semacam
sertifikat atau apalah yang menjadikan suatu tandalah adanya persetujuan seseorang ini
dinyatakan boleh masuk boleh tidak ada semacam tiket atau tanda, jadi persetujuan
karantina seperti itu, Jika ia mestinya “Tidak” tapi dinaikan disanalah terjadi pelanggaran,
kemudian bagaimana jika keteledoran terjadi dipihak kekarantinaan orang yan mestinya itu
membahayakan kesehatan masyarakat tapi karna tidak teliti itu diloloskan secara
administrative itu tidak ada masalah dan sebenaarnya Kapten atau Nahkoda kan ada
urusannya dengan itu dia soal tentang administrasi saja, kalo legal Formalnya ada ,
administrasinya Oke, dia pasti naik, dan kalo gak ada tiket gak bisa.
Jadi apakah seseorang itu dapat menimbulkan penyebaran penyaklit atau tidak
sebenarnya yang taukan pihak kekarantinaan kesehatan tapi disini disebut akibat dari
perbuatan itu yang nantinya yang menanggung itu nahkoda kapal karna Nahkoda kapal
punya maksud, sekarang tingkatannya yang pertama dari penularan penyakit pada
masyarakat maka kesalahan itu dapat terajadi pada Nahkoda kapal karna sengaja
meloloskan orang yang tidak memenuhi prosedur yang harusnya dipenuhi dan kesahan itu
dapat karna kesalahan kealpaan atau sengaja , intinya ada tingkatan yang berbeda karna
kenyataannnya jika saya lihat kita biasa terbang saya menduga pasti kapten tidak tahu
semua orang dan tahu karna adanya laporan nah jika yang teledor yang melapor
bagaimana? Apakah kaptennya juga yang menanggung resiko?
Jadi kapten itu yang menerbangkan pesawatnya aja yang penting. Intinya bahwa
saya setuju dengan Prof. Muzakkir tadi karna peraturan perundang-undangan mesti dibuat
seadil-adilnya apalagi merumuskan sanksi, dimana prinsip adil itu merupakan prinsip dasar
maka disini kita prepear aja pak Muzakkir karna yang lain susah lagi ketemunya, jadi setelah
dilihat, dirinci semua pihak yang mempunyai akibat dan dampak penyebaran penyakit itu
tentu harus mendapatkan sanksi agar semua mengambil tanggung jawab karna gak
mungkin hanya tanggung jawab kapten atau nahkoda saja.
Nah Bu eva sebenarnya harus diberi PR juga karna tadi bertanya mengapa
Nahkoda kapal sama Kapten penerbangan, coba Ibu buatkan Software angkutan darat yang
harus menyebrang perbatasan saya kira logis juga yang terlibat di urusan tidak hanya
119
Nahkoda atau kapten saja , atau dalam bahasa hukum bisa dirumuskan bahwa yang
dimaksud orang yang bertanggung jawab terhadap alat angkut yang mendistribusikan orang
melalui perbatasan atau lain sebagainya atau mungkin ada bahasa hukum yang lebih
simple, tapi yang jelas memang ada modal transportasi lain yang masuk kedalam aturan ini
mesti ada kata yang dapat di tafsirkan untuk modal transportasi lain dan itu bukan hanya
darat, saya begitu tanggapnya pak ketua.
KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO):
Terimakasih, selanjutnya saya persilahkan langsung kepada anggota
ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (HAERUL SALEH):
Ya , saya Haerul Saleh kebetulan anggota baru, dan baru ini perdana ikut rapat di
Baleg dari Fraksi Gerindra daerah pemilihan Sulawesi Tenggara selain di Baleg kami juga
ditugaskan di Komisi 11. Berkaitan dengan RUU Kekarantinaan Kesehatan ini sejujurnya
saya belum mendapatkan pencerahannya sama sekali akan tetapi dapat dimaklumi karena
baru kemarin SK-nya , dan mungkin tidak ada salahnya jika saya memberi masukan, ini tadi
ada yang menarik Bu dan Pak Prof. berkaitan dengan subjek berlaku penyebaran virus ini
melalui Undang-undang kekarantinaan kesehatan ini penitik beratnya terdapat di Korporasi
walaupun saya tidak mengerti pula bahwa korporasi dalam hukum pidana kita ini di
khususkan ke koporasi atau lebih luas lagi, sebenarnya menurut saya ini yang lebih penting
bagaimana Korporasi corporate melakukan prosedur yang ketat bagi penumpang yang
melakukan jasa yang di sediakan sebab kalo tidak maka efeknya akan pada korporasi itu
sendiri.
Dengan demikian ketika kita tekan subjek pidana kepada corporate itu maka
otomatis perusahaan ini akan melakukan mekanisme atau prosedur yang ketat
pemberangkatan penumpang ini juga menghindari kriminalisasi terhadap orang-orang
tertentu di perusahaan Saya membayangkan kalau misalnya saya ini nahkoda kapal yang
tidak tahu apa-apa Saya tidak mungkin mengurusi penumpang satu persatu dari 100
penumpang yang ada di pesawat saya dan mungkin saya akan menilai itu secara subjektif
dan mungkin tanpa ada dasar manifest penumpang yang perlu disediakan oleh kru yang
lain lalu.
Kemudian saya mengambil kesimpulan sendiri artinya ada sistem yang bekerja di
dalam korporasi dalam sebuah corporate yang menentukan saya ini menyetujui
pemberangkatan atau tidak tetapi jika saya menganggap korporasi ini tidak bekerja
mekanismenya sesuai dengan standar operasional dan saya menandatangani itu dan saya
terjadi masalah berarti saya yang tanggung jawab Apakah itu adil? tentu tidak adil, oleh
karena itu penitik berat daripada subjek pidana kita Menurut kami adalah korporasi itu sendiri
yang bekerja sesuai dengan sistem yang sudah ditetapkan oleh perusahaan itu sendiri, Saya
kira itu masukan dari kami dan benar juga yang telah disampaikan oleh Bapak Prof ada satu
hal lagi yang berkaitan dengan bagaimana dengan kita ini yang tidak mengetahui membawa
penyakit yang berdampak luas kalau misalnya kita ini dihukum? kita ini adalah korban dari
120
adanya penyakit, dan korban pula yang dikenakan pidana, gimana ceritanya? jadi ini perlu
kita rumuskan dengan baik-baik dengan secara mendalam agar keadilan itu dirasakan
seluruh masyarakat di negara kita ini.
Dan saran yang kedua berkaitan dengan narasumber dengan tidak mengurangi
hormat kami terhadap narasumber yang hadir Sebaiknya dicek terlebih dahulu kalau itu
memang seperti yang sudah Ibu Eva bilang jangan boros-boros gunakan waktu kita secara
efektif dan efisien sudah dipanggil oleh pihak pemerintah dan saya yakin dan saya percaya
banyak ahli pidana yang punya waktu dan punya kesempatan kapasitas yang dapat
dihadirkan di sini dan bisa dijadikan pembanding dalam membahas perundang-undangan
berikutnya Saya kira itu pimpinan.
Terima kasih,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO):
Terima kasih.
Baik saya persilakan Pak Bambang Haryadi.
ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (BAMBANG HARIADI):
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Pertama-tama yang saya hormati pimpinan rapat Bapak Dossy, dan juga Profesor
Zaki, dan Ibu Eva,
Saya yang hormati juga teman-teman Badan Legislasi,
Pertama-tama Tujuan saya memperkenalkan diri dulu Perkenalkan nama saya
Bambang Hariadi dari Fraksi Partai Gerindra saya anggota Komisi 7 dan juga kebetulan
ditempatkan oleh partai saya di Badan Legislasi.
Terima kasih pak ketua atas waktunya.
Saya ingin sedikit berdialog Prof Mudzakkir Kebetulan saya tidak memegang data
utuhnya ini kan tujuannya kekarantinaan kesehatan ini untuk melokalisir penyebaran
penyakit begitu saya membaca ini lebih terlokalisir di pelabuhan dan di bandara saja
sedangkan penyebaran penyakit itu di ada di wilayah-wilayah lain, yang menurut saya Patut
diberikan karantina ini juga misalnya untuk perpindahan manusia satu tempat ke tempat lain
Jadi apakah Adakah pertimbangan sedikit oleh prof Mudzakir dan Ibu Eva, apakah di dalam
RUU ini bisa di masukkan pula terkait badan karantina di terminal terminal saya lihat ini
hanya di Pelabuhan Merak di Ketapang sedangkan di Surabaya mau pindah lagi ke Jogja
itu tidak ada badan karantina Apakah tidak sebaiknya ini hanya Masukan saja jadi Apakah
di terminal terminal tersebut misalnya terminal Surabaya itu lalu lintasnya sangat besar
perpindahan manusia dari satu daerah ke daerah lain setiap hari dan tidak otomatis mereka
itu menggunakan via udara ataupun laut.
121
Jadi menurut saya apakah bisa di dalam RUU ini dirumuskan ada badan kekarantinaan di
terminal-terminal? Jadi mohon pak Muzakir dan Bu Eva mungkin dapat memasukkan nya di
RUU ini untuk meminimalisir penyebaran penyakit di akibatkan oleh perpindahan manusia
darah tersebut
Terima kasih itu saja.
ANGGOTA DARI FRAKSI NASDEM (H. M. LUTFI ANDI MUTTY):
Hanya dua hal Pak yang pertama itu ini kan seperti yang dikatakan oleh rekan
terlebih dahulu travelling sekarang ini semakin massif kemudian alat angkut juga semakin
mudah dan murah Nah apakah undang-undang yang akan rumuskan ini yang sanksi
pidananya bisa menjawab kemungkinan terjadinya penyebaran penyakit baik disengaja
maupun tidak yang kedua tidak tertutup kemungkinan bahwa dengan dunia yang semakin
terbuka kita ini menerapkan visa bebas Apakah ini tidak dimanfaatkan oleh kelompokkelompok teroris untuk dengan sengaja membawa. Maka Bagaimana cara mendeteksi ini
Prof?
Terima kasih itu saja.
KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO):
Baik sebelum ke Prof Nanti secara teknik bisa di dalam RUU yang mungkin belum
dikirim oleh staf terutama ke Mas Bambang, bahwa rancangan undang-undang
kekarantinaan kesehatan ini memang tempat-tempat banyak di bandara internasional
maupun Pelabuhan yang disinggahi secara internasional karena arus penyebaran penyakit
yang di maksud adalah penangkal dari luar dan jika dari dalam itu pasti sudah terdeteksi
nanti barangkali secara Panja bisa diperdalam tapi sebagai sebuah pemikiran tentu
kewaspadaan yang disampaikan oleh Mas Bambang tadi menjadi penting.
Silakan kepada Prof Mudzakir dan Bu Eva mungkin waktunya juga tinggal sedikit
tapi bisa berbagi kesimpulan untuk disampaikan. Dr. Eva mungkin waktu juga tinggal sedikit
tapi bisa berbagi kesimpulan tentang apa yang disampaikan Pak Lutfi yang terakhir.
NARASUMBER (Dr. EVA ACHJANI ZULFA):
Terimakasih Pak ketua, Bapak, dan Ibu sekalian.
Diawal penyampaian saya tadi terdapat kebingungan juga bagi saya terhadap RUU
Wabah, karena agak tumpang tindih antara dua RUU ini, menurut saya karena di dalam
RUU Wabah yang juga sedang dibuat oleh teman-teman di Kementrian Kesehatan ini,
terdapat perbuatan atau sanksi yang berkaitan dengan penyebaran wabah penyakit jadi,
kalo kemudian kita agaknya Pak Mudzakkir diberikan PR untuk membuat semacam delik.
Pokoknya itu kita juga harus hati-hati dalam hal ini karena saya bacakan saja misalkan
122
rumusan dalam RUU Wabah Pasal 53 setiap orang yang dengan sengaja melakukan
kegiatan untuk tujuan tertentu yang berpotensi menimbulkan wabah dipidana dengan pidana
penjara, disini belum ditentukan sanksinya berapa tapi rumusan itu ini sebenarnya delik
pokok, ya itu kalo kita bicara masalah konteksnya masalah wabah penyebaran penyakit gitu.
Antara dua Undang-Undang meskipun secara administratif berbeda yang satu
bicara wabah yang satu bicara tentang karantina kesehatan tapi sesunggahnya norma yang
ada dalam Undang-Undang ini buat saya hampir sama dari kacamata hukum pidana,
barangkali teknis kesehatan berbeda dari kacamata hukum pidana sama karena ini
kaitannya dengan kejahatan terhadap nyawa dan tubuh seperti yang tadi saya sampaikan
kalau kita mau bandingkan dengan KUHP/RUU KUHP barangkali kaitannya dengan
kejahatan-kejahatan terhadap HAM berat disana penganiayaan, genosida, dan
pembunuhan. Kalo kita mau kualifikasikan delik pokoknya seperti itu jadi memang didalam
perumusan jangan sampai ada over kirminalisasi jangan sampai kemudian ada hal yang
mubazir yang diatur dalam dua RUU tapi konteksnya adalah hal yang sama.
Kemudian mengenai banyak sekali pertanyaan mengenai pemalsuan dokumen kalo
buat saya, kita tidak bisa pungkiri delik-delik dalam KUHP masih bisa dipakai pemalsuan
surat, pemalsuan dokumen dan lain sebagainya jadi kalo kita mau mengarahkan kepada
satu ketentuan yang khusus disini apakah perlu karena ketentuan itu ada. Saya tidak bisa
menjawab pertanyaan tadi mengenai apakah moda angkutan darat kemudian secara
adminsitratif di setiap terminal itu perlu karena terus terang karena ini bicara soal sebaran
penyakit yang barangkali dimata teman-teman kementrian kesehatan atau badan karantina
hewan dan tumbuhan yang ada adalah pandangan bahwa perpindahan penyakit di bandara
atau di pelabuhan konteksnya itu meskipun di dalam beberapa diskusi yang namanya virus
pun sekarang melalui komputer di email pun bias.
Jadi kalau mau bicara pencegahan ini konteksnya seperti apa saya setuju tadi kalo
dikatakan bentuk lalai, apakah bentuk lalai harus juga kita rumuskan disini karena seperti
yang tadi saya sampaikan yang namanya pilot yang namanya nahkoda itu sangat tergantung
yang namanya manifest soal manifest saja di dalam operasional kita masih bermasalah,
saya sempat sampaikan kemarin saya pernah dapat boarding pass yang tulisannya tulisan
tangan, jadi pertanyaan saya waktu itu saya masuk kedalam manifest pesawat atau tidak
nanti kalau ditemukan jasad ini jasad siapa gitu ya itu pemikirannya disitu tapi ini terjadi
ketika saya harus ke salah satu kota kecil di Sulawesi tengah loh pak jadi ketika saya kembali
saya dapat manifest tulisannya tulisan tangan Bu Eva no kursi 6F sudah seperti itu
maskapainya saya tidak perlu nanti ada kena pencemaran nama baik tapi seperti itu soal
manifest saja sudah menjadi masalah sebetulnya dikita jadi pembenaran sisi adminsitartif
menurut saya sangat penting bukan hanya kaitannya dengan penyebaran atau pencegahan
atau penyebaran penyakit tetapi lebih pada keselamatan barang atau orang gitu.
Kalau pilot dibebankan pada ketentuan ini itu yang tadi pertama kali saya sampaikan
yang jadi target dari dua tindak pidana ini nahkoda dan kapten kapal kita harus akui bahwa
di dalam Undang-Undang Penerbangan tentang pelayan tanggung jawab selama
penerbangan dan pelayaran adalah kapten kapal atau nahkoda kapal. Mereka punya
kewenangan absolut untuk kemudian menolak pemberangkatan kapal karena declearenya
123
untuk siap berangkat ada pada mereka tetapi masalahnya dalam hukum pidana kita harus
berfikir lebih jauh pengetahuan gitu ya. Ini bukan hanya dalam Undang-Undang Karantina
Kesehatan terkait dengan kapten kapal atau nahkoda dalam Undang-Undang Wabah pun
saya pertanyakan kalau setiap orang yang dengan sengaja mengetahui adanya wabah tapi
tidak tau ya apakah setiap orang punya kapasitas.
Yang bisa ini kan dokter atau tenaga kesehatan gitu, jadi ini masalah kenapa opset
mau kita perluas atau kita persempit kalo buat saya kita lindungi teman-teman nahkoda dan
kapten kapal ini ya harusnya adalah pengertian yang sempit Pak Muzakir ya dengan
maksud. Jadi memang konteks perlindungan terhadap mereka di dalam operasional sangat
sulit kecuali saya sempat kemarin sampaikan kecuali ini tidak di pelabuhan resmi atau di
bandar udara resmi ini bisa kejadian di Dadap misalkan kalo saya ambil contoh saja atau
saya Pulau Kelapa barangkali ya yang bisa landing pesawat disana tanpa ada suatu
prosedur yang resmi yang dengan snegaja menaikkan atau menurunkan penumpang, tapi
kalo yang di tempat-tempat resmi katakanlah cengkareng atau halim misalnya kita bicara
Pelabuhan Laut seperti Tanjung Priok kecil kemungkinan delik ini akan terlanggar.
ANGGOTA (BAMBANG HARYADI S.E.):
Mohon izin ibu jadi yang saya maksud tadi penanggulangan yang di darat
dimasukan dalam RUU ini kita kan punya perbatasan-perbatasan dengan negri tetangga
yang berbatasan via darat kita bukan suudzon lah tapi semua kemungkinan itu bisa, nah
maksud saya apakah di perbatasan kaya model di NTT ataupun di Kalimantan dan papua
disitu apakah sudah ada penanggulangan badan karantina disitu seandainya tidak ada
apakah ga sebaiknya kita masukan disini untuk jalur-jalur darat yang terbukan kemungkinan
masuknya pemindahan virus itu atau wabah kan itu terantisipasi.
Terima kasih.
NARASUMBER (Dr. EVA ACHJANI ZULFA):
Memang tadi juga saya sambung pertanyaan tadi muncul dari saya bagaimana
denga mode angkutan darat betul kita sejalan pemikiran ketika kita bicara mengenai kondisi
di Atambua, Atambua dibikin jembatan disan kita sudah tidak perlu kapal disana ya East
Timor sama kita sudah bisa dilewati dengn mode angkutan darat atau di Jayapura ke Papua
Nugini tidak terlalu jauh di titik-titik itu buat saya perlu tapi memang agak menjadi masalah
secara adminstratif, kalau mohon maaf saya sedikit hiperbola Blok M ke Pulo Gadung harus
dengan manifest mungkin itu untuk operasional agak menyulitan tapi kalau untuk situasi
antar negara dimana koordinasi kita agak sulit karena bicara administrasi gitu ya keluar
masuknya antar penduduk di wilayah perbatasan.
Buat saya perlu kondisi hingga saat ini setau saya beberapa penelitian saya
mengenai pengungsi dan beberapa penilitan saya mengenai TKI di perbatasan itu kita
sampai sekarang belum punya rumah sakit yang hanya ada adalah puskesmas-puskesmas
kecil, pos kesehatan yang tentunya ini tidak memadai apalagi kalo dikaitkan dengan
124
ketentuan Undang-Undang ini dan barangkali ini kalau mau disampaikan banyak sekali pak
ketua saya yang terakhir saja buat saya yang barangkali penting, apakah cukup hanya
dengan tiga Norma ini, saya setuju dengan Pak Mudzakkir tapi buat saya bukan memperluas
karena ada beberapa norma yang sebetulnya di dalam Undang-Undang ini diamanatkan
untuk diberikan sanksi tapi di rumusan sanksinya baik secara administrasi maupun pidana
tidak ada saya ambil contoh misalnya Pasal 77 mengenai pejabat karantina yang lalai
melakukan tindakan karantina kesehatan sanksinya tidak ada gitu ya atau mengenai
penyelenggaraan informasi karantina kesehatan, ketika lalai menyampaikan informasi
kondisi kedaruratan kesehatan sanksinya tidak ada jadi ada norma-norma di dalam UndangUndang ini kalau kita mau telusuri satu-satu yang ternyata ketentuan Pasal 91, 92, 93 ini
belum cukup, itu barangkali catatan dari saya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO):
Terimakasih Dr. Eva.
Jadi sebenarnya sebelum ke Prof. Mudzakkir saya pakai penutup nanti mas
Bambang ini keberlakuannya adalah untuk darat, laut, dan perbatasan pak, jadi
pengantarnya mungkin tidak sempat disinggung menurut penjelasan dari pemerintah yang
sudah ada karantina kesehatannya di perbatasan Kalimantan, NTT, Papua , dan Maluku, itu
pembahasan terakhir, nanti akan dirumuskan pintu masuk adalah tempat masuknya dan
keluarnya angkut orang serta barang baik bandara pelabuhan maupun pos lintas batas
negara dan lautnya akan kita hapuskan karena pembatasan soal lintas batas ini keseluruhan
wilayah ya, saya persilahkan Prof. Mudzakkir sebagai penutup.
NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR S.H.):
Terima kasih.
Yang pertama menyangkut tentang penyidik dalam tindak pidana ini mungkin dalam
chapter proses penagakan hukum apakah perlu ada penyelidik dan penyidik yang terkait
kekarantinaan ini jadi kalau saya ingin mengusulkan misalnya ini ada penyelidik dan penyidik
memang ini ada resikonya yang terjadi adalah bagaimana menyiapkan tenanga penyidik ini
kan kejahatan atau tindak pidana yang terkait kan ga terlalu banyak situasional gitu ya, tidak
sperti halnya imigrasi itukan full kapan saja kalo inikan dalam konteks kesehatan kalau
belahan dunia itu ada penyakit-penyakit yang membahayakan begitu baru kita kenceng
untuk melakukan kalau pas longgar semua alat kita gadipake jadi biasanya kalo tetangga
atau belahan lain ada virus-virus yang menakutkan baru kita melakukan itu, jadi kalo saya
boleh usul sebaiknya disini tidak perlu ada penyidik ya sebab resikonya terlalu berat,
penyidik itu harus menjalani proses pengangkatan dan sebagainya, dan tindak pidana tidak
terlalu banyak ada disini gitu ya, kecuali kalo nanti ada walaupun kita tau bahwa hariini apa
namanaya membahayakan mungkin cukup saja kewajiban-kewajiban tertentu untuk segera
berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.
125
ANGGOTA (BABMBANG HARYADI S.E.):
Interupsi bang berarti PNS tidak perlu berarti penyidik POLRI ya.
NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR S.H.):
Iya karena ini tidak terlalu banyak, taruhlah misalkan kita itu di Papua Nuigini ada
bencana sakit baru kita drug kesana kalo full ada penyidik menurut perkiraan saya itu tak
terlalu banyak untuk kejahatan yang melakukan pelanggaran ini kalau hanya administrasi
saja kan tangkap saja gajadi masalah gitu, yang tadi sudah saya sampaikan saya khawatir
banyak sekali penyidik yang nganggur gitu ya, saya sudah berusaha mencermati PNS-PNS
yang tua itu bahkan mau berbuat sesuatu itu minta advice penyidik polisi yang punya
kewenangan penyidikan mau mengangkap aja gabisa atau gaberani lah bahasanya jadi buat
apa anda sebagai penyidik yang mempunyai lisensi untuk melakukan penyidikan,
berdasarkan pengalaman itu saya melihatnya ya memang kejahatan tidak terlalu banyak
bahkan dilempar ke penyidik, penyidik gamau itu ujungnya ga selesai gangambil keputusan.
Jadi usul pak dipertimbangkan kembali kalo ada penyidik PNS di dalam proses ini
yang menangani masalah kekarantinaan ini yang kedua adalah menarik juga bagaimana
kalo ada tindak pidana lain yang menyelundup hubungannya dengan ini yang itu justru
kekhawatiran saya sebagai menganalisis pidana tadi mesti dia kalo ada tindak pidana
terorisme dan sebagainya tujuannya menyebarkan penyakit kan gitu, itu yang menurut saya
hukumannya harus berat nanti bersinggungan dengan kejahatan terorisme ya nanti kalau
bersinggungan dengan kejahatan yang lain dan sebagainya mungkin yang salah satu yang
membahayakan lagi bukan hanya kalo terorisme kan agak lebih jelas, tapi ini khawatir saya
bagian daripada skenario musuh Indonesia untuk menghancurkan pride Indonesia dalam
posisi perang, persiapan perang misalnya gitu disakitkan dulu perangnya kan kalah nanti
dia kalo banyak yang sakit misalnya sebarkan sakit.
Saya selalu menganalisis dalam konteks Indonesia itu seperti itu, jadi kalo mau
sengketa apa-apa terus mau perang itu bikinlah mereka sakit semuanya jadi membuat
pertahanan kita lemah dan barulah mereka melakukan tindakan invasi di Indonesia atau
tindakan-tindakan lain yang merugikan kepentingan keamanan Indonesia itu menurut saya
sesuatu hal yang serius tadi ya penting untuk dicermati hal-hal lain yang terkait dengan tadi
ada amanah untuk saya insyaallah saya lakukan dengan membaca ulang tadi beberapa
instrumen yang tadi sudah disampaikan, instrumen dan juga aturan-aturan hukum yang ada
dan yang terakhir, bagian daripada ini adalah tadi dikatakan bahwa kalau misalnya ini
maksudnya saya katakana kalo tujuanya melindungi wabah penyakit mungkin ada UndangUndang Wabah, mungkin bisa kordinasi dari sana kalo misalnya belum ada ya sebaiknya
karantina bisa dibentuk dalam keadaan darurat tertentu, termasuk juga bukan hanya dengan
perbatasan gitu ya, termasuk juga dengan daerah yang dinyatakan bahaya sakit misalnya
gitu dibuka apa bagian karantina yang ada disitu, kita juga gangerti mudah-mudahan di
masa depan itu tidak ada yang seperti itu, satu daerah pulau tertentu pualu Sumatra begitu
punya wabah penyakit yang membahayakan maka orang dari Sumatra kesini harus
diperiksa.
126
ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (HAERUL SALEH):
Intinya jangan bawa penyakit ke Indonesia.
NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR S.H.):
Iya.
ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (HAERUL SALEH):
Kan ada di Undang-Undang ini kan.
NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR S.H.):
Iya kalo misalnya jadi ini istilahnya sinkronisasi gitu kalo mereka belom mengatur,
daitur disini tapi kalo Undang-Undang RUU yang lain sudah mengatur ya kita ikuti yang
disana gitu, saya ulangi lagi pentingnya di Indonesia karena Indonesia terdiri dari pualupulau yang jaraknya jauh-jauh gitu, kalo terjadi wabah dahsyat disana nanti kalo kita ga
memeriksa bisa menular seluruh Indonesia gitu maka itu demi kepentingan keamanan
kesehatan maka itu bisa dimasukan di dalam pasal disitu dengan kordinasi dengan
sinkronisasi atau harmonisasi sinkronisasi ya dengan RUU yang lain, demikian tambahan
saya bapak.
Terima kasih,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (HAERUL SALEH):
Pimpinan masukan.
KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO):
Oh iya silahkan.
ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (HAERUL SALEH):
Ini saya juga pengalaman pembahasan Undang-Undang sebelumnya di komisi,
saya liat di komisi tuh ada pengalaman Undang-Undang yang kita bahas judulnya apa begitu
berjalan prosesnya kemudian berubah substansi dan sebagainya akhirnya menjadi lama
127
pembahasannya Undang-Undang itu, nah ini banyak saya tau persis bahwa kita memiliki
banyak utang Undang-Undang yang harus kita selesaikan. Masukan berkaitan dengan
pembasahan Undang-Undang ini sebaiknya ini tidak melebar kemana-mana karena dalam
satu Undang-Undang ini seperti kata bu eva itu banyak Undang-Undang yang sebetulnya
tumpang tindih khusus misalnya baru dalam hal pidananya saja gitu. ini sudah tumpang
tindih dengan Undang-Undang wabah mungkin saja di Undang-Undang Terorisme dan
sebagainya-bagainya, nah saran saya pak inikan karantina, yang namanya kekarantinaan
kesehatan ya adalah itu dalam proses kedua setelah diketahui ada orang yang kena
penyakit itu lalu kemudian masuk karantina.
Nah sebetulnya apa yang kita mau bahas di dalam Undang-Undang ini, ini nih terlalu
jauh sudah diluar konteks kekarantinaan lagi ya, karena kalo secara substansi yang
namanya karantina itu setelah kita mendapatkan informasi ada penyakit lalu kemudian di
karantina ini kemudian harus di karantinakan, kalo dia tidak dikarantikan karena kelalaian
petugas atau karena kehendak bebasnya orang yang tidak mau dikarantina itulah tindakan
pidana yang dilakukan, ini lah yang harusnya dikenai sanksi jadi tidak perlu melebar
kemana-mana lagi, karena kalo ini terus begini-begini terus pak satu Undang-Undang itu ya
wajar aja kalo satu tahun pak satu Undang-Undang selesai gitu, kita mau cepat pak.
Banyak Undang-Undang kita kalo ahnya tiga yang kita ingin bikin, bikin tiga saja
pak, misalnya negara punya kewajiban mengadakan karantina di setiap daerah perbatasan
ya udah itu saja kemudian untuk pidana, ya ketika ada yang sudah diberi informasikan
terdapat ada penyakit yang berpotensi menjadi wabah yang atau virus yang berdampak
pada masyarakat itu harus di karantina kalau tidak di karantina ya sudah kena hukuman
pidana selesai, gausah lagi kita melebar-lebar kalo melebar-lebar akan banyak interpretasi
kita terhadap dengan hal-hal yang berkaitan dengan sudah kita bahas ini yang akhirnya tidak
selesai lagi ini Undang-Undang saya kira itu pimpinan.
KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO):
Ya baik namanya masukan nanti kita dalami tapi barangkali sebagai sesama
anggota perlu informasi yang utuh jadi nanti sekertariat supaya bahan-bahan bahasan nanti
rekan kita ini diberi yang lengkap supaya ada pemahaman yang komperhensif apa yang
sedang kita bahas, pa Prof. Mudzakkir dan Dr. Eva kami sangat berterimakasih atas
kehadiran dan beberapa diskusinya bahwa hariini sudah pembahasan yang hampir-hampir
akhir, tapi memang catatan panja perdebatan kita memang ingin khsus bahas soal
perumusan pidananya dalam Undang-Undang Kekarantinaan soal wabah tadi memang itu
masuk RUU yang akan diusulkan.
Tapi kita sudah ingatkan kepada pemerintah agar setiap usulan RUU yang akan
diajukan itu supaya disisir dulu dengan Undang-Undang yang sudah berlaku, apakah
efektifitasnya atau tumpang tindihnya supaya disisir terlebih dahulu sebelum diajukan,
sekian terimakasih atas banyak masukannya yang insyaallah bermanfaat tapi yang penting
tadi, teman-teman di staf ahli supaya atau juga perumus supaya nanti apa yang disampaikan
Dr. Eva dan Prof. Mudzakkir supaya diperbaiki kembali nanti dibawa ke rapat panja sebelum
128
di plenokan di Baleg beberapa keteloderan kita misalnya menentukan perumusan, ada
sanksi pidana tapi perumusannya belum tadi di beberapa pasal disinggung supaya disisir
kembali, kemudian di tempatkan dalam rancangan normanya dan kalau ada perubahan
substantif perubahannya lewat mekanisme panja maupun mekanisme Baleg.
Demikian Prof. Mudzakkir dan Dr. Eva, teman-teman anggota yang hadir tadi
khsusus Pak Toto, Prof. Mudzakkir, Dr. Eva, minta maaf karena beliau ikut rapat
pembahasan RUU, draft RUU Migas di Komisi VII sehingga meninggalkan tempat dan
sebelum kami tutup perlu saya ulang bahwa seluruh masukan dan pandangan yang telah
disampaikan dalam kesempatan ini terutama oleh narasumber akan menjadi bahan
masukan dan koreksi yang sangat penting untuk menyelesaikan Rancangan UndangUndang Kekarantinaan Kesehatan, dan tetap menunggu nanti misalnya dari Pak Mudzakkir
atau dari Dr. Eva juga diharapkan perumasan terutama hasil pembicaraan kesepakatan
dengan pemerintah.
Demikian acara rapat pada hari ini, semoga Allah SWT tuhan yang maha kuasa
memberikan kekuatan lahir dan batin kepada kita semua sehingga kita dapat menjalankan
tugas dengan sebaik-baiknya.
Sekian terima kasih.
Wabillahil taufiq walhidayah.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Rapat saya nyatakan ditutup.
(RAPAT DITUTUP PUKUL 15.10 WIB)
Jakarta, 23 November 2016
Sekretaris Rapat,
Widiharto, S.H., M.H.
129
Lampiran 10. Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi Mendengarkan Masukkan
DPD RI terkait Harmonisasi RUU Tentang Perkelapasawitan pada tanggal 14
September 2017
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RISALAH
PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN
KAMIS, 14 SEPTEMBER 2017
Tahun Sidang
Masa Persidangan
Rapat ke
Jenis Rapat
Dengan
Sifat Rapat
Hari, tanggal
Pukul
Tempat
Ketua Rapat
Sekretaris
Acara
Hadir
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
2016 - 2017
I
RAKOR
DPD-RI
Terbuka
Kamis, 14 September 2017
13.00 WIB
Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I lantai 1
Firman Soebagyo, S.E., M.H.
Widiharto, S.H., M.H.
Mendengarkan masukan DPD RI terkait Harmonisasi RUU tentang
Perkelapasawitan
: 29 orang, izin 6 orang dari 74 orang Anggota
Rapat dimulai Pkl. 14.25
KETUA RAPAT: FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H.
Seperti kami sampaikan khususnya teman-teman DPD bahwa badan legislasi telah
menginisiasi terhadap Undang-Undang Perkelapasawitan. Adapun inisiatif ini memang
awalnya belum mendapatkan dukungan secara maksimal dari anggota, khususnya di Badan
Legislasi. Namun setelah kami melibatkan berbagai stakeholders termasuk para pakar,
petani, pekebun, kelas menengah besar dan sebagainya akhirnya kita sepakat bahwa
130
perkelapasawitan ini perlu mendapatkan suatu kepastian hukum. Karena ternyata ada 9
landasan urgensi dari perkelapasawitan. Pertama bahwa sawit adalah merupakan
komoditas utama ekspor Indonesia dengan sumbangan devisa tertinggi. Sampai hari ini
sawit itu memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara sebesar kurang lebih 300
triliun per tahun.
Dan kemudian, yang ke-2, adalah perbandingan sumbangan devisa sawit dan
batubara; sawit jauh lebih tinggi daripada batubara saat ini. Bahkan kemarin, sawit itu juga
di atas daripada penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi. Kemudian yang ke-2
sawit juga merupakan industri padat karya dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 5,4
juta orang dari 120,2 juta angkatan kerja nasional kita di tahun 2014. Artinya bahwa 5,4 juta
orang, kalau satu kepala pekerja itu menghidupi 5 orang, anak 3, istri dan suami, artinya
sudah ada 3 x 5,4 juta berarti kurang lebih 16 juta penduduk Indonesia yang diselamatkan
nasibnya, yang diselamatkan kehidupannya, dari perkelapasawitan nasional kita. Kemudian
yang ke-3, Kemudian yang ketiga kelapa sawit berperan penting sebagai bahan baku
industri lain-lainnya. Seperti untuk olein, kemudian untuk ester, kemudian juga untuk sabun
mandi yang manfaatnya sangat luar biasa. Namun sayangnya memang, karena belum ada
regulasi, maka para pelaku usaha di perkelapasawitan itu kecenderungannya hanya
mengekspor barang mentah. Ini yang harus kita atur tentang masalah perkelapasawitan hulu
dan hilirnya.
Kemudian, ke-4 mengurangi ketimpangan pembangunan regional. Bahwa
pembangunan regional ini kecenderungannya adalah di Pulau Jawa jauh lebih maju
perekonomian masyarakat di tingkat daerah. Namun di tingkat luar daerah dengan adanya
perkelapasawitan ini sudah terjawab. Jadi kesenjangan itu dan terjauh dengan adanya
industri perkelapasawitan. Kemudian yang ke-5 produktivitas lahan kelapa sawit paling
tinggi dan harga paling menjangkau dibandingkan minyak nabati lainnya. Ini yang menjadi
persoalan kenapa perkelapasawitan nasional di pasar Eropa dan Amerika itu menjadi salah
satu daya tolaknya besar. Karena memang untuk minyak nabati di dunia ini terbesar
samanya adalah dari CPO, dari minyak nabati dari CPO. CPO ini memang sulit ditandingi
karena minyak dapat dari non CPO itu 1 hektar, itu hanya menghasilkan 500 liter tertinggi 7
liter itu dari kacang-kacangan bunga matahari dan sebagainya. Sedangkan CPO kelapa
sawit itu 4.5 ton per hektar. Jadi kalau kompetisi persaingan dagang memang dari kacang131
kacangan ini tidak akan mampu bersaing dengan CPO. Makanya black campaign atau
kampanye-kampanye hitam itu dilakukan dalam rangka untuk mematikan CPO kita.
Kemudian CPO ini memang di dunia tertinggi pasaran ekspornya dari Indonesia dan nomor
dua adalah Malaysia. Inilah pentingnya kita membuat sebuah regulasi karena di Malaysia
itu yang dulu belajar untuk menanam sawit dari Indonesia, itu mereka sudah punya UU yang
mengatur tentang hulu sampai hilirnya.
Kemudian yang ke-6 perlu adanya kebijakan yang mengatur tentang
pengembangan lahan dan dampak terhadap lingkungan. Ini perlu diatur. Sekarang ini justru
ada pembiaran terhadap masalah perkelapasawitan atau semakin bias. Karena ini menjadi
alasan-alasan oleh pihak-pihak tertentu terutama NGO-NGO yang memang menjadi
perpanjangan tangan asing untuk mendiskreditkan perkelapasawitan nasional. Dan ada
juga masyarakat yang memang masyarakat adat terutama di Riau kemudian di Kalimantan
dan sebagainya banyak yang menjadi korban. Mereka itu lahan-lahannya ditanam secara
konvensional dan kemudian dihutankan kembali melalui SK menteri akibat Undang-Undang
41 tentang Kehutanan dan kemudian setelah dikembalikan kepada hutan dikeluarkan izin
untuk para pelaku usaha akhirnya yang terjadi di lapangan ada sengketa, rakyat yang
dikalahkan.
Kemudian yang ke-7 perlunya kerangka kebijakan untuk mengatasi hambatan
perdagangan internasional seperti yang saya sampaikan tadi. Kemudian yang ke-8, perlu
diperkuat pola kemitraan antara petani plasma dengan perusahaan perkebunan inti yang
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Ini yang kita harapkan, karena sekarang
ini yang besar ini ketika digunakan: untuk melakukan kegiatan di industri perkelapasawitan
ini plasmanya ini kan hanya berdasarkan belas kasihan. Kemitraan yang tidak saling
menguntungkan, sehingga harganya ditekan dan sebagainya. Ini yang coba kita atur dalam
undang-undang. Yang ke-9, belum adanya wujud konkret kita dalam mendukung kelapa
sawit sebagai industri strategis nasional. Ini terakhir yang sampaikan, oleh karena itu ke
depan, perlu adanya sebuah undang-undang karena setiap yang kontroversi yang terjadi di
masyarakat, maka negara harus hadir dalam bentuk regulasi. Agar ada sebuah kepastian
hukum bagi para pelaku industri sawit nasional kita.
Oleh karena itu 9 poin ini yang tentunya akan menjadi landasan kita dan terkait
dengan kewenangan DPD dalam masalah pengelolaan sumber daya alam ini tentunya kami
132
ingin mendapatkan lebih jauh pandangan, pemikiran dari DPD agar kita bisa bersama-sama
untuk mendorong agar undang-undang perkelapasawitan ini kita yakinkan kepada
pemerintah ini adalah penting. Karena memberikan kontribusi penerimaan kepada negara
dan beberapa aspek lainnya yang tentunya ini akan sangat positif bagi pertumbuhan
ekonomi nasional. Sayangnya, Pak Purba dan teman-teman DPD lainnya, beberapa waktu
yang lalu pemerintah terlalu cepat mengeluarkan sikap. Mensesneg, menuliskan kepada
Kementerian Pertanian memang meminta agar undang-undang perkelapasawitan agar tidak
dilanjutkan karena atas permintaan dari LSM.
Ini yang saya katakan sangat disayangkan seorang pejabat pemerintah, pejabat
negara yang tidak paham konstitusi. Justru DPR, DPD dan pemerintah yang memang punya
kewenangan sebagai mandat daripada konstitusi negara dikalahkan dengan intervensi dari
pada NGO, di mana NGO ini punya agenda-agenda lain tanpa memikirkan dampak daripada
kalo kelapa sawit ini dimatikan. Oleh karena itu ke depan, kita harus punya mempunyai
blueprint punya rencana strategi yang jelas. Sehingga kedepan target pemerintah itu kalau
sawit itu, CPO hasil kita itu katakanlah targetnya 5 triliun per tahun, ekuivalennya lahannya
itu berapa. Ketika itu disepakati maka tidak boleh lagi ada hutan yang diambil atau
difungsikan untuk kepentingan perkebunan. Kalo negara berupaya meningkatkan
penerimaan dari 5 triliun tadi, maka ke depan tidak boleh lagi melakukan ekstensifikasi tapi
intensifikasi. Teknologi berbicara, begitu. Tapi sampai sekarang tidak ada blueprintnya.
Kira-kira pemaparannya seperti itu. Kami persilakan dari DPD untuk memberikan
masukan. Waktu kami persilakan.
DPD RI: DJASARMEN PURBA, S.H.
Terima kasih, Pimpinan.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang dan salam sejahtera buat kita semua izinkan kami dari Pokja
perkelapasawitan Terlebih dahulu memperkenalkan diri, kami hadir 2 orang, Pak. Mungkin
ada lagi yang on the way. Nama saya Djasarmen Purba dari Komite II bersama Pak
Sudirman Umar juga dari Komite II. Kalau saya Dapilnya dari Kepulauan Riau dan Pak
Sudirman Umar dapilnya dari Provinsi Aceh. Terima kasih Pak Firman bahwa atas
undangannya. Bahwasanya komitmen kerja komisi 4 sungguh luar biasa. Sehingga kita juga
133
akan menyampaikan beberapa hal. Walaupun, baru kemarin secara resmi kami terima
undangannya. Nah, dari 9 poin yang Bapak sebutkan tadi, sebetulnya kami sepakat untuk
mendukung bagaimana supaya RUU Perkelapasawitan ini bisa dibahas, Pak. Itu yang
pertama.
Kemudian yang kedua, ada beberapa masukan dari kami. Yang pertama, bahwa
RUU perkelapasawitan ini adalah untuk kepentingan nasional dan daerah. Sehingga tidak
boleh bersifat sektoral, yang dirancang untuk kepentingan golongan atau kepentingan politik
tertentu. Sebagaimana kita ketahui bahwa perkelapasawitan di Indonesia sudah lebih dari
100 tahun. Tadi, Pak Firman telah menunjukkan 5,4 juta yang tergantung di sana dikali 3
menjadi 16 juta. Dari sisi substansi, dari sisi konsiderat kami melihat disebutkan di sini bahwa
pengaturan perkelapasawitan sebetulnya belum diatur secara umum. Ini bisa kita lihat
bahwasanya ada juga perkelapasawitan ini diatur dalam Undang-Undang Perkebunan. Jadi,
di samping dari Undang-Undang Perkebunan juga diatur dalam Undang-Undang
Perdagangan, Perindustrian dan lain sebagainya. Oleh karena itu kita harapkan bahwa
harus ada spesifik, jadi bukan umum yang menyangkut tentang perkawinan ini.
Kemudian dari bab 1 ketentuan ini disebutkan ada bahasa yang memakai bahasa
Latin yang menyebutkan pasal 1 bahwa kelapa sawit adalah tanaman Palma dari jenis
Elaeis. DPD RI menilai bahwa penggunaan bahasa Latin sebaiknya diganti. Karena
ditujukan untuk menjelaskan sejumlah istilah umum. Penggunaan bahasa Latin
dikhawatirkan dapat memunculkan kebingungan. Sebab di undang-undang yang lain juga
tidak terdapat bahasa latin.
Dari sisi tujuan juga ada yang belum tercantum, Pak, ada tiga hal yang menurut
kami dari DPD. Yang pertama itu meningkatkan sumber devisa negara, mengingat kelapa
sawit merupakan komoditas yang terbesar seperti yang disebutkan tadi, sudah 10% total
ekspornya. Yang kedua, perlindungan kepada pelaku usaha perkepalasawitan dalam
masyarakat. Keberadaan RUU Perkelapasawitan sudah seharusnya ditujukan untuk
melindungi para pelaku usaha, khususnya pekebun kecil yang seringkali mendapatkan
keuntungan terkecil dari kegiatan usaha perkelapasawitan. Contohnya seperti Plasma yang
disebutkan tadi itu, ini jangan hanya semacam hibah dan lain sebagainya. Plasma itu sudah
harus dicantumkan dalam Undang-Undang ini.Yang ketiga, terkait aspek perlindungan
134
lingkungan. RUU ini juga seharusnya juga bertujuan untuk melindungi kelestarian dan
keberlanjutan dari komoditas sawit dan lingkungan Indonesia untuk masa yang akan datang.
Nah, tadi Pak Pimpinan mengatakan bahwa ini menjadi bagian dari pada daya tolak
yang besar di dunia. Oleh karena apa? Mungkin kalau boleh ditambahkan dari ketentuan
umum, Pak, bahwa yang dimaksud dengan perkelapasawitan itu adalah kawasan hutan.
Artinya, kumpulan pohon-pohon dan alam hayati. Di mana flora dan fauna disebut sebagai
kehutanan . Jadi kalau ini bukan disebut sebagai kehutanan, itu bisa juga dilihat dari sisi
kamus di kehutanan, Pak. Jadi artinya ini kawasan kehutanan. Jadi mereka mengatakan
bahwa: ini sangat berbahaya. Jadi sebetulnya persaingan-persaingan yang dimaksudkan di
sini.
Kemudian dari sisi perencanaan. Pemerintah pusat menyusun dan menetapkan
rencana induk perkelapasawitan nasional yang dimaksudkan memberikan arah pedoman
dan alat pengendali penyelenggaraan perkelapasawitan. Namun demikian tidak ada
penjelasan mengenai bagaimana rencana induk tersebut disusun termasuk pihak apa saja
yang akan dilibatkan dalam menyusun perencanaan tersebut. Mengingat rencana induk
menjadi pedoman bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pelaku usaha
perkelapasawitan, maka seharusnya rencana induk diatur bersama-sama dengan
pemerintah daerah. Oleh sebab itu, dalam tentang perencanaan ini perlu ditambahkan
ketentuan bahwa penyusunan rencana induk perkelapasawitan wajib melibatkan
pemerintah daerah. Bukan karena kami utusan daerah, Pak.
Lanjut, tentang usaha di Bab 4 perkelapasawitan. Di Bab 4 kami melihat bahwa
perizinan yang diatur oleh RUU perkelapasawitan justru semakin membuat proses kegiatan
usaha di bidang perkelapasawitan menjadi semakin birokratis. Sementara kita
menginginkan bagaimana perizinan itu cukup sederhana. Oleh karena itu DPD RI menilai
ketentuan perizinan dapat disederhanakan menjadi 3 perizinan:
1. Izin Usaha Budidaya Perkelapasawitan
2. Izin Usaha Pengolahan Hasil Perkelapasawitan
3. Izin Usaha Jasa Perkelapasawitan
DPD RI juga menilai batasan penanaman modal Asing pada usaha perkelapasawitan
seharusnya diatur oleh undang-undang ini. Kadi perkelapasawitan kalau asing yang
mempergunakan tidak kita batasi undang-undang ini juga agak merepotkan. Oleh karena itu
135
kita harapkan bagaimana supaya ini bisa artinya ada khususan di sini tapi sama aturannya
itu dari sisi batasan penanaman modal asing itu. Kemudian bab 4 tentang usaha
perkelapasawitan. DPD RI menilai bahwa peraturan terkait kemitraan harus dilakukan
secara komprehensif dan melibatkan pemerintah daerah. Lebih dari itu model kemitraan
perlu diperkuat dengan upaya untuk membentuk kelembagaan petani sehingga posisi tawar
dari petani kecil dapat ditingkatkan. salah satunya membentuk dan membangun gabungan
kelompok pekebun. Ini usul dari DPD, Pak. Dalam konteks ini pemerintah pusat dan
pemerintah daerah wajib melakukan fasilitasi dan dorongan kepada pekebun melalui
Gabungan Kelompok berkebun agar dapat mengikuti program kemitraan sebaik mungkin.
Bentuk fasilitasi dan dorongan yang dilakukan pemerintah dapat mencakup baik;
pembinaan, mencari mitra kerja sama, menyusun pola, skema kerja dan lain sebagainya.
Bab 4 tentang tentang usaha perkelapasawitan butir 2. DPD RI juga menilai aspek
tanggung jawab sosial dari pelaksanaan usaha di bidang perkelapasawitan harus dapat
membentuk dan meningkatkan nilai tambah dari kegiatan yang dilaksanakan oleh
masyarakat. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan
dapat berkelanjutan dan dapat memberikan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar. Dalam konteks ini peran pemerintah daerah harus lebih dioptimalkan. Saya ulangi
lagi, Pak. Peran pemerintah daerah harus lebih dioptimalkan baik dalam perencanaan,
implementasi maupun evaluasi dari pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Kemudian Bab 5 tentang budidaya tanaman perkebunan. DPD RI menilai bahwa
pengecualian batas lahan bagi Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
koperasi dan perusahaan perkebunan dengan status perseroan terbuka untuk Go Public ini
diskriminatif dan hanya memberikan keuntungan bagi perusahaan besar dan merugikan
perusahaan kecil yang memiliki keterbatasan permodalan dan akses pembiayaan dan faktor
produksi lainnya. Kondisi ini dikhawatirkan dapat meningkatkan rasio gini kepemilikan lahan
yang menurut sensus pertanian tahun 2013 sudah mencapai 0,68. Oleh sebab itu DPD RI
menilai bahwa pembatasan kepemilikan lahan diperlakukan sama, jadi tidak ada
pengecualian Pak, untuk seluruh pelaku usaha perkelapasawitan tanpa terkecuali. Agar
manfaat ekonomi dari kegiatan usaha perkelapasawitan dapat dirasakan secara adil dan
seluruh masyarakat.
136
Kemudian bab 6 tentang industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit. DPD RI
menilai bahwasanya tidak ada pemberian pengaturan yang jelas dalam mendukung
pengembangan industri pengolahan hasil perkebunan kelapa. Selain itu sejumlah aspek
terkait industri pengolahan yang penting untuk diatur dalam RUU ini justru belum diatur.
Antara lain beberapa aspek tersebut: pertama, industri pengolahan perkelapasawitan yang
ramah lingkungan. Kedua, lokasi kegiatan pengolahan hasil perkelapasawitan yang wajib
dilakukan di dalam kawasan industri. Dan yang ketiga, penguatan industri hasil pengolahan
hasil kelapa sawit, terutama terkait penelitian dan pengembangan, pengujian, sertifikasi dan
promosi yang seharusnya dilakukan oleh DPPI (DitJen PPI).
Bab 7 tentang perdagangan. Dalam hal ini DPD RI menilai bahwa terdapat dua aspek
yang belum diatur. Jadi banyak yang belum diatur, izinkan kami untuk memasukkannya juga,
Pak. Tentang perdagangan komoditas sawit. Yang pertama peran daerah. Nah, ini lagi-lagi
peran daerah ini, Pak Firman. Peran daerah dalam mempromosikan ekspor komoditas
sawit. Yang kedua, aspek kedua yang perlu diatur adalah fasilitas ekspor untuk industri kecil
dan menengah. Dalam RUU perkelapasawitan tidak ada perbedaan dukungan antara
promosi ekspor hasil produk olahan sawit yang diproduksi oleh industri besar atau industri
kecil dan menengah.
Bab 11 tentang kelembagaan. Pada satu sisi dibentuknya lembaga baru yang secara
khusus menangani permasalahan sawit Indonesia dapat menjadi solusi atas berbagai
permasalahan di sektor perkelapasawitan yang terjadi akibat ego sektoral dari lembagalembaga terkait perkelapasawitan. Meskipun demikian perlu dipikirkan bagaimana efisiensi
dan urgensi pembentukan lembaga baru ini dalam jangka panjang. Apalagi setelah kita
mengetahui pemerintah sekarang ini untuk bikin lembaga baru. Ya, memang diperhitungkan,
termasuk dari sisi keuangan dan lain sebagainya apalagi pemekaran misalnya. Nah ini sama
sekali agak ditunda. Tapi kalau boleh betul-betul ada kajian tentang ini. Terlebih saat ini
memiliki target untuk mengefisienkan keberadaan lembaga.
Kemudian Bab 8 tentang ketentuan peralihan. Pada pasal 80 ayat 1 disebutkan bahwa
pada saat undang-undang ini mulai berlaku, lembaga pemerintah pusat yang menangani
urusan di bidang perkelapasawitan yang sudah ada pada saat berlakunya undang-undang
ini. DPD RI menilai aturan ini dapat menimbulkan kerancuan terkait fungsi dan tanggung
137
jawab dari lembaga lain terkait dengan usaha perkelapasawitan. Terlebih seluruh wewenang
dan tanggung jawab mulai dari regulator dan operator dijadikan satu di lembaga ini.
Nah, itu kira-kira yang boleh kami disampaikan sehingga ini bisa menjadi pandangan
kami dan masukkan lah. Dan harapan kami, Pak Firman, seandainya ada pembahasan
sama seperti rancangan undang-undang kelautan yang lalu, kami juga siap, jika diundang
kami hadir, Pak. Saya kira itu yang boleh kami sampaikan, terima kasih. Assalamualaikum
Warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT: FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H.
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Pak Purba, insya Allah nanti pada tahapan pembahasan di tingkat I,
terdapat ketentuan yang diatur dalam undang-undang, akan kita undang agar tidak cacat
hukum. Namun Pak, bahwa spirit pada undang-undang ini salah satunya yang memicu
daripada kami ada isu tentang Perjanjian IPOP yang ditandatangani antara kabid sektor
dalam negeri atau di Indonesia dan di luar negeri yakni pertemuan di PBB, kalau gak salah.
Dan itu kami mencermati, melihat bahwa ini sebuah bentuk monopoli terselubung dan
akhirnya siapa saja yang bisa mengekspor itu adalah orang-orang tertentu, yang mereka
mendapatkan green light daripada para importir di luar negeri. Dan ketika itu salah satunya,
yang mengadu kepada kami adalah para pelaku usaha yang terkait kelapa sawit sektor
menengah ke bawah dari Aceh. Dia menyampaikan berbagai persoalannya dan ketika itu
kami langsung mengambil risasi, memanggil dari semua pelaku usaha yang
menandatangani itu dan kami terus bicara sama dia dan agaknya kita dorong kepada
pemerintah agar IPOP dibatalkan dan alhamdulillah, akhirnya IPOP dibatalkan. Itulah
perjuangan dari kami di Badan Legislasi. Namun hal-hal yang positif tidak terekspos oleh
media. Padahal itu sebetulnya perjuangan yang luar biasa.
Yang kedua, bahwa yang Bapak sampaikan tadi memang juga menjadi salah satu
pemikiran yang ada dalam undang-undang ini dan undang-undang ini memang masih terus
kita akan kita sempurnakan. Karena yang terkait dengan masalah pembentukan lembaga
dan sebagainya itu kita juga ada referensinya. Kami sepakat bahwa lembaga ini memang,
di sisi lain pemerintah sedang mencoba membatasi terbentuknya lembaga baru. Tapi kami
juga sampaikan kepada pemerintah, sekiranya pemerintah juga melihat lembaga apa saja
yang boleh dan lembaga apa saja yang tidak boleh. Karena ada lembaga yang memang
138
dibutuhkan. Referensinya adalah di Malaysia itu memang lembaga ini memang mempunyai
suatu kekuatan yang sangat luar biasa. Memang mengatur tentang kebijakan hulu-hilirnya.
Sehingga ini bisa mengatasi eco-sector yang terjadi. Oleh karena itu, pertumbuhan
perkelapasawitan di Malaysia jauh lebih maju dibandingkan di Indonesia. Ini tentunya kita
jangan sampai ketinggalan daripada Malaysia.
Dan inilah poin-poin yang tentunya akan menjadi masukan oleh kami dan akan
mengelaborasi di dalam pembahasan ini kita juga memang mengedepankan hak-hak
daripada petani. Oleh karena itu beberapa waktu yang lalu kami juga mengundang dari mulai
gabungan pengusaha dan kemudian juga dari PTP dan kemudian juga dari aset petani
sendiri kita undang untuk melihat masukan dan akan kita jadikan pengkayaan materi tentang
pengesahan undang-undang ini. Dan tentunya masukan hari ini juga sangat berharga
sehingga nanti pada saatnya nanti undang-undang ini akan bisa kita bahas dan tentu kami
mengharapkan agar DPD dengan DPR bersama-sama untuk mendorong kepada
pemerintah.
Karena pemerintah sekarang ini selalu ketakutan kalau bicara tentang sawit dan
tembakau itu selalu ketakutan dengan NGO asing. Padahal kalau kita lihat bahwa potensi
penerimaan rokok itu juga sampai mencapai kurang lebih 150 triliun, belum tenaga kerjanya.
Kemudian sawit, 300 sampai 350 triliun per tahun. Nah ini, posisi devisa anggaran kita yang
semakin melebar ini jangan sampai nanti dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu hingga
nanti kita harus hutang ke luar negeri. Ini yang tidak kita inginkan. Jadi beberapa poin
memang kelihatannya spektrumnya telah sama, frekuensinya telah sama terkait pentingnya
undang-undang ini sehingga nanti undang-undang ini akan menjadi undang-undang Lex
specialis. Kalau kita bicara di Amerika itu ada empat komoditi yang dilindungi yaitu pertama,
jagung, kedelai, gandum dan kapas. Itu diproteksi dan diproduksi besar-besaran karena itu
memang penghasil devisa negara. Kalau di Jepang itu, gandum dan beras. Itu juga
dilindungi oleh sebuah undang-undang. Harusnya Indonesia juga belajar daripada negaranegara yang memproteksi terhadap commodity unggulannya. Dan harapan kita, kita bisa
bersama-sama untuk memperjuangkan agar undang-undang ini bisa dapat digunakan.
Namun, kami persilahkan dari teman-teman untuk bisa memberikan pendalaman
dan Pak Robinus kemarin me-WA saya marah-marah karena tiba-tiba ada sebuah berita di
televisi swasta yang mengatakan “rokok mengandung minyak babi”. Itu Pak Robinus
139
langsung: rumusannya dari mana? Saya tawarkan kepada Pak Robinus, bagaimana kalau
stasiun TV-nya kita undang; apa dasarnya menyiarkan itu. Kan ini bahaya sekali. Kalau
semua cara-cara mematikan produk nasional kita dengan di head-to-head-kan dengan halal
dan tidak halal kan berbahaya sekali. Oleh karena itu kita sepakat untuk undang televisinya
untuk menjelaskan dari mana sumbernya. Kalau perlu kita undang DPD sebab itu kan
menyangkut hak hidup rakyat kita. Supaya mereka juga memberikan pertanggungjawaban,
jangan asal mereka menyiarkan. Kalau memang tidak bisa dipertanggungjawabkan maka
kita bisa memberikan sanksi kepada TV-TV yang tidak bertanggung jawab. Minimal mungkin
diberi peringatan hingga sampai suatu saat pada pencabutan izin, karena tidak benar
mengadu domba daripada hak-hak daripada masyarakat kita ini.
ANGGOTA RAPAT:
Baik terima kasih, pimpinan, teman-teman Baleg dan sahabat kita dari DPD. Seperti
yang tercantum dalam UU No.23 dalam hal kita membentuk undang-undang itu harus
bersama DPD baik dalam memberikan masukan maupun dalam membahas. Ini tepat saya
pikir sebab ini adalah persoalan bersama. Nah, tadi ketua sudah singgung bahwa kita akan
membuat undang-undang persawitan dan kita tahu persawitan ini telah menjadi komoditas
yang bertindak strategis dan juga perkembangan pun sangat dahsyat. Dalam 50 tahun ini
Indonesia sudah bisa menduduki produksi terbesar daripada CPO dan lahan luas. Oleh
karena itu lahirnya undang-undang perkelapasawitan ini saya pikir membawa kepastian
hukum dan landasan hukum serta menempatkan kedaulatan kita. Yang mungkin adalah
karena itu mungkin masukan yang perlu kita minta lagi juga dari kawan-kawan DPD yang
banyak bergelut di daerah, saya pikir kalau persoalan perizinan itu jelas-jelas tidak terlalu
masalah. Yang jadi persoalan ini ada penyediaan lahan. Penyediaan lahan ini yang sering
kita temui di berbagai daerah konflik masyarakat dengan bentuk badan usaha maupun
badan usaha negara maupun swasta ataupun perorangan, lahan-lahan yang digunakan itu
masih banyak tercampur oleh lahan-lahan apakah itu hutan lindung maupun hutan produksi.
Dan itu sudah jelas-jelas dalam undang-undang tidak dapat digunakan untuk kepemilikan
dan untuk perkebunan. Yang kita ingin ketahui dari kawan-kawan DPD ini, bagaimana sikap
suara daerah terhadap kebijakan dan undang-undang yang harus diberikan termasuk
pendistribusian lahan-lahan kepada usaha kecil menengah dan besar itu. Kecil ini harus kita
lindungi, kalau tidak salah di undang-undang perkebunan itu kalau masih 25 hektar kebawah
140
ataupun undang-undang agraria juga, itu masih usaha perorangan. Tapi setelah itu adalah
badan usaha dan kita tahu, badan usaha swasta ini sangat mendominasi termasuk asing.
Nah ini saya pikir perlu ada sikap, termasuk penanaman modal itu asing, itu kira-kira berapa
harus kita berikan. Apakah sekarang kita bebas 49-51 itu penanaman modal yang harus kita
baca lingkup usaha pertambangan, ataupun yang lain-lainnya atau jenis-jenis komoditi yang
dilindungi yang strategis ini saya pikir tidak semuanya asing boleh masuk. Nah, ini saya pikir
juga perlu kita berikan. Walaupun undang-undang perkebunan itu, perusahaan inti dengan
plasma itu paling tidak 20% kan sudah harus diberikan, itu sudah ada, tetapi
pelaksanaannya masih banyak mengalami kendala-kendala itu. Penderitaan daripada
petani plasma itu, ya kadang-kadang mereka setelah akhirnya yaitu memiliki beban
membayar hutang karena beban banyak di ini juga mekanisme sebaiknya perlu kita perbaiki.
Oleh karena itu, kita juga, seperti yang disinggung oleh Ketua tadi, bagaimana
memberi ruang pengembangan industri hulu ke hilir ini. Jangan sekarang ini kita masih
mabuk produksi tinggi, semua CPO kita kirim keluar. Dan 35 juta ton itu, kalau tidak salah
produksi kita sekarang ini, 10 ton saja yang di dalam negeri, 25 tonnya kita ekspor.
Bagaimana kita mengatur hilir ini harus terbuka juga oleh dunia usaha. Jangan dia pedagang
hanya menjual CPO tapi hilirnya tidak. Hilir ini hadir saya pikir penting buat kita untuk
penyerapan tenaga kerja. Kemudian juga meningkatkan nilai pertumbuhan ekonomi kita.
Jadi kita perlu menurut daerah itu berapa pembatasan impor dari suatu perusahaan CPO.
Menurut saya, dalam undang-undang ini, kita harus ada membatasi juga tentang
berapa kita harus mengekspor. Jangan seperti misalnya perusahaan Sinarmas terus
menerus mengekspor. Sehingga ada perwakilan kolektif. Shanghai ada, di Cina ada. Itu, kita
itu hanya menjadi tempat berkebun tapi mengolahnya di sana. Nah ini, jadi juga pemikiran
kita bersama, kami DPR juga sudah berpikir, tinggal kawan-kawan DPD ini.
Yang terakhir saya pikir, yang kita ketahui juga, petani jitu sebenarnya juga perlu
menetapkan berapa harga yang layak. Kita tahu persis seorang petani yang punya kebun
itu, kalau yang kecil-kecil itu, mulai dari metik pun dia sudah keluar uang. 10% daripada
jumlah hasil panen dia seminggu, sebulan dua kali itu, dia sudah terpotong untuk biaya
metik, karena bukan dia juga yang metiknya. Yang kedua, biaya angkut dari metik ke
pengumpul. Kemudian sampai pada CPO-nya, dia dapat pemotongannya juga, biaya untuk
macam-macam. Peremajaan sawit, atau apapun itu. Jadi, walaupun terbayang misalnya
141
sekarang ini harga sawit antara 1400/kilo, rakyat petani itu paling terima 1000 perak,
sembilan ratus pun masih syukur kenapa? Karena mereka telah membayar yang terpotong
sebelumnya. Kepada siapa yang harus diberikan potongan itu? Kepada perusahaan besar
karena dia perlu untuk peremajaan untuk memikirkan 25 tahun. Tapi kalau petani kecil di
bawah 20 hektar tadi bagaimana. Jangankan kecil, yang menengah pun harus kita lindungi.
Nah, yang begini-begini walaupun kita ada investasi.
Kemudian masalah lahan, penyediaan lahan itu sudah menjadi komflik. Kalau
perizinan saya pikir, undang-undang perkebunan sudah cukup memadai, ya Pak Ketua ya.
Kalau seorang lahan sudah ada dia dengan perencanaan dia, keluar kalau tanahnya tidak
bermasalah izin usaha perkebunan dia, sesuai dengan perencanaan kapan dia nanem, kapa
dia berbuah, keluarlah yang namanya HGU-nya. HGU sudah aman, dia sudah aman itu
perusahaan. Itu soal perizinan. Tapi demikian juga untuk industri CPO-nya juga udah. Tapi
kalau untuk pembukaan lahan ini yang menurut saya dan masyarakat itu perlu kita
tempatkan.
Pertanyaan saya sekali lagi apakah kita juga memberi ruang penyediaan lahan
terutama lahan-lahan yang lindungi hutan lindung dan hutan produksi terbatas itu masih bisa
dipakai untuk kepentingan masyarakat untuk berkebun sawit?
Saya pikir demikian saja masukan Pak Ketua, pandangan kita terhadap undangundang perkelapasawitan ini. Kita harapkan undang-undang ini bisa berjalan menjadi
kedaulatan kita, menjadi landasan hukum kita dalam menjadikan komoditas sawit yang
seperti tadi. Terima kasih. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Pak Rofinus kami persilakan
ANGGOTA RAPAT : ROFINUS HOTMAULANA
Terimakasih Pimpinan, dari teman-teman Baleg dari Fraksi DPD RI teman-teman di
Baleg dan semua yang hadir dalam rapat yang berbahagia ini. Saya sangat senang apa
yang diberikan oleh DPD di dalam memberikan masukan terhadap rancangan undangundang tentang perkelapa sawitan ini, namun perlu saya ingin sampaikan Pak Ketua ada
beberapa permintaan structure di sini yang tidak selesai pak.
142
Pertanyaannya umpamanya bagaimana DPD ingin mencari sesuatu tanpa
diberikan wewenang untuk yaitu dan sesuai pada saat kita dulu membahas MD3. Disini saya
akan berikan katakanlah kalau ingin masuk di dalam proses perdagangan kalau itu tidak
diatur di Perda dan tidak di bawahi DPD, ini akan menjadi kesulitan dalam struktur
perkelapasawitan di kemudian hari. Jadi saya cenderung sebenarnya bagaimana lembaga
DPD kita perkuat.
Bagaimana supaya bisa masuk mereka di relung - relung di daerah khusus masalah
perdagangan karena contohnya begini, banyak terjadi kasus di komisi PKPU yang tidak bisa
dijelaskan atau tidak di bisa di urai yang mana perkelapasawitan yang mana itu trading
karena dia berfokus pada pajak. Katakanlah begini, bapak punya area 5000 hektar tetapi
bapak memproduksi lebih dari 15000 hektar itu yang berat ini DPD dan daerah tidak bisa
karna kembali ke pusat sehingga ternyata mereka ini kalau umpamanya pabrik ya cuman
7000 kan cuman satu tapi mereka bisa memproduksi lebih dari itu lebih dari itu Pak karena
mereka trading. Mereka mengambil dari berbagai pasokan-pasokan sehingga seakan-akan
produksi mereka dikatakan melebihi dari apa yang mereka produksi, ini tidak jelas. Lalu
bagaimana yang bisa kita gunakan kecuali dari pemerintah daerah maka yang saya katakan
waktu ada Perda yang dihapus oleh Kementerian Dalam Negeri atas perintah Mahkamah
Konstitusi saya usulkan saya tidak dapat mengusulkan supaya kewenangannya diberikan
kemudian dipilih dalam membuat Perda artinya apa, termasuk anggarannya juga ini harus
tuntas Pak. Jadi tidak boleh kita hanya sekedar mengamini sesuatu.
Sekarang kita mau tanya bagaimana bapak mempromosikan dasar hukumnya
Legal standing Bapak apa kalau tidak ada diberikan kewenangan untuk itu kembali kepada
struktur di pusat waktu di Perancis ikut Kebetulan sama Wilmar waktu itu bagaimana kita ini
diobok-obok oleh negara-negara Eropa. Nah itu yang pertama, kedua kita juga DPD tidak
melihat dengan jernih bagaimana sebenarnya turunan dari pada produk ini cangkang kita
jual ke Cina kemudian sisa-sisa ini kita jual untuk makanan ternak di New Zealand Ini gimana
Ini turunannya di banyak yang tahu ini adalah di daerah yang bersangkutan seberapa besar
in out jadi saya lebih cenderung kalau kita ingin mengatur tentang masalah ini secara tuntas
strukturnya harus jelas siapa, dengan siapa baru kita bicara substaannya nah DPD dalam
143
memberikan masukan ini fine pak, saya sangat setuju dalam masukan ini walaupun tidak
tuntas tetapi kita sudah mulai jalan perencanaan bagaimana Bapak mau masuk dalam
perencanaan hanya di ruangan ini saja tidak boleh lebih dari itu.
Tidak boleh karena memang tidak diberikan kewenangan ini saya sebagai wakil
rakyat tentu melihat secara komperhensif bagaimana kita membagi tugas distribusional
power yang ada dalam negeri ini agar semua lembaga di negeri ini berwenang menangani
apa yang harus ditanganinya coba ini ini bagaimana ini dari DPD sikapnya seperti apa
masukkan Saya sudah berikan dulu dia kan walaupun sampai hari ini MD3 nya belum kita
bahas pak tapi sudah masuk ya dirimu karena filosofinya adalah distribution of power super
power yang ada di dalam Montesquieu teori itu harusnya tuntas lembaga kita sudah tidak
jelaskan Maaf kalau saya boleh agak lebih melenceng sedikit kita tidak menggunakan lagi
Montesquieu teori legislatif yudikatif dan eksekutif sudah tidak jelas. Kenapa umpamanya
KPK di mana Komnas HAM di mana KY Di mana tidak ada di dalam struktur ini itu DPD
yang sudah kita amini melalui keputusan MPR tentu harus juga bisa bermain dengan
kewenangannya di daerah daerah dalam konteks perdagangan di dalam perkelapasawita.
Nah yang tahu ini adalah daerah dengan lucunya DPD juga tidak bisa mendris kebawah
seberapa besar si pajak yang masuk ke daerah.
Nah ini, jadi struktur yang ingin saya persoalkan, kalo substansi barangkali nanti
Pak Firman sebagai ketua Baleg. Saya sudah berikan masukan dari Fraksi Hanura ini yang
menjadi kegelisahan saya waktu karena waktu itu maaf saya sedikit agak melenceng saya
challenge yang namanya Menteri Dalam Negeri pada saat mereka meminta dana untuk
penghapusan Perda ini awal muatannya ini teman-teman di komisi 2 dengar sendiri
bagaimana bisa menggunakan sekian ratus Miliar untuk menghapus PRK, itu saya
pertanyakan untuk apa ini, nah dasar itu karena perda ini memang harus diawasi maka
sekarang pertanyaannya kalau sudah Kementerian Dalam Negeri tidak punya kewenangan
dari Mahkamah Konstitusi untuk mengawasi PERDA maka kepada siapa ini pak jadi kalau
di dalam konstitusi kita ini ada yang kosong pak, saya harap pak ketua mungkin bisa
memahami apa yang menjadi filosofi yang saya buat di dalam usulan fraksi Hanura
144
Bagaimana bukan hanya sekedar Jangan nanti dikirain kebutuhan Pak Sapta Odang ini
ketua Hanura lagi Jangan ke sana Pak.
Jadi saya minta sebenarnya bagaimana kita ini bisa dilakukan dengan baik agar hal
ini bisa kita diskusikan dengan baik bahwa kewenangan untuk sebagai partner di dalam
pembuatan undang-undang Saya setuju tapi lebih dari itu ada hal-hal yang perlu diawasi
daerah yang mungkin bukan kewenangan kita lagi Jadi kalau istilahnya to think so and solely
tuntas Pak ini yang saya ingin sampaikan di dalam tanggapan terhadap apa yang
disampaikan oleh teman-teman fraksi DPD ya kalau di Komisi 2 disebut fraksi DPD ya.
Karena memang sudah menjadi selalu kita di dalam membuat undang-undang itu selalu kita
bersama-sama. Nah jadi hal-hal lain yang mungkin nanti dalam pembahasan akan saya
masukin tentang masalah trading dan segala macam lebih kurang terima kasih pak ketua,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, iya ada lagi dari anggota? Silahkan.
ANGGOTA RAPAT: AMIRUL TAMIM
Ya, saya Amirul Tamim dari fraksi PPP Dapil Sulawesi Utara. Pertama terima kasih
dengan pandangan-pandangan DPD tadi untuk mengingatkan kita bahwa UU ini umurnya
harus sifatnya umurnya panjang kalau saya baca dari catatan-catatan ini dari pengalaman
– pengalaman kita ini biasanya UU kita ini umurnya pendek-pendek, prinsipnya memang
harusnya UU ini umurnya panjang-panjang. Terkait dengan UU perkelapasawitan tadi dari
pak ketua ini mengingatkan kita bahwa komoditas ini komoditas strategis. Tiap tahun bisa
menghasilkan 300 triliun, tentu dengan 300 triliun yang dihasilkan ini harus terukur juga
berapa lahan yang digunakan, berapa tenaga kerja yang dihasilkan. Apakah ini hasil 300
triliun ini hasil yang optimal dari potensi yang ada ini atau memang 300 triliun ini kalau kita
kaitkan dengan potensi yang kita niliki ini termasuk yang kecil.
Bahwa lihat dari pemerintah sini komoditas strategis kebutuhan Global tetapi hasil
yang dihasilkan cuma 300 triliun tentu dengan kondisi ini kalau memang itu ternyata bahwa
145
tidak sebanding antara potensi yang kita miliki ini kemudian dengan hak yang tidak tentu
kita melihat sebenarnya persoalan ini di mana, Apakah ini memang sudah optimal 300 triliun
kalau memang belum optimal. kemungkinan kelemahannya bahwa kita tidak tur secara
efisien terkait dengan tadi dikatakan bahwa kalau kita bicara perkelapasawitan ini beberapa
undang-undang yang terkait kayak gitu dalam perkebunan yang bertegangan kehutanan
apalagi terkait dengan kehutanan ini memang bahwa terkait dengan undang-undang yang
disebutkan tadi tentu dapat terjawab dengan undang-undang yang kita bicarakan ini.
Karena kalau tidak ini bisa menjadi lahirnya undang-undang ini bisa menjadi konflik
baru terjadi konflik baru dengan lahirnya undang-undang ini ini biasanya biayanya tidak kecil
oleh sebab itu pimpinan saya kira ini perlu kita simulasi betul undang-undang ini kita terima
kasih DPD ini memberikan dukungan cuman catatan yang mungkin perlu menjadi perhatian
kita karena terkait dengan kelapa sawit dan ini lokasinya di daerah kalau kita kaitkan dengan
undang-undang 23 tentang kewenangan memang ini sentuhannya besar sekali karena
terkait dengan kewenangan daerah dibidang pertanahan, di bidang kehutanan dan lain-lain
kemudian tadi disampaikan bahwa bagaimana keterlibatan daerah kalau kita atur
sedemikian rupa di undang-undang ini dan kita tidak simulasikan dengan baik bisa menjadi
high cost dan ini tidak mempunyai daya saing sebentar yang kita inginkan bahwa dengan
tidak diatur tersendiri bisa menghasilkan 300 triliun begitu kita keluarkan undang-undang
bisa-bisa aja karena kita terlalu mengaturnya sedetail sementara tantangan-tantangan
birokrasi yang senantiasa kita buat dalam undang-undang dengan mengingat kewenangan
kewenangan dan lain sebagainya ini bisa hanya kita tidak punya daya saing sekira ini yang
perlu kita simulasikan dengan baik ya menghitung dengan baik terkait dengan lahirnya
undang-undang ini, kita juga setuju dengan lahirnya undang-undang ini.
Kemudian yang kedua kira perlu kita pertimbangkan tentang batas maksimal dari
pada lahan sawit ini apakah dengan kondisi sekarang ini kita sudah ideal kemudian
bagaimana kita mendudukkan karena persoalan-persoalan lahan sawit ini kan masih
dikaitkan bahwa kita terobos lahan hutan. Saya ingin menjadi problem tersendiri yang harus
kita dulu kan bahwa sebenarnya kebun sawit fungsi hutan kita mau kaitkan dengan fungsifungsi saat itu bisa dikatakan ini perlu kita atur batas maksimal sehingga nantinya saya kira
146
kita sependapat dengan pimpinan tadi bahwa ini harus menjadi komoditas unggulan yang
harus bisa dilindungi bisa dilindungi dan undang-undang ini kita cantumkan dan bahwa ini
penggunaannya yang harus diproteksi sehingga pemerintah punya andil yang besar untuk
tetap menjadikan bahwa perkepalasawitan ini adalah produk unggulan kita dan tercermin
bahwa lahirnya undang-undang ini ini bisa menghasilkan devisa yang lebih besar dan bukan
300 triliun lagi tetapi harus jauh lebih besar tetapi dengan catatan hati-hati jangan sampai
lahirnya undang-undang ini kita menemukan konflik baru yang nantinya undang-undang ini
apa yang kita inginkan bisa jauh. Saya kira itu pimpinan, prinsip bahwa kita harus sepakat
undang-undang i ini harus lahir. Saya kira demikian terimakasih.
KETUA RAPAT:
Terimakasih, jadi apa yang disampaikan Pak Amirul tadi betul bahwa jangan sampai
undang-undang ini menjadi problem baru oleh kan itu memang dalam pembahasan UU ini
kami juga akan mengundang semua stakeholder pelaku usaha yang besar menengah yang
kecil bahkan sampai kepada para pakar dan mantan pejabat pejabat yang memang punya
keahlian dalam bidang ini dan kemudian memang yang disampaikan Pak Orba tadi betul
persoalan yang terkait dengan perkelapasawitan itu karena ego sektoral salah satu
solusinya melembaga baru ini itulah yang ditempuh Malaysia oleh karena itu Indonesia Malaysia itu sangat penting sekali dari semua aspek dan kemudian kelemahannya kita
sampai sekarang ini kan kita belum memproduksi sawit terbesar atau CPO kita ini adalah
buruknya terbesar di dunia tapi kita belum punya standarisasi sendiri sehingga kita masih
bergantung pada staten general oleh pembeli boleh kan itu melalui ISPO yang akan menjadi
standar nasional kita itu yang sekarang hanya diberikan payung hukum dalam bentuk
Peraturan Menteri maka akan kita jadikan payung hukum namanya undang-undang
sehingga nanti ketika kita menjual ya inilah standar nasional kita tidak bisa kita pengurangan
standar yang kita tetapkan oleh buyer kemudian masa lembaga ini memang punya
kewenangan untuk mengatur hulu hilirnya konteksnya memang kenapa kemarin pemerintah
itu berkeberatan karena menteri satu dengan yang lain merasa kewenangannya diambil
padahal sebetulnya ini tujuannya kalau ini semua dipangkas maka terjadi apa namanya
penyederhanaan mulai dari perizinan dan sebagainya harus beberapa kementerian itu
hanya ada satu lembaga sehingga terjadi efisiensi yang sangat luar biasa dan kemudian
147
sawit ini juga memberikan kontribusi penerimaan negara kepada penerimaan daerah
sehingga yang disampaikan pada betul bahwa pembagian hasil dana bagi hasil sawit ini
harus ada ketentuan yang diatur berapa untuk daerah penghasil itu jangan seperti migas.
Sekarang ini batubara dan sebagainya ini daerah itu hanya gigit jari saja. Nah ini
kita atur semua secara komperhensif dalam Undang-Undang ini. Oleh karena itu beberapa
dari daerah yang penghasil dari kelapa sawit ini memang sangat setuju dengan undangundang ini oleh karena itu nanti tinggal disempurnakan dalam rancangan ini dengan
berbagai masukan tentunya ini bukan yang terakhir tapi ada beberapa kali lagi yang harus
kita lakukan pendalaman dan kemudian kami juga mengharap bahwa dengan sosialisasi
Prolegnas temen-temen DPD agar DPD diundang karena nanti menyangkut beberapa
undang-undang yang terkait dengan kepentingan di daerah secara bersama-sama kita
diskusi segitiga DPD DPRD daerah sungai nanti kita bisa memperjuangkan secara bersamasama hak-hak daerah dan juga hak-hak daripada pemerintah pusat itu yang akan kami
lakukan, silakan DPD akan kami sampaikan. Silahkan teman-teman mungkin bisa diberikan
tanggapan setelah itu nanti kita akhiri pada sore hari ini dan kemudian nanti kita bisa
lanjutkan rapat berikutnya.
ANGGOTA RAPAT: LUTHFI ANDI MUTTY
Terima kasih pimpinan sebelumnya perkenalkan teman yang baru datang Pak Aji Mirza baru
langsung dari bandara sampe tadi selaku ketua komite 2.
ANGGOTA RAPAT: TABRANI MAAMUN
Terima kasih banyak ini masukan yang dari Pak Ramli, Pak Amirul Tami, Pak Luthfi,
Pak Tabrani dan Pak Rovinus disamping masukan ternyata kami dapat kembali pulang
segar karena ada memberikan penguatan kepada kita yang hadir dan kawan-kawannya
yang telah memberikan penguatan kepada kami. Sehingga apa, sehingga nanti dalam
rangka MD3 itu bisa disisipkan dengan tanda kutip.
Bagaimana supaya DBD bisa punya wewenang yang lebih baik lagi. Itu yang
pertama, Kemudian yang kedua ada beberapa hal dari masukannya. Terima kasih banyak
juga menyangkut tentang inti dan plasma kalau dalam inti dan plasma ini disebutkan seperti
ini pak, pada pasal 20 dikatakan tadi ada yang mengatakan itu Pak Ramli, perusahaan
148
perkebunan kelapa sawit yang memiliki IUP dan IUPB sejak tanggal 28 Februari 2007 wajib
membangun kebun masyarakat paling sedikit seluas 20% dari total luas areal kebun yang
diusahakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. Kemudian pada pasal 22 ketentuan
lebih lanjut mengenai kewajiban pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud
pada pasal 20 ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Nah tadi Pak Firman kita ini
kadang-kadang mau berdedikasi bertentangan dengan undang-undangnya.
Itu satu, kemudian yang kedua PP ini ada PP yang saya tahu pak, 10 tahun lebih
tidak muncul-muncul Pak, ini bagaimana kalau misalnya menyangkut tentang plasma dan
inti kita masukkan aja langsung undang-undang ini jadi nggak perlu lagi dia berupa PP
sehingga menjadi kekuatan kepada plasma itu sendiri, ini usul dari kami Pak. Karena apa
supaya dari PP kita sepakati waktu itu sangat bisa juga mengganggu daripada undangundang itu kita masukkan aja itu usul dari kami. kemudian yang kedua tentang Pajak untuk
daerah, nah kalau tadi ada bagi hasil diseebutkan Bagaimana kalau pajak yang menyangkut
tentang Itu ada bisa dimasukkan ke PHD juga contohnya pajak ada pada perkebunan pajak
perhutanan, pajak pertambangan ini dalam rangka perhutanan itu selama ini diambil pusat
seluruhnya ini pajaknya bagaimana kalau misalnya di konsentrasikan sehingga itu bisa
masuk di daerah kita semua bagaimanapun mewakili partai juga adalah masing-masing dari
daerah jadi kdari satu sisi kita sama visinya memperjuangkan daerah, betul Pak Rufinus ya.
Siap-siap udah masuk kan lah ini kan itu kira-kira kemudian yang terakhir yaitu
tentang menyapu tentang penyediaan lahan tadi Pak, kami ulangi lagi bahwasanya
pendirian lahan ini bagaimana supaya khusus yang industri kecil menengah ini bisa lebih
diperhatikan terutama pada petani petani itu sendiri sehingga apa, sehingga tidak tumpang
tindih yang satu seperti dikatakan 7 juta hektar. Tadi Pak ya, dari kawasan hutan bisa
menjadi kawasan perkebunan itu satu hal yang sangat luar biasa terjadi perbedaannya kami
sampaikan mungkin dari Aji adalagi yang mau disampaikan? Silahkan.
ANGGOTA DPD: PARLINDUNGAN PURBA
Terimakasih Pimpinan saya hanya menambahkan sedikit tadi menyampaikan
permintaan maaf karena tadi terlambat, tadi baru dari dapil saya juga Kalimantan Timur di
beberapa daerah sering kali misalnya dalam petani-petani sawit menyampaikan plasma
bahwa lahan yang selama ini disediakan oleh perusahaan itu seringkali nama mereka hanya
masuk tapi kemudian perusahaan yang mengambil alih lagi, nah mungkin nanti kami juga
149
bisa berharap agar bisa apa namanya memasukkan lagi dalam terkait bagaimana
pengaturan agar masyarakat setempat itu mendapatkan manfaatkan yang sesuai lah
terhadap beraktivitasnya perusahaan sawit di tempat mereka karena kita juga tahu bahwa
perusahaan sawit itu sedikit banyak juga menyebabkan kerusakan lingkungan air yang luar
biasa sehingga sungai-sungai sekitar kering masyarakat yang biasanya memiliki tambaktambak itu kemudian tidak bisa lagi karena ada lahan sawit itu.
Terimakasih sudah kami, saya di luar sama mengikuti Bapak saya pulang bilang
wilayah Hanura tapi hadir disini sebagai DPD Pak Terima kasih Pak saya lagi saya
kembalikan ke Pak Pimpinan.
ANGOTA DPD-RI: AJI
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh, selamat siang salam sejahtera bagi
kita semua yang terhormat Bapak ketua Baleg, yang terhormat ketua DPD RI dan staff dari
sekretariat. Pak saya ingin menyampaikan kaitan dengan daerah saja mungkin ini sebagai
bahan masukan bagi terbentuknya undang-undang tentang perkelapasawitan nanti mungkin
dengan kehadiran kami ini DPD dari daerah tentunya kami setiap hari bergelut dengan
masyarakat di daerah banyak saya lihat pak mungkin bisa ditambahkan nanti, di Aceh dan
di Sumatera sendiri itu tidak pernah masyarakat mengetahui kapan berakhirnya masa izin
dari pada tanah HGU yang dipergunakan oleh pemilik sawit, itu di Aceh Pak, sangat sangat
banyak sekali ada 70.000 hektar lebih, masyarakat tidak pernah tahu itu kapan berakhirnya
masa izin mereka bahkan langsung kembali di tanam revitalisasi langsung ditanam lagi
tanpa dan bahkan itu ada tanah yang tidak punya sawit lagi tidak boleh dipergunakan oleh
masyarakat.
DPD RI : ZAKARIA
Masyarakat tidak pernah tahu itu kapan berakhirnya masa izin mereka, bahkan
langsung kembali ke dalam revitalisasi langsung ditanam dalam lagi diulang tanpa tidak
pernah pakai dan bahkan itu ada tanah yang tidak punya sawit lagi tidak pula boleh
dipergunakan oleh masyarakat. Ini merupakan dilema. Yang kedua, di Aceh sekarang ini
dan di Sumatera harga sawit dimainkan oleh para pengusaha. itu kadang-kadang Pak, sawit
begitu dibawa oleh para ajun didiamin, dilamakan, bahkan sampai nanti sudah apa
150
namanya, buahnya sudah tidak bagus lagi harganya jadi murah. Itu, itu kondisi yang terjadi
di sana. Jadi betul seperti kata Bapak tadi dari teman kita, petani sendiri tidak bisa menikmati
hasil yang sesuai. Tidak bisa.
Kemudian ada kebijakan Pak, sekarang ini dari Gubernur di Aceh khususnya Pak
Gubernur baru Irwandi, dilarang CPO itu keluar daripada daerah. Nah sekarang
pertanyaannya itu boleh kebijakan itu diberikan oleh daerah atau dikeluarkan tapi siapa yang
mengolahnya sekarang ini?
Ini begini CPO ini apa namanya produksi-produksi yang bisa maksud saya produksiproduksi yang bisa menghasilkan suatu produksi seperti ini semuanya tidak bisa diolah di
sana. Tadi ada pelarangan bahan baku untuk keluar tapi di dalam daerah tidak bisa
digunakan juga. Ini tidak bisa membantu daerah.
Kemudian yang terakhir, masyarakat di Aceh dan di Sumatera sendiri dikondisikan untuk
selalu menjadi sapi perah di perusahaan sawit. Mereka dikondisikan bagaimana bekerja
selalu turun-temurun di sana. Minta maaf Pak, saya orang daerah harus bicaranya begini
Pak. Karena ini kondisi riil yang dirasakan oleh masyarakat di sana. Jadi mungkin ini Pak
dalam penguatan undang-undang nantinya bagaimana substansi-substansi ini bisa
memperkaya daripada pembuatan undang-undang kita.
Terima kasih Pak, terima kasih semuanya yang sudah mengundang kami ini kami
sangat mengapresiasikan hal ini. Demikian Pak ketua masukan dari saya dari daerah
assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT : FIRMAN SOEBAGYO, SE. MH
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Baik teman-teman dari DPD Pak
Azhar tadi juga menyampaikan Pak Dirman memang betul bahwa gimik atau isu bahwa
sawit merusak lingkungan itu sebetulnya karena kesalahan kita.
Kita tidak punya root lab yang jelas. Kita tidak punya tata ruang yang jelas sehingga
kita ini nggak bisa membuat laterisasi mana yang lahan hutan lindung, mana yang tanaman
pangan, mana yang untuk sawit. Nah oleh karena itu carut-marut ini perlu kehadiran negara
untuk menata ulang.
Tadi semua mengakui bahwa sawit ini adalah bagian dari pada sumber penerimaan
negara yang cukup besar. Kita tentunya harus bersyukur kepada Tuhan kepada Allah SWT
151
Tuhan yang mahakuasa karena Indonesia diberikan karunia yang namanya bisa menanam
sawit Di Amerika itu sama sekali nggak bisa. Makanya yang ketakutan Eropa itu karena itu.
NGO NGO masuk dengan isu lingkungan judul salah satu yang sekarang menjadi isu
kebakaran akibat sawit karena kesalahan kita nggak punya tata ruang yang jelas. Oleh
karena itu harus kita atur seperti tadi yang Pak Dirman sampaikan itu benar memang di aceh
waktu saya Komisi IV yang lalu 5 tahun yang lalu itu kami dengarkan tuh si teman-teman di
sana. Memang ada sebuah tidak kepastian tentang masa Berapa lama penguasaan dan kita
ini harus bagaimana.
Nah kembali kepada regulasi yang dibuat daerah itu itu juga tidak
mempertimbangkan karena sawit kan rentan kerusakan itu diendapkan selama tiga hari itu
nilainya agak merosot. Nah oleh karena itu hulu hilir ini kita atur sehingga kedepan itu
pertama adalah agar produk-produk turunan itu juga dilakukan di daerah sehingga potensi
ekonomi daerah itu bisa berkembang dan tidak ada lagi yang namanya hasil ekspor
komposisi strategis tapi duitnya ada di Singapura ini yang harus kita atur di situ.
Dan kemudian pembatasan asing ini harus tegas itulah menunjukkan ketersediaan
kepentingan nasional kita. Dan saya yakin pembatasan ini bukan pelanggaran terhadap
Konstitusi karena saya pernah menghadiri sebagai saksi ahli di Mahkamah Konstitusi
dengan pembatasan sektor hortikultura itu dan ditambahkan 30% untuk asing itu
dimenangkan, dan itu menunjukkan bahwa idealisme daripada lembaga legislatif kepada
kepentingan nasional kita. Dan Kemudian beberapa hal yang terkait dengan pajak,
kemudian dana bagi hasil ini semua akan kita secara komprehensif. Yang tidak kalah
pentingnya adalah bagaimana untuk menampung daripada buatan dan segar yang memang
tidak memenuhi spesifikasi ekspor.
Ini ada peluang besar yang namanya energi baru terbarukan itu bisa digalak untuk
menjadi bahan biodiesel yang sampai sekarang wacana biodisel itu terus berkembang tapi
tidak pernah ada regulasinya. Padahal itu kalau dilakukan penghematan impor biodiesel itu
luar biasa di luar negeri. Bisa jutaan ton per tahun. Nah inilah yang akan kita atur dalam
undang-undang ini agar ke depan itu ada sebuah value terhadap CPO ini tidak hanya untuk
kepentingan ekspor tetapi juga kepentingan dalam negeri dalam rangka untuk energi baru
terbarukan karena salah satu untuk alternatif increase yang akan datang itu energi baru
152
terbarukan karena yang namanya fosil tidak bisa dibudidayakan. Habis ya habis. Tapi kalau
ini kan kerja dikembangkan inilah kelebihan kita.
Oleh karena itu pentingnya undang-undang ini kita bersepakat berkomitmen bahwa
undang-undangnya diundangkan dan kemudian DPD bersama DPR senantiasa bersamasama merumuskan karena kita punya kepentingan bersama. Di tingkat nasional DPR punya
kepentingan besar untuk penerimaan negara dan sebagainya tapi di daerah teman-teman
DPD juga punya kepentingan yang lebih besar daripada industri perkelapasawitan itu.
Oleh karena itu bapak ibu yang kami hormati seperti yang saya sampaikan tadi
karena jam 4 saya juga harus menghadiri rapat lagi di tempat lain dengan mengucapkan
terima kasih atas kehadirannya sekali lagi Pak Purba dan teman-teman lainnya DPD
pertemuan ini bukan yang pertama tadi saya minta kepada staf ini ada catatan-catatan yang
mungkin juga perlu disampaikan ke DPD. Supaya nanti juga dilakukan kajian dan kemudian
nanti juga bisa diberikan masukan kepada badan legislasi yang mengharmonisasi ini agar
undang-undang ini betul-betul bisa menjadi undang-undang yang jauh daripada sempurna.
Dengan mengucapkan alhamdulillahirobbilalamin rapat kami nyatakan ditutup.
Ketuk Palu 3 X
Wabillahi Taufiq wal hidayah assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Rapat ditutup Pkl. 15.45 WIB
Jakarta, 23 November 2016
Sekretaris Rapat,
Widiharto, S.H., M.H.
153
Lampiran 11. Notulensi Rapat mengenai Rapat Pembahasan RUU tentang
Penanggulangan Bencanadengan BMKG dan BNPB
Rapat Panja RUU tentang Penanggulangan Bencana pada Tanggal 1 Juli 2019
1. Rapat Badan Legislasi mengenai Pembahasan Penyusunan RUU tentang
Penanggulangan Bencana
Dalam rapat pembahasan RUU tersebut dihadiri oleh :
1) BNPB
2) Dinas Pariwisata
3) Kementerian Sosial
4) Badan Legislasi DPR RI
Dalam usulan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 sudah usang,
yakni 12 tahun yang lalu. Dan kawan-kawan aliansi dan NGO sudah
mengusulkan mengenai diskusi dan usulan dari revisi ini. Hal yang disoroti
dalam perubahan Undang-Undang ini adalah mengenai:
1) Peringatan Dini
2) Pemberdayaan Masyarakat
Di Jepang terdapat porsi masyarakat yang cukup besar yang sebesar 34,9%
dan masyarakat Jepang percaya terhadap otoritas sekitar 100%.
Terdapat beberapa usulan perubahan dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulan Bencana:
1) Bab I Pasal 1 Point 1 menyatakan bahwa “Bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa secara tiba-tiba atau bertahap yang menyebabkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, dan/atau
dampak psikologis serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan
dan penghidupan masyarakat.”
Komentar: Pada dasarnya tugas-tugas penanggulangan bencana dibebankan
oleh pemerintah pusat. Karenanya perlu dilakukan perubahan/penambahan
dalam pasal tersebut agar masyarakat dapat ikut serta dalam berpartisipasi
dalam hal penanggulangan bencana tersebut.
2) Dalam Pasal 1 angka 10 menyatakan bahwa “Rawan bencana adalah kondisi
atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis,
sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk
jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam,
mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi
dampak buruk bahaya tertentu.”
Komentar: Mengenai definisi rawan bencana terkait kondisi atau
karakteristiknya perlu ditambahkan aspek meteorologis.
3) Dalam Bab II Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Pasal 2 terdapat sembilan
asas, yakni:
1) kemanusiaan;
2) keadilan;
3) kesiapsiagaan;
4) kepentingan umum;
154
5) koordinasi;
6) efektivitas;
7) efisiensi berkeadilan;
8) transparansi; dan
9) akuntabilitas;
Komentar :
Namun, terdapat satu asas yang lupa dicantumkan, yakni asas non
personality. Asas non personality adalah tidak menentukkan bantuan
yang diberikan merubah latar belakang orang tersebut. Contohnya tidak
ada diskriminasi SARA (Suku, Agama, Ras/Etnis, Antar Golongan)
dalam artian untuk menekan konflik horizontal.
Dalam peringatan dini seharusnya ditanggapi dengan tanggap dan cepat
dan memerlukan sarana dan prasarana serta kinerja yang handal.
Pada saat evakuasi bencana alam BMKG berperan dalam memberikan
informasi dan memonitor bencana alam tersebut secara valid agar tidak
menimbulkan berita bohong/hoax di dalam masyarakat. dan diperlukan
survei agar meminimalisir berita bohong/hoax.
Dan karenanya, seharusnya Indonesia memiliki pola yang teratur dalam
hal penanganan bencana alam maka diperlukan pasal koordinasi dan
harmonisasi antar Lembaga yang terkait agar informasi yang
dikeluarkannya valid.
4) Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa wewenang Pemerintah Pusat dalam
penyelenggaraan Penanggulangan Bencana meliputi:
a. penetapan kebijakan Penanggulangan Bencana selaras dengan
kebijakan pembangunan nasional;
b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur
kebijakan Penanggulangan Bencana;
c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;
d. penentuan kebijakan kerja sama dalam Penanggulangan Bencana
dengan negara lain, badan-badan, atau pihak-pihak internasional lain;
e. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi
sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana;
f. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber
daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan
pemulihan; dan
g. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang
berskala nasional.
Komentar: Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana alam tersebut
belum mencantumkan media informasi dan peringatan dini atas bencana
alam karenanya hal tersebut berkaitan dengan pengendalian oleh
pemerintah pusat.
5) Pasal 10 menyatakan bahwa wewenang Pemerintah Daerah dalam
penyelenggaraan Penanggulangan Bencana meliputi:
a. penetapan kebijakan Penanggulangan Bencana pada wilayahnya selaras
dengan kebijakan pembangunan daerah;
155
b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur
kebijakan Penanggulangan Bencana;
c. pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam Penanggulangan Bencana
dengan provinsi dan/atau kabupaten/kota lain;
d. pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber
ancaman atau bahaya bencana pada wilayahnya;
e. perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber
daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya; dan
f. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang
berskala provinsi, kabupaten/kota.
Komentar:
Wewenang
Pemerintah
Daerah
dalam
penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana belum ada pengaturan pendelegasian
kewenangan terhadap Gubernur, Bupati/Walikota. BMKG pada
dasarnya hanya dapat memberikan saran. Dan mengenai pendelegasian
wewenang tersebut terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Tidak semua penanggulangan bencana dioperasikan 24 jam terutama di
daerah-daerah padahal BMKG telah memberikan warning/peringatan
terhadap potensi bencana alam tersebut namun dari pihak pemerintah
daerah tersebut tidak mengindahkannya. Dalam hal penanggulangan
bencana, operator harus memiliki kemampuan yang handal dan efektif
melalui pelatihan, sarana dan prasarana.
Tiap daerah seharusnya memiliki jalur evakuasi yang strategis dan
adanya jaminan terhadap masyarakat.
Sehubungan dengan Pasal 10 point f, di Kementerian Sosial terdapat
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 sudah usang yang mana hanya
terdapat Pasal 9, yakni mengenai pinalti/ganti kerugian sebesar Rp.
10.000,00,- yang menjadi pertanyaan dalam hal pengumpulan barang
yang ditujukan untuk bantuan kebencanaan seperti apakah
mekanismenya? Berkaca pada negara Amerika Serikat dalam
pengumpulan barang dan distribusi barang untuk bantuan kebencanaan
tersebut dilakukan oleh pihak yang berbeda hal itu disebabkan jika
kewenangan tersebut dilakukan oleh pihak yang sama, maka terdapat
conflict of interest. Oleh karenanya diperlukan adanya pemisahan dan
hal itu perlu diwujudkan dalam peraturan mengenai penggalangan
dana/barang, pengumpulan dana/barang, dan penyaluran dana/barang
tersebut.
6) Pasal 16 ayat (2) kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
b. pelatihan pengurangan risiko bencana kepada masyarakat;
(Saran: Pelatihan pengurangan resiko tersebut pada dasarnya maknanya
sangat luas dan masyarakat harus dilatih dengan pelatihan terhadap
praktisnya dan diberikan pemahaman)
c. pengembangan budaya sadar bencana;
156
(Saran: Ditambahkan dengan pengembangan literasi bencana seperti
pembuatan katalog mengenai kerawanan bencana alam dan
cerita/pengalaman mengenai bencana alam tersebut)
d. peningkatan komitmen terhadap pelaku Penanggulangan Bencana; dan
e. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan Penanggulangan
Bencana.
Komentar: Dan selain daripada itu, perlu memasukkan kegiatan
pemantauan intensif sehingga potensi bencana alam yang Nampak dapat
ditanggulangi dengan cara memberikan pelatihan dan pengenalan.
7) Pasal 17 menyatakan bahwa Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 huruf c meliputi:
a. pengidentifikasian sumber bahaya atau ancaman bencana;
b. pengawasan terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber
bahaya bencana;
c. pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau
berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;
dan
d. penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.
Komentar: Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c
ditambahkan aspek litigasi struktural seperti rumah tahan gempa dan aspek
litigasi non struktural seperti sosialiasi yang berkesinambungan dan sikapsikap peningkatan kapasitas manusia itu sendiri dan yang harus dilakukan.
8) Pasal 19 ayat (2) menyatakan Persyaratan analisis risiko bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e disusun dan ditetapkan oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Komentar: Aspek yang dimaksud dalam ayat (2) tersebut bukan aspek
dalam teknis melainkan daerahnya. Antara BMKG dan BNPB terdapat
analisa resiko oleh karenanya harus adanya koordinasi diatara dua Lembaga
tersebut. Apakah dalam penetapannya tersebut oleh BNPB.
9) Pasal 24 ayat (2) huruf a menyatakan Peringatan dini sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: menyiapkan sistem peringatan
dini
Komentar: Adanya tambahan pemberian peringatan dini kewenangan
kementerian/Lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
10) Dalam Pasal 29 menyatakan bahwa Pemenuhan kebutuhan dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf g meliputi bantuan
penyediaan:
a. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
b. pangan;
c. sandang;
d. pelayanan kesehatan;
e. pelayanan psikososial; dan
f. penampungan dan tempat hunian.
157
Komentar: Dalam pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa beberapa
bantuan penyediaan diperlukan tambahan pelayanan pendidikan yang
merupakan kebutuhan dasar.
11) Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa “Pelindungan terhadap kelompok
rentan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf h dilakukan dengan
memberikan prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan,
evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial.” Dan dalam
ayat (2) menyatakan bahwa “Kelompok rentan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. bayi, balita, dan anak-anak;
b. ibu yang sedang mengandung atau menyusui;
c. penyandang disabilitas; dan
d. orang lanjut usia.
Komentar: Selain daripada yang disebutkan dalam point a, b, c, dan d
tersebut maka perlu ditambahkan kelompok minoritas yang merupakan
kelompok rentan seperti halnya dalam minoritas agama tertentu,
narapidana, dan lain sebagainya mengenai perlakuan sikap yang mereka
terima dalam penanganan bencana alam karena pada dasarnya mereka
memiliki hak yang sama.
12) Pasal 41 menyatakan bahwa Badan Penanggulangan Bencana daerah
mempunyai beberapa tugas, salah satunya di dalam huruf b, yakni
menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah
daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha
Penanggulangan Bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara.
Komentar: Dalam pelaksanaan hal tersebut diharuskan adanya perintah
evakuasi. Dan dalam huruf d menyatakan bahwa menyusun, menetapkan,
dan menginformasikan peta rawan bencana daerah. Dalam pelaksaanaan
tugas yang terdapat dalam huruf d, yakni ketika BMKG sudah
menempatkan peralatannya di daerah namun tidak ada aware/kepedulian
dari pemerintah daerah itu sendiri. Dan untuk memastikan alat-alat tersebut
dan memonitoring dapat berfungsi dan digunakan dengan baik tidak ada
peraturan yang mengatur mengenai hal tersebut. Selain daripada itu,
pemerintah daerah tidak memiliki konsentrasi dalam hal tersebut.
13) Pasal 42 menyatakan bahwa Badan Penanggulangan Bencana Daerah
mempunyai fungsi:
a. perumusan dan penetapan kebijakan Penanggulangan Bencana dan
penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan
efisien; dan
b. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Komentar: Dalam melaksanakan fungsinya Badan Penanggulan Bencana
Daerah harus memiliki komitmen terhadap informasi tersebut dan
seharusnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah memiliki saran untuk
meneruskan kepada masyarakat sekitar dan stake holder terkait.
158
14) Pasal 44 ayat (3) menyatakan bahwa Setiap orang berhak mendapatkan
bantuan ganti rugi atas kerusakan bangunan karena terdampak bencana.
Komentar: Terdapat frasa mengenai bantuan ganti rugi, mengenai
pengaturan bantuan ganti rugi haruslah jelas dijelaskan siapa yang akan
menanggung mengenai bantuan ganti rugi tersebut.
15) Pasal 45 huruf c menyatakan bahwa salah satu kewajiban yang dimiliki oleh
setiap orang, yakni memberikan informasi yang benar kepada publik
tentang Penanggulangan Bencana.
Komentar: Mengenai setiap frasa informasi dalam perubahan undangundang ini harus diikuti dengan peringatan dini.
16) Dalam Pasal 46 menyatakan bahwa “Lembaga usaha mendapatkan
kesempatan dalam penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, baik secara
sendiri maupun secara bersama dengan pihak lain.”
Komentar: Mengenai frasa secara sendiri tersebut seharusnya diganti
menjadi secara mandiri. Karena frasa sendiri cenderung egoistik.
17) Dalam Pasal 61 ayat (1) menyatakan bahwa “Pemerintah dan pemerintah
daerah melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap Penanggulangan
Bencana.”
Komentar: Dalam hal pelaksanaan pengawasan terhadap bencana alam
tersebut harus disertai dengan pemnatauan terhadap bagaimanakah
perkembangan terhadap penanggulangan bencana alam tersebut yang
dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah.
18) Dalam Pasal 65 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang yang karena
kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko tinggi, yang tidak
dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 yang mengakibatkan terjadinya bencana, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
Komentar: Mengenai penanganan hal tersebut maka diperlukan adanya
budaya untuk membangun bangunan tahan gempa. Hal ini dikarenakan di
tahun 2006 Yogyakarta pernah mengalami bencana alam gempa bumi yang
menelan sekitar 5800 jiwa namun hal tersebut ternyata serupa terjadi di
Jepang tetapi tidak ada korban jiwa dikarenakan sudah memiliki bangunan
yang tahan gempa tersebut karenanya masyarakat Indonesia perlu dibina
terkait pentingnya bangunan tahan gempa tersebut.
Berbagai Tanggapan dan Masukkan
Terdapat masukkan dari daerah, yakni adanya satu komando dari pusat dalam
hal penanggulangan bencana dari pihak pemerintah pusat. Dapat dengan
menjadikan BNPB sebagai lembaga satu komando yang berkenaan dengan
pencegahan dan penanggulangan bencana.
Lembaga BNPB, BMKG, dan lembaga lainnya yang tugas dan fungsi terkait
dengan penanggulan bencana alam seharusnya dapat disatukan menjadi hanya
satu lembaga saja
Setiap peringatan dini yang disampaikan oleh BMKG harus ditindaklanjuti
159
Di setiap daerah seharusnya pemerintah daerah memiliki dana cadangan/siap
pakai untuk penanggulangan jika terjadi bencana alam. Hal itu, meliputi
bagaimana mekanisme rehabilitasi dan berbagai pemulihan lainnya. Pada
dasarnya memiliki makna yang luas tidak hanya terkait dengan alat darurat saja
dan besaran persen yang akan disediakan oleh tiap pemerintah daerah untuk
penanggulangan bencana alam tersebut.
Dalam segi kelembagaan negara perlu dikaji dapatkah BNPB menjadi lembaga
yang terdapat di tingkat pusat dan daerah seperti halnya Kementerian Hukum
dan HAM yang memiliki kantor wilayah di tiap provinsi dan kabupaten/kota.
Seringkali dalam hal penanggulangan bencana alam tersebut tidak sinkron dan
ruang gerak daerah cenderung tidak luas
BNPB dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sering terkendala oleh anggaran
oleh karenanya tidak jarang korban bencana alam terabaikan
Pendanaan dalam penanggulangan bencana alam di daerah rawan bencana
malah cenderung lebih rendah
Dan anggaran yang dimiliki oleh BNPB kian menurun oleh karenanya
diperlukan perbaikan dengan metode anggaran seperti anggaran pendidikan.
Dalam hal, gagasan BNPB dijadikan sebagai lembaga vertikal perlu dikaji
bahwasannya apakah BNPB jika dijadikan sebagai lembaga vertikal dapat
menabrak ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Otonomi Daerah
atau tidak.
Pada dasarnya dalam hal melakukan perubahan pada struktur di daerah,
provinsi, kabupaten/kota perlu melakukan perubahan yang besar.
Menyoroti perihal gagasan BNPB dijadikan sebagai lembaga vertikal, yakni
bahwasannya dalam hal kewenangan vertikal tersebut dilakukan oleh bidang
militer dengan komando militer.
Teknisnya, dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 terdapat 19
(sembilan belas) orang perwakilan dengan pembagian masyarakat dan tiap
wakil dari kementerian. Namun dalam praktiknya, hal tersebut sangat jarang
diimplementasikan dikarenakan tiap kementerian sudah memiliki kesibukan
terhadap tugasnya masing-masing.
Mengenai penanggulangan bencana alam pada dasarnya sudah terdapat
Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan oleh Kemendagri yang menyatakan
bahwa terdapat alokasi terhadap penanggulangan bencana alam tersebut sebesar
1% namun dalam praktiknya banyaknya di daerah yang hanya menganggarkan
mengenai penanggulangan bencana alam tersebut sebesar 0,2% saja.
Sekitar 34,9% masyarakat Jepang terhadap bencana alam dan kepercayaan
masyarakat Jepang terhadap pihak otoritas mengenai bencana alam sekitar
100%.
Diperlukan adanya kelembagaan dan anggaran terhadap operasional dan
internal.
Adanya pembentukkan Dewan Penanggulangan Bencana.
Mengenai kelembagaan penanggulangan bencana dapat dijadikan sebagai
lembaga nonkementerian agar lebih efektif
160
BMKG bahwasannya tidak hanya mengurusi perihal penanggulangan bencana
alam namun memiliki beberapa fungsi lainnya.
Pada dasarnya adanya bencana alam tersebut dapat menimbulkan ancaman
keamanan seperti penjarahan dan lain sebagainya.
Gempa bumi menjadi human interest dikarenakan bersifat membunuh dan
merusak.
Dalam hal penanggulangan bencana alam diperlukan koordinasi dari tiap
lembaga-lembaga yang terkait dan penanggulangannya langkah yang akan
diambil seperti apa seperti koordinasi dengan lembaga BMKG, Kementerian
Sosial, BNPB.
Di daerah sering mengalami kesulitan dalam hal koordinasi hal tersebut
dikarenakan Sekretaris Daerah (Sekda) pada dasarnya setara jabatannya dengan
eselon II yang seharusnya dapat mengkoordinasikan dengan tiap kepala dinas.
Hal yang sulit adalah mengkoordinasikan dengan aparatur keamanan negara,
yakni TNI/Polri sebagai asset sipil karena mereka bahwasannya sifatnya
hierarkis, yakni tunduk pada perintah komandan/pimpinannya.
Adanya upaya penyetaraan jabatan antarlembaga itu meurpakan suatu
tantangan koordinasi di daerah.
BPNPB dapat menjadi lembaga vertikal/kementerian kebencanaan karena pada
dasarnya dalam hal penanggulangan kebencanaan ini merupakan lintas sektoral.
Dalam hal penanggulangan bencana alam perlu dilakukan literasi
penanggulangan bencana alam
Di Jepang terdapat 80% masyarakat Jepang berpartisipasi dalam
penanggulangan bencana alam tersebut
Hal yang perlu disoroti, yakni pada dasarnya BMKG telah memberikan
peringatan dini ke tiap daerah yang memiliki potensi bencana namun di tiap
daerah tersebut tidak aktif dalam 24 jam sehingga terdapat keterlambatan dalam
penyempaian peringatan dini tersebut.
Kesimpulan
Dalam memudahkan koordinasi antarlembaga terutama di daerah mengenai
penanggulangan bencana alam terdapat beberapa usul, yakni BNPB menjadi
lembaga yang terdapat di tingkat pusat dan daerah seperti halnya Kementerian
Hukum dan HAM yang memiliki kantor wilayah di tiap provinsi dan
kabupaten/kota dan adanya satu komando dari pusat dalam hal penanggulangan
bencana yang dapat menjadikan BNPB sebagai lembaga satu komando yang
berkenaan dengan pencegahan dan penanggulangan bencana karenanya
lembaga BNPB, BMKG, dan lembaga lainnya yang tugas dan fungsi terkait
dengan penanggulan bencana alam seharusnya dapat disatukan menjadi hanya
satu lembaga saja.
Anggaran BNPB yang kian menurun berdampak pada pelaksanaan fungsi dan
tugasnya dalam penanggulangan bencana misalnya dalam penanganan korban
bencana alam yang cenderung lambat dikarenakan adanya kendala di
anggarannya oleh sebab itu, diperlukan perbaikan dengan metode anggaran
seperti anggaran pendidikan.
161
Diperlukan adanya bangunan tahan gempa yang dapat meminimalisir akibat
dari bencana alam hal ini dikarenakan mengacu pada negara Jepang terdapat
porsi kepercayaan masyarakat yang cukup besar sebesar 34,9% dimana
bangunan tahan gempa tersebut bermanfaat dalam menanggulangi bencana
alam.
Mengenai peringatan dini yang dikeluarkan oleh BMKG kepada daerah yang
terpotensi bencana alam cenderung lambat penindaklanjutannya hal ini
dikarenakan pihak dari pemerintah daerah tersebut tidak aktif dalam 24 jam.
Mengenai alokasi dana terkait penanggulangan bencana alam di tiap daerah
berdasarkan Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam
Negeri sekitar 1% namun realitasnya hanya 0,2% saja.
162
Lampiran 12. Dokumentasi selama Magang
Gambar 40. Penulis di Ruang Rapat Badan Legislasi
Gambar 41. Spanduk Standar Pelayanan Kunjungan Kerja Biro Persidangan II
yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg
163
Gambar 42. Spanduk Standar Pelayanan Penyelenggaraan Rapat Biro Persidangan
II yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg
Gambar 43. Spanduk Standar Pelayanan Penyelenggaraan Rapat Biro Persidangan
II yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg
164
Gambar 44. Penulis berfoto bersama dengan staf Sekretariat Baleg
Gambar 45. Penulis dengan teman magang penulis di Baleg menghadiri Rapat
Paripurna ke-20
165