Academia.eduAcademia.edu

Review Jurnal tentang Cooping Capacity

Petani kecil terus menghadapi beberapa tekanan sosial dan lingkungan yang mengakibatkan gangguan pada sumber penghidupannya. Diperlukan perubahan dalam strategi penghidupan untuk mencegah kerusakan dan memanfaatkan peluang-peluang baru (adaptasi). Determinasi sosial menyebabkan kerentanan terhadap bahaya yang membatasi akses asetnya, sehingga kemampuan beradaptasi mempunyai kapasitas yang terbatas. Hubungan antara tekanan dan adaptasi mempunyai keterkaitan karena stres menguras sumber daya yang tersedia untuk adaptasi, sementara adaptasi dapat mengikis sumber daya yang tersedia untuk merespon stres masa depan. Bukti empiris menunjukkan bahwa interaksi antara beberapa tekanan dengan adaptasi dari waktu ke waktu mempunyai keterkaitan pada petani adat di dataran tinggi Bolivia. Penelitian ini melakukan bagaimana petani merasakan tekanan pada mata pencaharian mereka, strategi mereka untuk beradaptasi dengan ancaman tersebut, dan pengaruh masa lalu oleh meningkatnya kerentanan karena perubahan iklim. Penemuan tentang perubahan kerentanan dari waktu ke waktu karena beberapa stres, seperti kelangkaan tanah dan keterlambatan musim penghujan, dan mengurangi akses dan menuntut pengeluaran aset rumah tangga untuk adaptasi, termasuk modal alam (air dan tanah), modal manusia (termasuk tenaga kerja) , keuangan, fisik, dan sosial.

RINGKASAN JURNAL Petani kecil terus menghadapi beberapa tekanan sosial dan lingkungan yang mengakibatkan gangguan pada sumber penghidupannya. Diperlukan perubahan dalam strategi penghidupan untuk mencegah kerusakan dan memanfaatkan peluang-peluang baru (adaptasi). Determinasi sosial menyebabkan kerentanan terhadap bahaya yang membatasi akses asetnya, sehingga kemampuan beradaptasi mempunyai kapasitas yang terbatas. Hubungan antara tekanan dan adaptasi mempunyai keterkaitan karena stres menguras sumber daya yang tersedia untuk adaptasi, sementara adaptasi dapat mengikis sumber daya yang tersedia untuk merespon stres masa depan. Bukti empiris menunjukkan bahwa interaksi antara beberapa tekanan dengan adaptasi dari waktu ke waktu mempunyai keterkaitan pada petani adat di dataran tinggi Bolivia. Penelitian ini melakukan bagaimana petani merasakan tekanan pada mata pencaharian mereka, strategi mereka untuk beradaptasi dengan ancaman tersebut, dan pengaruh masa lalu oleh meningkatnya kerentanan karena perubahan iklim. Penemuan tentang perubahan kerentanan dari waktu ke waktu karena beberapa stres, seperti kelangkaan tanah dan keterlambatan musim penghujan, dan mengurangi akses dan menuntut pengeluaran aset rumah tangga untuk adaptasi, termasuk modal alam (air dan tanah), modal manusia (termasuk tenaga kerja) , keuangan, fisik, dan sosial. Untuk mengurangi kerentanan dari waktu ke waktu, kendala pada akses ke sumber daya utama harus diatasi, sehingga rumah tangga fleksibel untuk mengurangi eksposur mereka dan meningkatkan kapasitas adaptasi mereka ke beberapa stres yang mereka hadapi. Mengakses Adaptasi : Berbagai Tekanan Dalam Sumber Penghidupan di Dataran Tinggi Bolivia Di Bawah Perubahan Iklim (Acesssing Adaptation : Multiple Stressor on Livelihood in the Bolivian Higlands Under a Changing Climate) Pendahuluan Sebagai negara yang hanya berkontribusi 0,4 % emisi karbondioksida dunia, Bolivia juga mengalami dampak global dalam perubahan temperatur, variabilitas hujan, musim dan suplai air. Para petani Bolivia merupakan kelompok yang paling mengalami kerentanan yang berkaitan dengan iklim dan kehilangan sumber penghidupan namun merupakan kelompok yang paling tidak mampu mengelola resiko tersebut. Perubahan iklim memperparah kesenjangan global terutama pada kerentanan kesenjangan sosial. Kerentanan merupakan kepekaan terhadap bahaya, yang merepresentasikan fungsi pemaparan dan sensitivitas terhadap bahaya pada populasi dan kemampuan meresponnya atau kapasitas adaptif. Resiko ini bersifat eksogen terhadap masyarakat. Model resiko bahaya mempertahankan kapasitas adaptif dan sensitiftas bersifat tetap, yang memetakan bahaya terkait perubahan iklim pada lanskap sosial statis dalam rangka mengestimasi dampak utama dari suatu kejadian bahaya dalam bentuk jumlah kerusakan yang dialami oleh suatu sistem sebagai hasil perjumpaan dengan bahaya. Sedangkan kapasitas adaptif merupakan, pemaparan dan sensitivitas bersifat tidak tetap, namun bervariasi dari waktu ke waktu dan populasi, sesuai kerusakan yang dialaminya. Misalnya petani kecil yang sangat rentan terhadap kerawanan pangan terkait iklim, bukan disebabakan oleh kekeringan, melainkan oleh keterbatasan infrastruktur dan input untuk melindungi mereka dari pemaparan, produktivitas yang rendah, fluktuasi pasar dan sumberdaya yang terbatas untuk beradaptasi. Pada beberapa model sebelumnya, variabel sosial digunakan untuk model resiko bahaya untuk menghitung sensitivitas atau kapasitas adaptif. Model ini tidak menjelaskan bagaimana suatu kelompok lebih terkena dampak atau sensitif terhadap bahaya dan kurang mampu dalam meresponnya. Oleh karena itu, tanpa mengidentifikasi kenapa dan bagaimana resiko dan kapasitas adaptif terdistribusi dalam populasi, maka mengurangi kerentanan merupakan hal sulit. Pendekatan sumber penghidupan terhadap analisis kerentanan berupaya untuk mengidentifikasi akar penyebab kerentanan untuk menjelaskan siapa yang mudah rentan, kenapa, dan bagaimana akar penyebab dapat diatasi. Sementara bahaya fisik merupakan tekanan dari luar, resiko konsekuensi yang merugikan terkait dengan bahaya yang dibedakan secara sosial dan diproduksi melalui proses, kejadian dan sistenal dari masyarakat. Banyak analis yang mempertimbangkan bahwa kerentanan tergantung pada variabel sosial seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, partisipasi politik dan kemiskinan. Faktor-faktor ini merupakan manifestasi dari akses terhadp sumberdaya, mulai dari sosial hingga aset finansial. Kerentanan ditentukan bukan hanya respon dari ketergantungan individu terhadap sumberdaya, tetapi juga oleh ketersediaan dari sumberdaya tersebut dan lebih penting lagi oleh hak individu atau kelompok untuk memperoleh sumberdaya. Proses sosial menentukan distribusi sumberdaya dan menyebabkan kelompok tertentu lebih terkena resiko dan kurang mampu beradaptasi. Kerentanan dapat dikurangi dan kapsitas adaptif dapat ditingkatkan, dengan memungkinkan akses terhadap sumberdaya. Rumah tangga yang rentan menggunakan sumberdaya terbatas untuk merespon terhadap rangkaian perubahan tekanan, seperti sosial, ekonomi, politik dan tekanan sosial. Tekanan merupakan kejadian, kecenderungan, kebijakan dan proses yang menghabiskan ketersediaan sumberdaya atau secara sistematis mengubah akses sumberdaya. Kelompok marginal harus secara konstan mengelola tekanan dalam kehidupan mereka. Usaha mereka untuk meminimalisasi resiko dalam periode jangka pendek dapat mengurangi basis aset mereka dan menurunkan kemampuan untuk menghadapi resiko masa mendatang, sehingga menciptakan kerentanan. Beberapa komunitas dapat beradaptasi terhadap perubahan dari waktu ke waktu untuk mengurangi kerentanan mereka, sementara pengalaman tekanan dari komunitas lain melampaui kapasitas adaptif mereka dan memperdalam kerentanan. Proses adaptasi terhadap bebagai tekanan sulit untuk dipahami dan memerlukan pengetahuan yang dalam pada hubungan adaptasi, aset dan multi tekanan. Artikel ini bermaksud menganalisis kemapuan adaptasi komunitas pertanian marjinal di dataran tinggi Bolivia, wilayah yang pernah kemunduran glasial dan hilangnya keberadaan suplai air. Beberapa pertanyaan penelitian yaitu bagaimana pengalaman petani menghadapi berbagai tekanan dan bagaimana rumah tangga merespons dan berinteraksi untuk menata ulang asetnya. Secara spesifik dengan mengeksplorasi trade-off yang dilakukan rumah tangga untuk menyesuaikan kemampuan adaptasi. Dimulai dengan mempertimbangkan adaptasi sebagai keputusan berbasis aset dan meletakkan adaptasi sebagai bagian dari strategi sumber penghidupan untuk menghadapi berbagai tekanan. Hal ini mengarahkan pada adopsi pendekatan sumber penghidupan terhadap akses sumberdaya sebagai satu kesatuan kerangka dengan menyajikan data empir adaptasi petani terhadap berbagai tekanan dari waktu ke waktu. Kerentanan Sebagai Keterbatasan Akses Kelompok rentan adalah kelompok yang terkena dan memiliki adaptasi yang lemah terhadap tekanan. Adapatasi muncul sebagai respon terhadap berbagai tekanan dalam rangka mengatur ulang akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan. Pendekatan sumber penghidupan terhadap akses memungkinkan kita mengikuti proses adaptasi terhadap berbagai tekanan dari waktu ke waktu, dengan mengidentifikasi bagaimana aset diperoleh, dibatasi dan digunakan. Beberapa hal yang mendasari adaptasi adalah : (1) aset sebagai landasan dari adaptasi, (2) adaptasi terhadap berbagai tekanan merupakan perspektif dari sumber penghidupan, dan (3) akses sebagai kerangka dari adaptasi. Aset Sebagai Landasan Adaptasi Adaptasi mengacu pada penyesuaian sistem sosio ekologi terhadap tekanan iklim dalam rangka mengurangi bahaya atau mengambil peluang. Adaptasi menyiratkan reorientasi sebuah sistem untuk menghindari kerusakan atau mengambil keuntungan dari perubahan yang terjadi, juga mencakup kemampuan untuk bertahan dalam kondisi terbatas. Adaptasi yang berhasil menyiratkan sebah sistem dapat mengatasi kerusakan tanpa meronrong kemampuan respon pada masa yang akan datang. Kebanyakan pilihan adaptasi adalah mengurangi untuk mengurangi pemaparan dan sensitivitas atau meningkatkan kemapuan mengatasi, yang dibatasi oleh keberadaan aset dalam rumah tangga. Kapasitas adaptif merupakan kemampuan untuk menggunakan sekumpulan sumberdaya yang tersedia. Untuk meningkatkan kapasitas adaptif, rumah tangga harus mengembangkan basis asetnya (sumberdaya alam dan sumberdaya produktif maupun modal sosial dan sumberdaya manusia) baik itu yang tangibel maupun intangibel untuk mempertahankan hidupnya. Namun seringkali realokasi tidaklah cukup untuk menghindari kerusakan dan rumah tangga yang rentansering tidak mampu mengembangkan base asetnya, dikarenakan proses sosial, politik dan ekonomi menentukan distribusi aset di antara masyarakat. Adaptasi Terhadap Berbagai Tekanan Merupakan Perspektif Dari Sumber Penghidupan Adaptasi merupakan bagian dari strategi untuk mengelola keterbatasan sumberdaya untuk menghadapi berbagai tekanan, baik melalui subtitusi trade-off dan menarik aset modal yang lain. Tekanan yang tejadi dapat mentransformasi aset dan akses, dimana tekanan tersebut dapat mengurangi atau merealokasi sumberdaya yang tersedia untuk merespon masa depan atau meningkatkan pemaparan atau sensitivitas terhadap tekanan lainnya. Akses Sebagai Kerangka dari Adaptasi Berbagai tekanan berdampak pada keberadaan aset fundamental untuk strategi sumber penghidupan dan juga menentukan siapa yang dapat mengakses aset-aset tersebut. Aset bukan hanya terkait dengan hak, namun juga kekuasaan yang dapat melibatkan pencurian dan kekerasan. Kemampuan lebih luas dari sekedar hak. Dalam konteks perubahan iklim, tekanan fisik dapat menentukan kuantitas fisik dan kualitas dari sumberdaya. Kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya tergantung pada kemampuan atau mekanisme akses terhadap teknologi, konfigurasi lanskap, sosial kapital, kekerasan, atau pencurian. Adaptasi tergantung pada akses terhadap sumberdaya dan terikat dengan tekanan fisik dan sosial yang dialami oleh rumah tangga. Kritik terhadap konsep adapatasi yang selama ini menyalahkan korban, dengan bagaimana rumah tangga atau kelompok sosial yang rentan untuk menyesuaikan, dibandingkan struktur sosial yang menyebabkan kerentanan. Dengan memusatkan analisis pada akses, akar dari kerentanan dapat dipastikan dan opsi adaptasi dapat diidentifikasi pada level rumah tangga maupun sosial. Pendekatan ini memberikan pilihan kepada rumah tangga yang rentan, dengan meletakkan tanggung jawab adaptasi bukan pada kerentanannya, tetapi kepada institusi dan struktur sosial yang menciptakan kerentanan. Dengan memahami adaptasi terhadap berbagai tekanan dalam kerangka akses terhadap aset akan mengarahkan pada kompleksitas dari kerentanan. Rumah tangga miskin umumnya tidak mampu merubah penggunaan aset jangka pendek mereka untuk adapatasi jangka panjang, sehingga mengubah konfigurasi akses yang ada berimplikasi pada strategi saat ini dan yang akan datang. Metodologi dan Area Studi Metodologi Pemilihan Kota Palca pada artikel ini dikarenakan oleh ketergantungannya pada pertanian skala kecil sebagai sumber pendapatan, dan suplai air yang berasal dari sungai gletser dan aliran salju yang mencair yang berkurang seiring perubahan iklim. Dengan kerangka kajian kerentanan partisipatif yang bertujuan untuk memahami bagaimana petani memandang dan merespon terhadap tekanan-tekanan dalam kehidupan mereka. Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini bernuansa pemahaman terhadap keputusan adaptasi dan kerentanan dari perspektif petani sendiri. Penelitian dilakukan dengan melakukan interview semi struktural terhadap 60 kepala rumah tangga di lima komunitas pertanian Aymara pada level ketinggian berbeda di sepanjang daerah aliran Sungai Choquecota antara bulan Maret dan Agustus tahun 2008. Dengan menggunakan snowball sampling dimulai dengan menginterview informan kunci, termasuk di dalamnya para pemimpin dan tetua adat. Sistem kepemimpinan tradisional memandatkan kepada seluruh rumah tangga secara bergiliran menjadi pemimpin dengan latar belakang sosial ekonomi yang beragam, yang umumnya didominasi laki-laki. Para informan tersebut kemudian menyediakan referensi tambahan partisipan dan didalamnya menyertakan wanita kepala rumah tangga. Usia para pemilik lahan tersebut rata-rata 32 tahun untuk laki-laki dan 28 tahun untuk perempuan dari variasi usia 18 hingga 70 tahun. Interview dilaksanakan untuk mendiskusikan bagaimana sumber penghidupan mereka terstruktur berdasar prioritas mereka, termasuk di dalamnya : siapa yang menyediakan tenaga kerja untuk tugas tertentu, berapa banyak tanah dan air yang dimiliki petani, siapa yang membuat keputusan rumah tangga dan komunitas dan bagaimana pendapatan dihasilkan, serta bagaimana strategi untuk merespon perubahan tekanan. Sebagai tambahan, aktor institusional, seperti pegawai pemerintah dan representasi organisasi pemberi bantuan, untuk memberikan perspektif pada aset kelembagaan untuk adaptasi, meskipun tidak semuanya dapat diakses oleh petani Palca. Area Studi Daerah Aliran Sungai Choquecota terletak di Kota Palca, tepatnya 20 km sebelah tenggara Ibukota Bolivi, La Paz, di kawasan perbukitan sebelah barat pegunungan Andes. Jumlah populasinya mencapai 14.000 orang pada area 740 km2. Sebanyak 140 km2 berada di daerah sepanjang DAS Choquecota, dimana alirannya berasal dari Gunung Mururuta yang mennyuplai air ke perbukitan di bawahnya. Sebagai wilayah pedesaan, 70 % populasi Kota Palca bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber pendapatan. Hampir 80 % masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan, dan menderita rawan pangan. Infrastruktur yang ada terbatas, hanya seperlima lahan yang tersedia merupakan lahan irigasi dan tidak ada jalan yang beraspal. 90 % penduduknya beretnis Aymara dengan 84 % menggunakan bahasa Aymara sebagai bahasa utamanya.Kebanyakan populasi asli Palca bekerja pada Hacienda, sebuah sistem pertanian semi feodal, dimana mereka diberikan hak untuk membuat perkebunan besar menggunakan tenaga kerja yang dipasok dari kaum terlantar. Palca berkarakter sub tropis dan iklim dataran tinggi. Kota Palca berada pada ketinggian 3400 m, dengan rata-rata tahunan temperatur tertinggi 22,4oCdan temperatur terendah 5oC, curah hujan rata-rata 557 mm dengan variabilitas yang tinggi antar musimnya (curah hujan tertinggi antara bulan November dan Maret). Wilayah Andea ini telah mengalami peningkatan kejadian musim dingin dan variab intensitas curah hujan. DAS Choquecota kehilangan 18% aliran permukaannya sejak tahun 1983 dan diperkirakan menghilang sebelum tahun 2040. Pertanian Andean dan Iklim Sistem pertanian Andean telah bertahan berabad-abad dalam variabilitas iklim yang tinggi. Para petani diindikasikan telah lama bertahan dari variabilitas iklim dan kejadian luar biasa. Untuk bertahan dari bahaya iklim tersebut, strategi yang digunakan difokuskan pada ketersediaan bahan pangan melalui diversifikasi tanaman, distribusi spasial lahan, lumbung pangan, tanah dan tenaga kerja komunal, dan peternakan. Di wilayah Palca, tanaman keras seperti umbi-umbian, gandum dan kina biasanya ditanam di lahan tadah hujan pegunungan, sementara pada wilayah yang lebih rendah, lahan beririgasi yang memproduksi jagung, kacang-kacangan dan kacang polong. Para keluarga juga memiliki lahan pertanian kecil yang tersebar di seluruh lembah pada lokasi geografis dan ketinggian yang berbeda. Rumah tangga juga mengkonsumsi pangan bervariasi pada tahun yang baik dan mendiversifikasikan varietas tanaman dan lahan pada tahun yang buruk. Pada tahun kering dimana produksi rendah, petani bertahan pada tanaman beririgasi terbatas dan cadangan pangan mereka. Peternakan babi dan daging unggas juga dapat menjadi sumber penghasilan. Lahan komunal dan berbagi tenaga kerja merupakan komponen esensial dari sistem pertanian adat Andean. Skema rotasi tradisional pada lahan tadah hujan komunal, dilakukan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Berbagai Paparan dan Adaptasi di Palca Rumah tangga pertanian Palca mengalami berbagai tekanan dalam kehidupan mereka, beberapa di antaranya telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Berdasarkan persepsi petani terhadap tekanan dan strategi adaptasi, penulis melakukan observasi dalam dua periode, yaitu periode tekanan sosial dan ekonomi, diikuti periode intensifnya tekanan iklim saat ini. Penulis memfokuskan aset yang patisipan identifikasi sebagai yang paling terpengaruh oleh berbagai tekanan dan membutuhkan adaptasi, termasuk lahan, air, tenaga kerja, sumberdaya finansial, dan modal sosial dan sumberdaya manusia. Tekanan Sosial dan Adaptasinya Hasil penelitian menjelaskan bahwa petani mengidentifikasikan berbagai tekanan dan ekonomi yang berkembang dari waktu ke waktu, antara lain kelangkaan lahan, ketidakpastian dalam pasar pertanian dan tenaga kerja, dan marginalisasi institusional, yang menyebabkan terbatasnya akses pada aset. Sebagai respon, petani beradaptasi dengan mengintensifkan produksi tanaman komersial, melengkapi dengan pendapatan dari kegiatan off-farm, dan bersandar pada institusi komunitas. Kelangkaan Lahan Di Wilayah Palca, pertanian individual biasanya berada di wilayah lembah, sementara di wilayah perbukitan merupakan wilayah pertanian komunal. Bagi masyarakat di Palca, kebebasan dari hacienda adalah suatu perayaan, namun akses terhadap lahan menjadi suatu permasalahan. Terjadi pembagian lahan dari generasi ke generasi, sehingga kebanyakan keluarga hanya memiliki kurang dari satu hektar lahan, bahkan beberapa di antaranya hanya 500 m2yang disebut minifundios. Beberapa petani di Palca membeli lahan di luar Palca, tetapi kebanyakan partisipan tidak dapat memperoleh akses tambahan lain disebabkan oleh ketidakcukupan sumberdaya ekonomi. Minifundios menyebabkan petani tidak mempraktekkan metode tradisional difersikasi dan rotasi. Beberapa rumah tangga telah beralih pada ketergantungan di bidang peternakan dan penggembalaan secara berkelompok. Banyak rumah tangga merespon dengan memprioritaskan pada tanaman dengan produktivitas tinggi per hektar, seperti kentang, atau tanaman yang menghasilkan keuntungan lebih besar, seperti sayur-sayuran, untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan uang tunai. Petani juga melakukan upayanintensifikasi untuk meningkatkan produktivitas. Tanaman bersifat subsisten ditanamn di lahan tadah hujan, sementara pada lahan irigasi digunakan untuk memproduksi tanaman komersial berkualitas, seperti sayuran dan kentang. Intensifikasi produksi ini memerlukan pengeluaran terhadap input, terutama pada lahan irigasi yang membuat pupuk menjadi penting, pestisida untuk hama dan penyakit tanaman dan benih yang dibeli dibandingkan dengan memproduksi sendiri. Sistem intensifikasi membutuhkan leih banyak tenaga kerja untuk pengairan, fumigasi dan pemupukan dan memasarkan hasilnya ke pasar, dimana input memerlukan uang tunai, yang menciotakan ketergantungan lebih jauh terhadap pasar. Ketidakpastian Pasar Ketergantungan pada tanaman komersial menciptakan pemaparan lebih besar terhadap harga pasar pertanian, sementara kebutuhan akan pendapatan lebih memicu kebutuhan harga yang lebih tinggi. Fluktuasi harga pasar direspon oleh petani dengan pemilihan waktu tanamn dan waktu panen menyesuaikan diri pada harga pasar yang bergejolak, dan menghemat input tenaga kerja melalui penggunaan tenaga kerja diantara anggota keluarga. Akses petani terhadap pasar terbatas walaupun pada saat harga pasar baik dikarenakan pihak ketiga mengambilnya dari mereka dan petani hanya memperoleh fraksi keuntungan. Ketidakcukupan tanah, pendapatan dan lapangan kerja di pedesaan dijawab melalui mendorong anggota komunitas untuk bermigrasi ke wilayah dekat perkotaan atau pertambangan. Ketika anggota keluarga produktif pergi, menyebabkan lahan pertanian yang dimiliki kurang pengelolaan. Beberapa rumah tangga saat ini bergantung pada kegiatan non pertanian yang pendapatannya rendah untuk membiayai input bagi pertanian yang intensif, yang seringkali tidak mencukupi. Peralihan kepada tanaman komersial mengintroduksi pada pemaparan yang lebih besar pada pasar tenaga kerja, dimana sumberdaya manusia terbatas untuk merespon berbagai tekanan. Pada saat yang sama, kelangkaan lahan dan kebutuhan uang tunai telah merubah praktek tenaga kerja tradisional. Beberapa petani yang memiliki kesulitan lahan dan keuangan, akan saling menjadi buruh ke pertanian tetangganya, dibandingkan ikut pasar tenaga tradisional. Hal ini menunjukkan modal sosial menjadi bukti subtitusi esensial dibandingkan institusi formal. Marginalisasi Institusional Sejarah panjang rasisme Bolivia terus berlanjut. Banyak institusi sektor publik dan swasta tidak dapat diakses oleh petani dikarenakan sistem dikriminasi terhadap penduduk asli. Hal ini menyebabkan petani tidak dapat mengakses jasa dan modal seperti pinjaman perbankan. Selain itu, pendidikan di kawasan pedesaan sangat buruk, yang diperparah keterbatasan budaya. Akibatnya pelajar pedesaan melewatkan peluang untuk pendidikan yang lebih tinggi dan pelatihan kerja. Kegagalan institusional membuat akses terhadap modal fisik, termasuk infrastruktur ditentukan oleh partisipan yang ada. Kebutuhan petani untuk jalan dan jembatan penghubung Palca, saluran irigasi dan sumber air minum menjadi bagian dari penyalahgunaan anggaran oleh politisi daerah. Di lain pihak, serikat agraria terus menjadi institusi primer yang berperan dalam komunitas, mulai dari penyelesaian konflik untuk memperoleh perawatan infrastruktur. Mereka melakukan pengorganisasian perbaikan saluran, jalan, klinik dan gedung sekolah, meskipun dengan keterbatasan sumberdaya ekonomi terutama dalam penyediaan material konstruksi. Tekanan dan Adaptasi Perubahan Iklim Hasil observasi pada para peserta interview menjelaskan bukti perubahan iklim antara lain berupa kelangkaan air, meningkatnya temperatur dan meningkatnya variabilitas iklim. Para petani telah meresponnya dengan perubahan pola tanam dan strategi penggunaan air, namun keterbatasan sumberdaya ekonomi dan dukungan institusi menghalangi tindakan lebih lanjut. Adaptasi terkait iklim memiliki batasan karena produksi berorientasi pasar memliki sensitivitas yang tinggi terhadap iklim. Kelangkaan Air Dalam satu hingga dua dekade yang lalu, para petani mencatat kecenderungan keterlambatan musim hujan dengan curah hujan yang rendah, dan penurunan aliran sungai sebagai akibat menghilangnya gletser. Kelangkaan air mulai berdampak pada produksi pertanian, ketika tekanan iklim berinteraksi dengan tekanan sosial untuk meningkatkan pemaparan dan sensitivitas. Ketika hujan tidak dapat diandalkan, dan tenaga kerja meningkat nilainya untuk kegiatan non pertanian, para petani mulai enggan untuk berinvestasi di lahan perbukitan dengan produksi yang rendah. Mereka mulai meninggalkan atau mengurangi produksi dataran tinggi, dan beralih ke tanaman komersial beririgasi dan kegiatan non pertanian. Penurunan curah hujan dan tekanan pasar dikombinasikan dengan kelangkaan lahan, mengurangi utilitas dan nilai beberapa lahan, dan mengintensifkan tekanan pada lahan irigasi dan suplai air. Tanpa meningkatkan akses terhadap air atau mengembangkan strategi adaptif efisiensi untuk menghadapi kelangkaan air yang dapat meningkatkan sensistivitas dan paparan terhadap tekanan sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, beberapa petani merespon penundaan musim hujan dan kelangkaan dengan menunggu hingga terdapat cukup banyak air irigasi untuk bercocok tanam. Keterlambatan pemanenan menyebabkan petani menjual dengan harga murah pada panen raya. Beberapa lainnya beradaptasi dengan mengalokasikan tenaga kerja melalui irigasi pada malam hari yang lebih sedikit kompetisi mendapatkan airnya. Dan disinilah peran komite pengelolaan air irigasi untuk mendistribusikan secara merata saat musim kering, atau mendorong kolektivitas petani untuk memelihara salurannya. Peningkatan Temperatur Peningkatan temperatur ini oleh kebanyakan para partisipan terekspos selama dua dekade, melalui variasi cara : meningkatnya temperatur, perubahan kultivasi, meningkatnya hama dan penyakit, dan evaporasi air irigasi yang tinggi. Kondisi ini membuat beberapa petani di dataran lebih rendah untuk menanam buah-buahan dan mendapatkan keuntungan dari kondisi demikian. Petani lainnya ingin melakukan investasi pada melati, tetapi mengalami ketidakcukupan sumberdaya ekonomi dan pengetahuan teknis menjadi penghalang. Dalam kondisi demikian, kapasitas adaptif dari kelompok dan marjinal dibatasi oleh ketidakmampuan untuk mengambil manfaat kesempatan untuk meraih keuntungan dari resiko. Tidak hanya tanaman yang dapat bertahan hidup pada elevasi tinggi, hama yang dapat merusak tanaman juga meningkat seiring meningkatnya temperatur, yang menyebakan penurunan kualitas dan kuantitas produk pertanian dikarenakan pengetahuan petani yang kurang. Pada kondisi ini, tekanan iklim menyatu dengan tekanan sosial yang melipatgandakan dampak terhadap rumah tangga, sementara strategi adaptasi tidak kompatibel terhadap perbedaan tekana, dimana akses untuk kebutuhan sumberdaya terhalang. Dalam merespon hama, petani menggunakan lebih banyak pestisida dengan biaya signifikan. Lebih jauh hal ini membatasi sumberdaya ekonomi dan meningkatkan kebutuhan uang tunai, bahkan mengetatkan produksi pertanian rumah tangga terhadap pasar. Yang paling banyak termarjinalisasi adalah yang paling sedikit memiliki kemampuan memperoleh keuntungan dari investasi mereka, sebanyak para petani yang tidak yakin bahan kimia mana yang digunakan dan nasehat siapa yang diikuti terjkait hal tersebut. Disinilah peran NGO melakukan asustensi teknis, namun tidak ada perpanjangan pemerintah yang turut serta. Akselerasi evaporasi dari air irigasi juga terlihat sebagai indikasi meningkatnya pemanasan. Berhubungan dengan kelangkaan air tersebut, meningkatkan sistem irigasi adalah sesuatu yang di luar jangkauandan irigasi pada waktu malam merupakan solusi, yang menolong dari hilangnya kelembaban tanah yang tinggi. Kejadian Luar Biasa Berdasarkan hasil laporan petani dalam tahun-tahun belakangan ini bahwa curah hujan, badai dan keberadaan salju menjadi lebih ekstrim dan kurang dapat diprediksi. Laporan petani menyatakan intensitas hujan meningkat dalam interval yang pendek. Banjir bandang telah melenyapkan pola tanamn dan menyebakan hilangnya saluran irigasi, dan berdampak pada infrastruktur dan ketidakpastian produksi pertanian. Catatan petani juga menunjukkan badai mulai menjadi lebih intensif, salju lebih sering turun dan keduanya sulit untuk diprediksi. Beberapa upaya terhadap badai dan salju adalah dengan secara gradual bercocok tanamn di lahan mereka, merelakan sebagian tanaman mereka dibandingkan mengorbankan keseluruhan pada saat salju terakhir. Ukuran resiko ini juga melindungi terhadap rendahnya harga pasar pada saat panen dan mengurangi kebutuhan tenaga kerja, membuat hal ini menjadi satu dari beberapa strategi yang sesuai dengan tekanan iklim dan sosial. Di sisi lain, penundaan hujan mengurangi musim tanam da membatasi produksi yang dapat diproleh melalui metoda ini. Tanaman komersial, seperti sayuran sangat sensitif terhadap badai, sehingga mengurangi jumlah produksi dan menurunkan harga. Namun hal ini masih dapat diterima untuk memperoleh pendapatan rumah tangga dan ketahanan pangan. Saat salju dan badai datang, terbatas opsi adpatasi. Rumah kaca merupakan salah satu solusi potensial, meskipun tidak ada anggota komunitas memperoleh akses terhadap modal fisik ini. Ketika tanaman rusak dan produksi rendah, peternakan menjadi potensi menjaga kesejahteraan. Namun dikarenakan rumah tangga hanya memiliki beberapa binatang ternak, sumberdaya ini akan cepat habis dan menurunkan basis aset dari rumah tangga untuk merespon gangguan selanjutnya. Suatu pilihan trade-off yang sulit dalam jangka pendek ketika petani beralih dari sektor utama kepada peternakan sebagai alternatif dari kondisi ketidakpastian, karena ternak tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi iklim, sedikit tenaga kerhja digunakan dan digembalakan di lahan komunal. Namun bagi kaum termiskin, mereka tetap tidak memiliki kemampuan memanfaatkan keuntungan ini sebagai peluang dikarenakan keterbatasan akses . Diskusi dan Kesimpulan Perubahan iklim yang dialami oleh para petani di Palca juga dialami oleh para petani di wilayah tersebut. Selain itu juga terdapat tekanan non iklim yang dialmi juga oleh petani. Dari hasil observasi diperoleh bahwa kunci dari adaptasi adalah lahan, air, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, modal sosial dan modal finansial, yang semuanya sama penting bagi petani kecil. Sebelum tekanan perubahan iklim, tekanan sosial telah membatasi akses petani, yang membuat petani beralih untuk sumber penghidupan yang berorientasi pasar untuk meningkatkan sensitivitas terhadap tekanan iklim. Saat tekanan-tekanan tersebut menyatu, kemampuan untuk memobilisasi aset berubah menjadi kendala, membuat pilihan adaptasi menjadi saling ketergantungan dabn bahkan saling kontradiktif. Lahan sebagai aset petani paling penting, karena semakin besar kepemilikan lahan mebuat fleksibilitas dalam opsi produksi. Menurunnya kepemilikan lahan dan terbatasnya akses dan sumberdaya ekonomi membentuk intensifikasi produksi tanaman komersial. Adaptasi ini meningkatkan sensitivitas terhadap pasar dan tekanan iklim, termasuk serangan hama dan kejadian luar biasa yang merusak nilai dan kualitas dari produk pertanian. Namun petani Palca mengalami kehilangan pendapatan dan kerawanan pangan seiring main kecilnya kepemilikan lahan. Keberadaan hak milik komunal/adat dapat menurunkan kerentanan. Akan tetapi kebanyakan komunitas tidak lagi memiliki lahan untuk mempraktekkan sistem management komunal. Beberapa masih memiliki lahan komunal, namun tidak memiliki akses terhadap aset finansial, terutama untuk menyediakan binatang ternak yang cukup untuk bertahan. Akses terhadap air dipengaruhi oleh faktor iklim dan sosial yang membentuk adaptasi. Tekanan air yang terjadi Palca disebabkan oleh perubahan curah hujan, evaporasi dan berkurangnya gletser, dan juga permintaan yang tinggi terhadap produksi tanaman komersial. Keberadaan lahan curah hujan yang kurang sustainabel menyebabkan pengairan menjadi lebih esensial. Infrastruktur irigasi yang buruk, kesulitan kredit dan ketiadaan asistensi teknik kesemuanya membatasi akses melalui penurunan kemampuan untuk memperoleh keuntungan dari air yang tersedia. Penundaan curah hujan mempengaruhi strategi adaptasi karena tanaman tidak bisa dikembangkan pada awal waktu dan keterlambatan bercocok tanam berisiko terhadap musim dingin. Sumberdaya manusia merupakan hal esensial dalam adaptasi. Di Palca, tenaga kerja beralih pada meningkatnya kegiatan non pertanian yang mempengaruhi intensifikasi pertanian. Sementara adaptasi perubahan memerlukan peningkatan tenaga kerja dalam rangka intensifikasi pertanian. Perlakuan rasisme yang terjadi di Palca mengahlangi akses terhadap modal sumberdaya manusia sebagai input. Keberadaan modal sosial dapat membantu rumah tangga untuk beradaptasi dan mengelola secara kolektif pada akses perubahan sumberdaya. Salah satu aset kunci modal sosial di Palca adalah kekuatan institusi komunitasnya. Walaupun tanpa dukungan institusi formal, pemenuhan infrastruktur pertanian sederhana dapat dilakukan dengan mengembangkan modal sosial tersebut. Akses terhadap modal finansial merupakan bagian yang esensial bagi para petani kecil untuk beradaptasi. Namun marginalisasi institusional menghalangi akses. Keberadaan modal finansial ini digunakan untuk mengembangkan investasi tanaman komersial yang berorientasi pasar dan memiliki nilai jual tinggi, yang meningkatkan pendapatan petani. Kepemilikan lahan yang kecil dan kebutuhan finansial membatasi beberapa opsi adaptasi. Tekanan-tekanan yang muncul ini memiliki potensi untuk meningkat dari tahun ke tahun di masa yang akan datang. Tekanan perubahan iklim di dataran tinggi Bolivia seperti meningkatnya temperatur, menghilang sumber air, ditambah kelangkaan lahan dan ketiadaan dukungan institusi formal akan makin meningkatkan kerentanan. Kerentanan ini hanya akan berkurang jika petani memiliki fleksibilitas dalam mengelola perubahan tekanan dari sumber penghidupan mereka. Hal ini berarti meningkatkan pilihan sumber penghidupan terhadap para petani yang rentan melalui meningkatnya akses terhadap sumberdaya dan terhadap modal sosial dan sumberdaya manusia. . CRITICAL REVIEW Pendahuluan Secara umum, apa yang yang melandasi penelitian, masalah dan tujuan dalam artikel jurnal ini telah cukup dijelaskan dan konsisten dengan judul jurnal yang dikembangkan oleh penulis. Gambaran latar belakang secara terperinci dan terstruktur, dimulai dari definisi dampak perubahan iklim, individu atau kelompok mengalami dampak dari perubahan iklim, beberapa penelitian terdahulu, pendekatan kebaharuan dari penelitian dikaitkan beberapa penelitian terdahulu. Kemudian semuanya dirangkum dalam perumusan masalah melalui berbagai pertanyaan penelitian terkait pendekatan yang digunakan. Kemudian dari permasalahan-permasalahan tersebut dikembangkan untuk tujuan penelitian. Perubahan iklim memberikan pengaruh pada perubahan temperatur, variabilitas curah hujan dan perubahan musim serta ketersediaan air. Salah satu kelompok yang rentan terhadap dampak perubahan iklim adalah para petani. Beberapa penelitian terdahulu menjelaskan bahwa bagaimana pengaruh perubahan iklim dan bagaimana kapasitas adaptif dari kelompok yang terkena dampak, namun tidak menjelaskan kenapa dan bagaimana proses pengaruh tersebut terjadi. Dengan penelitian ini, digunakan pendekatan sumber penghidupan untuk melihat kelompok mana yang terkena pengaruh perubahan iklim, kenapa dan bagaimana proses tersebut dapat terjadi. Tujuan yang dikembangkan penulis berupa analisa kemampuan adaptasi komunitas pertanian di dataran tinggi Bolivia terhadap perubahan iklim dalam artikel jurnal ini telah mengacu pada judul artikel dan latar belakang dari penulisan serta poin-poin permasalahan. Metodologi Kota Palca mempunyai penduduk yang mayoritas pengahasilan utamanya adalah bertani. (INE-PNUD, 2005) dan irigasi yang digunakan untuk bertani bersumber dari gletser yang mencair oleh karena perubahan iklim (Ramirez, 2008). Perubahan iklim merupakan pengaruh utama terhadap kerentanan masyarakat tani. Kerentanan tersebut mengakibatkan perubahan pendapatan penduduk karena sumberdaya yang tidak stabil. (van Aalst et al., 2008). Metode kualitatif digunakan sebagai alat untuk meneliti suatu keputusan penduduk beradaptasi dan tingkat kerentanan petani (Belliveau et al., 2006; Miller et al., 2010). Diambil 60 responden di 5 (lima) desa pertanian Aymara yang secara geografis memiliki letak ketinggian yang berbeda pada dataran rendah sekitar sungai Choquecota. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Agustus 2008. Dari 60 responden, 32 responden diantaranya berjenis kelamin laki-laki dan 28 responden berjenis kelamin perempuan. Dengan usia responden berkisar 18-70 tahun. Pertama, surveyor mewawancarai responden kunci (tokoh masyarakat, tetua yang dihormati) dan kemudian digunakan snowball sampling (Ritchie dan Lewis, 2003) untuk mendapatkan responden berikutnya. Sistem tradisional, mandat kepemimpinan dipercayakan oleh kepala rumah tangga untuk menjadi pemimpin masyarakat yang didominasi oleh kaum laki-laki. Kemudian untuk membuat keragaman data (heterogenitas) dalam penelitian, maka sebagian responden yang dipilih kepala rumah tangga perempuan. Materi wawancara memfokuskan pada strategi mata pencaharian dan tekanan, kemudian secara khusus yang berhubungan dengan perubahan iklim (Wandel et al., 2005). Data petani tidak merangkum peringkat aset, melainkan bagaimana matapencaharian mereka dilakukan dalam urutan prioritas dan strategi untuk merespon perubahan tekanan. Selain petani, aktor institusional termasuk pejabat pemerintah dan LSM untuk memberikan perspektif atas aset kelembagaan yang tersedia untuk beradaptasi. Jadi, penulis telah menggunakan metodologi yang sesuai untuk menjawab tujuan penelitian. Penarikan contoh yang digunakan juga mempunyai kaidah statistika yaitu konsep random meskipun di awal wawancara responden telah ditentukan. Namun demikian, metodologi pengumpulan data seyogyanya menggunakan prinsip random murni. Sehingga seluruh petani calon responden mempunyai kesempatan yang sama untuk diwawancarai. Selanjutnya, untuk bisa menangkap perubahan penghasilan oleh karena tekanan dan pengaruh iklim, seyogyanya penelitian ini membandingkan data seri dari beberapa tahun sebelumnya. Oleh karena itu, metode kuantitatif akan lebih berhasil dalam menjawab bagaimana perubahan penghasilan sebagai akibat perubahan iklim tersebut dapat ditangkap melalui data seri dan data wawancara langsung. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian yang diperoleh penulis telah menjelaskan apa yang menjadi tujuan yang dikembangkan dari permasalahan-permasalahan dalam artikel ini. Secara struktur, hasil penelitian sudah cukup terstruktur dan sistematis. Setiap poin utama kemudian dijelaskan kembali secara terstruktur dalam sub-sub poin yang terperinci dan jelas. Dari hasil pembahasan yang dikemukanan oleh penulis bahwa di daerah penelitian mempunyai adaptasi penduduk dan tekanan sosial karena para petani selalu mengalami kerugian. Beberapa faktor pembatas dalam usaha pertanian di area penelitian adalah adanya keterbatasan lahan (rata-rata 500 m2). Petani telah mempunyai strategi untuk meningkatkan hasil produksi, yaitu untuk lahan yang kering dan beririgasi tadah hujan ditanami tanaman subsisten, sedangkan lahan yang beririgasi ditanami komoditas yang mempunyai nilai pasar tinggi. Namun demikian sering terjadi fluktuasi harga komoditas oleh karena ketidakpastian pasar. Peran institusional yang kurang dominan membuat produktivitas tidak optimal. Perubahan iklim membuat ketersediaan air kurang mencukupi untuk memproduksi komoditas pertanian. Kenaikan suhu serta kondisi ekstrem juga dibahas oleh penulis. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan Penulis menyimpulkan bahwa Petani di Palca melihat perubahan iklim merupakan faktor yang mempengaruhi pendapatan mereka dari matapencahaian bertani. Aset utama untuk adaptasi adalah: tanah, air, tenaga kerja dan modal manusia, modal sosial, dan modal (yang memungkinkan akses ke infrastruktur, pupuk, tanah, dll), yang merupakan hal yang sangat penting untuk petani. Sebelum perubahan iklim, petani mempunyai mata pencaharian produk pertanian yang berorientasi pasar dan hasilnya lebih dari cukup. Akses terhadap air dipengaruhi oleh faktor iklim dan sosial sebagai bentuk adaptasi (Liu et al, 2008;.. muda et al, 2010) yaitu sumber air selalu berubah akibat dari perubahan curah hujan, penguapan yang cepat, dan penurunan pencairan salju. Modal manusia, termasuk tenaga kerja merupakan hal yang penting dalam proses adaptasi, sedangkan kearifan lokal dapat memberikan modal manusia untuk beradaptasi. Akses modal, terutama kredit, sangat penting untuk adaptasi petani (Bryan et al., 2009;. Howden et al., 2007). Stres kemungkinan akan meningkat di tahun-tahun mendatang oleh karena perubahan iklim di dataran tinggi Bolivia (suhu terus meningkat, hujan tidak teratur). Namun, kerentanan hanya akan berkurang jika petani memiliki fleksibilitas untuk mengelola perubahan tekanan pada mata pencaharian mereka secara berkelanjutan (Duarte et al, 2007;. Reilly dan Schimmelpfennig, 2000). Metodologi ini dapat diterapkan di Indonesia dengan memilih lokasi yang mempunyai penduduk dengan matapencaharian bertani pada lahan kering dengan penguasaan lahan kurang dari 500m2. Sehingga sumber air yang diperoleh hanya menggantungkan dari datangnya hujan. Namun demikian, metodologi ini akan mengalami hambatan untuk diterapkan di Indonesia, di antaranya adalah bahwa untuk menangkap tekanan petani dan perubahan mata pencaharian petani akibat perubahan iklim tidak bisa dilakukan di Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa penduduk daerah kering di Indonesia rata-rata akan berpindah atau bermigrasi ke perkotaan untuk mendapatkan penghasilan. LAMPIRAN