Academia.eduAcademia.edu

Laporan Magang DPR RI

LAPORAN AKHIR KEGIATAN MAGANG PADA BADAN LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Oleh: Nada Siti Salsabila (1610611159) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2019 ii KATA PENGANTAR Puji Syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam tercurah pada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, berkat kemudahan serta petunjuk dari-Nya penyusun dapat menyelesaikan laporan akhir kegiatan magang pada Badan Legislasi Dewan Perwakilan Republik Rakyat Indonesia dengan baik dan benar. Penulis menyusun laporan ini tentu saja mempunyai maksud dan tujuan. Maka maksud dan tujuan penulis menyusun laporan ini adalah sebagai bukti bahwa penulis telah menyelesaikan praktik magang di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Republik Rakyat Indonesia (Baleg). Pada dasarnya magang merupakan kewajiban penulis sebagai mahasiswa semester VI sebagai syarat untuk skripsi dan meneruskan ke tingkat semester berikutnya. Selain itu, tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk mengembangkan keterampilan menulis sebagai bekal dalam menyusun skripsi nantinya. Laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan-bantuan dan saran dari berbagai pihak yang terlibat. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sangat mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Widiharto, S.H., M.H., selaku Kepala Bagian Sekretariat Badan Legislasi yang telah memberikan penulis izin untuk melakukan magang di Badan Legislasi. 2. Ibu Michiko Dewi, S.H., selaku Kepala Subbagian Tata Usaha yang telah mengizinkan penulis melakukan magang di Baleg dan mendampingi penulis selama melakukan magang di Baleg DPR RI. Penjelasan singkat mengenai Baleg itu sendiri, menyambut penulis sewaktu hari pertama penulis magang, semua itu berarti bagi penulis. 3. Bapak Liber Salomo Silitonga, S. IP., selaku Kepala Subbagian Rapat yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan magang di Baleg. Serta membimbing, memberikan bantuan serta perhatian dan kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan kewajiban ini. iii 4. Bapak Jainuri Achmad Imam Sudarko, S.A.P., selaku Pengadministrasi Rapat yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan magang di Baleg dan membantu penulis dalam mengerjakan beberapa tugas yang penulis tidak mengetahui caranya. 5. Bapak Resko Herianto selaku Pengolah Data yang telah memberikan tugastugas kepada penulis sehingga dapat menjadi sebuah pelajaran untuk kedepannya bagi penulis dan membantu penulis dalam mengerjakan beberapa tugas yang penulis tidak mengetahui caranya. 6. Bapak Lucky Risandi, A. Md., selaku Pengelola Persidangan yang atas pertolongan membantu penulis dalam mengerjakan beberapa tugas yang penulis tidak mengetahui caranya, dan atas canda senda gurau membuat penulis merasa nyaman. 7. Ibu Rosdiana, S.H., M.H., selaku Analis Data dan Informasi yang telah memberikan tugas-tugas kepada penulis sehingga dapat menjadi sebuah pelajaran untuk kedepannya bagi penulis. 8. Ibu Sapta Widawati selaku Pengelola Persidangan yang telah memberikan tugas-tugas kepada penulis sehingga dapat menjadi sebuah pelajaran untuk kedepannya bagi penulis. 9. Tidak lupa juga kepada para staf Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, yaitu: a. Pak Oli, terima kasih telah memberikan penulis izin untuk melakukan magang dan menempatkan penulis di Badan Legislasi DPR RI. b. Mas Artha, terima kasih atas bimbingannya, memberikan bantuan serta perhatian dan kesempatan kepada penulis dalam mengajukan magang di DPR RI. c. Mas Oki, terima kasih atas informasi dan bantuan yang diberikan pada saat proses pengajuan magang penulis di DPR RI. 10. Selain itu, penulis ucapkan juga kepada para staf Kebersihan di Baleg, yaitu: a. Mas Dicky terima kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis. b. Mas Arif terima kasih atas canda-canda di ruangan dan terima kasih juga untuk bantuan yang diberikan kepada penulis. iv c. Mas Eko terima kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis. 11. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta tempat dimana penulis dapat memperoleh pengetahuan akademis serta menyediakan berbagai fasilitas penunjang proses belajar penulis. Selain itu kepada dosen pembimbing magang penulis, yakni Bapak Kayus Kayowuan Lewoloba, S.H., M.H., terima kasih atas masukkan dan bimbingannya selama penulis membuat proposal hingga laporan magang, dan dosen pembimbing akademik penulis, yakni Bapak Muhammad Helmi Fakhrazi, S.HI., S.H., M.H., terima kasih atas masukkan dan bimbingannya terutama dalam bidang akademis. 12. Keluarga yang selama ini telah memberikan penulis semangat dan dorongan moral maupun spiritual yang tidak ternilai sehingga penulis bersemangat dalam melakukan kewajiban penulis ini. 13. Teman-teman magang dan kuliah penulis yang telah membantu memberikan saran dan kritik terhadap penulis yang merupakan dorongan semangat untuk dapat belajar lebih baik lagi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini sangat jauh dari sempurna. Maka, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun agar nantinya penulis dapat melakukan lebih baik lagi. Jakarta, 29 Juli 2019 Penulis, Nada Siti Salsabila NIM 1610611159 v DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Magang ...............................................................................1 B. Tujuan Magang ............................................................................................4 C. Manfaat Magang ..........................................................................................5 BAB II GAMBARAN UMUM BADAN LEGISLASI A. Visi dan Misi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI ................7 B. Sejarah Pembentukkan Badan Legislasi ......................................................7 C. Lokasi Badan Legislasi DPR RI ..................................................................9 D. Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI.......9 E. Motto Biro Persidangan II ..........................................................................10 F. Tugas dan Fungsi Badan Legislasi .............................................................11 G. Susunan Keanggotaan Badan Legislasi .....................................................11 H. Standar Pelayanan Penyelenggaraan Rapat ...............................................14 I. Standar Pelayanan Kunjungan Kerja .........................................................15 BAB III PELAKSANAAN MAGANG A. Kegiatan Magang .......................................................................................16 B. Pengalaman Positif yang Diperoleh dari Kegiatan Magang ......................89 C. Tantangan Selama Magang .............................................................................. 90 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................................ 92 B. Saran ................................................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................94 LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................95 vi DAFTAR TABEL Tabel 1. Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI ............................................................................................................ 10 Tabel 2. Data anggota Badan Legislasi periode 2014-2019 .......................... 13 vii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Nota Dinas dari Setjen dan BK DPR RI yang Penulis berikan kepada Bu Michiko Dewi, S.H. ...................................................................... 17 Gambar 2. Buku-buku Pedoman yang Penulis dapatkan selama magang di Badan Legislasi DPR RI ..................................................................... 18 Gambar 3. Kepala Sekretariat Badan Legislasi dengan BMKG disisi kiri dan BNPB di sisi kanan .............................................................................. 19 Gambar 4. Sekretariat Jendral DPR RI pada saat menyampaikan paparannya mengenai Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR RI................................... 21 Gambar 5. Suasana Rapat Panja Penyusunan Penyusunan Rancangan UndangUndang tentang Penanggulangan Bencana antara Tim Ahli dan Anggota Badan Legislasi .................................................................... 23 Gambar 6. Wakil Ketua Badan Legislasi M. Sarmuji, S.E., M.Si. (Fraksi Golkar) dan H. Totok Daryanto, S.E. (Fraksi PAN) Menandatangani Hasil Rapat Pengambilan Keputusan Rapat Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana........................ 25 Gambar 7. Suasana Rapat Panja dalam rangka penyempurnaan Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang tentang Penyadapan antara Tim Ahli dan Anggota Badan Legislasi .......... 27 Gambar 8. Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP. bersama Anggota Komisi IX lainnya ................................................................ 29 Gambar 9. Rapat Paripurna Ke-20 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 20182019 ........................................................................................................ 33 Gambar 10. Buku-buku yang ada di Badan Legislasi ........................................... 33 Gambar 11. Daftar Inventarisasi Buku-buku yang ada di Badan Legislasi ....... 34 Gambar 12. Kepala BPOM Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP dalam Rapat Dengar Pendapat Badan Legislasi dan Kepala BPOM terkait Harmonisasi viii mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Mahkanan ....................................................................................... 36 Gambar 13. Tim Ahli dengan Anggota Badan Legislasi dalam Rapat Penyempurnaan draft Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR No. 3 Tahun 2014 ttg Pengelolaan TA dan SAA DPR ................................................................................ 37 Gambar 14. Tim Ahli, Pimpinan, dan Anggota Badan Legislasi dalam Rapat Panja Badan Legislasi Pembahasan Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR ........................................................................................................ 39 Gambar 15. Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP. bersama Anggota Komisi IX lainnya ................................................................ 41 Gambar 16. Setjen DPR RI pada saat menyetujui Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR .... 43 Gambar 17. Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP. pada saat menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan ......................................................................................... 44 Gambar 18. Power Point Ucapan Selamat Datang kepada DPRD Brebes dan DPRD Kabupaten Batang Hari ........................................................... 47 Gambar 19. Foto bersama Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perindustrian dan Menteri Hukum dan HAM dalam rapat Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Desain Industri .......................................... 48 Gambar 20. Rapat Paripurna Rapat Paripurna Ke-22 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 2018-2019. ............................................................................ 54 Gambar 21. Badan Legislasi Menerima Audiensi DPRD Jembrana .................. 55 Gambar 22. Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Perdagangan, dan Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua KPPU ..................................................................................................... 57 Gambar 23. Penjelesan Kaset 1 mengenai Rekaman Suara Rapat Pembahasan RUU Kekarantinaan Kesehatan.......................................................... 59 ix Gambar 24. Penulis pada saat menkonversi rekaman suara dari tape recorder ke rekaman suara digital dan mengkoreksi teks otomatis di aplikasi speech texter.......................................................................................... 60 Gambar 25. Badan Anggaran DPR RI dalam Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia .................................... 62 Gambar 26. Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menkominfo RI ................. 65 Gambar 27. Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X dengan Ikatan Dokter Indoensia (IDI) ..................................................................................... 67 Gambar 28. Badan Anggaran DPR RI pada saat Rapat Panja Perumus Kesimpulan dengan Pemerintah ......................................................... 69 Gambar 29. Dari kiri moderator Wartawan Koran Sindo, Abdul Rochim, Ketua Panja RUU Pertanahan DPR RI, Herman Khaeron, Plt. Biro Hukum dan Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Andi Tenrisau, dan Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR, Inosentius Samsul ...................................................................... 71 Gambar 30. Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan, Menteri PUPR, BMKG, BNPP, dan Kakorlantas ........................................................ 73 Gambar 31. Yasonna Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan Komisi III DPR RI ............................................................................... 76 Gambar 32. Power Point Rapat Paripurna ke-23 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 2018-2019 ................................................................................. 83 Gambar 33. Dari kiri moderator Ninding Julius Permana (Wartawan RRI), Ketua Fraksi PKB DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, Anggota Fraksi PDIP DPR RI, Eva Kusuma Sundari, Anggota Fraksi PKS DPR RI, Aboebakar Alhabsyi, dan Pengamat Politik CSIS, Arya Fernandes ................................................................................................................ 85 Gambar 34. Penulis pada saat mengerjakan Notulensi Rapat RUU tentang Penyadapan dan RUU tentang Bencana ............................................ 86 Gambar 35. Kaset-kaset rekaman suara dan contoh risalah rapat ....................... 87 Gambar 36. Penulis pada saat membuat Risalah Rapat ........................................ 88 x Gambar 37. Kaset-kaset rekaman suara yang Penulis gunakan untuk membuat Risalah Rapat ........................................................................................ 89 Gambar 38. Tampak depan Nametag yang digunakan Penulis selama magang di DPR RI ................................................................................................ 100 Gambar 39. Tampak Belakang Nametag yang digunakan Penulis selama magang di DPR RI ............................................................................................ 100 Gambar 40. Penulis di Ruang Rapat Badan Legislasi ........................................ 158 Gambar 41. Spanduk Standar Pelayanan Kunjungan Kerja Biro Persidangan II yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg ..................... 158 Gambar 42. Spanduk Standar Pelayanan Penyelenggaraan Rapat Biro Persidangan II yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg .............................................................................................................. 159 Gambar 43. Spanduk Standar Pelayanan Penyelenggaraan Rapat Biro Persidangan II yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg .............................................................................................................. 159 Gambar 44. Penulis berfoto bersama dengan staf Sekretariat Baleg ................ 160 Gambar 45. Penulis dengan teman magang penulis di Baleg menghadiri Rapat Paripurna ke-20 .................................................................................. 160 xi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan Magang ............................................................96 Lampiran 2. Analisa Penerimaan dan Penempatan Permohonan Magang/Praktik Kerja Lapangan ..............................................................................97 Lampiran 3. Nota Dinas ......................................................................................98 Lampiran 4. Tanda Pengenal/Nametag Magang ................................................99 Lampiran 5. Lembar Penilaian Magang ...........................................................100 Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Magang ...............................................101 Lampiran 7. Jurnal Kegiatan Harian .................................................................102 Lampiran 8. Jurnal Bimbingan Magang ..........................................................106 Lampiran 9. Risalah Rapat Panja Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan, 23 November 2016 dengan Pakar Hukum Pidana Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H DPR RI Tahun 2016 ...................................................107 Lampiran 10. Risalah Rapat Masukkan DPD mengenai RI Rapat terkait Koordinasi Harmonisasi Mendengarkan RUU Tentang Perkelapasawitan pada tanggal 14 September 2017 ....................130 Lampiran 11. Notulensi Rapat mengenai Rapat Pembahasan RUU tentang Penanggulangan Bencanadengan BMKG dan BNPB ..................154 dokumentasi. Dokumentasi selama Magang ......................................................163 xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Magang Adanya perubahan yang cepat dan dinamis dalam segala bidang kehidupan meliputi hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi di era globalisasi yang semakin modern ini, membawa dampak yang besar untuk pengembangan kualitas manusia yang maju dan mandiri. Hal ini mendorong perguruan tinggi untuk dapat menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki keunggulan di baik bidang ilmu pengetahuan, teknologi, maupun keterampilan. Oleh karena itu, sebagai proses pendidikan, mahasiswa perlu meningkatkan pemahamannya atas disiplin ilmu yang ditekuni melalui tambahan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan bermasyarakat. perubahan dalam bidang hukum megalami dinamika yang cukup progresif terutama apabila ditinjau dari segi ruang lingkup ekonomi yang berkaitan dengan hukum. Sehingga tentulah dibutuhkan para lulusan yang kompeten, serta kemampuan soft skill dan hard skill yang mumpun di bidangnya. Hal ini menjadi salah satu motivasi bagi mahasiswa sebagai calon tenaga profesional untuk memiliki bekal yang cukup, tidak saja menguasai ilmu yang bersifat teoritis tetapi juga mampu untuk mengimplementasikannya ke kondisi yang nyata. Salah satu partisipasi dunia usaha/dunia kerja dalam mendukung mewujudkan sumber daya manusia yang siap pakai, ahli, dan tanggap adalah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Magang di lingkungan dunia usaha/dunia kerja secara langsung. Dalam penyelenggaraan kegiatan akademik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta khususnya Fakultsas Hukum mengelompokan mata kuliah atas dasar status mata kuliah dengan penilaian Sistem Kredit Semester (SKS). Salah satu Mata Kuliah yang diwajibkan untuk diambil oleh mahasiswa sebagai salah satu prasyarat kelulusan adalah Magang. Mata Kuliah Magang adalah kegiatan mahasiswa yang terencana dan terbimbing dalam bentuk praktik kerja guna memberikan pengalaman belajar tentang aplikasi disiplin 1 ilmu hukum pada institusi tempat Magang. Magang Semester Genap 2019 direncanakan akan berlangsung selama satu bulan di tempat Magang yang telah dipilih oleh mahasiswa dan disetujui oleh pihak Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Mata kuliah ini memiliki bobot 2 (dua) SKS dan menjadi salah satu syarat untuk mengikuti ujian skripsi dan lulus dari Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Mengingat banyak mata kuliah di pelajari, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta khususnya semester VI telah memilih konsentrasi peminatan, dimana ilmu yang diperoleh adalah ilmu teoritis dan ilmu praktis. Oleh karena itu mahasiswa memerlukan perlu penerapan yang telah didapat di bangku kuliah dalam dunia kerja. Maka mahasiswa Fakultas Hukum telah mendapatkan ilmu yang lebih spesifik. Untuk memperdalam ilmu yang telah didapat, mahasiswa perlu melaksanakan kegiatan praktik kerja magang yang sesuai dengan peminatan yang telah dipilih oleh agar nantinya mahasiswa lebih siap dalam menghadapi dunia kerja. Dengan adanya magang, maka diharapkan dapat membentuk individu-individu yang tangguh, berkompeten, serta profesional dalam menghadapi dunia pekerjaan yang telah menunggunya. Magang akan dilaksanakan di perusahaan atau lembaga sesuai minat masing-masing mahasiswa yang keudian dalam proses tersebut akan dibimbing oleh para dosen yang berkompeten di bidangnya. Selain itu, kegiatan magang ini juga diharapkan mampu menjadi tolak ukur dan kesesuaian antara Perguruan Tinggi sebagai sumber tenaga kerja dengan perusahaan atau lembaga yang menjadi pasar tenaga kerja. Sehubungan dengan itu, konsentrasi peminatan hukum yang dipilih oleh penyusun, yakni Hukum Tata Negara yang mempelajari praktik dalam penyelenggaraan negara yang mencakup berbagai isu mengenai relasi antarlembaga negara dan antara negara dan warganya: bagaimana negara ditata, diorganisasikan, untuk dikelola dalam mencapai tujuan negara. Dalam hal penyelenggaraan negara terdapat tiga cabang kekuasaan yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam cabang legislatif terdapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) sebagai lembaga yang merepresentasikan perwujudan rakyat, 2 menyandang tanggung jawab yang harusnya dipenuhi secara demokratis dan responsif. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai suatu lembaga negara yang bergerak dalam lingkup politik hukum, dan Undang-Undang sebagai manifestasi dari politik hukum tersebut. Kekuasaan sebagai pembentuk undangundang sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tepatnya pasal 20 ayat (1)1, Amandemen atas Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 membawa perubahan mendasar terhadap tugas dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal itu ditandai dengan adanya Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI sebagai unsur pendukung DPR RI yang terbentuk berdasarkan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang perubahan kedua UU MD3. Pembentukan organisasi Setjen dan BK DPR RI ditetapkan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 27 Tahun 2015 tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana yang telah beberapa kali diubah terkahir dengan Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor Nomor 7 Tahun 2018. Perubahan struktur organisasi di Setjen dan BK DPR RI bersifat dinamis dan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan DPR RI. Sekretariat Jenderal mempunyai tugas mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia di bidang administrasi dan persidangan. Salah satu bagian dari Sekretariat Jenderal, yakni Deputi Bidang Persidangan yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan rumusan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan dukungan persidangan kepada 1 Lihat Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.” 3 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Deputi persidangan memiliki beberapa bagian salah satunya adalah Biro Persidangan II yang mempunyai tugas menyelenggarakan dukungan persidangan kepada Badan, Mahkamah, dan Panitia Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Selain itu, Biro Persidangan II memiliki beberapa bagian yang mana salah satunya adalah Badan Legislasi sebagai salah satu alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap pada periode keanggotaan DPR tahun 1999-2004. Pembentukan Badan Legislasi diharapkan memperkuat fungsi legislasi DPR, sebagai implementasi konkret Amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (Pasal 20 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945). Oleh karena fokus pilihan ketertarikan penulis dalam bidang perancangan undang-undang. Penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan bidang perancangan peraturan perundang-undangan tersebut. B. Tujuan Magang Keahlian Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka tujuan dari pelaksanaan kegiatan magang ini adalah: 1. Tujuan Umum : a. Memberikan sarana bagi mahasiswa untuk menerapkan berbagai ilmu yang telah diperoleh ke dalam dunia kerja. b. Sebagai wahana untuk mengaplikasikan dan membandingkan teori yang diperoleh selama perkuliahan ke dalam praktek di dunia kerja. c. Untuk menambah wawasan praktis yang terdapat pada instansi terkait sehingga mahasiswa mendapat gambaran realita kerja. d. Dapat menjadi modal untuk penulis dalam melamar pekerjaan pada waktunya nanti. e. Dapat memperluas jaringan, meningkatkan jaringan, melatih diri agar lebih tanggap serta menambah ruang lingkup pergaulan. 4 2. Tujuan Khusus : a. Dapat memahami dinamika ketatanegaraan terutama dalam proses legislasi. b. Dapat menganalisa permasalahan yang berkaitan dengan hukum khususnya di bidang perancangan peraturan perundang-undangan sebagai lingkup tugas Badan Legislasi. c. Dapat mengetahui rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan di lingkungan DPR; d. Dapat mengetahui cara pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsep rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan komisi sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR; e. Dapat mengetahui cara pemberian pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas rancangan undang-undang atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional; f. Dapat mengetahui cara pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugasi oleh Badan Musyawarah; g. Dapat mengetahui cara pemantauan dan peninjauan terhadap undangundang; h. Dapat mengetahui cara menyusun, melakukan evaluasi, dan penyempurnaan peraturan DPR; C. Manfaat Magang Keahlian Manfaat kegiatan magang ini tentu saja mempunyai manfaat yang sangat penting bagi penulis, yakni : 1. Mampu mempelajari secara detail mengenai standar kerja yang professional. 5 2. Mampu mengaplikasikan teori dengan praktik di lapangan. Mencakup apakah teori yang diperoleh telah sesuai dengan penerapan di lapangan dan apakah materi perkuliahan yang telah diberikan telah sesuai dengan kebutuhan dengan standar profesional. 3. Mampu beradaptasi dengan lingkungan professional dalam dunia kerja dengan peningkatan kompetensi kualitas akademik agar lebih siap menghadapi dunia kerja. 4. Mampu membandingkan antara teori yang pernah diperoleh dalam perkuliahan dengan praktek kerja yang sesungguhnya, apakah teori yang telah diterima di bangku perkuliahan telah sesuai dengan penerapannya, dan untuk mengetahui apakah kurikulum yang diberikan telah sesuai dengan kebutuhan dunia kerja pada saat sekarang ini. 5. Mampu memahami dinamika ketatanegaraan terutama dalam proses legislasi. 6. Mampu menganalisa permasalahan yang berkaitan dengan hukum khususnya di bidang perancangan peraturan perundang-undangan sebagai lingkup tugas Badan Legislasi. Lalu bagi Badan Legislasi DPR RI (Baleg) adalah tentu saja mendapatkan bantuan tenaga dari penulis, memperluas jalur kerja sama dengan universitasuniversitas yang melakukan program magang di tempat ini. Selain itu instansi pemerintah ini juga mendapatkan laporan magang sebagai sumber informasinya mengenai situasi umum instansi tempat praktik kerja. Sedangkan untuk Universitas penulis yakni Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta adalah meningkatkan lulusan sehingga mampu menghasilkan lulusan yang memiliki pengalaman kerja dan universitas mendapatkan citra positif, mendapatkan nama baik pula dan semakin dikenal dikalangan pemerintah maupun umum. 6 BAB II GAMBARAN UMUM BADAN LEGISLASI DPR RI A. Visi dan Misi2 1. Visi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Terwujudnya Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI yang profesional, andal, transparan, dan akuntabel dalam mendukung fungsi DPR RI. 2. Misi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI a. Meningkatkan tata kelola administrasi dan persidangan yang profesional, andal, transparan, dan akuntabel; b. Memperkuat peran keahlian yang profesional, andal, transparan, dan akuntabel. B. Sejarah Pembentukkan Badan Legislasi3 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan rakyat yang kedudukan dan perannya sangat penting dalam negara demokrasi. DPR merupakan salah satu manifestasi dari prinsip kedaulatan rakyatkarena rakyatmelalui wakil-wakilnyadi lembaga ini membuat hukum dan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif. Melalui DPR juga wakil-wakil rakyat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan hukum dan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, agar DPR dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik DPR harus memiliki tugas dan wewenang tertentu agar dapat menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat, serta menjalin hubungan dengan cabang kekuasaan lain berdasarkan prinsip checks and balances. Jika lembaga tersebut tidak memiliki tugas dan wewenang yang seimbang dengan kekuasaan lain cenderung akan terjadi penyalahgunaan 2 DPR RI, http://www.dpr.go.id/setjen/tentang, diakses pada tanggal 25 Juli 2019, Pukul 16.00 WIB. 3 Badan Legislasi DPR RI, Badan Legislasi DPR RI (Kinerja Periode 2009-2014), (Jakarta: Badan Legislasi DPR RI, 2014), hlm. 1-3. 7 kekuasaan, karena hukum dan kebijakan tidak dibuat demi kepentingan rakyat serta lemahnya pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Adanya perubahan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) membawa perubahan penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia khususnya dalam hal kekuasaan membentuk undang-undang, yaitu perubahan kekuasaan membentuk undangundang dari Presiden kepada DPR. Perubahan tersebut membawa implikasi terhadap peningkatan peran dan tanggung jawab DPR dalam bidang pembentukan undangundang, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Salah satu bentuk dari tanggapan DPR atas peningkatan peran dan tanggungjawab tersebut ialah pembentukan Badan Legislasi DPR sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap. Pembentukan Badan tersebut tidak dimaksudkan untuk mengambil alih hak-hak anggota DPR untuk mengajukan RUU usul inisiatif tetapi hanya berfungsi untuk memberikan dukungan, dan/atau membantu, baik secara teknis maupun pengembangan substansi suatu RUU. Badan Legislasi DPR, pertama kali dibentuk pada tahun 1999 berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPR yang ditetapkan oleh DPR pada tanggal 23 September 1999. Dalam Peraturan Tata Tertib tersebut, ketentuan yang mengatur mengenai kelembagaan Badan Legislasi DPR ada dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 46. Pembentukan Badan Legislasi DPR secara tersirat juga sesuai dengan rekomendasi Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, yang antara lain merekomendasikan sebagai berikut: "mengenai pelaksanaan fungsi legislasi Dewan, Majeliis merekomendasikan agar Dewan meningkatkan produktivitas undang-undang sebagai tindak lanjut dari Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun. 1945." Badan Legislasi DPR sebagai alat kelengkapan DPR yang relatif barn dibandingkan dengan alat kelengkapan DPR lainnya, terdiri dari unsur pimpinan dan anggota. Adapun anggota Badan Legislasi DPR berasal dari masing-rnasing perwakilan fraksi yang ada di DPR dengan jumlah ditentukan secara proporsional. 8 C. Lokasi Badan Legislasi DPR RI Gedung Nusantara I lantai I, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senayan, RT. 1/RW. 3, Gelora, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10270. D. Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Memenuhi amanat UU MD3, Setjen DPR RI sebagai unsur pendukung DPR RI telah melaksanakan restrukturisasi organisasi. Transformasi kelembagaan unsur pendukung DPR telah mengubah nomenklatur Sekretariat Jenderal menjadi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian (Setjen dan BK) DPR RI yang menekankan pada fokus fungsi pembagian dukungan kepada DPR RI secara tegas pada fungsi-fungsi dukungan yang bersifat teknis, administratif, dan keahlian. Fungsi dukungan teknis administrasi dan persidangan dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal dan dukungan fungsi keahlian dilaksanakan oleh Badan Keahlian. Perubahan struktur dan ketatalaksanaan Setjen dan BK DPR RI sebagaimana diamanatkan oleh UU MD3 tersebut telah dilaksanakan dengan diundangkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2015 tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) dinyatakan bahwa Setjen dan BK DPR RI merupakan aparatur pemerintah yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan DPR RI. Sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2015 maka ditetapkan Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI (Persekjen) Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor 2 Tahun 2016. Berdasarkan Persekjen dimaksud, 9 Setjen DPR RI mempunyai tugas dan fungsi mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI di bidang teknis.4 Tabel 1. Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI E. Motto Biro Persidangan II Sukses adalah C I N T A Commitment Integritas Niat Takwa Action 4 Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, Laporan Kinerja Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Setjen dan BK DPR RI) Tahun 2016, (Jakarta: Setjen BK DPR RI, 2016), hlm. 3-4. 10 F. Dasar Hukum Pembentukkan Badan Legislasi5 Pembentukan Badan Legislasi DPR pertama kali (Tahun 1999) melalui Peraturan DPR tentang Tata Tertib DPR RI yang ditetapkan pada tanggal 23 September 1999. Untuk Periode Keanggotaan 2014-2019, dasar hukum Badan Legislasi : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 4. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib. 5. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib. 6. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib. G. Tugas dan Fungsi Badan Legislasi Badan Legislasi DPR sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap. Pembentukan Badan Legislasi tidak dimaksudkan untuk mengambil alih hakhak anggota DPR untuk mengajukan RUU usul inisiatif tetapi hanya berfungsi 5 DPR RI, http://www.dpr.go.id/akd/index/id/Tentang-Badan-Legislasi, diakses pada tanggal 27 Juli 2019, Pukul 13.20 WIB. 11 untuk memberikan dukungan, dan/atau membantu, baik secara teknis maupun pengembangan substansi suatu RUU. Dalam pelaksanaan fungsi legislasi Dewan, Badan Legislasi berfungsi meningkatkan produktivitas undangundang sebagai tindak lanjut dari Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan Badan Legislasi berfungsi sebagai sistem pendukung (supporting system) guna membantu tugas-tugas legislasi anggota DPR RI. Selain itu, Badan Legislasi selain menyelenggarakan tugas pokok dan memiliki fungsi yang kewenangannya untuk menampung aspirasi masyarakat baik dengan cara kunjungan kerja maupun dengan cara menerima kunjungan tamu dari berbagai kalangan masyarakat yang datang ke Badan Legislasi. Berdasarkan Pasal 105 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pasal 65 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Tata Tertib (Tatib DPR), tugas Badan Legislasi adalah sebagai berikut:6 1. menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan di lingkungan DPR; 2. mengoordinasikan penyusunan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan antara DPR, Pemerintah, dan DPD; 3. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsep rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan komisi sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR; 4. memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas rancangan undang-undang atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional; 6 Ibid. 12 5. melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugasi oleh Badan Musyawarah; 6. melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang; 7. menyusun, melakukan evaluasi, dan penyempurnaan peraturan DPR; 8. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus; 9. melakukan sosialisasi program legislasi nasional; dan 10. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundangundangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya. H. Susunan Keanggotaan Badan Legislasi Badan Legislasi beranggotakan 74 (tujuh puluh empat) orang berdasarkan proporsi jumlah anggota dalam tiap fraksi. Susunan dan keanggotaan Badan Legislasi ditetapkan oleh DPR pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang, dan pada setiap masa sidang. Fraksi, karena alasanalasan tertentu dapat mengganti anggotanya di Badan Legislasi. Tabel 2. Di bawah ini merupakan data anggota Badan Legislasi periode 2014-2019:7 NO FRAKSI Jumlah Keterwakilan Anggota Fraksi di Badan Legislasi 1 2 3 Fraksi PDI-Perjuangan Fraksi Partai Golongan Karya Fraksi Partai Gerindra 15 12 10 4 Fraksi Partai Demokrat 8 5 Fraksi Partai Amanat Nasional 6 6 Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 6 7 Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 5 7 Badan Legislasi DPR RI, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (BALEG DPR RI), Cet. 1, (Jakarta: Biro Pemberitaan Parlemen Setjen DPR RI, 2018), hlm. 9. 13 8 9 10 Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Fraksi Partai Nasdem Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat Total 5 5 2 74 Kepemimpinan Badan Legislasi bersifat kolektif kolegial, dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan Fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan tetap memperhatikan keterwakilan perempuan. Pimpinan Badan Legislasi terdiri dari 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua. Pimpinan Badan Legislasi dilarang merangkap jabatan sebagai pimpinan di alat kelengkapan DPR lainnya. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Badan Legislasi didukung oleh sekretariat Badan Legislasi, Tenaga Ahli, Peneliti, dan Perancang. Badan Legislasi memiliki 10 (sepuluh) orang tenaga ahli yang bekerja penuh waktu yang sekurang-kurangnya berpendidikan master/S-2 di bidang hukum, politik, sains, ekonomi dan disiplin keilmuan lainnya yang dibutuhkan. I. Standar Pelayanan Penyelenggaraan Rapat Dalam Biro Persidangan II terdapat standar pelayanan rapat, yang terdiri dari beberapa tahapan, yakni : 1. Anggota DPR RI menerima undangan rapat; 2. Anggota DPR RI meneirma bahan rapat; 3. Anggota DPR RI menghadiri dan menandatangani daftar hadir rapat; 4. Anggota DPR RI menerima layanan selama kegiatan rapat berlangsung; 5. Anggota DPR RI menerima layanan untuk menyampaikan tanggapan/pertanyaan; 6. Anggota DPR RI menerima konsep kesimpulan dan/atau keputusan Rapat; 7. Anggota DPR RI menerima laporan singkat yang sudah ditandatangani ketua sidang. 14 J. Standar Pelayanan Kunjungan Kerja 1. Anggota DPR RI menerima pemberitahuan/konfirmasi keikutsertaan dalam kunjungan; 2. Anggota DPR RI menerima layanan pengurusan administrasi perjalanan dinas; 3. Anggota DPR RI menerima jadwal dan kunjungan kerja; 4. Anggota DPR RI menerima dokumen perjalanan dinas; 5. Anggota DPR RI menerima layanan dan pendampingan dalam kunjungan kerja; 6. Anggota DPR RI menerima laporan hasil kunjungan kerja. 15 BAB III PELAKSANAAN MAGANG A. Kegiatan Magang 1. Senin, 1 Juli 2019 Kegiatan : a. Briefing sebelum pelaksanaan magang, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 09.00 WIB s/d 09.00 WIB. Uraian Kegiatan : Bertemu dengan Ibu Michiko Dewi, S.H., yang merupakan pembimbing magang dan sebagai Kepala Bagian Sekretariat Tata Usaha Badan Legislasi DPR RI untuk memberikan nota dinas magang Penulis. Sebelum memulai briefing Penulis diperkenalkan kepada satu persatu pegawai Sekretariat Badan Legislasi. Pada saat briefing dijelaskan beberapa hal terkait tugas dan fungsi Badan Legislasi (selanjutnya Baleg) DPR RI beserta kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Baleg dan mengenai tata letak tempat duduk pada saat rapat berlangsung di Baleg. Untuk mahasiswa magang tempat duduk berada di paling belakang di bagian tempat duduk Tim Ahli. Selain itu, guna memahami tugas dan fungsi Baleg Penulis diberikan beberapa buku acuan/pedoman seperti : 1) Program Legislasi Nasional Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia tentang program Legislasi Nasional Rancangan UndangUndang Prioritas Tahun 2018 dan Program Legislasi Nasional Perubahan Rancangan Undang-Undang Tahun 2015-2019; 2) Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2019 dan Perubahan Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Tahun 2015-2019; 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan 16 Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; 4) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengamanan Terpadu di Kawasan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah serta Rumah Jabatan dan Wisma Griya Sabha; 5) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib; 6) Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (BALEG DPR RI); 7) Penyiapan Rancangan Undang-Undang; 8) Laporan Workshop Membangun Komitmen Bersama Pembentuk Undang-Undang dalam Mencapai Target Program Legislasi Nasional; Gambar 1. Nota Dinas dari Setjen dan BK DPR RI yang Penulis berikan kepada Bu Michiko Dewi, S.H. 17 Gambar 2. Buku-buku Pedoman yang Penulis dapatkan selama magang di Badan Legislasi DPR RI b. Pembahasan Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana bersama BMKG dan BNPB, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 11.00 WIB – 13.00 WIB. Uraian Kegiatan : Dalam usulan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 sudah usang, yakni 12 tahun yang lalu. Dan kawan-kawan aliansi dan NGO sudah mengusulkan mengenai diskusi dan usulan dari revisi ini. Hal yang disoroti dalam perubahan Undang-Undang ini adalah mengenai: 1) Peringatan Dini 2) Pemberdayaan Masyarakat Dalam rapat ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yakni: 1) Anggaran BNPB yang kian menurun berdampak pada pelaksanaan fungsi dan tugasnya dalam penanggulangan bencana misalnya dalam penanganan korban bencana alam yang cenderung lambat dikarenakan adanya kendala di anggarannya oleh sebab itu, diperlukan perbaikan dengan metode anggaran seperti anggaran pendidikan. 2) Dalam memudahkan koordinasi antarlembaga terutama di daerah mengenai penanggulangan bencana alam terdapat beberapa usul, yakni BNPB menjadi lembaga yang terdapat di tingkat pusat dan 18 daerah seperti halnya Kementerian Hukum dan HAM yang memiliki kantor wilayah di tiap provinsi dan kabupaten/kota dan adanya satu komando dari pusat dalam hal penanggulangan bencana yang dapat menjadikan BNPB sebagai lembaga satu komando yang berkenaan dengan pencegahan dan penanggulangan bencana karenanya lembaga BNPB, BMKG, dan lembaga lainnya yang tugas dan fungsi terkait dengan penanggulan bencana alam seharusnya dapat disatukan menjadi hanya satu lembaga saja. 3) Diperlukan adanya bangunan tahan gempa yang dapat meminimalisir akibat dari bencana alam hal ini dikarenakan mengacu pada negara Jepang terdapat porsi kepercayaan masyarakat yang cukup besar sebesar 34,9% dimana bangunan tahan gempa tersebut bermanfaat dalam menanggulangi bencana alam. 4) Mengenai peringatan dini yang dikeluarkan oleh BMKG kepada daerah yang terpotensi bencana alam cenderung lambat penindaklanjutannya hal ini dikarenakan pihak dari pemerintah daerah tersebut tidak aktif dalam 24 jam. 5) Mengenai alokasi dana terkait penanggulangan bencana alam di tiap daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri sekitar 1% namun realitasnya hanya 0,2% saja. Gambar 3. Kepala Sekretariat Badan Legislasi dengan BMKG disisi kiri dan BNPB di sisi kanan 19 c. Rapat Badan Legislasi Pembahasan Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR RI, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 14.00 WIB – 15.00 WIB. Uraian Kegiatan : Paparan Sekretariat Jendral DPR RI atas Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR RI Pokok-pokok Materi Penyempurnaan a) Ruang lingkup pengaturan ditambahkan materi tentang penggantian TA/SAA b) Perekrutan TA dan SAA tidak hanya dilakukan pada awal periode keanggotaan DPR, karena ada juga perekrutan pada saat penggantian antar waktu (PAW) dan penggantain dalam satu periode berjalan. c) Perubahan formasi Tenaga Ahli di luar dalam peraturan ini ditetapkan oleh Badan Urusan Rumah Tangga. d) Perubahan Persyaratan : Usia 62 untuk TA Anggota/AKD/Fraksi e) Pendaftaran ulang dilakukan melalui laman Sistem Informasi Pegawai Pemerintah Nonpegawai Negeri DPR sekaligus mengunggah formulir data diri dan kelengkapan persyaratan administratif lainnya. f) Tenaga Ahli Anggota dan Staf Administrasi Anggota yang dipekerjakan kembali oleh Anggota yang sama pada periode keanggotaan berikutnya cukup melakukan pendaftaran ulang dan melakukan pembaharuan data yang dibutuhkan untuk kelengkapan persyaratan. g) Penyempurnaan pengaturan mengenai pemberhentian: i. Dalam hal TA atau SAA meninggal dunia. Anggota, Pimpinan AKD, atau Pimpinan Fraksi segera memberitahukan kepada 20 Sekretaris Jenderal melalui Sekretariat AKD atau Sekreatriat Fraksi. ii. Dalam hal TA/SAA mengundurkan diri, harus mendapatkan persetujuan dari Anggota, Pimpinan AKD, atau Pimpinan Fraksi. iii. Persetujuan ditindaklanjuti dengan surat permintaan Anggota, Pimpinan AKD, atau Pimpinan Fraksi kepada Sekretaris Jenderal untuk memberhentikan TA atau SAA ybs. iv. Penambahan kriteria pemberhentian karena diberhentikan yakni terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan ini; atau diusulkan oleh Anggota, Pimpinan AKD, atau Pimpinan Fraksi yang bersangkutan. v. Dalam hal Anggota yang bersangkutan meninggal dunia atau berhenti sebagai Anggota, Pimpinan AKD, atau Pimpinan Fraksi dan/atau unit yang mengelola administrasi Anggota menyampaikan pemberitahuan kepada unit yang mengelola adminitrasi TA dan SAA untuk dilakukan proses pemberhentian terhadap TA dan SAA yang bersangkutan Gambar 4. Sekretariat Jendral DPR RI pada saat menyampaikan paparannya mengenai Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR RI 21 2. Selasa, 2 Juli 2019 Kegiatan : b. Rapat Panja Penyusunan Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 12.00 – 14.00 WIB. Uraian Kegiatan : Rapat Panja dalam Rangka Penyempurnaan Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana, yang menghasilkan beberapa point yakni: 1) Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam kategori paling rawan terhadap bencana. 2) Penanggulangan bencana dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) yakni sebelum bencana, saat bencana, dan sesudah terjadinya bencana. 3) Penanggulangan sebelum bencana meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana. Mitigasi bencana adalah upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana, baik melalui pembangunan infrastruktur maupun peningkatan kesadaran masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. 4) Penanggulangan pada saat bencana tanggap darurat meliputi penentuan status, penyelamatan dan evakuasi, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan kelompok rentan dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. 5) Penanggulangan sesudah terjadinya bencana meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. 6) Regulasi penanggulangan bencana diperlukan dalam rangka pelaksanaan pencapaian program-program di lapangan agar teratur dan terkoordinasi dengan baik. 22 7) Konsep dasar penanggulangan bencana di Indonesia dirumuskan dalam bentuk regulasi perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 8) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Lembaga ini dibentuk pada 2008 serta berfungsi sebagai pemegang komando, koordinator, dan pelaksana dalam menangani bencana yang terjadi di tingkat nasional. BNPB merupakan lembaga non departemen setingkat kementerian dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sedangkan ditingkat daerah pemerintah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melalui Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur sebagai penanggung jawab untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota. 9) Dalam membantu tugas BNPB dan BPBD, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan mengamanatkan pembentukan Badan SAR Nasional (BASARNAS), yang dibentuk untuk mempermudah pencarian dan pertolongan dalam penanggulangan bencana. Gambar 5. Suasana Rapat Panja Penyusunan Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana antara Tim Ahli dan Anggota Badan Legislasi 23 c. Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 14.30 – 15.00 WIB Uraian Kegiatan : Rapat Badan Legislasi dalam rangka pengambilan keputusan atas Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana seagai RUU insiatif DPR RI yang memiliki beberapa urgensi, yakni : 1) UU Nomor 24 tahun 2007 belum mengatur pola koordinasi antar lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana. 2) UU Nomor 24 tahun 2007 belum mengatur kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait penanggulangan bencana (terkait dengan UU Pemerintah Daerah). Terdapat kesulitan dan kelemahan dalam koordinasi dan sinkronisasi program serta kegiatan penanggulangan bencana antara kementerian/lembaga, dan dinas SKPD di daerah. 3) UU Nomor 24 tahun 2007 belum mengatur kewajiban daerah terkait penganggaran penanggulangan bencana dalam APBD. 4) Lemahnya mitigasi dan antisipasi bencana. 5) Masalah penetapan status bencana dan pelibatan bantuan asing. 6) Perubahan ruang lingkup kebencanaan: a) karena adanya bentuk bencana baru seperti likuefaksi atau bentuk bencana lainnya yang belum pernah terjadi. b) karena sudah ada UU yang mengatur selain bencana alam. 7) Antisipasi pemetaan tata ruang sesuai mitigasi bencana. 8) Belum optimalnya peran swasta dalam penanggulangan bencana sebagai akibat belum adanya sistem informasi yang lengkap terutama dalam masalah pendanaan. Perlu diperbaikinya tata kelola keuangan dalam penanggulangan bencana. 9) Konsep sistem penanggulangan bencana secara nasional perlu diimplementasi secara lebih baik terutama yang menyangkut 24 analisis risiko lingkungan selain analisis mengenai dampak lingkungan pada wilayah strategis nasional, wilayah pengembangan ekonomi, dan wilayah rawan bencana secara berkelanjutan. Gambar 6. Wakil Ketua Badan Legislasi M. Sarmuji, S.E., M.Si. (Fraksi Golkar) dan H. Totok Daryanto, S.E. (Fraksi PAN) Menandatangani Hasil Rapat Pengambilan Keputusan Rapat Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana 3. Rabu, 3 Juli 2019 Kegiatan : a. Rapat Panja Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penyadapan, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 10.00 WIB – 12.00 WIB (Rapat Tertutup) Uraian Kegiatan : Rapat Panja dalam rangka penyempurnaan Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang tentang Penyadapan yang menghasilkan beberapa point penting, yakni:  Dalam konstitusi dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, berhak atas perlindungan diri pribadi, serta berhak atas rasa aman dan 25 perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, pembatasan atau penghadangan melalui tindakan penyadapan terhadap setiap orang untuk mendapatkan bukti yang kuat bagi penegakan hukum harus dilakukan secara bertanggung jawab, terkoordinasi, tidak diskriminatif, dan harus tetap menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia setiap warga negara.  Secara normatif, penyadapan (intersepsi) belum diatur secara khusus dalam undang-undang, sementara dalam praktek telah menimbulkan kontroversi terhadap tata cara penyadapan. Pengaturannya tersebar dalam berbagai undang-undang. Sehingga tidak ada pedoman umum bagi aparat Kepolisian, Kejaksaan, BNN, KPK, dan penyidik PPNS dalam melakukan penyadapan, masing-masing melakukan teknik penyadapan sesuai dengan perintah masing-masing institusi dalam undang-undang. Padahal sebagian masyarakat memandang tindakan penyadapan yang dilakukan oleh masing-masing aparat penegak hukum tersebut bertentangan dengan hak-hak asasi manusia.  Instrumen penyadapan sebagai bagian kewenangan dari aparat hukum sebetulnya telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Pada masa Kolonial di Hindia Belanda (Berdasarkan Surat Keputusan Raja Belanda Nomor 36 Tahun 1893 tertanggal 25 Juli 1893) sebagai peraturan tertua di Indonesia mencoba mengatur penyadapan informasi yang terbatas dalam hal lalu lintas surat di kantor pos seluruh Indonesia (mail interception). 26 Gambar 7. Suasana Rapat Panja dalam rangka penyempurnaan Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang tentang Penyadapan antara Tim Ahli dan Anggota Badan Legislasi b. Rapat Badan Legislasi Harmonisasi Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 13.00 WIB – 12.00 WIB. Uraian kegiatan : Rapat Badan Legislasi dalam rangka mendengarkan penjelasan Pengusul Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang menghasilkan beberapa pokok pikiran, yakni : Urgensi RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan meliputi pengembangan, pembinaan, dan fasilitasi Industri Obat dan Makanan dalam rangka peningkatan daya saing; peningkatan Efektivitas dan Penguatan Pengawasan Obat dan Makanan; serta penguatan fungsi Penegakan hukum untuk kejahatan di bidang Obat dan Makanan {(sanksi/efek jera, penguatan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil/PPNS)}. Tujuan pengaturan RUU tentang Pengawasan obat dan makanan yaitu menjamin standar dan persyaratan obat dan makanan yang beredar, melindungi masyarakat dari penggunaan obat dan makanan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan, mencegah penggunaan yang salah dari obat dan makanan, mencegah penyalahgunaan obat dan makanan, memberikan kepastian hukum, dan 27 menciptakan iklim usaha yang sehat dalam rangka membuat dan mengedarkan obat dan makanan. Dapat dilaporkan di sini, bahwa setelah Komisi IX DPR RI melakukan pembahasan terhadap rumusan Naskah Akademik dan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan hasil penyusunan Badan Keahlian DPR RI, terjadi beberapa perubahan dengan memperhatikan masukan dan informasi dari berbagai narasumber dan juga aspirasi dari para anggota Panja yang terhormat. Rumusan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan setelah melalui tahapan pembahasan di dalam Panja Penyusunan Komisi IX DPR RI terdiri dari 19 Bab dan 108 Pasal. Adapun sistematika rumusan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan dapat kami laporkan dalam Rapat Badan Legislasi DPR RI ini adalah sebagai berikut: BAB I KETENTUAN UMUM BAB II PENGGOLONGAN BAB III STANDAR DAN PERSYARATAN BAB IV PEMBUATAN/PRODUKSI BAB V PENANDAAN BAB VI PEREDARAN BAB VII PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BAB VIII PROMOSI DAN IKLAN BAB IX PENGAMBILAN SAMPEL, PENGUJIAN, PENARIKAN, DAN PEMUSNAHAN BAB X KELEMBAGAAN BAB XI KOORDINASI BAB XII PEMBINAAN BAB XIII TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT BAB XIV PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAB XV PERAN SERTA MASYARAKAT BAB XVI TENAGA PENGAWAS 28 BAB XVII PENYIDIKAN BAB XVIII KETENTUAN PIDANA BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Gambar 8. Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP. bersama Anggota Komisi IX lainnya 4. Kamis, 4 Juli 2019 Kegiatan : Rapat Paripurna Ke-20 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 20182019, Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara II, Lantai 3, Pukul 10.55 WIB – 12.22 WIB. Uraian Kegiatan : a. Laporan Komisi III terhadap Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran tentang Bantuan Timbal Balik dalam masalah Pidana (Treaty between the Republic of Indonesia and the Islamic Republic of Iran in Mutual Legal Assistance Matters); b. Laporan Komisi III terhadap Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran tentang Bantuan Timbal Balik dalam masalah Ekstradiksi (Treaty between the Republic of Indonesia and the Islamic Republic of Iran in Mutual Legal Assistance Extradition); 29 Kegiatan rapat di huruf a dan b menghasilkan beberapa point penting, yakni: 1) Komisi III DPR RI melaksanakan Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Luar Negeri tanggal 24 Juni 2019 guna membahas kedua RUU tersebut yang dimaksud, yang pada pokoknya menguraikan, hal-hal sebagai berikut: Menyadari adanya pelaku kejahatan yang meloloskan diri dari penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan pidana dari negara tempat kejahatan Iran telah sepakat mengadakan kerja sama Ekstradisi yang telah ditandatangani pada tanggal 14 Desember 2016 di Tehran, Iran. Dengan adanya perjanjian tersebut, hubungan dan kerja sama antara kedua negara dalam bidang penegakkan hukum dan pemberantasan kejahatan atas dasar kerja sama yang saling menguntungkan (mutual benefit), diharapkan semakin meningkat. Dengan disahkan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran tentang Ekstradiksi akan mendukung penegakkan hukum di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara (transnational crime). 2) Dalam menanggulangi dan memberantas tindak pidana, terutama yang bersifat transnasional diperlukan kerja sama antar negara yang efektif baik bersifat bilateral maupun multilateral Dengan menyadari kenyataan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran telah sepakat mengadakan kerja sama bantuan timbal balik dalam masalah pidana yang telah ditandatangani pada tanggal 14 Desember 2016 di Tehran, Iran. Untuk lebih meningkatkan efektifitas kerja sama di bidang hukum dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana, terutama yang bersifat transnasional, perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana harus memperhatikan prinsip umum hukum 30 internasional yang menitikberatkan pada asas penghormatan kedaulatan negara dan kedaulatan hukum, kesetaraan, dana saling menguntungkan serta mengacu pada asas tindak pidana ganda (double criminality). Dalam isi Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam masalah pidana ini diatur antara lain mengenai ruang lingkup bantuan, otoritas pusat, prosedur pelaksanaan bantuan, biaya, kewajiban internasional, konsultasi, penyelesaian sengketa, dan amandemen perjanjian. c. Pendapat Fraksi-fraksi atas RUU Badan Legislasi tentang Keamanan dan Ketahanan Siber dilanjutkan dengan Pengambilan Keputusan menjadi RUU Usul DPR RI; Atas usulan pimpinan Rapat Paripurna Drs. Utut Adiyanto Wahyuwidayat FPDIP RUU Badan Legislasi tentang Keamanan dan Ketahanan Siber berkenaan dengan pendapat fraksi-fraksi atas RUU tersebut dilanjutkan dengan pengambilan keputusan menjadi RUU usul DPR ini diserahkan dalam bentuk tertulis. d. Penyampaian RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (P2APBN) Tahun Anggaran 2018 oleh Pemerintah; Agenda rapat ini dipaparkan oleh Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan RI yang menghasilkan beberapa point penting, yakni: Realisasi Belanja Negara pada TA 2018 sebesar Rp. 2.213,1 triliun atau 99,7 persen dari APBN TA 2018. Realisasi Belanja Negara tersebut meningkat Rp. 205,8 triliun atau 10,2 persen dibandingkan dengan realisasi TA 2017. Realisasi Belanja Negara tersebut terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp. 1.455,3 triliun serta realisasi Transfer ke daerah dan Dana Desa sebesar Rp. 757,8 triliun. Peningkatan realisasi belanja negara tahun 2018 mencerminkan komitmen Pemerintah untuk menjadikan APBN sebagai tools untuk meningkatkan kesejahteraan masayrakat. Selain mencerminkan 31 komitmen Pemerintah, apabila dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, maka peningkatan realisasi belanja tersebut juga menunjukkan peran nyata kebijakan fiskal Pemerintah yang mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan realisasi Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana diatas, terdapat Defisit APBN sebesar Rp. 269,4 triliun. Deficit APBN tahun 2018 masih berada pada kisaran yang aman, yakni 1,81 persen dari PDB, lebih rendah dari deficit indikatif APBN TA 2018 sebesar 2,19 persen, atau jauh di bawah ambang batas yang diatur dalam undang-undang, yaitu 3 persen terhadap PDB. Persentasi deficit terhadap PDB tersebut merupakan yang terkecil sejak tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan defisit APBN telah dilaksanakan secara optimal, sehingga peran APBN sebagai instrument kebijakan fiskal dapat berjalan dengan baik, kredibel, dan efesien, serta mampu menjaga keberlanjuttan fiskal (fiscal sustainability). Defisit anggaran tersebut selanjutnya ditutup dengan Pembiayaan (neto) sebesar Rp. 305,7 triliun, yang berasal dari sumber-sumber Pembiayaan Dalam Negeri (neto) sebesar Rp. 302,5 triliun dan Pembiayaan Luar Negeri (neeto) sebesar Rp. 3,2 triliun. Dengan demikian terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) untuk TA 2018 sebesar Rp. 36,2 triliun. e. Pengesahan Perpanjangan waktu kerja Pansus Angket DPR RI tentang Pelindo II sampai dengan akhir Masa Persidangan V Tahun Sidang 2018-2019. Mengenai perpanjangan waktu kerja Pansus Angket DPR RI tentang Pelindo II sampai dengan akhir Masa Persidangan V Tahun Sidang 2018-2019 disetujui oleh semua anggota Rapat Paripurna. 32 Gambar 9. Rapat Paripurna Ke-20 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 2018-2019 5. Jumat, 5 Juli 2019 Kegiatan : Inventarisasi Buku yang ada di Badan Legislasi Uraian Kegiatan : Menghitung jumlah buku-buku yang ada di Badan Legislasi, merapihkan dan mengelompokkannya sesuai dengan judul buku dengan kardus. Gambar 10. Buku-buku yang ada di Badan Legislasi 33 6. Senin, 8 Juli 2019 Kegiatan : Inventarisasi Surat dan Buku di Badan Legislasi, Pukul 11.00 WIB – 12.00 WIB Uraian Kegiatan : a. Menyusun, men-cap, dan melipat surat undangan agenda rapat yang akan diserahkan kepada tiap anggota Badan Legislasi perihal Rapat Dengar Pendapat Badan Legislasi dan Kepala BPOM terkait Harmonisasi mengenai Rancangan Undang-Undang tentang BPOM dan Rapat Panja Baleg Pembahasan Rancangan Peraturan DPR tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR di tanggal 9 Juli 2019. b. Melanjutkan inventarisasi buku-buku yang ada di Badan Legislasi pada tanggal 5 Juli 2019 yang dituangkan dalam Microsoft Word. Gambar 11. Daftar Inventarisasi Buku-buku yang ada di Badan Legislasi 7. Selasa, 9 Juli 2019 Kegiatan: a. Rapat Dengar Pendapat Badan Legislasi dan Kepala BPOM terkait Harmonisasi mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Mahkanan, Pukul 14.26 WIB – 15.13 WIB. 34 Uraian Kegiatan : RDP Badan Legislasi dengan BPOM dalam rangka Harmonisasi RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang membahas beberapa point, yakni: BPOM mengawasi keamanan, kesehatan, industri, aspek daya saing dan produktifitas. Pengawasan ini adalah 1 tugas yang sangat strategis untuk memperkuat bangsa. Peran strategis pengawasan obat dan makanan berkaitan erat dengan ketahanan nasional dan kejahatan kemanusiaan, yang meliputi beberapa aspek: 1) Kesehatan, pengawasan dilakukan untuk mengawal kualitas hidup manusia Indonesia melalui jaminan keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu obat dan makanan. 2) Sosial/Kemanusiaan, ditujukan untuk mengawal bonus demografi, peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah bidang kesehatan. 3) Ekonomi, untuk mendorong daya saing produk, mencegah hilangnya pemasukkan negara dari pajak, distorsi pasar akibat peredaran produk illegal dan penyelundupan obat dan makanan. 4) Keamanan dan ketertiban masyarakat, untuk mencegah penyalahgunaan obat keras dan bioterrorism. Kesemua aspek tersebut menyangkut pada multisektor dan multilevel pemerintahan dengan di dorong dengan adanya penguatan kelembagaan dan sinergisme lintas sektor. Selain itu, tantangan lain termasuk globalisasi dan revolusi industri 4.0. diperlukan penguatan dibidang teknologi dan informasi agar BPOM dapat memebrikan produk yang bermutu dan aman untuk masyarakat. 35 Gambar 12. Kepala BPOM Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP dalam Rapat Dengar Pendapat Badan Legislasi dan Kepala BPOM terkait Harmonisasi mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Mahkanan b. Rapat Panja Baleg Pembahasan Rancangan Peraturan DPR ttg Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR, Pukul 15.20 WIB – 16.00 WIB. Uraian Kegiatan : Penyempurnaan draft Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR No. 3 Tahun 2014 ttg Pengelolaan TA dan SAA DPR. Adapaun hal yang dibahas dalam rapat ini adalah: Berdasarkan ketentuan Pasal 105 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Badan Legislasi bertugas menyusun, melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPR RI. Sehubungan dengan tugas di atas, Badan Legislasi telah melakukan evaluasi dan pembahasan terhadap Peraturan DPR RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota. Berdasarkan evaluasi di atas, dianggap perlu untuk mengganti peraturan DPR RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf 36 Administrasi Anggota, mengingat banyak ketentuan yang harus disesuaikan dengan dasar hukum pembentukan Peraturan DPR RI Nomor 3 Tahun 2014 dan kebutuhan pengaturan di internal DPR terkait dengan Tata Kelola Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota di lingkungan DPR RI. Selanjutnya, Badan Legislasi membentuk Panitia Kerja (Panja) yang diberi tugas secara khusus untuk untuk membahas rancangan peraturan ini secara intensif. Untuk itu, PANJA telah melakukan rapat yang dihadiri oleh Sekretaris Jenderal DPR RI beserta jajarannya. Gambar 13. Tim Ahli dengan Anggota Badan Legislasi dalam Rapat Penyempurnaan draft Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR No. 3 Tahun 2014 ttg Pengelolaan TA dan SAA DPR. 8. Rabu, 10 Juli 2019 Kegiatan : a. Rapat Panja Badan Legislasi Pembahasan Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR, Pukul 10.00 WIB – 12.00 WIB Uraian Kegiatan : Melanjutkan Rapat Panja pada tanggal 9 Juli 2019. Dalam rapat ini dibahas beberapa hal, yakni: 37 Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota sebagai pengganti dari Peraturan DPR RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota terdiri dari 9 Bab dan 57 Pasal. Adapun sistematika Rancangan Peraturan ini adalah sebagai berikut: BAB I KETENTUAN UMUM BAB II PEREKRUTAN TENAGA AHLI DAN STAF ADMINISTRASI ANGGOTA Bagian Kesatu : Formasi Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota BAB III Bagian Kedua : Persyaratan Bagian Ketiga : Mekanisme Perekrutan PENGANGKATAN TENAGA AHLI DAN STAF ADMINISTRASI ANGGOTA Bagian Kesatu : Tugas Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota Bagian Kedua : Mekanisme Kerja Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota BAB IV TUGAS DAN MEKANISME KERJA Bagian Kesatu : Tugas Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota Bagian Kedua : Mekanisme Kerja Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota BAB V PENILAIAN KINERJA BAB VI HAK, FASILITAS, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN Bagian Kesatu : Hak Bagian Kedua : Fasilitas Bagian Ketiga : Kewajiban Bagian Keempat : Larangan Bagian Kelima : Sanksi Administrasi BAB VII PEMBERHENTIAN 38 BAB VIII PENGGANTIAN BAB IX KETENTUAN PENUTUP Gambar 14. Tim Ahli, Pimpinan, dan Anggota Badan Legislasi dalam Rapat Panja Badan Legislasi Pembahasan Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR b. Rapat Panja Badan Legislasi mengenai Harmonisasi Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan, Pukul 13.00 WIB – 14.00 WIB. Uraian Kegiatan : Dalam rangka Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan. Badan Legislasi DPR RI selanjutnya melakukan kajian atas RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang meliputi aspek teknis, aspek substantif, dan asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kajian tersebut dilakukan, baik antar konsideran, pasal-pasal, serta penjelasan yang ada dalam RUU, maupun antar RUU dengan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. 1) Aspek Teknik Berdasarkan aspek teknik pembentukan peraturan perundangundangan, Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan masih memerlukan penyempurnaan sebagai berikut: a) Dalam Pasal 1 angka 19 RUU, didefinisikan mengenai “menteri”. Di dalam RUU, definisi tersebut tidak digunakan 39 secara berulang-ulang. Disarankan agar definisi tersebut dihapus. b) Perlu penjelasan mengenai frasa “instansi terkait” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 RUU. c) Perlu penjelasan mengenai frasa “menteri terkait” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) RUU. d) Perlu penjelasan mengenai frasa “tanggung gugat” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3), Pasal 83 ayat (2), Pasal 84 ayat (2), dan Pasal 85 ayat (2) RUU. e) Perlu penjelasan mengenai frasa “mengutamakan bahan yang diproduksi di dalam negeri” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 RUU. Perlu batasan persentase minimalnya. f) Perlu perbaikan penulisan terkait ketentuan Pasal 36 ayat (1) RUU. Penulisan urutan abjad pada ayat dimaksud terdapat kesalahan. g) Judul dan materi muatan BAB XV PERAN SERTA MASYARAKAT, sebaiknya diubah menjadi “BAB XV PARTISIPASI MASYARAKAT”. Perubahan judul dan materi muatan dimaksud sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. h) Dalam BAB XIX KETENTUAN PENUTUP, perlu ditambahkan pasal baru yang mengatur mengenai evaluasi pelaksanaan Undang-Undang ini kepada DPR dalam jangka waktu 3 tahun sejak berlaku. 2) Aspek Substansi a) Perlu ditambahkan ketentuan di dalam RUU mengenai kewenangan BPOM terkait Pasal 7 huruf a UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. b) Ketentuan Pasal 97 huruf l RUU perlu disinkronkan dengan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Sebab, pencegahan 40 dan pelarangan seseorang ke luar negeri menjadi kewenangan Menteri Hukum dan HAM RI. c) Di dalam Pasal 37 ayat (1) RUU diatur bahwa distribusi obat hanya dapat dilakukan oleh “pedagang besar farmasi”. Apakah UMKM tidak dibolehkan? d) Di dalam Pasal 45 diatur mengenai penjualan obat secara “online”, namun belum mengatur mengenai penjualan pangan olahan secara “online”. e) Dalam Bab Ketentuan Pidana RUU perlu ditambahkan ketentuan sanksi bagi setiap orang yang tidak mengizinkan atau menghalang-halangi pemeriksaan/penilaian yang dilakukan oleh tenaga pengawas. 3) Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RUU ini secara garis besar telah memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun berdasarkan kajian tersebut di atas RUU ini masih perlu penyempurnaan khususnya dari asas kejelasan rumusan dan asas dapat dilaksanakan. Hal ini agar sesuai dengan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan juncto Pasal 23 huruf a Peraturan DPR RI tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang. Gambar 15. Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP. bersama Anggota Komisi IX lainnya 41 9. Kamis, 11 Juli 2019 Kegiatan : a. Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan atas Pembahasan Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR, Pukul 13.00 WIB – 14.00 WIB Uraian Kegiatan : Hal-hal pokok yang yang mengemuka dalam pembahasan Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota dan kemudian disepakati dalam Rapat PANJA, secara garis besar adalah berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Ketentuan mengenai jumlah tenaga ahli AKD yang ditetapkan paling sedikit 10 (sepuluh orang) dan khusus untuk Badan Legislasi paling sedikit 15 (lima belas) orang; 2) Penambahan AKD yang diberi wewenang untuk merekrut tenaga ahli, yakni Badan Akuntabilitas Keuangan Negara dan Badan Musyawarah; 3) Penambahan ketentuan mengenai hak Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota berupa tunjangan masa kerja; 4) Penegasan lingkup jaminan sosial yang diberikan kepada Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota, yakni BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan; 5) Penambahan ketentuan mengenai pengangkatan kembali Tenaga Ahli AKD yang telah bekerja selama 1 (satu) periode masa bakti DPR atau lebih oleh Pimpinan AKD; Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota sebagai pengganti dari Peraturan DPR RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota terdiri dari 9 Bab dan 57 Pasal. 42 Gambar 16. Setjen DPR RI pada saat menyetujui Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR b. Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan, Pukul 13.00 WIB – 14.00 WIB Uraian Kegiatan : Dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan, Badan Legislasi telah melakukan pembahasan secara intensif dan mendalam dalam rapat PANJA pada tanggal 10 Juli 2019 di ruang rapat Badan Legislasi. Halhal pokok yang mengemuka dalam pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU ini dan kemudian disepakati dalam Rapat PANJA bersama Pengusul meliputi: 1) Penjelasan mengenai frasa “tanggung gugat” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3). 2) Judul BAB XV PERAN SERTA MASYARAKAT, diubah menjadi “BAB XV PARTISIPASI MASYARAKAT”. Perubahan judul terkait materi muatan bab dimaksud sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 3) Ketentuan Pasal 97 huruf l RUU disinkronisasi dengan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena pencegahan dan 43 pelarangan seseorang ke luar negeri menjadi kewenangan Menteri Hukum dan HAM. 4) Penambahan penjelasan Pasal 37 ayat (1) RUU tentang “pedagang besar farmasi”. 5) Penambahan pasal sanksi pidana pada Bab Ketentuan Pidana bagi setiap orang yang menghalang-halangi pemeriksaan/penilaian yang dilakukan oleh tenaga pengawas. 6) Penambahan pasal dalam BAB XIX KETENTUAN PENUTUP yang mengatur mengenai evaluasi pelaksanaan Undang-Undang ini kepada DPR dalam jangka waktu 3 tahun sejak berlaku. Berdasarkan aspek teknis perumusan dan substansi RUU, PANJA berpendapat bahwa RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan dapat diajukan sebagai RUU Usul Inisiatif DPR RI. Gambar 17. Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi, S. T., M. IP. pada saat menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan 10. Jumat, 12 Juli 2019 Kegiatan : a. Audiensi dengan DPRD Brebes Uraian Kegiatan : DPRD Brebes meminta masukkan terhadap Badan Legislasi DPR RDI mengenai urgensi pembuatan Perda khusus TBC, yang dipaparkan sebagai berikut: 44 Di Brebes banyak terjadi dalam kurun waktu, setiap tahun terakhir 2018 Turbokolosis ada beberapa warga ingin Perda khusus TBC sedangkan segala sumber yang membuat warga menginginkan Perda sangat urgent pertimbangannya apakah anggota Dewan berhak dengan Perda? Tanggapan Badan Legislasi terhadap pertanyaan dari DPRD Brebes mengenai urgensi pembuatan Perda tentang TBC, sebagai berikut: Pada dasarnya setiap anggota DPRD berhak mengajukan Rancangan Perda cuma mengenai hal tersebut, perlu kajian mendalam hanya khusus satu penyakit, tentunya apakah seperti nanti kalau ada penyakit lain, hal tersebut perlu dipertimbangkan apakah penyakit menular misalnya seperti itu judulnya jadi tidak khusus hanya TBC saja perlu kajian mendalam. Jadi, itu merupakan kasus yang menarik dari segi substansi kesannya bisa diangkat kedalam Perda. Karena kesehatan salah satu kewenangan daerah, kesehatan bukan kewenanangan absolut pusat dan juga dapat ditangani daerah. Cuma pertanyaannya apakah solusi terhadap permasalahan tersebut hanya dapat diselesaikan oleh Perda? Apakah yang diatur Perda berkaitan penyelesaian permasalahan tersebut? Apakah ada hambatan di tingkat dinas sehingga harus mempunyai aturan daerah kalau tidak ada korelasi terkait dasar hukum Perda tidak perlu dibuat Perda. Perda itu adalah regulasi, salah satu karakter regulasi dia memiliki masa berlaku panjang/lama. Jika dibuat Perda persoalan tersebut telah selesai, itu tidak elok karena jangkauan Perda hanya 6 bulan barangkali cukup dengan kebijakan kepala daerah setempat. DPRD bisa mendorong dan mendesak disini DPRD melakukan pengawasan memiliki hak bertanya atau melakukan hak angket wadah-wadah itu harus ditempuh DPRD. Jadi ada instrumen lagi yang bisa digunakan DPRD dalam menyelesaikan persoalan tersebut misalnya adat, persoalan itu pasti selama masyarakat ada diperlukan Perda. 45 b. Audiensi dengan DPRD Kabupaten Batang Hari Uraian Kegiatan : Dalam audiensi ini DPRD Batanghari meminta masukkan terhadap Badan Legislasi mengenai Raperda tentang Pemakmuran Tempat Ibadah Umat Muslim, sebagai berikut: Konsultasi Pansus sudah terbentuk 3 Pansus di Batang Hari Raperda Pemakmuran Tempat Ibadah Umat Muslim dapat dimasukkan saran, pendapat, dan kritik. Hal ini diawali di Kab Batanghari yang mayoritas 98% umat muslim terdiri dari, 8 kecamatan, 124 kelurahan desa sekitar 135 masjid jami beragam masjid baik kelurahan dan desa ada peran pemerintah, yakni dalam peraturan menyikapi perbedaan, masjid ada yang didirikan pribadi, golongan, kelompok. Kita melihat pemakmuran tempat ibadah bagaimana masjid di kabupaten Batanghari dimana aktivitas selain sholat ada semacama daya tarik lain jadi dapat termotivasi, di desa-desa dan dusun-dusun masjid itu menjadi tempat mimbar diskusi, dialog baik bidang sosial, ekonomi, dan budaya itu yang kami haraapkan maka dari itu kami mengharapkan dari konsideran keterbatasan dari pemahaman. Ada semacam anggaran dan keterbatasan anggaran baru sekitar 350 juta pertahun untuk dihibahkan untuk pembangunan kalau dari sisi pegawainya sudah kita berikan intensif belum ada gaji kedepan bisa menganggarkan melalui anggaran daerah dan juga kami menggunakan dana desa. Perihal nomenklatur ada dana sosial kita terapkan di ibadah nomenklatur kita luaskan di batanghari banyak investor hgu maupun kelapa sawit apakah kita bisa mengambil komitmen desa dengan pihak ketiga bantuan atau bentuk-bentuk lain. Tanggapan Badan Legislasi atas pernyataan yang diberikan oleh DPRD Batanghari sebagai berikut: Mengenai Raperda draf pemakmuran masjid ini di beberapa kabupaten sudah ada di Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Barat, Riau karena terus terang di daerah masjid aktifitas hanya sholat saja tidak aktifitas lain terkadang adzan lupa dikumandangkan. Karenanya 46 beberapa daerah menginsiasi digiatkan dengan Perda. Jangan sampai Perda ini bertentangan dengan aturan diatasnya namun terdapat Permendagri mengenai pemanfaatan masjid. Dana terkait dengan hidah mengenai peraturan tersebut jika tidak ada pemerintah akan sulit. Di DPR sendiri Perda tersebut akan bersinggungan dengan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Komisi VIII, RUU ini masih tingkat panja. Di dalam RUU ini terdapat pengaturan mengenai masjid, pondok, pendidikan dan kegiatannya lainnya. Gambar 18. Power Point Ucapan Selamat Datang kepada DPRD Brebes dan DPRD Kabupaten Batang Hari 11. Senin, 15 Juli 2019 Kegiatan : Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perindustrian dan Menteri Hukum dan HAM tentang Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Desain Industri, Pukul 10.35 WIB – 11.43 WIB. Uraian Kegiatan : Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Desain Industri, yang menghasilkan beberapa point, yakni : a. Kebijakan ekonomi Indonesia diarahkan pada kepentingan nasional dan juga perjanjian internasional yang telah diratifikasi, salah satu perjanjian 47 internasional, yaitu perjanjian yang mengatur perlindungan terhadap HKI yang menjadi hal sangat penting dalam perdagangan. b. Dalam UU Nomor 31 Tahun 2000 masih terdapat banyak kelemahan baik secara subtansi dan penegakkan hukumnya khususnya dalam desain industri itu sendiri, adapun urgensi revisi UU Nomor 31 Tahun 2000 ini salah satunya untuk mengakomodasi industri UMKM. c. Hak desain industri sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan jaminan fidusia d. RUU tentang Desain Industri harus mengatur hal-hal prinsip yang mencakup sistem perlindungan Hak Desain Industri melalui sistem pencatatan Hak Desain Industri dan perlindungan terhadap pemakai terdahulu serta menyangkut kepentingan dan keamanan negara. Gambar 19. Foto bersama Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perindustrian dan Menteri Hukum dan HAM dalam rapat Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Desain Industri 12. Selasa, 16 Juli 2019 Kegiatan : a. Rapat Paripurna Ke-22 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 2018-2019, Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara II, Lantai 3, Pukul 11.00 WIB – 13.23 WIB. Uraian Kegiatan : 48 a) Tanggapan Pemerintah Terhadap Pandangan Fraksi Fraksi Atas Rancangan Undang-Undang Tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN (P2APBN) Tahun Anggaran 2018, diwakili oleh Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan memaparkan beberapa hal, yakni: Dalam menentukan angka asumsi pertumbuhan ekonomi, pemerintah secra serius mempertimbangkan kondisi terkini berbagai faktor, khususnya sisi pemerintah dan penawaran agregat yang tidak bisa lepas dari pengaruh dinamika perekonomian dan domestik. Dinamika perekonomian dari sisi eksternal, banyak dipengaruhi oleh mekanisme pasar atau faktor yang berada di luar kendali pemerintah. Dinamika ini juga terus terjadi pasaca penetapan asumsi pertumbuhan ekonomi oleh pemerintah dan DPR. Namun demikian, pemerintah telah melakukan langkah-langkah antisipasi untuk meminimalisir risiko atau dinamika tersebut. Perubahan dan perkembangan ekonomi yang cepat tentunya akan memberikan dampak terhadap arah kinerja perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia perlu tumbuh di atas 6% per tahun sebagai prasyarat utama agar mampu keluar dari middle income trap. Namun demikian, hasil estimasi output potensial yang didasarkan pada pendekatan fungsi produksi, mengindikasikan bahwa kapasitas pertumbuhan hanya pada kisaran 5,0 sampai 5,5% dalam jangka pendek. Oleh karena itu, upaya terobosan kebijakan reformasi struktural perlu dilakukan untuk meningkatkan level output potensial, sehingga Indoonesia terbebas dari middle income trap. b) Laporan Komisi I DPR RI Terhadap Uji Kepatutan dan Kelayakan Terhadap Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Periode 2019-2022, diwakili oleh Satya W Fraksi Golkar memaparkan beberapa hal, yakni: 49 Menindaklanjuti penugasan Rapat Konsultasi Pengganti rapat Bamus DPR RI, Komisi I telah melaksanakan Uji Kepatutan dan Kelayakan terhadap 34 Calon Anggota KPI Pusat Periode 20192023 pada tanggal 8-10 Juli 2019. Sampai pada tanggal 4 Juli 2019, Komisi I telah menerima kurang dari 232 email dan 9 surat daari masyarakat yang memberikan masukkan terhadap 34 nama calon Anggota KPI Pusata Periode 2019-2022. Proses Uji Kepatutan dan Kelayakan Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 berlangsung dengan lancer dan dilakukan secara terbuka sebagaimana amanat dari Pasal 10 ayat (2) UU tentang Penyiaran. Setelah rapat Uji Kepatutan dan Kelayakan selesai dilaksanakan pada tanggal 10 Juli 2019, Komisi I melanjutkan dengan Rapat Intern dalam rangka memilih 9 calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022. Rapat Intern tersebut memutuskan 9 calon Anggota KPI Pusat berdasarkan pemilihan suara terbanyak, setelah terlebih dahulu melakukan musyawarah untuk mufakat. Adapun beberapa nama tersebut adalah 1. Nuning Rodiyah, 2. Mulyo Hadi Purnomo, 3. Aswar hasan, 4. Agung Suprio (1), 5. Yuliandre Darwis, 6. Hardly Stefano Fenelon Pariela, 7. Irsal Ambia, 8. Mimah Susanti, 9. Mohamad Reza (2). Terhadap nama-nama tersebut, Komisi I minta komitmennya untuk dapat melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangan KPI sesuai dengan peraturan perundang-undangan secara professional dan bertanggung jawab. Dan bagi calon yang terpilih harus senantiasa menjaga moralitas, integrita, independen, dan menghindari segala bentuk penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang serta bersedia bekerja penuh waktiu. Terhadap hasil Uji Kepatutan dan kelayakan tersebut untuk selanjtnya akan disampaikan kepada Presiden guna mendapatkan penetapan sebagai Anggota KPI Pusat periode 2019-2022. 50 c) Pendapat Fraksi-Fraksi Atas Rancangan Undang-Undang Usul Badan Legislasi DPR RI tentang Penanggulangan Bencana Dilanjutkan dengan Pengambilan Keputusan Menjadi Rancangan Undang-Undang Usul DPR RI Mendasarkan pada pendapat fraksi-fraksi yang disampaikan secara tertulis atas Rancangan Undang-Undang Usul Badan Legislasi DPR RI tentang Penanggulangan Bencana dilanjutkan dengan Pengambilan Keputusan Menjadi Rancangan Undang-Undang Usul DPR RI disetujui oleh seluruh anggota Rapat Paripurna. d) Laporan BKAKN DPR RI Tentang Telaahan Terhadap Hasil Pemeriksaan BPK RI Terkait dengan Dana Desa dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2014-2018, diwakili oleh Sartono Fraksi Demokrat memaparkan beberapa hal, yakni: BAKN DPR RI telah melakukan penelahaan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK RI terhadap Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2018 dna Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) T.A. 2018. Terhadap telaahan BAKN DPR RI terhadap hasil pemeriksaan BPK atas kegiatan pembinaan dan pengawasan pengelolaan dana desa T.A. 2016 s/d Semester I Tahun 2018 pada 80 kabupaten, 5 Kota, dan 1.006 kecamatan pada 33 Provinsi seluruh Indonesia menemukan adanya beberapa permasalahan utama pengelolaan dana desa, baik dalam aspek pembinaan maupun aspek pengawasan. BAKN DPR RI mendorong agar dilakukan optimalisasi peran pemerintah melalui Kementerian terkait dalam melakukan pembinaan dan pengelolaan keuangan desa, melakukan penguatan sinergisitas dan sinkronisasi aturan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB), serta mengembangkan aplikasi sistem keuangan desa yang terintegrasi dengan aplikasi desa lainnya. BAKN juga mendorong agar pengelolaand ana desa dapat menjadi perhatian dan bahan pembahsan Komisi II, Komisi V, dan Komisi XI dalam 51 rangka melakukan pengawasan terhadap Kemendagri, Kementerian Desa PDTT, Kemenkeu, dan Bappenas sebagai mitra kerja komisi. BAKN juga telah melakukan penelaahan atas LKPP tahun 2018 BAKN menemukan permasalah PNBP terkait dengan belum adanya regulasi pelaksanaan mengenai jenis tarif, ketidakpatuhan, atas ketepatan waktu penyetoran PNBP ke kas negara serta penatausahaan PNBP beserta piutangnya yang belum sesuai dengan ketentuan berlaku. BAKN juga mendorong K/L untuk proaktif dan menguatkan sinergisitas dalam memonitor dan menggali potensipotensi penerimaan PNBP yang baru serta mengusulkan dan mengawasi pengelolaan PNBP tersebut. e) Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan Terhadap RUU Tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sisnas IPTEK diwakili oleh Daryatmo Fraksi PDIP yang menyampaikan beberapa hal, yakni: Dalam UUD 1945 Pasal 28C mengamanatkan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri dan berhak mendapatkan pendidikan demi meningkatkan kualitas hidupnya, oleh karena itu pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapan UU tersebut belum mampu memberikan kontribusi secara optimal. Adapun kelemahan dan penyempurnaan dalam UU Nomor 18 Tahun 2002, yakni belum mengatur mekanisme antar lembaga negara dan belum mengatur secara tegas dan lugas terhadap lembaga budaya dan industri. Pemerintah menyusun RUU IPTEK yang merupakan inisiatif dari pemerintah, pansus IPTEK mulai melakukan rapat dengan Menristekdikti, pansus sudah melakukan kunjungan kerja dalam dan luar negeri. Dan dalam proses pembahasan RUU pansus membentuk Panja RUU yang melakukan rapat bersama pemerintah. Dalam proses rancangan UU pansus melakukan Panja UU pada tanggal 18 Oktober 2018 dan hasil pembahasan panja kepada 52 pansus pada tanggal 15 Juli 2019. Rancangan UU berisi beberapa subtansi penting yang diharapkan dapat mendatangkan inovasi dalam penelitian. Pansus menyampaikan subtansi baru yang tidak terdapat dalam UU Nomor 18 Tahun 2002, yaitu Sisnas IPTEK. RUU IPTEK memberikan jaminan kepastian hukum. Judul rancangan UU-nya, yaitu Rancangan UU tentang Sistem Nasional Imu Pengetahuan dan Teknologi, hasil penelitian tidak lagi sekedar rekomendasi dalam pembangunan. RUU IPTEK merupakan wujud pembangunan pancasila sekaligus sebagai komitmen kesejahteraan dan keadilan sosial. Penyusunan perencanaan anggaran dan sumber daya sebagai ladnasan ilmiah penetapan kebijakan. IPTEK dalam RUU ini agar dapat dipertanggungjawabkan secara moral, dan ilmu pengetahuan terkait pendanaan, diberikan dari dana abadi (APBN alokasi pendidikan dan non) penetapan dana abadi tersebut, pertama kalinya lahir tentang penegasan riset dan penelitian untuk mengkokohkan ilmu pengetahuan kedepan pendanaan dari badan usaha diambil dari laba bersih, yaitu pembentukkan dana abadi dan dilakukan dengan kepatuhan dalam peraturan UU. Seluruh bagian masayrakat dapat berkontribusi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Diakomodikasikannya perseorangan atau kelompok sehingga kedepannya seluruh masyarakat bisa berkontribusi dalam penelitian sumber daya dan teknologi. Mengingat bbegitu pentingnya RUU Sisnas IPTEK ini bagi pengembangan penelitian di Indonesia dan sebagai hasil pembicaraan di tingkat I, RUU Sisnas IPTEK ini dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU. f) Pengesahan Perpanjangan Pembahasan 4 RUU, yaitu:  RUU Tentang Ekonomi Kreatif  RUU Tentang Larangan Minuman Beralkohol  RUU Tentang Pertambakauan  RUU Tentang Daerah Kepulauan 53 Dalam Rapat Paripurna, 4 RUU tersebut diatas disetujui untuk diperpanjang pembahasannya. Gambar 20. Rapat Paripurna Rapat Paripurna Ke-22 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 2018-2019. b. Audiensi dengan DPRD Jembrana, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 11.05 – 12.30 WIB. Uraian Kegiatan : Memberikan perlindungan akses mengenai bibit terkait dengan kebutuhan mendukung tanaman tersebut (pupuk) ada mafia pupuk tidak jarang pupuk itu jual mahal dan palsu (dua hal ini sudah termasuk ke perlindungan) menjadi petani mendapat akses terbaik pupuk baik dan murah. Dan selanjutnya masalah harga, contoh harga cabai di tingkat petani murah tetapi di tingkat pasar normal atau tiga kali lipat. Ini tidak balance. Nah disinilah pemerintah berperan, inilah jantungnya ekonomi pertanian (nega ra yang sangat konsen petaninya adalah Jepang, dan banyak Jepang yang berpetani karena dimanjakan, tidak rugi. Dengan demikian, tidak hanya mengatur normatif saja kalau begitu tidak ada gunanya. Kemudian, pemberdayaan, tentu berkaitan dengan kualitas dan keahlian petani dalam bidang kakao (dimulai dari pendidikan, panen, dll) jika bisa petani membentuk koperasi yang bisa mengekspor itu artinya harus berbadan hukum untuk ekspor segala macam. Ini dalam 54 konteks pemberdayaan dan mungkin dibuat bukan hanya petani kakao saja tetapi semua petani agar semua petani dapat terangkat. Disarankan untuk mengenai judul, yakni “Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.” Gambar 21. Badan Legislasi Menerima Audiensi DPRD Jembrana 13. Rabu, 17 Juli 2019 Kegiatan : Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Perdagangan, dan Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua KPPU, Pukul 14.22 WIB – 16.40 WIB. Uraian Kegiatan : Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Perdagangan, dan Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua KPPU dengan agenda Pembahasan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat T.A. 2018 yang menghasilkan beberapa point, yakni : Kementerian Perdagangan : a. Pagu awal anggaran sekitar 4 triliun rupiah, realisasi tahun 2018 lebih besar daripada realisasi di tahun 2017. b. Adanya pengkajian dan pengembangan perdagangan sekitar 98 persen. c. Total realisasi pagu tahun 2018 sekitar 87,95 persen. d. Terdapat penemuan BPK, yakni dalam: 1) Sistem Pengendalian Intern 55 Dalam Sistem Pengendalian Intern pelaksanaan anggaran tahun 2018 masih terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki, antara lain: a) Pengelolaan Persediaan Barang untuk Disediakan kepada Masyarakat/Pemda; b) Penatausahaan dan Pengelolaan Aset Tetap Peralatan dan Mesin; c) Penatausahaan dan Pengelolaan Aset Lainnya. 2) Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Terdapat beberapa temuan terkait Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan antara lain: a) Terdapat ketidaksesuaian kontrak pada kegiatan Pembangunan Pasar melalui Dana Tugas Perusahaan di beberapa Satker dan pekerjaan yang tidak selesai; b) Pengadaan Bantuan Sarana Usaha Perbaikan Warung tidak sesuai ketentuan; c) Kelemahan pada Penyimpanan dan Pengelolaan Distribusi Tenda serta Kelebihan Pembayaran atas Perbedaan Spesifikasi Pengadaan Tenda; d) Kurang Volume Pekerjaan atas Kontrak Pekerjaan Pembangunan Gedung Pusdiklat e. Penatausahaan dan pengelolaan asset lainnya dari tahun 2014 s/d 2018 mendapatkan opini laporan Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK RI. Menteri Koperasi dan UKM : a. Terkait laporan realisasi anggaran tahun 2018 sekitar 944 milliar rupiah. b. Program anggaran Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2018 sebesar Rp. 944.538.384.000,- dengan realisasi per 31 Desember 2018 telah sesuai target yang direncanakan sebesar Rp. 858.493.948.940,atau 90,89 persen. 56 c. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2018, BPK telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ketua KPPU : a. Alokasi PA KPPU TA 2018 untuk Program Pengawasan Persaingan Usaha adalah sebesar Rp. 134.795.052.000,- , Rp. 130.395.052.000 berasal dari Rupiah Murni dan Rp. 4.400.000.000,- berasal dari PNBP. b. KPPU telah merealisasikan 96% anggaran Program Pengawasan Persaingan Usaha tahun 2018 atau sebesar Rp. 129.472.704.106,- dari pagu anggaran. c. KPPU mendapatkan Opini WTP selama 7 tahun berturut-turut. Gambar 22. Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Perdagangan, dan Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua KPPU 14. Kamis, 18 Juli 2019 Kegiatan : Membuat Risalah Rapat Badan Legislasi DPR RI Tahun 2016, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 12.30 WIB – 15.30 WIB. 57 Uraian Kegiatan : Penulis ditugaskan untuk membuat risalah Rapat Panja Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan, 23 November 2016 dengan Pakar Hukum Pidana Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H., yang terdiri dari 3 kaset. Di DPR RI untuk pembuatan risalah rapat masih bersifat manual menggunakan tape recorder, dimana satu kaset biasanya berdurasi ±40 menit. Untuk memudahkan dalam penulisan risalah rapat menggunakan aplikasi speech texter dan rekaman suara yang terdapat di tape recorder di konversi menjadi rekaman suara digital. Adapun alasan penggunaan tape recorder tersebut karena untuk menjaga kerahasian rapat terutama rapat tertutup. Namun, hal ini tidak jarang menimbulkan kendala dikarenakan tape recordernya terkadang sulit untuk diputar rekamannya dan mengenai aplikasi speech texter yang awalnya bertujuan untuk memudahkan dalam mengkonversi rekaman suara menjadi sebuah teks terdapat kendala, karena tidak sepenuhnya teks otomatis yang tertulis tersebut, akurat ada banyak kata ataupun kalimat yang perlu diperiksa kembali. Selain daripada itu, untuk rapat tertutup tidak menggunakan aplikasi speech texter melainkan secara manual risalah rapatnya untuk menjaga kerahasian rapat. Mengenai risalah rapat RUU Kekarantinaan Kesehatan dalam mengerjakannya dibagi tugas, yakni penulis mendapatkan bagian kaset pertama yang memiliki durasi 35 menit. Adapun mengenai rekaman suara Pembahasan RUU Kekarantinaan Kesehatan terdiri dari 3 kaset. 58 Gambar 23. Penjelesan Kaset 1 mengenai Rekaman Suara Rapat Pembahasan RUU Kekarantinaan Kesehatan 15. Jumat, 19 Juli 2019 Kegiatan : Melanjutkan Pembuatan Risalah di tanggal 18 Juli 2019. Uraian Kegiatan : Pada hari ini, penulis melanjutkan pembuatan risalah rapat yang tertunda di tanggal 18 Juli 2019, yakni mengkoreksi kata perkata dan kalimat perkalimat dan menambahkan kata ataupun kalimat yang kurang dari teks risalah rapat yang telah ada di aplikasi speech texter, jadi penulis mendengarkan rekaman suara kaset 1 Pembahasan RUU Kekarantinaan Kesehatan dari awal hingga akhir sambil mengkoreksi teks risalah rapatnya usdah benar atau tidak. Setelah dikoreksi, penulis menyesuaikan teks risalah rapat dengan format risalah rapat yang diberikan. Setelah itu penulis menelaah lagi apakah ada kesalahan atau tidaknya. Setelah semuanya selesai, penulis memberikan risalah rapat ini kepada Pak Jainuri Achmad Imam Sudarko, S.A.P. selaku staf Pengadministrasi Rapat di Sekretariat Badan Legislasi. 59 Gambar 24. Penulis pada saat menkonversi rekaman suara dari tape recorder ke rekaman suara digital dan mengkoreksi teks otomatis di aplikasi speech texter. 16. Senin, 22 Juli 2019 Kegiatan : a. Badan Anggaran DPR RI – Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia, Pukul 11.14 WIB – 12.15 WIB. Uraian Kegiatan : Rapat ini dalam rangka Penyampaian dan Pengesahan Laporan Panja Perumus Kesimpulan Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN TA. 2019 yang menghasilkan beberapa point, yakni : 1) Iskandar Fraksi PPP, memaparkan laporan Panja Perumus Kesimpulan pembahasan Realisasi dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN TA 2019. Perekonomian Indonesia pada semester pertama tahun 2019 masih menunjukkan momentum positif ditengah perlambatan kinerja ekonomi di negara-negara maju ditopang oleh permintaan domestik yang mampu mengkompensasi turunnya kinerja perdagangan internasional. Kuatnya permintaan domestic tidak terlepas dari keberhasilan menjaga tingkat inflasi dan daya beli masyarakat, serta realisasi berbagai program pemerintah yang telah diagendakan dalam APBN. 60 2) Melemahnya Perekonomian negara maju terutama Amerika Serikat, Zona Eropa, dan Tiongkok, yang antara lain sebagai dampak dari kebijakan proteksionisme dan perang dagang serta ketidakpastian implementasi Brexit di Zona Eropa, cukup berimbas pada iklim ekonomi dan pelaksanaan APBN 2019. Tren harga komoditas dunia yang relatif lebih rendah disbanding tahun 2018, meskipun terdapat risiko tekanan dari sisi geopolitik yang berpotensi meningkat, juga berdampak terhadap pelaksanaan APBN 2019. Secara umum, sampai dengan paruh pertama tahun 2019, Pemerintah mencatat adanya risiko deviasi antara realisasi dan asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan di dalam APBN 2019, namun relatif tidak signifikan dan risiko tersebut masih dapat dimitigasi. Melihat pada kondisi terkini dan prospek ekonomi ke depan, Pemerintah tetap optimis perekonomian Indonesia masih akan tetap terjaga dalam tahun 2019, sebagai pijakan penyusunan rencana pembangunan dan kebijakan fiskal dalam tahun mendatang. 3) Dalam Semester I Tahun 2019, realisasi dan perkembangan indikator asumsi dasar ekonomi makro adalah sebagai berikut: a) Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,1% b) Tingkat inflasi mencapai 3,3% c) Rata-rata nilai tukar rupiah semester I tahun 2019 mencapai Rp. 14.197/USD d) Rata-rata tingkat suku bunga SPBN mencapai 5,8% e) Harga minyak mentah Indonesia mencapai US$ 63 per barel f) Lifting minyak dan gas bumi masing-masing mencapai 755 ribu barel per hari dan 1054 ribu barel setara minyak per hari 4) Realisasi program utang negara untuk memenuhi pembayaran utang dalam Semester I tahun 2019 adalah sebesar 134,8 T atau 48,9% dari pagu dalam APBN 2019. 61 Gambar 25. Badan Anggaran DPR RI dalam Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia. b. Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menkominfo RI, Pukul 15.10 WIB – 18.32 WIB. Uraian Kegiatan : Tindak lanjut hasil keputusan Raker Komisi I DPR RI dengan Menkominfo RI tanggal 18 Juni 2019 terkait dengan program 4000 BTS dan program Satelit Satria, Umroh Digital, Program dari Dana USO, STMultimedia Yogyakarta yang menghasilkan beberapa point, yakni : 1) Menkominfo berpendapat intinya bagaimana semua desa itu sudah istilahnya merdeka signal dari seluler. Tidak ada lagi desa yang tidak mempunyai signal seluler. Kita tidak bicara coverage dari desa, yang penting sudah ada. Makanya ada 4.000-an desa yang belum coverage desa. Terkait satelit, fokus penggunaan anggaran 20% pendidikan dan 5% kesehatan. Untuk sekolah belum semua terhubung dengan internet. Baik di pulau Jawa atau daerah USO. Daerah yang visible ataupun tidak secara bisnis dan keuangan. Juga dari Puskesmas. Menkominfo menyiapkan program dengan satelit untuk menjangkau semua fasilitas kesehatan, RS, kantor desa, kantor Polsek. Semua itu harus terhubung. Tentu kita harus punya program bertahap. Ini kombinasinya bisa narik kabel fiber optik, tapi 62 daerah remote pakai satelit. Pengadaan 4000 BTS itu dilakukan oleh Badan Aksesbilitas telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) menggunakan mekanisme pengadaan yanga ada sedangkan untuk satelit Satria pengadaanya menggunakan struktur seperti Palapa Ring. Perkiraan akhir 2022 satelitnya baru ada di udara. Secara umum ini program satelit. 2) Dirut Bakti, Kemenkoinfo, berpendapat bahwa Bakti mengindetifkasi lokasi mana saja yang menjadi perannya operator komersial, operator seluler.dan mana yang tidak dikembangkan karena alasan bisnis. Kami identifikasi ada 9 ribu lebih melalui peta desa digital. Difokuskan pada desa yang teridentifikasi ada populasinya, ada 5 ribu-an desa dalam konteks pengembangan jaringan seluler, seribu diantaranya sudah dikembangkan. Tahun 2020 harapannya dapat diselesaikan semuanya. Dengan seribu dan 4 ribu ke depan, target merdeka signal di tahun 2020. Akan dibangun infrastruktur BTS di lokasi 3T perbatasan. Skemanya akan dilibatkan berbagai stakeholders. Bakti dan mitra menyiapkan infrastruktur pasif. Termasuk listrik yang beroperasi 24 jam sehari, 7 hari dalm seminggu. Bakti akan menyiapkan towernya, listriknya, dan transmisinya. Ada 1 perangkat yang harus bekerja sama dengan operator dan mnyepakati lokasinya. 3) Sukamta Fraksi PKS berpendapat mengenai persoalan umroh digital, concern sja terdapat lebih dari seribu biro jasa haji umroh. Lebih baik mereka ini diberdayakan, dikasih keterampilan digital sehingga UMKM di Indonesia punya kapasitas dan pengetahuan walau mungkin Tokopedia dan Traveloka sebagai market place. Ini kapasitasnya besar mengapa mereka harus digandeng. Mungkin karena perjalanan waktu dan teknologi, akan mati 1-2 jasa umroh haji. Tetapi jangan sampai negara membuat kebijakan yang dapat melenyapkan mereka. Mungkin tujuannya baik, tetapi dampak politiknya sangat besar. Kalau muncul statement bisnisnya orang 63 islam, ini akan menjadi SARA. Kelompok NU, Muhammadiyah, kelompok lain mati karena dia. Baiknya kita berdayakan supaya menghadapi teknologi digital agar survive bahkan berkembang. 4) Evita Fraksi PDIP mengenai umroh dan haji tidak ada koordinasi yang baik. Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019, penyelenggaraan ibadah haji harus melibatkan UMKM Biro Haji yang ada, jadi Tokopedia dan Traveloka ini tidak bisa dilibatkan. 5) Rudiantara, Menkominfo berpendapat soal haji/umroh digital perihal Traveloka dan Tokopedia tidak akan menjadi travel umroh/haji seperti yang sudah-sudah. Disebalah Saudi Arabia mereka punya bargain power. Akan di secure 10 tahun kedepan. Mengenai keterlibatan Tokopedia dan Traveloka mereka tidak akan menjadi penyelenggara umroh/haji seperti biro penyelenggara umroh/haji lainnya. Hal ini sudah dibicarakan dengan Kemenag sebelum menandatangani MoU pun, sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Luar Negeri. Adapun keterlibatan Tokopedia dan Traveloka ini sejalan dengan perkembangan dunia digital kita sebagai representasi dari orang yang pergi umroh/haji. Jadi kita ingin secure terlebih dahulu Indonesia akan menjadi pasar. Traveloka memang menguasai travel sedangkan Tokopedia adalah salah satu investornya merupakan bank yang berpusat di Jepang. Jadi, Tokopedian dan Traveloka tidak akan dijadikan penyelenggara umroh/haji melainkan kita hanya ingin Indonesia menjadi pasar dari aplikasi yang dikembangkan secara internasional. Alasan kami melibatkan Traveloka adalah karena mereka sudah mengetahui mekanisme Travel, sedangkan alasan melibatkan Tokopedia adalah karena Softbank ini sudah menggandeng Tokopedia, ini jelas mempermudah kita dalam menyelenggarakan umroh/haji, tetapi mereka tidak akan mengambil porsi UMKM biro penyelenggara haji dan umroh. 64 Gambar 26. Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menkominfo RI c. Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X dengan Ikatan Dokter Indoensia (IDI), Pukul 11.19 WIB -14.08 WIB. Uraian Kegiatan : Menerima aspirasi dari Ikatan Dokter Indoensia (IDI), yang menghasilkan beberapa point, yakni: 1) Anggaran pendidikan hanya 17% dari 20% APBN. PR kita adalah agar pendidikan tinggi yang ada di dunia. Kita akan merevisi UU Pendidikan Kedokteran dan saya meminta masukkan kepada Komisi X terkait UU Pendidikan Kedokteran. Menerut Komisi X apakah kita membutuhkan berapa dokter yang dimana populasi masyrakat Indonesia yang terus meningkat. 2) IDI berpendapat perlu perubahan fundamental dalam UU Pendidikan Kedokteran. Kita sudah memiliki dokter umum sebanyak 138.000. Jumlah dokter yang terdaftar di konsil sebanyak 170.000 dan potensi penambahan dokter pertahun sekitar 12.000. 3) Menghitung dari pelayanan yang berbasis kapitasi dengan kepersertaan uyang terbatas maka tentunya apa yang menjadi kekhawatiran kami adalah dari 138 ribu ini dan juga nanti ditambah 12 ribu pertahun tidak semua dokter akan bisa melayani JKN atau BPJS. Ini yang akan menjadi kehawatiran dalam memproduksi 65 dokter sebagai tenaga intelektual professional bisa mengakibatkan pengangguran karena tidak adanya peraturan dalam produksi dokter. UU ini tidak memeperhatikan peran pemerintah yang terpenting adalah terkait pendidikan spesialis yang diatur lebih jelas. Ini tentunya menjadi perhatian kami dan menjadi perhatian Komisi X terkait pendidikan dokter. 4) Kesehatan adalah hak setiap warga negara seperti yang tercantum dalam UUD 1945 dan UU Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 antara sistem pendidikan dan sistem kesehatan saling berpengaruh. Secara langsung akan dibahas sistem pelayanan ksehaqtan dimana semua itu ditampung dalam sistem pembiayaan kesehatan di dalam pasalpasalnya akan terkait dengan sistem pembiayaan perusahaan. 5) Indonesia mampu mencapai SDG dan UHC. Pencapaian ini selain ditopang oleh pembiayaan, pendidikan, dan pelayanan njuga membutuhkan kesehatan wilayah. Dalam menghadapi revolusi industri dan juga kita ketahui bahwa saat ini kita dapat juga pada masyarakat ekonomi ASEAN berbagai macam kemudian juga ada kecenderungan secara internasional untuk melakukan penyetaraan pengakuan terhadap pendidikan kodokteran. Peran pemerintah pusat adalah sebagai fasilisator, Fakultas Kedokteran adalah standar. Indonesia menganut pendidikan kodekteran dan pemerintah pusat sebagai fasilitator. 66 Gambar 27. Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X dengan Ikatan Dokter Indoensia (IDI) 17. Selasa, 23 Juli 2019 Kegaiatan : a. Badan Anggaran DPR RI – Rapat Panja Perumus Kesimpulan dengan Pemerintah, Pukul 10.37 WIB – 11.43 WIB. Uraian Kegiatan : 1) Pembicaraan Tk. I/Pembahasan RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA. 2018 2) Membahas/Merumuskan Kesimpulan Rapat Kerja Pembahasan RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA. 2018 3) Said dari Fraksi PDIP memaparkan bahwa kita sadari capaian pertumbuhan ekonomi yang seharusnya 5,4% tapi masih di angka 5,17% ini masih jadi catatan kita bersama dalam perumusan RAPBN TA. 2020 nanti. Kita harus berhati-hati betul lebih baik kita memperkuat pemberian PKH dengan target yang optimal. Karena, sejujurnya pemakaian tabung gas LPG 3 kg ini tidak efektif, banyak juga masyarakat kelas menengah yang menggunakan tabung tersebut. Sejak tahun 2015 menurut koor Panja Pemerintah, rasio 67 hutang kita terus beranjak naik. Pemerintah harus sungguh-sungguh menindaklanjuti temuan BPK terkait 19 pengendalian internal dan 6 proyek ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Diharapkan temuan-temuan ini bisa segera diatasi dan tidak berulang kembali di tahun berikutnya. Pemerintah harus sungguhsungguh dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK terkait ditemukannya 19 kelemahan pengendalian internal, dan diharapkan tidak terjadi lagi di tahun 2019. 4) Sungkono, Fraksi PAN jika soroti masalah Lapindo di Sidoarjo, karena msalah ini sudah hampir 14 tahun dan belum selesai. Ada 2 kelompok korban dalam bencana lapindo ini, yaitu masyarakat biasa dan juga pelaku usaha, tetapi bagi pemerintah ini hanya memberi bantuan sepotong-potong saja. Oleh karenanya pemerintah dalam memberikan bantuan tidak mebeda-bedakan dan diharapkan juga agar eksekusi terkait lumpur Lapindo ini bisa segera dilaksanakan. Persoalan kewajiban negara dalam memberikan dana talangan bagi korban lumpur membedakannya. lapindo Banggar diharapkan akan Pemerintah terus tidak mengawasi pertanggungjawaban pemerintah terkait korban lumpur Lapindo tidak hanya di tahun 2019, tetapi juga di tahun-tahun sebelumnya. 5) Bambang dari Fraksi Gerindra berpendapat bahwa setelah kita melihat kinerja Pemerintah di tahun 2018 yang mendapatkan WTP memang masih perlu ada sektor yang dibenahi dari K/L dan non K/L yang harus mendapat perhatian dari pemerintah. Subsidi saat ini perlu dipilih-pilih karena sektor infrastruktur ada yang seharusnya sudah tidak perlu mendapatkan subsidi. Penting bagi pemerintah untuk terus mengawasi dan mebenahi beberapa K/L yang masih memiliki predikat disclaimer. Dalam hal ini subsidi meningkat tajam, sekitar 216 T, seharusnya subsidi ini bisa disaring kembali, karena banyak proyek infrastruktur kita yang seharusnya tidak diberikan subsidi, tetapi masih diberikan subsidi. Salah satu 68 contohnya adalah tol laut yang melalui jalur komersial, proyek tol laut masih mendapatkan subsidi yang besar, padahal yang melewatinya justru kapal swasta yang jumlahnya mencapai ratusan, sehingga subsidi yang diberikan ini tidak bermanfaat dan tidak membawa keuntungan bagi publik, barang-barang yang diangkut masuk ke mekanisme pasar dan hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Gambar 28. Badan Anggaran DPR RI pada saat Rapat Panja Perumus Kesimpulan dengan Pemerintah b. Forum Legislasi dengan tema “Tarik Ulur UU Pertanahan”, Media Center DPR RI Gedung Nusantara III, Lantai I, Pukul 13.00 – 14.30 WIB. Uraian Kegiatan : Forum Legislasi dengan tema “Tarik Ulur UU Pertanahan” dengan menghadirkan narasumber Ketua Panja RUU Pertanahan DPR RI, Herman Khaeron, Plt. Biro Hukum dan Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Andi Tenrisau, dan Kepala Pusat Perancangan UndangUndang Badan Keahlian DPR, Inosentius Samsul, dalam diskusi ini diperoleh beberapa point penting, yakni : 69 1) Pemerintah bersama DPR RI `menargetkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan selesai dalam waktu cepat karena RUU Pertanahan ini dinilai sangat penting untuk segera diundangkan. Sebabnya adalah RUU Pertanahan merupakan undang-undang implementasi atau operasionalisasi dari UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) atau dengan kata lain, UUPA sebagai lex generalis dan RUU Pertanahan sebagai lex specialis. 2) Ketua Panitia Kerjan (Panja) RUU Pertanahan DPR RI Herman Khaeron berpendapat bahwa RUU Pertanahan ini merupakan pengauatn dari UUPA yang menjadi acuan dalam urusan pertanahan yang harus memberikan rasa keadilan kepada masyarakat oleh karenanya, dalam RUU Pertanahan ini dikedepankan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat, sebab bisa menekan inflasi bidang pertanahan da nada pembaruan di bidang agrarian dan pengelolaan sumber daya alam. 3) RUU Pertanahan ini merupakan inisiatif dari DPR RI yang masuk Prioritas dan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 20092014 dan kembali menjadi prioritas pada periode 2015-2019. RUU ini diyakini bisa segera disahkan DPR RI pada periode sekarang, yang akan berakhir masa kerjanya pada September 2019. 4) RUU Pertanahan ini terdiri dari 15 bab dan substansinya ada di bab pertama hingga kelima yang pembahasannya sudah diselesaikan. Kemudian, 10 bab lainnya adalah bab pendukung. Isinya tentang Reformas Agraria, Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL), sanksi administrative dan sanksi hukum, pembentukkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang pertanahan, serta aturan lainnya. 5) Pelaksana Tugas Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian ATR/BPN Andi tenrisau berpendapat bahwa jika dilihat perspektif kemakmuran rakyat, undang-undang turunannya dengan UUPA, 70 sejak dibentuk sampai pelaksanaannya dirasakan masih ada pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan dengan lebih baik. 6) Jika kita lihat daari aspek sosial, misalnya pengaturan pertanahan atau pengaturan agraria selama ini, kita masih melihat adanya ketimpangan struktur penguasaan pemilikan dan penggunaan atau pemnfaatan tanah yang belum ideal, masih ada tumpang tindih pengaturan tentang sumber daya agraria. Kemudian, sengketa konflik pertanahan juga masih belum secepatnya terselesaikan. Selain itu, untuk mengikuti perkembangan teknologi, data teknologi, data pertanahan harus mulai terdigitalisasi dan pelayanan pertanahan berbasis online. Diharapkan RUU Pertanahan bisa menyelesaikan permasalahan ini. Gambar 29. Dari kiri moderator Wartawan Koran Sindo, Abdul Rochim, Ketua Panja RUU Pertanahan DPR RI, Herman Khaeron, Plt. Biro Hukum dan Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Andi Tenrisau, dan Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR, Inosentius Samsul. 71 18. Rabu, 24 Juli 2019 Kegiatan : a. Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan, Menteri PUPR, BMKG, BNPP, dan Kakorlantas, Pukul 14.43 WIB – 17.43 WIB. Uraian Kegiatan : Rapat ini diadakan dengan agenda Evaluasi Pelaksanaan Penanganan Arus Mudik Lebaran tahun 2019/1440 H, ynag memperoleh beberapa point, yakni : 1) Fary D dari Fraksi Gerindra memaparkan bahwa sesuai informasi yang kami peroleh secra umum kecelakaan lalu lintas dalam arus mudik lebaran 2019 menurun drastic untuk itu kita perlu memberikan apresiasi. Kita juga tidak bisa mengesampingkan mengenai harga tiket pesawat yang masih mahal, jadi ada beberapa para pemudik yang mebatalkan atau pindah moda transportasi lainnya untuk bisa mudik. Kemacetan masih panjang walaupun sudah dengan sistem satu arah harus adanya evaluasi lagi. Masih ada pemudik yang tidak mendapatkan tiket kereta api, bis, dan kapal laut dikarenakan tiket mudik sudah habis. Pada saat arus mudik lebaran 2019, JLM Dua Putra dilaporkan tenggelam pada selasa 4 Juni 2019 pada saat berlayar dari Kab Raha Sultra menuju Kab Sinjai dimana atas kejadian ini 6 ABK berhasil diselamatkan. 2) MenPUPR menyampaikan bahwa ini merupakan hasil kerja keras korlantas dan kemenhub, kami hanya mendukung kelancaran kegiatan ini. 3) Sekjen Kemenhub menyampaikan bahwa pelaksanaan angkutan lebaran tahun 2019 antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: a) Adanya upaya pembatasan operasional barang; b) Pelaksanaan inpeksi keselamatan angkutan umum; c) Peningkatan kualitas pelayanan tiket; 72 d) Peningkatan ketertiban dan keamanan; e) Menyediakan sarana dan transportasi yang memadai; f) Pengawasan moda transportasi yang intensif. Kami juga menyelenggarakan program Mudik Gratis, dengan realsiasi di tahun 2018 sebanyak 333 ribu penumpang, dan di tahun 2019 menjadi 515 ribu penumpang. Mengenai kecelakaan yang terjadi di jalan tol akan menjadi bahan evaluasi kami untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan di jalan tol. Mengenai harga tiket, kami akan bekerjasama dengan instansi-instansi terkait agar masyarakat dapat menikmati jasa transportasi yang ada. Gambar 30. Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan, Menteri PUPR, BMKG, BNPP, dan Kakorlantas. b. Komisi III DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI terkait Memberikan Pertimbangan atas Permohonan Amnesti Baiq Nuril Maknun, Gedung Nusantara II, Lantai II, Pukul 16.09 WIB Uraian Kegiatan : Komisi III DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI terkait meberikan pertimbangan atas permohonan 73 Amnesti Baiq Nuril Maknun, yang mengahasilkan beberapa point, yakni: 1) Yasonna Laoly selaku Menkumham memaparkan bahwa amnesti secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yang berarti lupa. Akibat dari tindak pidana dan dihapuskan. Pemerintah amnesti diberikan oleh Presiden selaku Kepala Negara. Sdr Baiq Nuril dijerat Pasal 27 UU Nomor 19 tahun 2016 juncto Pasal 45 UU ITE atas tuduhan merekam dan menyebarkan konten asusila. Berdasarkan putusan Judex Factie, Baiq Nuril dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam UU ITE. Kemudian, Jaksa mengajukan kasasi ke MA, dan Sdr. Baiq Nuril divonis hukuman penjara selama 6 bulan dengan denda Rp. 500 juta. Sdr. Baiq Nuril kemudian mengajukan PK ke MA. Namun, berdasarkan Putusan Nomor 83/PK/PID.SUS/2019 pengajuan PK yang dilakukan Baiq Nuril ditolak, dan Baiq Nuril ditetapkan sebagai pelaku yang melanggar UU ITE. Amnesti dapat diberikan kepada orang perseorangan yang mendapatkan persoalan hukum seperti Baiq Nuril. 2) Secara etimologis, amnesti berasal dari kata amnestia yang artinya melupakan. Untuk itu pemberian amnesti oleh Presiden bermaksud untuk meniadakan hukum pidana yang timbul dari suatu tindak pidana. Dalam hal ini pemberian amnesti harus berdasarkan pertimbangan DPR bersangkutan adalah sengguhnya semata-mata perbuatan yang dilakukan melindungi diri sebagai perempuan, ibu, dan istri. Selama ini pemberian amnesti hanya terkait pada tindak pidana politik, tetapi seiring perkembangan zaman dan perkembangan doktrin yang berlaku, maka pemberian amnesti ini seharusnya bisa diberikan juga pada terpidana tindak pidana umum. Pemberian amnesti ini rasanya perlu dan harus di dukung. Sebab ini sejalan dengan nawacita Presiden untuk 74 menegakkan perempuan dan melindungi perempuan dari berbagai ancaman kekerasan. 3) Sebenarnya soal pembangunan hukum adalah kita mengundang pegiat hukum. Pertimabnagannya dalam rangka keadilan di masyarakat. Karena yang dilakukan Nuril adalah mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai perempuan. Kalaui dia memperjuangkan, jangan-jangan saya menjadi korban. Soal UU Nomor 11 memang benar sudah tidak ada dasarnya dan UU ini pada dasarnya Bung Karno digunakan untuk memberikan amnesti kepada Firery. Kami tetap dalam pemikiran harus ada ruang yang harus kita buat untuk hal-hal seperti ini. Saya percaya oleh Bamus akan diberikan kepada Komisi II terkait tata cara pemberian amnesti dan abolisi untuk kedepannya. 4) Penegakkan hukum yang dimaksud disini adalah penegakkan rasa keadilan terutama bagi perempuan. Karena kalau pemberian amnesti ini tidak disetujui, maka terdapat preseden bahwa dimana perempuan yang dilecehkan oleh seseorang yang jabatannya lebih tinggi dari dirinya dan akan merasa takut karena akan dianggap sebagai pelaku. Padahal mereka adalah korban dari pelecehan. Rencana kami setelah ini adalah membuat RUU tentang amnesti. Sebab, harus ada ruang yang kita buat untuk hal-hal seperti ini. RUU Amnesti ini sedang dalam tahap FGD dan nantinya RUU ini diharapkan dapat menjadi payung hukum yang melindungi harkat dan martabat perempuan. 75 Gambar 31. Yasonna Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan Komisi III DPR RI. 19. Kamis, 25 Juli 2019 Kegiatan : a. Rapat Paripurna ke-23 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 2018-2019, Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara II, Lantai 3, Pukul 10.55 WIB – 12.22 WIB. Uraian Kegiatan : 1) Pendapat Fraksi-fraksi terhadap RUU Usul Komisi IX DPR RI tentang Pengawasan Obat dan Makanan dilanjutkan dengan Pengambilan Keputusan menjadi RUU Usul DPR RI Mengenai agenda rapat ini, oleh Utut Fraksi PDIP dipaparkan bahwa akan diserahkan secara tertulis oleh masingmasing perwakilan fraksi. 2) Pendapat Fraksi-fraksi terhadap hasil pembahasan Peraturan DPR RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR RI untuk dapat disetujui dan ditetapkan Dalam agenda Rapat ini diwakilkan oleh Sarmuji, S.E., M.Si. (Fraksi Golkar) untuk menyampaikan hasil evaluasi 76 pembahasan, yakni berdasarkan hasil kajian dan evaluasi terhadap Peraturan DPR, Baleg memandang perlu mengganti Peraturan terkait tenaga ahli. Terkait TA dan staff administrasi, Panja menjalankan rapat intensif. Ketentuan mengenai TA dan alat kelengkapan paling sedikit 10 orang dan Badan Legislasi sebanyak 15 orang. Penegasan lingkup TA terkait BPJS Kesehatan dan BPJSTK. Rancangan Peraturan DPR RI tentang pengelolaan TA ini ada 9 bab. Hasil kerja panja di adakan pleno Baleg dan kemudian dilanjutkan oleh mini fraksi. Lalu, RUU tentang Pengelolaan TA ini disetujui dalam tingkat I. Hal-hal yang diatur dalam Rancangan Peraturan DPR RI tentang Tenaga ahli adalah sebagai berikut: a) Jumlah TA untuk AKD, yaitu 10 orang, dan untuk baleg 15 orang. b) AKD yang diberi kewenangan untuk merekrut TA adalah BAKN dan Bamus. c) Penambahan ketentuan mengenai tambahan hak TA berupa tunjangan masa kerja. d) Penegasan jaminan sosial TA berupa pemberian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. e) Penambahan ketentuan mengenai pengangkatan kembali TA AKD yang sudah bekerja selama 1 periode atau lebih. Adapun ketentuan mengenai peraturan tata tertib DPR RI tentang TA dan Staf Ahli Anggota DPR terdiri dari 9 bab dan 51 Pasal. 3) Laporan Komisi XI DPR RI tentang Hasil Uji Kepaturan dan Kelayakan Calon Deputi Gubernur Senior BI dilanjutkan dengan Pengambilan Keputusan Pada agenda rapat ini diwakili oleh Achmad Hafisz Tohir Fraksi PAN untuk menyampaikan laporannya, yakni ketentuan Pasal 41 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 6 tahun 2009 yang berbunyi 77 Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Nomor R-16/Pres/04/2019, tanggal 25 April 2019, perihal usul calon deputi senior BI, berdasarkan surat yang dimaksud Presiden telah mengusulkan saudara Destry Damayanti untuk menggantikan Saudara Mirza Adityaswara menindaklanjuti surat tersebut, rapat konsultasi rapat Bamus antara pimpinan DPR RI dan pimpinan fraksi-fraksi pada tanggal 9 Mei 2019 memutuskan Komisi XI DPR RI melakukan pembahsan calon Deputi Gubernur Senior BI berdasarkan penugasan dari rapat konsultasi pengganti rapat Bamus tersebut, Komisi XI DPR RI mengadakan serangkaian kegiatan sebagai berikut: a) Tanggal 1 Juli 2019, Komisi XI DPR RI melakukan uji kelayakan dan uji kepatutan (fit and proper test) terhadap calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. b) Tanggal 8 Juli 2018, Komisi XI DPR RI mengadakan RDP dengan kepala BIN untuk meminta masukkan terhadap para calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. c) Tanggal 9 Juli 2019, Komisi XI DPR RI mengadakan RDPU dengan PE`RBANAS dan HIMBARA untuk meminta masukkan terhadap para calon Deputi Guber Senior Bank Indonesia. d) Tanggal 10 Juli 2019, Komisi XI DPR RI mengadakan RDP dengan Kepala PPATK untuk meminta masukkan terhadap para calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Mengakhiri proses pembahasan terhadap calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada tanggal 11 Juli 2019 Pukul 15.00 WIB mengadakan rapat internal dalam pengambilan keputusan. Setelah mendengarkan masukkan, saran, dan pendapat dari seluruh fraksi. Rapat interna Komisi XI DPR RI memutuskan secara musyawarah mufakat untuk menetapkan saudara Destry Damayanti sebagai Deputi Gubernur Senior BI 2019-2024. Kami mengharapkan agar 78 calon Deputi Gubernur Senior BI terpilih dapat menjaga stabilitas perekonomian nasional dalam menghadapi adanya potensi gejolak ekonomi global. 4) Laporan Komisi III DPR RI terhadap Pertimbangan atas Pemberian Amnesti kepada Saudara Baiq Nuril Maknun Dalam agenda rapat ini pemaparannya diwakilkan oleh Erna Suryani dari Fraksi Demokrat, yakni berdasarkan Surat Presiden Republik Indonesia No. R28/Pres/07/2019 tertanggal 15 Juli 2019 tentang Permintaan Pertimbangan atas Permohonan Amnesti Baiq Nuril Maknun, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Penugasan Badan Musyawarah DPR RI Masa Persidangan V Tahun Sidang 2018-2019 Nomor: PW/11188/DPR RI/VII/2019, tertanggal 16 Juli 2019, untuk melakukan pembahsan Permintaan Pertimbangan atas Permohonan Amnesti Sdri. Baiq Nuril Maknun. Setelah mendengar dan memperhatikan peristiwa hukumyang dialami oleh Sdri. Baiq Nuril maknun dalam Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr. tanggal 26 Juli 2017 dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 574/K/PID.SUS/2019 tanggal 4 Juli 2019, yang amar putusannya adalah yang bersangkutan dijatuhi pidana penjara selama 6 (enam) bulan dikurangi dengan waktu selama berada dalam tahanan sementara, dan pidana denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) susbsidair pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan, sebab yang bersangkutan dipersalahkan melakukan tindak pidana “tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diakses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” Komisi III DPR RI mengapresiasi dan menghormati Puttusan PK Nomor 83 PK/PID.SUS/2019 yang menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) sdr. Baiq Nuril maknun. Namun demikian, Komisi III DPR RI juga mempertimbangkan aspirasi keadilan masyarakat luas, bahwa 79 Sdr. Baiq Nuril Maknun adalah korban sebenarnya, bukan pelaku sebagaimana didakwakan dalam Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 43 UU ITE Baiq Nuril Maknun adalah korban kekerasan verbal dan yang dilakukan oleh Sdri. Baiq Nuril sebagai bentuk upaya melindungi diri dari kekerasan psikologis dan kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. Pemberian Amnesti adalah bagian dari hak Presiden sebagai Kepala Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 71 huruf (i) UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) jo. Pasal 6 huruf (i) Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib yang juga mengatur perihal kewenangan DPR untuk “memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi.” Putusan hukum yang telah dikeluarkan oleh lembaga yudikatif telah memenuhi unsur kepastian hukum melalui penetapan pengadilan. Namun demikian, munculnya permintaan pertimbangan atas permohonan amnesti ini dalah wujud dari ketidakhadiran unsur kemanfaatan dan juga keadilan. Oleh sebab itu, penting kiranya DPR RI melalui Komisi III atas permohonan amnesti Sdri. Baiq Nuril Maknun. Peserta rapat Paripurna menyetujui untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maknun. 5) Pengesahan Perpanjangan pembahsan 17 (tujuh belas) RUU, yaitu: a) RUU tentang Kewirausahaan Nasional; b) RUU tentang Wawasan Nusantara; c) RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual; d) RUU tentang Pekerja Sosial; e) RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagaman; 80 f) RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN); g) RUU tentang Masyarakat Hukum Adat; h) RUU tentang Pertanahan; i) RUU tentang KUHP; j) RUU tentang Jabatan Hakim; k) RUU tentang Mahkamah Konstitusi; l) RUU tentang Pemasyrakatan; m) RUU tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; n) RUU tentang BUMN; o) RUU tentang Bea Materai; p) RUU tentang Sumber Daya Air; q) RUU tentang Perkoperasian; Mengenai perpanjangan pembahsan 17 (tujuh belas) RUU diatas disetujui oleh seluruh peserta Rapat Paripurna. 6) Laporan Akhir Pansus Angket DPR RI tentang Pelindo II; Dalam agenda rapat ini, dipaparkan oleh Rieke Diah Pitakloka selaku Ketua Pansus Pelindo II, yang memberikan rekomendasi sebagai berikut: a) Pansus sangat merekomendasikan dibatalkannya perpanjangan kontrak antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holdings (HPH). Pada akhirnya kontrak tersebut putus dengan sendirinya, sehingga Indonesia tidak perlu membayar uang percepatan penyelesaian transaksi (early termination). b) Pansus merekomendasikan untuk diberikannya peringatan dan dilakukannya pengawasan terhadap kasus-kasus fraud engineering di PT. Pelindo II. c) Terkait persoalan ketenagakerjaan, Pansus merekomendasikan agar PT Pelindo II dapat memperkerjakan kembali karyawan yang di PHK dan dimutasi secara sepihak. 81 d) Pansus dapat sangat merekomendasikan agar PT Pelindo II dapat memperkerjakan kembali karyawan yang di PHK dan dimutasi secara sepihak. e) Pansus sangat merekomendasikan kepada Menteri BUMN untuk memberhentikan Dirut Pelindo II. f) Pansus telah memiliki penemuan bahwa Menteri BUMN dengan sengaja membiarkan adanya tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan, khususnya UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. g) Pansus merekomendasikan agar Presiden mencekal investasi asing yang dalam jangka panjang dapat merugikan Indonesia. Untuk itu, Pansus merekomendasikan agar Presiden dapat menggunakan hak prerogative Presiden untuk memberhentikan Rini Soemarno selaku Menteri BUMN. 7) Pidato penutupan Masa Persidangan V TS 2018-2019. Pada agenda persidangan ini, dipaparkan oleh pimpinan Rapat Paripurna Drs. Utut Adiyanto Wahyuwidayat FPDIP yang memaparkan bahwa sebagaimana biasa dalam setiap penutupan masa persidangan, DPR akan menyampaikan penjelasan kepada public mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi Dewan, dimulai dari fungsi legislasi, anggaran, pengawasan, dan diplomasi parlemen. Selama Masa Persidangan V, DPR telah bekerja keras dalam pembahsan RUU bersama dengan pemerintah dan syukur Alhamdulillah berhasil menyetujui 3 (tiga) RUU menjadi UndangUndang, yaitu: a) RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran tentang Bantuan Timbal balik dalam Masalah Pidana (Treaty between the Republic of Indonesia and the Islamic Republic of Indonesia and the Islamic Republic of Iran in Mutual Legal Assistance in Criminal matters); 82 b) RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran tentang Ekstradiksi (Treaty between the Republic of Indonesia and the Islamic Republic of Iran on Extradition); Pengesahan persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran tentang Bantuan Timbal Balik dalam masalah Pidana dan Ekstradiksi diharapkan akan meningkatkan kerja sama yang saling menguntungkan dalam bidang pemberantasan tindak pidana antar kedua negara. Perjanjian kerja sama ini juga bertujuan untuk mengantisipasi timbulnya tindak pidana yang tidak lagi mengenal batas yurisdiksi suatu negara. c) RUU tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; Untuk menjadi bangsa yang maju dan modern, kita harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. RUU ini bertujuan untuk meningkatkan kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan nasional serta memenuhi hak konstitusional setiap warga negara untuk memperoleh manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi. Gambar 32. Power Point Rapat Paripurna ke-23 DPR RI Masa Persidangan V Tahun 2018-2019 83 b. Dialektika Demokrasi dengan tema “Gerindra Gabung Ancaman Kursi Koalisi?”, Media Center DPR RI Gedung Nusantara III, Lantai I, Pukul 13.00 WIB – 15.00 WIB. Uraian Kegiatan : Diskusi ini menghadirkan narasumber, yakni Ketua Fraksi PKB DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, Anggota Fraksi PKS DPR RI, Aboebakar Alhabsyi, Anggota Fraksi PDIP DPR RI, Eva Kusuma Sundari, Pengamat Politik CSIS, Arya Fernandes dan moderator Ninding Julius Permana (Wartawan RRI). Dalam agenda rapat ini, mengahasilkan beberpa point, yakni: 1) Eva Kusuma Sundari FPDIP mennyatakan bahwa partai-partai politik anggota KIK agar tidak perlu khawatir karena Partai Gerindra belum tentu akann masuk ke koalisi partai politik pendukung pemerintah. Munculnya hipotesa bahwa masuknya Partai Gerindra akan mengurangi jatah dari partai politik anggota koalisi, tidak karena komposisi menteri cabinet saja belum dibicarakan. Di KIK sudah ada mekanisme sutau partai akan bergabung atau tidak, seperti yang disebutkan Presiden terpilih Jokowi. Mekanismenya, ketika Presiden bertemu dengan semua ketua umum partai politik anggota koalisi, kemudian membicarakan bagaimana komposisi, formasi, lalu portofolio. 2) Peniliti politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menyatakan bahwa penambahan anggota koalisi memiliki risiko bagi KIK, yakni gejolak politik internal dan kerepotan bagi Presiden dalam menentukan langkah politik. Ada dua situasi dalam pemilu kemarin yang sangat berbeda, yakni platform politik, terutama platform ekonomi. Pemerintah akan menyatukan platform-platform tersebut ke dalam kebijakannya. Kondisi tersebut berpotensi menghadirkan dua blok koalisi di internal. Hal itu, bahkan sudah mulai terjadi. Salah satunya dari pertemuan empat ketua umum partai KIK tanpa dihadiri PDIP. Di 84 sisi lain, PDIP justru melakukan pertemuan dengan Prabowo Subianto. 3) Aboebakar Alhabsyi dari Fraksi PKS menyatakan pendapatnya bahwa pertemuan antara Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai hal biasa. Namun, yang luar biasa itu adalah ‘dalang’ dibalik layar pertemuan yang dikenal dengan ‘Politik Nasi Goreng’ tersebut. Pertemuan Mega dan Prabowo itu, hanya nostalgia. Justru yang menarik adalah siapa yang bermain cantik dibalik layar. Merujuk Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan yang hadir pada pertemuan antara Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto sebelumnya. Kepala BIN itu bermain cantik dibalik dua pertemuan Prabowo dengan Jokowi maupun Megawati itu. Budi Gunawan telah menyiapkan pertemuan itu dengan baik. Aboebakar tidak ingin menilai apakah yang dilakukan itu sesuai dengan tugas pokoknya sebagai BIN mengingat belum ada kejadian yang sama sebelumnya. Sedangkan terkait pertemuan tersebut, Aboebakar mengklaim bahwa Gerindra jadi merapat ke koalisi akan ada yang merasa ‘kurang nyaman’. Pastinya ada yang takut tidak kebagian jatah garagara Gerindra masuk. Gambar 33. Dari kiri moderator Ninding Julius Permana (Wartawan RRI), Ketua Fraksi PKB DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, Anggota 85 Fraksi PDIP DPR RI, Eva Kusuma Sundari, Anggota Fraksi PKS DPR RI, Aboebakar Alhabsyi, dan Pengamat Politik CSIS, Arya Fernandes. 20. Jumat, 26 Juli 2019 Kegiatan : Membuat Notulensi Rapat mengenai Rapat Pembahasan RUU tentang Penanggulangan Bencana dengan BMKG dan BNPB, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 10,35 WIB – 12.30 WIB. Uraian Kegiatan : Dikarenakan sedang masa reses di DPR RI tidak ada agenda rapat. Karenanya Penulis ditugaskan membuat notulensi rapat mengenai Pembahasan RUU tentang Penanggulangan Bencana dengan BMKG dan BNPB, yang masing-masing memiliki rapat ini berdurasi ±1 jam. ` Gambar 34. Penulis pada saat mengerjakan Notulensi Rapat Pembahasan RUU tentang Penanggulangan Bencana. 86 21. Senin, 29 Juli 2019 Kegiatan : Membuat Risalah Rapat mengenai Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi mendengarkan masukkan DPD RI terkait Harmonisasi RUU tentang Perkelapasawitan pada tanggal 14 September 2017, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 11.30 WIB – 15.00 WIB. Uraian Kegiatan : Dikarenakan sedang masa reses di DPR RI tidak ada agenda rapat. Karenanya Penulis diberikan tugas untuk membuat Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi RUU tentang Perkelapasawtitan dengan agenda mendengarkan masukkan DPD RI terkait Harmonisasi RUU tentang Perkelapasawitan. Mengenai RUU Perkelapasawitan ini rekaman suaranya terdiri dari 3 kaset, yang masing-masing memiliki durasi ±40 menit. Pada hari ini penulis mendapatkan bagian kaset 1. ` Gambar 35. Kaset-kaset rekaman suara dan contoh risalah rapat. 22. Selasa, 30 Juli 2019 Kegiatan : Melanjutkan pembuatan Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi mendengarkan masukkan DPD RI terkait Harmonisasi RUU tentang 87 Perkelapasawitan pada tanggal 14 September 2017, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 09.30 WIB – 14.00 WIB. Uraian Kegiatan : Melanjutkan pembuatan Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi RUU tentang Perkelapasawtitan di tanggal 29 Juli 2019 yang belum selesai, yakni mendengarkan ulang rekaman suara sambil membenarkan kata perkata dan menambah beberapa paragraph kalimat yang salah atau tidak terdeteksi. Gambar 36. Penulis pada saat membuat Risalah Rapat. 23. Rabu, 31 Juli 2019 Kegiatan : Melanjutkan pembuatan Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi mendengarkan masukkan DPD RI terkait Harmonisasi RUU tentang Perkelapasawitan pada tanggal 14 September 2017, Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai I, Pukul 11.30 WIB – 14.50 WIB. Uraian Kegiatan : Melanjutkan pembuatan Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi RUU tentang Perkelapasawtitan di tanggal 29 Juli 2019 yang belum selesai, yakni mendengarkan ulang rekaman suara sambil membenarkan kata 88 perkata dan menambah beberapa paragraph kalimat yang salah atau tidak terdeteksi. Menggabungkan catatan rapat RUU Perkelapasawitan dari kaset 1, kaset 2, dan kaset 3 dan disesuaikan dengan format Risalah Rapat yang diberikan. Gambar 37. Kaset-kaset rekaman suara yang Penulis gunakan untuk membuat Risalah Rapat. B. Pengalaman Positif yang Diperoleh dari Kegiatan Magang Penulis melaksanakan kegiatan magang dari tanggal 1 Juli 2019 sampai dengan 31 Juli 2019 selama satu bulan melaksanakan kegiatan magang penulis senantiasa berusaha menjalin komunikasi dan kerja sama yang baik dengan para karyawan sekretariat Badan Legislasi DPR RI. Selama kegiatan penulis banyak sekali mendapat pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan yang didapat oleh penulis diantaranya penulis mengetahui bagaimana berlangsungnya sebelum rapat yang diadakan di DPR, dan mendapat banyak masukan pengetahuan mengenai hal-hal yang akan dijalankan anggota bagi kepentingan negara dan rakyatnya, pengalaman paling berharga dari yang penulis dapat adalah interaksi kekeluargaan yang tercipta dari organisasi dalam lingkup kecil maupun lingkup besar yang terjadi dilingkungan DPR RI, kegiatan magang selama penulis lakukan berada di bagian Badan Legislasi yang termasuk ke dalam bagian Biro Persidangan II, dengan tugas sebagai berikut : 89 1. Menginventarisasi buku-buku yang ada di Badan Legislasi, yakni dengan menghitung jumlah tiap buku yang ada berdasarkan judulnya, mencatat jumlah, dan merapihkan catatan dengan format Microsoft Word. 2. Mengarsipkan surat-surat rapat, yaitu mengarsipkan surat, penyortiran surat, mencap surat, melipat surat, memasukkan surat ke dalam amplop, dan pengarsipan lainnya 3. Membuat risalah rapat, yaitu mendengarkan rekaman suara rapat melalui tape recorder, mengkonversi rekaman suara rapat dari tape recorder ke rekaman suara digital, menggunakan aplikasi speech texter untuk menulis rekaman rapat secara otomatis, mengkoreksi dan menambahkan kata perkata, kalimat perkalimat risalah rapat bila ada kesalahan dalam penulisan maupun pengejaannya. 4. Membuat notulensi rapat, yaitu pada saat rapat berlangsung dicatat apa saja yang dibicarakan oleh tiap anggota rapat. 5. Mengikuti rapat-rapat yang ada di Badan Legislasi baik rapat yang bersifat terbuka dan tertutup. 6. Bila tidak ada kegiatan di Baleg diperbolehkan untuk mengikuti rapat yang terbuka untuk umum di komisi-komisi DPR RI, rapat Paripurna, dan rapat Badan Anggaran. 7. Mengikuti diskusi Forum Legislasi yang diadakan di Media Center DPR RI. C. Tantangan Selama Magang 1. Masalah Kebijakan Masalah kebijakan yang ditemukan penulis selama melakukan kegiatan magang antara lain : a. Kurang disiplin waktu anggota dewan dalam menghadiri rapat oleh karenanya rapat seringkali dimulai terlambat dari waktu yang telah ditentukan. b. Kurangnya disiplin karyawan dalam menempatkan area merokok disetiap tempatnya dan kurangnya kesadaran karyawan dan anggota dalam mematuhi peraturan yang ada. 90 2. Masalah operasional Masalah operasional yang ditemukan penulis selama melakukan kegiatan magang antara lain : a. Kurangnya tersedia alat elektronik Seperti yang diketahui disetiap ruang lingkup kerja memerlukan alat penunjang agar kinerja menjadi lebih mudah, akan tetapi alat-alat yang ada didalam ruang lingkup penulis melaksakan magang diketahui kurang memadai bagi setiap pekerjanya baik tenaga ahli maupun karyawan. Tenaga ahli dan karyawan harus berbagi komputer untuk melakukan pekerjaannya sehingga pekerjaan dari tenaga ahli dan karyawan menjadi kurang optimal. b. Terjadinya penumpukan buku-buku yang seharusnya diselesaikan terkait kesejahteraan pegawai. Ketidakrapihan dalam penyusunan dan penumpukkan bukubuku yang berada di bawah meja mengakibatkan ketika duduk terganggu oleh tumpukkan buku dan kurang berkonsentrasi dalam pekerjaannya. c. Masalah Penataan Ruang Kantor Masalah lainnya yang penulis temukan adalah penataan ruangan rapat Badan Legislasi adalah sebagai berikut : 1) Tidak tertatanya dengan rapih didalam ruangan rapat Badan Legislasi, dengan banyaknya tumpukan buku dan undang-undang yang berantakan. 2) Banyaknya kertas yang tidak terpakai dan dibiarkan menumpuk diatas alat penghancur kertas. 91 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Selama satu bulan penuh (1 Juli 2019 - 31 Juli 2019) penulis berada di dalam lingkup Badan Legislasi DPR RI dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Badan Legislasi DPR RI sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap. Pembentukan Badan Legislasi tidak dimaksudkan untuk mengambil alih hak-hak anggota DPR untuk mengajukan RUU usul inisiatif tetapi hanya berfungsi untuk memberikan dukungan, dan/atau membantu, baik secara teknis maupun pengembangan substansi suatu RUU. 2. Badan Legislasi selain menyelenggarakan tugas pokok dan memiliki fungsi yang kewenangannya untuk menampung aspirasi masyarakat baik dengan cara kunjungan kerja maupun dengan cara menerima kunjungan tamu dari berbagai kalangan masyarakat yang datang ke Badan Legislasi. 3. Selama magang penulis membantu sebagian kecil dari kegiatan atas tugas Baleg secara keseluruhan. 4. Maka dalam kegiatan magang ini penulis memperoleh berbagai pengalaman, banyak pengetahuan bahkan wawasan lebih luas mengenai hubungan internasional di bagian parlemen maupun di dunia kerja secara nyata. Oleh karena itu penulis merasa sangat beruntung dapat melakukan magang di Badan Legislasi DPR RI. B. Saran 1. Saran untuk Mahasiswa Magang a. Mahasiswa magang harus lebih mempersiapkan diri, baik dari segi akademik maupun kemampuan sehingga tidak ada kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan pada tempat magang. b. Mahasiswa magang harus survey terlebih dahulu ke tempat magang untuk mengetahui job description yang akan menjadi tanggung 92 jawabnya selama magang berlangsung sehingga akan lebih maksimal dalam menjalankan tugasnya. c. Berkerja dengan disiplin dan penuh tanggung jawab pada setiap tugas yang diberikan, dan jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas dapat meminta bantuan/bimbingan terhadap pekerja lainnya di tempat magang. 2. Saran untuk Badan Legislasi DPR RI a. Penulis berharap agar karyawan-karyawan serta staf di Badan Legislasi DPR RI tetap mempertahankan dan meningkatkan kedisipinan serta meningkatkan kemampuan dalam teknik pelayanan yang baik bagi anggota DPR RI dan masyarakat luas. b. Seluruh staf atau pegawai Badan Legislasi DPR RI, apabila dalam penempatan magang mahasiswa tersebut tidak ada pekerjaan, maka mahasiswa dapat di rolling/di pindahkan ke tempat yang aktif pekerjaannya. 3. Saran untuk Universitas a. Mempermudah proses birokrasi dalam pengurusan perizinan magang sehingga mahasiswa yang hendak melaksanakan magang tidak mengalami kendala karena lamanya proses pembuatan surat izin magang. b. Menjalin kerjasama dengan berbagai instansi, sehingga mempermudah mahasiswa dalam pencarian tempat pelaksanaan magang. 93 DAFTAR PUSTAKA Buku Badan Legislasi DPR RI. Badan Legislasi DPR RI (Kinerja Periode 20092014). Jakarta: Badan Legislasi DPR RI, 2014. . Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (BALEG DPR RI). Cet. 1. Jakarta: Biro Pemberitaan Parlemen Setjen DPR RI, 2018. Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI. Laporan Kinerja Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Setjen dan BK DPR RI) Tahun 2016. Jakarta: Setjen BK DPR RI, 2016. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. . Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Internet DPR RI. http://www.dpr.go.id/setjen/tentang, diakses pada tanggal 25 Juli 2019, Pukul 16.00 WIB. . http://www.dpr.go.id/akd/index/id/Tentang-Badan-Legislasi, diakses pada tanggal 27 Juli 2019, Pukul 13.20 WIB. 94 LAMPIRAN-LAMPIRAN 95 Lampiran 1. Surat Permohonan Magang 96 Lampiran 2. Analisa Penerimaan dan Penempatan Permohonan Magang/Praktik Kerja Lapangan 97 Lampiran 3. Nota Dinas 98 Lampiran 4. Tanda Pengenal/Nametag Magang Gambar 38. Tampak depan Nametag yang digunakan Penulis selama magang di DPR RI Gambar 39. Tampak Belakang Nametag yang digunakan Penulis selama magang di DPR RI 99 Lampiran 5. Lembar Penilaian Magang 100 Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Magang 101 Lampiran 7. Jurnal Kegiatan Harian 102 103 104 105 Lampiran 8. Jurnal Bimbingan Magang 106 Lampiran 9. Risalah Rapat Panja Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan, 23 November 2016 dengan Pakar Hukum Pidana Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H DPR RI Tahun 2016 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEKARANTINAAN KESEHATAN RABU, 23 NOVEMBER 2016 Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Jenis Rapat Dengan Sifat Rapat Hari, tanggal Pukul Tempat Ketua Rapat Sekretaris Acara Hadir : : : : : : : : : : : : 2016 - 2017 I Pleno Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H. dan Prof. Dr.Mudzakkir, S.H., M.H. Terbuka Rabu, 23 November 2016 13.00 WIB Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I lantai 1 Dr. H. Dossy Iskandar Prasetyo Widiharto, S.H., M.H. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan : 30 orang, izin 5 orang dari 74 orang Anggota KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO): Bismilah hirohman nirohim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera buat kita semua. Yang saya hormati Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H. pakar pidana kita yang sudah hadir hari ini, Yang saya hormati Dr. Eva Achjani Zulfa yang sudah hadir, Anggota Badan Legislasi dan hadirin sekalian yang berbahagia. 107 Alhamdulilah puji syukur Kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas perkenan-Nya, kita bisa hadir dalam Rapat Panja pada hari ini dalam rangka meminta masukan untuk pembahasan menyangkut soal Rancangan UndangUndang tentang Kekarantinaan Kesehatan. Berdasarkan laporan dari Sekretariat, jumlah anggota yang telah menandatangani sebanyak 25 orang, anggota izin 5 orang dan dihadiri oleh 10 fraksi. Karena rapat ini tidak dalam rangka mengambil keputusan, maka rapat ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. (RAPAT DIBUKA PUKUL 13.50 WIB) Pimpinan dan anggota Baleg narasumber dan hadirin yang saya hormati pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan yang telah ditugaskan oleh BAMUS (Badan Musyawarah DPR) dan Badan Legislasi telah menyelesaikan pembahasan sejumlah tim dari Rancangan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan ini terkait dengan pengaturan pidana yang tercantum dalam draft RUU yang telah disepakati oleh Panja untuk meminta masukkan dan pendapat pandangan dari pakar hukum pidana untuk itu pada rapat hari ini Badan Legislasi mengundang Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H. dari Universitas Islam Indonesia yang baju putih pake dasi yang sering kita lihat di TV dan Dr. Eva Achjani Zulfa dari Universitas Indonesia tentunya kita ingin mendapatkan pandangan-pandangan untuk menambah dan memperkaya terhadap materi perancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan yang sedang kita bahas ini khususnya adalah point yang berkaitan dengan muatan pencantuman sanksi pidana dan pemidanaan yang sesuai dengan perkembangan pembahasan hukum pidana yang sedang berlangsung di Komisi III. Untuk kelancaran jalannya rapat saya bacakan susunan agenda rapat pada hari ini sebagai berikut: 1. Pengantar Ketua rapat 1. Pandangan atau masukan dari kedua narasumber 2. Tanya jawab 3. Penutup. Rapat ini Insya Allah akan berlangsung sampai dengan pukul 15.00, namun apabila ada hal-hal yang perlu didiskusikan dapat kita perpanjang sesuai dengan kesepakatan rapat. Kita bisa setujui ya pak ya? (RAPAT SETUJU) Selamat datang Pak Toto pimpinan baru dari keliling selanjutnya kesempatan ini saya berikan kepada Prof. Mudzakkir untuk memberikan masukannya diberikan waktu selama 15 menit untuk menyampaikan pokok pikiran dilanjutkan dengan Dr. Eva Zulfa masing-masing 15 menit. Saya persilakan pak. 108 NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR, S.H., M.H.): Terima kasih sebelumnya, tadi sudah disepakati menghargai yang duluan ya Pak. Karena tadi habis Bu Eva saya pak. KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO): Baik saya persilahkan Dr. Eva NARASUMBER (Dr. EVA ACHJANI ZULFA, S.H., M.H.): Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat siang. Yang saya hormati Pimpinan Badan Legislasi DPR RI, Yang saya hormati Bapak dan Ibu yang hadir pada hari ini, Prof. Mudzakkir terima kasih kesempatannya, pertama-tama yang ingin saya sampaikan bahwa terus terang, saya kemarin sudah diminta pendapat oleh pihak pemerintah, jadi saya harus jujur disini berkaitan dengan RUU Kekarantinaan Kesehatan ini juga Pak. Jadi barangkali masukkan-masukannya akan sama dengan pihak pemerintah, apa yang saya sampaikan hari ini yang kedua, memang sebelumnya ketika menerima undangan baik dari DPR maupun dari pemerintah, saya teringat dari Rancangan Undang-Undang yang juga sedang dibahas oleh pemerintah, yaitu Rancangan Undang-Undang mengenai Wabah, kalau tidak salah itu kaitannya dengan kalau kita menghadapi tentang virus dampak potensi penyakit, bukan RUU mengenai terorisme ada RUU yang lain. Terima kasih ya Pak, saya kira sama karena kelihatan dan nuansanya sama tetapi setelah kemudian diskusi, saya tidak tahu sampai sekarang perbedaan besarnya seperti apa. Tetapi saya kira untuk Kekarantinaan Kesehatan target atau fokusnya adalah konteks transportasi atau suatu perpindahan, dari suatu keadaan kedaruratan kesehatan nah saya berangkat dari sana saja. Saya berpikir ini berbeda atau sama itu nanti dibahas RUU, belum masuk Prolegnas dan akan dibahas di tahun yang akan datang. Mengenai RUU Kekarantinaan ini, dalam pandangan saya sebagai orang yang bergerak di bidang Hukum Pidana, kita harus melihat dari filosofi dasarnya untuk apa kemudian RUU ini dibuat, untuk apa Undang-Undang ini. Saya melihat bahwa yang harus kita pahami RUU ini ada dalam rangka sebagai sarana pencegahan, ini penting menyikapi kemudian jenis sanksi bentuk rumusan tindak pidana apa yang akan kita rumuskan. Ketika kemudian tujuan dari pemidanaan adalah kepada sarana pencegahan tadi jadi berangkatnya ada disana. Ini sejalan dengan apa yang ada di penjelasan umum dalam Undang-Undang ini, yaitu sebagai sarana pencegahan oleh karena itu, sebagai sarana pencegahan saya membayangkan tentunya adalah Hukum Pidana tidak ada di depan, tetapi sesungguhnya dia ada di belakang bayangan saya seperti ini Bapak Ibu sekalian, kalau di dalam suatu 109 tindakan pelayaran atau tindakan penerbangan masuknya kapal atau pesawat, pasti melalui suatu pintu kalau pintu resmi ada prosedurnya begitu. Katakanlah, di Cengkareng atau di pelabuhan Tanjung Priok misalnya, sehingga ketika kemudian terjadi hal-hal yang dalam kategori kita, masuk ke dalam suatu situasi adanya kedaruratan kesehatan adanya karantina tentunya, kita bisa cek apakah dokumen yang menjamin itu ada atau tidak disini tindakan administratif sebetulnya menjadi dikedepankan. Saya hanya membayangkan, ketika saya membaca ketentuan-ketentuan yang ada di dalam RUU ini Pasal 91 sampai Pasal 93 di 93nya itu sangat kecil terjadi kalau itu ada di lingkungan pelabuhan resmi atau di bandara resmi oleh karena itu memang yang kita kedepankan. Karena ini, Undang-Undang Administratif tentunya sanksi administratif maka sanksi administratif itu yang ada di dalam Undang-Undang ini, apakah cukup tidak bisa kita bahas berikutnya nah fokus saya kemudian, kepada rumusan-rumusan atau jenis-jenis tindak pidana yang dirumuskan Pasal 91-93 dari RUU ini, yang pertama adalah ketika berbicara tentang rumusan atau sanksinya saya melihat Pasal 91 dan Pasal 92 sebetulnya rumusan perbuatan atau rumusan deliknya hampir sama hanya subname yang berbeda yang satu ada nahkoda kapal, yang satu kapten penerbang pesawat udara. Yang kedua kalau kita lihat dalam perumusan ini, yang membedakannya adalah pasal rujukannya Pasal 20 dan Pasal 31 ini dalam RUU ada kesalahan barangkali harusnya ayat (2) dan ayat (3) ini ditulisnya ayat (1) tetapi ayat (1) dari naskah yang ada saja. Sementara isi dari Pasal 20 dan Pasal 31 tidak lain adalah persetujuan kekarantinaan kesehatan dalam konteks rumusan delik, apakah masih perlu ditunjukkan pasal yang sama padahal syarat itu sudah menjadi unsur dalam delik itu sendiri, itu yang pertama yang kedua untuk efisiensi apakah tidak lebih baik subnamenya ini disatukan sehingga dia menjadi rumusan yang simple saja bisa dirujuk. Yang ketiga adalah kenapa pertanyaan saya, cuma nahkoda kapal dan kapten pesawat udara padahal, di dalam ketentuan Pasal 36 ada moda angkutan darat, ini tidak diatur dalam ketiga pasal yang ada sanksi pidananya. Saya tidak bisa menjawab ini, karena tentunya ada tim perumus yang menjawab pertanyaan ini. Yang kedua, kalau kita lihat dari beratnya atau ringannya tindak pidana ini, apakah tidak pidana ini berat atau ringan kalau saya melihatnya, hanya dari ancamannya saja. Bapak Ibu sekalian ancamannya tindakan kekarantinaan kesehatan itu, pada dasarnya tindakan berupa penyelamatan terhadap suatu serangan atas nyawa atau tubuh seseorang, sehingga jika berbicara tentang itu maka kita bisa padankan dalam ketentuan-ketentuan di dalam KUHP. Kalau kita mau cari padananya adalah pada tindakan penganiayaan atau tindakan pembunuhan, harusnya antara itu, ini kemudian menjadi pembanding kita, apakah ketentuan yang ada di dalam Pasal 90-91 maaf Pasal 91, 92, 93 sudah cocok, sudah sesuai atau belum. Sepuluh tahun saya kira modern ya, ada di rata-rata itu karena kalau percobaan pembunuhan itu, 15 tahun dikurangi sepertiga artinya pada angka 10 tahun. Katakanlah kita padankan pada percobaan pembunuhan tetapi memang dari diskusi kemarin dengan pihak pemerintah, saya ditanyakan juga oleh mereka mengenai tren sanksi minimal dan maksimal umum dan khusus, apa tidak lebih baik dibuat minimal khusus atau maksimal khusus Bu 110 Eva. Kalau saya. Kalau memang mau dibuat mengikut tren seperti itu juga mengikat hakim, maka tentukan saja minimal khususnya itu. Kita padankan dengan penganiayaan, misalnya penganiayaan di KUHP Pasal 351 ayat (1) itu 2 tahun 8 bulan, kalau itu mau dijadikan dasar minimal mengingat sifat berbahayanya tindak pidana ini, sementara maksimalnya adalah kepada sanksi pidana pembunuhan itu, kalau mau dibuat antara 3 tahun minimal, 3 tahun atau paling singkat, 3 tahun paling lama, 15 tahun boleh saja. Yang menarik lagi, di dalam rumusan pasal ini adalah kenapa cuma nahkoda kapal atau kapten pesawat udara padahal kita tahu bahwa mereka tidak mungkin menjalankan atau mengemudikan kapal atau pesawat ini tanpa persetujuan dari perusahaan kepemilikan kapal atau maskapai pesawat udara, meskipun memang kita tahu di dalam beberapa konvenan atau konvensi tentang penerbangan atau tentang pelayaran kekuasaan nahkoda kapal, kekuasaan kapten kapal, dan kapten penerbang pesawat udara itu, lumayan besar. Tetapi kita tidak bisa menutup misalnya mereka terpaksa menerbangkan itu atas perintah dari maskapainya, jadi kita melihat ini dari korporasi begitu ya Bapak Ibu sekalian. Tidak ada ketentuan, mengenai bagaimana kalau itu atas permintaan atau perintah dari korporasinya ketentuan itu tidak ada, jadi bagaimana mengenai hal ini, apakah bisa dengan Pasal 93 setiap orang yang menghalang-halangi tindakan kekarantinaan, setiap orang bisa natural persoon, bisa recht persoon, bisa terhadap orang-perorangan, dan bisa terhadap korporasinya tetapi apakah perbuatannya hanya menghalang-halangi, tidak meliputi perbuatan dengan sengaja menaikkan atau menurunkan penumpang begitu. Ini saran saja dari saya, kalau memang dianggap perlu saya kira dirumuskan terkait sanksi khusus terkait korporasi sehingga kemudian, kalau ada seperti saya tidak berbicara mengenai Undang-Undang Terorisme, tetapi bisa saja senjata biologi dan sebagainya itu dan ini ada operatornya di belakangnya itu ya kita sudah siap sarananya, kalau kita terima usul itu mau tidak mau ada sanksi pidana denda untuk mengikat korporasi itu. Sanksi pidana dendanya berapa lama kalau kita rujuk, kita samakan dengan Pasal 93 ancaman atau sanksi pidananya 100 juta kalau untuk korporasi mau diperberat, barangkali kita bisa lihat Undang-Undang Pelayaran atau Undang-Undang Penerbangan, bagi korporasi sanksi pidananya dikalikan tiga kali atau Undang-Undang yang lain boleh saja. Saya hanya melihatnya sebagai pembanding saja, Undang-Undang Pelayaran tiga kali dari sanksi denda terhadap orang perorangan, masuk lebih jauh lagi, rumusan Pasal 91 dan Pasal 92 disini saya mohon maaf berbicaranya dalam konteks bahasa Indonesia, dari konteks bahasa Indonesia ada kesulitan, kita melihat rumusan pasal ini terutama terkait dengan perbuatan sengaja menurunkan atau menaikkan orang atau barang. Kata orang ini, kemarin sempat juga diperdebatkan, apakah mau diterjemahkan dalam konteks yang luas, apakah sempit hanya penumpang saja, karena dalam moda angkutan ini ada penumpang, ada petugas dari maskapai penerbangan, ada pilot, dan pramugari gitu ya. Meskipun, kalau kita lihat di dalam naskah akademiknya, selalu ini ditujukan kepada penumpang. Tetapi kalau buat saya, saran untuk mengatakan bahwa ini tetap dipertahankan, karena juga meliputi mereka yang bukan statusnya adalah penumpang termasuk petuga-petugas itu. Kemudian kalau kita lihat dari konteks hukum pidananya, ada rumusan yang kesannya adalah double offside dengan sengaja dan dengan maksud 111 nakhoda kapal yang dengan sengaja menurunkan atau menaikkan penumpang atau barang sebelum memperoleh persetujuan karantina kesehatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dengan maksud menyebarkan penyakit, kalau dalam pandangan Hukum Pidana ada rumusan unsur kesalahan yang dirumuskan secara berulang, dengan sengaja dan dengan maksud. Dalam pandangan saya, kita tentunya ingin memilih apakah pertanggungjawaban pidana yang mau kita diembankan, baik ini secara sempit atau secara luas dalam pengertian, katakanlah resiko, kalau mau kita embankan dalam bentuk resiko. Saya berandai-andai kalau nahkoda kapal atau pilot pesawat ini bukan Dokter, dia melihat ada orang yang sakit. Kemudian dari status penerbangannya, orang ini dianggap tetap baik, tetapi dia melihat adanya risiko kemungkinan, ketika dia tidak bisa menolak atau dia tidak menolak dan kemudian didatangkan ke Indonesia, ternyata orang ini mengidap suatu situasi atau suatu kondisi yang menyebabkan kedaruratan kesehatan. Maka dia dianggap mengambil resiko yang besar dengan membawa orang itu, ini akan berbeda kondisinya. Kalau kita tempatkan pilot atau nahkoda kapal dalam konteks dia tahu persis dan/atau dia harus tahu persis, bahwa orang ini dalam kondisi kedaruratan kesehatan, mau yang sempit atau yang luas kalau mau yang luas pilihan kita adalah pada penggunaan istilah dengan sengaja karena dengan sengaja. Secara teoritis, termasuk sengaja dengan tujuan maupun bahkan dalam bentuk yang sangat luas yang kita kenal sebagai dolus eventualis mengambil resiko yang besar, untuk terjadinya suatu akibat sementara, kalau pilihan kata yang digunakan dengan maksud maka ini adalah pilihan atau bentuk kesalahan dalam pengertian yang sempit. Kita tempatkan nahkoda kapal atau pilot pesawat udara ada orang yang tahu persis tentang kondisi apa yang sesungguhnya terjadi, kalau bentuknya resiko kita tidak minta bisa meminta mereka mempertanggungjawabkan. Mengambil resiko yang besar tadi konsekuensi dari rumusan ini. Bagaimana dengan yang double offside seperti ini, kalau buat saya kata dengan maksud menyebarkan penyakit maka sebetulnya yang menjadi titik berat adalah dengan maksud ini. Kalau dengan sengaja menaikkan atau menurunkan penumpang itu menjadi yang lain, ini sebenarnya pilihan kita mau double offside seperti ini, agak membingungkan memang dalam konteks pembuktiannya atau kita mau pilih salah satu saja itu yang pertama. Yang kedua menjadikan delik ini, delik formil atau delik materil yang jadi titik berat adalah perbuatannya atau akibatnya, karena ini potential damage saya sarankan dirumuskan dalam delik formil sehingga di dalam catatan sederhana saya, sudah di photocopy oleh teman-teman petugas. Saya usulkan adanya perubahan rumusan pasal yang kemudian satu kita berbicara tentang bentuk yang menjadi titik tolak adalah kapten kapal atau nakhoda kapal, kapten pesawat udara atau nahkoda kapal yang dengan sengaja. Kalau kita mau bentuk pertanggungjawabannya yang luas menyebabkan penyakit atau faktor resiko kesehatan yang menimbulkan kedaruratan kesehatan, kata yang menimbulkan ini, usulan saya ditambahkan kata dapat mirip dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jadi, ini kita formilkan saja belum ada akibat tidak ada masalah kalau perbuatannya itu, sudah dilakukan yang dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. 112 Jadi rumusannya diformalkan sehingga filosofinya kembali kepada filosofi sehingga itu bersesuaian dengan pembentukkan Undang-undang ini, itu mengenai rumusan Pasal 91 dan 92 kemudian kita lihat rumusan pasal selanjutnya, yaitu Pasal 93 sebetulnya menurut saya tidak ada masalah mengenai rumusannya ini setiap orang artinya siapapun ini, luas sekali termasuk juga orang- perorang tanpa jabatan atau tanpa kualifikasi tertentu, dapat melakukan tindakan ini tetapi rumusan ini sesungguhnya, kalau kita lihat sanksi pidananya 1 tahun. Saya tidak tahu pertimbangannya apa cukup untuk satu perbuatan yang menyerang nyawa dan tubuh seseorang karena, buat saya ini agak berat ya, itu saja yang barangkali perlu dipertimbangkan terkait angka 1 tahun ini. Untuk sementara barangkali itu yang dapat saya sampaikan. Terima kasih, Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh. KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO): Terima kasih untuk Eva. Beberapa hal sangat menarik dan membuka, itu untuk beberapa pikiran baru. Terutama perihal perumusan korporasi nanti kita lakukan pendalaman, saya berikan kesempatan dulu kepada Prof. Mudzakkir, tetapi memakai catatan bahwa mengenai korporasi juga sedang dirumuskan dalam pembahasan RUU KUHP tetapi Pak Mudzakir itu sedikit pedalaman dari beberapa hal soal perumusan soal menyangkut nyawa kok 1 tahun. Saya persilahkan untuk Prof. Mudzakkir 15 menit. NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR, S.H., M.H.): Terima kasih, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua, Yang saya hormati Bapak dan Ibu sekalian, Ini menarik ya, tentang ketentuan ini saya fokus pada pidananya dari Bab dari RUU ini, khususnya pada Bab ke-8 ketentuan pidana, saya kira sebagian telah disampaikan oleh ibu Eva. Saya ingin memberi penjelasan begini, seperti tadi dikatakan apa relevansinya, mengatur ketentuan pidana disini itu penting sekali untuk dicermati dalam konteks ini, karena ini terkait masalah kesehatan atau yang terkait penyebaran penyakit dan yang seterusnya itu disini kaitannya dengan lingkungan hidup. Mungkin kaitannya dengan kurang tahu, saya belum mengecek secara lengkap RUU KUHP masuk atau enggak itu kaidahnya, yang seperti ini yang mengancam kesehatan orang, kalau nggak ada berarti ini bisa dimasukkan dalam satu partai gini, karena memasukkan orang dari Republik Indonesia yang menyebarkan, dia punya penyakit kan menyebarkan penyakit ini, sebenarnya sebagai tindak pidana umum. 113 Tidak sebagai tindak pidana umum semestinya begitu ya, nanti kita cek di dalam KUHP nanti kalau tidak ada, berarti menurut saya pak, ini mungkin sebagian nanti yang generic remnya itu karena itu generic remnya itu bisa dipindah ke sana, kalau belum di sana paling tidak rumusan di dalam pasal ini. Nanti bisa di gotong masukkan ke dalam RUU KUHP dengan catatan rujukan pasal, misalnya Pasal 20 ayat (2) itu harus hilang, nanti diganti dengan rumusan tindak pidana saja, yang nanti supaya bisa berlaku secara umum ya, karena yang memasukkan kapal tadi. Sudah disampaikan bagaimana angkutan darat di dalam perbatasan misalnya, itu juga menjadi masalah juga ya atau mungkin antar pulau yang selama ini kan juga ada kaidah-kaidah yang seperti itu, kalau daerah pulau tertentu itu adalah terserang wabah penyakit kan itu bisa lewat darat juga ya. Kalau lewat darat, angkatan darat kapal darat itu lewat laut ini yang tanggungjawab daratnya itu, sopir bis atau yang lainnya atau lautnya itu semuanya sedangkan kalau misalnya data kesehatan pun, letaknya dimana misalnya laut kalau udara mungkin nggak terlalu sulit karena alat perlengkapan yang terkait dengan masalah kesehatan itu, bisa untuk disyaratkan dan mudah dilihat dan seterusnya. Karena kalau laut itu, masa lintas penumpang karena tidak menyulitkan dalam konteks ini yang pertama, jadi mungkin kalau kami mengkonstruksikan dari satu tindak pidana, kita menjadi tegas terlebih dahulu stretching perbuatan yang dilarang sebagai politik hukum atau politik kriminal, yaitu semua perbuatan apa, karena di sini mungkin yang sifatnya itu, muncul maksud menyebarkan penyakit dan/atau faktor resiko kesehatan yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Ini agak sulit nanti membuktikan, karena orang itu ini seperti jenis terorisme benar juga karena maksudnya harus menyebarkan penyakit berarti sengajanya adalah sengaja dengan maksud menyebarkan penyakit. Ini berbeda dengan membawa masuk tanpa menunjukkan dokumen kesehatan yang ada didalamnya, misalkan di situ berbeda dua hal yang berbeda lah, kalau ini memang agak sulit, jadi kalau ada orang bawa masuk sini tak ada maksud menyebarkan penyakit. Tetapi penyakit yang menular dibawa masuk pasti akan menular tak ada maksud untuk ini agak kesulitan untuk dikenakan pasal ini, jadinya mestinya stretching perbuatan yang didalam Pasal 91 harus kita sepakati dulu kira-kira apa yang mau dilarang, cukup pada ranah administrasi adalah dia tidak menunjukkan dokumen kesehatan penumpangnya. Tadi itu sudah salah dulu, jadi sehingga kalau misalnya dengan maksud untuk menyebarkan penyakit itu lebih berat lagi, ada susunan bahkan saya menyampaikan mesinnya kealpaannya dulu tanpa menyalahkan diri mereka yang salah, tetapi sakit mana yang punya pengaruh tujuan tetapi dia tidak punya tujuan itu, karena kealpaannya tadi seperti yang dikatakan, jadi sifat bahayanya perbuatan ini mestinya kalau itu dianggap sebagai suatu yang bahaya, semestinya apapun bisa dikenakan sanksi pidana baru ringan. Ini jadi masukan dalam bagian akhir, yang kedua konstruksinya yang mungkin perbuatannya yang dalam Pasal 91 itu adalah tidak mau memasukkan ini dulu. Apa tidak menyerahkan minta izin dan sebagainya dan yang ketiga adalah konsumsinya adalah mereka yang punya maksud, dia ini punya maksud ancaman mestinya 114 yang berat kalau kealpaan menimbulkan orang sakit atau menyebarkan penyakit, bisa dipidana. Yang kedua adalah mereka punya kesengajaan letaknya tidak melakukan pelaporan terkait dengan itu sudah dipidana sendiri baru yang terakhir, sengaja dia untuk menyebarkan penyakit yang terakhir ini pilot yang apa namanya yang pertama itu, nahkoda itu mempunyai niat jahat bisa di kualifikasi sebagai terorisme memang ini saking sifat bahayanya dan dia tahu bahwa penyakit itu bisa mudah menular dan menyebar. Ini Pasal 91 bisa diurai nanti menjadi 3 kualifikasi tindak pidana memang nanti terberat itu memang harus yang dengan maksud untuk menyebarkan penyakit ini, memang penting Penyakit ini penyakit manusia jadi bahayanya luar biasa ya, bahannya luar biasa karena apa. Karena ini nanti akan menular ke manusia dan manusia akan mati saya kira hewan juga sama kalau dibawa pergi harus dikarantina. Wajib dikarantina karena bisa mudah menular hewan-hewan yang di tempat yang lain antarpulau pun juga sama ini juga sama. Ini yang pertama, jadi Pak saya belum baca persis kalimat demi kalimat yang pertama itu, maksudnya itu nahkoda itu, per antarpulau atau dari luar negeri atau andaikata yang penting mengangkut, entah antarpulau atau antarnegara tidak jelas juga. Dalam konteks ini, apakah mungkin adanya antarnegara saja atau juga termasuk antarpulau mungkin kalau misalnya ini niatnya adalah antar negara maka antar pulau perlu diatur juga ada kualifikasi tertentu, dalam satu pulau itu dinyatakan sebagai wabah penyakit misalnya, itu jadi jika dia pergi harus menyerahkan dokumen. Itu jadi kalau misalnya tidak terserang wabah ya, harus mungkin cukup administrasi saja yang itu yang kedua, pasal yang kedua mungkin yang khusus Pasal 20 ayat (2) itu ya 20 ayat (2) rujukannya. Mungkin kaitanya dengan kewajiban tadi, mohon supaya nanti agak di benarkan sekali, karena di sini menaikkan perempuan maaf saya ulangi lagi unsurnya adalah saya sampaikan unsurnya jadi begini nahkoda kapal yang dengan sengaja berikutnya unsurnya kalau di urai jadi begini, “Nahkoda kapal yang dengan sengaja berikutnya menurunkan atau menaikkan orang dan barang sebelum memberi persetujuan karantina kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2)” ingat dipasal ini kelemahan dalam rujukan itu seperti ini mungkin orang menegakan hukum agak bingung ya? Kalau saya sambung misalnya ya, tanpa persetujuan karantina kesehatan pada di dalam ayat (2) dikatakan “Wajib memberikan deklarasi kesehatan maritime/Maritime Declaration of Health kepada pejabat karantina kesehatan pada saat kedatangan kapal, jadinya agak beda ini kalau disambung jadi 1 bunyinya menjadi lain, saya sambungkan menurunkan menaikkan orang barang sebelum memberi persetujuan karena kapal wajib memberikan deklarasi kesehatan. Deklarasi kesehatan atau MDH kepada pejabat karantina kesehatan pada saat kedatangan jadi disini kata-kata wajib memberikan deklarasi ya, kalau di atas itu sebelum memberi persetujuan karantina wajib memberikan deklarasi berarti kalau disambung masih nyambung. Itu kalo yang kedua yang agak sulit mencerna dalam konteks ini, jadi antara satu di atas sudah memberi persetujuan karantina wajib menyerahkan jadi agak sambung sedikit. Dan yang kedua tadi yang akan menjadi masalah dengan maksud menyebarkan penyakit atau faktor resiko kesehatan yang menimbulkan kegangguan kesehatan, saya ulangin lagi tadi problemnya kalo bisa juga sih, bisanya Punya bentuk kesengajaan dua yang satu kesengajaan biasa yang satu Kesehatan sebagai yang dimaksud, bisa juga tapi cuma 115 kesengajaan sebagai yang dimaksud dengan kesehatan biasa itu harus linier orangnya berbuat sengaja tapi tujuannya harus pasti, gitu ya. Jadi kalo tujuannya ini gak terbukti ini gak bisa juga, padahal akibatnya digambarkan terjadinya disini ya terjadi, tetap tidak bisa karna menyusun atau mengarahkan suatu perbuatan linier bahwa itu dari kesengajaan awal sampai kesengajaan akhir, tujuan akhir itu harus terbukti atau linier gitu ya. Mungkin ini yang bisa di diskusikan kembali, yang 92 ini tidak subjek tapi kemungkin ini sedikit berbeda didalam rujukannya ya, kapten penerbangan jadi subjeknya ini hanya ditujukan kekapten penerbang saat berudara perbuatan yang sengaja jadi subjeknya tidak bisa orang lain, yang tadi saya yang punya kewajiban itu hanya kapten saja atau sebagainya mestinya kalau penerbangan ya pada saat penerbangan itu gitu ya, mungkin sanksinya barangkali bisa. Tetapi karna penerbangan itu setiap penerbangan yang tanggung jawab ya kaptennya gitu, berikutnya sengaja tadi sudah dijelaskan sama dengan yang sebelumnya kesengajaan itu sasarannya berbeda ya mungkin yang menjadi masalah berikutnya ini mungkin agak sulit untuk disambungkan, menurunkan, menaikan orang ini unsur ke 3 menurunkan atau menaikan orang dan barang sebelum memperoleh persetujuan karantina Kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada pasal 31 ayat (1), Nah kalo ayat (1) saya bacakan, Kapten penerbang pesawat udara sebagai yang dimaksud pasal 28 29 hanya dapat menurunkan dan menaikkan barang setelah pengawasan kekarantinaan kesehatan oleh pejabat kekarantinaan kesehatan ini memperoleh persetujuan kekarantina kesehatan sebagaimana yang dimaksud pasal 32 tapi disini setelah dilakukan pengawasan ya, mungkin dipotong disini kurang pas kalo usul saya nanti menurunkan dan menaikan orang dan seterusnya langsung disambung ke pasal 31 ayat (1). Karena klausul tentang menurunkan dan menaikkan orang dan barang sebelum memperoleh persetujuan kekarantinaan kesehatan sama dengan pasal 91 Padahal di bawah ini nggak nyambung kalau disambung gitu mestinya kontruksi dari ketentuan itu nama lanjutannya harus ada di dalam pasal 31 ayat (1), maka perbuatan inti dari 31 Ayat (1) itu apa yang bisa disambung ke hukumnya connect dengan menurunkan dan seterusnya nya ini kalau nggak dibantu orang lain akan menafsirkan dan menghubungkan rujukan dengan 31 Ayat (1) yang didalamnya ada rujukan 28 29 dan agak sulit menyambungnyambungkan, maka pembuat undang-undang. Sekarang mestinya dikonstruksikan 31 ayat (1) itu rujukannya 28 sampai 29 masih tergambar dalam susunan rumusan di dalam menurunkan dan menaikkan barang dan orang sebetulnya disampaikan disambung dengan inti dari pada 31 Ayat (1) ditambah 28 + 29 dan seringnya apa dan sehingga kalau dirumuskan ke dalam tindak pidana maka akan mudah orang memahaminya itu juga termasuk penegak hukum dalam memahaminya dan itu dipotong-potong dan dijejer pasal 29 + 31 terlebih dahulu terus rujukannya dibawahnya 29 rujukannya juga 28 nanti akan bingung dalam menegakkan hukum maka ini harus dibantu agar dipertegas saya ulangi lagi saya belum memberikan rujukan rumusan yang pasti kalau misalnya nanti disepakati begitu Insya Allah kami akan membantu dalam memutuskan bagian Disini yang kedua dengan maksud ini juga sama menyebarkan penyakit ini problemnya seperti yang sudah dijelaskan tadi membuktikan bahwa ia tidak itu tujuannya 116 untuk menyebarkan penyakit ini yang bingung kalau nggak ada penyebaran penyakit tidak bisa dipidana. Oleh sebab itu yang standar utama terlebih dahulu yang ada pada pasal 92 itu apa 91 itu apa dan ada yang memberatkan dan jika ada yang bertujuan untuk menyebarkan penyakit tapi akan meringankan. Jika ia karena kealpaannya tidak menyerahkan dokumen jadi harus ada sikap batin yang disertai di situ dan tujuan jahatnya ini menjadi faktor pemberat kalau tadi 10 tahun itu cukup apa tidak mungkin distandarisasi serangkaian dengan ancaman pidana yang membuat orang itu mati secara massallitas. Ada perbandingan-perbandingan didalamnya yang terakhir bagian 93 ini juga sama orang itu bisa siapa aja tidak ada kualifikasi berarti kalau yang diatas hanya ditujukan kepada kapten kapal mungkin yang menjadi masalah kan, apakah kapten kapal itu satu saja atau mungkin atau apa atau wakilnya itu namanya apa? kan ada wakilnya di situ kalau pilot atau sebagainya itu 1 saja mungkin yang bertanggung jawab hanya satu saja. Kalo yang terakhir ini adalah sengajanya adalah menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan gangguan kesehatan Mungkin pertanyaan Bagaimana kalo menghalang-halangi seorang pilot apakah masuk di dalamnya ini kan kalau yang di di halangin kan cuman karantinanya Bagaimana kalau pilot mau menyerahkan tapi dihalang-halangi misalnya begitu sehingga nya ia tidak bisa menyerahkan itu atau bisa juga nahkoda kapal yang menghalang-halangi itu nahkoda kapal yang dihalang-halangi sehingga tidak bisa menyerahkan itu. Maka karantina juga tidak bisa di selenggara kan dengan baik saya kira kalau ini diperluas tidak terlalu sulit dalam konteks ini mungkin kalau dipertimbangkan bapak dan ibu sekalian kontruksi tindak pidananya. Menurut saya itu menjadi target yang penting jadi jangan satu kalau kayak gini apa namanya Tetap juga saya katakan di pasal ini apa Dan kalau melindungi masyarakat nggak ada tujuan untuk itu pun juga bisa gitu Tapi kalau melindungi masyarakat tujuan itu maka harus diperberat tujuan itu tujuan tadi menyebarkan penyakit apa yang di Konsentrasikan bagi perbuatan jahatnya adalah menyebarkan penyakit, Jadi kalau kealpaan akibat tersebarnya penyakit itu kesalahannya itu bisa di konstruksi kan. Tapi kalau misalnya tidak melakukan pelaporan itu terus kemudian sakit tersebarlah itu sudah dihukum apalagi tujuannya untuk menyebarkan penyakit gitu sehingga dengan demikian kalau diurai pasal ini satu itu tadi dipecah menjadi tiga dan yang terakhir itu tadi disempurnakan. Sehingga dapat dirumuskan di masing-masing satu pasal juga bisa tapi digabung menjadi satu juga tidak masalah yang penting kalau buat saya dalam mengkaji ini unsur apa tindak pidana itu yang mana Kalau usul saya saya tadi sanksinya 1 kemudian pemberattan 1 dan peringannya 1 bisa dalam satu pasal yang kedua tadi yang 92 bisa 3 juga bisa 1 Pasal bisa dipilah menjadi dua atau mungkin bisa jadi 3. Demikian Bapak ketua, kami sampai kan pemikiran saya dan saya mohon maaf sampai sekarang belum mengusulkan itu kalau misalnya disetujui saya coba merumuskan dalam konteks ini dan saya kirim di sini. 117 Terima kasih, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO): Terima kasih Pak Muzakkir. Baik Anggota kalian tadi sudah mendengar dari ketua narasumber kita tentu apa yang disampaikan tadi saking memberikan penghayatan pada pentingnya perumusan yang dipandang relevan Ema menempatkan aspek pidananya dalam perancangan perundangundangan kekarantinaan kesehatan ini juga. Ada beberapa kritik yang tidak boleh dilewatkan dalam perumusan norma untuk memenuhi tugas ahli baik dari panja maupun pemerintah dikoordinasikan maupun beberapa pikiran baru mengenai pentingnya dirumuskan norma baru yang berkaitan dengan subjek nah Sebelum saya menyampaikan atau memberikan kesempatan kepada teman-teman anggota dari catatan penting sebenarnya subjek di dalam tindak pidana dalam kekarantinaan kesehatan itu berarti dirumuskan tadi Kalau bu Eva menyetop orang tidak merupakan dikurungkan karena di khusus kan itu termasuk dalam kategori penumpang perhatikan sesungguhnya ini hanya 3 subjek yang masuk ke dalam rumusan delik ini yaitu penumpang, kru dan maskapai karena kita ingin merumuskan bahwa korporasi itu termasuk juga para pelaku tindak pidana dalam konteks yang akan kita rumuskan itu penempatan orang itu, nah apakah menghalang-halangi itu harus penumpang atau orang lain ketika ada masa proses antara penyerahan dokumen diantara kru dengan petugas kekarantinaan itu ada celah di sana maka itu yang dimaksudkan? Dan kemudian ini berkaitan dengan saat ini sedang dilakukan pembahasan di dalam RUU KUHP Memang secara khusus saya belum melihat tentang tapi ini masuk kategori serius karena penyebaran yang disengaja penyebaran penyakit itu banyak orang yang akan menjadi korban katakan pada sampai tingkat kematian berarti cukup kuat, nah apakah ini masih memungkinkan karna sifat bahaya tadi kita split pak? Apakah yang serius tadi kita tempatkan dalam rumusan delik didalam norma undang-undang ini atau ini mau kita lempar kesana yang serius tadinya pak? Sebab kalo kita sanksi pidana hanya berkaitan document tapi skornya adalah administratif maka itu bisa dirumuskan disini dan bisa alternative mungkin pidananya termasuk kedalam katagori jenis pelanggarankan kalo kita istilahkan hanya dibagi 2 pak nah ini yang nanti kita akan minta pendapat dari para narasumber terkait sifat bahayanya dan kalo bahaya apa dan apabila rumusannya hanya disini, inikan sangat terbatas, kemudian soal korporasi tadi apakah perlu dirumuskan sendiri ataukah sudah termasuk tunduk dalam buku 1 KUHP tentang definisi orang dan yang dimaksud dengan orang adalah orang dan korporasi mungkin hanya 2 catatan itu yang menurut saya, kemudian itu tadi yang akan kita sampaikan di depan tapi ada kelupaann apakah juga perlu disamping memuat pidana materil juga ada formil dalam konteks ini pak, apakah harus penyidik POLRI apa bisa kemudian kita beri kesempatan pada BPNS di lingkungan kementrian kesehatan dalam kekarantinaan kesehatan menjadi bagian atau UPT dari kementrian kesehatan. Demikian dari saya atau ada yang ingin menyampaikan sesuatu? 118 WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI (H. TOTOK DARYANTO, S.E.): Baik, saya bukan orang hukum Pak, jadi pertanyaannya mungkin harus di rumuskan secara hukum dalam istilah hukum ya. Jadi kalo ada perbuatan yang menimbulkan korban seperti ini yang diatur seperti ini maka ancaman terhadap masyarakat mestinya perbuatan itu tidak berdiri sendiri jadi seperti tadi Pak Muzakkir juga menyampaikan jadi pasti ada rentetan peristiwa itu proseskan, kemudian dalam proses itu juga bisa dirinci masing-masing unsur yang terlibat di dalamnya itu dengan tingkat kesalahan yang berbeda-beda, misalnya begini inikan hanya nahkoda kapal yang sengaja menurunkan atau menaikkan orang tapi punya dapat penyebaran penyakit dan itu kaitanya. Kemudian ada hubungan dengan soal Persetujuan karantina jadi semacam sertifikat atau apalah yang menjadikan suatu tandalah adanya persetujuan seseorang ini dinyatakan boleh masuk boleh tidak ada semacam tiket atau tanda, jadi persetujuan karantina seperti itu, Jika ia mestinya “Tidak” tapi dinaikan disanalah terjadi pelanggaran, kemudian bagaimana jika keteledoran terjadi dipihak kekarantinaan orang yan mestinya itu membahayakan kesehatan masyarakat tapi karna tidak teliti itu diloloskan secara administrative itu tidak ada masalah dan sebenaarnya Kapten atau Nahkoda kan ada urusannya dengan itu dia soal tentang administrasi saja, kalo legal Formalnya ada , administrasinya Oke, dia pasti naik, dan kalo gak ada tiket gak bisa. Jadi apakah seseorang itu dapat menimbulkan penyebaran penyaklit atau tidak sebenarnya yang taukan pihak kekarantinaan kesehatan tapi disini disebut akibat dari perbuatan itu yang nantinya yang menanggung itu nahkoda kapal karna Nahkoda kapal punya maksud, sekarang tingkatannya yang pertama dari penularan penyakit pada masyarakat maka kesalahan itu dapat terajadi pada Nahkoda kapal karna sengaja meloloskan orang yang tidak memenuhi prosedur yang harusnya dipenuhi dan kesahan itu dapat karna kesalahan kealpaan atau sengaja , intinya ada tingkatan yang berbeda karna kenyataannnya jika saya lihat kita biasa terbang saya menduga pasti kapten tidak tahu semua orang dan tahu karna adanya laporan nah jika yang teledor yang melapor bagaimana? Apakah kaptennya juga yang menanggung resiko? Jadi kapten itu yang menerbangkan pesawatnya aja yang penting. Intinya bahwa saya setuju dengan Prof. Muzakkir tadi karna peraturan perundang-undangan mesti dibuat seadil-adilnya apalagi merumuskan sanksi, dimana prinsip adil itu merupakan prinsip dasar maka disini kita prepear aja pak Muzakkir karna yang lain susah lagi ketemunya, jadi setelah dilihat, dirinci semua pihak yang mempunyai akibat dan dampak penyebaran penyakit itu tentu harus mendapatkan sanksi agar semua mengambil tanggung jawab karna gak mungkin hanya tanggung jawab kapten atau nahkoda saja. Nah Bu eva sebenarnya harus diberi PR juga karna tadi bertanya mengapa Nahkoda kapal sama Kapten penerbangan, coba Ibu buatkan Software angkutan darat yang harus menyebrang perbatasan saya kira logis juga yang terlibat di urusan tidak hanya 119 Nahkoda atau kapten saja , atau dalam bahasa hukum bisa dirumuskan bahwa yang dimaksud orang yang bertanggung jawab terhadap alat angkut yang mendistribusikan orang melalui perbatasan atau lain sebagainya atau mungkin ada bahasa hukum yang lebih simple, tapi yang jelas memang ada modal transportasi lain yang masuk kedalam aturan ini mesti ada kata yang dapat di tafsirkan untuk modal transportasi lain dan itu bukan hanya darat, saya begitu tanggapnya pak ketua. KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO): Terimakasih, selanjutnya saya persilahkan langsung kepada anggota ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (HAERUL SALEH): Ya , saya Haerul Saleh kebetulan anggota baru, dan baru ini perdana ikut rapat di Baleg dari Fraksi Gerindra daerah pemilihan Sulawesi Tenggara selain di Baleg kami juga ditugaskan di Komisi 11. Berkaitan dengan RUU Kekarantinaan Kesehatan ini sejujurnya saya belum mendapatkan pencerahannya sama sekali akan tetapi dapat dimaklumi karena baru kemarin SK-nya , dan mungkin tidak ada salahnya jika saya memberi masukan, ini tadi ada yang menarik Bu dan Pak Prof. berkaitan dengan subjek berlaku penyebaran virus ini melalui Undang-undang kekarantinaan kesehatan ini penitik beratnya terdapat di Korporasi walaupun saya tidak mengerti pula bahwa korporasi dalam hukum pidana kita ini di khususkan ke koporasi atau lebih luas lagi, sebenarnya menurut saya ini yang lebih penting bagaimana Korporasi corporate melakukan prosedur yang ketat bagi penumpang yang melakukan jasa yang di sediakan sebab kalo tidak maka efeknya akan pada korporasi itu sendiri. Dengan demikian ketika kita tekan subjek pidana kepada corporate itu maka otomatis perusahaan ini akan melakukan mekanisme atau prosedur yang ketat pemberangkatan penumpang ini juga menghindari kriminalisasi terhadap orang-orang tertentu di perusahaan Saya membayangkan kalau misalnya saya ini nahkoda kapal yang tidak tahu apa-apa Saya tidak mungkin mengurusi penumpang satu persatu dari 100 penumpang yang ada di pesawat saya dan mungkin saya akan menilai itu secara subjektif dan mungkin tanpa ada dasar manifest penumpang yang perlu disediakan oleh kru yang lain lalu. Kemudian saya mengambil kesimpulan sendiri artinya ada sistem yang bekerja di dalam korporasi dalam sebuah corporate yang menentukan saya ini menyetujui pemberangkatan atau tidak tetapi jika saya menganggap korporasi ini tidak bekerja mekanismenya sesuai dengan standar operasional dan saya menandatangani itu dan saya terjadi masalah berarti saya yang tanggung jawab Apakah itu adil? tentu tidak adil, oleh karena itu penitik berat daripada subjek pidana kita Menurut kami adalah korporasi itu sendiri yang bekerja sesuai dengan sistem yang sudah ditetapkan oleh perusahaan itu sendiri, Saya kira itu masukan dari kami dan benar juga yang telah disampaikan oleh Bapak Prof ada satu hal lagi yang berkaitan dengan bagaimana dengan kita ini yang tidak mengetahui membawa penyakit yang berdampak luas kalau misalnya kita ini dihukum? kita ini adalah korban dari 120 adanya penyakit, dan korban pula yang dikenakan pidana, gimana ceritanya? jadi ini perlu kita rumuskan dengan baik-baik dengan secara mendalam agar keadilan itu dirasakan seluruh masyarakat di negara kita ini. Dan saran yang kedua berkaitan dengan narasumber dengan tidak mengurangi hormat kami terhadap narasumber yang hadir Sebaiknya dicek terlebih dahulu kalau itu memang seperti yang sudah Ibu Eva bilang jangan boros-boros gunakan waktu kita secara efektif dan efisien sudah dipanggil oleh pihak pemerintah dan saya yakin dan saya percaya banyak ahli pidana yang punya waktu dan punya kesempatan kapasitas yang dapat dihadirkan di sini dan bisa dijadikan pembanding dalam membahas perundang-undangan berikutnya Saya kira itu pimpinan. Terima kasih, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO): Terima kasih. Baik saya persilakan Pak Bambang Haryadi. ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (BAMBANG HARIADI): Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Pertama-tama yang saya hormati pimpinan rapat Bapak Dossy, dan juga Profesor Zaki, dan Ibu Eva, Saya yang hormati juga teman-teman Badan Legislasi, Pertama-tama Tujuan saya memperkenalkan diri dulu Perkenalkan nama saya Bambang Hariadi dari Fraksi Partai Gerindra saya anggota Komisi 7 dan juga kebetulan ditempatkan oleh partai saya di Badan Legislasi. Terima kasih pak ketua atas waktunya. Saya ingin sedikit berdialog Prof Mudzakkir Kebetulan saya tidak memegang data utuhnya ini kan tujuannya kekarantinaan kesehatan ini untuk melokalisir penyebaran penyakit begitu saya membaca ini lebih terlokalisir di pelabuhan dan di bandara saja sedangkan penyebaran penyakit itu di ada di wilayah-wilayah lain, yang menurut saya Patut diberikan karantina ini juga misalnya untuk perpindahan manusia satu tempat ke tempat lain Jadi apakah Adakah pertimbangan sedikit oleh prof Mudzakir dan Ibu Eva, apakah di dalam RUU ini bisa di masukkan pula terkait badan karantina di terminal terminal saya lihat ini hanya di Pelabuhan Merak di Ketapang sedangkan di Surabaya mau pindah lagi ke Jogja itu tidak ada badan karantina Apakah tidak sebaiknya ini hanya Masukan saja jadi Apakah di terminal terminal tersebut misalnya terminal Surabaya itu lalu lintasnya sangat besar perpindahan manusia dari satu daerah ke daerah lain setiap hari dan tidak otomatis mereka itu menggunakan via udara ataupun laut. 121 Jadi menurut saya apakah bisa di dalam RUU ini dirumuskan ada badan kekarantinaan di terminal-terminal? Jadi mohon pak Muzakir dan Bu Eva mungkin dapat memasukkan nya di RUU ini untuk meminimalisir penyebaran penyakit di akibatkan oleh perpindahan manusia darah tersebut Terima kasih itu saja. ANGGOTA DARI FRAKSI NASDEM (H. M. LUTFI ANDI MUTTY): Hanya dua hal Pak yang pertama itu ini kan seperti yang dikatakan oleh rekan terlebih dahulu travelling sekarang ini semakin massif kemudian alat angkut juga semakin mudah dan murah Nah apakah undang-undang yang akan rumuskan ini yang sanksi pidananya bisa menjawab kemungkinan terjadinya penyebaran penyakit baik disengaja maupun tidak yang kedua tidak tertutup kemungkinan bahwa dengan dunia yang semakin terbuka kita ini menerapkan visa bebas Apakah ini tidak dimanfaatkan oleh kelompokkelompok teroris untuk dengan sengaja membawa. Maka Bagaimana cara mendeteksi ini Prof? Terima kasih itu saja. KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO): Baik sebelum ke Prof Nanti secara teknik bisa di dalam RUU yang mungkin belum dikirim oleh staf terutama ke Mas Bambang, bahwa rancangan undang-undang kekarantinaan kesehatan ini memang tempat-tempat banyak di bandara internasional maupun Pelabuhan yang disinggahi secara internasional karena arus penyebaran penyakit yang di maksud adalah penangkal dari luar dan jika dari dalam itu pasti sudah terdeteksi nanti barangkali secara Panja bisa diperdalam tapi sebagai sebuah pemikiran tentu kewaspadaan yang disampaikan oleh Mas Bambang tadi menjadi penting. Silakan kepada Prof Mudzakir dan Bu Eva mungkin waktunya juga tinggal sedikit tapi bisa berbagi kesimpulan untuk disampaikan. Dr. Eva mungkin waktu juga tinggal sedikit tapi bisa berbagi kesimpulan tentang apa yang disampaikan Pak Lutfi yang terakhir. NARASUMBER (Dr. EVA ACHJANI ZULFA): Terimakasih Pak ketua, Bapak, dan Ibu sekalian. Diawal penyampaian saya tadi terdapat kebingungan juga bagi saya terhadap RUU Wabah, karena agak tumpang tindih antara dua RUU ini, menurut saya karena di dalam RUU Wabah yang juga sedang dibuat oleh teman-teman di Kementrian Kesehatan ini, terdapat perbuatan atau sanksi yang berkaitan dengan penyebaran wabah penyakit jadi, kalo kemudian kita agaknya Pak Mudzakkir diberikan PR untuk membuat semacam delik. Pokoknya itu kita juga harus hati-hati dalam hal ini karena saya bacakan saja misalkan 122 rumusan dalam RUU Wabah Pasal 53 setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan untuk tujuan tertentu yang berpotensi menimbulkan wabah dipidana dengan pidana penjara, disini belum ditentukan sanksinya berapa tapi rumusan itu ini sebenarnya delik pokok, ya itu kalo kita bicara masalah konteksnya masalah wabah penyebaran penyakit gitu. Antara dua Undang-Undang meskipun secara administratif berbeda yang satu bicara wabah yang satu bicara tentang karantina kesehatan tapi sesunggahnya norma yang ada dalam Undang-Undang ini buat saya hampir sama dari kacamata hukum pidana, barangkali teknis kesehatan berbeda dari kacamata hukum pidana sama karena ini kaitannya dengan kejahatan terhadap nyawa dan tubuh seperti yang tadi saya sampaikan kalau kita mau bandingkan dengan KUHP/RUU KUHP barangkali kaitannya dengan kejahatan-kejahatan terhadap HAM berat disana penganiayaan, genosida, dan pembunuhan. Kalo kita mau kualifikasikan delik pokoknya seperti itu jadi memang didalam perumusan jangan sampai ada over kirminalisasi jangan sampai kemudian ada hal yang mubazir yang diatur dalam dua RUU tapi konteksnya adalah hal yang sama. Kemudian mengenai banyak sekali pertanyaan mengenai pemalsuan dokumen kalo buat saya, kita tidak bisa pungkiri delik-delik dalam KUHP masih bisa dipakai pemalsuan surat, pemalsuan dokumen dan lain sebagainya jadi kalo kita mau mengarahkan kepada satu ketentuan yang khusus disini apakah perlu karena ketentuan itu ada. Saya tidak bisa menjawab pertanyaan tadi mengenai apakah moda angkutan darat kemudian secara adminsitratif di setiap terminal itu perlu karena terus terang karena ini bicara soal sebaran penyakit yang barangkali dimata teman-teman kementrian kesehatan atau badan karantina hewan dan tumbuhan yang ada adalah pandangan bahwa perpindahan penyakit di bandara atau di pelabuhan konteksnya itu meskipun di dalam beberapa diskusi yang namanya virus pun sekarang melalui komputer di email pun bias. Jadi kalau mau bicara pencegahan ini konteksnya seperti apa saya setuju tadi kalo dikatakan bentuk lalai, apakah bentuk lalai harus juga kita rumuskan disini karena seperti yang tadi saya sampaikan yang namanya pilot yang namanya nahkoda itu sangat tergantung yang namanya manifest soal manifest saja di dalam operasional kita masih bermasalah, saya sempat sampaikan kemarin saya pernah dapat boarding pass yang tulisannya tulisan tangan, jadi pertanyaan saya waktu itu saya masuk kedalam manifest pesawat atau tidak nanti kalau ditemukan jasad ini jasad siapa gitu ya itu pemikirannya disitu tapi ini terjadi ketika saya harus ke salah satu kota kecil di Sulawesi tengah loh pak jadi ketika saya kembali saya dapat manifest tulisannya tulisan tangan Bu Eva no kursi 6F sudah seperti itu maskapainya saya tidak perlu nanti ada kena pencemaran nama baik tapi seperti itu soal manifest saja sudah menjadi masalah sebetulnya dikita jadi pembenaran sisi adminsitartif menurut saya sangat penting bukan hanya kaitannya dengan penyebaran atau pencegahan atau penyebaran penyakit tetapi lebih pada keselamatan barang atau orang gitu. Kalau pilot dibebankan pada ketentuan ini itu yang tadi pertama kali saya sampaikan yang jadi target dari dua tindak pidana ini nahkoda dan kapten kapal kita harus akui bahwa di dalam Undang-Undang Penerbangan tentang pelayan tanggung jawab selama penerbangan dan pelayaran adalah kapten kapal atau nahkoda kapal. Mereka punya kewenangan absolut untuk kemudian menolak pemberangkatan kapal karena declearenya 123 untuk siap berangkat ada pada mereka tetapi masalahnya dalam hukum pidana kita harus berfikir lebih jauh pengetahuan gitu ya. Ini bukan hanya dalam Undang-Undang Karantina Kesehatan terkait dengan kapten kapal atau nahkoda dalam Undang-Undang Wabah pun saya pertanyakan kalau setiap orang yang dengan sengaja mengetahui adanya wabah tapi tidak tau ya apakah setiap orang punya kapasitas. Yang bisa ini kan dokter atau tenaga kesehatan gitu, jadi ini masalah kenapa opset mau kita perluas atau kita persempit kalo buat saya kita lindungi teman-teman nahkoda dan kapten kapal ini ya harusnya adalah pengertian yang sempit Pak Muzakir ya dengan maksud. Jadi memang konteks perlindungan terhadap mereka di dalam operasional sangat sulit kecuali saya sempat kemarin sampaikan kecuali ini tidak di pelabuhan resmi atau di bandar udara resmi ini bisa kejadian di Dadap misalkan kalo saya ambil contoh saja atau saya Pulau Kelapa barangkali ya yang bisa landing pesawat disana tanpa ada suatu prosedur yang resmi yang dengan snegaja menaikkan atau menurunkan penumpang, tapi kalo yang di tempat-tempat resmi katakanlah cengkareng atau halim misalnya kita bicara Pelabuhan Laut seperti Tanjung Priok kecil kemungkinan delik ini akan terlanggar. ANGGOTA (BAMBANG HARYADI S.E.): Mohon izin ibu jadi yang saya maksud tadi penanggulangan yang di darat dimasukan dalam RUU ini kita kan punya perbatasan-perbatasan dengan negri tetangga yang berbatasan via darat kita bukan suudzon lah tapi semua kemungkinan itu bisa, nah maksud saya apakah di perbatasan kaya model di NTT ataupun di Kalimantan dan papua disitu apakah sudah ada penanggulangan badan karantina disitu seandainya tidak ada apakah ga sebaiknya kita masukan disini untuk jalur-jalur darat yang terbukan kemungkinan masuknya pemindahan virus itu atau wabah kan itu terantisipasi. Terima kasih. NARASUMBER (Dr. EVA ACHJANI ZULFA): Memang tadi juga saya sambung pertanyaan tadi muncul dari saya bagaimana denga mode angkutan darat betul kita sejalan pemikiran ketika kita bicara mengenai kondisi di Atambua, Atambua dibikin jembatan disan kita sudah tidak perlu kapal disana ya East Timor sama kita sudah bisa dilewati dengn mode angkutan darat atau di Jayapura ke Papua Nugini tidak terlalu jauh di titik-titik itu buat saya perlu tapi memang agak menjadi masalah secara adminstratif, kalau mohon maaf saya sedikit hiperbola Blok M ke Pulo Gadung harus dengan manifest mungkin itu untuk operasional agak menyulitan tapi kalau untuk situasi antar negara dimana koordinasi kita agak sulit karena bicara administrasi gitu ya keluar masuknya antar penduduk di wilayah perbatasan. Buat saya perlu kondisi hingga saat ini setau saya beberapa penelitian saya mengenai pengungsi dan beberapa penilitan saya mengenai TKI di perbatasan itu kita sampai sekarang belum punya rumah sakit yang hanya ada adalah puskesmas-puskesmas kecil, pos kesehatan yang tentunya ini tidak memadai apalagi kalo dikaitkan dengan 124 ketentuan Undang-Undang ini dan barangkali ini kalau mau disampaikan banyak sekali pak ketua saya yang terakhir saja buat saya yang barangkali penting, apakah cukup hanya dengan tiga Norma ini, saya setuju dengan Pak Mudzakkir tapi buat saya bukan memperluas karena ada beberapa norma yang sebetulnya di dalam Undang-Undang ini diamanatkan untuk diberikan sanksi tapi di rumusan sanksinya baik secara administrasi maupun pidana tidak ada saya ambil contoh misalnya Pasal 77 mengenai pejabat karantina yang lalai melakukan tindakan karantina kesehatan sanksinya tidak ada gitu ya atau mengenai penyelenggaraan informasi karantina kesehatan, ketika lalai menyampaikan informasi kondisi kedaruratan kesehatan sanksinya tidak ada jadi ada norma-norma di dalam UndangUndang ini kalau kita mau telusuri satu-satu yang ternyata ketentuan Pasal 91, 92, 93 ini belum cukup, itu barangkali catatan dari saya. Terima kasih. KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO): Terimakasih Dr. Eva. Jadi sebenarnya sebelum ke Prof. Mudzakkir saya pakai penutup nanti mas Bambang ini keberlakuannya adalah untuk darat, laut, dan perbatasan pak, jadi pengantarnya mungkin tidak sempat disinggung menurut penjelasan dari pemerintah yang sudah ada karantina kesehatannya di perbatasan Kalimantan, NTT, Papua , dan Maluku, itu pembahasan terakhir, nanti akan dirumuskan pintu masuk adalah tempat masuknya dan keluarnya angkut orang serta barang baik bandara pelabuhan maupun pos lintas batas negara dan lautnya akan kita hapuskan karena pembatasan soal lintas batas ini keseluruhan wilayah ya, saya persilahkan Prof. Mudzakkir sebagai penutup. NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR S.H.): Terima kasih. Yang pertama menyangkut tentang penyidik dalam tindak pidana ini mungkin dalam chapter proses penagakan hukum apakah perlu ada penyelidik dan penyidik yang terkait kekarantinaan ini jadi kalau saya ingin mengusulkan misalnya ini ada penyelidik dan penyidik memang ini ada resikonya yang terjadi adalah bagaimana menyiapkan tenanga penyidik ini kan kejahatan atau tindak pidana yang terkait kan ga terlalu banyak situasional gitu ya, tidak sperti halnya imigrasi itukan full kapan saja kalo inikan dalam konteks kesehatan kalau belahan dunia itu ada penyakit-penyakit yang membahayakan begitu baru kita kenceng untuk melakukan kalau pas longgar semua alat kita gadipake jadi biasanya kalo tetangga atau belahan lain ada virus-virus yang menakutkan baru kita melakukan itu, jadi kalo saya boleh usul sebaiknya disini tidak perlu ada penyidik ya sebab resikonya terlalu berat, penyidik itu harus menjalani proses pengangkatan dan sebagainya, dan tindak pidana tidak terlalu banyak ada disini gitu ya, kecuali kalo nanti ada walaupun kita tau bahwa hariini apa namanaya membahayakan mungkin cukup saja kewajiban-kewajiban tertentu untuk segera berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. 125 ANGGOTA (BABMBANG HARYADI S.E.): Interupsi bang berarti PNS tidak perlu berarti penyidik POLRI ya. NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR S.H.): Iya karena ini tidak terlalu banyak, taruhlah misalkan kita itu di Papua Nuigini ada bencana sakit baru kita drug kesana kalo full ada penyidik menurut perkiraan saya itu tak terlalu banyak untuk kejahatan yang melakukan pelanggaran ini kalau hanya administrasi saja kan tangkap saja gajadi masalah gitu, yang tadi sudah saya sampaikan saya khawatir banyak sekali penyidik yang nganggur gitu ya, saya sudah berusaha mencermati PNS-PNS yang tua itu bahkan mau berbuat sesuatu itu minta advice penyidik polisi yang punya kewenangan penyidikan mau mengangkap aja gabisa atau gaberani lah bahasanya jadi buat apa anda sebagai penyidik yang mempunyai lisensi untuk melakukan penyidikan, berdasarkan pengalaman itu saya melihatnya ya memang kejahatan tidak terlalu banyak bahkan dilempar ke penyidik, penyidik gamau itu ujungnya ga selesai gangambil keputusan. Jadi usul pak dipertimbangkan kembali kalo ada penyidik PNS di dalam proses ini yang menangani masalah kekarantinaan ini yang kedua adalah menarik juga bagaimana kalo ada tindak pidana lain yang menyelundup hubungannya dengan ini yang itu justru kekhawatiran saya sebagai menganalisis pidana tadi mesti dia kalo ada tindak pidana terorisme dan sebagainya tujuannya menyebarkan penyakit kan gitu, itu yang menurut saya hukumannya harus berat nanti bersinggungan dengan kejahatan terorisme ya nanti kalau bersinggungan dengan kejahatan yang lain dan sebagainya mungkin yang salah satu yang membahayakan lagi bukan hanya kalo terorisme kan agak lebih jelas, tapi ini khawatir saya bagian daripada skenario musuh Indonesia untuk menghancurkan pride Indonesia dalam posisi perang, persiapan perang misalnya gitu disakitkan dulu perangnya kan kalah nanti dia kalo banyak yang sakit misalnya sebarkan sakit. Saya selalu menganalisis dalam konteks Indonesia itu seperti itu, jadi kalo mau sengketa apa-apa terus mau perang itu bikinlah mereka sakit semuanya jadi membuat pertahanan kita lemah dan barulah mereka melakukan tindakan invasi di Indonesia atau tindakan-tindakan lain yang merugikan kepentingan keamanan Indonesia itu menurut saya sesuatu hal yang serius tadi ya penting untuk dicermati hal-hal lain yang terkait dengan tadi ada amanah untuk saya insyaallah saya lakukan dengan membaca ulang tadi beberapa instrumen yang tadi sudah disampaikan, instrumen dan juga aturan-aturan hukum yang ada dan yang terakhir, bagian daripada ini adalah tadi dikatakan bahwa kalau misalnya ini maksudnya saya katakana kalo tujuanya melindungi wabah penyakit mungkin ada UndangUndang Wabah, mungkin bisa kordinasi dari sana kalo misalnya belum ada ya sebaiknya karantina bisa dibentuk dalam keadaan darurat tertentu, termasuk juga bukan hanya dengan perbatasan gitu ya, termasuk juga dengan daerah yang dinyatakan bahaya sakit misalnya gitu dibuka apa bagian karantina yang ada disitu, kita juga gangerti mudah-mudahan di masa depan itu tidak ada yang seperti itu, satu daerah pulau tertentu pualu Sumatra begitu punya wabah penyakit yang membahayakan maka orang dari Sumatra kesini harus diperiksa. 126 ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (HAERUL SALEH): Intinya jangan bawa penyakit ke Indonesia. NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR S.H.): Iya. ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (HAERUL SALEH): Kan ada di Undang-Undang ini kan. NARASUMBER (Prof. Dr. MUDZAKKIR S.H.): Iya kalo misalnya jadi ini istilahnya sinkronisasi gitu kalo mereka belom mengatur, daitur disini tapi kalo Undang-Undang RUU yang lain sudah mengatur ya kita ikuti yang disana gitu, saya ulangi lagi pentingnya di Indonesia karena Indonesia terdiri dari pualupulau yang jaraknya jauh-jauh gitu, kalo terjadi wabah dahsyat disana nanti kalo kita ga memeriksa bisa menular seluruh Indonesia gitu maka itu demi kepentingan keamanan kesehatan maka itu bisa dimasukan di dalam pasal disitu dengan kordinasi dengan sinkronisasi atau harmonisasi sinkronisasi ya dengan RUU yang lain, demikian tambahan saya bapak. Terima kasih, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (HAERUL SALEH): Pimpinan masukan. KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO): Oh iya silahkan. ANGGOTA DARI FRAKSI GERINDRA (HAERUL SALEH): Ini saya juga pengalaman pembahasan Undang-Undang sebelumnya di komisi, saya liat di komisi tuh ada pengalaman Undang-Undang yang kita bahas judulnya apa begitu berjalan prosesnya kemudian berubah substansi dan sebagainya akhirnya menjadi lama 127 pembahasannya Undang-Undang itu, nah ini banyak saya tau persis bahwa kita memiliki banyak utang Undang-Undang yang harus kita selesaikan. Masukan berkaitan dengan pembasahan Undang-Undang ini sebaiknya ini tidak melebar kemana-mana karena dalam satu Undang-Undang ini seperti kata bu eva itu banyak Undang-Undang yang sebetulnya tumpang tindih khusus misalnya baru dalam hal pidananya saja gitu. ini sudah tumpang tindih dengan Undang-Undang wabah mungkin saja di Undang-Undang Terorisme dan sebagainya-bagainya, nah saran saya pak inikan karantina, yang namanya kekarantinaan kesehatan ya adalah itu dalam proses kedua setelah diketahui ada orang yang kena penyakit itu lalu kemudian masuk karantina. Nah sebetulnya apa yang kita mau bahas di dalam Undang-Undang ini, ini nih terlalu jauh sudah diluar konteks kekarantinaan lagi ya, karena kalo secara substansi yang namanya karantina itu setelah kita mendapatkan informasi ada penyakit lalu kemudian di karantina ini kemudian harus di karantinakan, kalo dia tidak dikarantikan karena kelalaian petugas atau karena kehendak bebasnya orang yang tidak mau dikarantina itulah tindakan pidana yang dilakukan, ini lah yang harusnya dikenai sanksi jadi tidak perlu melebar kemana-mana lagi, karena kalo ini terus begini-begini terus pak satu Undang-Undang itu ya wajar aja kalo satu tahun pak satu Undang-Undang selesai gitu, kita mau cepat pak. Banyak Undang-Undang kita kalo ahnya tiga yang kita ingin bikin, bikin tiga saja pak, misalnya negara punya kewajiban mengadakan karantina di setiap daerah perbatasan ya udah itu saja kemudian untuk pidana, ya ketika ada yang sudah diberi informasikan terdapat ada penyakit yang berpotensi menjadi wabah yang atau virus yang berdampak pada masyarakat itu harus di karantina kalau tidak di karantina ya sudah kena hukuman pidana selesai, gausah lagi kita melebar-lebar kalo melebar-lebar akan banyak interpretasi kita terhadap dengan hal-hal yang berkaitan dengan sudah kita bahas ini yang akhirnya tidak selesai lagi ini Undang-Undang saya kira itu pimpinan. KETUA RAPAT (Dr. H. DOSSY ISKANDAR PRASETYO): Ya baik namanya masukan nanti kita dalami tapi barangkali sebagai sesama anggota perlu informasi yang utuh jadi nanti sekertariat supaya bahan-bahan bahasan nanti rekan kita ini diberi yang lengkap supaya ada pemahaman yang komperhensif apa yang sedang kita bahas, pa Prof. Mudzakkir dan Dr. Eva kami sangat berterimakasih atas kehadiran dan beberapa diskusinya bahwa hariini sudah pembahasan yang hampir-hampir akhir, tapi memang catatan panja perdebatan kita memang ingin khsus bahas soal perumusan pidananya dalam Undang-Undang Kekarantinaan soal wabah tadi memang itu masuk RUU yang akan diusulkan. Tapi kita sudah ingatkan kepada pemerintah agar setiap usulan RUU yang akan diajukan itu supaya disisir dulu dengan Undang-Undang yang sudah berlaku, apakah efektifitasnya atau tumpang tindihnya supaya disisir terlebih dahulu sebelum diajukan, sekian terimakasih atas banyak masukannya yang insyaallah bermanfaat tapi yang penting tadi, teman-teman di staf ahli supaya atau juga perumus supaya nanti apa yang disampaikan Dr. Eva dan Prof. Mudzakkir supaya diperbaiki kembali nanti dibawa ke rapat panja sebelum 128 di plenokan di Baleg beberapa keteloderan kita misalnya menentukan perumusan, ada sanksi pidana tapi perumusannya belum tadi di beberapa pasal disinggung supaya disisir kembali, kemudian di tempatkan dalam rancangan normanya dan kalau ada perubahan substantif perubahannya lewat mekanisme panja maupun mekanisme Baleg. Demikian Prof. Mudzakkir dan Dr. Eva, teman-teman anggota yang hadir tadi khsusus Pak Toto, Prof. Mudzakkir, Dr. Eva, minta maaf karena beliau ikut rapat pembahasan RUU, draft RUU Migas di Komisi VII sehingga meninggalkan tempat dan sebelum kami tutup perlu saya ulang bahwa seluruh masukan dan pandangan yang telah disampaikan dalam kesempatan ini terutama oleh narasumber akan menjadi bahan masukan dan koreksi yang sangat penting untuk menyelesaikan Rancangan UndangUndang Kekarantinaan Kesehatan, dan tetap menunggu nanti misalnya dari Pak Mudzakkir atau dari Dr. Eva juga diharapkan perumasan terutama hasil pembicaraan kesepakatan dengan pemerintah. Demikian acara rapat pada hari ini, semoga Allah SWT tuhan yang maha kuasa memberikan kekuatan lahir dan batin kepada kita semua sehingga kita dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Sekian terima kasih. Wabillahil taufiq walhidayah. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Rapat saya nyatakan ditutup. (RAPAT DITUTUP PUKUL 15.10 WIB) Jakarta, 23 November 2016 Sekretaris Rapat, Widiharto, S.H., M.H. 129 Lampiran 10. Risalah Rapat mengenai Rapat Koordinasi Mendengarkan Masukkan DPD RI terkait Harmonisasi RUU Tentang Perkelapasawitan pada tanggal 14 September 2017 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN KAMIS, 14 SEPTEMBER 2017 Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Jenis Rapat Dengan Sifat Rapat Hari, tanggal Pukul Tempat Ketua Rapat Sekretaris Acara Hadir : : : : : : : : : : : : 2016 - 2017 I RAKOR DPD-RI Terbuka Kamis, 14 September 2017 13.00 WIB Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I lantai 1 Firman Soebagyo, S.E., M.H. Widiharto, S.H., M.H. Mendengarkan masukan DPD RI terkait Harmonisasi RUU tentang Perkelapasawitan : 29 orang, izin 6 orang dari 74 orang Anggota Rapat dimulai Pkl. 14.25 KETUA RAPAT: FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H. Seperti kami sampaikan khususnya teman-teman DPD bahwa badan legislasi telah menginisiasi terhadap Undang-Undang Perkelapasawitan. Adapun inisiatif ini memang awalnya belum mendapatkan dukungan secara maksimal dari anggota, khususnya di Badan Legislasi. Namun setelah kami melibatkan berbagai stakeholders termasuk para pakar, petani, pekebun, kelas menengah besar dan sebagainya akhirnya kita sepakat bahwa 130 perkelapasawitan ini perlu mendapatkan suatu kepastian hukum. Karena ternyata ada 9 landasan urgensi dari perkelapasawitan. Pertama bahwa sawit adalah merupakan komoditas utama ekspor Indonesia dengan sumbangan devisa tertinggi. Sampai hari ini sawit itu memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara sebesar kurang lebih 300 triliun per tahun. Dan kemudian, yang ke-2, adalah perbandingan sumbangan devisa sawit dan batubara; sawit jauh lebih tinggi daripada batubara saat ini. Bahkan kemarin, sawit itu juga di atas daripada penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi. Kemudian yang ke-2 sawit juga merupakan industri padat karya dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 5,4 juta orang dari 120,2 juta angkatan kerja nasional kita di tahun 2014. Artinya bahwa 5,4 juta orang, kalau satu kepala pekerja itu menghidupi 5 orang, anak 3, istri dan suami, artinya sudah ada 3 x 5,4 juta berarti kurang lebih 16 juta penduduk Indonesia yang diselamatkan nasibnya, yang diselamatkan kehidupannya, dari perkelapasawitan nasional kita. Kemudian yang ke-3, Kemudian yang ketiga kelapa sawit berperan penting sebagai bahan baku industri lain-lainnya. Seperti untuk olein, kemudian untuk ester, kemudian juga untuk sabun mandi yang manfaatnya sangat luar biasa. Namun sayangnya memang, karena belum ada regulasi, maka para pelaku usaha di perkelapasawitan itu kecenderungannya hanya mengekspor barang mentah. Ini yang harus kita atur tentang masalah perkelapasawitan hulu dan hilirnya. Kemudian, ke-4 mengurangi ketimpangan pembangunan regional. Bahwa pembangunan regional ini kecenderungannya adalah di Pulau Jawa jauh lebih maju perekonomian masyarakat di tingkat daerah. Namun di tingkat luar daerah dengan adanya perkelapasawitan ini sudah terjawab. Jadi kesenjangan itu dan terjauh dengan adanya industri perkelapasawitan. Kemudian yang ke-5 produktivitas lahan kelapa sawit paling tinggi dan harga paling menjangkau dibandingkan minyak nabati lainnya. Ini yang menjadi persoalan kenapa perkelapasawitan nasional di pasar Eropa dan Amerika itu menjadi salah satu daya tolaknya besar. Karena memang untuk minyak nabati di dunia ini terbesar samanya adalah dari CPO, dari minyak nabati dari CPO. CPO ini memang sulit ditandingi karena minyak dapat dari non CPO itu 1 hektar, itu hanya menghasilkan 500 liter tertinggi 7 liter itu dari kacang-kacangan bunga matahari dan sebagainya. Sedangkan CPO kelapa sawit itu 4.5 ton per hektar. Jadi kalau kompetisi persaingan dagang memang dari kacang131 kacangan ini tidak akan mampu bersaing dengan CPO. Makanya black campaign atau kampanye-kampanye hitam itu dilakukan dalam rangka untuk mematikan CPO kita. Kemudian CPO ini memang di dunia tertinggi pasaran ekspornya dari Indonesia dan nomor dua adalah Malaysia. Inilah pentingnya kita membuat sebuah regulasi karena di Malaysia itu yang dulu belajar untuk menanam sawit dari Indonesia, itu mereka sudah punya UU yang mengatur tentang hulu sampai hilirnya. Kemudian yang ke-6 perlu adanya kebijakan yang mengatur tentang pengembangan lahan dan dampak terhadap lingkungan. Ini perlu diatur. Sekarang ini justru ada pembiaran terhadap masalah perkelapasawitan atau semakin bias. Karena ini menjadi alasan-alasan oleh pihak-pihak tertentu terutama NGO-NGO yang memang menjadi perpanjangan tangan asing untuk mendiskreditkan perkelapasawitan nasional. Dan ada juga masyarakat yang memang masyarakat adat terutama di Riau kemudian di Kalimantan dan sebagainya banyak yang menjadi korban. Mereka itu lahan-lahannya ditanam secara konvensional dan kemudian dihutankan kembali melalui SK menteri akibat Undang-Undang 41 tentang Kehutanan dan kemudian setelah dikembalikan kepada hutan dikeluarkan izin untuk para pelaku usaha akhirnya yang terjadi di lapangan ada sengketa, rakyat yang dikalahkan. Kemudian yang ke-7 perlunya kerangka kebijakan untuk mengatasi hambatan perdagangan internasional seperti yang saya sampaikan tadi. Kemudian yang ke-8, perlu diperkuat pola kemitraan antara petani plasma dengan perusahaan perkebunan inti yang memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Ini yang kita harapkan, karena sekarang ini yang besar ini ketika digunakan: untuk melakukan kegiatan di industri perkelapasawitan ini plasmanya ini kan hanya berdasarkan belas kasihan. Kemitraan yang tidak saling menguntungkan, sehingga harganya ditekan dan sebagainya. Ini yang coba kita atur dalam undang-undang. Yang ke-9, belum adanya wujud konkret kita dalam mendukung kelapa sawit sebagai industri strategis nasional. Ini terakhir yang sampaikan, oleh karena itu ke depan, perlu adanya sebuah undang-undang karena setiap yang kontroversi yang terjadi di masyarakat, maka negara harus hadir dalam bentuk regulasi. Agar ada sebuah kepastian hukum bagi para pelaku industri sawit nasional kita. Oleh karena itu 9 poin ini yang tentunya akan menjadi landasan kita dan terkait dengan kewenangan DPD dalam masalah pengelolaan sumber daya alam ini tentunya kami 132 ingin mendapatkan lebih jauh pandangan, pemikiran dari DPD agar kita bisa bersama-sama untuk mendorong agar undang-undang perkelapasawitan ini kita yakinkan kepada pemerintah ini adalah penting. Karena memberikan kontribusi penerimaan kepada negara dan beberapa aspek lainnya yang tentunya ini akan sangat positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Sayangnya, Pak Purba dan teman-teman DPD lainnya, beberapa waktu yang lalu pemerintah terlalu cepat mengeluarkan sikap. Mensesneg, menuliskan kepada Kementerian Pertanian memang meminta agar undang-undang perkelapasawitan agar tidak dilanjutkan karena atas permintaan dari LSM. Ini yang saya katakan sangat disayangkan seorang pejabat pemerintah, pejabat negara yang tidak paham konstitusi. Justru DPR, DPD dan pemerintah yang memang punya kewenangan sebagai mandat daripada konstitusi negara dikalahkan dengan intervensi dari pada NGO, di mana NGO ini punya agenda-agenda lain tanpa memikirkan dampak daripada kalo kelapa sawit ini dimatikan. Oleh karena itu ke depan, kita harus punya mempunyai blueprint punya rencana strategi yang jelas. Sehingga kedepan target pemerintah itu kalau sawit itu, CPO hasil kita itu katakanlah targetnya 5 triliun per tahun, ekuivalennya lahannya itu berapa. Ketika itu disepakati maka tidak boleh lagi ada hutan yang diambil atau difungsikan untuk kepentingan perkebunan. Kalo negara berupaya meningkatkan penerimaan dari 5 triliun tadi, maka ke depan tidak boleh lagi melakukan ekstensifikasi tapi intensifikasi. Teknologi berbicara, begitu. Tapi sampai sekarang tidak ada blueprintnya. Kira-kira pemaparannya seperti itu. Kami persilakan dari DPD untuk memberikan masukan. Waktu kami persilakan. DPD RI: DJASARMEN PURBA, S.H. Terima kasih, Pimpinan. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang dan salam sejahtera buat kita semua izinkan kami dari Pokja perkelapasawitan Terlebih dahulu memperkenalkan diri, kami hadir 2 orang, Pak. Mungkin ada lagi yang on the way. Nama saya Djasarmen Purba dari Komite II bersama Pak Sudirman Umar juga dari Komite II. Kalau saya Dapilnya dari Kepulauan Riau dan Pak Sudirman Umar dapilnya dari Provinsi Aceh. Terima kasih Pak Firman bahwa atas undangannya. Bahwasanya komitmen kerja komisi 4 sungguh luar biasa. Sehingga kita juga 133 akan menyampaikan beberapa hal. Walaupun, baru kemarin secara resmi kami terima undangannya. Nah, dari 9 poin yang Bapak sebutkan tadi, sebetulnya kami sepakat untuk mendukung bagaimana supaya RUU Perkelapasawitan ini bisa dibahas, Pak. Itu yang pertama. Kemudian yang kedua, ada beberapa masukan dari kami. Yang pertama, bahwa RUU perkelapasawitan ini adalah untuk kepentingan nasional dan daerah. Sehingga tidak boleh bersifat sektoral, yang dirancang untuk kepentingan golongan atau kepentingan politik tertentu. Sebagaimana kita ketahui bahwa perkelapasawitan di Indonesia sudah lebih dari 100 tahun. Tadi, Pak Firman telah menunjukkan 5,4 juta yang tergantung di sana dikali 3 menjadi 16 juta. Dari sisi substansi, dari sisi konsiderat kami melihat disebutkan di sini bahwa pengaturan perkelapasawitan sebetulnya belum diatur secara umum. Ini bisa kita lihat bahwasanya ada juga perkelapasawitan ini diatur dalam Undang-Undang Perkebunan. Jadi, di samping dari Undang-Undang Perkebunan juga diatur dalam Undang-Undang Perdagangan, Perindustrian dan lain sebagainya. Oleh karena itu kita harapkan bahwa harus ada spesifik, jadi bukan umum yang menyangkut tentang perkawinan ini. Kemudian dari bab 1 ketentuan ini disebutkan ada bahasa yang memakai bahasa Latin yang menyebutkan pasal 1 bahwa kelapa sawit adalah tanaman Palma dari jenis Elaeis. DPD RI menilai bahwa penggunaan bahasa Latin sebaiknya diganti. Karena ditujukan untuk menjelaskan sejumlah istilah umum. Penggunaan bahasa Latin dikhawatirkan dapat memunculkan kebingungan. Sebab di undang-undang yang lain juga tidak terdapat bahasa latin. Dari sisi tujuan juga ada yang belum tercantum, Pak, ada tiga hal yang menurut kami dari DPD. Yang pertama itu meningkatkan sumber devisa negara, mengingat kelapa sawit merupakan komoditas yang terbesar seperti yang disebutkan tadi, sudah 10% total ekspornya. Yang kedua, perlindungan kepada pelaku usaha perkepalasawitan dalam masyarakat. Keberadaan RUU Perkelapasawitan sudah seharusnya ditujukan untuk melindungi para pelaku usaha, khususnya pekebun kecil yang seringkali mendapatkan keuntungan terkecil dari kegiatan usaha perkelapasawitan. Contohnya seperti Plasma yang disebutkan tadi itu, ini jangan hanya semacam hibah dan lain sebagainya. Plasma itu sudah harus dicantumkan dalam Undang-Undang ini.Yang ketiga, terkait aspek perlindungan 134 lingkungan. RUU ini juga seharusnya juga bertujuan untuk melindungi kelestarian dan keberlanjutan dari komoditas sawit dan lingkungan Indonesia untuk masa yang akan datang. Nah, tadi Pak Pimpinan mengatakan bahwa ini menjadi bagian dari pada daya tolak yang besar di dunia. Oleh karena apa? Mungkin kalau boleh ditambahkan dari ketentuan umum, Pak, bahwa yang dimaksud dengan perkelapasawitan itu adalah kawasan hutan. Artinya, kumpulan pohon-pohon dan alam hayati. Di mana flora dan fauna disebut sebagai kehutanan . Jadi kalau ini bukan disebut sebagai kehutanan, itu bisa juga dilihat dari sisi kamus di kehutanan, Pak. Jadi artinya ini kawasan kehutanan. Jadi mereka mengatakan bahwa: ini sangat berbahaya. Jadi sebetulnya persaingan-persaingan yang dimaksudkan di sini. Kemudian dari sisi perencanaan. Pemerintah pusat menyusun dan menetapkan rencana induk perkelapasawitan nasional yang dimaksudkan memberikan arah pedoman dan alat pengendali penyelenggaraan perkelapasawitan. Namun demikian tidak ada penjelasan mengenai bagaimana rencana induk tersebut disusun termasuk pihak apa saja yang akan dilibatkan dalam menyusun perencanaan tersebut. Mengingat rencana induk menjadi pedoman bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pelaku usaha perkelapasawitan, maka seharusnya rencana induk diatur bersama-sama dengan pemerintah daerah. Oleh sebab itu, dalam tentang perencanaan ini perlu ditambahkan ketentuan bahwa penyusunan rencana induk perkelapasawitan wajib melibatkan pemerintah daerah. Bukan karena kami utusan daerah, Pak. Lanjut, tentang usaha di Bab 4 perkelapasawitan. Di Bab 4 kami melihat bahwa perizinan yang diatur oleh RUU perkelapasawitan justru semakin membuat proses kegiatan usaha di bidang perkelapasawitan menjadi semakin birokratis. Sementara kita menginginkan bagaimana perizinan itu cukup sederhana. Oleh karena itu DPD RI menilai ketentuan perizinan dapat disederhanakan menjadi 3 perizinan: 1. Izin Usaha Budidaya Perkelapasawitan 2. Izin Usaha Pengolahan Hasil Perkelapasawitan 3. Izin Usaha Jasa Perkelapasawitan DPD RI juga menilai batasan penanaman modal Asing pada usaha perkelapasawitan seharusnya diatur oleh undang-undang ini. Kadi perkelapasawitan kalau asing yang mempergunakan tidak kita batasi undang-undang ini juga agak merepotkan. Oleh karena itu 135 kita harapkan bagaimana supaya ini bisa artinya ada khususan di sini tapi sama aturannya itu dari sisi batasan penanaman modal asing itu. Kemudian bab 4 tentang usaha perkelapasawitan. DPD RI menilai bahwa peraturan terkait kemitraan harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan pemerintah daerah. Lebih dari itu model kemitraan perlu diperkuat dengan upaya untuk membentuk kelembagaan petani sehingga posisi tawar dari petani kecil dapat ditingkatkan. salah satunya membentuk dan membangun gabungan kelompok pekebun. Ini usul dari DPD, Pak. Dalam konteks ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib melakukan fasilitasi dan dorongan kepada pekebun melalui Gabungan Kelompok berkebun agar dapat mengikuti program kemitraan sebaik mungkin. Bentuk fasilitasi dan dorongan yang dilakukan pemerintah dapat mencakup baik; pembinaan, mencari mitra kerja sama, menyusun pola, skema kerja dan lain sebagainya. Bab 4 tentang tentang usaha perkelapasawitan butir 2. DPD RI juga menilai aspek tanggung jawab sosial dari pelaksanaan usaha di bidang perkelapasawitan harus dapat membentuk dan meningkatkan nilai tambah dari kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dapat berkelanjutan dan dapat memberikan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dalam konteks ini peran pemerintah daerah harus lebih dioptimalkan. Saya ulangi lagi, Pak. Peran pemerintah daerah harus lebih dioptimalkan baik dalam perencanaan, implementasi maupun evaluasi dari pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kemudian Bab 5 tentang budidaya tanaman perkebunan. DPD RI menilai bahwa pengecualian batas lahan bagi Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi dan perusahaan perkebunan dengan status perseroan terbuka untuk Go Public ini diskriminatif dan hanya memberikan keuntungan bagi perusahaan besar dan merugikan perusahaan kecil yang memiliki keterbatasan permodalan dan akses pembiayaan dan faktor produksi lainnya. Kondisi ini dikhawatirkan dapat meningkatkan rasio gini kepemilikan lahan yang menurut sensus pertanian tahun 2013 sudah mencapai 0,68. Oleh sebab itu DPD RI menilai bahwa pembatasan kepemilikan lahan diperlakukan sama, jadi tidak ada pengecualian Pak, untuk seluruh pelaku usaha perkelapasawitan tanpa terkecuali. Agar manfaat ekonomi dari kegiatan usaha perkelapasawitan dapat dirasakan secara adil dan seluruh masyarakat. 136 Kemudian bab 6 tentang industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit. DPD RI menilai bahwasanya tidak ada pemberian pengaturan yang jelas dalam mendukung pengembangan industri pengolahan hasil perkebunan kelapa. Selain itu sejumlah aspek terkait industri pengolahan yang penting untuk diatur dalam RUU ini justru belum diatur. Antara lain beberapa aspek tersebut: pertama, industri pengolahan perkelapasawitan yang ramah lingkungan. Kedua, lokasi kegiatan pengolahan hasil perkelapasawitan yang wajib dilakukan di dalam kawasan industri. Dan yang ketiga, penguatan industri hasil pengolahan hasil kelapa sawit, terutama terkait penelitian dan pengembangan, pengujian, sertifikasi dan promosi yang seharusnya dilakukan oleh DPPI (DitJen PPI). Bab 7 tentang perdagangan. Dalam hal ini DPD RI menilai bahwa terdapat dua aspek yang belum diatur. Jadi banyak yang belum diatur, izinkan kami untuk memasukkannya juga, Pak. Tentang perdagangan komoditas sawit. Yang pertama peran daerah. Nah, ini lagi-lagi peran daerah ini, Pak Firman. Peran daerah dalam mempromosikan ekspor komoditas sawit. Yang kedua, aspek kedua yang perlu diatur adalah fasilitas ekspor untuk industri kecil dan menengah. Dalam RUU perkelapasawitan tidak ada perbedaan dukungan antara promosi ekspor hasil produk olahan sawit yang diproduksi oleh industri besar atau industri kecil dan menengah. Bab 11 tentang kelembagaan. Pada satu sisi dibentuknya lembaga baru yang secara khusus menangani permasalahan sawit Indonesia dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan di sektor perkelapasawitan yang terjadi akibat ego sektoral dari lembagalembaga terkait perkelapasawitan. Meskipun demikian perlu dipikirkan bagaimana efisiensi dan urgensi pembentukan lembaga baru ini dalam jangka panjang. Apalagi setelah kita mengetahui pemerintah sekarang ini untuk bikin lembaga baru. Ya, memang diperhitungkan, termasuk dari sisi keuangan dan lain sebagainya apalagi pemekaran misalnya. Nah ini sama sekali agak ditunda. Tapi kalau boleh betul-betul ada kajian tentang ini. Terlebih saat ini memiliki target untuk mengefisienkan keberadaan lembaga. Kemudian Bab 8 tentang ketentuan peralihan. Pada pasal 80 ayat 1 disebutkan bahwa pada saat undang-undang ini mulai berlaku, lembaga pemerintah pusat yang menangani urusan di bidang perkelapasawitan yang sudah ada pada saat berlakunya undang-undang ini. DPD RI menilai aturan ini dapat menimbulkan kerancuan terkait fungsi dan tanggung 137 jawab dari lembaga lain terkait dengan usaha perkelapasawitan. Terlebih seluruh wewenang dan tanggung jawab mulai dari regulator dan operator dijadikan satu di lembaga ini. Nah, itu kira-kira yang boleh kami disampaikan sehingga ini bisa menjadi pandangan kami dan masukkan lah. Dan harapan kami, Pak Firman, seandainya ada pembahasan sama seperti rancangan undang-undang kelautan yang lalu, kami juga siap, jika diundang kami hadir, Pak. Saya kira itu yang boleh kami sampaikan, terima kasih. Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT: FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih Pak Purba, insya Allah nanti pada tahapan pembahasan di tingkat I, terdapat ketentuan yang diatur dalam undang-undang, akan kita undang agar tidak cacat hukum. Namun Pak, bahwa spirit pada undang-undang ini salah satunya yang memicu daripada kami ada isu tentang Perjanjian IPOP yang ditandatangani antara kabid sektor dalam negeri atau di Indonesia dan di luar negeri yakni pertemuan di PBB, kalau gak salah. Dan itu kami mencermati, melihat bahwa ini sebuah bentuk monopoli terselubung dan akhirnya siapa saja yang bisa mengekspor itu adalah orang-orang tertentu, yang mereka mendapatkan green light daripada para importir di luar negeri. Dan ketika itu salah satunya, yang mengadu kepada kami adalah para pelaku usaha yang terkait kelapa sawit sektor menengah ke bawah dari Aceh. Dia menyampaikan berbagai persoalannya dan ketika itu kami langsung mengambil risasi, memanggil dari semua pelaku usaha yang menandatangani itu dan kami terus bicara sama dia dan agaknya kita dorong kepada pemerintah agar IPOP dibatalkan dan alhamdulillah, akhirnya IPOP dibatalkan. Itulah perjuangan dari kami di Badan Legislasi. Namun hal-hal yang positif tidak terekspos oleh media. Padahal itu sebetulnya perjuangan yang luar biasa. Yang kedua, bahwa yang Bapak sampaikan tadi memang juga menjadi salah satu pemikiran yang ada dalam undang-undang ini dan undang-undang ini memang masih terus kita akan kita sempurnakan. Karena yang terkait dengan masalah pembentukan lembaga dan sebagainya itu kita juga ada referensinya. Kami sepakat bahwa lembaga ini memang, di sisi lain pemerintah sedang mencoba membatasi terbentuknya lembaga baru. Tapi kami juga sampaikan kepada pemerintah, sekiranya pemerintah juga melihat lembaga apa saja yang boleh dan lembaga apa saja yang tidak boleh. Karena ada lembaga yang memang 138 dibutuhkan. Referensinya adalah di Malaysia itu memang lembaga ini memang mempunyai suatu kekuatan yang sangat luar biasa. Memang mengatur tentang kebijakan hulu-hilirnya. Sehingga ini bisa mengatasi eco-sector yang terjadi. Oleh karena itu, pertumbuhan perkelapasawitan di Malaysia jauh lebih maju dibandingkan di Indonesia. Ini tentunya kita jangan sampai ketinggalan daripada Malaysia. Dan inilah poin-poin yang tentunya akan menjadi masukan oleh kami dan akan mengelaborasi di dalam pembahasan ini kita juga memang mengedepankan hak-hak daripada petani. Oleh karena itu beberapa waktu yang lalu kami juga mengundang dari mulai gabungan pengusaha dan kemudian juga dari PTP dan kemudian juga dari aset petani sendiri kita undang untuk melihat masukan dan akan kita jadikan pengkayaan materi tentang pengesahan undang-undang ini. Dan tentunya masukan hari ini juga sangat berharga sehingga nanti pada saatnya nanti undang-undang ini akan bisa kita bahas dan tentu kami mengharapkan agar DPD dengan DPR bersama-sama untuk mendorong kepada pemerintah. Karena pemerintah sekarang ini selalu ketakutan kalau bicara tentang sawit dan tembakau itu selalu ketakutan dengan NGO asing. Padahal kalau kita lihat bahwa potensi penerimaan rokok itu juga sampai mencapai kurang lebih 150 triliun, belum tenaga kerjanya. Kemudian sawit, 300 sampai 350 triliun per tahun. Nah ini, posisi devisa anggaran kita yang semakin melebar ini jangan sampai nanti dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu hingga nanti kita harus hutang ke luar negeri. Ini yang tidak kita inginkan. Jadi beberapa poin memang kelihatannya spektrumnya telah sama, frekuensinya telah sama terkait pentingnya undang-undang ini sehingga nanti undang-undang ini akan menjadi undang-undang Lex specialis. Kalau kita bicara di Amerika itu ada empat komoditi yang dilindungi yaitu pertama, jagung, kedelai, gandum dan kapas. Itu diproteksi dan diproduksi besar-besaran karena itu memang penghasil devisa negara. Kalau di Jepang itu, gandum dan beras. Itu juga dilindungi oleh sebuah undang-undang. Harusnya Indonesia juga belajar daripada negaranegara yang memproteksi terhadap commodity unggulannya. Dan harapan kita, kita bisa bersama-sama untuk memperjuangkan agar undang-undang ini bisa dapat digunakan. Namun, kami persilahkan dari teman-teman untuk bisa memberikan pendalaman dan Pak Robinus kemarin me-WA saya marah-marah karena tiba-tiba ada sebuah berita di televisi swasta yang mengatakan “rokok mengandung minyak babi”. Itu Pak Robinus 139 langsung: rumusannya dari mana? Saya tawarkan kepada Pak Robinus, bagaimana kalau stasiun TV-nya kita undang; apa dasarnya menyiarkan itu. Kan ini bahaya sekali. Kalau semua cara-cara mematikan produk nasional kita dengan di head-to-head-kan dengan halal dan tidak halal kan berbahaya sekali. Oleh karena itu kita sepakat untuk undang televisinya untuk menjelaskan dari mana sumbernya. Kalau perlu kita undang DPD sebab itu kan menyangkut hak hidup rakyat kita. Supaya mereka juga memberikan pertanggungjawaban, jangan asal mereka menyiarkan. Kalau memang tidak bisa dipertanggungjawabkan maka kita bisa memberikan sanksi kepada TV-TV yang tidak bertanggung jawab. Minimal mungkin diberi peringatan hingga sampai suatu saat pada pencabutan izin, karena tidak benar mengadu domba daripada hak-hak daripada masyarakat kita ini. ANGGOTA RAPAT: Baik terima kasih, pimpinan, teman-teman Baleg dan sahabat kita dari DPD. Seperti yang tercantum dalam UU No.23 dalam hal kita membentuk undang-undang itu harus bersama DPD baik dalam memberikan masukan maupun dalam membahas. Ini tepat saya pikir sebab ini adalah persoalan bersama. Nah, tadi ketua sudah singgung bahwa kita akan membuat undang-undang persawitan dan kita tahu persawitan ini telah menjadi komoditas yang bertindak strategis dan juga perkembangan pun sangat dahsyat. Dalam 50 tahun ini Indonesia sudah bisa menduduki produksi terbesar daripada CPO dan lahan luas. Oleh karena itu lahirnya undang-undang perkelapasawitan ini saya pikir membawa kepastian hukum dan landasan hukum serta menempatkan kedaulatan kita. Yang mungkin adalah karena itu mungkin masukan yang perlu kita minta lagi juga dari kawan-kawan DPD yang banyak bergelut di daerah, saya pikir kalau persoalan perizinan itu jelas-jelas tidak terlalu masalah. Yang jadi persoalan ini ada penyediaan lahan. Penyediaan lahan ini yang sering kita temui di berbagai daerah konflik masyarakat dengan bentuk badan usaha maupun badan usaha negara maupun swasta ataupun perorangan, lahan-lahan yang digunakan itu masih banyak tercampur oleh lahan-lahan apakah itu hutan lindung maupun hutan produksi. Dan itu sudah jelas-jelas dalam undang-undang tidak dapat digunakan untuk kepemilikan dan untuk perkebunan. Yang kita ingin ketahui dari kawan-kawan DPD ini, bagaimana sikap suara daerah terhadap kebijakan dan undang-undang yang harus diberikan termasuk pendistribusian lahan-lahan kepada usaha kecil menengah dan besar itu. Kecil ini harus kita lindungi, kalau tidak salah di undang-undang perkebunan itu kalau masih 25 hektar kebawah 140 ataupun undang-undang agraria juga, itu masih usaha perorangan. Tapi setelah itu adalah badan usaha dan kita tahu, badan usaha swasta ini sangat mendominasi termasuk asing. Nah ini saya pikir perlu ada sikap, termasuk penanaman modal itu asing, itu kira-kira berapa harus kita berikan. Apakah sekarang kita bebas 49-51 itu penanaman modal yang harus kita baca lingkup usaha pertambangan, ataupun yang lain-lainnya atau jenis-jenis komoditi yang dilindungi yang strategis ini saya pikir tidak semuanya asing boleh masuk. Nah, ini saya pikir juga perlu kita berikan. Walaupun undang-undang perkebunan itu, perusahaan inti dengan plasma itu paling tidak 20% kan sudah harus diberikan, itu sudah ada, tetapi pelaksanaannya masih banyak mengalami kendala-kendala itu. Penderitaan daripada petani plasma itu, ya kadang-kadang mereka setelah akhirnya yaitu memiliki beban membayar hutang karena beban banyak di ini juga mekanisme sebaiknya perlu kita perbaiki. Oleh karena itu, kita juga, seperti yang disinggung oleh Ketua tadi, bagaimana memberi ruang pengembangan industri hulu ke hilir ini. Jangan sekarang ini kita masih mabuk produksi tinggi, semua CPO kita kirim keluar. Dan 35 juta ton itu, kalau tidak salah produksi kita sekarang ini, 10 ton saja yang di dalam negeri, 25 tonnya kita ekspor. Bagaimana kita mengatur hilir ini harus terbuka juga oleh dunia usaha. Jangan dia pedagang hanya menjual CPO tapi hilirnya tidak. Hilir ini hadir saya pikir penting buat kita untuk penyerapan tenaga kerja. Kemudian juga meningkatkan nilai pertumbuhan ekonomi kita. Jadi kita perlu menurut daerah itu berapa pembatasan impor dari suatu perusahaan CPO. Menurut saya, dalam undang-undang ini, kita harus ada membatasi juga tentang berapa kita harus mengekspor. Jangan seperti misalnya perusahaan Sinarmas terus menerus mengekspor. Sehingga ada perwakilan kolektif. Shanghai ada, di Cina ada. Itu, kita itu hanya menjadi tempat berkebun tapi mengolahnya di sana. Nah ini, jadi juga pemikiran kita bersama, kami DPR juga sudah berpikir, tinggal kawan-kawan DPD ini. Yang terakhir saya pikir, yang kita ketahui juga, petani jitu sebenarnya juga perlu menetapkan berapa harga yang layak. Kita tahu persis seorang petani yang punya kebun itu, kalau yang kecil-kecil itu, mulai dari metik pun dia sudah keluar uang. 10% daripada jumlah hasil panen dia seminggu, sebulan dua kali itu, dia sudah terpotong untuk biaya metik, karena bukan dia juga yang metiknya. Yang kedua, biaya angkut dari metik ke pengumpul. Kemudian sampai pada CPO-nya, dia dapat pemotongannya juga, biaya untuk macam-macam. Peremajaan sawit, atau apapun itu. Jadi, walaupun terbayang misalnya 141 sekarang ini harga sawit antara 1400/kilo, rakyat petani itu paling terima 1000 perak, sembilan ratus pun masih syukur kenapa? Karena mereka telah membayar yang terpotong sebelumnya. Kepada siapa yang harus diberikan potongan itu? Kepada perusahaan besar karena dia perlu untuk peremajaan untuk memikirkan 25 tahun. Tapi kalau petani kecil di bawah 20 hektar tadi bagaimana. Jangankan kecil, yang menengah pun harus kita lindungi. Nah, yang begini-begini walaupun kita ada investasi. Kemudian masalah lahan, penyediaan lahan itu sudah menjadi komflik. Kalau perizinan saya pikir, undang-undang perkebunan sudah cukup memadai, ya Pak Ketua ya. Kalau seorang lahan sudah ada dia dengan perencanaan dia, keluar kalau tanahnya tidak bermasalah izin usaha perkebunan dia, sesuai dengan perencanaan kapan dia nanem, kapa dia berbuah, keluarlah yang namanya HGU-nya. HGU sudah aman, dia sudah aman itu perusahaan. Itu soal perizinan. Tapi demikian juga untuk industri CPO-nya juga udah. Tapi kalau untuk pembukaan lahan ini yang menurut saya dan masyarakat itu perlu kita tempatkan. Pertanyaan saya sekali lagi apakah kita juga memberi ruang penyediaan lahan terutama lahan-lahan yang lindungi hutan lindung dan hutan produksi terbatas itu masih bisa dipakai untuk kepentingan masyarakat untuk berkebun sawit? Saya pikir demikian saja masukan Pak Ketua, pandangan kita terhadap undangundang perkelapasawitan ini. Kita harapkan undang-undang ini bisa berjalan menjadi kedaulatan kita, menjadi landasan hukum kita dalam menjadikan komoditas sawit yang seperti tadi. Terima kasih. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Pak Rofinus kami persilakan ANGGOTA RAPAT : ROFINUS HOTMAULANA Terimakasih Pimpinan, dari teman-teman Baleg dari Fraksi DPD RI teman-teman di Baleg dan semua yang hadir dalam rapat yang berbahagia ini. Saya sangat senang apa yang diberikan oleh DPD di dalam memberikan masukan terhadap rancangan undangundang tentang perkelapa sawitan ini, namun perlu saya ingin sampaikan Pak Ketua ada beberapa permintaan structure di sini yang tidak selesai pak. 142 Pertanyaannya umpamanya bagaimana DPD ingin mencari sesuatu tanpa diberikan wewenang untuk yaitu dan sesuai pada saat kita dulu membahas MD3. Disini saya akan berikan katakanlah kalau ingin masuk di dalam proses perdagangan kalau itu tidak diatur di Perda dan tidak di bawahi DPD, ini akan menjadi kesulitan dalam struktur perkelapasawitan di kemudian hari. Jadi saya cenderung sebenarnya bagaimana lembaga DPD kita perkuat. Bagaimana supaya bisa masuk mereka di relung - relung di daerah khusus masalah perdagangan karena contohnya begini, banyak terjadi kasus di komisi PKPU yang tidak bisa dijelaskan atau tidak di bisa di urai yang mana perkelapasawitan yang mana itu trading karena dia berfokus pada pajak. Katakanlah begini, bapak punya area 5000 hektar tetapi bapak memproduksi lebih dari 15000 hektar itu yang berat ini DPD dan daerah tidak bisa karna kembali ke pusat sehingga ternyata mereka ini kalau umpamanya pabrik ya cuman 7000 kan cuman satu tapi mereka bisa memproduksi lebih dari itu lebih dari itu Pak karena mereka trading. Mereka mengambil dari berbagai pasokan-pasokan sehingga seakan-akan produksi mereka dikatakan melebihi dari apa yang mereka produksi, ini tidak jelas. Lalu bagaimana yang bisa kita gunakan kecuali dari pemerintah daerah maka yang saya katakan waktu ada Perda yang dihapus oleh Kementerian Dalam Negeri atas perintah Mahkamah Konstitusi saya usulkan saya tidak dapat mengusulkan supaya kewenangannya diberikan kemudian dipilih dalam membuat Perda artinya apa, termasuk anggarannya juga ini harus tuntas Pak. Jadi tidak boleh kita hanya sekedar mengamini sesuatu. Sekarang kita mau tanya bagaimana bapak mempromosikan dasar hukumnya Legal standing Bapak apa kalau tidak ada diberikan kewenangan untuk itu kembali kepada struktur di pusat waktu di Perancis ikut Kebetulan sama Wilmar waktu itu bagaimana kita ini diobok-obok oleh negara-negara Eropa. Nah itu yang pertama, kedua kita juga DPD tidak melihat dengan jernih bagaimana sebenarnya turunan dari pada produk ini cangkang kita jual ke Cina kemudian sisa-sisa ini kita jual untuk makanan ternak di New Zealand Ini gimana Ini turunannya di banyak yang tahu ini adalah di daerah yang bersangkutan seberapa besar in out jadi saya lebih cenderung kalau kita ingin mengatur tentang masalah ini secara tuntas strukturnya harus jelas siapa, dengan siapa baru kita bicara substaannya nah DPD dalam 143 memberikan masukan ini fine pak, saya sangat setuju dalam masukan ini walaupun tidak tuntas tetapi kita sudah mulai jalan perencanaan bagaimana Bapak mau masuk dalam perencanaan hanya di ruangan ini saja tidak boleh lebih dari itu. Tidak boleh karena memang tidak diberikan kewenangan ini saya sebagai wakil rakyat tentu melihat secara komperhensif bagaimana kita membagi tugas distribusional power yang ada dalam negeri ini agar semua lembaga di negeri ini berwenang menangani apa yang harus ditanganinya coba ini ini bagaimana ini dari DPD sikapnya seperti apa masukkan Saya sudah berikan dulu dia kan walaupun sampai hari ini MD3 nya belum kita bahas pak tapi sudah masuk ya dirimu karena filosofinya adalah distribution of power super power yang ada di dalam Montesquieu teori itu harusnya tuntas lembaga kita sudah tidak jelaskan Maaf kalau saya boleh agak lebih melenceng sedikit kita tidak menggunakan lagi Montesquieu teori legislatif yudikatif dan eksekutif sudah tidak jelas. Kenapa umpamanya KPK di mana Komnas HAM di mana KY Di mana tidak ada di dalam struktur ini itu DPD yang sudah kita amini melalui keputusan MPR tentu harus juga bisa bermain dengan kewenangannya di daerah daerah dalam konteks perdagangan di dalam perkelapasawita. Nah yang tahu ini adalah daerah dengan lucunya DPD juga tidak bisa mendris kebawah seberapa besar si pajak yang masuk ke daerah. Nah ini, jadi struktur yang ingin saya persoalkan, kalo substansi barangkali nanti Pak Firman sebagai ketua Baleg. Saya sudah berikan masukan dari Fraksi Hanura ini yang menjadi kegelisahan saya waktu karena waktu itu maaf saya sedikit agak melenceng saya challenge yang namanya Menteri Dalam Negeri pada saat mereka meminta dana untuk penghapusan Perda ini awal muatannya ini teman-teman di komisi 2 dengar sendiri bagaimana bisa menggunakan sekian ratus Miliar untuk menghapus PRK, itu saya pertanyakan untuk apa ini, nah dasar itu karena perda ini memang harus diawasi maka sekarang pertanyaannya kalau sudah Kementerian Dalam Negeri tidak punya kewenangan dari Mahkamah Konstitusi untuk mengawasi PERDA maka kepada siapa ini pak jadi kalau di dalam konstitusi kita ini ada yang kosong pak, saya harap pak ketua mungkin bisa memahami apa yang menjadi filosofi yang saya buat di dalam usulan fraksi Hanura 144 Bagaimana bukan hanya sekedar Jangan nanti dikirain kebutuhan Pak Sapta Odang ini ketua Hanura lagi Jangan ke sana Pak. Jadi saya minta sebenarnya bagaimana kita ini bisa dilakukan dengan baik agar hal ini bisa kita diskusikan dengan baik bahwa kewenangan untuk sebagai partner di dalam pembuatan undang-undang Saya setuju tapi lebih dari itu ada hal-hal yang perlu diawasi daerah yang mungkin bukan kewenangan kita lagi Jadi kalau istilahnya to think so and solely tuntas Pak ini yang saya ingin sampaikan di dalam tanggapan terhadap apa yang disampaikan oleh teman-teman fraksi DPD ya kalau di Komisi 2 disebut fraksi DPD ya. Karena memang sudah menjadi selalu kita di dalam membuat undang-undang itu selalu kita bersama-sama. Nah jadi hal-hal lain yang mungkin nanti dalam pembahasan akan saya masukin tentang masalah trading dan segala macam lebih kurang terima kasih pak ketua, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, iya ada lagi dari anggota? Silahkan. ANGGOTA RAPAT: AMIRUL TAMIM Ya, saya Amirul Tamim dari fraksi PPP Dapil Sulawesi Utara. Pertama terima kasih dengan pandangan-pandangan DPD tadi untuk mengingatkan kita bahwa UU ini umurnya harus sifatnya umurnya panjang kalau saya baca dari catatan-catatan ini dari pengalaman – pengalaman kita ini biasanya UU kita ini umurnya pendek-pendek, prinsipnya memang harusnya UU ini umurnya panjang-panjang. Terkait dengan UU perkelapasawitan tadi dari pak ketua ini mengingatkan kita bahwa komoditas ini komoditas strategis. Tiap tahun bisa menghasilkan 300 triliun, tentu dengan 300 triliun yang dihasilkan ini harus terukur juga berapa lahan yang digunakan, berapa tenaga kerja yang dihasilkan. Apakah ini hasil 300 triliun ini hasil yang optimal dari potensi yang ada ini atau memang 300 triliun ini kalau kita kaitkan dengan potensi yang kita niliki ini termasuk yang kecil. Bahwa lihat dari pemerintah sini komoditas strategis kebutuhan Global tetapi hasil yang dihasilkan cuma 300 triliun tentu dengan kondisi ini kalau memang itu ternyata bahwa 145 tidak sebanding antara potensi yang kita miliki ini kemudian dengan hak yang tidak tentu kita melihat sebenarnya persoalan ini di mana, Apakah ini memang sudah optimal 300 triliun kalau memang belum optimal. kemungkinan kelemahannya bahwa kita tidak tur secara efisien terkait dengan tadi dikatakan bahwa kalau kita bicara perkelapasawitan ini beberapa undang-undang yang terkait kayak gitu dalam perkebunan yang bertegangan kehutanan apalagi terkait dengan kehutanan ini memang bahwa terkait dengan undang-undang yang disebutkan tadi tentu dapat terjawab dengan undang-undang yang kita bicarakan ini. Karena kalau tidak ini bisa menjadi lahirnya undang-undang ini bisa menjadi konflik baru terjadi konflik baru dengan lahirnya undang-undang ini ini biasanya biayanya tidak kecil oleh sebab itu pimpinan saya kira ini perlu kita simulasi betul undang-undang ini kita terima kasih DPD ini memberikan dukungan cuman catatan yang mungkin perlu menjadi perhatian kita karena terkait dengan kelapa sawit dan ini lokasinya di daerah kalau kita kaitkan dengan undang-undang 23 tentang kewenangan memang ini sentuhannya besar sekali karena terkait dengan kewenangan daerah dibidang pertanahan, di bidang kehutanan dan lain-lain kemudian tadi disampaikan bahwa bagaimana keterlibatan daerah kalau kita atur sedemikian rupa di undang-undang ini dan kita tidak simulasikan dengan baik bisa menjadi high cost dan ini tidak mempunyai daya saing sebentar yang kita inginkan bahwa dengan tidak diatur tersendiri bisa menghasilkan 300 triliun begitu kita keluarkan undang-undang bisa-bisa aja karena kita terlalu mengaturnya sedetail sementara tantangan-tantangan birokrasi yang senantiasa kita buat dalam undang-undang dengan mengingat kewenangan kewenangan dan lain sebagainya ini bisa hanya kita tidak punya daya saing sekira ini yang perlu kita simulasikan dengan baik ya menghitung dengan baik terkait dengan lahirnya undang-undang ini, kita juga setuju dengan lahirnya undang-undang ini. Kemudian yang kedua kira perlu kita pertimbangkan tentang batas maksimal dari pada lahan sawit ini apakah dengan kondisi sekarang ini kita sudah ideal kemudian bagaimana kita mendudukkan karena persoalan-persoalan lahan sawit ini kan masih dikaitkan bahwa kita terobos lahan hutan. Saya ingin menjadi problem tersendiri yang harus kita dulu kan bahwa sebenarnya kebun sawit fungsi hutan kita mau kaitkan dengan fungsifungsi saat itu bisa dikatakan ini perlu kita atur batas maksimal sehingga nantinya saya kira 146 kita sependapat dengan pimpinan tadi bahwa ini harus menjadi komoditas unggulan yang harus bisa dilindungi bisa dilindungi dan undang-undang ini kita cantumkan dan bahwa ini penggunaannya yang harus diproteksi sehingga pemerintah punya andil yang besar untuk tetap menjadikan bahwa perkepalasawitan ini adalah produk unggulan kita dan tercermin bahwa lahirnya undang-undang ini ini bisa menghasilkan devisa yang lebih besar dan bukan 300 triliun lagi tetapi harus jauh lebih besar tetapi dengan catatan hati-hati jangan sampai lahirnya undang-undang ini kita menemukan konflik baru yang nantinya undang-undang ini apa yang kita inginkan bisa jauh. Saya kira itu pimpinan, prinsip bahwa kita harus sepakat undang-undang i ini harus lahir. Saya kira demikian terimakasih. KETUA RAPAT: Terimakasih, jadi apa yang disampaikan Pak Amirul tadi betul bahwa jangan sampai undang-undang ini menjadi problem baru oleh kan itu memang dalam pembahasan UU ini kami juga akan mengundang semua stakeholder pelaku usaha yang besar menengah yang kecil bahkan sampai kepada para pakar dan mantan pejabat pejabat yang memang punya keahlian dalam bidang ini dan kemudian memang yang disampaikan Pak Orba tadi betul persoalan yang terkait dengan perkelapasawitan itu karena ego sektoral salah satu solusinya melembaga baru ini itulah yang ditempuh Malaysia oleh karena itu Indonesia Malaysia itu sangat penting sekali dari semua aspek dan kemudian kelemahannya kita sampai sekarang ini kan kita belum memproduksi sawit terbesar atau CPO kita ini adalah buruknya terbesar di dunia tapi kita belum punya standarisasi sendiri sehingga kita masih bergantung pada staten general oleh pembeli boleh kan itu melalui ISPO yang akan menjadi standar nasional kita itu yang sekarang hanya diberikan payung hukum dalam bentuk Peraturan Menteri maka akan kita jadikan payung hukum namanya undang-undang sehingga nanti ketika kita menjual ya inilah standar nasional kita tidak bisa kita pengurangan standar yang kita tetapkan oleh buyer kemudian masa lembaga ini memang punya kewenangan untuk mengatur hulu hilirnya konteksnya memang kenapa kemarin pemerintah itu berkeberatan karena menteri satu dengan yang lain merasa kewenangannya diambil padahal sebetulnya ini tujuannya kalau ini semua dipangkas maka terjadi apa namanya penyederhanaan mulai dari perizinan dan sebagainya harus beberapa kementerian itu hanya ada satu lembaga sehingga terjadi efisiensi yang sangat luar biasa dan kemudian 147 sawit ini juga memberikan kontribusi penerimaan negara kepada penerimaan daerah sehingga yang disampaikan pada betul bahwa pembagian hasil dana bagi hasil sawit ini harus ada ketentuan yang diatur berapa untuk daerah penghasil itu jangan seperti migas. Sekarang ini batubara dan sebagainya ini daerah itu hanya gigit jari saja. Nah ini kita atur semua secara komperhensif dalam Undang-Undang ini. Oleh karena itu beberapa dari daerah yang penghasil dari kelapa sawit ini memang sangat setuju dengan undangundang ini oleh karena itu nanti tinggal disempurnakan dalam rancangan ini dengan berbagai masukan tentunya ini bukan yang terakhir tapi ada beberapa kali lagi yang harus kita lakukan pendalaman dan kemudian kami juga mengharap bahwa dengan sosialisasi Prolegnas temen-temen DPD agar DPD diundang karena nanti menyangkut beberapa undang-undang yang terkait dengan kepentingan di daerah secara bersama-sama kita diskusi segitiga DPD DPRD daerah sungai nanti kita bisa memperjuangkan secara bersamasama hak-hak daerah dan juga hak-hak daripada pemerintah pusat itu yang akan kami lakukan, silakan DPD akan kami sampaikan. Silahkan teman-teman mungkin bisa diberikan tanggapan setelah itu nanti kita akhiri pada sore hari ini dan kemudian nanti kita bisa lanjutkan rapat berikutnya. ANGGOTA RAPAT: LUTHFI ANDI MUTTY Terima kasih pimpinan sebelumnya perkenalkan teman yang baru datang Pak Aji Mirza baru langsung dari bandara sampe tadi selaku ketua komite 2. ANGGOTA RAPAT: TABRANI MAAMUN Terima kasih banyak ini masukan yang dari Pak Ramli, Pak Amirul Tami, Pak Luthfi, Pak Tabrani dan Pak Rovinus disamping masukan ternyata kami dapat kembali pulang segar karena ada memberikan penguatan kepada kita yang hadir dan kawan-kawannya yang telah memberikan penguatan kepada kami. Sehingga apa, sehingga nanti dalam rangka MD3 itu bisa disisipkan dengan tanda kutip. Bagaimana supaya DBD bisa punya wewenang yang lebih baik lagi. Itu yang pertama, Kemudian yang kedua ada beberapa hal dari masukannya. Terima kasih banyak juga menyangkut tentang inti dan plasma kalau dalam inti dan plasma ini disebutkan seperti ini pak, pada pasal 20 dikatakan tadi ada yang mengatakan itu Pak Ramli, perusahaan 148 perkebunan kelapa sawit yang memiliki IUP dan IUPB sejak tanggal 28 Februari 2007 wajib membangun kebun masyarakat paling sedikit seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. Kemudian pada pasal 22 ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Nah tadi Pak Firman kita ini kadang-kadang mau berdedikasi bertentangan dengan undang-undangnya. Itu satu, kemudian yang kedua PP ini ada PP yang saya tahu pak, 10 tahun lebih tidak muncul-muncul Pak, ini bagaimana kalau misalnya menyangkut tentang plasma dan inti kita masukkan aja langsung undang-undang ini jadi nggak perlu lagi dia berupa PP sehingga menjadi kekuatan kepada plasma itu sendiri, ini usul dari kami Pak. Karena apa supaya dari PP kita sepakati waktu itu sangat bisa juga mengganggu daripada undangundang itu kita masukkan aja itu usul dari kami. kemudian yang kedua tentang Pajak untuk daerah, nah kalau tadi ada bagi hasil diseebutkan Bagaimana kalau pajak yang menyangkut tentang Itu ada bisa dimasukkan ke PHD juga contohnya pajak ada pada perkebunan pajak perhutanan, pajak pertambangan ini dalam rangka perhutanan itu selama ini diambil pusat seluruhnya ini pajaknya bagaimana kalau misalnya di konsentrasikan sehingga itu bisa masuk di daerah kita semua bagaimanapun mewakili partai juga adalah masing-masing dari daerah jadi kdari satu sisi kita sama visinya memperjuangkan daerah, betul Pak Rufinus ya. Siap-siap udah masuk kan lah ini kan itu kira-kira kemudian yang terakhir yaitu tentang menyapu tentang penyediaan lahan tadi Pak, kami ulangi lagi bahwasanya pendirian lahan ini bagaimana supaya khusus yang industri kecil menengah ini bisa lebih diperhatikan terutama pada petani petani itu sendiri sehingga apa, sehingga tidak tumpang tindih yang satu seperti dikatakan 7 juta hektar. Tadi Pak ya, dari kawasan hutan bisa menjadi kawasan perkebunan itu satu hal yang sangat luar biasa terjadi perbedaannya kami sampaikan mungkin dari Aji adalagi yang mau disampaikan? Silahkan. ANGGOTA DPD: PARLINDUNGAN PURBA Terimakasih Pimpinan saya hanya menambahkan sedikit tadi menyampaikan permintaan maaf karena tadi terlambat, tadi baru dari dapil saya juga Kalimantan Timur di beberapa daerah sering kali misalnya dalam petani-petani sawit menyampaikan plasma bahwa lahan yang selama ini disediakan oleh perusahaan itu seringkali nama mereka hanya masuk tapi kemudian perusahaan yang mengambil alih lagi, nah mungkin nanti kami juga 149 bisa berharap agar bisa apa namanya memasukkan lagi dalam terkait bagaimana pengaturan agar masyarakat setempat itu mendapatkan manfaatkan yang sesuai lah terhadap beraktivitasnya perusahaan sawit di tempat mereka karena kita juga tahu bahwa perusahaan sawit itu sedikit banyak juga menyebabkan kerusakan lingkungan air yang luar biasa sehingga sungai-sungai sekitar kering masyarakat yang biasanya memiliki tambaktambak itu kemudian tidak bisa lagi karena ada lahan sawit itu. Terimakasih sudah kami, saya di luar sama mengikuti Bapak saya pulang bilang wilayah Hanura tapi hadir disini sebagai DPD Pak Terima kasih Pak saya lagi saya kembalikan ke Pak Pimpinan. ANGOTA DPD-RI: AJI Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh, selamat siang salam sejahtera bagi kita semua yang terhormat Bapak ketua Baleg, yang terhormat ketua DPD RI dan staff dari sekretariat. Pak saya ingin menyampaikan kaitan dengan daerah saja mungkin ini sebagai bahan masukan bagi terbentuknya undang-undang tentang perkelapasawitan nanti mungkin dengan kehadiran kami ini DPD dari daerah tentunya kami setiap hari bergelut dengan masyarakat di daerah banyak saya lihat pak mungkin bisa ditambahkan nanti, di Aceh dan di Sumatera sendiri itu tidak pernah masyarakat mengetahui kapan berakhirnya masa izin dari pada tanah HGU yang dipergunakan oleh pemilik sawit, itu di Aceh Pak, sangat sangat banyak sekali ada 70.000 hektar lebih, masyarakat tidak pernah tahu itu kapan berakhirnya masa izin mereka bahkan langsung kembali di tanam revitalisasi langsung ditanam lagi tanpa dan bahkan itu ada tanah yang tidak punya sawit lagi tidak boleh dipergunakan oleh masyarakat. DPD RI : ZAKARIA Masyarakat tidak pernah tahu itu kapan berakhirnya masa izin mereka, bahkan langsung kembali ke dalam revitalisasi langsung ditanam dalam lagi diulang tanpa tidak pernah pakai dan bahkan itu ada tanah yang tidak punya sawit lagi tidak pula boleh dipergunakan oleh masyarakat. Ini merupakan dilema. Yang kedua, di Aceh sekarang ini dan di Sumatera harga sawit dimainkan oleh para pengusaha. itu kadang-kadang Pak, sawit begitu dibawa oleh para ajun didiamin, dilamakan, bahkan sampai nanti sudah apa 150 namanya, buahnya sudah tidak bagus lagi harganya jadi murah. Itu, itu kondisi yang terjadi di sana. Jadi betul seperti kata Bapak tadi dari teman kita, petani sendiri tidak bisa menikmati hasil yang sesuai. Tidak bisa. Kemudian ada kebijakan Pak, sekarang ini dari Gubernur di Aceh khususnya Pak Gubernur baru Irwandi, dilarang CPO itu keluar daripada daerah. Nah sekarang pertanyaannya itu boleh kebijakan itu diberikan oleh daerah atau dikeluarkan tapi siapa yang mengolahnya sekarang ini? Ini begini CPO ini apa namanya produksi-produksi yang bisa maksud saya produksiproduksi yang bisa menghasilkan suatu produksi seperti ini semuanya tidak bisa diolah di sana. Tadi ada pelarangan bahan baku untuk keluar tapi di dalam daerah tidak bisa digunakan juga. Ini tidak bisa membantu daerah. Kemudian yang terakhir, masyarakat di Aceh dan di Sumatera sendiri dikondisikan untuk selalu menjadi sapi perah di perusahaan sawit. Mereka dikondisikan bagaimana bekerja selalu turun-temurun di sana. Minta maaf Pak, saya orang daerah harus bicaranya begini Pak. Karena ini kondisi riil yang dirasakan oleh masyarakat di sana. Jadi mungkin ini Pak dalam penguatan undang-undang nantinya bagaimana substansi-substansi ini bisa memperkaya daripada pembuatan undang-undang kita. Terima kasih Pak, terima kasih semuanya yang sudah mengundang kami ini kami sangat mengapresiasikan hal ini. Demikian Pak ketua masukan dari saya dari daerah assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT : FIRMAN SOEBAGYO, SE. MH Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Baik teman-teman dari DPD Pak Azhar tadi juga menyampaikan Pak Dirman memang betul bahwa gimik atau isu bahwa sawit merusak lingkungan itu sebetulnya karena kesalahan kita. Kita tidak punya root lab yang jelas. Kita tidak punya tata ruang yang jelas sehingga kita ini nggak bisa membuat laterisasi mana yang lahan hutan lindung, mana yang tanaman pangan, mana yang untuk sawit. Nah oleh karena itu carut-marut ini perlu kehadiran negara untuk menata ulang. Tadi semua mengakui bahwa sawit ini adalah bagian dari pada sumber penerimaan negara yang cukup besar. Kita tentunya harus bersyukur kepada Tuhan kepada Allah SWT 151 Tuhan yang mahakuasa karena Indonesia diberikan karunia yang namanya bisa menanam sawit Di Amerika itu sama sekali nggak bisa. Makanya yang ketakutan Eropa itu karena itu. NGO NGO masuk dengan isu lingkungan judul salah satu yang sekarang menjadi isu kebakaran akibat sawit karena kesalahan kita nggak punya tata ruang yang jelas. Oleh karena itu harus kita atur seperti tadi yang Pak Dirman sampaikan itu benar memang di aceh waktu saya Komisi IV yang lalu 5 tahun yang lalu itu kami dengarkan tuh si teman-teman di sana. Memang ada sebuah tidak kepastian tentang masa Berapa lama penguasaan dan kita ini harus bagaimana. Nah kembali kepada regulasi yang dibuat daerah itu itu juga tidak mempertimbangkan karena sawit kan rentan kerusakan itu diendapkan selama tiga hari itu nilainya agak merosot. Nah oleh karena itu hulu hilir ini kita atur sehingga kedepan itu pertama adalah agar produk-produk turunan itu juga dilakukan di daerah sehingga potensi ekonomi daerah itu bisa berkembang dan tidak ada lagi yang namanya hasil ekspor komposisi strategis tapi duitnya ada di Singapura ini yang harus kita atur di situ. Dan kemudian pembatasan asing ini harus tegas itulah menunjukkan ketersediaan kepentingan nasional kita. Dan saya yakin pembatasan ini bukan pelanggaran terhadap Konstitusi karena saya pernah menghadiri sebagai saksi ahli di Mahkamah Konstitusi dengan pembatasan sektor hortikultura itu dan ditambahkan 30% untuk asing itu dimenangkan, dan itu menunjukkan bahwa idealisme daripada lembaga legislatif kepada kepentingan nasional kita. Dan Kemudian beberapa hal yang terkait dengan pajak, kemudian dana bagi hasil ini semua akan kita secara komprehensif. Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana untuk menampung daripada buatan dan segar yang memang tidak memenuhi spesifikasi ekspor. Ini ada peluang besar yang namanya energi baru terbarukan itu bisa digalak untuk menjadi bahan biodiesel yang sampai sekarang wacana biodisel itu terus berkembang tapi tidak pernah ada regulasinya. Padahal itu kalau dilakukan penghematan impor biodiesel itu luar biasa di luar negeri. Bisa jutaan ton per tahun. Nah inilah yang akan kita atur dalam undang-undang ini agar ke depan itu ada sebuah value terhadap CPO ini tidak hanya untuk kepentingan ekspor tetapi juga kepentingan dalam negeri dalam rangka untuk energi baru terbarukan karena salah satu untuk alternatif increase yang akan datang itu energi baru 152 terbarukan karena yang namanya fosil tidak bisa dibudidayakan. Habis ya habis. Tapi kalau ini kan kerja dikembangkan inilah kelebihan kita. Oleh karena itu pentingnya undang-undang ini kita bersepakat berkomitmen bahwa undang-undangnya diundangkan dan kemudian DPD bersama DPR senantiasa bersamasama merumuskan karena kita punya kepentingan bersama. Di tingkat nasional DPR punya kepentingan besar untuk penerimaan negara dan sebagainya tapi di daerah teman-teman DPD juga punya kepentingan yang lebih besar daripada industri perkelapasawitan itu. Oleh karena itu bapak ibu yang kami hormati seperti yang saya sampaikan tadi karena jam 4 saya juga harus menghadiri rapat lagi di tempat lain dengan mengucapkan terima kasih atas kehadirannya sekali lagi Pak Purba dan teman-teman lainnya DPD pertemuan ini bukan yang pertama tadi saya minta kepada staf ini ada catatan-catatan yang mungkin juga perlu disampaikan ke DPD. Supaya nanti juga dilakukan kajian dan kemudian nanti juga bisa diberikan masukan kepada badan legislasi yang mengharmonisasi ini agar undang-undang ini betul-betul bisa menjadi undang-undang yang jauh daripada sempurna. Dengan mengucapkan alhamdulillahirobbilalamin rapat kami nyatakan ditutup. Ketuk Palu 3 X Wabillahi Taufiq wal hidayah assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Rapat ditutup Pkl. 15.45 WIB Jakarta, 23 November 2016 Sekretaris Rapat, Widiharto, S.H., M.H. 153 Lampiran 11. Notulensi Rapat mengenai Rapat Pembahasan RUU tentang Penanggulangan Bencanadengan BMKG dan BNPB Rapat Panja RUU tentang Penanggulangan Bencana pada Tanggal 1 Juli 2019 1. Rapat Badan Legislasi mengenai Pembahasan Penyusunan RUU tentang Penanggulangan Bencana Dalam rapat pembahasan RUU tersebut dihadiri oleh : 1) BNPB 2) Dinas Pariwisata 3) Kementerian Sosial 4) Badan Legislasi DPR RI Dalam usulan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 sudah usang, yakni 12 tahun yang lalu. Dan kawan-kawan aliansi dan NGO sudah mengusulkan mengenai diskusi dan usulan dari revisi ini. Hal yang disoroti dalam perubahan Undang-Undang ini adalah mengenai: 1) Peringatan Dini 2) Pemberdayaan Masyarakat Di Jepang terdapat porsi masyarakat yang cukup besar yang sebesar 34,9% dan masyarakat Jepang percaya terhadap otoritas sekitar 100%. Terdapat beberapa usulan perubahan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulan Bencana: 1) Bab I Pasal 1 Point 1 menyatakan bahwa “Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa secara tiba-tiba atau bertahap yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, dan/atau dampak psikologis serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.” Komentar: Pada dasarnya tugas-tugas penanggulangan bencana dibebankan oleh pemerintah pusat. Karenanya perlu dilakukan perubahan/penambahan dalam pasal tersebut agar masyarakat dapat ikut serta dalam berpartisipasi dalam hal penanggulangan bencana tersebut. 2) Dalam Pasal 1 angka 10 menyatakan bahwa “Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.” Komentar: Mengenai definisi rawan bencana terkait kondisi atau karakteristiknya perlu ditambahkan aspek meteorologis. 3) Dalam Bab II Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Pasal 2 terdapat sembilan asas, yakni: 1) kemanusiaan; 2) keadilan; 3) kesiapsiagaan; 4) kepentingan umum; 154 5) koordinasi; 6) efektivitas; 7) efisiensi berkeadilan; 8) transparansi; dan 9) akuntabilitas; Komentar :  Namun, terdapat satu asas yang lupa dicantumkan, yakni asas non personality. Asas non personality adalah tidak menentukkan bantuan yang diberikan merubah latar belakang orang tersebut. Contohnya tidak ada diskriminasi SARA (Suku, Agama, Ras/Etnis, Antar Golongan) dalam artian untuk menekan konflik horizontal.  Dalam peringatan dini seharusnya ditanggapi dengan tanggap dan cepat dan memerlukan sarana dan prasarana serta kinerja yang handal.  Pada saat evakuasi bencana alam BMKG berperan dalam memberikan informasi dan memonitor bencana alam tersebut secara valid agar tidak menimbulkan berita bohong/hoax di dalam masyarakat. dan diperlukan survei agar meminimalisir berita bohong/hoax.  Dan karenanya, seharusnya Indonesia memiliki pola yang teratur dalam hal penanganan bencana alam maka diperlukan pasal koordinasi dan harmonisasi antar Lembaga yang terkait agar informasi yang dikeluarkannya valid. 4) Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa wewenang Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Penanggulangan Bencana meliputi: a. penetapan kebijakan Penanggulangan Bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional; b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan Penanggulangan Bencana; c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah; d. penentuan kebijakan kerja sama dalam Penanggulangan Bencana dengan negara lain, badan-badan, atau pihak-pihak internasional lain; e. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana; f. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan; dan g. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala nasional. Komentar: Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana alam tersebut belum mencantumkan media informasi dan peringatan dini atas bencana alam karenanya hal tersebut berkaitan dengan pengendalian oleh pemerintah pusat. 5) Pasal 10 menyatakan bahwa wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Penanggulangan Bencana meliputi: a. penetapan kebijakan Penanggulangan Bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah; 155 b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan Penanggulangan Bencana; c. pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam Penanggulangan Bencana dengan provinsi dan/atau kabupaten/kota lain; d. pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana pada wilayahnya; e. perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya; dan f. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala provinsi, kabupaten/kota. Komentar:  Wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Penanggulangan Bencana belum ada pengaturan pendelegasian kewenangan terhadap Gubernur, Bupati/Walikota. BMKG pada dasarnya hanya dapat memberikan saran. Dan mengenai pendelegasian wewenang tersebut terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi.  Tidak semua penanggulangan bencana dioperasikan 24 jam terutama di daerah-daerah padahal BMKG telah memberikan warning/peringatan terhadap potensi bencana alam tersebut namun dari pihak pemerintah daerah tersebut tidak mengindahkannya. Dalam hal penanggulangan bencana, operator harus memiliki kemampuan yang handal dan efektif melalui pelatihan, sarana dan prasarana.  Tiap daerah seharusnya memiliki jalur evakuasi yang strategis dan adanya jaminan terhadap masyarakat.  Sehubungan dengan Pasal 10 point f, di Kementerian Sosial terdapat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 sudah usang yang mana hanya terdapat Pasal 9, yakni mengenai pinalti/ganti kerugian sebesar Rp. 10.000,00,- yang menjadi pertanyaan dalam hal pengumpulan barang yang ditujukan untuk bantuan kebencanaan seperti apakah mekanismenya? Berkaca pada negara Amerika Serikat dalam pengumpulan barang dan distribusi barang untuk bantuan kebencanaan tersebut dilakukan oleh pihak yang berbeda hal itu disebabkan jika kewenangan tersebut dilakukan oleh pihak yang sama, maka terdapat conflict of interest. Oleh karenanya diperlukan adanya pemisahan dan hal itu perlu diwujudkan dalam peraturan mengenai penggalangan dana/barang, pengumpulan dana/barang, dan penyaluran dana/barang tersebut. 6) Pasal 16 ayat (2) kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana; b. pelatihan pengurangan risiko bencana kepada masyarakat; (Saran: Pelatihan pengurangan resiko tersebut pada dasarnya maknanya sangat luas dan masyarakat harus dilatih dengan pelatihan terhadap praktisnya dan diberikan pemahaman) c. pengembangan budaya sadar bencana; 156 (Saran: Ditambahkan dengan pengembangan literasi bencana seperti pembuatan katalog mengenai kerawanan bencana alam dan cerita/pengalaman mengenai bencana alam tersebut) d. peningkatan komitmen terhadap pelaku Penanggulangan Bencana; dan e. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan Penanggulangan Bencana. Komentar: Dan selain daripada itu, perlu memasukkan kegiatan pemantauan intensif sehingga potensi bencana alam yang Nampak dapat ditanggulangi dengan cara memberikan pelatihan dan pengenalan. 7) Pasal 17 menyatakan bahwa Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi: a. pengidentifikasian sumber bahaya atau ancaman bencana; b. pengawasan terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana; c. pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana; dan d. penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup. Komentar: Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c ditambahkan aspek litigasi struktural seperti rumah tahan gempa dan aspek litigasi non struktural seperti sosialiasi yang berkesinambungan dan sikapsikap peningkatan kapasitas manusia itu sendiri dan yang harus dilakukan. 8) Pasal 19 ayat (2) menyatakan Persyaratan analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e disusun dan ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Komentar: Aspek yang dimaksud dalam ayat (2) tersebut bukan aspek dalam teknis melainkan daerahnya. Antara BMKG dan BNPB terdapat analisa resiko oleh karenanya harus adanya koordinasi diatara dua Lembaga tersebut. Apakah dalam penetapannya tersebut oleh BNPB. 9) Pasal 24 ayat (2) huruf a menyatakan Peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: menyiapkan sistem peringatan dini Komentar: Adanya tambahan pemberian peringatan dini kewenangan kementerian/Lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 10) Dalam Pasal 29 menyatakan bahwa Pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf g meliputi bantuan penyediaan: a. kebutuhan air bersih dan sanitasi; b. pangan; c. sandang; d. pelayanan kesehatan; e. pelayanan psikososial; dan f. penampungan dan tempat hunian. 157 Komentar: Dalam pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa beberapa bantuan penyediaan diperlukan tambahan pelayanan pendidikan yang merupakan kebutuhan dasar. 11) Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa “Pelindungan terhadap kelompok rentan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf h dilakukan dengan memberikan prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial.” Dan dalam ayat (2) menyatakan bahwa “Kelompok rentan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. bayi, balita, dan anak-anak; b. ibu yang sedang mengandung atau menyusui; c. penyandang disabilitas; dan d. orang lanjut usia. Komentar: Selain daripada yang disebutkan dalam point a, b, c, dan d tersebut maka perlu ditambahkan kelompok minoritas yang merupakan kelompok rentan seperti halnya dalam minoritas agama tertentu, narapidana, dan lain sebagainya mengenai perlakuan sikap yang mereka terima dalam penanganan bencana alam karena pada dasarnya mereka memiliki hak yang sama. 12) Pasal 41 menyatakan bahwa Badan Penanggulangan Bencana daerah mempunyai beberapa tugas, salah satunya di dalam huruf b, yakni menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha Penanggulangan Bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara. Komentar: Dalam pelaksanaan hal tersebut diharuskan adanya perintah evakuasi. Dan dalam huruf d menyatakan bahwa menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana daerah. Dalam pelaksaanaan tugas yang terdapat dalam huruf d, yakni ketika BMKG sudah menempatkan peralatannya di daerah namun tidak ada aware/kepedulian dari pemerintah daerah itu sendiri. Dan untuk memastikan alat-alat tersebut dan memonitoring dapat berfungsi dan digunakan dengan baik tidak ada peraturan yang mengatur mengenai hal tersebut. Selain daripada itu, pemerintah daerah tidak memiliki konsentrasi dalam hal tersebut. 13) Pasal 42 menyatakan bahwa Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai fungsi: a. perumusan dan penetapan kebijakan Penanggulangan Bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien; dan b. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. Komentar: Dalam melaksanakan fungsinya Badan Penanggulan Bencana Daerah harus memiliki komitmen terhadap informasi tersebut dan seharusnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah memiliki saran untuk meneruskan kepada masyarakat sekitar dan stake holder terkait. 158 14) Pasal 44 ayat (3) menyatakan bahwa Setiap orang berhak mendapatkan bantuan ganti rugi atas kerusakan bangunan karena terdampak bencana. Komentar: Terdapat frasa mengenai bantuan ganti rugi, mengenai pengaturan bantuan ganti rugi haruslah jelas dijelaskan siapa yang akan menanggung mengenai bantuan ganti rugi tersebut. 15) Pasal 45 huruf c menyatakan bahwa salah satu kewajiban yang dimiliki oleh setiap orang, yakni memberikan informasi yang benar kepada publik tentang Penanggulangan Bencana. Komentar: Mengenai setiap frasa informasi dalam perubahan undangundang ini harus diikuti dengan peringatan dini. 16) Dalam Pasal 46 menyatakan bahwa “Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan pihak lain.” Komentar: Mengenai frasa secara sendiri tersebut seharusnya diganti menjadi secara mandiri. Karena frasa sendiri cenderung egoistik. 17) Dalam Pasal 61 ayat (1) menyatakan bahwa “Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap Penanggulangan Bencana.” Komentar: Dalam hal pelaksanaan pengawasan terhadap bencana alam tersebut harus disertai dengan pemnatauan terhadap bagaimanakah perkembangan terhadap penanggulangan bencana alam tersebut yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. 18) Dalam Pasal 65 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko tinggi, yang tidak dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang mengakibatkan terjadinya bencana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).” Komentar: Mengenai penanganan hal tersebut maka diperlukan adanya budaya untuk membangun bangunan tahan gempa. Hal ini dikarenakan di tahun 2006 Yogyakarta pernah mengalami bencana alam gempa bumi yang menelan sekitar 5800 jiwa namun hal tersebut ternyata serupa terjadi di Jepang tetapi tidak ada korban jiwa dikarenakan sudah memiliki bangunan yang tahan gempa tersebut karenanya masyarakat Indonesia perlu dibina terkait pentingnya bangunan tahan gempa tersebut. Berbagai Tanggapan dan Masukkan  Terdapat masukkan dari daerah, yakni adanya satu komando dari pusat dalam hal penanggulangan bencana dari pihak pemerintah pusat. Dapat dengan menjadikan BNPB sebagai lembaga satu komando yang berkenaan dengan pencegahan dan penanggulangan bencana.  Lembaga BNPB, BMKG, dan lembaga lainnya yang tugas dan fungsi terkait dengan penanggulan bencana alam seharusnya dapat disatukan menjadi hanya satu lembaga saja  Setiap peringatan dini yang disampaikan oleh BMKG harus ditindaklanjuti 159                Di setiap daerah seharusnya pemerintah daerah memiliki dana cadangan/siap pakai untuk penanggulangan jika terjadi bencana alam. Hal itu, meliputi bagaimana mekanisme rehabilitasi dan berbagai pemulihan lainnya. Pada dasarnya memiliki makna yang luas tidak hanya terkait dengan alat darurat saja dan besaran persen yang akan disediakan oleh tiap pemerintah daerah untuk penanggulangan bencana alam tersebut. Dalam segi kelembagaan negara perlu dikaji dapatkah BNPB menjadi lembaga yang terdapat di tingkat pusat dan daerah seperti halnya Kementerian Hukum dan HAM yang memiliki kantor wilayah di tiap provinsi dan kabupaten/kota. Seringkali dalam hal penanggulangan bencana alam tersebut tidak sinkron dan ruang gerak daerah cenderung tidak luas BNPB dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sering terkendala oleh anggaran oleh karenanya tidak jarang korban bencana alam terabaikan Pendanaan dalam penanggulangan bencana alam di daerah rawan bencana malah cenderung lebih rendah Dan anggaran yang dimiliki oleh BNPB kian menurun oleh karenanya diperlukan perbaikan dengan metode anggaran seperti anggaran pendidikan. Dalam hal, gagasan BNPB dijadikan sebagai lembaga vertikal perlu dikaji bahwasannya apakah BNPB jika dijadikan sebagai lembaga vertikal dapat menabrak ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Otonomi Daerah atau tidak. Pada dasarnya dalam hal melakukan perubahan pada struktur di daerah, provinsi, kabupaten/kota perlu melakukan perubahan yang besar. Menyoroti perihal gagasan BNPB dijadikan sebagai lembaga vertikal, yakni bahwasannya dalam hal kewenangan vertikal tersebut dilakukan oleh bidang militer dengan komando militer. Teknisnya, dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 terdapat 19 (sembilan belas) orang perwakilan dengan pembagian masyarakat dan tiap wakil dari kementerian. Namun dalam praktiknya, hal tersebut sangat jarang diimplementasikan dikarenakan tiap kementerian sudah memiliki kesibukan terhadap tugasnya masing-masing. Mengenai penanggulangan bencana alam pada dasarnya sudah terdapat Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan oleh Kemendagri yang menyatakan bahwa terdapat alokasi terhadap penanggulangan bencana alam tersebut sebesar 1% namun dalam praktiknya banyaknya di daerah yang hanya menganggarkan mengenai penanggulangan bencana alam tersebut sebesar 0,2% saja. Sekitar 34,9% masyarakat Jepang terhadap bencana alam dan kepercayaan masyarakat Jepang terhadap pihak otoritas mengenai bencana alam sekitar 100%. Diperlukan adanya kelembagaan dan anggaran terhadap operasional dan internal. Adanya pembentukkan Dewan Penanggulangan Bencana. Mengenai kelembagaan penanggulangan bencana dapat dijadikan sebagai lembaga nonkementerian agar lebih efektif 160           BMKG bahwasannya tidak hanya mengurusi perihal penanggulangan bencana alam namun memiliki beberapa fungsi lainnya. Pada dasarnya adanya bencana alam tersebut dapat menimbulkan ancaman keamanan seperti penjarahan dan lain sebagainya. Gempa bumi menjadi human interest dikarenakan bersifat membunuh dan merusak. Dalam hal penanggulangan bencana alam diperlukan koordinasi dari tiap lembaga-lembaga yang terkait dan penanggulangannya langkah yang akan diambil seperti apa seperti koordinasi dengan lembaga BMKG, Kementerian Sosial, BNPB. Di daerah sering mengalami kesulitan dalam hal koordinasi hal tersebut dikarenakan Sekretaris Daerah (Sekda) pada dasarnya setara jabatannya dengan eselon II yang seharusnya dapat mengkoordinasikan dengan tiap kepala dinas. Hal yang sulit adalah mengkoordinasikan dengan aparatur keamanan negara, yakni TNI/Polri sebagai asset sipil karena mereka bahwasannya sifatnya hierarkis, yakni tunduk pada perintah komandan/pimpinannya. Adanya upaya penyetaraan jabatan antarlembaga itu meurpakan suatu tantangan koordinasi di daerah. BPNPB dapat menjadi lembaga vertikal/kementerian kebencanaan karena pada dasarnya dalam hal penanggulangan kebencanaan ini merupakan lintas sektoral. Dalam hal penanggulangan bencana alam perlu dilakukan literasi penanggulangan bencana alam Di Jepang terdapat 80% masyarakat Jepang berpartisipasi dalam penanggulangan bencana alam tersebut Hal yang perlu disoroti, yakni pada dasarnya BMKG telah memberikan peringatan dini ke tiap daerah yang memiliki potensi bencana namun di tiap daerah tersebut tidak aktif dalam 24 jam sehingga terdapat keterlambatan dalam penyempaian peringatan dini tersebut. Kesimpulan  Dalam memudahkan koordinasi antarlembaga terutama di daerah mengenai penanggulangan bencana alam terdapat beberapa usul, yakni BNPB menjadi lembaga yang terdapat di tingkat pusat dan daerah seperti halnya Kementerian Hukum dan HAM yang memiliki kantor wilayah di tiap provinsi dan kabupaten/kota dan adanya satu komando dari pusat dalam hal penanggulangan bencana yang dapat menjadikan BNPB sebagai lembaga satu komando yang berkenaan dengan pencegahan dan penanggulangan bencana karenanya lembaga BNPB, BMKG, dan lembaga lainnya yang tugas dan fungsi terkait dengan penanggulan bencana alam seharusnya dapat disatukan menjadi hanya satu lembaga saja.  Anggaran BNPB yang kian menurun berdampak pada pelaksanaan fungsi dan tugasnya dalam penanggulangan bencana misalnya dalam penanganan korban bencana alam yang cenderung lambat dikarenakan adanya kendala di anggarannya oleh sebab itu, diperlukan perbaikan dengan metode anggaran seperti anggaran pendidikan. 161    Diperlukan adanya bangunan tahan gempa yang dapat meminimalisir akibat dari bencana alam hal ini dikarenakan mengacu pada negara Jepang terdapat porsi kepercayaan masyarakat yang cukup besar sebesar 34,9% dimana bangunan tahan gempa tersebut bermanfaat dalam menanggulangi bencana alam. Mengenai peringatan dini yang dikeluarkan oleh BMKG kepada daerah yang terpotensi bencana alam cenderung lambat penindaklanjutannya hal ini dikarenakan pihak dari pemerintah daerah tersebut tidak aktif dalam 24 jam. Mengenai alokasi dana terkait penanggulangan bencana alam di tiap daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri sekitar 1% namun realitasnya hanya 0,2% saja. 162 Lampiran 12. Dokumentasi selama Magang Gambar 40. Penulis di Ruang Rapat Badan Legislasi Gambar 41. Spanduk Standar Pelayanan Kunjungan Kerja Biro Persidangan II yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg 163 Gambar 42. Spanduk Standar Pelayanan Penyelenggaraan Rapat Biro Persidangan II yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg Gambar 43. Spanduk Standar Pelayanan Penyelenggaraan Rapat Biro Persidangan II yang terpasang di sebelah pintu Ruang Rapat Baleg 164 Gambar 44. Penulis berfoto bersama dengan staf Sekretariat Baleg Gambar 45. Penulis dengan teman magang penulis di Baleg menghadiri Rapat Paripurna ke-20 165