KARYA TULIS ILMIAH
CONGESTIVE HEART FAILURE
(CHF)
Disusun oleh:
Anggita Phoza Azura Salsabilla
NIM: 231030690247
Dosen Pengampu: Gama Bagus Kuntoadi, SKG., MARS
PROGRAM STUDI DIII REKAM MEDIS DAN INFORMASI
KESEHATAN
STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan karya ilmiah tentang “Congestive Heart Failure (CHF)”. Pada
kesempatan ini kami ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang
terhormat:
1. Dr. Safitri Rahayu, MARS. Selaku Ketua Yayasan STIKes Widya Dharma
Husada Tangerang yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
mengikuti Pendidikan di Program Studi DIII Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.
2. Ns. Riris Andriati, S.Kep., M.Kep., Ph.D selaku Ketua STIKes Widya
Dharma Husada Tangerang.
3. Muhammad Zulfikar Adha, SKM., M.KL selaku Wakil Ketua I Bidang
Kurikulum STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.
4. Siti Novi Romlah, SST., M.Epid., Ph.D selaku Wakil Ketua II Bidang
Keuangan dan Sumber Daya Manusia STIKes Widya Dharma Husada
Tangerang.
5. Ida Listiana, SST., M.Kes selaku Wakil Ketua III Kemahasiswaan STIKes
Widya Dharma Husada Tangerang.
6. Sucipto, SKM., MARS selaku Ketua Program Studi DIII Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.
7. Apt. Neneng Sri P., S.Farm., MM selaku Sekretaris Program Studi DIII
Rekam Medis dan Informasi Kesehatan STIKes Widya Dharma Husada
Tangerang.
8. Gama Bagus Kuntoadi, SKG., MARS selaku Dosen Pengampu
Patofisiologi I Program Studi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.
9. Semua keluarga yang telah memberikan semangat, doa, dan dukungan
kepada saya.
i
10. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi DIII Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan yang saling mendukung dan membantu dalam
menyusun karya tulis ilmiah.
11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
Saya menyadari sepenuhnya Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan
kritik yang membangun dari pembaca. Saya berharap Karya Tulis Ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Tangerang, April 2024
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I DEFINISI ................................................................................................... 1
BAB II ETIOLOGI ............................................................................................... 3
A. ETIOLOGI ................................................................................................... 3
B. KLASIFIKASI ............................................................................................. 4
BAB III SYMPTOM ............................................................................................. 8
BAB IV PATOFISIOLOGI ................................................................................. 11
BAB V TERAPI ................................................................................................... 14
A. TERAPI NON-FARMAKOLOGI ............................................................. 14
B. TERAPI FARMAKOLOGI ....................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 22
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Situasi klinis yang dominan pada gagal jantung sistolik dan diastolik .. 5
Tabel 2. 2 Siuasi klinis yang dominan pada gagal jantung sisi kiri dan kanan ....... 6
Tabel 2. 3 klasifikasi gagal jantung berdasarkan kapasitas fungsional ................... 6
Tabel 5. 1 Dosis obat Diuretik............................................................................... 16
Tabel 5. 2 Dosis obat ACE-inhibitor ..................................................................... 17
Tabel 5. 3 Dosis Obat ARB ................................................................................... 17
Tabel 5. 4 Dosis obat Beta Blocker ....................................................................... 18
Tabel 5. 5 Dosis obat Antagonis Aldosteron ..........................................................19
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Jantung sehat dan Gagal Jantung Kongestif....................................... 2
Gambar 2. 1 Gagal jantung sistolik dan diastolik ................................................... 5
Gambar 3. 1 Pitting Edema dan Nonpitting Edema .............................................. 10
Gambar 4. 1 Bagan patofisiologi congestive heart failure.................................... 13
v
DAFTAR SINGKATAN
CHF
: Congestive Heart Failure
PPOK
: Penyakit Paru Obstruktif Kronik
A.F
: Atrial Fibrillation
V.F
: Ventricular Fibrillation
NYHA
: The New York Heart Association
HFrEF
: Heart Failure with Reduced Ejection Fraction
HFpEF
: Heart Failure with Preserved Ejection Fraction
mmHg
: Milimeter air raksa
MI
: Miokard Infark
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 CURRICULUM VITAE .................................................................... 23
vii
BAB I
DEFINISI
Congestive Heart Failure (C.H.F) atau ditulis sebagai Gagal Jantung
Kongestif dalam bahasa Indonesia adalah sebuah kondisi gagal jantung di mana
ventrikel jantung tidak mampu memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh
(Kuntoadi, Kristina, & Agustini, 2021).
Congestive Heart Failure adalah suatu sindrom yang terjadi ketika jantung
tidak dapat memompa cukup banyak darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh, menyebabkan terjadinya kelebihan volume intravaskular dan digolongkan
berdasarkan sisi jantung yang terkena (Kuntoadi, 2022).
Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) adalah
kondisi saat jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah yang cukup.
Terutama
untuk
memenuhi
kebutuhan
jaringan
terhadap
oksigen
dan
nutrisi. Namun, gagal jantung bukan berarti jantung berhenti bekerja. Sebaliknya,
jantung bekerja secara kurang efisien dari biasanya. Karena berbagai kemungkinan
penyebab, darah bergerak melalui jantung dan tubuh pada kecepatan yang lebih
lambat, dan tekanan di jantung meningkat. Akibatnya, jantung tidak dapat
memompa cukup oksigen dan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Fadil,
2024). Ketika salah satu atau dua bagian jantung tidak memompa darah keluar,
darah akan menumpuk dalam jantung atau menyumbat di organ atau jaringan.
Akibatnya, darah menumpuk di sistem peredaran darah (Swari, 2021).
Jika jantung sebelah kiri yang gagal berfungsi baik, sistem jantung sebelah
kanan akan sesak akibat darah yang menumpuk. Di dalam, jantung tersumbat akibat
kontraksi berlebih untuk mendorong darah dan dapat menyebabkan gagal jantung.
Begitu juga jika bagian kanan jantung yang gagal, jantung kiri akan terganggu dan
juga bisa menyebabkan Gagal Jantung. CHF dapat terjadi di segala usia, bahkan
anak-anak, apalagi anak-anak dengan kelainan jantung bawaan. Namun, gagal
jantung kongestif lebih sering terjadi pada orang tua, karena mereka lebih berisiko
terkena penyebab kerusakan otot jantung dan katup jantung. Perubahan jantung
seiring usia juga menyebabkan kontraksi pada jantung kurang efektif. CHF adalah
1
2
kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami sakit jantung (Swari,
2021).
Gambar 1. 1 Jantung sehat dan Gagal Jantung Kongestif
BAB II
ETIOLOGI
A. ETIOLOGI
Jantung adalah pompa ganda yang terdiri dari empat ruang. Darah yang
kaya karbondioksida karena oksigen sudah terpakai oleh tubuh akan memasuki
ruang kanan atas (atrium kanan) kemudian turun ke ruang kanan bawah (ventrikel
kanan), dan kemudian dipompa ke paru-paru. Di paru-paru sel darah merah akan
melepaskan karbondioksida dan menangkan oksigen. Darah kaya oksigen dari
paru-paru kemudian memasuki ruang atas kiri (atrium kiri) dan kemudian
memasuki ruang kiri bawah (ventrikel kiri). Darah kemudian dipompa ke seluruh
tubuh oleh jantung dengan tekanan tertentu untuk disalurkan melalui arteri.
Pada orang dengan CHF, ventrikel kiri tidak kosong dengan benar, masih
banyak darah yang tidak terpompa keluar, sedangkan darah terus mengalir ke arah
jantung. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan di atrium (ruang atas) dan
pembuluh darah di dekatnya. Darah yang menuju jantung menjadi tertahan dan
memicu retensi atau penumpukan cairan (edema) di paru-paru, organ perut dan
kaki. Hal ini juga mempengaruhi ginjal, mengganggu fungsi ginjal dan
menyebabkan retensi garam dan air, menyebabkan edema.
Pada beberapa orang dengan gagal jantung kogestif, yang terjadi bukan
gagal ventrikel kiri, tetapi ada juga gagal relaksasi (dilatasi) dari ventrikel kiri. Hal
ini juga menyebabkan sulitnya darah untuk mengisi ventrikel dan yang terjadi
adalah sama, penumpukan darah dan cairan.
CHF dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, termasuk:
1.
Penyakit jantung koroner (PJK) atau Coronary Artery Disease (CAD) dapat menyebabkan jaringan parut pada otot jantung kinerja otot jantung
menjadi lemah. Ini adalah penyebab gagal jantung congestif yang paling.
3
4
2.
Tekanan darah tinggi (hipertensi) - tekanan tinggi dalam arteri berarti
jantung harus terus memompa lebih kuat. Ini mungkin tidak dapat untuk
tetap up.
3.
Penyakit katup jantung atau A.F / V.F - katup jantung yang rusak dapat
memungkinkan darah mengalir balik atau mungkin menghalangi laju aliran
darah ke dan dari jantung.
4.
Penyakit jantung bawaan atau Tetralogy of Fallot - kelainan jantung
mungkin sudah ada sejak lahir, seperti katup yang rusak atau hubungan yang
abnormal antara bilik jantung, misalnya jantung bocor.
5.
Kardiomiopati - kondisi ini ditandai dengan pembesaran otot jantung,
dimana ventrikel kiri membesar untuk mengkompensasi kontraksi yang
buruk, kondisi bisa menyebabkan jantung bengkak.
6.
Miokarditis - virus atau infeksi lain dapat merusak otot jantung.
7.
Jantung aritmia - denyut jantung yang cepat dengan frekuensi tak teratur,
selama jangka waktu yang panjang, juga dapat menyebabkan kontraksi
tidak efisien dan gagal jantung.
8.
Penyakit tiroid atau disebut juga Hipertiroidisme - kelenjar tiroid yang
menghasilkan terlalu banyak hormon tiroksin (baca: hipertiroid). Hal ini
meningkatkan kerja jantung dan dapat menyebabkan gagal jantung ketika
jantung sudah kelelahan (Muhlisin, 2019).
B. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Fraksi Ejeksi
Pasien dengan gagal jantung dapat menunjukan fraksi ejeksi yang
rendah atau berkurang (HFrEF: EF <40%; juga gagal jantung
sistolik), fraksi ejeksi yang dipertahankan (HFpEF: EF>50%; juga
gagal jantung diastolik) atau fraksi ejeksi menegah (HFmrEF:EF 4049%). Pasien dengan HFpEF lebih sering berusia lanjut, berjenis
kelamin Perempuan, mengalami obesitas dengan riwayat hypertension
dan Atrial Fibrillation. Tidak ada terapi berbasis bukti untuk
meningkatkan hasil yang dapat ditawarkan pada pasien dengan HFpEF.
5
Pasien HFrEF lebih sering muncul dengan penyakit jantung
koroner (infark miokard), penyakit katup atau hypertension yang tidak
terkontrol; penyakit-penyakit mendasar yang didefinisikan secara lebih
tepat pada HFrEF ini harus diobati secara lebih efektif melalui
pengobatan, pembedahan atau intervensi (Schwinger, 2020).
Tabel 2. 1 Situasi klinis yang dominan pada gagal jantung sistolik dan diastolik
Gagal Jantung Sistolik
Gagal Jantung Diastolik
Penyakit arteri koroner
Diabetes mellitus
Hipertensi arteri
Hipertensi arteri
Penyakit katup jantung (volume load)
Penyakit katup jantung (pressure load)
Aritmia
Kardiomiopati hipertrofik
Penyakit radang
Kardiomiopati restriktif
Kardiomiopati idiopatik
Perikarditis konstriktif
Kardiomiopati toksik (alkohol)
Amiloidosis (penyakit penyimpanan)
Gambar 2. 1 Gagal jantung sistolik dan diastolik
6
2. Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Sistem Peredaran Darah yang
Terkena
Tabel 2. 2 Siuasi klinis yang dominan pada gagal jantung sisi kiri dan kanan
Gagal Jantung sisi kiri
Gagal Jantung sisi kanan
Penyakit arteri koroner
Penyakit arteri koroner (MI ventrikel
kanan)
Hipertensi
PPOK
Miokarditis
Hipertensi paru
Penyakit katup jantung
Stenosis katup paru
Takikardiomiopati
Emboli paru
Regurgitasi trikuspidal
Pneumotoraks
Efusi perikardial
3. Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Kapasitas Fungsional
The New York Heart Association (NYHA) mengklasifikasikan gagal
jantung dalam empat kelas, meliputi (repository, 2016) :
Tabel 2. 3 klasifikasi gagal jantung berdasarkan kapasitas fungsional
Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara
normal menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina
pektoris (mild CHF).
7
Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja
mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas
fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan
gejala yang berat (severe CHF).
BAB III
SYMPTOM
Orang dengan gagal jantung kongestif terkadang tidak menduga bahwa
dirinya memiliki masalah dengan jantung atau memiliki gejala tidak enak
badan namun tidak mengetahui bahwa itu disebabkan oleh masalah jantung.
Gejala awal CHF mungkin termasuk sesak napas, batuk, atau perasaan tidak
mampu untuk tarik napas dalam-dalam, terutama ketika berbaring. Jika seseorang
memang sudah memiliki masalah pernapasan, seperti asma, PPOK, atau emfisema,
biasanya mereka menduga bahwa gejala tersebut bersumber dari penyakit yang
sudah ada itu tanpa menyadari adanya gangguan jantung (Muhlisin, 2019).
Gejala gagal jantung kongestif yang utama adalah sebagai berikut:
1. Keterbatasan aktifitas fisik / Cepat Lelah
•
Seseorang mungkin tidak dapat mentolerir jenis olahraga tertentu
seperti jalan cepat atau lari, bahkan aktivitas fisik ringan yang
sebelumnya sering dilakukan sekarang menjadi tidak mampu untuk
melakukannya. Hal ini terjadi karena tubuh membutuhkan oksigen
dan nutrisi lainnya selama aktivitas fisik. Sedangkan pada gagal
jantung CHF, jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk
memberikan nutrisi bagi tubuh.
•
Ketidakmampuan berolahraga, atau bahkan untuk berjalan pada
kecepatan normal, mungkin dibatasi oleh rasa lelah (fatigue) dan
sesak napas.
2. Sesak napas
•
Jika seseorang memiliki gagal jantung kongestif, ia mungkin
mengalami kesulitan bernapas (dyspnea), terutama ketika aktif
secara fisik. Kegiatan biasa, seperti menyapu atau bahkan berjalan
8
9
di sekitar rumah, mungkin sulit atau tidak mungkin. Sesak napas
akibat CHF seperti ini biasanya akan lebih baik dengan istirahat.
•
Ketika gagal jantung kongestif memburuk, bisa terjadi penumpukan
cairan di dalam paru-paru dan mengganggu oksigen untuk masuk ke
dalam darah, menyebabkan dyspnea pada saat istirahat dan pada
malam hari (ortopnea). Jika seseorang memiliki gagal jantung
kongestif, ia bisa terbangun di malam hari akibat sesak napas dan
harus duduk atau berdiri untuk bisa meringankan sesak. Kondisi ini
dikenal sebagai paroxysmal nocturnal dyspnea. Beberapa bantal
(bantal tinggi) dapat membantu untuk tidur lebih nyaman.
Terkadang mereka lebih memilih tidur di kursi daripada di tempat
tidur. Ketika penumpukan cairan di paru-paru menjadi sangat parah,
maka bisa terjadi batuk dengan dahak bercampur darah berwarna
merah muda.
3. Retensi cairan dan pembengkakan / Edema
•
Bengkak atau pembengkakan (edema) bisa terjadi di kaki, tungkai
bawah, dan pergelangan kaki, terutama pada akhir hari atau setelah
duduk lama. Seringkali, pembengkakan lebih terlihat di
pergelangan kaki atau tungkai bawah di depan tulang tibia.
•
Pitting edema dapat terjadi ketika menekan kulit di daerah
bengkak. Edema pitting ditandai dengan lekukan yang tetap terlihat
selama beberapa menit setelah penekanan. Edema pitting tidak
identik dengan gagal jantung; dapat memiliki penyebab lain,
termasuk gagal hati dan gagal ginjal. Edema Nonpitting umumnya
tidak disebabkan oleh gagal jantung.
10
Gambar 3. 1 Pitting Edema dan Nonpitting Edema
•
Pembengkakan mungkin begitu parah sehingga mencapai pinggul,
skrotum, dinding perut, dan akhirnya pada rongga perut (ascites).
•
Cek berat badan setiap hari diperlukan pada orang dengan gagal
jantung karena jumlah retensi cairan biasanya tercermin dari
bertambahnya jumlah berat badan secara drastis dan meningkatnya
sesak napas. Orang dengan gagal jantung harus tahu berat kering
sebelumnya, yaitu berat badan ketika tidak ada edem, ascites atau
sesak nafas (dispneu) (Muhlisin, 2019).
BAB IV
PATOFISIOLOGI
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)
1) Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik
sehingga keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri
keseluruh tubuh. Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskulator
pulmonal. Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju
ventrikular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg)
melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini akan
menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke dalam interstitium paru
dan menginisiasi edema (repository, 2016).
1.1 Bendungan paru – dispnea, ortopnea, sesak napas nokturnal
paroksismal, batuk tidak berdahak, ronki.
1.2 Berkurangnya oksigenasi, ketidakmampuan untuk meningkatkan
CO sebagai respons terhadap aktivitas fisik (fatique).
1.3 Hipertrofi ventrikel kiri – kontraksi atrium melawan ventrikel
ventrikel yang kaku.
1.4 Vasokontraksi perifer – kulit dingin, pucat (Kuntoadi, 2022).
2) Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)
Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan
disfungsi ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan
yang diderita oleh kedua sisi jantung, misalnya setelah terjadinya infark
miokard atau tertundanya komplikasi yang ditimbulkan akibat adanya
progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada gagal jantung kanan
dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di
ekstermitas bawah (repository, 2016).
2.1 Bendungan vena – bendungan vena jugularis, hepatomegali.
2.2 Bendungan hati dan usus - anoreksia, rasa penuh dan mual.
2.3 Kelebihan volume cairan – penambahan BB, edema
11
12
2.4 Retensi cairan – asites (kondisi medis yang ditandai dengan
akumulasi cairan di rongga perut) / anasarka (pembengkakan
umum pada tubuh) (Kuntoadi, 2022).
Terjadinya gagal jantung diawali dengan adanya kerusakan pada jantung
atau miokardium. Hal tersebut akan menyebabkan menurunnya curah jantung.
Bila curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, maka
jantung akan memberikan respon mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
fungsi jantung agar tetap dapat memompa darah secara maksimal. Bila
mekanisme tersebut telah secara maksimal digunakan dan curah jantung normal
tetap tidak terpenuhi, maka setelah akan itu timbul gejala gagal jantung. Terdapat
tiga mekanisme primer yang dapat dilihat dalam respon kompensatorik, yaitu
meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis, meningkatnya beban awal akibat
aktivasi Sistem Renin Angiotension Aldosteron (RAAS), dan hipertrofi ventrikel.
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon
simpatis kompensatorik. Hal ini akan merangsang pengeluaran katekolamin dari
saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan kekuatan
kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi
vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi
volume darah untuk mengutamakan perfusi ke organ vital seperti jantung dan
otak.
Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron akan menyebabkan retensi
natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.
Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai
dengan mekanisme Frank Starling. Respon kompensatorik yang terakhir pada
gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya ketebalan otot
jantung. Hipertrofi akan meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung
pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi ini memiiki efek yang
menguntungkan. Namun, pada akhirnya mekanisme kompensatorik dapat
13
menimbulkan gejala dan meningkatkan kerja jantung. Hasil akhir dari peristiwa di
atas adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal
jantung (Nurkhalis & Adista, 2020).
Gambar 4. 1 Bagan patofisiologi congestive heart failure
BAB V
TERAPI
Terapi yang dilakukan kepada pasien gagal jantung dilakukan agar
penderita merasa lebih nyaman dalam melakukan berbagai aktivitas fisik, dan bisa
memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan harapan hidupnya.
Pendekatannya dilakukan melalui tiga segi, yaitu mengobati penyakit penyebab
gagal jantung, menghilangkan faktor-faktor yang bisa memperburuk gagal
jantung, dan mengobati gagal jantung (Nurkhalis & Adista, 2020).
Terapi bagi penderita gagal jantung berupa terapi non-farmakologis dan
terapi farmakologis. Tujuan dari adanya terapi yakni untuk meredakan gejala,
memperlambat perburukan penyakit, dan memperbaiki harapan.
A. TERAPI NON-FARMAKOLOGI
Dalam terapi non-farmakologi pada penderita gagal jantung
berbentuk manajemen perawatan mandiri. Manajemen perawatan mandiri
diartikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga
stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan
mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung. Manajemen perawatan
diri berupa :
1) ketaatan berobat,
2) pengurangan berat badan (stadium C),
3) pemantauan asupan nutrisi, dan
4) latihan fisik.
Terapi non-farmakologis juga dapat dilakukan dengan :
1) restriksi garam dan rendah kolesterol,
2) tidak mereokok,
3) melakukan olahraga (Nurkhalis & Adista, 2020),
4) menghindari konsumsi alkohol,
5) tidak mudah setres, dan
6) aktifitas fisik teratur (Kuntoadi, 2022).
14
15
B. TERAPI FARMAKOLOGI
Terapi farmakologis bertujuan untuk mengatasi gejala akibat gagal
jantung, contohnya kongesti dan mengurangi respon kompensasi. Salah
satu mekanisme respon kompensasi digambarkan dengan model
neurohormonal. Adanya aktivasi neurohormonal akibat norepinefrin,
angiotensin II, aldosteron, vasopressin, serta beberapa jenis sitokin
menimbulkan respon kompensasi yang memperburuk kondisi gagal
jantung. Oleh sebab itu, pengobatan pada pasien gagal jantung biasanya
memiliki mekanisme kerja yang berkaitan dengan aktivitas
neurohormonal.
Selain untuk mengurangi gejala, terapi farmakologis juga
digunakan untuk memperlambat perburukan kondisi jantung dan
mengatasi terjadinya kejadian akut akibat respon kempensasi jantung.
Adapun biasanya pengobatan baik untuk gagal jantung diastolik maupun
sistolik. Golongan obat-obatan yang digunakan sebagai berikut:
1) Diuretik
2) Antagonis aldosteron
3) ACE-inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme inhibitor)
4) ARB (Angiotensin Receptor Blocker)
5) Beta blocker
6) Glikosida jantung
7) Vasodilator
8) Agonis beta
9) Bypiridine
10) Natriuretic peptide
Urutan terapi pada pasien gagal jantung biasanya diawali dengan
diuretic untuk meredakan gejala kelebihan volume. Kemudian,
ditambahkan Angiotensin Receptor Blocker atau ARB jika ACE-inhibitor
tidak ditoleransi. Namun, penambahan ARB dilakukan hanya setelah
terapi diuretik diberikan secara optimal. Dosis diatur secara bertahap
hingga dihasilkan curah jantung optimal. Beta blockers diberikan setelah
pasien stabil dengan pemberian ACE-inhibitor. Sedangkan glikosida
16
jantung (digoxin) diberikan jika pasien masih menglami gagal jantung
meskipun telah diberikan terapi kombinasi. Berikut golongan obat yang
digunakan pada terapi farmakologis gagal jantung (Nurkhalis & Adista,
2020) :
1) Diuretik
Tabel 5. 1 Dosis obat Diuretik
Diuretik
Dosis awal
Dosis harian (mg)
Furosemide
20 – 40
40 – 240
Bumetanide
0,5 – 1,0
1-5
Torasemide
5 - 10
10 - 20
Hidrochlortiazide
25
12,5 – 100
Metalazone
25
2,5 – 10
Indapamide
2,5
2,5 - 5
(+ ACEI/ARB) 12,5 – 25
(+ACEI/ARB) 50
(-ACEI/ARN) 50
(- ACEI/ARB) 100 -200
Diuretik loop
Tiazid
Diuretik hemat kalium
Spironolakton
Obat-obatan golongan diuretik diberikan pada pasien gagal jantung dengan
tanda kongesti (biasanya kelas 1 atau stadium B). Efek utama dari pemberian
diuretic yakni mengurangi tekanan darah dan preload ventrikel. Selain itu, pada
pasien gagal jantung kiri, pemberian diuretic akan membantu mengurangi
pembengkakan jantung sehingga pemompaan lebih efisien.
Tiazid bekerja dengan menghambat reabsorpsi natrium dan klorida.
Sedangkan diuretic loop bekerja dengan menghambat transporter Na-K-Cl di
lengkung henle sehingga reabsorpsi mineral-mineral tersebut berkurang. Obat-
17
obatan diuretik loop sangat mudah berikatan dengan protein plasma sehingga
obat-obatan tersebut kurang difiltrasi di glomerulus.
2) ACE-inhibitor
Tabel 5. 2 Dosis obat ACE-inhibitor
Obat
Dosis awal
Dosis target (mg)
Captopril
6,25 (3x sehari)
50-100 (3x sehari)
Enalapril
2,5 (2x sehari)
10-20 (2x sehari)
Lisinopril
2,5-5 (1x sehari)
20-40 (1x sehari)
Ramipril
2,5 (1x sehari)
5 (2x sehari)
Perindopril
2 (1x sehari)
8 (1x sehari)
ACE-inhibitor merupakam terapi ;ini pertama bagi pasien gagal jantung.
Obat golongan ini harus diberikan pada pasien degan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤
40%. Mekanisme kerja dari ACE-inhibitor yankni dengan menghambat perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II yang diperantarai oleh ACE (Angiotensin
Converting Enzyme). Dengan begitu, jumlah angiotensin II akan menurun diikuti
dengan jumkah aldosteron. Berkurangnya hormon-hormon tersebut alan
mencegah terjadinya fibrosis miokard, apoptosis miosit, hipertropi jantung,
pelepasan norepinefrin, vasokontriksi, dan retensi cairan. Dengan begitu, ACEinhibitor berperan penting dalam mencegah perburukan kondisi jantung yang
diperantarai oleh mekanisme RAAS (Renin Angiotensin Aldosterone System).
3) ARB
Tabel 5. 3 Dosis Obat ARB
Obat
Dosis awal (mg)
Dosis target (mg)
Candesartan
4/8 (1x sehari)
32 (1x sehari)
Valsartan
40 (2x sehari)
160 (2x sehari)
18
Obat-obatan ARB bekerja dengan memblok reseptor angiotensin II
subtype 1 (AT1). Sehingga, efek dari angiotensin II akan terhambat. Dampak dari
terbloknya reseptor AT1 yakni vasodilatasi dan terhambatnya perburukan
ventrikel. Karena obat ARB tidak menghambat ACE, sehingga tidak
mempengaruhi aktivitas bradykinin. Bradikinin merupakan mediator inflamasi
yang dapat menyebabkan batuk. Oleh sebab itu, ARB biasanya diberikan pada
pasien yang tidak toleran terhadap pembrian ACE-inhibitor, khususnya batuk.
Sama halnya dengan ACE-inhibitor, obat-obatan ARB dapat menyebabkan
perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi simptomatik. Hanya saja
ARB tidak menyebabkan batuk. Obat-obat ARB dikontraindikasikan bagi pasien
dengan stenosis renal bilateral, kadar kalium serum > 5,0 mmol/L, kadar serum
kreatinin >2.5 mg/dL, dan memiliki stenosis aorta berat. Selain itu, ARB juga tidal
boleh diberikan pada pasien yang diterapi ACE-inhibitor dan antagonis aldosterone
secara bersamaan.
4) Beta blocker
Tabel 5. 4 Dosis obat Beta Blocker
Obat
Dosis awal (mg)
Dosis targer (mg)
Bisoprolol
1,25 (1x sehari)
10 (1x sehari)
Carvedilol
3,125 (2x sehari)
25 – 50 (2x sehari)
Metoprolol
12,5/25 (1x sehari)
200 (1x sehari)
Metaprolol, carvedilol, dan biprolol adalah obat golongan beta blocker yang
terbukti dapat mengurangi motalitas gagal jantung. Metaprolol dan bisoprolol
bekerja selektif memblok reseptor β1sednagkkan carvedilol memblokir β1, β2, dan
α1. Obat-obatan beta bloker tidak boleh diberikan pada pasien yang memiliki asma
dan dapat menyebabkan bradikardia.
19
5) Antagonis aldosteron
Tabel 5. 5 Dosis obat Antagonis Aldosteron
Obat
Dosis awal (mg)
Dosis target (mg)
Eplerenon
25 (1x sehari)
50 (1x sehari)
Spironolakton
25 (1x sehari)
25 – 50 (1x sehari)
Spironolakton dan eplerenon merupakan obat-obatan golongan antagonis
aldosteron yang berkeja memblok reseptor mineralokortokoid. Di ginjal, antagonis
aldosteron menghambat reabsorpsi natrium dan ekskresi potasium. Sehingga
antagonis aldosteron juga memiliki kolagen dan matriks. Deposit kolagen dan
matriks merupakan salah satu pemicu terjadinya fibrosis jantung dan remodeling
ventrikel.
Antagonis aldosteron diindikasikan pada pasien dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri 40%, telah diberi dosis optimal kombinasi beta blocker dan ACEinhibitor atau ARB. Antagois aldosteron tidak dianjurkan diberikan pada pasien
dengan terapi diuretik hemat kalium atau suplemen kalium dan kombinasi ACEinhibitor dan ARB. Selain itu, antagonis aldosteron dikontraindikasikan bagi pasien
dengan konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L dam kadar serum kreatinin > 2,5
mg/dL.
6) Vasodilator
Obat vasodilator terbagi menjadi tiga, yakni:
1. dilator selektif arteri
2. dilator vena
3. vasodilator nonselektif
Pemilihan jenis-jenis vasodilator tergantung dari tanda klinis pasien. Pasienpasien dengan tekanan pompa yang tinggi disertai dyspnea biasanya diberi dilator
vena yang bekerja lama yakni golongan nitrat. Pasien dengan gejala kelelahan dan
output ventrikel rendah diberi dilator arteri yakni hydralazine. Namun, biasanya
kedua jenis obat tersebut dikombinasikan secara bersamaan. Dosis awal pemberian
kombinasi H-ISDN (Hydralazine Isosorbide Dinitrate) yakni hydralazine 12,5 mg
20
dan ISDN (isosorbide Dinitrate) 10 mg sebanyak 2-3x sehari. Dosis dinaikkan
secara titrasi hingga mencapai dosis target (hydralazine 50 mg dan ISDN 20 mg, 34x sehari). Namun, jika terjadi hipotensi, dosis tidak perlu dinaikkan.
Digoksin digunakan untuk memperlambat lajur ventrikel pada pasien gagal
jantung dengan fibrilasi atrial. Dosis awal pemberian digoksin yakni 0,25 mg 1x
sehari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pasien geriatri dan pasien dengan
gangguan fungsi ginjal diberi dosis yang lebih rendah yakni 0,125 atau 0,0625 mg
1x sehari. Kadar digoksin dalam darah harus berkisar antara 0,6 – 1,2 ng/mL karena
indeks terapinya yang sempit. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obatan yang dapat
meningkatkan kadar digoksin dalam darah seperti amiodarone, diltiazem,
verapamil, dan kuinidin harus dihindari. Efek samping dari pemberian digoksin di
antaranya aritmia atrial dan ventrikuler (terutama pada pasien hipokalemia), mual,
muntah, anoreksia, dan gangguan melihat warna.
7) Bypiridine
Senyawa
bypiridine
meningkatksn
kontraktilitas
miokard
dengan
mekanisme kerja meningkatkan fluks kalsium. Selain itu, obat bypiridine juga
memberi efek vasodilatsi. Obat-obat bypiridine yang digunakan untuk pengobatan
gagal jantung yakni inamrinone dan milrinone. Inamrinone dan milrinone diberikan
secara parenteral (intravena). Kedua obat tersebut memiliki mekanisme kerja
menghambat phosphodiesterase isozyme 3 (PDE-3). Waktu paruh inamrinone dan
milrinone berkisar antara 306 jam dan 10-40% obat diekskresi melalui urin. Dosis
awal inamrinone yakni 0,75 mg/kg, diberikan selama 2-3 menit kemudian dapat
ditingkatkan menjadi 5-10 mcg/kg/menit secara intravena. Dosis maksimum
inamrinone yakni 10 mg/kg. Sedangkan milrinone diberikan pada dosis awal
sebesar 50 mcg/kg selama 10 menit lalu dapat ditingkatkan menjadi 0,375 – 0,75
mcg/kg secara intravena.
8) Agonis beta
Golongan agonis beta yang digunakan untuk pengobatan gagal jantung
yakni dobutamin dan dopamine. Pada prinsipnya, obat-obat agonis beta bekerja
dengann meningkatkan respon reseptor sehingga efek akibat ikatan senyawa
reseptor leih besar. Dobutamin bekerja dengan meningkatkan sintesis cAMP (cyclic
21
Adenosine-3’,5’- Monophosphate) sehingga kontaktilitas jantung meningkat.
Sedangkan dopamin bekerja dengan meningkatkan efek reseptor dopamine.
Dobutamin diberikan secara intravena dengan dosis 5-7,5 mcg/kg/menit.
Penggunaan dopamin untuk meningkatkan kontraksi jantung pada pasien gagal
jantung yakni sebesar 5-25 mcg/kg/menit.
9) Natriuretic peptide
Natriuretic peptide adalah sintesis dari Brain Natriuretic Peptide (BNP).
Senyawa natriuretic pepide yang digunakan untuk terapi gagal jantung yakni
Nesiritide. Nesiritide bekerja dengan meningkatkan cGMP (cyclic Guanosine
Monophosphate) di sel-sel otot. Waktu paruh dari netriside yakni 18 menit.
Netriside diberikan melalui injeksi intravena bolus dengan dosis 0,01 mcg/kg/menit
(Nurkhalis & Adista, 2020).
22
DAFTAR PUSTAKA
Fadil, R. (2024). Gagal Jantung Kongestif. Retrieved from halodoc:
https://www.halodoc.com/kesehatan/gagal-jantung-kongestif#h-apa-itugagal-jantung-kongestif
Kuntoadi, G. B. (2022). PATOFISIOLOGI SISTEM SIRKULASI. Tangerang.
Kuntoadi, G. B., Kristina, I., & Agustini, H. (2021). BUKU AJAR TERMINOLOGI
MEDIS . Jakarta: INSAN CENDEKIA MANDIRI.
Muhlisin, A. (2019, February 22). CHF (Congestive Heart Failure) - Tanda,
Penyebab, Gejala, Cara Mengobati. Retrieved from Honestdocs:
https://www.honestdocs.id/chf-gagal-jantung-kongestif
Nurkhalis, & Adista, R. J. (2020). Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Gagal
Jantung.
Tinjauan
Pustaka,
38-39.
Retrieved
from
https://www.jknamed.com/jknamed/article/view/106/94
repository.
(2016,
8
15).
Retrieved
from
convertonlinefree.com:
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6353/bab%20ii.pd
f?sequence=6
Schwinger, R. G. (2020). Pathophysiology of heart failure. Cardivascular
Diagnosis
&
Therapy,
264.
Retrieved
from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7944197/pdf/cdt-11-01263.pdf
Swari, R. C. (2021, January 4). Congestive Heart Failure (CHF). Retrieved from
Hellosehat:
https://hellosehat.com/jantung/gagal-jantung/gagal-jantung-
kongestif-chf-adalah/
23
Lampiran 1
CURRICULUM VITAE
Nama
: Anggita Phoza Azura Salsabilla
NIM
: 231030690247
Tempat/Tanggal Lahir
: Kuningan, 23Januari 2005
Alamat
: Perumahan Puri Pamulang, Jl. Gn bromo 1,
blok B1 No.6, Pamulang, Tangerang Selatan.
Institusi
: STIKes Widya Dharma Husada Tangerang
Angkatan
:2023
Biografi
:
1. SDN Mandirancan
:2017
2. SMPN 2 Mandirancan
:2020
3. SMAN 1 Mandirancan
:2023
4. STIKes Widya Dharma Husada Tangerang
:2023