Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan (JEBIK)
2021, Vol.10, No.3, 263-278
GLOBALISASI EKONOMI DAN PENGANGGURAN:
STUDI KASUS INDONESIA
Ari Setyawan
Universitas Lampung, Indonesia
I Wayan Suparta
Universitas Lampung, Indonesia
Neli Aida
Universitas Lampung, Indonesia
ABSTRACT
This study aims to examine the effect of economic globalization on the unemployment rate in
Indonesia and the relationship of other macroeconomic variables such as economic growth, inflation
rate, and real wage with unemployment. The data used is in the form of annual time series data from
1986 to 2018, whose research results are analyzed using the ARDL method. This study concludes
that economic globalization can reduce the unemployment rate in Indonesia in the short term,
although in the long term, it increases the unemployment rate. Economic growth and inflation in the
short and long term have not been able to reduce the current unemployment rate, while the increase
in real wages has reduced the unemployment rate in the short term, although not in the long term. By
looking at these results, we need to be wary of economic globalization because economic
globalization has a destructive impact in the long term. So that concrete and consistent efforts are
needed from the government, the private sector, and other stakeholders so that Indonesia gets the
maximum benefit from economic globalization, especially in job creation and reducing
unemployment.
JEL : B22, E22.
Keywords : unemployment, economic globalization, economic growth, inflation, real wages.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh tingkat globalisasi ekonomi terhadap tingkat pengangguran
di Indonesia serta hubungan variabel makroekonomi lain seperti tingkat pertumbuhan ekonomi,
tingkat inflasi dan tingkat upah riil dengan tingkat pengangguran. Data yang dipergunakan berupa
data time series tahunan dari periode 1986 hingga 2018 yang hasil penelitiannya dianalisis
menggunakan metode ARDL. Kesimpulan penelitian ini yaitu globalisasi ekonomi mampu
mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia dalam jangka pendek meskipun dalam jangka
panjang malah meningkatkan tingkat pengangguran. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi baik
dalam jangka pendek dan jangka panjangnya belum mampu menurunkan tingkat pengangguran
yang ada sedangkan naiknya upah riil mampu menurunkan tingkat pengangguran dalam jangka
pendek meskipun tidak dalam jangka panjang. Dengan melihat hasil ini, kita perlu waspada
terhadap globalisasi ekonomi karena globalisasi ekonomi ini memiliki dampak buruk dalam
jangka panjang sehingga dibutuhkan upaya kongkrit dan konsisten baik dari pemerintah, swasta
maupun para stakeholder lain agar Indonesia memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari
globalisasi ekonomi khusunya dalam upaya penciptaan lapangan kerja dan mengurangi
pengangguran.
Kata Kunci : pengangguran, globalisasi ekonomi, pertumbuhan ekonomi, inflasi, upah riil.
1.
PENDAHULUAN
Bagaimana dampak globalisasi ekonomi terhadap lapangan pekerjaan? Apakah
menciptakan atau malah menghilangkannya? Studi mengenai dampak globalisasi ekonomi dan
Email : arisetyaone1988@gmail.com
Received : 15-09-2021, Accepted : 22-12-2021, Published : 28-12-2021
P-ISSN : 2087-9954, E-ISSN : 2550-0066. DOI : http://dx.doi.org/10.26418/jebik.v10i3.49278
263
264
Setyawan, Suparta & Aida
pengangguran masih belum dapat disimpulkan dan sudah lama menyisakan perdebatan dikalangan
peneliti karena hasil yang berbeda-beda. Beberapa makalah penelitian menemukan bahwa
globalisasi ekonomi dan keterbukaan perdagangan dapat mengurangi tingkat pengangguran dalam
jangka panjang seperti yang ditemukan oleh Felbermayr, Prat & Schmerer (2011), Gozgor (2014),
Awad & Youssof (2016), serta Awad-Warrad (2018). Sebaliknya penelitian lain mengemukakan
bahwa keterbukaan perdagangan (liberalisasi) dapat menghancurkan lapangan kerja dan
meningkatkan pengangguran meskipun tidak memungkiri bahwa dalam kondisi tertentu
keterbukaan perdagangan dapat menurunkan tingkat pengangguran seperti yang diungkapkan oleh
Helpman & Itskhoki (2010) dan Hasan, Mitra, Ranjan & Ahsan (2012).
Pada era keterbukaan sekarang ini, setiap negara bersaing memperoleh benefit semaksimal
mungkin dari globalisasi ekonomi tak terkecuali Indonesia. Salah satu cara yang ditempuh adalah
dengan bergabung dan menjadi anggota dari beberapa kerjasama ekonomi dan perdagangan
regional maupun global yang diharapkan mampu mendorong meningkatkan perekonomian negara
melalui aktifitas ekspor dan impor. Saat aktifitas ekspor dan impor meningkat, dengan sendirinya
akan juga meningkatkan aktifitas ekonomi yang lain. Dengan terbukanya lapangan kerja sebagai
akibat dari perdagangan bebas, maka seharusnya dapat menyerap tenaga kerja dan menurunkan
tingkat pengangguran.
Selain dapat dilihat dari perkembangan ekspor dan impor, globalisasi ekonomi juga dapat
terlihat pada suatu indeks yang menggambarkan seberapa terbukanya perekonomian di suatu
negara. Indeks ini disusun oleh Institut Ekonomi Swiss yang sering disebut indeks globalisasi
ekonomi Konjunkturforschungsstelle (KOF). Indeks globalisasi ekonomi sendiri merupakan
bagian dari indeks globalisasi yang terdiri dari tiga komponen yaitu ekonomi, sosial dan politik
dengan 43 variabel sebagai dasar penyusunan indeks (Dreher, 2006). Besaran nilai indeks dari
angka 1-100 dan angka yang mendekati nilai 100 menunjukkan semakin tinggi pula tingkat
globalisasi ekonomi suatu negara yang berarti juga semakin terbukanya perekonomian suatu
negara terhadap perekonomian global.
80,00
12,0
10,0
8,0
40,00
6,0
4,0
20,00
Persen
Indeks
60,00
2,0
0,00
1986
Unemployment
2018
Indeks Globalisasi Ekonomi KOF
Sumber: BPS (2021) dan ETH Zurich (2021)
Gambar 1. Pengangguran dan Indeks Globalisasi Ekonomi Indonesia
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa secara umum indeks globaliasi ekonomi di Indonesia
meningkat dari tahun ke tahun dan jika kita lihat kenaikan indeks globalisasi ekonomi juga diiringi
meningkatnya pengangguran serta penurunan tingkat globalisasi ekonomi juga diiringi dengan
menurunnya tingkat pengangguran di Indonesia. Fakta ini tentunya membuat kita bertanya
bagaimana pengaruh globalisasi ekonomi terhadap tingkat pengangguran di Indonesia, apakah
dapat mengurangi atau tidak.
Globalisasi Ekonomi dan Pengangguran: Studi Kasus Indonesia
265
Di tengah perbedaan pendapat mengenai dampak globalisasi ekonomi serta keterbukaan
perdagangan terhadap pengurangan tingkat pengangguran di suatu wilayah, globalisasi terus
meluas dan tidak dapat dihindari oleh semua negara di dunia ini sebab aliran barang dan jasa,
informasi, modal sampai tenaga kerja antarnegara di seluruh dunia semakin meningkat. Selain itu
berbagai hambatan dalam kegiatan ekonomi dan perdagangan seperti tarif, pajak, dan peraturanperaturan pun semakin kecil yang membuat pertumbuhan ekonomi pun ikut terdampak baik
langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan permintaan tenaga kerja yang pada akhirnya
mengurangi tingkat pengangguran. Namun kenyataannya, apakah globalisasi ekonomi bisa
memberi efek seperti yang diharapkan pada kegiatan ekonomi yang pada akhirnya akan
menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia atau justru sebaliknya.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mencoba menganalisa pengaruh globalisasi ekonomi
terhadap pengangguran di Indonesia serta melihat efek variabel lain seperti tingkat pertumbuhan
ekonomi, tingkat inflasi dan tingkat upah riil pada pengangguran. Rumusan dari masalah penelitian
ini yaitu bagaimana globalisasi ekonomi, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan upah riil berpengaruh
pada pengangguran di Indonesia periode 1986-2018. Peneliti berharap hasil penelitian ini bisa
menjadi informasi yang berguna bagi para pembuat kebijakan khususnya tentang globalisasi
ekonomi dalam upaya mengatasi pengangguran di Indonesia.
2.
KAJIAN LITERATUR
2.1.
Teori Pengangguran
Para pakar ekonomi sepakat bahwa masalah pengangguran merupakan masalah yang
sangat serius dan menjadi masalah yang paling berat dalam perekonomian karena langsung
memengaruhi kehidupan manusia baik secara fisik maupun mental. Menganggur ataupun
kehilangan pekerjaan bagi semua orang merupakan hal yang sangat ditakuti karena dapat menjadi
sebab utama penurunan kualitas hidup karena tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari berupa
sandang, pangan, papan ataupun yang lainnya serta akan menjadi beban secara psikologis. Ada
beberapa teori tentang pengangguran yang sering dijadikan rujukan diantaranya teori yang
dikembangkan oleh kaum klasik atau sering disebut teori Klasik dan teori yang juga sangat
popular dikalangan peneliti yaitu teori dari Keynes. Kaum klasik memandang bahwa
pengangguran itu bisa diatasi melalui mekanisme pasar bebas atau dengan kata lain teori klasik
menitikberatkan pada sisi penawaran tenaga kerja melalui pasar secara bebas mengikuti
mekanisme pasar yang ada. Penawaran tenaga kerja di pasar bebas dengan sendirinya akan
menciptakan permintaan akan tenaga kerja sehingga akan tercipta suatu keseimbangan dimana
semua penawaran akan diserap oleh permintaan di pasar. Menurut teori klasik, pengangguran
terjadi akibat alokasi sumberdaya yang tidak tepat dan hal ini hanya bersifat sementara dan dapat
diselesaikan di pasar melalui mekanisme pasar yang ada.
Berbeda dengan teori klasik, Keynes memandang bahwa permasalahan pada
pengangguran akibat dari agregat demand yang rendah yang berakibat pula pada pertumbuhan
ekonomi yang rendah. Penyebab pertumbuhan ekonomi yang rendah itu bukan semata-mata
karena produksi yang rendah, tetapi lebih disebabkan oleh konsumsi yang rendah. Tentunya hal
ini tidak bisa diserahkan melalui mekanisme pasar bebas seperti yang disarankan oleh teori klasik.
Dalam mekanisme pasar bebas, saat permintaan tenaga kerja naik maka tingkat upah turun tetapi
ini justru akan merugikan. Turunnya upah berarti turunnya pendapatan masyarakat dan berarti
pula akan menurunkan daya beli masyarakat akan barang dan jasa. Dengan tidak terserapnya
266
Setyawan, Suparta & Aida
barang dan jasa yang ada karena penurunan daya beli akan membuat produsen dan para pengusaha
merugi sehingga untuk menurunkan kerugian tersebut akan mengurangi produksi yang pada
akhirnya mengurangi permintaan tenaga kerja yang berarti terjadilah pengangguran.
2.2.
Globalisasi Ekonomi, Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Upah Riil
Globalisasi ekonomi selalu identik dengan perdagangan bebas dan perpindahan modal
yang sangat cepat. Para peneliti terdahulu telah menemukan bahwa globalisasi dan keterbukaan
perdagangan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi (Dreher, 2006; Mutascu & Fleischer,
2011; Manwa, Wijeweera & Kortt, 2019). Dalam model pertumbuhan Ricardian, negara yang
mempunyai spesialisasi produk akan lebih diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas karena
akan memiliki keuntungan berupa produktifitas tenaga kerja apabila dibandingkan dengan negara
lain yang tidak melakukan spesialisasi produk. Negara yang melakukan ekspor menggunakan
sumber daya yang paling efesien dan menjadi keunggulan dari negara tersebut secara masif seperti
yang diungkapkan dalam model H-O (Hecksher Ohlin), maka perekonomian negara tersebut akan
semakin diuntungkan dengan adanya liberalisasi perdagangan dan keterbukaan ekonomi sehingga
produksi barang dan jasa akan meningkat dan tenaga kerja banyak yang terserap. Hukum Okun
telah menyatakan bahwa pengangguran dan Gross Domestic Bruto (GDP) berhubungan negatif
yang berarti saat GDP naik maka pengangguran akan turun. Dengan kenaikan GDP tersebut,
orang yang berkerja akan berkontribusi terhadap proses kenaikan GDP sedangkan tidak bagi
orang yang menganggur.
Hubungan kenaikan harga secara terus-menerus atau inflasi telah dilukiskan pada sebuah
kurva atau yang lebih dikenal dengan Kurva Philips yakni saat inflasi naik maka tingkat
pengangguran akan turun karena naiknya harga barang dan jasa akan mendorong para produsen
untuk lebih banyak melakukan proses produksi sehingga memerlukan lebih banyak tenaga kerja.
Sedangkan hubungan antara upah dan tingkat pengangguran telah dijabarkan oleh teori klasik dan
teori Keynes dimana kedua teori tersebut saling bertentangan. Teori klasik memandang upah dari
sisi permintaan dan penawaran tenaga kerja dalam mekanisme pasar. Saat penawaran tenaga kerja
meningkat dan tidak dapat sepenuhnya terserap dalam pasar, maka upah akan turun karena orang
akan rela dibayar lebih murah daripada tidak mendapat pekerjaan dan sebaliknya jika permintaan
akan tenaga kerja meningkat yang tidak diimbangi oleh jumlah permintaan tenaga kerja, maka
upah akan naik karena perusahaan akan rela membayar lebih tinggi agar mendapat pekerja untuk
proses produksinya. Berbeda dengan pandangan Klasik, Keynes berpendapat bahwa dalam
kenyataannya, dimanapun diseluruh dunia ini, para buruh atau pekerja akan selalu memiliki
perserikatan atau perkumpulan yang akan selalu menuntut kesejahteraan para anggotanya yaitu
para pekerja dengan terus memperjuangkan kenaikan upah sehingga turunnya tingkat upah akan
sangat kecil sekali kemungkinannya. Keynes memandang upah adalah bagian dari pendapatan
masyarakat yang nantinya akan digunakan untuk konsumsi sehingga naiknya upah akan diiringi
juga dengan naiknya konsumsi yang pada akhirnya dapat meningkatkan produksi dan penyerapan
tenaga kerja.
2.3.
Pengaruh Liberalisasi Ekonomi Terhadap Pengangguran
Sudah banyak makalah ataupun artikel penelitian yang membahas tentang pengaruh
globalisasi ekonomi terhadap pengangguran dan menemukan beberapa perbedaan. Beberapa
peneliti menemukan bahwa globalisasi ekonomi dan keterbukaan perdagangan dapat mengurangi
tingkat pengangguran seperti yang dilakukan Felbermayr et al. (2011) yang menggunakan data
Globalisasi Ekonomi dan Pengangguran: Studi Kasus Indonesia
267
panel dari 20 negara kaya OECD dari tahun 1983-2003 dan 1990-2006 dimana keterbukaan
didekatkan dengan rasio ekspor dikurangi impor per GDP. Sementara itu Gozgor (2014)
menggunakan data negara G7 dimana globalisasi diukur dengan indeks globalisasi ekonomi KOF,
Awad & Youssof (2016) yang meneliti di Malaysia, dan Awad-warrad (2018) yang meneliti
negara-negara Arab. Sementara itu Potrafke (2013) tidak menemukan bahwa globalisasi
menyebabkan deregulasi pasar tenaga kerja. Penelitian lain oleh Anyanwu (2014) menemukan
perdagangan antar negara di Afrika dapat mengurangi pengangguran kaum muda. Sebaliknya
beberapa peneliti lain menemukan bahwa keterbukaan perdagangan (liberalisasi) dapat
menghancurkan lapangan kerja dan meningkatkan pengangguran seperti yang dilakukan Helpman
& Itskhoki (2010) dan Hasan et al. (2012) meskipun tidak memungkiri bahwa dalam kondisi
tertentu keterbukaan perdagangan dapat menurunkan tingkat pengangguran.
2.4.
Pengaruh Ecomonic Growth Terhadap Pengangguran
Sudah sangat banyak bukti empiris tentang hubungan economic growth atau pertumbuhan
ekonomi dan tingkat pengangguran diantaranya ada yang menemukan bahwa Hukum Okun
berlaku di 8 negara Asia (Hanusch, 2013) yang berarti pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi
pegangguran. Hasil yang serupa juga ditemukan di Arab Saudi dimana dalam kurun waktu 1990
hingga 2015, Hukum Okun juga valid di negara kerajaan tersebut Amor & Hassine (2017). Selain
itu, Gozgor (2014) juga meneliti di negara-negara G7 yang menemukan bahwa pertumbuhan GDP
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap tingkat pengangguran. Temuan ketiga peneliti tersebut
dikuatkan oleh Awad & Youssof (2016) di Malaysia. Sebaliknya, Jumhur (2020) mengemukakan
bahwasannya pertumbuhan ekonomi di Indonesia belum mampu menurunkan tingkat
pengangguran yang ada. Sementara itu, Tenzin (2019) yang melakukan penelitian di Bhutan tidak
mendapati hubungan saling memengaruhi antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran dalam
jangka pendek ataupun panjang.
2.5.
Pengaruh Inflasi Terhadap Pengangguran
Bukti empiris tentang hubungan antara inflasi dan pengangguran sudah tidak terhitung
lagi. Diantaranya salah satu bukti empiris tentang berlakunya Kurva Philips di negara Nigeria
periode 1970-2011 atau dengan kata lain saat inflasi turun maka pengangguran akan naik demikan
sebaliknya (Orji, Orji & Okafor, 2015). Disamping itu Bhattarai (2016) menemukan bahwa ada
hubungan jangka panjang antara inflasi dan pengangguran. Sementara itu, Adamu, Kaliappan,
Bani & Nor, (2018) juga menemukan bahwa inflasi menaikan tingkat pengangguran pada 35
negara di Afrika Sub-Sahara untuk periode 2007-2014. Untuk kasus perekonomian di Indonesia
pun sudah banyak yang meneliti diantaranya oleh Jumhur (2020) dimana dalam penelitiannya
menyatakan inflasi berhubungan positif terhadap pengangguran dalam jangka pendek.
2.6.
Pengaruh Upah Riil Terhadap Pengangguran
Menurut Keynes, upah yang turun akan mengurangi daya beli masyarakat karena pendapat
mereka berkurang dan hal ini merupakan suatu kerugian karena konsumsi akan turun sehingga
barang tidak laku dan membuat produsen merugi sehingga pengusaha atau produsen akan
mengurangi jumlah produksi mereka sehingga mengurangi juga tenaga kerja. Pengaruh upah riil
terhadap pengangguran juga sudah diteliti oleh Awad & Youssof (2016) di Malaysia yang
menemukan bahwa upah riil berhubungan negatif terhadap tingkat pengangguran yang berarti saat
upah riil meningkat maka diiringi meningkatnya permintaan akan tenaga kerja seperti yang
diasumsikan oleh Keynes yaitu kenaikan upah riil adalah merupakan kenaikan pendapatan
268
Setyawan, Suparta & Aida
masyarakat yang akan mendorong meningkatnya konsumsi yang pada akhirnya akan
meningkatkan produksi dan meningkatkan permintaan tenaga kerja. Dari latar belakang dan kajian
literatur baik teoritis maupun empiris diatas maka didapat kerangka pemikiran penelitian sebagai
berikut:
Globalisasi Ekonomi
Meningkatnya aliran
ekonomi dan menipisnya
hambatan-hambatan
Globalisasi Ekonomi
Pertumbuhan
Ekonomi
Pengangguran di
Indonesia
Inflasi
Model Ricardian,
Model H-O, Hukum
Okun, Teori Keynes,
Kurva Philips
Upah Riil
Analisis Data Time Series
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Dari kerangka pemikiran tersebut, hipotesis penelitian ini adalah:
H1: Tingkat globalisasi ekonomi diduga berpengaruh signifikan terhadap pengangguran.
H2: Pertumbuhan ekonomi diduga berpengaruh signifikan terhadap pengangguran.
H3: Tingkat inflasi diduga berpengaruh signifikan terhadap pengangguran.
H4: Upah riil diduga berpengaruh signifikan terhadap pengangguran.
3.
METODE PENELITIAN
Data dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data runtun waktu (time series) dari
tahun 1986 sampai dengan tahun 2018. Rentang waktu penelitian yang hanya sampai tahun 2018
dikarenakan data indeks globalisasi ekonomi yang merupakan fokus utama dari penelitian ini
hanya tersedia sampai pada tahun 2018 saat penelitian ini dilakukan. Tingkat pengangguran
sebagai variabel terikat (dependent variable), sedangkan independent variable atau variabel bebas
yaitu tingkat globalisasi ekonomi, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan tingkat upah riil.
Tingkat pengangguran yang dipergunakan yaitu tingkat pengangguran terbuka (TPT), inflasi
berdasarkan perubahan dari IHK, pertumbuhan ekonomi dihitung dari perubahan PDB sedangkan
upah riil didekatkan dengan upah riil dari sektor industri manufaktur dimana upah ini telah
disesuaikan dengan inflasi yang terjadi pada tahun yang bersangkutan. Tingkat globalisasi
ekonomi didekatkan dengan indeks globalisasi ekonomi KOF (Konjunkturforschungsstelle) yang
dikeluarkan oleh Swiss Economic Institute. Indeks ini bernilai antara 0 sampai dengan 100.
Semakin besar angka indeks (mendekati nilai 100) menunjukkan semakin tinggi atau besar pula
aliran ekonomi aktual suatu negara dan menunjukkan semakin kecilnya hambatan-hambatan dalam
perekonomian dan perdagangan suatu negara. Secara ringkas operasional variabel dan komponen
penyusun indeks globalisasi ekonomi dapat dilihat pada tabel 1.
269
Globalisasi Ekonomi dan Pengangguran: Studi Kasus Indonesia
Data
Tingkat pengangguran
Tingkat Globalisasi
Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat Inflasi
Upah Riil
Indeks
Indeks
Globalisasi
Ekonomi
Tabel 1. Operasional Variabel
Variabel
Satuan
Sumber
(Simbol)
UEM
Persen
BPS
EGI
Indeks
ETH Zurich
GROWTH
INF
Ln_RWG
Persen
Persen
Ribu
Rupiah
BPS
BPS
BPS
Keterangan
Pengangguran Terbuka
Indeks Globalisasi
Ekonomi KOF
Perubahan GDP
Perubahan IHK
Upah Nominal Dikurangi
Inflasi
Tabel 2. Komponen Penyusun KOF Economic Globalization Indeks
Sub(%)
Komponen Penyusun
Indeks
Indeks
50
Perdagangan barang (ekspor-impor per GDP)
Globalisasi
Perdagangan jasa (ekspor-impor per GDP)
De Facto
Keragaman mitra dagang
atau Aliran
Investasi asing langsung
Aktual
Investasi portofolio
Utang internasional
Cadangan devisa
Pembayaran pendapatan Internasional
Indeks
Globalisasi
De Jure
atau
HambatanHambatan
50
Peraturan perdagangan
Pajak perdagangan
Tarif
Perjanjian perdagangan
Pembatasan investasi
Keterbukaan neraca modal
Perjanjian investasi internasional
Bobot
(%)
38,5
41,5
16,4
27,3
16,9
25,7
3,20
26,9
25,8
25,3
25,4
23,5
32,2
38,7
29,1
Sumber: ETH Zurich, 2021
Metode yang digunakan diadopsi dari metode yang juga dipakai Awad & Youssof
(2016) yaitu ARDL (Autoregressive Distributed Lag). Metode ini merupakan metode yang
melibatkan lag atau masa nilai lampau dari variabel bebas dan lag dari variabel terikatnya
dijadikan salah satu variabel penjelas tambahan dalam model regresi. Metode ini dianggap
cukup sesuai dengan kenyataan bahwa dalam analisis ekonomi, respons dari perubahan suatu
variabel terhadap variabel lain jarang sekali terjadi secara spontan melainkan seringkali
memerlukan waktu (Gujarati, 2003). Salah satu keungulan model ini yaitu bisa melihat
hubungan jangka panjang dan jangka pendek antara variabel bebas dan terikat yang diestimasi .
Langkah-langkah analisis data yang dipergunakan yaitu: (1) Melakukan uji stasioneritas data,
(2) Memilih lag yang paling optimum menggunakan schwarz bayesian criterion (SBC), (3)
Melakukan uji kointegrasi menggunakan metode bound test cointegration untuk melihat
hubungan jangka panjang, (4) Estimasi ARDL menggunakan model Error Correction Model
(ECM) untuk mengetahui efek jangka pendek, (5) Melakukan pengujian kesetabilan model
(goodness of fit), dan (6) Melakukan uji asumsi klasik. Adapun model yang dipakai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
𝑝
𝑞
𝑈𝐸𝑀𝑡 = 𝑎𝑜 + ∑𝑖=1 𝑎1 𝑈𝐸𝑀𝑡−𝑖 + ∑𝑖=1 𝑎2 𝐸𝐺𝐼𝑡−𝑖 + ∑𝑟𝑖=1 𝑎3 𝐺𝑅𝑂𝑊𝑇𝐻𝑡−𝑖 +
∑𝑠𝑖=1 𝑎4 𝐼𝑁𝐹𝑡−𝑖 + ∑𝑡𝑖=1 𝑎5 𝐿𝑛_𝑅𝑊𝐺𝑡−𝑖 + 𝑡 … … … … … … … … … … … (1)
dimana:
270
Setyawan, Suparta & Aida
UEMt-i
EGIt-i
GROWTHt-i
INFt-i
Ln_RWGt-i
0
1 s/d 5
t
(p,q,r,s,t)
= Tingkat Pengangguran periode t-i,
= Tingkat Globalisasi Ekonomi t-i,
= Pertumbuhan Ekonomi t-i,
= Tingkat Inflasi t-i,
= Logaritma Natural Upah Riil t-i,
= Intercept,
= Koefisien parameter yang diestimasi,
= Eror term,
= Penentuan lag.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Deskriptif Statistik Variabel
Statistik diskriptif pada tabel 3 dibawah menunjukkan berbagai informasi tentang keadaan
data yang digunakan diantaranya nilai rata-rata (mean), nilai minimum dan maksimum, nilai
tengah (median), standar deviasi, dan jumlah observasi.
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Observations
UEM
5.974242
5.940000
11.24000
2.550000
2.536776
33
Tabel 3. Statistik Diskriptrif
EGI
GROWTH
53.94900
4.949646
52.37102
5.500952
70.76031
7.818187
41.45136
-13.12673
7.398271
3.499952
33
33
INF
9.463333
6.960000
77.54000
2.010000
12.65795
33
LN_RWG
6.190016
6.403373
7.870680
4.193541
1.129327
33
Dari tabel 3 terlihat bahwa nilai rerata variabel UEM sebesar 5,97 yang berarti tingkat
pengangguran di Indonesia selama 33 tahun penelitian memiliki rata-rata sebesar 5,97 persen
dengan nilai terendah (minimum) sebesar 2,55 persen dan nilai tertingginya sebesar 11,24 persen.
Nilai rerata dari EGI sebesar 53,94, artinya tingkat globalisasi ekonomi di Indonesia selama
periode penelitian memiliki rata-rata 53,94 skala indeks (1-100) dengan nilai terendah 41,45 dan
nilai tertinggi 70,76. Untuk variabel GROWTH memiliki nilai mean sebesar 4,94 yang artinya
selama 33 tahun periode observasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,94 persen dengan
pertumbuhan ekonomi terendah sebesar -13,12 persen saat terjadi krisis moneter tahun 1998 dan
pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 7,81 persen. Nilai rata-rata INF sebesar 9,46 artinya
tingkat inflasi di Indonesai selama periode 1986-2018 rata-rata sebesar 9,46 persen. Nilai mean
LN_RWG sebesar 6,19 artinya rerata upah riil sebesar 6,19 persen dengan nilai tertinggi sebesar
7,87 persen dan nilai terendah sebesar 4,19 persen. Dari uraian diatas, terlihat bahwa nilai rata-rata
dari semua variabel berada pada kisaran 5,97 dan 53,94. Sebaran ini menunjukkan bahwa variasi
yang cukup baik yang didukung oleh nilai standar deviasi yang relatif stabil. Kondisi ini
mendukung untuk dilakukan pengujian pada tahap selanjutnya.
4.2.
Hasil Pengujian
Dengan ADF test pada α=5 persen, variabel EUM, EGI, dan Ln_RWG tidak stasioner
pada level, tetapi variabel INF dan GROWTH stasioner. Dengan metode yang sama kembali
dilakukan uji stasioner tahap first difference dan didapat hasil semua variabel sudah stasioner pada
tingkat first difference.
271
Globalisasi Ekonomi dan Pengangguran: Studi Kasus Indonesia
Tabel 4. Hasil Unit Root Test
Tingkat Level
Variabel
t-statistik ADF
EUM
EGI
GROWTH
INF
Ln_RWG
Tingkat 1st Difference
Variabel
-1,318518
-1,997990
-4,187534
-5,782569
4,012815
Nilai Kritis Mac
Kinnon 5%
-2,957110
-2,957110
-2,957110
-2,957110
-2,957110
Kesimpulan
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Stasioner
Stasioner
Tidak Stasioner
t-statistik ADF
Nilai Kritis Mac
Kinnon 5 %
Kesimpulan
-4,406556
-4,729456
-6,737347
-6,996037
-8,883218
-2,960411
-2,960411
-2,960411
-2,963972
-2,963972
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
EUM
EGI
GROWTH
INF
Ln_RWG
Tahap selanjutnya adalah uji lag optimum seperti terlihat pada tabel 5. Penentuan lag
optimum dilakukan dengan memilih nilai kriteria yang paling kecil dari nilai AIC (Akaike
Information Criterion).
Variabel
UEM
EGI
GROWTH
INF
Ln_RWG
Tabel 5. Hasil Uji Lag Optimal
Lag Optimal
Kriteria
3
AIC
4
AIC
2
AIC
1
AIC
2
AIC
Langkah selanjutnya yaitu uji kointegrasi Bound-Testing dengan kriteria: jika F-statistic
dibawah nilai lower bound, maka tidak ada kointegrasi. Jika F-statistic berada diatas nilai upper
bound maka ada kointegrasi. Jika Jika F-statistic berada diantara nilai upper bound maka tidak
dapat disimpulkan. Berdasarkan tabel 6 didapat bahwa nilai F-statistic sebesar 11,14632 berada
diatas nilai upper bound 5 persen yaitu 3,49 sehingga dapat disimpulkan terjadi kointegrasi.
Tes Statistik
F-statistik
K
Tabel 6. Hasil Bound-Testing Cointegration Test
Nilai
Signifikansi
I(0)
11,14632
10 %
2,2
4
5%
2,56
2,5 %
2,88
1%
3,29
Variabel
EGI
GROWTH
INF
LN_RWG
Ket : *signifikansi 5%
I(1)
3,09
3,49
3,87
4,37
Tabel 7. Hasil Jangka Panjang
Koefisien
t-Statistik
Probabilitas Kesimpulan
0.287662
0.789028
0.374117
1.485030
6.426697
4.185635
3.613850
4.654820
0.0000*
0.0013*
0.0036*
0.0006*
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Setelah melakukan penginputan dan pengujian stasioneritas, pemilihan lag optimum
serta uji kointegrasi, kemudian pengolahan dilanjutkan menggunakan analisis ARDL karena
272
Setyawan, Suparta & Aida
pada hasil pengujian kointegrasi disimpulkan bahwa terdapat kointegrasi jangka panjang
selanjutnya dilakukan analisis jangka pendek melalui Error Correction Model (ECM). Hasil
jangka panjang yang dapat dilihat pada tabel 7 dimana semua variabel bebas mempunyai
koefesien positif dan signifikan.
Tabel 8. Hasil Jangka Pendek (ARDL-ECM)
Variabel
Koefisien
t-Statistik
Probabilitas
D(UEM(-1))
0,293433
2,919864
0,0128*
D(UEM(-2))
0,528298
4,995738
0,0003*
D(EGI)
0,041967
1,754831
0,1048
D(EGI(-1))
-0,123439
-4,348942
0,0009*
D(EGI(-2))
-0,161013
-7,107310
0,0000*
D(EGI(-3))
-0,089261
-3,917794
0,0020*
D(GROWTH)
0,410661
6,702879
0,0000*
D(GROWTH(-1))
0,186428
4,611708
0,0006*
D(INF)
0,098615
5,558419
0,0001*
D(LN_RWG)
-1,023409
-1,896230
0,0823**
D(LN_RWG(-1))
-1,098015
-2,402869
0,0333*
CointEq(-1)*
-0,614298
-9,733640
0,0000*
R-squared
0,882293
Adjusted R-squared
0,806130
Keterangan: *signifikansi 5%, **signifikansi 10%
Kesimpulan
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Dari hasil model jangka pendek (ARDL-ECM), didapatkan koefisien kointegrasi
(CointEq(-1)) yang bernilai -0,614298 serta signifikan pada taraf 5 persen membuktikan bahwa
model jangka pendek ARDL-ECM ini valid. Dari nilai Koefisien kointegrasi -0,614298 dapat
diartikan bahwa variabel bebas dan terikatnya terdapat hubungan kointegrasi antara jangka panjang
dan jangka pendeknya dengan kecepatan penyesuaian keseimbangan antara jangka pendek dan
jangka panjangnya sebesar 0,61 tahun. Nilai Adjusted R2 juga cukup besar yaitu 0,806130 dimana
sebesar 80,61 persen variabel terikat dipengaruhi oleh variabel bebas sedangkan sisanya 19,39
persen dipengaruhi variabel lain diluar model.
Tes stabilitas model seperti cumulative sum of recursive residuals (CUSUM) dan
cumulative sum of squares of recursive residuals (CUSUMSQ) diperlukan untuk menguji stabilitas
parameter antara jangka pendek dan jangka panjangnya. Dari gambar 3 didapat nilai CUSUM dan
CUSUMSQ (garis biru) tidak ada yang menyentuh nilai kritis 5 persen sehingga dapat disimpulkan
bahwa model cukup stabil.
12
1.6
8
1.2
4
0.8
0
0.4
-4
0.0
-8
-12
-0.4
07
08
09
10
11
CUSUM
12
13
14
15
5% Significance
16
17
18
07
08
09
10
11
12
CUSUM of Squares
Gambar 3. Hasil Uji Stabilitas Model
13
14
15
16
5% Significance
17
18
273
Globalisasi Ekonomi dan Pengangguran: Studi Kasus Indonesia
Tahap analisis selanjutnya yaitu melakukan uji asumsi klasik seperti uji normalitas, uji
heterokedastisitas dan uji autokorelasi seperti pada tabel berikut. Dari tabel 9, didapat nilai
probabilitas pada masing-masing uji lebih besar dari signifikansi 5 persen sehingga dapat
disimpulkan model terbebas dari masalah pelanggaran asumsi klasik.
Tabel 9. Hasil Uji Asumsi Klasik
Tes
Nilai Probabilitas
Signifikasi
Kesimpulan
0,325297
0,7892
0.3012
5%
5%
5%
Data terdistribusi normal
Bebas masalah heterokedastisitas
Bebas masalah autokorelasi
Uji Normalitas
Uji Heterokedastisitas
Uji Autokorelasi
4.3.
Pengaruh Jangka Panjang Globalisasi Ekonomi Terhadap Pengangguran
Pada tabel 6, hubungan antara globalisasi ekonomi dan pengangguran dilihat dari
koefesien variabel Tingkat Globalisasi Ekonomi (EGI) bernilai positif 0,2877 hal ini berarti bahwa
setiap kenaikan 1 satuan dari Indeks Globalisasi Ekonomi maka penagangguran naik sebesar
0,2877 persen cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan temuan Helpman & Itskhoki (2010) dan
Hasan et al. (2012) namun tidak sesuai hasil penelitian dari Felbermayr et al. (2011), Anyanwu
(2014) , Awad & Youssof (2016), Gozgor (2014).
Dalam penelitian-penelitian diatas masih sulit untuk menyimpulkan bahwa globalisasi
ekonomi melalui keterbukaan perdagangan memiliki dampak yang positif atau negatif terhadap
pengurangan pengangguran karena variabel yang digunakan masih mengggunakan tingkat
pengangguran yang umum seperti tidak diklasifikasi pengangguran menurut skill ataupun sektor.
Globalisasi memiliki efek mengurangi pengangguran pada sektor yang punya tenaga kerja yang
terampil dan meningkatkan pengangguran disektor yang tenaga kerjanya tidak terampil atau skill
rendah (Moore & Ranjan, 2005). Selain itu, keterbukaan perdagangan akan meningkatkan
produktifitas tenaga kerja yang akan menekan pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja
baru dalam jangka panjang (Dutt, Mitra & Ranjan, 2009).
100,00 90,47 87,64
80,60 77,71 75,76
90,00
80,00
69,45
62,29 58,87
70,00
60,00
50,00
40,00
28,98
22,91 26,69
30,00
15,86 17,86 18,71
11,01 12,15
10,48
20,00
8,19
7,64
5,53
4,43
3,54
1,88
1,34
10,00
0,00
1986
1990
1996
2000
2005
2010
2015
2018
SLTP Kebawah
SLTA Sederajat
Akademi/Diploma/Universitas
Sumber : BPS (2021)
Gambar 4. Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Pendidikan
Dari data Sakernas Badan Pusat Statistik (BPS) periode tahun 1986 sampai tahun 2018
pada gambar 4 terlihat bahwa persentase pendidikan tenaga kerja Indonesia tertinggi pada tahun
2018 yaitu tamatan SLTP kebawah yang mencapai 58,87 persen, kemudian lulusan SMA/SMK
sebesar 28,98 persen dan lulusan diploma serta universitas hanya 12,15 persen. Meskipun hal ini
sudah cukup baik jika dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya, dimana tenaga kerja yang
berpendidikan tamatan SLTP kebawah mencapai 90,47 persen pada tahun 1986, kemudian mulai
274
Setyawan, Suparta & Aida
menurun hingga sebesar 77,71 persen di tahun 2000 dan 69,45 persen di tahun 2010 kemudian
menjadi 62,69 persen ditahun 2015. Selain dari rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas tenaga
kerja Indonesia tergolong rendah bila dibandingkan negara lain khususnya negara-negara ASEAN.
Tabel 10. Produktivitas per Pekerja di Negara ASEAN, 1990-2018
Produktifitas (Ribu US Dolar)
Pertumbuhan (%)
Negara
1990
2000
2010
2013
2018
1990-2018
Brunai
203,1
189,8
167,2
160,4
-21,02
Singapura
65,6
96,7
116,9
121,9
149,1
127,29
Malaysia
26
38,1
47,9
50,2
55,4
113,08
Thailand
11,3
17,4
22,4
24,5
30,8
172,57
Indonesia
10,9
13,9
19,2
21,9
23,9
119,27
Filipina
10,1
11,5
14
15,7
19,6
94,06
Laos
3,2
4,6
7,2
8,4
14,2
343,75
Vietnam
2,8
4,7
7,5
8,4
12,7
353,57
Myanmar
1,6
2,5
6,6
7,7
8,1
406,25
Kamboja
2,7
4,1
4,9
6,4
137,04
Sumber: Asian Productivity Organization, berbagai penerbitan
Dari tabel 10, semua negara ASEAN kecuali Brunai Darussalam berhasil menaikan
produktifitas tenaga kerjanya. Pada tahun 2018 Indonesia menempati urutan ke-5 di ASEAN
dengan nilai produktivitas pertenaga kerja sebesar 23,9 ribu US Dollar pertahun. Peringkat pertama
sampai dengan kempat ditempati oleh Brunai Darussalam, Singapura, Malaysia dan Thailand,
sedangkan Indonesia berada diatas Filipina, Laos, Vietnam, Myanmar dan Kamboja. Hal ini tentu
baik namun jika melihat lebih dalam lagi ternyata peningkatan itu masih jauh tertinggal bila
dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita. Bila dilihat dari data diatas, peningkatan pada
produktivitas tenaga kerja Indonesia hanya 119,27 persen pada periode 1980-2018 sedangkan
Laos, Vietnam, Kamboja, dan Myanmar, peningkatan produktivitas mereka hingga mencapai
hingga 300an persen bahkan Myanmar mencapai 406,25 persen.
4.4.
Pengaruh Jangka Panjang Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Upah Riil terhadap
Pengangguran
Hubungan jangka panjang pertumbuhan ekonomi dan pengangguran terlihat dari nilai
koefesien variabel GROWTH yaitu positif 0,7890 (tabel 6) yang berarti kenaikan 1 persen dari
pertumbuhan ekonomi Indonesia justru akan membuat pengangguran meningkat juga dalam
jangka panjang sebesar 0,7890 persen cateris paribus. Temuan ini sesai dengan Tenzin (2019) dan
juga menguatkan hasil dari Jumhur (2020) mengemukakan bahwasannya pertumbuhan ekonomi
di Indonesia belum mampu menurunkan tingkat pengangguran yang ada. Temuan ini kontradiktif
bila dibanding apa yang ditemukan oleh Hanusch (2013), Gozgor (2014), Awad & Youssof (2016)
dan Amor & Hassine (2017) yang kesemuanya menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat
mengurangi pengangguran dalam jangka panjang.
Hubungan inflasi dan pengangguran dapat dilihat pada koefesien variabel Inflasi (INF)
bernilai positif 0,3741 (tabel 6) yang berarti jika inflasi naik 1 persen dari inflasi maka
pengangguran naik sebesar 0,3741 persen cateris paribus. Hasil ini sama dengan penelitian dari
Orji et al. (2015), Bhattarai (2016), Adamu et al. (2018) serta Jumhur (2020) namun tidak sesuai
temuan Gozgor (2014) dan Awad & Youssof (2016) dimana mereka menemukan dalam jangka
tejadi hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran.
Globalisasi Ekonomi dan Pengangguran: Studi Kasus Indonesia
275
Sementara itu, upah riil dan pengangguran memiliki koefesien positif 1,4850 (tabel 6)
yang mengindikasikan bahwa dalam setiap kenaikan 1 persen dari upah riil akan meningkatkan
tingkat pengangguran di Indonesia sebesar 1,4850 persen dalam jangka panjang cateris paribus.
Tidak seperti yang ditemukan di Malaysia yang diteliti Awad & Youssof (2016), yang menemukan
bahwa upah riil berhubungan negatif terhadap tingkat pengangguran yang berarti saat upah riil
meningkat maka diiringi meningkatnya permintaan akan tenaga kerja seperti yang diasumsikan
oleh Keynes. Hal ini terjadi karena sektor manufaktur di Malaysia menjadi sektor kunci dalam
pertumbuhan ekonomi mereka karena memiliki nilai tambah yang besar sehingga mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat yang berujung meningkatnya permintaan akan tenaga kerja
dan menurunnya pengangguran karena konsumsi yang meningkat.
4.5.
Pengaruh Jangka Pendek Globalisasi Ekonomi Terhadap Pengangguran
Hubungan jangka pendek tingkat pengangguran (UEM) dengan tingkat globalisasi
ekonomi yang didekatkan melalui Indeks Globalisasi Ekonomi (EGI) dapat dijelaskan melalui lag
(tabel 7). Pada jangka pendek, globalisasi ekonomi saat ini berpengaruh secara positif tetapi tidak
signifikan (α=5%) terhadap pengangguran dengan koefesiensi sebesar 0,041967. Namun pada lag
1, 2 dan 3 berubah menjadi negatif dan signifikan (α=5%) dengan nilai koefesien masing-masing
lag sebesar -0,123439 pada lag 1, -0,161013 pada lag 2, dan -0,089261 pada lag 3. Hasil pada lag
1, 2 dan 3 ini sejalan oleh temuan Awad & Youssof (2016) dan Gozgor (2014) yang menemukan
bahwa dalam jangka pendek globalisasi ekonomi cenderung dapat mengurangi pengangguran.
Indeks globalisasi ekonomi menjelaskan aliran aktual dan hambatan-hambatan pada porsi tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli yang mengungkapkan bahwa pengurangan hambatan
dapat mengakibatkan peningkatan pengangguran sebagai hasil dari liberalisasi perdagangan, hal
ini karena pada dasarnya tenaga kerja yang bekerja pada sektor impor akan kehilangan pekerjaan
mereka, sedangkan penyerapan tenaga kerja pada sektor ekspor akan membutuhkan penyesuaian
dalam periode jangka panjang. Hal ini dikarenakan dalam mencapai pekerjaan pada sektor ekspor,
tenaga kerja membutuhkan waktu untuk meningkatkan kapasitas skill-nya. Dalam kasus
perekonomian Indonesia, dalam jangka pendek pendapat diatas tidak bisa diterima sepenuhnya
karena perbedaan struktur ekonomi antara negara maju yang sektor perekonomiannnya dominan
sektor sekunder dan tersier atau industri dan perdagangan sedangkan Indonesia sebagai negara
berkembang masih mengandalkan sektor primer yaitu sektor pertanian sebagai penopang
perekonomian. Sehingga jika pekerjaan hilang sektor ekspor dan impor akibat dari liberalisasi
perdagangan maka sektor pertanian akan menjadi shock absorber dalam jangka pendek.
4.6.
Pengaruh Jangka Pendek Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Upah
Riil terhadap Pengangguran
Hubungan tingkat pengangguran (UEM) dengan tingkat pengangguran itu sendiri dapat
dijelaskan melalui lag (tabel 7). Pada jangka pendek, tingkat pengangguran dipengaruhi secara
signifikan dan positif (α=5%) pada lag 1 dan 2 dengan koefesiensi sebesar 0,293433 dan 0,528298.
Nilai ini menunjukkan bahwa pengangguran saat ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pengangguran
itu sendiri hingga 2 tahun sebelumnya. Setiap kenaikan 1 persen pada tingkat pengangguran pada
lag 1 dan 2 maka akan meningkatkan pengangguran periode yang diestimasi (saat ini) sebesar
masing-masing 0,293433 persen untuk lag 1 dan 0,528298 persen untuk lag 2 cateris paribus.
Hubungan jangka pendek tingkat pengangguran (UEM) dengan Pertumbuhan ekonomi
(GROWTH) dapat dijelaskan melalui lag (tabel 7). Pertumbuhan ekonomi saat ini berpengaruh
276
Setyawan, Suparta & Aida
secara signifikan dan positif (α=5%) dalam jangka pendek terhadap pengangguran dengan
koefesiensi sebesar 0,410661 dan pada lag 1 dengan koefesien sebesar 0,186428. Hal ini sejalan
pada hasil jangka panjangnya dimana pertumbuhan ekonomi belum mampu menurunkan tingkat
pengangguran yang ada. Hal ini sejalan dengan Jumhur (2020) yang menemukan bahwa
pertumbuhan ekonomi yang ada di Indonesia belum mampu menurunkan tingkat pengangguran
yang ada dalam jangka pendek. Namun hasil ini kembali bertentangan dengan apa yang ditemukan
oleh Awad-warrad (2018), Awad & Youssof (2016), Gozgor (2014), dan Hanusch (2013) yang
kesemuanya menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif dengan
pengangguran yang berarti dapat menurunkan pengangguran dalam jangka pendek.
Dari tabel 7 juga dapat dilihat bahwa koefesien jangka pendek variabel inflasi (INF)
bernilai positif 0,098615 yang berarti kenaikan 1 persen dari inflasi membuat tingkat
pengangguran naik sebesar 0,098615 persen dalam jangka pendek cateris paribus. Hal ini sejalan
dengan dari Jumhur (2020) dimana dalam penelitiannya inflasi pada lag 0 hingga lag 2
berhubungan positif terhadap pengangguran di Indonesia meskipun pada lag 4 baru berhubungan
negatif dan signifikan. Hasil ini ini juga sesuai dengan temuan Adamu et al. (2018) dan Orji et al.
(2015). Hasil jangka pendek ini semakin menguatkan hasil jangka panjangnya dimana peningkatan
inflasi di Indonesia juga diikuti oleh peningkatan jumlah pengangguran.
Hubungan jangka pendek antara tingkat pengangguran dengan upah riil dapat dijelaskan
melalui lag (tabel 7). Pada jangka pendek, upah riil saat ini berpengaruh secara signifikan dan
negatif (α=10%) dengan koefesien sebesar -1,023409 dan berpengaruh negatif dan signifikan
(α=5%) pada lag 1 dengan koefesien -1,098015. Jika upah riil periode saat diestimasi meningkat 1
persen maka tingkat pengangguran akan menurun sebesar -1,023409 dan jika upah riil naik 1
persen pada periode 1 tahun sebelumnya maka pengangguran akan turun sebesar -1,098015 cateris
paribus. Hal ini sejalan dengan Awad & Youssof (2016) namun bertentangan dengan Adamu et
al. (2018). Hasil ini sesuai dengan pandangan Keynes yang memandang naiknya upah akan
menaikkan konsumsi karena pendapatan masyarakat meningkat sehingga akan direspon dengan
naiknya permintaan tenaga kerja untuk menambah proses produksi sehingga naiknya upah
berujung pada menurunnya pengangguran.
5.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa globalisasi ekonomi mampu mengurangi tingkat
pengangguran di Indonesia dalam jangka pendek meskipun dalam jangka panjang malah
meningkatkan tingkat pengangguran. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi baik dalam jangka pendek
dan jangka panjangnya belum mampu menurunkan tingkat pengangguran yang ada sedangkan
naiknya upah riil mampu menurunkan tingkat pengangguran dalam jangka pendek meskipun
menaikan tingkat pengangguran dalam jangka panjang. Dengan melihat hasil dari penelitian ini,
kita perlu hati-hati terhadap globalisasi ekonomi karena globalisasi ekonomi ini memiliki dampak
buruk dalam jangka panjang terhadap upaya pengurangan tingkat pengangguran meskipun dalam
jangka pendek dapat mengurangi tingkat pengangguran sehingga dibutuhkan upaya kongkrit dan
konsisten baik dari pemerintah, swasta maupun para stakeholder lain agar Indonesia memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya dari globalisasi ekonomi. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan
diharapkan memberikan perhatian disemua aspek, utamanya dalam meningkatkan daya saing
tenaga kerja baik dari pelatihan maupun sertifikasi kompetensi serta lebih intensif dalam link and
match antara pencari kerja dengan dunia usaha. Selain itu, pemerintah, swasta dan para stakeholder
Globalisasi Ekonomi dan Pengangguran: Studi Kasus Indonesia
277
lain juga harus mendorong minat para generasi muda untuk berwirausaha serta mendorong
peningkatan daya saing umkm.
Penelitian ini memiliki keterbatasan utama yaitu hanya menggunakan empat variabel
bebas untuk menjelaskan pengangguran di Indonesia. Oleh sebab itu, perlu mempertimbangkan
penambahan variabel lain untuk penelitian kedepan khususnya terkait dengan keterbukaan
ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi pengangguran seperti ekspor-impor, FDI, suku bunga
dan sebagainya untuk memperoleh hasil lebih baik. Keterbatasan lain yaitu penelitian ini hanya
menggunakan data hingga tahun 2018 dikarenakan indeks globalisasi ekonomi yang menjadi fokus
penelitian hanya tersedia sampai tahun 2018.
DAFTAR PUSTAKA
Adamu, P., Kaliappan, S. R., Bani, Y., & Nor, N. M. (2018). Impact of globalization on
unemployment in Sub-Saharan African (SSA) countries. International Journal of
Economics and Management, 12(Special Issue 2), 443–454.
Amor, M. ., & Hassine, M. . (2017). The relationship between unemployment and economic
growth: is Okun’s Law valid for the Saudi Arabia case? International Journal Economics
and Business Research, 14(1), 44–60.
Anyanwu, J. C. (2014). Does Intra-African trade reduce youth unemployment in Africa? African
Development Review, 26(2), 286–309.
Awad-warrad, T. (2018). Trade Openness , Economic Growth and Unemployment Reduction in
Arab Region. International Journal of Economics and Financial Issues, 8(1), 179–183.
Awad, A., & Youssof, I. (2016). The impact of economic globalisation on unemployment: The
Malaysian experience. Journal of International Trade and Economic Development, 25(7),
938–958.
Bhattarai, K. (2016). Unemployment-inflation trade-offs in OECD countries. Economic
Modelling, 58, 93–103.
Dreher, A. (2006). Does globalization affect growth? Evidence from a new index of globalization.
Applied Economics, 38(10), 1091–1110.
Dutt, P., Mitra, D., & Ranjan, P. (2009). International trade and unemployment: Theory and crossnational evidence. Journal of International Economics, 78(1), 32–44.
Felbermayr, G., Prat, J., & Schmerer, H. J. (2011). Trade and unemployment: What do the data
say? European Economic Review, 55(6), 741–758.
Gozgor, G. (2014). The impact of trade openness on the unemployment rate in G7 countries.
Journal of International Trade and Economic Development, 23(7), 1018–1037.
Gujarati, Damodar. (2003). Ekonometrika Dasar. Terjemah Sumarno Zein. Jakarta: Erlangga.
Hanusch, M. (2013). Jobless Growth? Okun’S Law in East Asia. Journal of International
Commerce, Economics and Policy, 04(03), 1350014.
Hasan, R., Mitra, D., Ranjan, P., & Ahsan, R. N. (2012). Trade liberalization and unemployment:
Theory and evidence from India. Journal of Development Economics, 97(2), 269–280.
Helpman, E., & Itskhoki, O. (2010). Labour Market Rigidities, Trade and Unemployment. Review
of Economic Studies, 77(3), 1100–1137.
278
Setyawan, Suparta & Aida
Jumhur. (2020). Penerapan Autoregressive Distributed Lag Dalam Memodelkan Pengaruh Inflasi,
Pertumbuhan Ekonomi, dan FDI Terhadap Pengangguran Di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Bisnis Dan Kewirausahaan (JEBIK), 9(3), 250–265.
Manwa, F., Wijeweera, A., & Kortt, M. A. (2019). Trade and growth in SACU countries: A panel
data analysis. Economic Analysis and Policy, 63, 107–118.
Moore, M. P., & Ranjan, P. (2005). Globalisation vs Skill-Biased Technological Change:
Implications for Unemployment and Wage Inequality. Economic Journal, 115(503), 391–
422.
Mutascu, M., & Fleischer, A. M. (2011). Economic growth and globalization in Romania. World
Applied Sciences Journal, 12(10), 1691–1697.
Orji, A., Orji, O. . I. A., & Okafor, J. C. (2015). Inflation And Unemployment Nexus In Nigeria:
Another Test of the Phillips Curve. Asian Economic and Financial Review, 5(5), 766–778.
Potrafke, N. (2013). Globalization and labor market institutions: International empirical evidence.
Journal of Comparative Economics, 41(3), 829–842.
Tenzin, U. (2019). The Nexus Among Economic Growth, Inflation and Unemployment in Bhutan.
South Asia Economic Journal, 20(1), 94–105.