Academia.eduAcademia.edu

Geografi Politik or GeoPolitics

Geografi Politik

Geografi Politik (1) Definisi Geografi Politik * Konsepsi Geografi Politik Mendefinisikan Geografi Politik  dan ruang lingkupnya merupakan tugas yang sulit, sebab sasaran dan tujuannya berubah seiring dengan sifat Geografi Politik yang berubah sebagai suatu disiplin. Tetapi  Geografi Politik yang muncul selalu saja lebih dari sekedar aspek politik  dari kajian-kajian geografis kontenporer. Ada suatu jalinan umum dalam semua Geografi Politik yang didasarkan atas  perhatian terhadap negara-negara sebagai entitas teritorial. Hasilnya adalah analisis-analisis kekuasaan dengan ruang yang terfokus, yang terpusat pada negara. Penafsiran dan analisis Geografi Politik dapat dimulai dari pengkajian yang berpangkal pada aktivitas politik manusia. Politik berasal dari bahasa Yunani “Polis” berarti kota yang berstatus negara. Segala aktivitas polis untuk kelestarianya disebut Politica. Politik pada hakekatnya “The art and science of government”. Pada karya Il Principle yang diterbitkan tahun 1513, Machiavelli dalam Haryomataram (1972), mengemukakan “Politic Is Power”. Politik adalah daya upaya memperoleh kekuasaan, penggunaan atau menghambat penggunaannya.Politik dilakukan dalam rangka menjamin kehidupan negara, dimana kekuasaan (political power) berpusat pada pemerintahan negara yang bersangkutan. Oleh karena iu, maka perjuangan politik pasa akhirnya ditujukan untuk menguasai pemerintahannya. Jika politik diartikan sebagai pendistribusian kekuasaan (power) serta kewenangan (rights) dan tanggung jawab (responsibilities) dalam kerangka mencapai tujuan politik (nasional), maka Geografi Politik berupaya mencari hubungan antara konstelasi geografi dengan pendistribusian tersebut diatas. Hal ini disebabkan karena bagaimanapun juga pendistribusian itu harus ditebarkan pada hamparan geografi yang memiliki ciri-ciri ataupun watak yang tidak homogen diseluruh wilayah negara. Inilah cirinya yang ditengarai sebagai sebab mengapa efek dan efektivitas pendistribusian itu terhadap masyarakat juga tidaklah homogen sifatnya, yang disebabkan oleh dampak dan intensitas pendistribusian yang bervariasi diseluruh wilayah negara. * Konsepsi Geopolitik Istilah Geopolitik pertama kali digunakan oleh Rudolf Kjéllen, seorang ahli politik dari Swedia pada tahun 1899-1905. sebagai cabang dari Geografi Politik, Geopolitik fokus pada perkembangan dan kebutuhan akan ruang bagi suatu negara. Geopolitik mengkombinasikan teorinya Friedrich Ratzel’s tentang perkembangan alami sebuah negara dengan Heartland Theory (teori kawasan inti) dari Sir Halford J. Mackinder’s untuk membenarkan praktek-praktek yang bersifat ekspansionis dari beberapa negara.   Geopolitik merupakan pengembangan dari Geografi Politik, dimana negara dipandang sebagai satu organisasi hidup yang berevolusi secara spatial dalam kerangka memenuhi kebutuhan masyarakat bangsanya atau tuntutan kebutuhan akan Lebensraum. Lebensraum (ruang hidup) yang secara eksplisit dikaitkan dengan perkembangan budaya bangsa teritorial dengan perluasan, dan yang kemudian digunakan memberikan legalisasi akademik untuk ekspansi imperialis dari  negara Jerman di tahun 1930-an.  Ditangan para pemikir Jerman saat itu, khususnya Haushofer, Geopolitik berkembang dengan pesat sebagai satu cabang ilmu pengetahuan dimana kekuasaan (politik) dan ruang (raum) merupakan anasir sentralnya. Sehingga kemudian Haushofer menamakan Geopolitik sebagai satu science of the state yang mencakup bidang-bidang politik, geografi (ruang), ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah dan hukum dan pertama kali diuraikan dalam bukunya yang terkenal ’Macht und Erde’ (kekuasaan/ power dan dunia). * Geostrategi Geostrategi merupakan strategi dalam memanfaatkan kondisi geografi negara untuk menentukan tujuan dan kebijakan. Geostrategi merupakan pemanfaatan lingkungan untuk mencapai tujuan politik. Geostrategi juga merupakan metode mewujudkan cita-cita proklamasi. Geostrategi juga untuk mewujudkan, mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakat majemuk dan heterogin. * Penjelasan Istilah Geostrategi: suatu strategi dalam memanfaatkan kondisi lingkungan untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional; Sistem kehidupan nasional adalah himpunan berbagai kelembagaan hidup bangsa sebagai sistem (ipoleksosbudhankam) sebagai subsistem yang dilengkapi dengan norma, nilai dan aturan; Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan, ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi ancaman baik datang dari luar maupun dari dalam. Cita-cita nasional kondisi yang lebih cerah dimasa depan sesuai dengan keinginan luhur yang terkandung dalam falsafah bangsa. Kepentingan nasional dari aspek keamanan dan kesejahteraan Kepentingan nasional adalah kepentingan bangsa dan negara untuk mewujudkan stabilitas nasional bidang politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Pembangunan nasional adalah semua kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh negara atau pemerintah yang bertujuan untuk mengadakan pembangunan fisik, sikap mental dan modernisasi pemikiran bagi seluruh bangsa dan rakyat Indonesia. Keamanan adalah suatu kondisi yang dirasakan oleh masyarakat, mengenai ketenteraman, ketertiban, keselamatan dan kemampu-an untuk mengadakan pertahanan. Kesejahteraan adalah suatu kondisi yang didapat oleh masyarakat dimana terdapat rasa kecukupan, kecerdasan, kesehatan, ketaqwaan dan kemudahan untuk mendapatkan fasilitas pelayanan. * Konsepsi Ruang dalam Geografi Politik Ruang merupakan inti dari Geografi Politik, sebab menurut Haushofer dan pengikutnya ruang merupakan wadah dinamika politik dan militer. Dengan demikian sesungguhnya Geopolitik merupakan cabang ilmu pengetahuannya yang mengaitkan. ruang dengan kekuatan fisik dan manusia,  dimana pada kenyataannya kekuatan politik selalu menginginkan penguasaan ruang dalam arti ruang pengaruh, atau sebaliknya, penguasaaan ruang secara de facto dan de jure merupakan legitimasi dari kekuasaan politik.   Penguasaan ruang atau ruang pengaruh demikian itu pada intinya sesungguhnya merupakan satu fenomena spatial dari ruang itu sendiri. Jika ruang pengaruh diperluas maka akan ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. dan kerugian akan menjadi lebih besar lagi apabila hal itu dicapai melalui perang. Sumbangan Marxis menafsirkan politik negara  dalam hal aliansi-aliansi kelas berbasis pada ruang. Dari perspektif  yang lebih kultural bangsa-bangsa dan nasionalisme  telah dikaji dalam hal keterkaitan khusus kepada tampat. Tambahan pula sistem dunia Geografi Politik telah dibangun dimana negara-negara  dan bangsa-bangsa  dilihat sebagai bagian dari perkembangan sosial dan ruang sistem dunia modern. * Makna Penting Batas Bagi Negara Batas digunakan untuk menentukan kepemilikan publik atau swasta dengan menentukan lokasi yang tepat di permukaan bumi yang terbedakan dari yang lain. Batas juga digunakan untuk menandai fungsional dan berhubungan dengan hukum batasan politik suatu negara. Pengaturan batas merupakan karakteristik dari era sejarah modern yang terpusat pada negara-negara yang muncul baik diperlukan perlindungan terhadap serangan dan eksistensi kedaulatan negara. Garis  batas yang ditetapkan oleh negara atau daerah, untuk menetapkan tata ruang yang luas. Hal ini dapat berkontribusi untuk identitas nasional dan rasa memiliki “mengetahui satu dari tempat”. Secara historis, benda alam seperti sungai dan gunung melayani keperluan ini.   Dalam kaitan dengan konsep ruang, batas wilayah kedaulatan negara (boundary) amatlah penting di dalam dinamika hubungan antara negara/ antarbangsa, karena batas antar negara atau delimitasi sering menjadi penyebab konflik terbuka. Sungguhpun demikian penentuan delimitasi telah diatur dalam berbagai konvensi internasional, akan tetapi latar belakang sejarah setiap bangsa/ negara dapat memberikan nuansa politik tertentu yang mengakibatkan penyimpangan dalam menarik garis boundary tadi, dan akhirnya bertabrakan dengan negara lain. Kasus konflik teritorial diantara negara-negara berkembang adalah contoh yang amat sangat nyata, sebab boundary yang ditetapkan oleh penguasa kolonial tidaklah sejalan dengan sejarah bangsa dan dengan aspirasi politik dari bangsa yang telah menjadi merdeka. Perbatasan menggambarkan batasan-batasan sebagai satu kesatuan politis atau yurisdiksi sah tentang undang-undang atau aturan dari pemerintah suatu negara atau sub-national negara yang mengatur masalah administratif wilayah. Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Penentuan perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh proses historis, politik, hukum nasional dan international. Dalam konstitusi suatu negara sering dicantumkan pula penentuan batas wilayah. Pembangunan wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. * Pengaruh Letak Bagi Negara 1. Letak dalam makna Accesibility Accesibility atau asesibilitas artinya keterjangkuan (mudah-sukarnya dicapai). Sebaliknya ada negara yang lokasinya di pinggiran seperti negara Singapura dan Malaysia misalnya makna lokasi sentral dan periferis jelas menentukan perkembangan negara yang bersangkutan. Itu Sebabnya berhubungan dengan penduduk, transportasi, ekonominya dan sebagainya. Letak sentral tak perlu berarti terjepit yang serba melemahkan, sebaliknya letak periferis belum tentu serba menguntungkan. Contohnya di Eropa Barat, letak Jerman itu akan sentral, tetapi justru akhirnya menakutkan karena dari abad ke abad justru menguatkan dirinya dengan berbagai cara. Kini letak sentralnya yang membahayakan tetangga-tetangganya itu sudah dapat dikendalikan.  2. Letak Strategis Strategis mula-mula berarti menguntungkan bagi peperangan, tetapi kini selain makna politis dan militer juga dapat ekonomis. Contohnya letak selat Giblatar, teluk Dadonella dan Basporus, Pulau Malta dan terusan Suez. Semuanya strategis dalam hubungannya dengan laut Tengah yang seringkali merupakan ajang permainan politik negara-negara setempat dan para adikuasa. Contoh lain kawasan yang letaknya strategis adalah kawasan laut Cina Selatan. Kawasan  tersebut merupakan jalur pelayaran dan komunikasi internasional (jalur lintas laut perdagangan internasional), sehingga menjadikan kawasan itu mengandung potensi konflik sekaligus potensi kerjasama. 3. Perubahan Nilai Letak Meskipun lokasi sesuatu tempat di permukaan bumi itu adalah tetap akan tetapi nilai politisnya serta implikasi lokatifnya dapat berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman. Para geograf yang mempelajari masalah-masalah negara harus selalu memperhitungkan hal-hal yang dapat mengubah nilai lokasi: a. Akibat  kemajuan teknologi transportasi sehingga jarak spasial dapat dikecilkan secara mengagumkan, segala yang berjauhan dapat didekatkan dengan akibat yang positif maupun  negatif. b. Pola persebaran pusat-pusat milter. Poilitik secara global (internasional) dapat bergeser atau berganti. * Pengaruh Iklim Terhadap Negara Determinisme iklim memegang pandangan bahwa lingkungan fisik menentukan kondisi sosial-budayanya. Orang-orang yang meyakini pandangan ini mengatakan bahwa manusia secara ketat ditentukan oleh stimulus-respon (lingkungan iklim-perilaku) dan tidak menyimpang.   Kehidupan manusia bertalian erat dengan iklim. Iklim menentukan jenis pangan yang diusahakan melalui pertanian setempat, iklim juga mempengaruhi gaya hidup manusia. Vitalitas manusia yang mendorong pencapaiannya secara kultural juga memiliki latar belakang iklim tertentu. Kekuasaan politik ternyata juga berkaitan dengan iklim wilayah yang menguntungkan. Tentang iklim ini kemudian diperjelas dengan pendapat E. Huntington yang terkenal dengan aliran determinisme geografis, dalam bukunya Civilization and Climate (1915) yang menyebutkan bahwa semua kebudayaan bangsa yang pernah muncul dalam sejarah atau yang dapat dianggap maju ekonominya, terletak di daerah-daerah yang mempunyai iklim sedang. Elsworth Huntington memaknai  iklim makna secara luas, mempengaruhi kehidupan manusia melalui tiga cara: (a) membatasi gerakan manusia; (b) menjadi faktor utama dalam mengontrol wujud dan jenis-jenis kebutuhan materiil manusia, yakni pangan, sandang dan papan; (c) secara langsung berpengaruh atas kesehatan dan energi manusia.  Geografi Politik (2) Teori Geopolitik * Teori Kekuasaan Wawasan nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianut oleh negara yang bersangkutan. 1. Paham-paham Kekuasaan a. Machiavelli (abad XVII) Sebuah negara itu akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil: 1.   Dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan segala cara  dihalalkan 2.  Untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (devide et empera)  adalah sah. 3.  Dalam dunia politik, yang kuat pasti dapat bertahan dan menang. b. Napoleon Bonaparte (abad XVIII) Perang dimasa depan merupakan perang total, yaitu perang yang mengerahkan segala daya upaya dan kekuatan nasional. Napoleon berpendapat kekuatan politik harus didampingi dengan kekuatan logistik dan ekonomi, yang didukung oleh sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa  untuk membentuk kekuatan pertahanan keamanan dalam menduduki dan menjajah negara lain. c. Jendral Clausewitz (abad XVIII) Jendral Clausewitz sempat diusir pasukan Napoleon hingga sampai Rusia dan akhirnya dia bergabung dengan tentara kekaisaran Rusia. Dia menulis sebuah buku tentang perang yang berjudul “Vom Kriegen” (tentang perang). Menurut dia  perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Buat dia perang sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa. d. Fuerback dan Hegel Ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar surplus ekonominya, terutama diukur dengan seberapa banyak emas yang dimiliki oleh negara itu. e. Lenin (abad XIX) Perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Perang bahkan pertumpahan darah/ revolusi di negara lain di seluruh dunia adalah sah, yaitu dalam rangka mengkomuniskan bangsa di dunia. f. Lucian W. Pye dan Sidney Kemantapan suatu sistem politik hanya dapat dicapai apabila berakar pada kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan. Kebudayaan politik akan menjadi pandangan baku dalam melihat kesejarahan sebagai satu kesatuan budaya. Dalam memproyeksikan eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi-kondisi obyektif tetapi juga harus menghayati kondisi subyektif psikologis sehingga dapat menempatkan kesadaran dalam kepribadian bangsa. 2. Teori Geopolitik (Ilmu Bumi Politik) Sebagaimana telah disisipkan dalam mata kuliah pengantar hubungan internasional, mahasiswa HI semestinya sudah menyadari bahwa disiplin hubungan internasional mendapat perhatian besar dari para pemikir utamanya sejak berakhirnya Perang Dunia II (1918-1945). Selain itu, hubungan internasional juga memperoleh  sumbangan pemikiran utamanya realis pasca Perang Dingin (1991). Selama empat dekade tersebut, geopolitik dan geostrategi menjadi salah satu strategi digunakan oleh para analisis untuk mengukur kemampuan suatu negara dalam analisis tingkat negara (state level analysis dan macro level analysis) melalui atribut nasional suatu negara, yakni geografi. Kondisi fisik geografi juga menjadi faktor untuk menyusun kebijakan suatu negara dan bagaimana faktor-faktor geografi tersebut mempengaruhi hubungan antarnegara dan struggle for world domination. Geografi juga terkait dengan kandungan sumber daya alam suatu negara (Hudson, 2007). Akan tetapi pasca Perang Dingin dengan segala fenomena krusial yang mengikutinya seperti globalisasi, seolah mengaburkan konsep geopolitik dan geostrategi. Apakah benar demikian? Beberapa sarjana hubungan internasional menggambarkan bagaimana seakan-akan fenomena berakhirnya Perang Dingin dan globalisasi menjadi konsep yang mulai ditinggalkan. Salah satu sarjana yang mengilustrasikannya adalah Gearóid Ó Tuathail (seorang professor geografi Virginia Tech) dan Simon Dalby (Profesor Geografi Universitas Carleton, Kanada) (1998). Dalam bukunya berjudul Geopolitics and Rethinking, Gearóid Ó Tuathail menggunakan istilah geopolitik Perang Dingin (Cold War geopolitics) untuk membedakannya dengan geopolitik pasca Perang Dingin. Mengapa demikian? Gearóid Ó Tuathail menjelaskan bahwa konsep geopolitik saat itu telah mengalami pergeseran pusat kajian geopolitik. Gearóid Ó Tuathail tidak menyangkal bahwa seiring dengan berakhirnya  Perang Dingin maka berakhir pula ide geopolitik yang melingkupinya kala itu. Misalnya, ide geopolitik Perang Dingin mengijinkan seorang ahli strategi mendapatkan wacana ilmiah guna mendukung karir birokrasinya selama kompleksitas dihasilkan oleh Perang Dingin, utamanya dalam bidang akademik dan industri militer yang saat itu sedang sangat populer. Konsep geopolitik di saat juga mencitrakan potensi ancaman dari pihak yang berseteru. Geopolitik Perang Dingin terbukti mampu menghadirkan ideologi politik pervasif yang powerful yang bertahan selama empat puluh tahun. Kelahiran konsep geopolitik berasal dari berbagai pemikiran oleh serangkaian sarjana geografi dan hubungan internasional, selama dekade terakhir mereka menginvestigasi geopolitik sebagai suatu fenomena budaya, politik, dan sosial daripada suatu manisfetasi world politics (Ó Tuathail and Dalby, 1998). Akan tetapi, Parker (1985) melengkapi bahwa geopolitik lebih dari sekedar fenomena kultural seperti telah dideskripsikan oleh tradisi geopolitik negarawan biasa. Lebih lengkap untuk mendeskripsikan konsep geopolitik paling dekat dengan ilmu hubungan internasional maka kita mesti merujuk pada James Burnham (1941), Friedrich Ratzel (1844-1904), dan Karl Haushofer (1869-1946) . a. Friedrich Ratzel (1844-1904) Dalam bukunya Politische Geographie (1897) dan Laws of the Spatial Growth of States (1986) berisi pondasi geopolitik. Ratzel, pendiri German School of Geopolitik menekankan bahwa state merupakan badan organis yang secara natural tumbuh (misal bertambah luas batasnya) seolah Ratzel berusaha menghubungkan teori seleksi alam Darwin tentang ruang melalui teori negara organis. Ia melihat ekspansi Amerika terhadap tanah Indian sebagai hal serupa ketika Jerman mengembangkan teritorinya sepanjang daratan Slavia, Eropa timur. Lebih lanjut, Ratzel menegaskan state tidak bersifat statis melainkan tumbuh secara natural, batas menjadi analogi sederhana dari kulit yang bisa meluruh. Untuk itu, Ratzel menjadi orang pertama yang memperkenalkan istilah lebensraum (livingspace). Salah satu kutipan Ratzel yang paling terkenal adalah: “There is in this small planet, sufficient space for only one great state.” b. James Burnham (1941) Burnham memainkan peran utama dalam mengembangkan geopolitik anti-kommunisme di era Perang Dingin. The Struggle for World (1947), pada awalnya dirancang sebagai studi rahasia untuk Office of Strategic Services (para pendahulu CIA) pada 1944, dan dimaksudkan untuk digunakan oleh delegasi Amerika Serikat pada Konferensi Yalta. Saat itu, dia bersikeras, “sebuah aksioma geopolitik bahwa jika ada satu daya berhasil mengatur (Eurasia) Heartland dan hambatan luar, kekuatan itu pasti akan menguasai dunia.” Mengikuti Mackinder, Burnham menyatakan bahwa Uni Soviet muncul sebagai kekukatan Heartland besar pertama, dengan besar, dengan penduduk yang terorganisir politis merupakan ancaman bagi seluruh dunia yang lain. c. Karl Haushofer (1896-1946) Karl Haushofer seorang Jendral Jerman yang menyuarakan kepentingan Jerman untuk memperluas tempat hidupnya dimana populasi Jerman dan sumber daya alam bisa diakomodasi. Selain itu, Haushofer juga menyatakan hegemoni regional yang sama dapat didirikan di sekitar negara kuat, misalnya ia mencontohkan Pan Germanism atau Pan-Europe milik Jerman. d. Sir Halford Mackinder (Konsep Wawasan Benua) Memasuki awal abad ke-19, hadir seorang tokoh terkemuka geopolitik kelahiran Inggris bernama Sir Halford Mackinder yang juga mendapat julukan sebagai intellectual architect dalam pemahaman prinsip keamanan internasional. Dia mengklasifikasikan dunia menjadi empat bagian yakni: 1. Heartland mencakup kawasan Asia Tengah dan Timur Tengah (World Island); 2. Marginal Lands mencakup kawasan Eropa Barat, Asia Selatan, sebagian Asia Tenggara dan sebagian besar daratan Cina; 3. Desert mencakup wilayah Afrika Utara dan yang terakhir, 4. Island or Outer Continents meliputi Benua Amerika, Afrika Selatan, Asia Tenggara dan Australia. Teori ahli Geopolitik ini menganut “konsep kekuatan”. Ia mencetuskan wawasan benua yaitu konsep kekuatan di darat. Ajarannya menyatakan; barang siapa dapat mengusai “daerah jantung”, yaitu Eropa dan Asia, akan dapat menguasai “pulau dunia” yaitu Eropa, Asia, Afrika dan akhirnya dapat mengusai dunia. e. Sir Walter Raleigh dan Alferd Thyer Mahan (Konsep Wawasan Bahari) Barang siapa menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”. Menguasai perdagangan berarti menguasai “kekayaan dunia” sehinga pada akhirnya menguasai dunia. f. W. Mitchel,  A. Seversky,  Giulio Douhet,  J.F.C. Fuller (Konsep Wawasan Dirgantara) Kekuatan di udara justru yang paling menentukan. Kekuatan di udara mempunyai daya tangkis terhadap ancaman dan dapat melumpuhkan kekuatan lawan dengan penghancuran dikandang lawan itu sendiri agar tidak mampu lagi bergerak menyerang. g. Nicholas J. Spykman Teori daerah batas (Rimland) yaitu teori wawasan kombinasi, yang menggabungkan kekuatan darat, laut, udara dan dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan keperluan dan kondisi suatu negara. Akhirnya, dalam konseptualisasi geopolitik sebagai “penalaran yang tersituasi”, perspektif kritis juga berusaha untuk berteori sosio-spasial lebih luas dan keadaan technoterritorial pengembangan dan penggunaan. Sebagai rasionalitas praktis yang ditujukan untuk berpikir tentang ruang dan strategi dalam politik internasional, geopolitik secara historis sangat terlibat dalam apa yang Foucault (1991) mengistilahkan “governmentalisasi negara.” Pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa yang dimaksud dengan jalan menuju kebesaran nasional bagi negara ? (pertanyaan kunci untuk Alfred Mahan), Apa hubungan terbaik dari sebuah negara untuk wilayahnya dan bagaimana negara dapat tumbuh? (pertanyaan mendasar untuk Friedrich Ratzel), dan Bagaimana negara direformasi sehingga yang kerajaan dapat diperkuat (pertanyaan untuk Mackinder) adalah pertanyaan pemerintah praktis memotivasi para pendiri dari apa yang kita kenal sebagai “klasik geopolitik”. Sejarah dari pemecahan masalah praktis pengetahuan statis terikat dengan pembentukan negara dan kerajaan dan teknik kekuasaan yang memungkinkan bagi mereka untuk mengembangkan wilayah dan masyarakat untuk manajemen dan kontrol. (Ó Tuathail dan Dalby, 1998). Geografi Politik (3) Perkembangan Geopolitik * Geopolitik, Geostrategi dan Tatanan Dunia Baru Uneven Development bila diartikan adalah pembangunan tidak merata. Ini merupakan suatu istilah yang digunakan dalam teori Marxis dalam menunjukkan proses perubahan dunia oleh kapitalisme secara keseluruhan. Pembangunan yang tidak merata ini mencakup bidang ekonomi dan sosial. Ketidakmerataan pembangunan ini menyebabkan munculnya perbedaan secara sosial dan ekonomi. Hal ini menyebabkan semakin seringnya muncul istilah kaya dan mikin, borjuis dan proletar, negara dunia pertama dan ketiga, dan lain sebagainya. Kemiskinan karena pembangunan yang tidak merata, menurut Walt Whitman Rostow, disebabkan karena kurang terlibatnya partisipasi negara dalam perdagangan dunia. Untuk itu dibutuhkan harmonisasi sistem dalam perdagangan internasional agar semua negara dapat meraih keuntungan. Berbeda dengan teori Rostow, terdapat model core-pheripery yang berasumsi bahwa kemiskinan merupakan hasil dari keterlibatan negara di dalam ekonomi dunia. Ini menggambarkan suatu keterkaitan antara negara yang kaya dan yang miskin. Negara yang kaya (core) akan mendapat keuntungan dalam kapitalisme, sedangkan negara yang bergantung kepada negara lain atau negara miskin (periphery) akan menjadi semakin miskin karena persaingan. Digambarkan dalam model utara dan selatan, sebelah Utara adalah negara core sebagai pemegang kendali ekonomi internasonal dan sebelah selatan adalah negara periphery sebagai pengikut dan pasif. Terdapat tiga macam pembagian negara menurut Immanuel Wallerstein dalam teori strukturalisme, yaitu core, semi-peripheral dan peripheral. Negara core merupakan negara-negara yang dominan dan sebagian besar menganut sistem kapitalisme, contohnya seperti negara Amerika dan Inggris. Negara semi-peripheral merupakan negara-negara yang tingkat perekonomiannya cukup baik dan cukup berpengaruh, seperti Cina dan India. Negara peripheral merupakan negara-negara yang tingkat perekonomiannya masih dalam taraf berkembang, seperti negara-negara di kawasan Asia dan Afrika. Struktur ini mengakibatkan tidak dapat dihindarkannya proses kapitalisme oleh negara core kepada negara berkembang maupun negara miskin. Cerita pergulatan ekonomi ini berawal ketika terjadi peningkatan industrialisasi di kawasan Eropa yang kemudian mengawali munculnya kolonialisme dan imperialisme yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugis pada tahun 1500-an. Begitu pula dengan Amerika yang sangat konsen pada pengembangan pertambangan emas dan perak serta mengembangkan pasar seluas-luasnya dan mencari bahan mentah sebanyak-banyaknya yang akhirnya juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan kolonialisme di negara-negara kawasan Asia dan Afrika. Persaingan ekonomi semakin panas dengan munculnya Inggris sebagai pengembang produksi industri batubara, kapas dan besi. Negara-negara tersebut, saat itu dapat dikatakan sebagai negara core dan negara yang terkena penjajahan disebut negara periphery. Pada masa bipolar, Amerika dan Uni Soviet berperang secara tidak langsung untuk merebut gelar sebagai satu-satunya negara adidaya (core) di dunia. Perebutan Timur Tengah yang diketahui sebagai ladang minyak pun ikut meramaikan perang urat syaraf ini. Mereka menilai, barang siapa yang dapat menguasai ladang minyak maka akan dapat mengusai perekonomian dan politik dunia. Pada masa setelah Perang Dingin, Amerika tampak sebagai satu-satunya negara core yang telah mengalahkan Uni Soviet pada masa Bipolar. Ini menimbulkan tatanan ekonomi internasional yang baru dimana Amerika menguasai sebagian besar pasar dan menjadi tumpuan negara-negara kecil lainnya. Namun, perubahan konstelasi geopolitik global ini bukan merupakan jaminan akan terbentukanya tatana internasional yang seimbang, stabil dan aman bagi hubungan antar bangsa di dunia internasional. Dengan adanya unipolaritas, negaa lain dibuat menjadi tergantung dan tidak mandiri. Ini membuktikan bahwa keterlibatan negara membuat pembangunan menjadi tidak merata. Karena negara core akan selalu berusaha untuk menjadi yang utama dan tidak ingin negara lain makmur. Ia akan selalu berusaha menguasai keadaan, seperti halnya Amerika dalam melawan terorisme. Amerika membuat beberapa negara menjadi tersangka markas terorisme yang akhirnya menimbulkan spekulasi bahwa negara-negara berpenduduk Muslim dimasukan dalam kategori yang berpotensi sebagai kantong-kantong terorisme internasional. Semakin lama, negara yang dulunya disebut sebagai negara periphery kemudian muncul secara perlahan sebagai aktor baru dalam ekonomi dan politik internasional. Unipolaritas Amerika semakin diwarnai oleh ketakutan akan pemenang baru dalam dunia yang semakin maju. Negara-negara di kawasan Asia seperti Cina, Jepang, India, dan Korea Selatan perlahan memperlihatkan taringnya sebagai Macan Asia. Industri mereka berkembang pesat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Produk Cina dan Jepang dengan cepat membanjiri pasar dunia, bahkan di Amerika produk-produk industri buatan Cina lebih diminati karena lebih murah dan alat elektronik serta otomotif Jepang sudah mulai menguasai sebagian pasar Amerika. Ini membuat tatanan dunia berubah dari unipolar menjadi multipolar. Sehinggga pusat kekuatan tidak hanya dimonopoli oleh Amerika lagi yang selama masa kepemimpinannya menerapkan prinsip unilateralisme dengan alibi menjadi polisi dunia yang berhak menentukan segalanya. Menurut para peneliti, inilah yang menyebabkan beberapa perubahan di tatanan dunia internasional. Beberapa kali terjadi pergantian poros yang mengakibatkan perubahan pandangan geopolitik dan geostrategi. Para aktor berusaha menepatkan negaranya dalam posisi poros utama dalam tatanan dunia dengan meilhat aspek-aspek geografi, politik dan ekonomi. Ini pula yang menyebabkan maraknya persaingan kapitalisme di negara-negara maju dan berkembang dan menimbulkan pembangunan dunia yang tidak merata. * Kajian Geopolitik dan Geostrategi Era Abad ke-21: Masih Relevankah? Geopolitik sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Swedia yang bernama Rudolf Kjellen pada tahun 1899-1905.  Pada saat itu, geopolitik dipahami sebagai suatu imperial knowledge mengenai hubungan antara kondisi fisik bumi dan politik. Sebagai contoh adalah Jerman yang pada masa itu merupakan salah satu great powers menggunakan konsep Lebensraum sebagai justifikasi untuk mempeluas kekuasaannya. Contoh lain adalah Amerika Serikat yang berusaha untuk menguasai dunia dengan menggunakan sea power theory ala Mahan. Mahan menyatakan bahwa “…the path to national greatness lay in commercial and naval expansionism. All truly great powers were naval powers.” Pemikiran-pemikiran geopolitik pada masa itu  cenderung digunakan sebagai suatu ilmu tentang bagaimana negara-negara besar atau great powers menaklukkan negara lain atau suatu ilmu untuk menjelaskan fenomena imperialisme. Dengan kata lain, menurut Tuathail dalam bukunya The Geopolitics Reader era ini dinamakan dengan era imperialist geopolitics. Era berikutnya adalah pada saat Perang Dingin, atau dinamakan dengan cold war geopolitics. Era ini ditandai dengan kontes penyebaran pengaruh dan kontrol terhadap negara-negara lain serta sumber daya strategis antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kontes antar keduanya yang lebih dikenal dengan kontes ideologi ini menyebabkan sistem dunia menjadi bipolar. Geopolitik pada masa ini digunakan untuk menjelaskan fenomena sistem dunia yang bipolar tersebut dan bagaimana kedua negara besar tersebut menyebarkan pengaruhnya satu sama lain. Runtuhnya tembok Berlin dan jatuhnya Uni Soviet menandai berakhirnya kontes ideologi antar kedua negara tersebut. Hal tersebut menyisakan Amerika Serikat menjadi pemenang tunggal dalam kontes tersebut. Tak salah kemudian jika Fukuyama menyatakan berkhirnya Perang Dingin merupakan The End of History yaitu era ketika kontes ideologi liberalisme dan komunisme berakhir dan menyisakan liberalisme sebagai ideologi yang lebih baik. Berakhirnya Perang Dingin tak hanya menyisakan liberalisme sebagai ideologi tunggal, namun juga mengubah tatanan dunia yang semua bipolar menjadi multipolar. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kekuatan-kekuatan baru seperti Jepang, Cina, dan Uni Eropa yang nantinya diprediksi akan mampu mengimbangi kekuatan Amerika Serikat. Tidak hanya itu, pada tahun 1990-an saat Perang Dingin berakhir terjadi Perang Teluk yang melibatkan Irak dan koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Pasca Perang Teluk ini menurut Presiden Amerika Serikat George W. Bush disebut sebagai era new world order. Era new world order ini yang juga merupakan era berakhirnya abad ke-20 tak lagi diwarnai konflik-konflik perebutan wilayah atau pengaruh antar superpowers. Selain karena era new world order ini hanya menyisakan Amerika Serikat sebagai the only superpowers, menurut Samuel P. Huntington dalam thesisnya yang terkenal yaitu “The Clash of Civilizations”, konflik-konflik masa depan tidak lagi merupakan konflik ideologi atau konflik ekonomi melainkan konflik antar peradaban. Lebih lanjut Huntington menyatakan bahwa “Nation states will remain the most powerful actors in world affairs, but the principal conflicts of global politics will occur between nations and groups of different civilizations.” Adanya thesis Huntington ini menunjukkan bahwa konflik-konflik masa depan tak lagi berdasarkan pada kekuatan ekonomi maupun kondisi geografis saja melainkan pada peradaban itu sendiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi penulis terkait dengan judul tulisan ini. Lantas bagaimanakah kelanjutan studi geopolitik di abad ke-21? Apakah masih relevan untuk dipelajari? Untuk menjawab pertanyaan ini, harus dikembalikan dulu pada definisi geopolitik itu sendiri. Geopolitik terkadang dipahami sebagai suatu ilmu yang mempelajari keterkaitan antara kondisi geografis suatu negara dan perumusan kebijakan luar negerinya, berdasarkan definisi ini dapat dikatakan bahwa kajian geopolitik sudah lagi tak relevan mengingat sekarang ini banyak bermunculan aktor-aktor non-negara atau non-state actor dan juga isu-isu yang berkembang tak lagi menyangkut high-politics saja melainkan juga low-politics. Tetapi kalau geopolitik dipahami sebagai suatu ilmu yang berhubungan dengan pandangan komprehensif mengenai peta politik dunia, dapat dikatakan bahwa kajian geopolitik masih relevan. Kalau dalam era abad ke-19 geopolitik cenderung dipahami sebagai imperial knowledge hal itu dikarenakan adanya kesadaran bahwa dunia yang ditempati oleh negara-negara pada waktu itu merupakan closed political space seperti yang dinyatakan oleh MacKinder. Kemudian di era Perang Dingin geopolitik digunakan untuk menjelaskan kontes ideologi antara dua superpowers (Amerika Serikat dan Uni Soviet) karena pada waktu itu Perang Dingin diwarnai oleh perebutan pengaruh antar keduanya, sehingga dibutuhkan semacam geostrategi untuk dapat memenangkan kontes tersebut. Dan di era new world order ketika negara tak lagi menjadi aktor utama dalam hubungan internasional karena banyak bermunculannya non-state actors seperti MNC, NGO, dll dan isu-isu yang dibahas juga mulai bergeser dari isu-isu high-politics ke low-politics menyebabkan fokus kajian geopolitik ini senantiasa berubah. Seperti yang dinyatakan Tuathail bahwa “Geopolitics is best understood in its historical and discursive context of use”. Yang perlu ditekankan di sini adalah geopolitik menyangkut tentang bagaimana konteks keruangan (spatial) mempengaruhi perilaku negara-negara di dunia untuk bertarung dalam politik internasional. Geografi Politik (4) Geopolitik Modern * Geopolitik Modern John Agnew, bersama dengan rekannya Corbridge, mencoba memberikan teorema-teorema umum geopolitik yang akan memposisikannya sebagai ide sekaligus praksis. Hasilnya adalah sebuah teori hibrida dari geopolitik dan ekonomi politik, Ekonomi Geopolitik. Ekonomi Geopolitik didapatkan dengan cara menggabungkan pemikiran Lefebvre dari Perancis tentang Aktivitas Keruangan (Spatial Practice) dan Gambaran Keruangan (Representation of Space) dengan pemikiran Gramsci dari Italia tentang hegemoni. Geopolitik Modern yang tersifati secara ekonomi ini diyakini sebagai hasil aktivitas manusia, bukan sekedar given. Ia disadari sebagai filosofi negara, sebuah teknologi mental untuk memerintah. Henry Lefebvre mendefisiniskan Spatial Pratices sebagai Aliran, interaksi dan pergerakan material fisik, kedalam dan melintasi ruang; sebagai ciri fundamental dari produksi ekonomi dan reproduksi sosial. Sedangkan Representation of Space merupakan keseluruhan konsep, dan kode geografis yang digunakan untuk membicarakan dan memahami aktivitas keruangan. Mudahnya, aktivitas keruangan adalah bersifat material dan gambaran keruangan adalah wacana atas aktivitas keruangan. Anthonio Gramsci menggunakan konsep hegemony untuk menambal kekurangan analisa Karl Marx. Marx meramalkan bahwa revolusi proletariat menuju masyarakat sosialis akan terjadi di negara kapitalis paling maju. Sementara kenyataannya, revolusi tersebut malah terjadi di negara agraris, Rusia. Gramsci dari penjara Italia mempertanyakan, mengapa revolusi tersebut sulit dilakukan di Eropa Barat? Hegemoni yang merupakan konsep keunggulan kepemimpinan adalah jawabannya. Hegemoni dapat dipahami sebagai langkah eksploitasi dan alienasi struktural, bisa juga sebagai kondisi statis hubungan antar negara. Dari pembedaan Lefebvre dan konsep hegemoni Gramsci, Agnew dan Corbridge mencoba menjembataninya dengan relasi dialektis antara materi dan wacana, yang kemudian diatasnya dibangun dua istilah baru, yakni Orde Geopolitik dan Wacana Geopolitik. Orde geopolitik adalah aktivitas keruangan dalam ekonomi politik dunia. Order sebagai rutinitas aturan, institusi, aktivitas dan strategi, dimana ekonomi politik internasional bekerja dalam periode sejarah yang berbeda-beda; memerlukan karakteristik geografis. Antara lain, derajat relatif sentralitas teritorial negara atas aktivitas ekonomi dan sosial, hirarkhi negara, jangkauan ruang aktivitas negara-negara dan aktor lain, keterhubungan atau keterputusan ruang antar aktor, aktivitas keruangan yang didukung oleh teknologi informasi dan militer, dan peringkat kawasan tertentu ataupun negara-negara dominan tertentu dalam hal ancaman dominasi ataupun keamanan militer dan ekonomi. Dari karakteristik ini dapat kita simpulkan bahwa ada empat Orde Geopolitik semenjak istilah geopolitik sendiri lahir, yaitu Orde Inggris, Orde Persaingan antar Kerajaan, Orde Perang Dingin, Orde Liberalisme Transnasional. Dalam masing-masing orde tersebut terdapat hubungan hegemonik. Boleh jadi Orde geopolitik tidak memiliki satu negara hegemon, contohnya adalah Orde terakhir. Pasca Perang Dingin, dunia tidak dihegemoni oleh satu negara, akan tetapi beberapa negara kuat seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman, yang disatukan oleh Pasar Dunia dan institusi/ organisasi transnasional semacam Uni Eropa, WTO, IMF dan Bank Dunia. Orde Liberalisme Transnasional menjelaskan bahwa dunia sedang mengalami perkembangan universal, yaitu perluasan dan penambahan Pasar Kapitalis di seluruh dunia. Istilah kedua, Wacana geopolitik, merupakan Gambaran keruangan atas hegemoni yang terjadi di dunia. Gambaran tersebut didapat sebagai hasil pewacanaan para intelektual negara baik teoritisi maupun praktisi atas pembacaan maupun penulisan geografis dalam ekonomi politik internasional. Ada empat karakteristik Wacana geopolitik yang berupa mentalitas geopolitik. Pertama, adalah Visualisasi global, dimana dunia dipandang sebagai satu gambar yang dilihat dari satu sudut yang menguntungkan. Kedua, waktu dipahami dalam konsep ruang, diamana blok/ kompleks ruang dipisahkan dan diberi label sesuai atribut periode waktu, relatif terhadap pengalaman sejarah ideal salah satu blok/ komplek. Tiga, negara menjadi gambaran utama keruangan global, dengan asumsi bahwa negara memiliki power eksklusif atas wilayahnya (kedaulatan), bahwa hubungan domestik dan luar negeri merupakan bidang yang berbeda, bahwa batasan negara menjelaskan batasan masyarakat. Empat, pengejaran keunggulan oleh negara-negara dominan dalam sistem antar negara, dengan asumsi, bahwa power didapat dari keuntungan lokasi geografis, besar populasi, dan sumber daya alam, bahwa power adalah atribut yang digunakan untuk memonopoli dalam kompetisinya dengan negara lain. Senada dengan Orde geopolitik, Wacana geopolitik, berdasarkan karakteristiknya, juga terperiode dalam empat Wacana, yaitu Wacana Peradaban (abad 19), Wacana Alami (akhir abad 19 hingga akhir Perang Dunia II), Wacana Ideologi (Perang Dingin), dan Wacana Perbesaran (Post Cold War). Wacana perbesaran ini dapat dilihat pasca Perang Teluk II, dimana pemerintahan Clinton, sebagai salah satu hegemon dunia melakukan perluasan atas komunitas negara yang menerapkan demokrasi pasar. Hal tersebut dilakukan dengan mewacanakan konsep Liberalisme Transnasional dalam diskusi-diskusi pakar, perkuliahan para mahasiswa, dan pemberitaan media massa. Geopolitik Modern adalah pendekatan yang lebih relevan atas kondisi geopolitik dunia saat ini. Dimana negara-negara terkonsentriskan dalam hegemoni tersendiri, dengan satu rumpun wacana yang sama, globalisasi ekonomi kapitalis. Dimana negara-negara berusaha mencari power relatifnya atas negara lain/ hegemon lain, yang terdiri dari komponen fisik dan komponen ide/ wacana. * Geopolitik Postmodern Posmodern didefinisikan oleh Lyotard sebagai keraguan atas meta-narasi (kisah-kisah besar). Tokohnya antara lain Michel Foucault yang mengatakan bahwa power dan pengetahuan memiliki hubungan yang determinis. Ia juga menganggap bahwa tidak ada kebenaran diluar rezim kebenaran, aforismanya adalah “bagaimana sebuah sejarah memiliki nilai kebenaran, apabila kebenaran itu sendiri memiliki sejarah?” Tokoh lainnya adalah Jacques Derrida yang mengkonsepkan dekonstruksi dan pembacaan ganda atas wacana dan teks. Menurut Robert Rich, di era globalisasi dan transnasionalisme, geometri ekonomi ia gambarkan sebagai jaring-jaring global (Global Webs). Kebangsaan sebuah perusahaan tidak menjadi relevan; power dan kemakmuran mengalir cepat dalam jaring-jaring ekonomi tersebut, melalui efisiensi telekomunikasi dan transportasi. Teknologi informasi yang menciptakan hyper-reality menjadi sangat penting dalam geometri power yang baru. Lebih jauh, Manuel Castells menyatakan bahwa fungsi dan proses dominan di era informasi adalah jaringan kerja sosial baru (new network society). Jaringan tersebut menentukan morfologi sosial, dan tentu saja merubah secara substansial hasil dan proses bekerjanya produksi, pengalaman, power, dan kebudayaan. Ia juga menyebutkan bahwa kini dunia terskemakan dalam flows-webs-connectivity-network. Sedikit berbeda dengan teori jaringan Castells, Bruno Latour mengkonsepkan teori Aktor-Jaringan. Menurutnya, dunia ditinggali oleh kolektivitas manusia dan bukan manusia, yang membentuk lebih dari jaringan teknik ataupun sosial. Ilmu geografi, pemetaan, pengukuran, triangulasi, menurut teori aktor-jaringan, tidaklah berguna lagi. Ukuran universal atas kedekatan, jauh, dan skala tidak lagi berdasarkan ukuran-ukuran fisik, akan tetapi konektivitas jaringan. Jika geografi dikonsepkan ulang sebagai konektivitas, bukan lagi ruang, maka ruang sebenarnya yang berasal dari pemikiran tradisional hanyalah salah satu jaringan dari keseluruhan jaringan. Sementara itu T. Luke mencoba memperiodisasi narasi hubungan manusia dan alam serta perubahan lingkungan dan order. Menurutnya ada tiga periode, yaitu First nature, Second nature, dan Third nature. Dalam first nature, hubungan manusia dan alam tidak dimediasi oleh sistem teknologi yang kompleks. Orde keruangan bersifat organik dan corporeal/ hajatul udhowiyyah (sekedar memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh). Hubungan selanjutnya adalah manusia membuat teknologi artifisial melalui industri kapitalisme modern semenjak abad ke-18. Orde keruangan merupakan hasil rekayasa, yang ditandai dengan banyaknya kompleks perangkat keras yang senantiasa berevolusi. Di masa ketiga, orde keruangan dihasilkan oleh sistem saibernetis, segalanya menjadi elektronik dan digital. Hal ini disebabkan oleh kapitalisme yang berkembang cepat dan struktur informasi yang mengglobal. Geografi modern menjadi info-graf posmodern, yang bersifat telemetrik. Untuk mengkonsepkan Geopolitik Posmodern, Gearód Ó Tuathail mencoba menggabungkan keempat pandangan tersebut guna menjawab lima pertanyaan berikut: a. Bagaimana menggambarkan ruang global? Kini dengan kemajuan teknologi yang ada, dunia dapat digambarkan melalui simulasi yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Geografis dan teknologi visualisasi dan simulasi telemetrik lainnya. Kejadian di suatu tempat yang jauh dapat dilihat didengar dan dirasa oleh manusia dan pembuat kebijakan di tempatnya secara langsung. Hal ini disebabkan oleh konektivitasnya dengan teknologi. Kecepatan, kuantitas, dan intensitas informasi menjadi perhitungan utama dalam refleksi dan pembuatan kebijakan luar negeri. b. Bagaimana ruang global dipisahkan dalam blok indentitas dan perbedaan lainnya? Pandangan dunia Eucidian yang membatasi dunia dengan batasan fisik, kini tidak relevan lagi, terlebih dengan adanya globalisasi pasar dunia. Dunia hanya bisa dipisahkan berdasarkan globalisasi jaringan ekonomi produksi dan konsumsi. Hirarki keruangan modern digantikan binaritas keruangan wacana, yaitu liberal dan non-liberal (fundamentalis, revivaris). c. Bagaimana mengkonsepkan power global? Power di jaman modern terdiri dari GPS (Geografi, Populasi, dan Sumber Daya Alam). Melalui revolusi teknologi informasi, semuanya berubah menjadi telemetrik. Akhirnya dikenal konsep ISR (Informasi intelejen, Surveilance [observasi detail dari jarak jauh], dan Reconnaissance [Pengenalan ulang obyek]) dan C4I (Command, control, communications, computer processing, dan intelejen) untuk mendapatkan power relatif. Paradoks yang terjadi adalah hal ini akan mendekonstruksi keberadaan negara secara solid, sebab organisasi-organisasi hingga pribadi-pribadi mampu memiliki power tersebut. d. Bagaimana ancaman global diruangkan dan bagaimana strategi reaksi atas ancaman tersebut dikonsepkan? Pasca Perang Dingin, makna keamanan dan ancaman ditinjau kembali. Ia bukan lagi berasal dari musuh teritorial dimana konsep containment dan deterrence yang kaku diberlakukan. Ancaman-ancaman yang ada menjadi tidak pasti dan menyebar cepat. Ia muncul bukan dari teritorial, tapi muncul dalam bentuk terrorisme tanpa negara, sabotase, narco-terrorism, korupsi global, wabah penyakit, krisis kemanusiaan, kerusakan lingkungan, proliferasi senjata pemusnah massal, dll. Doktrin geostrategis telah berubah dalam acuan fleksibilitas dan kecepatan, akan tetapi ia masih harus dikompromikan dengan konsep teritorial. Dalam menghadapi ancaman tersebut, diambil kasus Amerika Serikat, dimana ia menerapkan dua konsep strategi pertahanan utama, yaitu kehadirannya diseluruh lautan, dan pameran/ peragaan militer. Kedepan, strategi bionik, bahkan cyborgtik akan dikembangkan untuk menangani masalah ini. e. Bagaimana aktor-aktor utama membentuk identitas dan konsep geopolitik? Geopolitik kontemporer menggunakan para pemimpin dan elit pemerintahan untuk membentuk kebijakan yang nantinya membentuk identifikasi dan konsep atas geopolitik, yaitu konsep geopolitical-man. Di masa kecanggihan teknologi, dunia akan menyaksikan bahwa kebijakan-kebijakan penting akan diambil oleh kolektif manusia dan bahkan kolektif cyborg dalam sebuah network ekonomi, sosial, dan politik. Dalam pandangan saya, geopolitik posmodern akan dirasakan oleh kebanyakan orang, hanya ada di awang-awang alias abstrak, ketimbang geopolitik modern yang memang berdasarkan penilaian rasional. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain, posmodern terlalu membesar-besarkan runtuhnya ekonomi negara, dan globalisasi. Selain itu, ia juga terlalu deterministik dalam menilai perkembangan teknologi, sehingga tidak menilai moral dan nilai dasar manusia yang didapatkannya dalam kehidupan intrapersonal maupun interpersonal. Konsep network pun terlalu dibesar-besarkan apabila ditempatkan diluar konteks ekonomi dan sosial. Atas hal inilah geopolitik modern kemudian banyak dirasakan lebih “nyata” ketimbang pendekatan kalangan posmodern. Geografi Politik (5) Tantangan Geopolitik Abad 21 * Geopolitik Global dan Ancaman Keamanan bagi Negara-Bangsa yang Berdaulat di Abad ke XXI Perubahan konstelasi geopolitik global setelah usainya Perang Dingin masih belum menunjukkan akan terbentuknya suatu tatanan internasional (international order) yang lebih menjanjikan kestabilan, keseimbangan, dan jaminan keamanan bagi negara dan warga masyarakat serta hubungan antar-bangsa di dunia. Kendatipun dipentas perpolitikan global tidak ada lagi ancaman konflik yang berskala universal, dilandasi oleh ideologi besar dan ditopang oleh kekuatan adikuasa dan blok persekutan negara-negara, sebagaimana Uni Soviet dengan blok dan ideologi totaliter komunisme, namun tidak berarti pada dewasa ini geopolitik global telah bebas dari ancaman yang destruktif. Pada kenyataannya,  justru setelah terjadinya serangan teroris di New York dan Pentagon pada 11 September 2001, disusul dengan upaya “perang melawan terorisme” yang dilancarkan oleh Amerika Serikat, kita justru menyaksikan semakin rawan dan rentannya keamanan internasional, khususnya yang dialami dan dirasakan oleh negara-negara yang berada dalam lingkaran sasaran perang melawan terorisme tersebut. Kendatipun negara-negara tersebut secara formal dan menurut hukum internasional adalah termasuk dalam kategori negara-negara bangsa yang berdaulat dan, karenanya, berada dalam perlindungan hukum dan lembaga internasional, tetapi fakta yang terpampang di depan mata adalah semakin memudarnya kapasitas dan kemandirian mereka berhadapan dengan intervensi dan tekanan yang datang dari luar, khususnya negara adikuasa. Negara-negara bangsa yang berdaulat seperti Irak, Iran, Syria, Korut, dsb yang dimasukkan oleh Pemerintah AS di bawah Presiden Bush dalam kategori “the axis of evil” dan negara-negara berpenduduk Muslim yang dimasukan dalam kategori berpotensi sebagai kantong-kantong terorisme internasional, semuanya dalam situasi yang rawan (precarious) dan jauh dari kondisi ideal  negara-negara bangsa (nation states) yang berdaulat sebagaimana dimaksud dalam hukum internasional. Kondisi yang tidak stabil, seimbang, dan aman pada skala global tersebut muncul dan marak karena dipicu oleh beberapa faktor. Yang terpenting antara lain adalah: 1) adanya kevakuman kekuatan penyangga setelah hilangnya kekuatan yang saling mengimbangi antara negara-negara adikuasa, dan 2) terjadinya pergeseran geopolitik dan geostrategis global menyusul munculnya kekuatan ekonomi dan politik baru yang memiliki visi serta strategi besar yang berbeda. Kevakuman tersebut, khususnya setelah runtuhnya Uni Soviet, membuka peluang bagi negara adidaya seperti AS untuk tampil menjadi kekuatan tunggal (unipolar) yang tak memiliki tandingan dan bahkan sekedar penyeimbang yang dapat mengerem ambisi hegemoninya dalam realitas politik global. Secara riil, kekuatan militer AS yang superior dalam teknologi dan didukung oleh anggaran pertahanan yang luar biasa besar telah diappropriasi secara maksimum oleh kaum neo-konservatif (neo-con) di pusat-pusat kekuasaan seperti White House, Capitol Hill, lembaga think tanks, dan media massa. Ditambah lagi dengan dorongan untuk menguasai ekonomi dunia dari para pemilik modal raksasa Amerika, maka ambisi hegemoni dan penciptaan seubuah kekaisaran dunia (Empire-making) seperti tak terbendung. Barry Rosen (2008) mengemukakan bahwa setelah Perang Dingin usai tampaknya ada kesepakatan dalam elit politik AS bahwa ancaman terbesar bagi negeri itu dalam jangka pendek adalah terhadap keselamatan diri (safety) dari terorisme yang datang dari luar. Mereka menuding khususnya 1). negara-negara Timteng dan Arab; 2). negara-negara “jahat’’ (rogue states);  dan 3). negara-negara gagal (failed states). Menurut Michael Hardt dan Antonio Negri (2000, 2005), AS telah mengembangkan dirinya sebagai sebuah Empire tak ubahnya pada masa Kekaisaran Romawi (Roman Empire), namun dengan kekuatan dan cakupan pengaruh yang jauh lebih luas dan mendalam. Sementara itu menurut Chalmers Johnson (2005, 2006, 2008), AS, Empire-making yang telah berproses semenjak PD II tersebut saat ini sedang mengalami pukulan balik (blowback) yang, bisa jadi, akan mengakhiri kejayaannya karena ia berlawanan dengan khittah Republik yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa dan Konstitusi AS. Tak dapat disangkal bahwa ambisi Empire making tersebut telah memberikan sumbangan sangat besar bagi perkembangan konstelasi geopolitik global yang cenderung mengancam keamanan negara-negara berdaulat. Rosen menyebut adanya empat faktor utama yang memungkinkan AS untuk mengembangkan dominasi dan hegemoni serta ambisi Empire-making: 1). Unipolaritas (kekuatan tunggal) yang dimiliki AS semenjak berakhirnya Perang Dingin; 2). Maraknya politik identitas sebagai salah satu sumber utama konflik-konflik internasional; 3). Terjadinya penyebaran kekuatan politik dan militer di dunia karene munculnya aktor-aktor non-negara (non state actors); dan 4). Proses globalisasi yang memperkuat posisi kapitalisme menjadi satu-satunya sistem ekonomi dunia. Unipolaritas AS memungkinkan terjadinya monopoli kekuatan di seluruh dunia, baik dalam masalah anggaran pertahanan; teknologi alutsista militer; kekuatan nuklir dan WMD, dan kapasitas surveillance dan control aparat intelijen. Dengan adanya unipolaritas kekuatan tersebut, pengembangan sebuah Empire bukan lagi sebuah khayalan kosong. Bahkan, berbeda dengan Empire-empire sebelumnya, perwujudan dan perkembangan American Empire ini bisa jadi jauh lebih kokoh karena bukan saja didukung oleh kekuatan militer dan keberadaan pangkalan-pangkalan militer AS di seantero dunia, tetapi  juga oleh disertai kekuatan surveillance serta kontrol yang terus menerus, baik dengan intelijen maupun teknologi telematika yang canggih. Sebagai ilustrasi, menurut Johnson (2008), pada sampai pada 2005, jumlah pangkalan AS di seluruh dunia adalah sejumlah 737 buah, terdiri dari yang besar 16, sedang 22, dan kecil 699. Pangkalan besar adalah yang membutuhkan anggaran di atas US $ 1.584 miliar, ukuran sedang adalah yang membutuhkan anggaran sekitar US $ 845 juta sampai US $ 1.584 miliar, ukuran kecil adalah yang membutuhkan anggaran di bawah US $ 845 juta. Pangkalan-pangkalan ini terbagi atas tiga jenis: 1. Basis Operasi Utama (Main Operation Bases, MBOs), seperti di Ramstein (Jerman), Kadena, Okinawa (Jepang), Aviano (Italia), Yongsan (Korsel), dsb.; 2. Pangkalan Operasi Terdepan (Forward Operation Sites, FOS) seperti di negara-negara Singapura, Honduras, Diego Garcia , dll. ; 3. Lokasi Pengamanan Terpadu (Comprehensive Security Locations, CLSs) atau pangkalan-pangkalan ukuran kecil yang disebar diberbagai wilayah untuk mendukung logistik ketika dibutuhkan. CLS inilah yang paling banyak jumlahnya dan tersebar di berbagai belahan dunia di  Afrika, Amerika Latin, Timteng, dan Asia, khususnya di sekitar wilayah hot-spot konflik-konflik, seperti Ghana, Gabon, Chad, Mauritania, Mali, Maroko, Tunisia, Qatar, UEA, Pakistan, India, Thailand, Filipina dan Australia, dsb. Politik identitas yang menjadi salah satu faktor utama konflik-konflik di berbagai belahan dunia, termasuk agama, etnis, dan ras menjadi semacam raison d'etre bagi elit politik AS untuk melakukan intervensi atas nama kemanusiaan (humanitarianism) dan perlindungan HAM. Dukungan AS terhadap intervensi kemanusiaan di negara-negara seperti Bosnia, Kosovo, Somalia, Afghanistan, Israel, Palestina, Myanmar, dsb antara lain dilandasi oleh sentimen ideologis liberalisme dan humanisme yang memberikan pembelaan terhadap sistem demokrasi. Sebagaimana dikatakan oleh Menlu AS Condi Rice dalam majalah Foreign Affairs baru-baru ini, “pembangunan negara demokrasi adalah komponen penting dan utama untuk kepentingan nasional kita.” Argumen penegakan dan pengembangan demokrasi, sebagaimana yang dicitrakan oleh elite politik AS, menjadi bagian tak terpisahkan dari kepentingan nasional yang memberi legitimasi untuk intervensi. Dengan alasan itulah pendudukan terhadap Irak dan ancaman serangan terhadap Iran dan negara-negara yang dianggap “jahat” lainnya mendapat legitimasinya, selain dalam rangka perang melawan terorisme internasional. Penyebaran kekuatan, khususnya kekuatan militer, yang tidak hanya dimiliki oleh negara, tetapi juga oleh aktor-aktor non-negara (non-state actors), telah mengakibatkan semakin tidak stabilnya keamanan global dan memerlukan adanya semacam kekuatan polisi dunia. Aktor-aktor non-negara seperti Al-Qaeda, Hamas, Hezbollah, dan juga NGOs (non governmental organizations) ternyata telah mengancam kredibilitas negara yang secara konvensional dianggap sebagai pemilik monopoli alat-alat kekerasan. Perang Irak menunjukkan bahwa kekuatan anti AS yang notabene adalah para insurgen, dengan persenjataan yang mereka buat sendiri ternyata mampu melakukan perlawanan yang berjangka panjang dan menimbulkan korban yang cukup besar terhadap pasukan pendudukan yang didukung oleh persenjataan modern dan pasukan yang sangat terlatih. Hal ini menyebabkan AS dan sekutunya di Eropa sangat khawatir jika penyebaran tersebut tidak dapat dicegah dan dikontrol. Ini menjadi alasan bagi AS untuk melakukan kampanye perang melawan terror dan sekaligus menacapkan pengaruhnya di seluruh dunia. Demikian juga kiprah NGOs yang melakukan gerakan perlawanan terhadap perusakan lingkungan, WTO, proliferasi nuklir, dst. telah menjadi fakta dan kekuatan baru yang perlu diperhitungkan oleh negara. Kenyataan ini juga memberikan legitimasi bagi elit politik AS untuk lebih assertif dan proaktif dalam hubungan luar negeri. Perang melawan terorisme, tidak dapat lagi hanya diserahkan kepada "negara-negara" sahabat tetapi juga merasuk kepada elemen-elemen non-negara. Proses globalisasi, tak pelak lagi, ikut memperkuat akselerasi hegemoni AS melalui ekonomi dan perdagangan global. Melalui perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi dan transportasi, kapitalisme seolah menjadi sistem ekonomi dunia yang tak dapat dielakkan, bahkan untuk negara-negara yang semula menjadi pendukung utama sistem ekonomi sosialis dan komunis seperti Cina, Vietnam, dan Rusia. Globalisasi juga telah menghasilkan paradoks yang dapat mengancam hegemoni Empire. Misalnya, proses globalisasi telah memunculkan dan memperkuat spirit nasionalisme dan sentimen-sentimen lokal/ indigenous yang semula terpisah-pisah di berbagai wilayah dunia menjadi menyatu akibat terciptanya jejaring (networking) pada tataran global. Politik identitas yang parochial lantas dapat ditransformasikan menjadi perjuangan bersama dan global. Ini terlihat pada gerakan-gerakan anti-kemapanan dan globalisasi yang menggunakan instrument yang sama yang dipakai untuk memperkokoh kekuasaan negara dan korporasi global itu sendiri. Lebih jauh, konsep kedaulatan (sovereignty) sebagaimana yang dikenal secara konvensional, kehilangan relevansinya karena jejaring global telah menembus batas-batas geografis dan politis.  Dengan dalih melindungi kepentingan nasional dan ekonomi pasar bebas, maka AS merasa berkewajiban untuk meningkatkan jangkauan global (global reach) nya. Intervensi langsung maupun tak langsung, pemakaian tekanan diplomasi maupun militer dan intelijen, menjadi bagian tak terpisahkan dalam upaya mempertahankan kepentingan nasional tersebut. Namun demikian, proses Empire-making tersebut di atas bukan berarti tidak menghadapi kendala-kendala serius, sebab konstelasi dunia pasca Perang Dingin juga menyaksikan munculnya kekuatan baru seperti Cina dan India di Asia, Iran di Timteng, dan Brazil di Amerika Latin, yang bukan tidak mungkin akan berkembang sebagai contenders atau pesaing yang dapat menyetop jangkauan global AS. Perlu diingat pula, bahwa setelah kolapsnya Empire Soviet, Rusia juga telah melakukan berbagai penyesuaian dalam geopolitik dan geostrateginya dengan melakukan pendekatan terhadap negara-negara di laut Kaspia dan Asia Tengah. Pendekatan baru dengan Iran dan Cina yang dilakukan oleh Rusia juga merupakan indikasi terjadinya pergeseran tersebut dengan konskuensi strategis yang signifikan. Bahkan negara seperti  Jepang yang selama ini memiliki kedekatan strategis dan kaitan kepentingan ekonomis dengan AS ternyata telah pula melakukan berbagai “penyesuaian strategis” manakala ia melihat perkembangan Cina dan Korsel sebagai dua raksasa yang sedang menggeliat bangun, bukan saj secara ekonomi tetapi juga militer. Khusus dalam hal Cina yang mengalami pertumbuhan ekonomi secara menakjubkan selama dua dasawarsa, tak pelak lagi, telah menjadi salah satu kekuatan pesaing utama bagi AS dan dampaknya telah dan sedang dirasakan oleh negara-negara di kawasan Asia Timur, termasuk ASEAN dan Australia. Percepatan ekonomi Cina, ternyata diikuti oleh pemacuan sistem pertahanan strategis dan peningkatan kapasitas persenjataan, termasuk nuklir, pada beberapa waktu terakhir. Pembangunan dan beberapa kali uji coba senjata jelajah berhulu ledak nuklir oleh Cina menunjukkan kemampuan untuk mencapai sasaran jauh melampaui perbatasan negara itu, sehingga cukup mengkhawatirkan negara seperti Australia dan Jepang serta AS sendiri. Anggaran militer Cina pada 2007 telah mencapai jumlah sekitar US $ 139 miliar yang tentu saja membuat AS merasa was-was. Menlu Rice, misalnya, menyatakan bahwa AS khawatir terhadap “pembangunan yang sangat cepat dalam sistem alutsista dengan teknologi tinggi” yang dilakukan Cina, karena “kurangnya transparansi dalam bidang pembelanjaan militer, doktrin dan tujuan strategis” negeri Tirai Bambu tersebut. (2008). Di kawasan Timteng, Iran muncul menjadi pihak yang sangat diuntungkan secara strategis dari perkembangan konflik di kawasan setelah serangan AS di Irak dan Afghanistan sejak 2003. Hilangnya lawan-lawan utama seperti rezim Saddam Hussein dan Taliban memungkinkan rezim Mullah di Iran melakukan ekspansi pengaruh politik di kawasan serta menjadi penantang utama Israel dalam geopolitik baru, sekaligus ancaman terhadap kepentingan AS, khususnya jalur supply minyak, di masa depan. Pergeseran geopolitik dan strategis ini tentu akan berdampak bagi proses akselerasi Empire-making AS dan dominasi sekutunya, Israel, di Timteng sehingga masih terbuka kemungkinan eskalasi konflik di kawasan tersebut yang dapat merembet sampai di Asia Selatan. Kemungkinan serangan pre-emptive terhadap Iran yang dipergunakan sebagai bargaining chip oleh Pemerintahan Bush terhadap rezim di Teheran bisa jadi akan terealisasi apabila pihak terakhir itu gagal dalam mencari solusi kompromi dalam masalah pembangunan PLTN yang telah menjadi isu internasional beberapa tahun belakangan. Konstelasi geopolitik global di atas jelas akan menjadi tantangan serius bagi negara-negara berdaulat di kawasan Asia Tenggara, khususnya negara yang terbuka dan luas seperti Indonesia. Jika selama empat dasawarsa terakhir kawasan ini dapat menghindarkan diri dari konflik-konflik antar negara, hal tersebut merupakan suatu prestasi luar biasa dari ASEAN dan anggota-anggotanya. Namun demikian, adalah keliru apabila menganggap ancaman terhadap keamanan bukan persoalan utama dan penting dalam kondisi geopolitik global yang sedang berubah dan belum menunjukkan adanya stabilisasi dan arah yang jelas. Justru menurut hemat saya, negara besar dan utama seperti Indonesia harus mewaspadai perkembangan munculnya model ancaman keamanan baru yang dihasilkan oleh proses Empire-making dari negara adikuasa seperti AS serta bangkitnya aktor-aktor baru dalam geopolitik dan startegi global. Lebih-lebih jika di dalam negeri sendiri, perkembangan masyarakat sebagai akibat demokratisasi dan globalisasi akan mempengaruhi proses dan pertumbuhan serta perkembangan ancaman terhadap keamanan negara. Munculnya aktor non-negara yang memiliki kapasitas dan jejaring secara internasional, misalnya, sudah barang tentu harus dipertimbangkan dan dikaji secara lebih komprehensif, khusunya dikaitkan dengan perubahan geopolitik global seperti yang dipaparkan sebelumnya. Negara-negara yang berdaulat tidak lagi dapat bersikap taken it for granted dalam menghadapi ancama keamanan yang datang dari luar. Mereka tidak dapat lagi hanya mengandalkan pada kekuatan sendiri dalam menghadapi ancaman-ancaman yang makin rumit serta bervariasi sumbernya. Suatu strategi besar (grand strategy)  baru dalam geopolitik dan geostrategi sangat diperlukan untuk dapat melindungi keberadaan dan keberlangsungannya dalam suatu kondisi yang tidak stabil dan rawan serta dibawah bayang-bayang suatu proses Empire-making. Sinergi-sinergi baru antara komponen-komponen negara, masyarakat sipil, dan kekuatan eksternal yang memiliki kesamaan visi dalam geopolitik dan geostrategis menjadi sine qua non di abad ke XXI. Geografi Politik (6) 9 Mitos Geopolitik 1. Populasi dunia telah terlalu banyak (Overpopulated) Pertumbuhan populasi yang meningkat sering dituding sebagai sebab langkanya pangan. Kesimpulan ini diyakini sebagai sebab adanya kemiskinan, kerusakan lingkungan, dan konflik sosial kemasyaratan. Pembangunan ekonomi di dunia ketiga tidak akan berhasil apabila angka pertumbuhan populasi tidak dikontrol. Itu sebabnya lembaga internasional dan pemerintahan mengembangkan dan menerapkan strategi untuk mengontrol angka pertumbuhan di dunia ketiga. Meledaknya angka populasi ini dinamai ‘over’ yang berimplikasi pada penggunaan sumber daya yang habis-habisan untuk menunjang besarnya pertumbuhan populasi tersebut dan mengakibatkan ketidakstabilan global. Ketika asumsi-asumsi tersebut dicermati, maka tampaklah bahwa populasi bukanlah kambing hitam yang selama ini dipercaya, namun justru agenda politik yang menyebabkan bencana dibanyak belahan dunia. Agenda ini bermaksud untuk mengalihkan masyarakat awam dari faktor penyebab yang sesungguhnya yaitu gaya hidup, konsumerisme, pemiskinan, dan penindasan dunia ketiga oleh dunia barat. Negeri-negeri maju seperti Jepang, Rusia, Jerman, Swiss dan Eropa Timur saat ini mengalami dilema seperti menurunnya tingkat pertumbuhan penduduk karena rendahnya angka kelahiran. Negara-negara di Barat lainnya juga pasti akan mengalami penurunan populasi kalau saja tidak adanya imigrasi dari penduduk negeri lainnya. 2. Intervensi Barat terhadap konflik Balkan di tahun 1990-an adalah untuk menolong umat Islam Serangan NATO pada Yugoslavia di tahun 1993 sering ditampilkan dunia barat sebagai akibat keraskepalanya rezim Yugoslavia untuk menerima rencana perdamaian – terutama pada penolakan Yugoslavia terhadap masuknya pasukan pemelihara perdamaian di Kosovo. Intervensi Barat yang berujung pada pemboman beruntun terhadap Yugoslavia oleh NATO selalu dijadikan bukti oleh NATO bahwa “Perang melawan Teror” saat ini bukanlah perang melawan Islam. Sebab, dunia Barat menyatakan bahwa ia akan menyerang siapapun demi misi kemanusiaan, bahkan kalau perlu “menyelamatkan” muslim Kosovo dari kebengisan Yugoslavia di tahun 1993. Kenyataan geopolitik sebenarnya tidak seperti itu. Ketidakstabilan Balkan di tahun 1990-an sebenarnya dipicu oleh keinginan kuat oleh Amerika untuk mengurangi pengaruh Rusia, menaikkan ketergantungan Eropa pada Amerika, dan memberikan legitimasi baru pada NATO, yang telah kehilangan fungsi sejak berakhirnya Perang Dingin (runtuhnya Uni Soviet dan Pakta Warsawa). 3. Dunia akan segera kehabisan minyak Persaingan untuk meraih supremasi kekuasaan antara Jerman dan Inggris pada awal abad ke-20 memaksa kedua negara tersebut berlomba mencari bahan bakar pengganti batu bara untuk menjalankan mesin perang. Ditemukannya ladang minyak di Timur Tengah di tahun 1920-an memicu berawalnya abad teknologi baru, perubahan tatanan masyarakat dan berpindahnya keseimbangan kekuatan global. Pada akhirnya, bahan bakar berbasis fosil akan habis. Hingga berakhirnya abad ke-20, kemungkinan habisnya minyak belum dibahas karena masih banyak cadangan minyak yang belum ditemukan. Teknologi untuk menyalakan pesawat tempur, tank, dan mobil masih dirancang untuk menggunakan bahan bakar fosil, terlepas dari tingginya harga minyak. Puncak produksi minyak terjadi ditahun 1970-an dimana separuh dari cadangan minyak yang ada telah terkonsumsi. Namun kenyataan ini tidak begitu diindahkan pada masa tahun 1970-an. Kini, semua dunia khawatir bahwa minyak akan segera habis, suatu fakta sumber kepusingan geopolitik. Tanpa terkejut lagi, isu habisnya minyak bumi sebenarnya adalah penanda isu politik yang jauh lebih dalam. Bahwa dunia akan segera kehabisan minyak adalah alasan Barat untuk menutupi kerakusannya. Ketika beberapa negara mulai panik mencari minyak, maka terbukalah keburukan Barat dalam hal konsumsi minyak ini. Dunia Barat telah mengkonsumsi 50% dari sumber daya alam terpenting abad ke-21, tapi hanya memproduksi kurang dari 25% saja. Kerakusan Barat ini jauh melampaui kebutuhan Cina dan India terhadap energi. Khususnya, AS hanya memproduksi 8% minyak, namun mengkonsumsi 25% jumlah minyak yang ada. Ketika konsumsi AS meningkat, maka kompetisi untuk memperebutkan sumber energi akan semakin ketat. Ini yang menyebabkan Tanah timur Tengah semakin penting, terutama Irak, untuk diduduki demi minyak. 4. Dunia Ketiga menjadi miskin karena tidak cukupnya jumlah pangan di dunia Banyak sekali organisasi yang telah meneliti sebab musabab kemelaratan seperti kurangnya sumber daya alam, efek cuaca lokal, hingga kurangnya penerapan demokrasi. Prinsipnya tidak ada semacam persetujuan dikalangan ahli sosiologi dan lembaga penelitian mengenai penyebab utama kemiskinan dan kemelaratan. Anehnya, semua sepakat, bahwa jalan keluarnya adalah penerapan kapitalisme dan adanya pasar bebas. Padahal kalau saja kita lihat secara umum situasi negara dunia ketiga, beberapa faktor berikut adalah penyebab utama pemiskinan yang ada sekarang. Fungsi IMF dan Bank Dunia dengan kebijakan perubahan strukturalnya yang terkenal telah menyengsarakan negeri klien seperti Pakistan, Turki, Indonesia, Bangladesh dan Mesir. Solusi yang diberikan lembaga keuangan internasional tersebut awalnya diperkirakan akan menyelamatkan negara-negara tersebut adalah dengan metoda perdagangan. Kenyataannya banyak sekali kendala yang dipasang oleh negara-negara maju supaya negara-negara berkembang tidak akan pernah bisa berkembang. Artinya, barang-barang yang diproduksi negara-negara maju harus diimpor oleh negara miskin. Memang teorinya sederhana, bahwa perdagangan akan meningkatkan kesejahteraan negara miskin. Itu sebabnya sektor swasta dilihat sebagai kunci pemicu pertumbuhan ekonomi dan penghilangan kemiskinan. Contohnya, Pakistan membutuhkan investasi di bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur sebelum ia mampu berkompetisi secara global. Namun, IMF dan Bank Dunia justru menyuruh pemerintah Pakistan untuk mengurangi subsidi dibidang-bidang diatas dan meningkatkan fokus ke arah ekspor. Kedua lembaga keuangan tersebut menyuruh Pakistan untuk berkompetisi melawan sektor swasta internasional yang jauh lebih kuat. Itu sebabnya, pertumbuhan ekonomi Pakistan malah semakin terpuruk. Afrika juga dipaksa untuk untuk membayar hutang, sebagaimana terjadi semasa kolonial dulu. Hutang Afrika terjadi secara semena-mena dengan pemberian hutang milyaran dollar dengan bunga yang sangat tinggi. Hutang Afrika juga termasuk hutang yang diberikan negara maju semasa pemerintahan diktator, dimana dana pinjaman itu dihamburkan dengan sepengetahuan negara-negara donor/ pemberi hutang. Afrika Selatan, contohnya, mewarisi hutang semasa apartheid sekitar 46 milyar dollar. Pemerintahan baru Afrika Selatan yang berkuasa setelah Apartheid berakhir, dipaksa untuk membayar hutang masa lalunya (atau hutang yang digunakan untuk membiayai penindasannya sendiri). Di tahun 1998 ACTSA (Gerakan Afrika Selatan) memperkirakan bahwa hutang sebesar 18 milyar dollar  digunakan untuk membiayai kebijakan apartheid dan 28 milyar dollar adalah hutang yang ditanggung negara-negara tetangga Afrika Selatan untuk membiayai program untuk menghadapi destabilisasi atau imbas dari kebijakan apartheid, dimana berkisar sekitar 74% dari total hutang Afrika. Negara berkembang akan selalu menjadi miskin akibat kebijakan negara Barat. Jelasnya, bukan karena kekurangan pangan tetapi justru oleh konsumsi yang berlebihan oleh masyarakat Barat (yaitu sekitar 20% dari populasi dunia), namun menghabiskan 80% dari produksi pangan. 5. PBB menegakkan Hukum Internasional untuk mengatur hubungan dan menyelesaikan konflik internasional PBB didirikan ditahun 1945 untuk “menyelamatkan generasi berikut dari derita peperangan.” Sejak itu, tidak kurang 250 konflik tercetus yang membuktikan kegagalan PBB dalam meraih tujuan didirikannya. Barat, dan juga para pembuat kebijakan dunia ketiga, melihat PBB sebagai institusi netral (tidak bias) yang terdiri dari 200 negara anggota, yang menjunjung tinggi nilai internasional, aksi multilateral, demokrasi, pluralisme, sekularisme, kompromi, dan hak asasi manusia. Padahal, PBB sebenarnya adalah alat eksploitasi yang terlihat dari struktur organisasinya yang membiarkan penindasan yang dilakukan oleh kekuatan kolonial yang kini menjadi anggota tetap Dewan Keamanannya. Banyak peristiwa yang menunjukkan kelemahan PBB, seperti invasi Irak, penerapan hukum secara selektif pada Israel, kegagalan pembantaian Muslim di Serbia, dan pembersihan etnis di Rwanda. 6. Dunia Ketiga harus meliberalisasi ekonominya supaya berkembang Dalam tiga abad terakhir, Kapitalisme telah mendominasi pembangunan internasional dan memonopoli perkembangan ekonomi serta memaksa diterapkannya kebijakan-kebijakannya pada dunia. Macan ekonomi Asia seperti Cina, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Hongkong sering dikutip sebagai contoh sukses negara yang mengadopsi liberalisme sehingga berhasil meraih kemajuan. IMF dan Bank Dunia memproklamirkan industrialisasi dan ide ekonomi liberal akan mentransformasi ekonomi tradisional dan masyarakat. Pengaruh seperti ini akan menetapkan negara-negara miskin dalam jalur perkembangan sejalan dengan pengalaman negara-negara maju semasa revolusi industri dulu. Kemiskinan adalah fakta yang ada pada mayoritas penduduk dunia. 3 milyar jiwa hidup dibawah 2 dollar per hari, sedangkan 1,3 milyar jiwa lainnya hidup kurang dari 1 dollar per hari. 1,3 milyar jiwa hidup tanpa air bersih, 3 milyar jiwa hidup di lingkungan yang tidak sehat dan 2 milyar jiwa tidak memiliki akses penggunaan listrik. Liberalisme justru menjadi sebab ketimpangan kesejahteraan dan pemiskinan bagi mayoritas penduduk dunia. Banyak sekali survei yang menunjukkan bahwa liberalisme adalah biang kemelaratan. Tanggal 7 Desember 2006 adalah hari diluncurkannya laporan internasional yang dikeluarkan oleh Institut Global untuk Penelitian Perkembangan Ekonomi milik PBB. Hasilnya cukup mencengangkan bahwa penduduk dunia yang kaya (sekitar 1% dari total penduduk bumi) menguasai 40% dari aset kekayaan dunia dan 10% dari populasi dunia menguasai 85% dari total asset dunia. Liberalisme telah dan akan terus membiarkan dunia Barat untuk menghisap kekayaan dunia ini. Liberalisme juga tidak akan pernah berpihak pada dan menaikkan derajat kaum miskin, dan justru menjadi alat pemiskinan. Maka penerusan kebijakan ekonomi liberal di dunia ketiga adalah biang kemelaratan yang berkelanjutan. 7. Pemanasan global akibat pembangunan Cina dan India Pemanasan global dan perubahan cuaca berarti penambahan suhu rata-rata secara global. Kejadian alam dan aktifitas manusia diduga sebagai kontributor perubahan suhu secara global. Hal ini terjadi karena adanya “efek rumah kaca” dimana naiknya suhu diakibatkan terperangkapnya jenis gas di atmosfir tertentu seperti karbon dioksida (CO2). Setiap beberapa tahun, ilmuwan bidang cuaca pada Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Suhu (IPCC) milik PBB mengeluarkan laporan yang menjelaskan secara detil perubahan cuaca yang terjadi. Secara garis besar, laporan ini menyarankan adanya penurunan emisi. Panel ini terdiri dari ratusan peneliti dunia. Di awal tahun 2007, IPCC telah mengeluarkan laporan ke-4 yang menyimpulkan bahwa mereka semakin yakin bahwa aktifitas manusia adalah penyebab kenaikan suhu “Pemahaman tentang pemanasan dan penurunan suhu mulai lebih baik sejak laporan Third Assessment Report (Evaluasi Ke-3), yang memberikan keyakinan bahwa aktifitas manusia sejak taun 1750 memberikan efek perubahan cuaca yang cenderung memanas.” Definisi tentang “keyakinan” merujuk ke tingkat kepastian hingga 90% tepat (di tahun 2001, baru 66% tepat). Dari segi sejarah emisi, negara-negara industrialis berkontribusi terhadap 80% dari total terperangkapnya CO2 di atmosfir. Sejak tahun 1950, AS telah mengeluarkan emisi sebesar 50,7 milyar ton karbon, sementara Cina (yang penduduknya 4,6 kali lebih banyak dibanding AS) dan India (yang populasinya 3,5 kali lebih banyak) mengeluarkan hanya sekitar 15,7 dan 4,2 milyar ton, secara berurut. Tiap tahun lebih dari 60% emisi industri global berasal dari negara-negara industri, dimana hanya memiliki 20% populasi penduduk dunia. 8. Umat Muslim dunia tidak menginginkan Islam Selama bertahun-tahun, Barat selalu mengatakan bahwa Muslim di seluruh dunia menginginkan demokrasi dan kebebasan ketimbang Islam. Mereka juga mengatakan bahwa hanya kaum minoritas Muslim saja seperti di Pakistan dan Afganistan yang menginginkan Islam sedangkan mayoritas umat Islam mengagumi dunia Barat dan ingin hidup dibawah naungan kapitalisme. Namun kini, adalah kaum Muslim modernis yang menyatakan bahwa dunia Muslim tidak ingin Islam dan tidak akan pernah siap untuk Islam. Ironisnya, Barat malah mulai menyadari bahwa ternyata Islamlah yang dirindukan oleh umat Muslim dan Barat berjuang keras untuk menghadapi setiap kemungkinan ancaman kebangkitan Islam. 9. Israel tidak pernah terkalahkan dan terbukti dengan kemenangannya di 4 perang, maka dunia Islam harus menerima kenyataan ini bahwa keberadaan Israel adalah suatu keniscayaan Sejak berdiri di tahun 1948, Israel dan militernya selalu diliputi mitos sebagai kekuatan yang tak terkalahkan. Menariknya, mitos tersebut tidak dimotori oleh Israel sendiri tapi justru oleh para pemimpin pengkhianat yang menguasai umat Islam. Kinerja militer Israel pada perang 1948, 1956, 1967, dan 1973 melawan umat Islam sering dikutip sebagai superioritas militer Israel. Implikasinya, konflik melawan Israel secara langsung sering dianggap oleh negara-negara Arab sebagai strategi yang tidak menguntungkan, sehingga mereka terpaksa untuk bernegosiasi dengan Israel. Konsekuensi dari negosiasi tentunya adalah pengakuan terhadap kedaulatan dan keberadaan Israel melalui proses perdamaian. Dalam merangkum fakta kekuatan militer Israel, kita perlu mengingat pertanyaan penting: Apa tujuan pembuatan dan penyebaran mitos ini? Yaitu agar Yahudi dapat berkuasa di dunia. Geografi Politik (7) Geopolitik AS * Geopolitik Amerika Serikat dalam Penguasaan Minyak Dunia * Ambisi Amerika dalam Mencari Daerah Amerika sebagai negara adidaya terlihat sangat rakus akan “emas hitam” atau minyak. Cina saat ini menjadi pesaing utama Amerika di bidang ekonomi, ekonomi Cina naik tajam. Amerika tidak ingin tersaingi oleh siapapun sehingga akan berbuat apapun untuk mempertahankan kedigdayaannya. Saat ini harga minyak dunia naik sampai dengan 98 USD per barrel hampir pada batas psikologis 100 USD per barrel. Bisa dibayangkan jika harga minyak sampai dengan angka tersebut maka akan terjadi resesi ekonomi seperti halnya yang terjadi pada tahun 1973-1980-an. Keinginan Amerika untuk mengeruk minyak memang terlihat sangat jelas, dengan dimasukkannya minyak kedalam National Security Policy karena negara ini merupakan pengimpor minyak terbesar, apa jadinya jika Amerika kehabisan minyak, perekonomian mereka akan jatuh. Pada tahun 2025 diperkirakan cadangan minyak di Timur Tengah akan menurun, belum lagi konflik antara pemerintahan Amerika dengan rakyat Timur Tengah yang menentang kebijakan-kebijakan luar negeri AS. Ketakutan AS jika Timur Tengah mengembargo minyak ke AS membuat AS mencari daerah baru yang bisa dijadikan tambang minyak. Salah satunya adalah Asia Tengah dan Myanmar yang diperkirakan masih menyimpan cadangan minyak hingga 30 tahun mendatang. Secara geopolitik, Cina tidak ingin kehilangan pengaruhnya di Myanmar, oleh sebab itu Cina akan mempertahankan keterlibatannya dalam menangani kasus Myanmar, karena Myanmar mempunyai latar belakang yang sama dengan Cina. Disamping ingin mendapatkan keuntungan dari minyak yang berada di Teluk Bengala. * “Soft Diplomacy” Iran Kekuatan Amerika saat ini belum ada yang menandingi, adanya kegelisahan Rusia atas hegemoni AS di Asia Tengah membuat Rusia mencoba untuk membentuk kekuatan baru dengan merangkul negara-negara yang selama ini tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Amerika. Dikuasainya Afghanistan, Uzbekistan, Tajkistan dan negara Asia Tengah lainnya, telah membuat Rusia harus waspada. Negara-negara yang pernah menjadi bagian dari Rusia kini sudah mulai diambilalih oleh Amerika, terlihat dari ditempatkannya pasukan Amerika di negara-negara bekas Soviet tersebut. Pasca terjadinya kehancuran gedung WTC, Amerika terus mencari “mastermind” pengahancur gedung tersebut, Osama bin Laden. Dengan slogan melawan terorisme diam-diam AS juga merancang strategi untuk bisa mendapatkan wilayah jajahan baru yang kaya akan sumber minyak. Negara-negara yang dianggap tidak setuju dengan kebijakan AS itu maka dianggap teman teroris yang berarti harus dimusnahkan. Iran salah satunya, padahal pasca penghancuran WTC, Iran merupakan negara pertama yang mengungkapkan belasungkawa. Namun apa yang terjadi Presiden Bush mengatakan bahwa Iran merupakan “axis of evil” atau poros setan, yang terjadi saat ini sebagai “polisi dunia” AS berupaya keras mengatakan pembangunan instalasi nuklir Iran akan digunakan untuk pembuatan senjata pemusnah massal. Jika pada akhirnya nanti Rusia-Iran-China bersatu untuk melakukan kerjasama dalam pengembangan minyak maka akan dua kekuatan besar di dalam kancah politik global AS dan aliansi Rusia-China-Iran. Di dalam mengambil kebijakan politiknya, Amerika menggunakan teori dari Ratzel yang mengatakan negara seperti akan berkembang, yang kuat akan hidup dan yang lemah akan mati, oleh sebab itu Amerika selalu mempertahankan eksistensinya sebagai negara adidaya, mereka tidak ingin ada pesaing. Kekuatan ekonomi Cina sepuluh tahun mendatang akan kembali menurun demikian diungkapkan oleh ekonom George Soros yang disebut-sebut sebagai biang krisis moneter di Asia pada tahun 1997. Keberadaan Iran sebagai negara yang berani melawan kekuatan Amerika disambut baik oleh Rusia. Berawal dari pembangunan instalasi nuklir di Iran membuat pemerintah Amerika gerah karena merasa tersaingi, bukan hanya itu, penyebutan Iran sebagai axis of evil (poros kejahatan) semakin membuat hubungan Iran dengan AS * Geopolitik AS di Irak Memasuki awal abad ke-19, hadir seorang tokoh terkemuka geopolitik kelahiran Inggris bernama Sir Halford Mackinder yang juga mendapat julukan sebagai intellectual architect dalam pemahaman prinsip keamanan internasional. Dia mengklasifikasikan dunia menjadi empat bagian yakni: 1. Heartland mencakup kawasan Asia Tengah dan Timur Tengah (World Island); 2. Marginal Lands mencakup kawasan Eropa Barat, Asia Selatan, sebagian Asia Tenggara dan sebagian besar daratan Cina; 3. Desert mencakup wilayah Afrika Utara dan yang terakhir, 4. Island or Outer Continents meliputi Benua Amerika, Afrika Selatan, Asia Tenggara dan Australia. * Ironi Ironisnya, reputasi nama besar Mackinder yang dianggap sebagai ahli geopolitik yang dapat diekspresikan ke dalam kehidupan dunia politik dan strategi kondisi geografis, menjadi tercela yang cukup mendalam dikarenakan gagasannya telah memberikan pengaruh yang sangat kuat kepada Nazi Jerman. Satu hal yang perlu dicatat juga bahwa pandangan Mackinder telah memberikan suatu acuan toleransi yang cukup akurat untuk memahami hubungan kontemporer antara Amerika dan Soviet setelah Perang Dunia II. Perubahan politik dan ekonomi international mengalami pergerakan yang dinamis sehingga seringkali pergesekan atau friksi antar kepentingan nasional dari setiap negara. Sejak minyak menjadi satu-satunya komoditas yang sangat strategis bagi kehidupan manusia dan semakin sulit diketemukan cadangan minyak baru di wilayah negara konsumen itu sendiri, diiringi permintaan yang terus meningkat, kawasan Timur Tengah menjadi ajang perebutan pengaruh bagi negara konsumen seperti Amerika, Inggris, Rusia, Jerman, Italia, Prancis, Cina, Jepang dan tentunya negara-negara industri lainnya untuk mendapatkan akses jaminan suplai minyak. Berbagai cara dilakukan oleh negara-negara Barat untuk mendapatkan hubungan kerja sama negara penghasil minyak di kawasan Heartland. Begitu tinggi tingkat ketergantungan suplai minyak dari kawasan ini, negara-negara Barat berupaya untuk membuat kebijakan "arm sales dan security assistance" kepada negara-negara yang mempunyai kemampuan atas jaminan pembayarannya seperti Arab Saudi, Iran, Kuwait, Oman, UAE, Bahrain dan Iraq. Dominasi penjualan berbagai ragam peralatan perang dari Amerika dan Inggris setelah Perang Dunia II mulai tergeser dengan Prancis, Jerman, Rusia, Italia. Setelah adanya oil shock 73 dan 79, kompetisi untuk pemasaran persenjataan dengan teknologi yang mutakhir semakin meningkat, terutama dari Rusia dan Prancis yang menjualnya ke Irak. Tidak ketinggalan juga dengan Jerman yang berupaya melakukan kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan dengan Arab Saudi. Prancis telah melakukan kontrak untuk pembangunan teknologi nuklir sebesar US$ 275 juta sehingga dicurigai oleh negara tetangganya mempunyai ambisi menjadi pusat pembangkit persenjataan nuklir. Begitu juga dengan Italia yang berkeinginan untuk mengeksport teknologi nuklir beserta materialnya ke Baghdad. (Energy Security in the 80s: The Response of US Allies, Frans R. Bax, analis politik CIA). Apa latar belakang upaya penjualan alat-alat persenjataan militer oleh negara-negara Barat yang begitu menggebu di kawasan ini? Keseluruhannya itu semata-mata untuk mengimbangi pembayaran impor minyak (oil bills) dan disisi lain tidak ketinggalan juga tentunya untuk mendukung industri pertahanan. Henry Kissinger menyebut kebijakan ini "recycle petrodollar" yang mulai diterapkan setelah mengalami oil shock tahun 1973. Amerika Serikat telah memperlihatkan kepada dunia bahwa menjaga kawasan Timur Tengah yang stabil merupakan bagian dari pelaksanaan panggilan kepentingan nasional yang vital. * Keberpihakan AS Ketergantungan atas impor minyak dari kawasan ini 45% dari total konsumsi dalam negeri. Langkah inisiatif untuk mendamaikan Israel dengan Palestina telah mendapat sambutan yang luar biasa oleh para sekutunya. Langkah itu berarti menurunkan ketegangan politik antar-negara Arab dengan Israel, sehingga dapat menurunkan juga tingkat kekhawatiran kemungkinan terganggunya jaminan suplai minyak. Namun, di satu sisi keberpihakan Amerika terhadap Israel juga sangat transparan. Terbukti sewaktu diadakan pertemuan antar Amerika dengan sekutunya di Venice tahun 1980, Presiden Carter mengatakan secara terbuka "United States would veto any European attempt to push a UN resolution supporting Palestinian self-determination". (Hal yang sama ternyata tidak dilakukan oleh Amerika terhadap Indonesia ketika ada yang mengusulkan self determination untuk Timor Timur, apalagi setelah adanya konfirmasi penemuan cadangan minyak yang sangat besar di Celah Timor). Doktrin Carter yang dicanangkan pada waktu itu bahwa kawasan Persia merupakan a vital interest of the United States kemudian diikuti dengan suatu pernyataan secara terbuka: "An attempt by outside force to gain control on the Persian Gulf region will be regarded as an assault on the vital interest of the Untied States of America, and such an assault will be repelled by any means necessary, including military force". Yang sangat dikhawatirkan oleh Amerika Serikat yakni adanya saingan dari negara lain yang masuk ke kawasan Timur Tengah untuk melakukan perjanjian ekonomi bilateral yang sifatnya jangka panjang dalam bentuk barter alat persenjataan militer dengan minyak, government-to-government contract. Data dari para geologis terkemuka, Irak mempunyai potensi kandungan minyak sebesar 112 miliar barel yang berarti menempati urutan kedua penghasil minyak terbesar setelah Arab Saudi. Jenis minyak dari Irak yakni Basrah Light dan Kirkuk yang mempunyai karakter tersendiri, sweet crude oil, kandungan sulfurnya sangat rendah dan meskipun tidak termasuk dalam bagian OPEC basket price, dalam perdagangan international jenis minyak dari Irak sangat mahal dan juga mempunyai pengaruh untuk penentuan harga internasional. Dengan potensi ini, negara-negara konsumen berlomba-lomba untuk melakukan kerja sama ekonomi dengan Irak. Tampaknya hal itu telah terjadi dan berkembang dalam lima tahun terakhir ini dengan adanya perjanjian bilateral antara Irak dengan Rusia, Prancis, Jerman dan Cina. Rusia telah melakukan kontrak suplai minyak jangka panjang dengan Irak; Cina melakukan penjualan peralatan militer terhadap Irak yang dikompensasikan dengan jaminan suplai minyaknya; Prancis telah mendapatkan konsesi minyak yang mempunyai potensi sangat besar. Kondisi ekonomi Irak sangat memprihatinkan. Semenjak diberlakukannya program Oil For food Security Council Resolution 986 (UN-SC 986) setelah perang teluk tahun 1991, membuat ketidakberdayaan ekonomi Irak untuk memiliki purchasing power dalam perdagangan internasional. Salah satu upaya Irak untuk mendapatkan ekstra devisa yakni dengan Rusia telah diupayakan penyelundupan melalui jalur rahasia, namun dapat digagalkan oleh tim pengawas dari PBB yang dipimpin Amerika. Begitu ketatnya pengawasan itu, terkesan setiap barrel yang keluar dari Irak dicatat oleh petugas pengawas PBB. Sanksi ekonomi terhadap Irak oleh PBB sejak tahun 1991 tampaknya sudah memakan korban cukup banyak yang diakibatkan penyakit radang paru-paru, sakit pernapasan dan kekurangan gizi. Departemen Kesehatan Irak mencatat sampai akhir tahun 2000 telah meninggal dunia sebanyak 1.300.867 orang, 500 ribu di antaranya anak-anak. Berbagai organisasi HAM internasional menilai bahwa sanksi ekonomi ini telah melanggar Geneva Convention 12-08-49, termasuk protokol tambahan yang telah dikeluarkan pada tahun 1977. (Oil for Food, Siapa yang Diuntungkan? SP, Mei 2000, DDP). Perkembangan terakhir dari tim investigasi PBB sampai batas waktu yang telah ditentukan, belum ditemukan adanya indikasi Irak memiliki WMD seperti yang telah dicurigai oleh Amerika. Hasil sementara investigasi ini membuat Jerman dan Prancis menarik dukungan Amerika untuk menyerang Irak, kemudian disusul dengan Rusia, Italia dan Cina. Mereka telah mempertimbangkan bahwa perang bukanlah merupakan jalan terbaik, yang nantinya akan memicu reaksi negatif terhadap perang internasional melawan teroris. Kalau Amerika bersikeras untuk menyerang Irak, dukungan utama yang pasti akan datang dari Inggris dan sudah pasti tidak ketinggalan Australia, seperti yang selalu terjadi di berbagai tempat. Bagi negara-negara yang mundur dari dukungan terhadap Amerika untuk bergabung dalam Perang Teluk II telah mempelajari dengan seksama bahwa nantinya bila pecah perang di Irak akan menambah instabilitas politik negara-negara Islam di Timur Tengah dan biasanya akan diikuti dengan kekacauan suplai minyak sehingga dapat mengakibatkan tingginya harga minyak. Kalau sampai ini terjadi, selanjutnya akan bermuara pada resesi ekonomi dunia. Jalan yang terbaik pada saat ini adalah melakukan upaya diplomasi multilateral untuk menuju perdamaian, khususnya melalui Dewan Keamanan PBB. Geografi Politik (8) Geopolitik Cina I. Latar Belakang “Biarkan Cina terlelap. Sebab, jika Cina terbangun, dia akan menggungcang dunia” (Napoleon Bonaparte).   Cina atau dengan nama resmi Republik Rakyat Cina (RRC; juga disebut Republik Rakyat Tiongkok/ RRT) adalah sebuah negara komunis. Sejak proklamirkan pada 1949 oleh Mao Zedong di lapang Tiananmen, Cina telah dipimpin oleh Partai Komunis Cina (PKC). Sekalipun seringkali dilihat sebagai negara komunis, kebanyakan ekonomi republik ini telah diswastakan sejak tiga dasawarsa yang lalu. Walau bagaimanapun, pemerintah masih mengawasi ekonominya secara politik terutama dengan perusahaan-perusahaan milik pemerintah dan sektor perbankan. Secara politik, ia masih tetap menjadi pemerintahan satu partai. Cina adalah negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan populasi 1.242.612.226 jiwa (hasil sensus tahun 2000), yang mayoritas merupakan bersuku bangsa Han. Negara dari Presiden Hu Jintao dan Perdana Menteri Wen Jiabao ini adalah negara terbesar di Asia Timur dengan total wilyah 9.596.960 km², dan ketiga terluas di dunia, setelah Rusia dan Kanada. Cina berbatasan dengan 14 negara: Afghanistan, Bhutan, Myanmar, India, Kazakhstan, Kirgizia, Korea Utara, Laos, Mongolia, Nepal, Pakistan, Rusia, Tajikistan dan Vietnam. Dalam suatu pertikaian yang terus berlangsung, Cina menuntut hak memerintah atas Taiwan dan pulau-pulau sekitarnya yang tidak pernah dilepaskan oleh Taiwan. Pemerintah Cina mendakwa bahwa Taiwan merupakan suatu entitas yang tidak lagi wujud dan secara administratif meletakkan Taiwan sebagai provinsi ke-23 Cina, seperti yang tertuang dalam One China Policy yang selama ini didengungkan oleh Cina. Cina mengklaim kedaulatan terhadap Taiwan namun tidak memerintahnya. Status politik Taiwan merupakan hal yang kontroversial; Taiwan  mengklaim kedaulatan terhadap seluruh Cina daratan dan begitu juga dengan Cina. Cina Daratan merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kawasan di bawah pemerintahan RRC dan tidak termasuk kawasan administrasi khusus Hong Kong dan Macau. Pemerintah Cina melihat pemerintahannya di Cina sebagai Tiongkok Baru saat membandingkan dirinya dengan Tiongkok sebelum tahun 1949. Cina juga dijuluki sebagai "Cina Merah" bagai kawasan yang sama, terutamanya oleh musuhnya di Barat, dengan merujuk kepada warna merah yang merupakan lambang komunis.  II. Geostrategi dan Geopolitik Cina Menaklukan Dunia A. Ekonomi Alat Untuk Mendapatkan Pengakuan Dunia Pada dasarnya konstelasi politik dunia yang semakin kompleks dewasa ini, tidak akan pernah terlepas dari apa yang disebut dengan kepentingan nasional (national interest) suatu negara yang terangkum politik dalam negeri yang sudah barang tentu menurunkan apa yang disebut geopolitik dan geostrateginya. Merupakan hal yang wajar apabila masing-masing negara saling berlomba-lomba untuk meningkatkan posisi tawar mereka dalam kancah pergaulan internasional. Hal tersebut hampir melingkupi seluruh negara yang ada di muka bumi ini, terlepas dari besar atau kecilnya negara tersebut. Dalam hal ini politik luar negeri Cina bisa tergambar dari pergaulan internasionalnya. Dewasa ini Cina berhasil membuat AS “takut” terhadap kebangkitannya. Dari segi jumlah penduduk, Cina merupakan negara berpenduduk terbanyak di dunia, bahkan wilyah negaranya pun sangat luas, hal ini lah yang menjadikan Cina sebagai salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Sebenarnya Cina sendiri sangat tidak seimbang. Kerapuhan lingkungan fisiknya benar-benar bertolak belakang dengan kekuatan modal manusianya yang sangat besar.  Singkatnya, ketidakseimbangan yang terjadi karena dua hal yang tak sebanding ini bisa memberi kita pemahaman tentang intensitas maupun polaritas pengaruh yang ditanamkan Cina di dunia. Pada satu ujung, belum pernah dunia menghadapi masalah tenaga kerja yang besar, murah, dan cakap yang tergabung dalam ekonomi globalisasi dalam waktu sesingkat itu. Pada ujung lainnya, tidak pernah ada sebelumnya sebuah negara yang sebegitu besar bisa bangkit dengan begitu cepatnya dengan modal alam yang sebegitu miskin. Cina tidaklah dianugerahi lahan pertanian yang berlebihan. Sekitar setengah daratannya tidak berpenghuni, sehingga seperlima umat manusia terkumpul pada 7% lahan yang bisa diolah di seluruh permukaan bumi. Faham komunis dan sistem politik tertutup yang dianut negara ini dulu (bahkan dijuluki negara tirai bambu) mengakibatkan Cina sedikit dikucilkan dalam pergaulan internasional. Dari segi penduduk dan wilayah, Cina sangat kecil kemungkinan untuk dikucilkan, tapi kenyataan menunjukan hal demikian. Hal ini disadari oleh Deng Xiaoping. Sejak Xiaoping memegang tampuk kekuasaan pada ahir 1970-an, PKC (Partai Komunis Cina) telah menegaskan legitimasinya dalam menghasilkan pertumbuhan pertumbuhan ekonomi dan menggunakan kekuatan ekonominya sebagai pendokrak untuk mendapatkan pengakuan yang lebih besar secara internasional. Cina memfokuskan diri dalam perdagangan asing sebagai kendaraan utama untuk pertumbuhan ekonomi, untuk itu mereka mendirikan lebih dari 2000 Zona Ekonomi Khusus (Special Economic Zones, SEZ) di mana hukum investasi direnggangkan untuk menarik modal asing. Hasilnya adalah PDB yang berlipat empat sejak 1978. Pada 1999 dengan jumlah populasi hampir 1,25 milliar orang dan PDB hanya $3.800 per kapita, Cina menjadi ekonomi keenam terbesar di dunia dari segi nilai tukar dan ketiga terbesar di dunia setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam daya beli. Pendapatan tahunan rata-rata pekerja Cina adalah $1.300. Perkembangan ekonomi Cina diyakini sebagai salah satu yang tercepat di dunia, sekitar 7-8% per tahun menurut statistik pemerintah Cina. Kekuatan ekonomi ditunjukkan dengan proses industrialisasi yang mapan dan hasil prosuksi yang besar juga. Dibanyak industri, terutama industri padat karya, Cina menjadi pemain global yang dominan saat ini. Pabrik-pabrik Cina memproduksi 70% mainan, 60% sepeda, setengah industri memproduksi sepatu, dan sepertiga industri memproduksi tas di dunia. Cina juga memproduksi setengah oven microwave di dunia, sepertiga televisi dan perangkat AC, seperempat mesin cuci di dunia, dan seperlima lemari esnya; produk ini menunjukan pesatnya pertumbuhan ekspor Cina. Tapi Cina tidak bisa mendapatkan hal-hal ini tanpa minyak, untungnya Cina bisa mengimpor cukup banyak untuk menutupi kekurangannya itu. Namun, kebergantungannya pada komoditas asing hingga sebesar 40% dari seluruh kebutuhannya itu telah membuat Cina benar-benar terjebak dalam posisi sulit. Karena dipicu oleh posisi yang sulit ini, Cina dan perusahaan minyak raksasa miliknya mencoba dengan semakin tergesa-gesa (karena negaranya menjadi importir penuh minyak bumi pada 1992) untuk mendukung lini suplai dan mengurangi kelemahannya itu dengan menghalalkan segala cara. Ketiga perusahaan minyak besar milik Cina, yaitu China National Petroleum Corporation (CNPC), China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), dan Sinopec, telah menanamkan modalnya hampir dalam tiga puluh proyek pengembangan minyak dan gas di luar negeri dan telah meraup lebih dari $5 milliar pada akhir 2002. Tetapi, sejarah pendek transaksi-transaksi ini dipenuhi ketidakpastian. Jelas sekali karena tergesa-gesa dan benar-benar membutuhkan, pihak Cina hampir selalu membeli cadangan minyak yang biasa didapatkan dengan harga lebih tinggi daripada harga pasar. Dalam beberapa kasus, transaksi-transaksi yang diatur secara politik menjadi berantakan dan pada kasus-kasus lain, perusahaan-perusahaan minyak asing bermanuver dari para pesaing mereka dari Cina. Dua puluh tahun yang lalu Cina adalah eksportir minyak terbesar di Asia Timur. Kini, Cina telah menjadi importir minyak terbesar nomor dua di dunia. Pada 2004, Cina membukukan sekitar 31% dalam peningkatan permintaaan minyak dunia. Sehingga, naiknya harga minyak hingga diatas $60 per barel pada pertengahan 2005 bisa dibilang disebabkan oleh tingginya permintaan Cina.  B. Memperkuat Militer: Jawaban Terhadap Unilateralisme Dengan kebijakan luar negerinya yang semakin tegas, Cina juga bertujuan menerjemahkan otot kekuatan pertumbuhan ekonominya ke bidang geopolitik dan mengimbangi apa yang dilihatnya sebagai hegemoni global AS. Menyangkut kepentingan nasional tersebut, kiranya wajar apabila Cina tahun demi tahun menaikkan anggaran belanja militernya. Pengeluaran belanja militer negara “Tirai Bambu” itu pada tahun 2007 dianggarkan hampir 18 % menjadi 350,92 miliar yuan (sekitar hampir 45 miliar dolar), atau naik 52,99 miliar yuan dari tahun 2006, dana tambahan itu akan digunakan untuk peningkatan gaji, meningkatkan sistem persenjataan, dan pelatihan-pelatihan. Kenaikan itu lebih besar dari 10 % sampai 15 % pertumbuhan tahunan anggaran pertahanan Cina selama beberapa tahun terakhir. Pengeluaran itu juga diterjemahkan setara dengan 5,33 biliun yen, yang berarti melampau 4,8 biliun yen dari rencana belanja berkaitan dengan pertahanan Jepang pada tahun anggaran 2007. Pemerintah Cina mengatakan kenaikan itu jangan dipandang sebagai ancaman terhadap negara lain. Tapi rasanya tidak mungkin negara-negara didunia khususnya negara-negara di kawasan Asia-Pasifik akan percaya begitu saja. Apalagi kalau kita meninjau prospek Asia-Pasifik kedepan. Menurut Perdana Menteri Cina, Wen Jiabao, peningkatan anggaran militer juga sifatnya mendesak jika melihat situasi internasional yang diwarnai dengan munculnya unilateralisme. Kecenderungan unilateralisme muncul lagi, konflik lokal berlanjut, kegiatan teroris internasional tak berhenti, dan persoalan-persoalan keamanan tradisional dan non-tradisional terus saja ada, kata Wen. Jika melihat fenomena dunia internasional dewasa ini yang bersifat unilateralisme, yang dipercaya oleh kaum neorealis sebagai suatu fase yang unbalance (tidak seimbang), hal ini akan mengakibatkan negera hegemoni (Amerika Serikat) akan melakukan tindakan sekehendak dirinya saja. Dari pernyataan Wen Jiabao diatas, sudah sangat jelas tersirat bahwa Cina hendak menjadikan dirinya sebagai balancer atau penyeimbang dari situasi sekarang. Hal ini tentunya akan menimbulkan ketegangan baik secara kawasan maupun internasional, hal ini mungkin menjadi kecurigaan yang berlebih mengingat Amerika Serikat menganggap Cina tidak transparans dalam kebijakan penambahan anggaran militer ini. Kekhawatiran AS mungkin akan sedikit terobati dengan adanya kesepakatan kerjasama militer antara Jepang dan Australia, kerjasama atau pakta militer yang dilakukan oleh negara sekutu AS ini setidaknya akan mengawasi gerakan militer dari Cina, sudah barang tentu ini akan menimbulkan ketegangan dikawasan Asia-Pasifik. Apabila pihak-pihak tersebut saling curiga dan membuat kesalahan bukan tidak mungkin perang akan terjadi.  C. Cina Unjuk Gigi dengan Program Antariksa Urgensi terhadap pencapain national interest ini, terutama pemerintah Cina harus menyediakan sekitar 24 juta lowongan pekerjaan per tahun, melahirkan sebuah konsep lanjutan selain penguatan terhadap sektor ekonomi, perlindungan terhadap kepentingan ekonomi, wilayah, penduduk, dan politik, dengan menambahkan anggaran  militernya, pemerintah Cina juga bertekad untuk mengembangkan teknologi. Pengembangan teknologi ini agar sinergis dengan kebijakan ekonomi dan memperkuat militernya. Dalam pengembangan teknonologi, Cina berhasil memanfaatkan proses alih teknologi yang ditempuh dengan “pemaksaan” terhadap perusahaan asing yang mendirikan bisnis di Cina, juga dengan pengiriman pelajarnya ke seluruh pelosok bumi, terutama negara-negara Barat. Akhirnya Cina berhasil dalam riset-riset yang dilakukan.             Namun, yang akan disoroti sekarang tentang program antariksanya. Pada 15 Oktober 2003, menggunakan roket Long March 2F dan kendaraan angkasa berawak Shenzhou V, Cina menjadi negara ke-3 yang menempatkan manusia di angkasa melalui usaha kerasnya. Setelah pertikaian Cina-Soviet, Cina mulai mendirikan program pencegahan nuklir dan sistem pengantar angkasanya sendiri. Hasil kejadian ini adalah rencana peluncuran satelit. Ini menjadi kenyataan pada tahun 1970 dengan peluncuran Dong Fang Hong 1, satelit Cina yang pertama. Ini menjadikannya sebagai negara kelima yang melancarkan satelit angkasa lepasnya sendiri. Negara ini merencanakan program angkasa berawak di awal 1970-an, dengan "Proyek 714" dan kendaraan angkasa berawak Shuguang yang diharapkan. Karena serentetan kemunduran politik dan ekonomi, program penerbangan berawak tak pernah terlaksana baik sampai 2003. Walau bagaimanapun, pada tahun 1992 Proyek 921 dibenarkan dan pada 19 November 1999, roket tidak beranak kapal Shenzhou 1 diluncurkan, ujian pertama roket negara ini. Selepas tiga kali percobaan, Shenzhou 5 dilancarkan pada 15 Oktober 2003 dengan roket Kawat Lama yang beranak kapal Yang Liwei digunakan, menjadikan Cina negara ketiga yang meluncurkan manusia ke angkasa lepas setelah Amerika Serikat dan Rusia. Misi kedua, Shenzhou 6 dilancarkan pada 12 Oktober 2005. Program perkembangan Cina dianggap disebabkan atas keprihatinan dalam beberapa bagian. Laporan DPR AS menyusul peluncuran 2003 berkata, "Saat 1 dari motivasi cepat yang kuat untuk program ini muncul menjadi gengsi politik. Usaha-usaha Cina hampir pasti akan menyumbang pada sistem angkasa militer yang diperbaiki pada bingkai waktu 2010-2020." Apakah kelanjutan Cina di area ini akan membuat perlombaan angkasa lainnya masih perlu diperhatikan?  III. Kesimpulan             Kebangkitan Cina dewasa ini telah membawa perubahan yang besar dalam fenomena hubungan internasional. Kebangkitan ini tidak akan mungkin terjadi tanpa ada perencanaan yang pasti terangkum dalam geostrategi dan geopolitik.             Luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk menjadi kekuatan sekaligus masalah bagi Cina. Bagaimana tidak, bagi Cina tiap tahun harus menyediakan 24 juta lowongan pekerjaan untuk warganya, ditambah wilyahnya tidak semuanya berpotensi untuk diolah. Belum lagi ketertinggalan dari negara disekelilingnya dan faham komunis yang dianut menjadikan Cina semakin tersisihkan dalam pergaulan internasional. Dalam kondisi tersebut Deng Xiaoping yang menggantikan Mao Zedong pada tahun 1970-an menyadari bahwa untuk mendapatkan perhatian dunia, Cina harus maju secara ekonomi.             Cina mencirikan ekonominya sebagai sosialisme dengan ciri Cina. Sejak akhir 1978, kepemimpinan Cina telah memperbaharui ekonomi dari ekonomi terencana Soviet ke ekonomi yang berorientasi pasar tapi masih dalam kerangka kerja politik yang kaku dari Partai Komunis. Untuk itu para pejabat meningkatkan kekuasaan pejabat lokal dan memasang manajer dalam industri, mengijinkan perusahaan skala kecil dalam jasa dan produksi ringan, dan membuka ekonomi terhadap perdagangan asing dan investasi. Ke arah ini pemerintah mengganti ke sistem pertanggungjawaban para keluaga dalam pertanian dalam penggantian sistem lama yang berdasarkan penggabunggan, menambah kuasa pegawai setempat dan pengurus kilang dalam industri, dan membolehkan pelbagai usahawan dalam layanan dan perkilangan ringan, dan membuka ekonomi pada perdagangan dan pelabuhan asing. Pengawasan harga juga telah dilonggarkan. Ini mengakibatkan Cina berubah dari ekonomi terpimpin menjadi ekonomi campuran.             Tingkat perekonomian yang mencapai fase over heat dewasa ini menjadikan Cina sebagai negara industri terbesar, yang mengakibatkan pemakain terhadap minyak sangat besar. Dengan berbagai cara sekalipun harus saling curiga dengan negara lain seperti Amerika. Cina tetaplah Cina yang akan terus memperjuangkan kepentingan nasional, yaitu stok aman untuk minyak agar proses industri tetap berjalan.             Ditingkat kedua, Cina memperkuat militernya yang tidak lain adalah untuk mempertahankan wilayah teritorialnya termasuk bahwa Cina berhak atas Taiwan,. Belum lagi permasalahan tentang perbatasan-perbatasan. Tapi yang menarik adalah sikap Cina dalam menyikapi unilateralisme yang menurut mereka tidak relevan. Kerjasama dengan negara-negara di kawasan timur tengah seperti di Sudan memberikan suatu sinyalemen bahwa perlu adanya pembatasan atas kekuatan AS. Apalagi Cina mempekuat militernya untuk mengamankan suplai minyak di seluruh dunia, terutama suplai dari Timur Tengah.             Cina juga dituntut untuk bisa mandiri dalam teknologi, baik untuk kepentingan ekonomi maupun untuk kepentingan militer. Namun dalam hal ini, Cina telah berhasil mengembangkan teknologi ruang angkasanya. Keberhasilan ini jelas menaikkan bargaining position Cina di dunia internasional. Kemajuan-kemajuan yang dicapai Cina ini melahirkan satu pertanyaan besar, apakah peta politik dan keamanan dunia akan berubah? Geografi Politik (9) Geopolitik Timteng * Geografi, Geopolitik dan Kultural Kawasan Timur Tengah * Penamaan Timur Tengah Sejauh ini belum ada kesepakatan mengenai definisi Timur Tengah (Middle East), dan bahkan nama Timur Tengah belum disepakati secara universal. Penamaan Timur Tengah muncul secara resmi oleh orang Inggris untuk menyebutkan kawasan yang meliputi semua negara Asia yang terletak di sebelah selatan Uni Soviet (kini Rusia dan CIS), dan sebelah barat Pakistan, termasuk Mesir. Nama lain yang muncul untuk menyebutkan kawasan ini adalah Timur Dekat (Far East), Istilah yang lebih tua. Yang dilingkupi oleh istilah ini adalah Asia Barat Daya dan wilayah-wilayah Eropa Tenggara yang pada masa lalu berada dibawah kontrol Khilafah Turki Utsmaniyah (Ottoman). Dalam perkembangan terakhir, negara-negara yang sering diikutkan dalam penamaan kawasan Timur Tengah antara lain: Suriah, Libanon, Palestina, Israel, Mesir, Arab Saudi, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Irak, Kuwait. Lalu negara-negara Afrika Utara juga diikutkan: Maroko, Aljazair, Libya, Tunisia, Mauritania, Sahara Barat, Sudan, Etiopia, Eritrea, Jibuti. Selain itu kadangkala negara-negara berikut juga diikutkan: Iran, Pakistan dan Turki. * Gambaran Tentang Peta Bumi Kawasan Timur Tengah Timur Tengah memiliki posisi geografis yang unik. Ia merupakan wilayah yang terletak pada pertemuan Eropa, Asia dan Afrika, dan dengan demikian ia menguasai jalan-jalan strategis yang menuju ke tiga benua tersebut. Jalan-jalan strategis tersebut antara lain: Selat Bosphorus yang menghubungkan Laut Mideterania (Laut Tengah) dengan Laut Hitam, Terusan Suez yang menghubungkan Laut Mideterania (Laut Tengah) dengan Laut Merah. Selain itu juga terdapat rute-rute perdagangan kuno via darat yang melewati kawasan ini. Dipandang sebagai bagian dari Asia (Asia Barat Daya), Timur Tengah terletak di dalam zona tengah yang membentang di sepanjang benua raksasa ini, kira-kira antara garis lintang 30-40. Disebelah utara zona tengah ini terletak daratan Rusia yang luas. Di sebelah selatannya terdapat ujung-ujung semenanjung Asia, yang sebagian besar berada dalam kontrol Barat. Secara tradisional, Timur Tengah adalah kawasan yang diperebutkan antara kekuatan darat Rusia dan kekuatan laut Barat. * Kondisi Sosio-Kultural Secara politis dan kultural, Timur Tengah dibagi kedalam dua wilayah utama: Sabuk Utara dan Inti Arab. Sabuk Utara dari segi etnik, mayoritas adalah non-Arab dan berbatasan langsung dengan Uni Soviet (Rusia). Turki, Iran dan Afghanistan berbeda dalam banyak hal dengan negara-negara Timur Tengah lainnya. Sabuk Utara memisahkan dan melindungi Inti Arab dari Rusia (Uni Soviet). Sebagai garis pertahanan yang tidak merata, namun yang terkuat terletak pada Turki dan yang terlemah ada pada Iran. Inti Arab terbagi atas daerah Bulan Sabit Subur (fertile crescent) dan wilayah Laut Merah. Daerah Bulan Sabit Subur mencakup Irak (Mesopotamia/ negeri dua sungai yang pernah kaya) dan pesisir Mediterania Asia, yang terdiri dari Suriah, Libanon, Yordania, Israel dan Palestina. Daerah ini merupakan tempat migrasinya rumpun Semit yang kemudian dikenal sebagai bangsa Babilonia, Assyria, Phoenisia dan Ibrani. Wilayah Laut Merah, terdiri atas dua bagian, daerah Timur yang terbentang gurun kering Jazirah Arab (pulau Arab), yang penduduknya jarang, kaya akan minyak, dan tenggelam akan tradisi Muslim. Di sebelah Barat terdapat Mesir, negeri yang hidup dari sungai terpanjang di dunia, Sungai Nil yang merupakan sumber kesuburan di negeri yang memang tandus. Timur Tengah lainnya adalah daerah Afrika Utara (maghreb). Secara geografis dikitari permukaan pegunungan, Mediterania dan Atlantik, sehingga menikmati iklim yang lebih sedang dibandingkan dengan daerah Timur Tengah lainnya. Daerah ini juga cenderung lebih dekat dengan Eropa dan menciptakan interaksi baik secara ekonomi atau kultural dengan negara-negara Eropa. Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan tempat lahirnya tiga agama besar dunia. Selain itu juga, dari Timur Tengah lahir peradaban-peradaban besar dunia. Bahasa Arab, menjadi bahasa utama yang digunakan di Timur Tengah, pada abad pertengahan, selama ratusan tahun Bahasa Arab merupakan bahasa ilmu pengetahuan, budaya dan pemikiran progresif di seluruh wilayah dunia beradab. Berbagai bahasa di dunia sampai saat ini memperlihatkan adanya pengaruh bahasa Arab dalam berbagai bahasa serapannya. Alfabet Arab (huruf Hijaiyah) merupakan sistem yang paling banyak dipakai di seluruh dunia, disamping aksara Latin. * Niai Strategis Kawasan Timur Tengah Selain memiliki keunikan geografis, Timur Tengah memiliki sifat lain yang khas. Timur Tengah merupakan pusat dunia Islam. Di Timur Tengah terdapat tempat-tempat paling suci Islam dan lembaga-lembaga keilmuan Islam tertinggi. Agama dan budaya Muslim telah meresap ke seluruh masyarakat Timur Tengah dan telah memenuhinya dengan sikap-sikap filosofis sehingga hanya revolusi radikal yang mungkin mengubah prilakunya. Namun, di tanah suci Palestina, Timur Tengah memiliki fokus aspirasi-aspirasi Yahudi serta Kristen. Kawasan Timur Tengah pada zaman sekarang menempati kedudukan strategis dalam percaturan politik internasional karena beberapa alasan: kawasan ini menyimpan reserve minyak yang paling besar dibandingkan dengan kawasan lain, sehingga dalam zaman dimana energi minyak menjadi barang yang sangat langka, Timur Tengah memegang peranan sangat menentukan dalam percaturan politik dan ekonomi internasional negara-negara di Timur Tengah, berkat kekayaan yang diperoleh dari rezeki minyak, telah menjadi negara-negara pengimpor senjata dari Timur maupun dari Barat. Kawasan ini sangat menarik bagi negara-negara pengekspor senjata yang dengan mudah dapat memperoleh devisa secara sangat menguntungkan lewat lalu lintas perdagangan senjata mereka. Amerika Serikat, Uni Soviet (Rusia), Inggris, Prancis, beberapa negara Eropa Timur dan sejumlah negara Amerika Latin serta Republik Rakyat Cina adalah negara-negara yang menaruh minat besar dalam perdagangan senjata di Timur Tengah. berkat bonanza minyak itu, Timur Tengah telah menjadi benua ekonomi yang mampu menyedot berbagai komoditi dari luar. Negara-negara industri dari Barat maupun dari Asia, terutama Jepang, Korea Selatan, Hongkong dan Taiwan selalu mengincar kawasan Timur Tengah sebagai pasar yang cukup gemuk untuk berbagai produk industri mereka. Oleh karena itu Timur Tengah tidak saja memiliki nilai strategis, tetapi juga bernilai ekonomis. konflik antar negara Timur Tengah, terutama sekali antara Israel dan negara-negara Arab mempunyai dimensi internasional dan melibatkan campur tangan negara-negara superkuat Amerika dan Uni Soviet (Rusia). Perdamaian dan keamanan internasional sampai batas tertentu dipengaruhi oleh konflik-konflik yang terjadi di kawasan ini. Dengan kata lain, hampir setiap konflik besar yang terjadi di Timur Tengah mengimbas ke kawasan lain dan ikut mengguncang stabilitas kawasan tersebut. Timur Tengah secara geografis, geopolitis, dan geostrategis merupakan kawasan yang selalu menjadi pusat perhatian masyarakat internasional, justru karena letaknya yang menghubungkan benua Eropa, Afrika, dan Asia. Beberapa negara Timur Tengah yang berbatasan langsung dengan wilayah Uni Soviet (Rusia) menambah arti penting kawasan ini secara keseluruhan. Timur Tengah terbukti dalam sejarah telah menjadi the cradle of civilization (asal muasal peradaban). Bukan itu saja, bahkan semua agama wahyu diturunkan di kawasan Timur Tengah. Agama Yahudi, Kristiani dan Islam, semuanya dilahirkan di Timur Tengah. (Taylor, 1990:v-vi) * Energi Masa Depan di Timur Tengah “Minyak bumi dan gas alam, sungguh dan Timur Tengah adalah pemain kunci energi masa depan. Maka tidak heran secara geopolitik kawasan ini sangat strategis dan konflik berkepanjangan di kawasan akan senantiasa ‘diciptakan’.” Presiden AS, George W Bush, dalam pidato kenegaraan 31 Januari 2007, mengatakan bahwa Pemerintah AS berencana mengurangi ketergantungan minyak pada Timur Tengah sampai 75 persen tahun 2025 dengan memfokuskan pada bahan bakar alternatif, seperti etanol dan biodiesel. Apa dalam kepala Bush sehingga ia berani sesumbar demikian? Bukankah ia ‘berteman’ dengan Arab Saudi untuk minyak? Juga telah menyerang Afghanistan bagi keamanan pasokan minyak? Menyerbu Irak, (dan sebentar lagi Iran) juga ‘dengan dalih minyak’? Menurut Statistik OPEC (2005), konsumsi minyak USA mencapai 20,17 juta barel perhari dari total konsumsi dunia yang mencapai 77,52 juta barel per hari atau hampir sepertiga kebutuhan minyak dunia. 74,6 persen kebutuhan minyak USA adalah impor. Walau hanya sedikit memang yang berasal dari Timur Tengah (beturut-turut lima pengimpor terbesar AS adalah Kanada, Meksiko, Arab Saudi, Venezuela, dan Nigeria), namun dengan memanasnya hubungan dengan kelompk kiri Amerika Latin yakni Venezuela, maka AS tetap membutuhkan Arab Saudi dan Timur Tengah khususnya. Apalagi Negara-negara tersebut adalah sesama anggota OPEC, dan solidaritas OPEC bisa menjadi kunci sebagaimana boikot terhadap Israel saat terjadi konflik Arab-Israel tahun 1970-an. Inikah yang ditakutkan USA (sentimen anti-USA)? * Ladang Minyak dan Gas Masa Depan Masih dari Statistik OPEC (2005), produksi minyak OPEC sebesar 42,7 persen dari produksi minyak dunia, dimana keseluruhan Timur Tengah sendiri mencapai 40 persen dari produksi dunia, dengan tingkat ekspor menguasai 50,9 persen pasar ekspor minyak dunia. Sementara dari sisi cadangan terbukti (proven) minyak dunia sebesar 1,15 triliyun barel, OPEC masih mempunyai cadangan terbukti diatas 78,4 persen dunia yaitu sebesar 904,25 milyar barel, dan kawasan Timur Tengah memilki cadangan terbukti minyak paling besar yaitu 742,68 milyar barel (75 persen). (disusul berturut-turut Amerika Latin, Afrika, Eropa Timur, Asia Pasifik, Amerika Utara dan Eropa Barat). Sementara itu, gas alam sebagai bagian dari migas saat ini mulai dikembangkan di negara-negara Timur Tengah dan OPEC. Pada awal berdirinya, share produk gas alam OPEC hanya 3 persen dari produk gas alam dunia. Saat ini (2005), share produk gas alam OPEC sudah menembus angka 17,6 persen sebesar 498,375 milyar m3 dari produk gas alam dunia sebesar 2,836 trilyun m3. Produksi tertinggi gas alam masih dari wilayah Eropa Timur Rusia, disusul Amerika Utara, Asia Pasifik, Timur Tengah, Eropa Barat, Amerika Latin dan Afrika. Saat ini Rusia menjadi pemain kunci energi dunia dari sektor gas alam ini dengan produksi sebesar 801,5 milyar m3 atau mencapai 40 persen. Untuk kawasan Amerika Utara pemain kunci adalah USA, Iran untuk kawasan Timur Tengah, kawasan Asia Pasifik oleh Indonesia dan Amerika Latin oleh Argentina. Untuk energi gas alam masa depan, Timur Tengah menjanjikan prospek yang cerah. Hal ini dikarenakan cadangan terbukti dunia sebesar 180,238 trilyun m3 terbesar berada di kawasan ini dengan 72,977 trilyun m3 (45 persen) disusul Eropa Timur dan Amerika Utara Kontribusi inilah yang menunjukkan dominasi dan kekuatan utama negara-negara Timur Tengah dan menjadikan posisi tawar yang menguntungkan utamanya dalam pemenuhan kebutuhan energi minyak dan gas dunia. Posisi tawar inilah bisa menjadi senjata yang ampuh dalam permainan geopolitik global. Krisis politik di beberapa negara pemain energi utama, terutama Iran dan Venezuela, serta ditambah dominasi dan arogansi USA, ditakutkan akan mengulangi sejarah kelam konflik Arab-Israel terdahulu. Pada awal tahun 2007 saja, harga minyak mentah mendekati tingkat rekor tertingginya dalam beberapa tahun terakhir belakangan ini hingga mendekati rekornya senilai 70,85 dolar AS per barel. George Soros, yang termasuk pemodal global pun menyimpulkan bahwa tahun 2006 yang telah lewat adalah tahun berbahaya sepanjang menyangkut minyak. Sekarang ini sedikit ekonom yang siap memprediksi penurunan harga minyak selama kedepan, bahkan prediksi sejumlah analis ekonomi bahwa angka 70 dollar AS per barel dapat menjadi “harga dasar” mulai awal tahun 2007. Dan AS, mungkin telah melihat fenomena tersebut dan bersiap mengantisipasi bahwa minyak dan gas akan menjadi senjata politik ampuh di masa depan. Geografi Politik (10) Geopolitik India * Geopolitik dan Geostrategi Global India India adalah letak dari peradaban kuno seperti Budaya Lembah Indus dan merupakan tempat kelahiran dari empat agama utama dunia: Hindu, Buddha, Jainisme, dan Sikhisme. Penduduk asli dataran India adalah bangsa Dravida (terkenal dengan kebudayaan Mohenjjo-Darro), semakin tersisih ke selatan ketika kedatangan bangsa Aria. Bangsa Aria ini berasal dari Asia Tengah. Agama asli bangsa Aria itu Hindu, oleh karena itu wilayah mereka kemudian dinamakan Hindustan. Islam mulai dikenal masyarakat India seiring kontak mereka dengan para pedagang Arab, karena India terletak di Jalur Sutera yang menghubungkan berbagai kebudayaan. Gambaran perkembangan kerajaan Islam di India, salah satu peninggalan kerajaan Moghul di India yang sangat terkenal adalah Taj Mahal. Republik India adalah sebuah negara di Asia yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia, dengan populasi lebih dari satu milyar jiwa, dan adalah negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Jumlah penduduk India tumbuh pesat sejak pertengahan 1980-an. Terletak di Asia Selatan dengan garis pantai sepanjang 7.000 km, dan bagian dari anak benua India, India merupakan bagian dari rute perdagangan penting dan bersejarah. Dia membagi perbatasan dengan Pakistan, Republik Rakyat Cina, Myanmar, Banglades, Nepal, Bhutan, dan Afganistan. Sri Lanka, Maladewa, dan Indonesia adalah negara kepulauan yang bersebelahan. Cuaca India beragam, dari cuaca tropis di selatan hingga ke cuaca menengah di utara. Sebagian dari India yang terletak di pegunungan Himalaya mempunyai cuaca tundra. India memperolehi hujannya dari monsun (angin musim hujan). Diawal abad ke-12 ini, salah satu proses pergeseran kekuatan global diatandai oleh tampilnya India sebagai aktor global potensial. * Ekonomi Ekonomi India adalah terbesar keempat di dunia dalam PDB, diukur dari segi paritas daya beli (PPP), dan salah satu pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Perekonomian India diperkuat oleh kehadiran industri dengan dasar teknologi yang cukup kuat. Program alih teknologi India termasuk cukup berhasil. Dalam industri TI yang merupakan arus dunia saat ini, India hadir sebagai pemain kelas atas. * Politik Politik India, negara dengan sistem demokrasi liberal, bahkan India merupakan negara demokrasi terbesar di dunia, disusul AS dan Indonesia. * Sosial Struktur sosial India mengakibatkan kesulitan tersendiri bagi perkembangan negara tersebut. Masih berlakunya pembedaan kasta, serta berbagai praktik tradisional tidak memungkinkan adanya pemerataan sosial. Demokrasi yang notabene milik masyarakat egaliter dikembangkan pada sistem sosial yang lebih sesuai untuk feodalisme. Dalam kerukunan beragama, sistem hukum dan kenegaraan India sangat maju dalam mendukung sistem negara yang sekuler. * Militer Dengan kekuatan 1 juta prajurit, dilengkapi peralatan moderen dengan industri pendukung, serta anggaran militer yang sangat besar, militer India merupakan salah satu yang terkuat di dunia saat ini. Di Asia ia hanya dapat ditandingi oleh RRC. Adanya gabungan kekuatan militer, ekonomi, sosial, politik, sumber daya, serta teknologi memberi kesempatan bagi India untuk berkembang menjadi salah satu adidaya Asia. Indiapun memiliki senjata nuklir, walaupun semula India tidak setuju dengan penggunaan senjata nuklir, seperti pernah dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki untuk mengakhiri PD-II. Nehru yang terinspirasi oleh gerakan anti-kekerasan Mahatma Gandhi, menginginkan agar senjata nuklir dinyatakan terlarang. * Proyeksi Kemiliteran Dengan anggaran sebesar US$ 13,6 miliar hanya untuk 2000/ 2001, hanya US$ 1 miliar di bawah RRC (ini menurut pengakuan India, sementara RRC mengaku anggaran militernya jauh di bawah India) India menunjukkan kemampuannya untuk menjadi salah satu militer yang terkuat di Asia. Pengadaan dilakukan dengan mekanisme yang cukup kompleks dan profesional, sekali pun sebagai akibat dari masih besarnya ketergantungan teknologi, beberapa kasus sempat muncul. Berikut beberapa pengadaan yang patut dicatat: 1. Angkatan Darat Angkatan Darat dengan bangga menantikan 300 T-90 Russia, selain berbagai macam radar, UAV, howitzer dan roket BM21 Grad M yang akan memperkuat peluncur roket lokal Arjun. Sebagian besar amunisi dibeli dari Israel. Demikian pula banyak proses upgrade persenjataan dilakukan dengan bantuan Israel. Mirip seperti di Indonesia, tapi dalam taraf yang jauh lebih rendah, korupsi juga merupakan momok yang menghantui militer India dalam pengadaan persenjataan, di samping tentu saja kesalahan pengambilan keputusan. Namun berbeda dengan Indonesia, upaya melakukan pengamanan atas kebocoran telah dilakukan dengan meningkatkan audit sejak 1985. Contoh isu yang beredar, bahwa implementasi MiG-29K untuk Gorshkov adalah dipaksakan. SU-30 yang dikirim disebut hanyalah SU-27 yang diupgrade. Demikian pula versi T-90 yang akan diterima India, disebutkan sebagai model eksperimental yang pada prinsipnya hanyalah T-80 yang dilengkapi dengan mesin disel baru. 2. AngkatanLaut Angkatan Laut akan diperkuat dengan MiG-29K yang satu paket dengan kapal induk Admiral Gorshkov. Banyak kritik tentang hal ini, karena Gorshkov sebenarnya tidak dibuat untuk mengangkut MiG-29K, bahkan lebih merupakan pengangkut helikopter, atau maksimal Yak. Implementasi MiG-29 untuk carrier base aircraft sendiri masih belum populer. Pengadaan TU-22M Backfire untuk maritime aircraft cukup penting, mengingat kategorinya sebagai pembom jarak jauh, yang sanggup menyerang sebelum dikenali oleh radar. Ditambah dengan TU-142M (ASW). Selain itu, empat kapal selam Kelas Kilo akan menambah armada kapal selam India. Yang juga perlu dicatat adalah bahwa India menyewa beberapa peralatan militer dari Rusia. Termasuk di antaranya adalah kapal selam nuklir seperti INS Chakra. Metode sewa ini seharusnya juga dipertimbangkan Indonesia, daripada membeli peralatan dalam jumlah tidak memadai dan tidak memiliki fungsi militer. Israel turut membantu dalam melakukan modernisasi kapal-kapal tempur India, khususnya dalam teknologi radar dan perlengkapan electronic warfare lainnya. 3. AngkatanUdara Angkatan Udara menantikan kedatangan 50 SU-30MKI yang disertai dengan alih teknologi. Ini menandai peningkatan standar fighter India, sekali pun dalam implementasinya masih bermasalah. Pembelian 10 Mirage 2000 menunjukkan bahwa India tidak meninggalkan teknologi Prancis. Namun karena penolakan India atas NPT kemungkinan Prancis tidak akan memberikan teknologi Mirage yang terakhir. India juga telah melakukan upgrade lokal atas 125 MiG-21 yang dimilikinya. Mempertahankan wing lama tempur ini sangat dibutuhkan untuk menandingi superioritas jumlah jet tempur RRC. Sedang dirundingkan kemungkinan pembelian Beriev A-50 (Mainstay), pesawat AWACS Rusia. Perlu menjadi pertimbangan Indonesia untuk turut membeli Beriev dibandingkan state of art AWACS AS, khususnya karena pertimbangan ketersediaan pasokan serta minimnya kemungkinan berhadapan dengan Rusia (zero enggagement possibility) dalam 50 tahun ke depan. Selain itu, 40 helikopter Mi-17-1B versi upgrade juga sedang dinantikan pengirimannya. Heli ini dapat beroperasi pada high altitude, sesuai dengan geografi India di perbatasan dengan Cina dan Pakistan. Pilihan ini perlu menjadi pertimbangan untuk operasi TNI di Irian. Juga perlu ditiru kerjasama India-Rusia untuk membangun Il-214, pesawat kargo militer yang berdaya tampung 82 para atau 100 penumpang atau kapasitas 15 ton. Indonesia sangat membutuhkan jenis seperti ini, karena dapat lepas dari lingkaran setan supply militer karena ketergantungan pada pesawat kargo buatan Amerika seperti Hercules. Cara ini sangat baik dilakukan untuk memperoleh teknologi secara lebih cepat. Dengan tercapainya Perjanjian nuklir India-AS mengakibatkan persetujuan itu mengizinkan Amerika memberikan bantuan dan bahan bakar untuk program tenaga nuklir India. Berdasarkan perjanjian itu, India tetap berhak mengadakan uji coba senjata nuklir di fasilitas nuklir yang terpisah dan dibangun untuk kepentingan militer. Sejak India merdeka 15 Agustus 1947, India melaksanakan politik luar negerinya yang bebas (independent), yang didasarkan pada kesamaam (equality), keadilan (justice) dan perdamaian (peace). * Tantangan Pertama Ketika India Baru Merdeka, yaitu: Internal: India mewarisi keterbelakangan, kemiskinan, kebutaaksaraan yang sangat tinggi dan penyakit. Karena itu tugas utama pemimipin negara adalah menjaga kesatuan bangsa karena India memiliki kemajemukan yang luar biasa baik etnis maupun agama. Eksternal: dunia telah pecah yang dipelopori oleh blok Barat dan blok Timur. PM Jawaharal Nehru menyadari bahwa India, dengan perdabannya yang tua, wilayahnya yang cukup luas, penduduknya yang banyak, berhak untuk berbicara dengan suaranya sendiri. Kemerdekaan yang didapatkan dengan susah payah dari penjajah menjadi kurang berarti jika India tidak dapat bebas bersuara di tingkat Internasional. Sejak awal India tidak mau/ ikut dalam pakta-pakta militer, seperti Pakta Bagdag/ CENTO atau perjanjian Manila/ SEATO, karena keduanya berpihak kepada blok Barat. Namun India tidak sekedar netral dalam masalah internasional dimana Nehru menolak tuduhan John Foster Dulles bahwa netralitas itu immoral. Non-aligment melambangkan perjuangan India dan negara yang baru merdeka untuk mempertahankan dan memperkuat kemerdekaan mereka (bukan hanya politik tapi juga ekonomi) dari neo kolonialisme dan imperealisme. Sasaran pertama politik luar negeri India adalah memberikan dukungan kepada negara-negara yang baru merdeka tersebut untuk memperkuat diri memajukan perdamaian dunia dan membantu mereka menjadi anggota PBB. Non-aligment juga mengedepankan proses demokratisasi dalam hubungan internasional. Fungsi politik luar negeri India juga untuk memajukan dan mempertahankan kepentingan nasionalnya, termasuk ekonomi. Dengan tidak masuk ke salah satu blok maka India merasa lebih bebas untuk berhubungan dengan negara manapun, tanpa mepedulikan warna ideologinya atau sistem ekonominya, asalkan saling menguntungkan. * Hubungan Luar Negeri: * Rusia India adalah bagian dari politik luar negeri Soviet di Asia. Itu waktu Soviet masih ada. Kebijakan politik India yang non-alignment (non-blok) memberi Soviet pijakan di Asia Selatan. Soviet menjadi pemasok terbesar bagi militer India, menjamin adanya pasokan kemiliteran yang bebas dari persyaratan berat dan resiko embargo. Setelah Soviet bubar, Rusia tetap menjadi pemasok senjata nomor satu bagi militer India. * Amerika Serikat India menganggap AS dapat membantu India dalam banyak hal, termasuk teknologi, bantuan ekonomi dan dukungan moral bagi India yang sudah mempraktekan demokrasi, Amerika Serikat menerapkan embargo militer pada India sejak lama karena upayanya untuk memiliki senjata nuklir. Embargo militer tersebut masih berlaku hingga sekarang setidaknya untuk peralatan militer yang sensitif, karena India menolak menandatangani NPT dan CTBT. Kedekatan India dengan Soviet (kemudian Rusia) otomatis membuat India kurang disukai oleh AS. Namun dikarenakan letak geografisnya, pendiriannya yang non-blok, serta keberadaannya sebagai negara demokrasi, para analis militer AS menyimpulkan bahwa konflik dengan India sangat kecil kemungkinannya. Saat ini India merupakan tempat terbaik untuk memulai investasi bagi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat. Biaya implementasi di India bisa lebih rendah dari pada di Amerika Serikat. (Raj S. Judge) Penandatanganan perjanjian nuklir India-AS ini menjadi sebuah kunci penting masa depan hubungan bilateral India-AS yang lebih baik. Terlepas dari kenyataan adanya standar ganda AS terhadap kebijakan nuklirnya, India sangat diuntungkan dari penandatanganan perjanjian ini. Meskipun perjanjian nuklir ini tidak serta merta memberikan status negara nuklir kepada India, tetapi paling tidak hal ini menunjukkan pengakuan AS terhadap India sebagai sebuah negara yang bertanggung jawab terhadap teknologi nuklirnya. Lebih jauh lagi, perjanjian ini akan memberikan kesempatan kepada India untuk mendapatkan akses teknologi nuklir yang lebih besar tanpa harus khawatir terhadap tekanan dan ancaman dari AS, sebagaimana yang saat ini terjadi kepada Iran maupun Korea Utara. * Inggris Lepasnya India dari kekuasaan Inggris tidak dapat dihindari, namun pihak Inggris tidak senang terhadap kepemimipinan Partai Kongres yang sejak sebelum kemerdekaan bersikap keras terhadap Inggris. Inggris memperhitungkan dan berharap India akan pecah berantakan. Namun Inggris meninggalkan warisan di India, yang lebih baik dari warisan Belanda di Indonesia, misalnya dalam hal administrasi, dan penggunaan bahasa asal penjajah, akibatnya bagi India ratusan ribu para terpelajar India bekerja di Barat, termasuk di Inggris dan AS. Sebagai negara commonwealth, India secara tradisi mendapat perlindungan dari Inggris. * Asia ASEAN adalah tempat bagi bagi bangsa-bangsa yang cinta damai. ASEAN membawa dampak positif bagi seluruh bangsa di dunia. ARF (ASEAN Regional Forum) sangat bermanfaat bagi India untuk melakukan komunikasi akrab yang terbuka dengan negara-negara lain. Hanya saja dalam forum regional yang cukup luas seperti itu India sering menjadi bulan-bulanan karena sikapnya yang tidak mau menandatangani NPT dan CTBT. Pelajaran dari ASEAN digunakan oleh India untuk membentuk kumpulan regionalnya sendiri, Bimstec, yang terdiri atas Bangladesh, India, Myanmar, Sri Lanka dan Thailand. * Indonesia India membutuhkan jaminan atas jalur laut yang aman melalui Nusantara, sekali pun India berada dalam konflik, baik dengan Cina, Pakistan atau Australia. Jelasnya India membutuhkan jaminan persahabatan dari Indonesia, bahwa tidak akan ada konflik militer antar kedua negara. India membutuhkan Indonesia yang memihak pada India atau setidaknya tetap netral dibanding terhadap Australia dan Cina, serta AS. Untuk mempertahankan perkembangan militernya India membutuhkan persahabatan militer yang lebih luas, termasuk dengan Indonesia. India berkepentingan mendapatkan bantuan politis untuk meredam atau setidaknya mengurangi tekanan internasional atas posisinya yang tidak menandatangani NPT dan CTBT. India berambisi menjadi adidaya Asia. Ambisi ini telah diperlihatkan sejak awal berdirinya negara tersebut. Awalnya militer India mewujudkan hal tersebut dengan mengoperasikan Carrier. Kemudian proyeksi militer India secara jelas menuju perwujudan blue water navy yang modern. Langkah kearah ini dilakukan dengan kemampuan membangun di dalam negeri kapal perusak dan fregat yang modern, serta mengalihkan teknologi untuk membangun kapal selam. Sejalan dengan itu, India berharap dapat menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan dengan demikian dapat memiliki hak veto. Untuk mendukung harapannya tersebut India mempersiapkan diri dalam bidang ekonomi, politik, teknologi dan militer. Dalam keempat bidang tersebut India telah menunjukkan kemajuan yang cukup pesat. Ambisi India terlihat setelah negara tersebut menolak meratifikasi perjanjian NPT (Non-Poliferation Treaty) tahun 1968 hingga sekarang. Bahkan kemudian menolak menandatangani CTBT tahun 1996, hingga sekarang, jauh setelah Perang Dingin berakhir. Pada Mei 1998, India kembali melakukan uji coba nuklir, berlawanan dengan trend pemusnahan nuklir pasca Perang Dingin. Hal ini segera diikuti oleh Pakistan dengan uji coba nuklir yang lebih bersifat balasan atas uji coba India. Maka dimulailah perlombaan senjata nuklir baru secara terbuka. India saat ini diperkirakan memiliki 60 senjata nuklir yang dapat diluncurkan dengan rudal Agni atau Phritvi, atau melalui pesawat. Target India selanjutnya adalah memiliki kemampuan peluncuran rudal nuklir dari laut, baik permukaan mau pun dari kapal selam. Ini adalah target minimum detterence India saat ini. Enam reaktor nuklir air berat India memiliki plutonium yang cukup untuk mempersenjatai 200 nuklir. India tidak memiliki harapan untuk menjadi pemimpin regional, mengingat posisi politisnya di kawasan Asia Selatan yang dikelilingi oleh negara-negara besar yang pseudo-hostile, seperti Pakistan, Cina dan Afghanistan. Kecuali tentunya di wilayah Bay of Bengal yang tergabung dalam Bimstec. Disini pun India harus berhadapan dengan Thailand. Peran India di Maldives menunjukkan keinginan dan kemampuan AL India untuk beroperasi jauh dari Home Sea. Ambisi India ini akan secara langsung berhadapan dengan ambisi serupa dari Cina dan Australia, dalam perlombaan menjadi Penguasa Samudra Asia Selatan. Geografi Politik (11) Geopolitik UE * Kepentingan Geostrategis UE di Eurasia Sejak secara bertahap menjadi pemain utama di kawasan Timur Tengah, Uni Eropa tampaknya tidak akan menempuh cara AS yang memberi dukungan bagi Israel. Sebaliknya, UE tetap menjaga hubungan dengan negara-negara Arab guna menjaga stabilitas perbatasan dan suplai minyaknya. UE memerlukan stabilitas kawasan minyak Eurasia untuk kebutuhan pasokan energinya. Sejak tahun 2000, 76 persen pasokan energi UE tergantung dari suplai eksternal. Suplai ini termasuk 20 persen impor minyak dunia untuk UE, konsumsi ini lebih kecil dibandingkan dengan AS yang mencapai 26 persen. Kondisi ini menyebabkan UE sangat rentan terkena dampak krisis ekonomi dunia yang ditimbulkan harga minyak yang meroket ataupun kelangkaan persediaan minyak. Dalam jangka panjang, gas alam akan menggantikan sumber energi minyak Eropa dan diperkirakan akan mencapai 70 persen suplai energi tahun 2020. Dengan mengimpor 40 persen gas alam dari Rusia tahun 2020, UE akan sangat bergantung pada Rusia. Namun disisi lain, UE juga perlu mencari pengimbang dependensi tersebut dari kawasan Eurasia yang lain. Eropa akan membutuhkan minyak dari Eurasia, demikian pula halnya AS. AS lebih bergantung kepada minyak daripada Eropa. Sejak 2002 saja AS mengimpor 25 persen minyaknya dari Timur Tengah, termasuk Irak yang memiliki setengah cadangan minyak dunia. Jelas dalam hal ini akan terjadi kompetisi ketat dalam great game politik minyak dunia. Sejarah Timur Tengah dan Eurasia tidak lepas dari pasang surut great game guna mengamankan dan menjaga stabilitas harga serta suplai minyak dunia. Baik AS maupun Eropa melakukan hal yang sama pada masa lalu. Beberapa tahun ke depan, Eropa dan AS akan mengembangkan strategi yang benar-benar berbeda untuk mengamankan suplai minyaknya dari kawasan konflik Timur Tengah. Keduanya akan berbeda pendapat bagaimana arus energi akan mengalir dari Kaspia dan kawasan migas di Siberia barat, termasuk kebijakan yang berbeda terhadap negara-negara Kaukasus dan Rusia. Dengan menghindari kawasan selatan, yaitu Timur Tengah yang penuh konflik, akan ada strategi suplai minyak yang baru, terutama yang melalui ladang baru di Kaspia dan Kazakstan. Jalur pipa minyak yang baru dari Asia Tengah melalui Rusia, termasuk pelabuhan Rusia di Novorossiysk, menjadi jalur suplai yang penting bagi Eropa dan AS. Ini pilihan yang lebih mungkin daripada membangun jalur pipa dari Asia Tengah menuju Afganistan dan Pakistan.  * Aliansi Eropa-Rusia Jika Eropa dan AS membangun strategi energi masa depannya dengan upaya diversivikasi suplai energi dan minyaknya melalui northern strategy, hubungan baik antara Barat dan Rusia memiliki urgensi tersendiri. Namun, Eropa tidak akan menunjukkan hal tersebut secara gamblang ketika berkaitan dengan Rusia. Eropa dan Washington telah mulai melihat Rusia dari sudut pandang yang berbeda saat ini. Sejak berakhirnya Perang Dingin, AS telah memiliki hubungan yang ambisius dengan Rusia. Washington melihat Rusia sebagai sumber energi penting, terutama dalam pengawasan senjata seperti memastikan keamanan nuklir dan tidak jatuhnya senjata pemusnah massal ketangan teroris. Setelah peristiwa 11 September, meskipun Rusia mendukung Washington dalam kampanye antiterorisme di Afganistan, Kremlin belum mendapat perlakuan yang dianggap baik dari AS. Hingga masuknya wild west capitalism dari “mafiosi economics” telah menyebabkan rezim yang semula pro-AS di Kremlin semakin jauh dan akhirnya semakin jelas dengan keputusan strategis Presiden Putin untuk bersama Perancis dan Jerman dalam krisis Irak. Kunjungan Presiden Putin ke Berlin, dalam dukungannya terhadap Poros Berlin-Paris menghadapi krisis Irak, menunjukkan simbol pergeseran dan adanya kesamaan kepentingan antara Eropa Barat dan Rusia. Aliansi Eropa-Rusia telah kelihatan sejak hancurnya Tembok Berlin. Bahkan, selama Perang Dingin, Washington sering kali tidak puas dengan upaya Eropa membuka diri terhadap Moskow. AS skeptis dengan “Ostpolitik”-nya Kanselir Jerman Willy Brandt dan menolak diplomasi Perancis mengembangkan relasi dengan Kremlin. Pada era Reagan, Washington dan Bonn juga berselisih dalam hal jalur pipa minyak yang menghubungkan Siberia barat dan Eropa Barat. Kontroversi ini berlanjut pada dekade 1990-an berkaitan dengan perluasan NATO, Washington mendesak NATO hingga perbatasan Rusia dan para pemimpin Eropa berupaya mengakomodasi kekhawatiran Rusia.  * Revolusi Geostrategis Apa yang terjadi antara “Core Europe” dan Rusia dalam isu Irak mengingatkan akan adanya revolusi dalam aliansi geostrategis antara UE dan Rusia berdasarkan kepentingan bersama. Hal ini sebenarnya telah terjalin sejak 2002, dimana gas alam Rusia dan suplai energi ke Eropa Barat, sebaliknya akses Rusia semakin meningkat ke pasar Eropa. Konsep “energi untuk pasar” ini masuk akal karena lebih dari separuh perdagangan Rusia dengan Eropa, sementara Eropa memperoleh seperlima energinya dari Rusia. Perusahaan-perusahaan UE adalah investor luar negeri terbesar dalam ekonomi Rusia. Namun selain energi dan pasar, UE dan Rusia juga mempunyai kepentingan keamanan bersama, setidaknya untuk membendung dampak radikalisasi Islam ke selatan. Aliansi UE-Rusia mungkin saja dapat menggantikan NATO sebagai sistem keamanan Eropa yang utama. Sementara itu, Rusia dapat bergabung dengan NATO. Sejak 2002, Kanselir Schroeder dan PM Blair telah mengambil langkah mengembangkan relasi institusional yang baru dan lebih erat antara Rusia dan NATO. Dalam jangka panjang, tidak mustahil pula Rusia bahkan dapat bergabung dengan UE. Hubungan strategis yang baru UE-Rusia tersebut tidak akan disambut hangat Washington. Hal ini akan menyebabkan kekhawatiran “skenario Brzezinski” terwujud, yaitu dua kekuatan Eurasia bersatu untuk memarjinalisasi AS, atau bahkan menyingkirkan AS di kawasan Eropa. Apa yang disebut dengan geographic proximity dan symbiotic relationship dari energi Rusia dan pasar Eropa menjadi potensi aliansi EU-Rusia yang sama pentingnya bagi Eropa Barat dengan aliansi NATO. Dengan memasukkan Rusia ke orbit Eropa, UE akan lebih memarjinalisasi AS di Eurasia. Bahkan secara radikal akan membentuk peta baru politik dunia. Jika AS kehilangan pijakannya di kawasan Eurasia, posisi AS sebagai superpower global akan semakin melemah. Centre of gravity politik dunia akan bergeser dari dominasi Washington secara global bergerak menuju Eurasia, dengan kekuatan terbesarnya adalah Uni Eropa. Geografi Politik (12) Geopolitik Thailand * Sejarah Modern Thailand Pada tahun 1941, Jepang menyerang pasukan Sekutu di Malaysia dan Burma. Marshal Phibul Songkhram yang merupakan boneka Jepang dalam usaha memperluas pengaruh Thailand di Asia merupakan tokoh penting dalam dinamika Thailand masa perang. Phibul mendeklarasikan perang dengan Amerika Serikat dan Britania pada tahun 1942. Namun Seni Pramoj, Duta Besar Thailand di Washington, menolak untuk memberikan deklarasi. Phibul mengundurkan diri pada tahun 1944 di bawah tekanan dari perlawanan bawah tanah Thailand. Pada tahun 1945, Seni menjadi Perdana Menteri. Pada tahun 1946, Raja Ananda Mahidol (Rama VIII) yang telah kembali dari Swiss setelah menyelesaikan pendidikannya terbunuh. Seni dan Kukrit (saudara Seni) dikudeta oleh pimpinan Phibul dan kelompok sipil demokratis mengambil alih kekuasaan untuk waktu yang singkat karena Phibul kembali digulingkan tahun 1948. Pada tahun 1951, kekuasaan Phibul diambil alih oleh Jenderal Sarit Thanarat yang meneruskan tradisi kediktatoran militer. Setelah itu Sarit dipaksa mengundurkan diri pada pemilihan umum. Dia melarikan diri ke luar negeri setelah pemilu dan kembali tahun 1958 untuk memulai kudeta lain. Pada waktu itu ia memperluas kekuasaannya melalui konstitusi dengan membubarkan parlemen dan melarang semua partai politik sampai kematiannya dari sirosis pada tahun 1963. Selama Perang Vietnam 1964-1973, Thailand menjadi tempat transit untuk operasi Amerika Serikat dengan izin dari perwira tentara, Thanom Kittikachorn dan Praphat Charusathien. Bangkok adalah pusat untuk beristirahat pasukan dan rekreasi. Sebagai reaksi terhadap penindasan politik, mahasiswa Thailand menuntut konstitusi nyata pada bulan Juni 1973. Pada bulan Oktober tahun yang sama, mahasiswa dari Universitas Thammasat di Bangkok pergi ke jalan-jalan menuntut sebuah konstitusi baru, tetapi Raja Bhumiphol (Rama IX) dan General Krit Sivara mencoba menengahi untuk mencegah konfrontasi pertumpahan darah, memaksa pemimpin tentara, Thanom dan Praphat untuk meninggalkan Thailand oleh helikopter. Pada tahun 1974, sebuah konstitusi baru diumumkan oleh pemerintah sipil di bawah terkemuka Prof Sanya Dharmasakti, tetapi pemerintahan ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 1976, Thammasat University sekali lagi menjadi medan perang. Mahasiswa berdemonstrasi untuk melindungi kembalinya Thanom sebagai seorang biarawan dan Thanin Kraivichien, seorang pejabat pemerintah baru sayap kanan utama dinyatakan sebagai suatu diktator. Kejadian ini membuat para siswa Thailand yang idealis bergabung dengan kelompok perlawanan di hutan. Akhirnya Thanin dipaksa mengundurkan diri oleh kudeta lain tahun 1977. Pada tahun 1980, posisi militer berubah lagi, meninggalkan Jenderal Prem Tinsulanonda memimpin. Prem bertahan sebagai Perdana Menteri sampai dengan tahun 1988 yang secara politis dikreditkan untuk stabilisasi ekonomi Thailand di tahun-tahun pasca perang Vietnam. Selama periode terakhir demokrasi (1988-1991), Chatichai Choonhaven memimpin koalisi partai. Namun Chatichai ditangkap oleh para tentara karena tuduhan korupsi. Kemudian Suchinda Kraprayoon menunjuk dirinya sendiri untuk memegang posisi sebagai Perdana Menteri pada 18 Mei 1992. Dalam suatu insiden, ratusan demonstran pro-demokrasi dan Thailand tewas dan terluka dalam kekerasan. Raja Bhumipol (Rama IX) harus turun tangan untuk menghentikan konfrontasi pertumpahan darah. Setelah itu, Suchinda dipaksa mengundurkan diri dan Anan Panyarchun diangkat sebagai PM sementara. Sampai sekarang peristiwa kudeta terus berlangsung di Thailand, melalui kudeta dan diadakan pemilihan umum ulang pada tahun 2001, perdana menteri Thaksin berkuasa. Namun kepemimpinan ini lagi-lagi harus runtuh melalui kudeta militer yang menetapkan Abhisit sebagai Perdana Menteri sampai sekarang. * Permasalahan Keamanan di Selat Malaka Permasalahan ini timbul karena adanya perkembangan yang penting di bidang perkapalan dan perubahan-perubahan dalam strategi militer secara global dari negara-negara besar. Memang benar adanya bahwa sejak 1967, kapal-kapal tangki raksasa banyak bermunculan membawa minyak dari Timur Tengah ke Jepang dan Timur Jauh. Selat malaka merupakan satu tempat dimana selalu dilalui oleh kapal-kapal ini. Namun kondisi geografis Selat Malaka yang sempit, dangkal, berbelok-belok, dan ramai itu semakin lama semakin terbatas untuk dapat melayani kapal-kapal tangki raksasa yang semakin lama semakin besar dan banyak. Dalam kondisi demikian, kecelakan besar pun seringkali terjadi dan membawa kerugian bagi pemiliknya serta menimbulkan bencana lingkungan terutama kelestarian lingkungan laut dan beriplikasi pada kehidupan negara pantai lainnya. Selain itu, perubahan strategi militer negara-negara besar di dunia juga telah membawa persoalan bagi Selat Malaka. Seperti yang terjadi dengan perubahan strategi Amerika Serikat di Pasifik pada 1969, menetapkan untuk mengalihkan tulang-punggung pertahanannya di wilayah ini secara besar-besaran di daratan lepas pantai Asia dengan membuat suatu basis pertahanan laut di wilayah Asia. Dua hal yang menjadi faktor utama terangkatnya isu Selat Malaka adalah semakin padatnya lalu lintas laut di Selat Malaka yang dinilai dapat mengancam stabilitas negara pantai dan juga adanya armada militer laut negara seperti AS dan Rusia yang melintas jalur tersebut karena dianggap strategis untuk meningkatkan pertahanannya di wilayah Asia. Disisi lain, kemampuan negara pantai untuk menanggulangi bahaya yang mungkin timbul dari kapal-kapal tangki raksasa, kapal-kapal perang dan kapal-kapal nuklir yang melintas masih sangat minimal. Berbeda dengan pelayaran kapal dagang yang tidak dipermasalahkan dalam hal ini. Karena itu, pihak negara pantai merasa perlu dibentuknya aturan-aturan baru di Selat tersebut demi menjamin keselamatan negara-negara pantai, dan menjamin kelancaran lalu-lintas pelayaran internasional secara wajar. Selain itu, jika dipandang dari kacamata politis dan strategis, akan muncul beberapa hal penting antara lain, upaya penyatuan pandangan di antara ketiga negara pantai (Singapura, Malaysia dan Indonesia) untuk menghadapi dunia luar, terutama Jepang karena kepentingannya yang sangat besar terhadap kebebasan lalu-lintas kapal-kapal tangki raksasa dan kapal-kapal kargo yang berukuran besar ke negara-negara major power, seperti AS, Cina, dan India. Negara-negara tersebut mempunyai kepentingan-kepentingan yang sangat besar pula dibidang lalu-lintas kapal militer. Usaha-usaha penyatuan pandangan dan sikap negara-negara pantai ini sangat penting guna menjaga keamanan dan kestabilan perbatasan terutama jika diingat posisi geografis ketiga negara pantai yang sangat berbeda. Kemudian muncul keinginan untuk “menginternasionalisasikan” pengelolaan Selat namun ditolak oleh Singapura karena dinilai akan merugikan negara Singapura. Dengan berlandaskan pasal 43 Konvensi UNCLOS 1982, Singapura menyampaikan bahwa “negara pemakai selat” sulit sekali diharapkan membantu negara-negara pantai untuk meningkatkan keselamatan pelayaran, keamanan, dan pemeliharaan lingkungan laut tanpa mereka sendiri ikut mengatur kedua selat itu. Dalam hal ini semestinya negara-negara pemakai selat tersebut dapat membantu negara-negara pantai atau negara-negara selat untuk meningkatkan keselamatan pelayaran, termasuk penanggulangan perompakan dan terorisme, serta pemeliharaan lingkungan tanpa perlu ikut serta dan terlibat untuk mengatur atau menginternasionalisasikan dengan mempersoalkannya ke PBB dan Mahkamah Internasional karena pada dasarnya memang Selat itu sudah menjadi milik negara yang berdaulat dan telah masuk ke dalam wilayah laut 12 mil. Permasalahan keamanan di Selat Malaka lebih terpusat pada pembajakan kapal, penyelundupan manusia dan lalu-lintas terorisme. Namun pembajakan merupakan permasalahan utama yang telah ada semenjak dekade 80-an dan semakin marak semenjak terjadinya krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1997. Inekualitas kesejahteraan akibat distribusi kekayaan yang tidak merata dan diperparah dengan krisis ekonomi tahun 1997 memaksa banyak orang, terutama yang tinggal di pesisir pantai sebagai nelayan, untuk mencari profesi lain yang lebih menguntungkan. Salah satunya adalah menjadi bajak laut. Apalagi kekacauan finansial juga berbuntut pada kekacauan politik, membuat pengawasan dari pemerintah menjadi mengendur. Permasalahan lalu lintas terorisme merebak semenjak maraknya aksi terorisme yang berlangsung dari tahun 2001 hingga sekarang. Pengawasan wilayah laut yang kurang efektif mengakibatkan para teroris dapat dengan leluasa bepergian dengan menggunakan jalur laut. Hal yang sama juga terjadi pada para penyelundup manusia. Negara-negara ASEAN menganggap kedaulatan adalah segalanya, khususnya melalui Malaysia dan Indonesia yang melihat permasalahan kelautan seperti pembajakan dan penyelundupan manusia adalah murni sebagai permasalahan dalam negeri dan dapat ditangani secara internal oleh masing-masing negara tanpa harus adanya ikut campur dari negara lain. Singapura adalah satu-satunya negara yang bersedia untuk melakukan kerja sama ekstra-regional yang bersifat kolektif dalam memerangi pembajakan. Sejauh ini terdapat langkah-langkah multilateral yang telah menetapkan dasar-dasar yang efektif melawan pembajakan. Salah satunya adalah MALSINDO patroli terkoordinasi; diperkenalkan di 2004, melibatkan angkatan laut Malaysia, Indonesia dan Singapura. Lalu ada juga patroli “mata di langit” yang melibatkan seluruh anggota ASEAN, termasuk di Thailand. Yang paling baru dan terkemuka adalah RECAAP, yang diberlakukan pada 2006. Selain sepuluh negara anggota ASEAN, patroli ini juga melibatkan negara-negara lain dari kawasan Asia seperti Cina, Korea, India, Bangladesh dan Sri Lanka. * Analisis Geostrategi Thailand Terkait Kasus Malaka Persoalan mengenai Selat Malaka sebenarnya lebih dikenal sebagai urusan  negara pantai yaitu Malaysia, Indonesia dan Singapura. Namun dalam beberapa waktu terakhir Thailand mulai menunjukkan ketertarikannya akan keamanan di Selat Malaka, terurtama masalah keamanan wilayah laut. Thailand yang berada di utara Selat Malaka juga merasa akan terpengaruh jika isu keamanan Selat Malaka tidak stabil karena letaknya yang cukup dekat dengan Thailand. Thailand bekerjasama dengan negara pantai lain seperti Indonesia untuk melakukan patroli koordinatif di Selat Malaka terutama di bagian utara. Tentu menjadi menarik apa sebenarnya yang menjadi faktor pendorong peningkatan minat negeri pemilik kapal induk itu untuk berpartisipasi di Selat Malaka dalam urusan pengamanan. Salah satu analisa skeptis yang bisa ditawarkan penulis adalah negeri ini sedang mencoba meningkatkan eksistensi militernya yang dinilai selama ini hanya terfokus pada kawasan Indo-cina dan AS dalam beberapa isu. Angkatan Laut Thailand sendiri selama ini kurang terdengar gemanya di kawasan Asia Tenggara. Sebagai negara pemilik kapal induk yang cukup canggih susunan tempurnya tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Buktinya, belum pernah kapal itu melaksanakan muhibah ke negara-negara Asia Tenggara bagian selatan, khususnya Indonesia, Malaysia dan Singapura. Niat dan gairah Thailand dalam ikut serta dalam peningkatan keamanan di wilayah selat malaka secara khusus dapat diidentifikasi sebagai salah satu upaya Thailand untuk memamerkan kekuatannya dan pengaruhnya di kawasan Asia tenggara. Selain itu keikutsertaan Thailand dalam pengamanan Selat Malaka itu dilatarbelakangi makin maraknya aksi perompakan, penyelundupan senjata dan kejahatan laut lainnya di wilayah perairan negeri Gajah Putih itu di Selat Malaka. Hal ini tentu akan banyak merugikan Thailand dalah hal keamanan wilayahnya. Memang Thailand dalam hal ini masih belum benar dipastikan mengenai fungsi keterlibatannya namun jelas adanya bahwa Thailand sepaham dengan Indonesia dan Malaysia mengenai penolakan internasionalisasi Selat Malaka. Secara geostrategis, jika mengalami internasionalisasi maka akan tentunya mengganggu kedaulatan negara termasuk Thailand yang berbatasan utara dengan Selat Malaka. Masalah kedaulatan adalah harga mati. Apabila terjadi internasionalisasi maka otomatis kontrol negara pantai akan lemah dan negara besar akan memiliki banyak alasan untuk menjadikannya basis militer laut dengan mengirim kapal-kapal perang. Sebaliknya, apabila regionalisasi yang terjadi maka akan baik bagi negara pantai dan Thailand. Negara pantai takkan kehilangan hak kedaulatannya dan Thailand dapat terus mengibarkan pengaruhnya tertuama pengaruh militer (show off force) di Asia Tenggara. Geografi Politik (13) Geopolitik Indonesia Geopolitik berasal dari kata geo dan politik. Geo berarti bumi dan politik berasal dari bahasa Yunani politeia. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri dan teia artinya urusan. Geopolitik biasa juga di sebut dengan Wawasan Nusantara. I. Latar Belakang, Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Wawasan Nusantara Pandangan geopolitik Indonesia berlandaskan pada pemikiran kewilayahan dan kehidupan bangsa Indonesia. Wawasan Nusantara mempunyai latar belakang, kedudukan, fungsi, dan tujuan filosofis sebagai dasar pengembangan wawasan nasional Indonesia. * Latar Belakang Wawasan Nusantara * Falsafah Pancasila Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut adalah: Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing- masing. Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. * Aspek Kewilayahan Nusantara Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka Sumber Daya Alam (SDA) dan suku bangsa. * Aspek Sosial Budaya Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga tata kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi antargolongan mengandung potensi konflik yang besar. * Aspek Kesejarahan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wawasan nasional Indonesia yang diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang sangat tinggi bangsa Indonesia sendiri. Jadi, semangat ini harus tetap dipertahankan untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah kesatuan Indonesia. * Kedudukan Wawasan Nusantara Wawasan Nusantara sebagai ajaran yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat dalam mencapai dan mewujudkan tujuan nasional. Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional memliki spesifikasi: Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai landasan idiil. Wawasan nasional sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional. Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional. GBHN sebagai politik dan strategi nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional. * Fungsi Wawasan Nusantara Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala kebijakan, keputusan, tindakan, dan perbuatan bagi penyelenggaraan negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. * Tujuan Wawasan Nusantara Tujuan Wawasan Nusantara terdiri dari dua, yaitu: : Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia. II. Kedudukan (Status) Wawasan Nusantara Kedudukan (status) Wawasan Nusantara adalah posisi, cara pandang, dan perilaku bangsa Indonesia mengenai dirinya yang kaya akan berbagai suku bangsa, agama, bahasa, dan kondisi lingkungan geografis yang berwujud negara kepulauan, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Secara hierarki, posisi atau status Wawasan Nusantara menempati urutan ketiga setelah UUD 1945. Urutan sistem kehidupan nasional Indonesia adalah: Pancasila sebagai filsafat, ideologi bangsa, dan dasar negara. UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia. Ketahanan nasional sebagai geostrategi bangsa dan negara Indonesia. Politik dan strategi nasional sebagai kebijaksanaan dasar nasional dalam pembangunan nasional. III. Bentuk Wawasan Nusantara * Wawasan Nusantara sebagai landasan konsepsi ketahanan nasional Wawasan Nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional berarti bahwa Wawasan Nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan. * Wawasan Nusantara sebagai wawasan pembangunan Wawasan Nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai arti cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri serta lingkungannya selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara mencakup: Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan ekonomi. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan politik. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan. * Wawasan Nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara Wawasan Nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara mempunyai arti pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara. * Wawasan Nusantara sebagai wawasan kewilayahan Wilayah nasional perlu ditentukan batasannya, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga. Batasan dan tantangan negara Republik Indonesia adalah: a. Risalah sidang BPUPKI tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 tentang negara Republik Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional. Dr. Soepomo menyatakan Indonesia meliputi batas Hindia Belanda, Muh. Yamin menyatakan Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Sunda Kecil, Borneo, Selebes, Maluku-Ambon, Semenanjung Melayu, Timor, Papua, Ir. Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. b. Ordonantie (UU Belanda) 1939, yaitu penentuan lebar laut sepanjang 3 mil laut dengan cara menarik garis pangkal berdasarkan garis air pasang surut atau countour pulau/ darat. Ketentuan ini membuat Indonesia bukan sebagai negara kesatuan, karena pada setiap wilayah laut terdapat laut bebas yang berada di luar wilayah yurisdiksi nasional. c. Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI tentang wilayah perairan negara RI, yang isinya: Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI. Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi. IV. Pemikir Geopolitik (Wawasan Nusantara) * Friederich Ratzel (1844-1904) dengan Teori Ruang. Ia menyatakan “bangsa yang berbudaya tinggi akan membutuhkan sumber daya manusia yang tinggi dan akhirnya mendesak wilayah bangsa yang primitif.” Pendapat ini dipertegas oleh Rudolf Kjellen (1864 - 1922) dengan Teori Kekuatan yang mengatakan bahwa “negara adalah kesatuan politik yang menyeluruh serta sebagai satuan biologis yang memiliki intelektualitas.” * Karl Haushofer (1869-1946) dengan Teori Pan Region, berpendapat bahwa pada hakikatnya dunia dapat dibagi dalam empat kawasan benua (pan region) dan dipimpin oleh negara unggul. Isi teori pan regional adalah: Lebensraum (ruang hidup) yang cukup. Autarki (swasembada). Dunia dibagi empat Pan Region, yaitu Pan Amerika, Pan Asia Timur, pan Rusia India, dan Pan Eropa Afrika. * Sir Halford Mackinder (1861-1947) dengan Teori Daerah Jantung (Heartland). Teorinya berbunyi “siapa pun yang menguasai Heartland maka ia akan menguasai World Island.” Heartland (Jantung Bumi) merupakan sebutan bagi kawasan Asia Tengah, sedangkan World Island mengacu pada kawasan Timur Tengah. Kedua kawasan ini merupakan kawasan vital minyak bumi dan gas dunia. * Sir Walter Raleigh (1554-1618) dan Alfred T. Mahan (1840-1914) dengan Teori Kekuatan Maritim. Isi teorinya adalah: Sir Walter Raleigh mengatakan “siapa yang menguasai laut akan menguasai perdagangan dunia dan akhirnya akan menguasai dunia.” Alfred T. Mahan mengatakan “laut untuk kehidupan, sumber daya alam banyak terdapat di laut. Oleh karena itu, harus dibangun armada laut yang kuat untuk menjaganya.” * Giulio Douhet (1869-1930) dan William Mitchel (1879-1936) dengan Teori Kekuatan di Udara mengatakan, “kekuatan udara mampu beroperasi hingga garis belakang lawan serta kemenangan akhir ditentukan oleh kekuatan udara.” * Nicholas J. Spykman (1869 - 1943) dengan Teori Daerah Batas (Rimland Theory). Dalam teorinya tersirat: Dunia terbagi empat, yaitu daerah jantung (Heartland), bulan sabit dalam (rimland), bulan sabit luar, dan dunia baru (benua Amerika). Menggunakan kombinasi kekuatan darat, laut, dan udara untuk menguasai dunia. Daerah bulan sabit dalam (Rimland) akan lebih besar pengaruhnya dalam percaturan politik dunia daripada daerah jantung. Wilayah Amerika yang paling ideal dan menjadi negara terkuat. V. Wadah Wawasan Nusantara * Batas Ruang Lingkup Wawasan Nusantara mempunyai bentuk sebagai: * Nusantara Batas-batas negara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya pulau-pulau serta gugusan pulau yang saling berhubungan, tidak dipisahkan oleh air, baik yang berupa laut, maupun selat. * Manunggal-utuh menyeluruh, meliputi: Wilayah Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil dan dipisahkan serta dihubungkan oleh lautan, pulau, dan selat yang harus dijaga serta diusahakan tetap menjadi satu kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbicara dalam berbagai macam bahasa daerah, dan agama. Oleh karena itu, harus diusahakan terwujudnya satu kesatuan bangsa yang bulat. * Tata Susunan Pokok Sumber pokok Wawasan Nusantara adalah UUD 1945, yang menyangkut: * Bentuk dan kedaulatan Bab I Pasal (1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik Kedaulatan ada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut UUD. * Kekuasaan pemerintah negara, Bab III Pasal (4) dan (5), Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintah menurut UUD 1945. * Sistem pemerintahan dalam UUD 1945: Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi dan tidak berdasarkan absolutisme. * Tata Susunan Pelengkap * Aparatur negara Aparatur negara harus mampu mendorong, mengerakkan, serta mengarahkan usaha pembangunan ke sasaran yang telah ditetapkan, untuk kepentingan rakyat banyak. * Kesadaran politik masyarakat dan kesadaran bernegara Dalam pemantapan stabilitas nasional diperlukan kesadaran politik seluruh masyarakat, setiap orang, organisasi, juga seluruh komponen pemerintahan. * Pers Pers yang bebas bertanggung jawab, jujur, dan efektif dengan tulisan-tulisan yang memberikan penjelasan yang jujur, dedikatif, dan bertanggung jawab. VI. Implementasi Wawasan Nusantara Imlementasi Wawasan Nusantara bertujuan untuk menerapkan Wawasan Nusantara dalam kehidupan sehari-hari yang mencakup bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan nasional. * Implementasi Dalam Kehidupan Politik Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu: Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden. Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa. Contohnya seperti dalam pemilihan Presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai denga hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hukum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional. Mengembagkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi. Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan. Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatik sebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan pulau kosong. * Implementasi dalam Kehidupan Ekonomi Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang dan minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor pemerintahan, pertanian, dan perindustrian. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antar daerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalam keadilan ekonomi. Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil. * Implementasi dalam Kehidupan Sosial Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu : Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal. Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya. * Implementasi dalam Kehidupan Pertahanan dan Keamanan Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu : Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang menganggu keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia. 1