MAKALAH KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
(TREND BISNIS ANAK MUDA)
MATA KULIAH KEWIRAUSAHAAN
Dosen Pengampu : Drs. Agus Salim Harahap, B.Sc., M.Si.
DISUSUN OLEH
Nama : David Kevin Handel Hutabarat
NIM : 190803100
S1 – MATEMATIKA
Semester – 4 Kelas - B
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah mata kuliah
kewirausahaan mengenai Kewirausahaan Sosial (Trend Bisnis Anak Muda). Tidak lupa juga
saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam
penyusunan makalah ini. Tentunya makalah ini tidak akan bisa saya selesaikan dengan baik
jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari
penyusunan hingga tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, dengan
rendah hati saya menerima kritik dan saran dari pembaca agar saya dapat mengetahui kesalahan
dalam penulisan makalah ini. Saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
dan inspirasi bagi para pembaca
Medan, 1 Mei 2021
David Kevin Hutabarat
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
BAB 1 ....................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 2
BAB 2 ....................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 3
2.1 Definisi Kewirausahaan Sosial ....................................................................................................... 3
2.2 Sifat Kewirausahaan Sosial............................................................................................................ 4
2.3 Peran Kewirausahaan Sosial ......................................................................................................... 7
2.4 Bentuk Kewirausahaan Sosial ....................................................................................................... 8
2.5 Proses Kewirausahaan Sosial ...................................................................................................... 10
2.6 Pelaku dan Praktek Penerapan Kewirausahaan Sosial ............................................................... 14
BAB 3 ..................................................................................................................................................... 17
PENUTUP ............................................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 17
3.2 Kritik dan Saran ........................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 18
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan pembangunan, ternyata tidak selamanya menghasilkan kesejahteraan bagi
seluruh warga negara. Hingga hari ini, belum semua kebutuhan dan kepentingan masyarakat
mampu dipenuhi oleh pemerintah. Berikut adalah ungkapan dari Nicholls (2008): ketika
kemajuan inovasi industri dan teknologi semakin mengemuka, hal tersebut juga meninggalkan
kita dengan ancaman ketidakpastian masa depan. Dengan ancaman serius dari kolapsnya
ekonomi dan lingkungan, penyakit yang parah, kelebihan populasi, perang, serta teror, maka
penduduk dunia memiliki banyak pekerjaan rumah. Usaha dari pihak pemerintah dan berbagai
lembaga lainnya, belum cukup untuk menanggulangi kecenderungan negatif ini. Maka harapan
terbaik untuk masa depan terletak pada kekuatan dan efektivitas dari mereka yang termotivasi
secara sosial, yang bersedia berjuang demi perubahan cara kita hidup, berpikir, dan
bertingkahlaku.
Maka, diberbagai belahan dunia, lahirnya beragam praktik dan gerakan dengan benah
merah yang sama yaitu usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan menyelesaikan beragam
permasalahan sosial secara mandiri. Ragam gerakan ini, kemudian dikenal dengan nama
kewirausahaan sosial. Salah satu pelopor aktivitas ini, yang kemudian membuat istilah
kewirausahaan sosial menjadi semakin populer adalah M. Yunus. Yunus (2011) menjelaskan
bahwa penghargaan Nobel Perdamaian sebagai seorang wirausaha sosial, didapatkan karena
keberhasilannya menciptakan bank untuk kaum miskin atau sering disebut sebagai Grameen
Bank. Sistem yang dibangun oleh bank ini, ternyata berhasil menurunkan tingkat kemiskinan
warga negara Bangladesh.
Seiring dengan itu, penamaan “wirausaha sosial” semakin menjadi populer dalam
beberapa tahun terakhir ini (Bornstein, 2006:1). Kewirausahaan sosial, seiring berjalannya
waktu, telah menjadi isu yang mendunia (Dees, 2001; Nichols, 2008). Gerakan ini, kemudian
semakin menyebar dan berkembang di berbagai wilayah di berbagai negara (Borstein, 2005,
Elkington, 2009). Selanjutnya, tidak hanya sekedar menyebar, gerakan ini juga telah mampu
memberikan dampak positif bagi anggota masyarakat. Skoll (2009:3) menyatakan bahwa
kewirausahaan sosial telah membawa dampak bagi masyarakat, seperti meningkatkan akses
kesehatan bagi kaum miskin, mendorong perdamaian pada daerah konflik, membantu petani
1
keluar dari kemiskinan dan lain-lain. Lebih jauh Skoll (2009:3) menjelaskan gerakan ini
merupakan antitesis dari program pembangunan berbasis sosial politik yang cenderung
memaksakan model top down kepada masyarakat.
Gelombang kewirausahaan sosial, ternyata juga sudah merambah Indonesia. Majalah
SWA menyatakan bahwa kewirausahaan sosial di Indonesia kian terbukti mampu
menyembuhkan berbagai penyakit sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan, dan kesehatan
masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa, kewirausahaan telah telah dapat memberikan
manfaat serta harapan baru bagi masyarakat luas untuk perbaikan taraf kehidupan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1. Apa definisi kewirausahaan sosial?
2. Bagaimana sifat kewirausahaan sosial?
3. Apa peran kewirausahaan sosial?
4. Bagaimana bentuk kewirausahaan sosial?
5. Bagaimana proses kewirausahaan sosial?
6. Bagaimana praktek penerapan kewirausahaan sosial?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi kewirausahaan sosial,
sifat kewirausahaan sosial beserta peran,bentuk dan prosesnya juga untuk mengetahui pelaku
dan praktek penerapan dari kewirausahaan sosial di kehidupan masyarakat.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kewirausahaan Sosial
Pada konteks kewirausahaan sosial, paling tidak akan ditemukan tiga istilah yang saling
berkaitan yaitu social enterpreneurship (kewirausahaan sosial), social enterpreneur
(wirausaha sosial atau orang yang melakukannya) dan social enterprise (lembaga/institusi atau
perusahaan sosial yang menaungi aktivitas kewirausahaan sosial). Menurut kelompok peneliti
EMES (Spear & Binet 2003 dalam Alex Nicholls. 2008: 15), definisi/makna dari elemen sosial
pada kewirausahaan sosial adalah:
a) An activity launched by a group of citizen
b) Decision making power not based on capital ownership
c) A participatory nature involving those affected by nature
d) Limited profit distribution
e) An explicit aim to benefit the community
Berdasarkan paparan diatas, elemen sosial dalam kewirausahaan sosial mengacu pada
sebuah aktivitas yang diinisiasi dan dilakukan oleh warga, tingkat pengambilan keputusan yang
tidak didasarkan pada kepemilikan modal, serta tujuan dan target yang jelas untuk menjadi
bermanfaat bagi masyarakat.
Pandangan para ahli mengenai kewirausahaan sosial bersifat multidimensi dan telah
banyak dikemukakan oleh para ahli. Menurut pendapat Cukier (2011), kewirausahaan sosial
(Social entrepreneurship) adalah sebuah istilah turunan dari entrepreneurship. Gabungan dari
dua kata, social yang artinya kemasyarakatan, dan entrepreneurship yang artinya
kewirausahaan. Pengertian sederhana dari social entrepreneur adalah seseorang yang mengerti
permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk melakukan
perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare),
pendidikan dan kesehatan (healthcare).
Selanjutnya Hulgard (2010), merangkum definisi kewirausahaan sosial dengan lebih
komprehensif, yaitu sebagai penciptaan nilai sosial yang dibentuk dengan cara bekerja sama
dengan orang lain atau organisasi masayarakat yang terlibat dalam suatu inovasi sosial yang
biasanya menyiratkan suatu kegiatan ekonomi.
3
Palesangi (2013) berpendapat bahwa definisi komprehensif dari Hulgard (2010) tersebut
memberikan pemahaman bahwa social entrepreneurship terdiri dari empat elemen utama,
yaitu:
a) Social Value. Ini merupakan elemen paling khas dari social entrepreneurship yakni
menciptakan manfaat sosial yang nyata bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
b) Civil Society. Social entrepreneurship pada umumnya berasal dari inisiatif dan
partisipasi masyarakat sipil dengan mengoptimalkan modal sosial yang ada di
masyarakat.
c) Innovation. Social entrepreneurship memecahkan masalah sosial dengan cara-cara
inovatif antara lain dengan memadukan kearifan lokal dan inovasi sosial.
d) Economic Activity. Social entrepreneurship yang berhasil pada umumnya dengan
menyeimbangkan antara antara aktivitas sosial dan aktivitas bisnis. Aktivitas
bisnis/ekonomi dikembangkan untuk menjamin kemandirian dan keberlanjutan misi
sosial organisasi.
Berdasarkan beberapa konsep di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan sosial
adalah suatu terobosan baru sebagai sebuah aktivitas bisnis dalam mengatasi masalah sosial
yang melibatkan penggunaan semua sumber daya secara inovatif untuk mempercepat
perubahan sosial dalam memenuhi kebutuhan sosial masyarakat.
2.2 Sifat Kewirausahaan Sosial
Kewirausahaan sosial didefinisikan sebagai aktivitas yang bernilai sosial dan inovatif yang
terjadi dalam atau lintas sektor non-profit, bisnis, dan pemerintahan. Stevenson & Wei- Skillern
(2006) menekankan pula bahwa karakteristik kewirausahaan sosial mencakup:
a) Inovasi, yang berarti kewirausahaan merupakan proses kreatif yang menggunakan
suatu kesempatan untuk menghasilan sesuatu yang baru
b) Penciptaan nilai sosial, dimana tujuan sosial dari kegiatan wirausaha sosial dinyatakan
dengan jelas.
c) Loci yang bermakna bahwa aktivitas kewirausahaan sosial terjadi dalam semua sektor
dan interaksi kolaboratifnya (Cartert & Evans, 2006:70).
Senada dengan pernyataan ahli di atas, Nicholls (2006:103) menyatakan kewirausahaan
sosial memiliki dimensi: socialibity, market orientation, dan innovation. Ketiga dimensi ini
4
merupakan satu kesatuan dalam konsep kewirausahaan sosial. Dimensi sosial mengandung
makna bahwa aktivitas wirausahawan sosial tidak lepas dari kegiatan yang terkait dengan
konteks kehidupan sosial misalnya terkait dengan pengentasan kemiskinan, pengangguran,
peningkatan kesehatan masyarakat, dan sebagainya, melibatkan berbagai pihak dalam
operasionalnya, dan mengandung makna bahwa aktivitas kewirausahaan ini dimaksudkan
untuk mencapai kesejahteraan sosial. Orientasi pasar menunjukkan bahwa aktivitas
kewirausahaan sosial dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan masyarakat melalui
usaha sosial (social entreprise).
Menurut Dees (2001) dalam Akmalur Rijal, dkk. (2018), wirausaha sosial memilki sifat :
a) Agen perubahan sosial. Sebagai agen perubahan sosial, wirausaha sosial mampu
mengadopsi misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial (bukan nilai
hanya pribadi) juga mengenali dan mengejar peluang baru untuk mewujudkan misi
tersebut.
b) Kreatif dan inovatif. Kreativitas merujuk kepada pembentukan ide-ide baru, sementara
inovasi adalah upaya untuk menghasilkan mengatasi masalah dengan menggunakan
ide-ide baru tersebut.
c) Disiplin dan Bekerja keras. Seorang wirausaha sosial melaksanakan kegiatannya
dengan penuh perhatian. Rasa tanggung jawabnya tinggi dan tidak mau menyerah,
walaupun dia dihadapkan pada rintangan yang mustahil diatasi.
d) Altruis. Wirausaha sosial memiliki sikap moral yang memegang prinsip bahwa setiap
individu memiliki kewajiban membantu, melayani dan menolong orang lain yang
membutuhkan.
Keberhasilan pelaksanaan dari fungsi seorang wirausahawan tersebut ditentukan oleh
sejauh mana kompentensi yang dimiliknya. Kompetensi sebagai seorang wirausahaan sosial
menggambarkan bahwa terdapat kemampuan dari seorang wirausahaan sosial untuk
melaksanakan tugas atau fungsinya secara efektif dan akuntabel. Davis (2010:10)
mengungkapkan bahwa karena wirausahaan sosial merupakan suatu proses yang melibatkan
komitmen jangka panjang dan set-back yang berkelanjutan, maka wirausahawan sosial perlu
memiliki:
a) Kemampuan untuk mengatasi apatisme, kebiasaan, ketidak komprehensifan, dan
ketidak percayaan ketika menghadapi resistansi yang kuat.
5
b) Kemampuan untuk mengorganisasi perilaku, memobilisasi keinginan politis, dan
meningkatan secara ide ide yang berkelanjutan.
c) Kemampuan mendengarkan, merekrut dan membujuk diantara orang-orang yang
bekerja dengan, mengembangkan rasa akuntabilitas, dan kepemilikan untuk perubahan.
d) Wirausaha sosial nyaman dengan ketidakpastian dan memiliki kebutuhan yang tinggi
untuk otonomi.
e) Kapasitas menghadirkan kebaikan/kenyamanan dan menyukseskan keberhasilankeberhasilan yang kecil.
f) Melibatkan perilaku terpola yang baik yang dapat dicapai, memungkinkan orang lain
dapat belajar untuk perilaku seperti wirausahawan sosial.
Senada dengan pendapat dari London & Morfopoulos (2010:50) bahwa seorang
wirausahawan sosial harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam menjakankan
tugasnya. Kompetensi dimaksud adalah kompetensi transformasional, kompetensi manajemen
transaksional, kompetensi advokasi.
1. Kompetensi transformasional mencakup:
a) transformational leadership, memotivasi dan menggerakkan, menginspirasi, pemicu
untuk keterlibatan, stimulasi intelektual, pertimbangan dan dukungan, dan
memberdayakan.
b) Rain making, yang mencakup penggerak/pencari sumber daya, pencari pendanaan,
membangun konektivitas antara organisasi dan para stakeholders.
c) Team building, mencakup menciptakan dan menguatkan visi yang terbagikan, menjadi
fasilitator yang membangun kohesif, konsensus dan kerja sama
d) Change management, meliputi mengidentifikasi resistansi, mengatasi masalah, dan
memelihara resiliensi dan mengembangkan keterbukaan untuk berubah. Untuk
melaksanakan kompetensi ini, keterampilan (skills) yang dibutuhkan untuk kompetensi
tranformational antara lain berfikir kritis, berpandangan ke depan, mempengaruhi,
menginspirasi, inovatif, mengelola diri, berbagi, mengembangkan, memberdayakan,
dan generative learning.
2. Kompetensi manajemen transaksional meliputi:
a) Pengembangan tim yang berkinerja baik, yang mencakup bakat yang tepat,
mendeskripsikan struktur tugas dengan jelas, dan mengelola waktu secara realistik.
b) Melakukan usaha dalam waktu yang panjang dengan struktur, aturan, dan nilai
pendirian yang jelas
6
c) Mensupervisi volunteer dan membayar staff dan mengelola kinerja dalam cara yang
sistematis seperti merumuskan capaian kinerja, menetapkan tujuan, penyediakan
pelatihan, memantau kinerja, memberikan umpan balik dan pendampingan, dan
berpegang pada akuntabilitas proses dan hasil.
d) Memelihat volunteer dengan memberikan penghargaan dan pengertian. Terkait dengan
kompetensi ini diperlukan keterampilan mempromosikan dan pemasaran, pengetahuan
keuangan, manajemen waktu, perencanaan dan pengorganisasian.
3. Kompetensi advokasi meliputi aktivitas untuk mendidik masyarakat, menyebarluaskan
informasi, mengalisis kebijakan, mengembangkan partisipasi masyarakat, dan
bernegosiasi.
Yang membedakan sifat wirausaha biasa dengan wirausaha sosial adalah gagasan yang
berusaha diciptakan di ranah ini bertujuan untuk kebermanfaatan sosial, seperti pemenuhan
kaum marjinal, mereka yang kurang beruntung maupun yang kurang memiliki akses-akses
kesejahteraan.
2.3 Peran Kewirausahaan Sosial
Peran kewirausahaan sosial menurut Santosa (2007) dalam Irma Paramita Sofia (2015),
yaitu:
1. Menciptakan kesempatan kerja
2. Melakukan inovasi dan kreasi baru terhadap produksi barang ataupun jasa yang
dibutuhkan masyarakat
3. Menjadi modal sosial
4. Peningkatan kesetaraan.
Selain itu dari beberapa ahli dijelaskan bahwa peran utama kewirausahaan sosial dalam
kegiatan ekomoni yaitu:
1. Sektor publik dan reformasi nirlaba mengakibatkan dampak sosial yang signifikan
dengan mengatasi masalah sosial yang ada di masyarakat.
2. Komersial perusahaan yang non konvensional menjadi lebih baik, mengutungkan dan
menciptakan dampak sosial yang positif. Menghasilkan laba tetap menjadi tujuan,
sehingga perusahaan tetap menerima keuntungan.
7
3. Katalis berbasis masyarakat untuk tranformasi sosial. Kewirausahaan sosial
mempercepat terjadinya perubahan terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat.
Dees (1998) mengungkapkan wirausahawan sosial yang berhasil memainkan peran sebagai
agen perubahan dalam sektor sosial dengan:
1. Mengadopsi suatu misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial bukan
hanya nilai pribadi.
2. Mengorganisasi dan mengelola peluang-peluang baru untuk mencapai misi yang
diharapkan.
3. Mengembangkan suatu proses inovasi, adaptasi, dan belajar yang berkelanjutan.
4. Bertindak dengan tegas tanpa dibatasi dengan sumber daya yang dimiliki.
5. Menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap para konstituen yang dilayani
dan untuk outcome yang ditetapkan.
2.4 Bentuk Kewirausahaan Sosial
Ada beberapa bentuk wirausaha sosial menurut Tan (2005) dalam Akmalur Rijal, dkk.
(2018) adalah :
1. Organisasi berbasis komunitas
Organisasi semacam ini biasanya dibuat untuk mengatasi masalah tertentu dalam
komunitas (kelompok masyarakat), misalnya menyediakan fasilitas pendidikan untuk
anak-anak miskin, panti sosial untuk anak terlantar dsb.
2. Socially responsible enterprises
Wirausaha sosial ini berbentuk perusahaan yang melakukan usaha komersial untuk
mendukung/ membiayai usaha sosialnya. Sebagian keuntungan yang didapatkan dari
organisasi profit ditujukan untuk mendukung/membiayai usaha sosialnya.
3. Social Service Industry Profesionals
Bentuk usaha ini sedikit berbeda, yaitu pengusaha yang menjadikan jasa sosial sebagai
konsumennya. Usaha ini menggandeng organisasi yang bergerak di bidang sosial
sebagai konsumennya.
4. Socio-economic atau dualistic enterprises
Wirausaha sosial ini berbentuk perusahaan komersial yang menjalankan usahanya
berdasarkan prinsip-prinsip sosial. Misalnya perusahaan yang melakukan daur ulang
sampah rumah tangga, organisasi yang mempekerjakan orang cacat, kredit mikro untuk
8
masyarakat pedesaaan. didedikasikan untuk mendukung layanan sosialnya (Juwaini:
2011).
Menurut Rory Ridle-Duff & Mike Bull (2011:141), tabel berikut adalah bentuk/format
badan usaha yang umum/populer dari social enterprise
Community benefit society (BENCOM)
Registered as a friendly society: one person,
one vote
Community interest company (CIC)
Adapted business form (can be CLG or
CLS), limited profit distribution, board
dominated, asset locked. Cannot be a charity
Company limited by guarantee (CLG)
Typically a 1 poundsterling gurantee, no
devidends, may bo board rather than
member controlled. Can register as a
charitable
company
if
objectives
are
charitable and there is an appropriate
dissolution cause
Company limited by shares (CLS)
Adapted
business
consumer,
charity,
form
to
encourage
community
and/or
employee ownership. In law a CLS can be a
charity, but in practice this form is rarely
accepted by the Charity Commission
Industrial and provident society (IPS)
Friendly
society
form
for
industrial
undertakings ;one person, one vote control
Voluntary organization
Ussually constituted, with commitments to
one person, one vote control. Can register as
a charity if the organization has a written
constitution and charitable objectives
Berdasarkan uraian dimuka, tampak bahwa sebuah gerakan kewirausahaan sosial dapat
diwadahi oleh berbagai jenis/bentuk organisasi. Artinya, tidak terpatok pada satu bentuk
khusus, sepanjang bentuk/badan usaha tersebut mampu mewadahi aktivitas kewirausahaan
sosial yang bertujuan untuk kebermanfaatan sosial tersebut.
9
2.5 Proses Kewirausahaan Sosial
Proses kewirausahaan sosial, secara umum tidak banyak berbeda dengan kewirausahaan
biasa, namun demikian, terdapat beberapa perbedaan yang membuat proses ini menjadi khas
dan unik. Berikut ini adalah diagram kerangka kerja proses kewirausahaan sosial:
Berdasarkan diagram di atas, tampak sebuah kerangka kerja dari kewirausahaan sosial.
Salah satu pembeda utama dengan kewirausahaa biasa (bisnis) adalah penyebab/penggeraknya.
Pada diagram di atas, terlihat bahwa kewirausahaan sosial antara lain digerakkan oleh misi
sosial, identifikasi peluang, adanya usaha ekstra untuk memperjelas kemungkinan akses kapital
dan pihak-pihak bersentuhan yang berpotensi saling mempengaruhi. Berikut ini adalah
penjelasannya:
1. Motivasi sosial
Misi ini adalah pembeda utama, dimana pada umumnya, sebuah gerakan
kewirausahaan dilakukan untuk hal-hal yang ditujukan pada diri sendiri, seperti upaya
untuk mensejahterakan pribadi maupun aktualisasi diri. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Lumpkin, dkk (2010:4) yang menyatakan bahwa pertama, dan mungkin sebagai hal
yang paling signifikan, kewirausahaan komersial digerakkan oleh dorongan fokus
pribadi untuk peningkatan kesejahteraan diri atau usaha mempekerjakan diri sendiri,
dimana kewirausahaan sosial cenderung untuk mulai dari fokus pihak lain atau aspirasi
kolektif seperti peningkatan kesejahteraan bersama, berbagi bersama atau
pengembangan masyarakat Selanjutnya, perbedaan terletak pada usaha untuk
mengidentifikasi ‘masalah’ yang memiliki potensi untuk ‘diselesaikan’. Pada
kewirausahaan biasa, identifikasi biasanya lebih ditujukan pada apa keinginan dari
pasar, seperti produk yang bergensi, barang-barang yang memudahkan dalam
menjalankan kehidupan dll. Namun, di kewirausahaan sosial, identifikasi ‘sesuatu
dalam masyarakat yang dapat ditindaklanjuti’ menjadi sesuatu yang penting. Artinya,
10
inilah sesuatu yang unik, dimana suatu aktivitas dimulai tidak dari jumlah profit yang
ingin dikejar, melainkan identifasi masalah yang dapat dipecahkan, ataupun potensi
yang dapat dikembangkan. Austin (2006, dalam Lumpkin, 2010:5) menyatakan bahwa
kebanyakan misi sosial berfokus pada masalah sosial dasar dan bertahan lama serta
berbagai kebutuhan umum seperti kemiskinan, kelaparan, air yang tidak bersih,
pengangguran, transportasi, pendidikan, hak asasi manusia dan lain-lain. Berdasarkan
uraian dimuka, maka dapat dikatakan bahwa salah satu keunikan dari kewirausahaan
sosial adalah kemampuannya untuk melihat ‘masalah’ sebagai ‘peluang’. Mereka
melihat hal-hal yang menurut kebanyakan pihak harus dijauhi justru sebagai sesuatu
yang mampu digerakkan, dioptimalkan dan didayagunakan untuk manfaat sosial yang
besar. Ini seperti gerakan yang menantang arus umum, dimana biasanya sebuah
kewirausahaan digerakkan oleh aspekaspek seperti profitabilitas dan peningkatan
perekenomian.
2. Identifikasi Sosial
a) Salah satu langkah yang krusial dalam kewirausahaan sosial adalah identifkasi
peluang. Brook (2009, dalam Lumpkin, 2010:5) menyatakan bahwa agar sebuah
kesempatan dapat diidentifikasi dalam sebuah konteks sosial, maka perlu ada
dua hal yang diperhatikan Pemecahan masalah harus dianggap sebagai domain
yang resmi/legal untuk aktivitas kewirausahaan .
b) Usaha yang ditujukan pada masalah dan penyakit sosial harus dipertimbangkan
sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Artinya, bahwa usaha atau
aktivitas kewirausahaan sosial tidak dapat dilakukan secara serampangan dan
tanpa perencanaan yang baik. Adalah menjadi sebuah kebutuhan bersama,
dimana
identifkasi
masalah
yang
bertujuan
untuk
manfaat
sosial
diselenggarakan dengan baik.
3. Akses Permodalan (Funding)
Akses permodalan adalah sebuah masalah klasik bagi konteks kegiatan atau
keorganisasian, karena sangat sulit sekali bagi sebuah aktivitas atau organisasi dapat
menjalankan misinya tanpa didukung oleh kapital finansial. Oleh sebab itu, aspek ini
dijadikan antesenden yang ketiga, dimana sebagaimana layaknya kewirausahaan bisnis,
kewirausahaan sosial juga membutuhkan kapital finansial. Salah satu perbedaan utama
antara praktik kewirausahaan sosial dengan yang dilakukan oleh organisasi
filantropi/non profit adalah mereka berusaha mencari, dan mengembangkan akses
permodalannya sendiri. Pada faktanya, dalam tiga dekade terakhir ini, sektor non profit
11
telah semakin bergantung pada aktivitas komersial untuk membiayai operasi mereka,
dan juga mereka semakin tergantung pada kontribusi yang bersifat caritas (Salamon,
2002 dalam Lumpkin 2010:6).
4. Pihak-pihak yang Terkait atau Berkepentingan (Stakeholders)
Stakeholder (pihak yang berkepentingan/terkait) adalah individu atau organisasi yang
dapat dipengaruhi atau mempengaruhi kemampuan organisasi dalam mencapai tujuantujuannya (Freeman, 1984; Jones, 1995 dalam Lumpkin 2010). Ada perbedaan antara
stakeholder kewirausahaan sosial dan kewirausahaan bisnis atau pada konteks
komersial dan sosial. Pada konteks komersial, yang dapat dianggap sebagai stakeholder
adalah pemasok, pelanggan produk atau jasa yang disediakan, karyawan, investor dan
lain-lain. Pada kewirausahaan sosial jumlah stakeholder meliputi seperti yang dimiliki
seperti pada kewirausahaan bisnis, ditambah beberapa pihak lain. Anggota masyarakat
yang terlibat, perangkat desa yang mendukung, kelompok-kelompok yang menjadi
sasaran program dalam hal ini juga berpotensi menjadi stakeholder bagi aktivitas
kewirausahaan sosial. Artinya, lingkaran stakeholder kewirausahaan sosial, jauh lebih
luas dan bervariasi dibandingkan kewirausahaan bisnis.
Selanjutnya, hal yang akan menjadi pembahasan adalah terkait dengan capaian dari
kewirausahaan sosial seperti yang telah diungkap oleh diagram dimuka
1. Nilai Sosial (social value)
Nilai sosial dalam hal ini merupakan satu terminologi yang agak sukar untuk
didefinisikan. Dewey (1939, dalam Lumpkin 2011:5) menyatakan bahwa secara umum
penciptaan nilai sosial adalah hal-hal yang dapat meningkatan kesejahteraan secara
umum. Istilah nilai sosial digunakan untuk membedakannya dengan istilah peningkatan
nilai ekonomi (economic value creation), yang cenderung membatasi diri pada ukuran
pendapatan finansial.
2. Usaha pemuasan beragam stakeholder
Salah satu keunikan dari kewirausahaan sosial adalah bahwa aktivitas ini memiliki
banyak stakeholder. Stakeholder-nya tidak hanya pelanggan, pemasok, karyawan
namun jauh lebih luas dari itu, dapat meliputi anggota masyarakat, komunitas tertentu
dan lain-lain.
3. Kesinambungan Solusi
Berdasarkan berbagai uraian dimuka, tampak bahwa salah satu tantangan terbesar bagi
kewirausahaan sosial adalah kesinambungan solusi. Wirausaha sosial (Prasojo dalam
12
Bornstein, 2006) oleh Bill Drayton digambarkan sebagai manusia yang tidak hanya
puas memberi ‘ikan’ bagi si miskin, atau puas mengajari mereka ‘cara memancing’,
tetapi orang-orang yang terus berjuang, tanpa mengenal lelah, melakukan perubahan
sistemik –tidak sekedar memberik ‘ikan’ atau ‘pancing’, tetapi mengubah sistem
‘industri perikanan’ untuk terciptanya keadilan dan kemakmuran lebih luas. Artinya
bahwa, semangat dari kewirausahaan sosial adalah solusi yang berkesinambungan.
Lumpkin (2011:7) menyatakan bahwa ada dua argumen/penjelasan terkait pentingnya
kesinambungan yang perlu diperhatikan, yaitu kesinambungan aktivitas dari perspektif
sumber daya (Dees dan Anderson 2003) dan institualisasi dari solusi perubahan sosial
(Mair and Marti, 2006). Artinya, berbicara tentang kesinambungan berarti tidak hanya
memberi perhatian pada keberlanjutan solusi, namun juga sumber dayanya. David
McClellan (dalam Borstein, 2006:18) menyatakan bahwa mereka lebih menghargai
pertimbangan jangka panjang di atas perolehan jangka pendek.
Pernyataan penjelasan dimuka, proses dari aktivitas kewirausahaan sosial, yaitu sebuah
proses yang dimulai dari input sampai kemudian menghasilkan output yang berbeda dengan
yang lain. Salah satu kekhasan output dari kewirausahaan sosial-seperti telah diungkapkan
dimuka- adalah dihasilkan nilai sosial yang merupakan sumber manfaat bagi masyarakat.
Berbagai output dari beragam aktivitas kewirausahaan sosial, pada akhirnya dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa sektor berikut ini, yaitu seperti yang diungkap oleh
Smallbone (2001:8, dalam Nicholls 2008:14):
Menyediakan jasa dan produk dimana pasar atau sektor publik tidak bersedia
menyediakan atau tidak mampu menyediakan
Membangun keterampilan
Menciptakan lapangan kerja
Membangun jalan untuk menghubungkan orangorang yang terpisah secara sosial
Berdasarkan uraian dimuka, maka dapat dikatakan bahwa lingkup (coverage) dari
kewirausahaan sosial adalah sangat luas, dan berpotensi memiliki kontribusi besar dalam sektor
pelayanan publik. Tidak berlebihan kiranya, jika dikatakan bahwa gerakan bottom up dari
kewirausahaan sosial akan mampu menjadi subtsitusi bagi pemenuhan kebutuhan dan
kepentingan masyarakat.
13
2.6 Pelaku dan Praktek Penerapan Kewirausahaan Sosial
Menurut Santosa (2007), social entrepreneur adalah agen perubahan (change agent) yang
mampu untuk melaksanakan cita-cita mengubah dan memperbaiki nilai-nilai sosial dan
menjadi penemu berbagai peluang untuk melakukan perbaikan. Karena itu pelaku
kewirausahaan sosial dapat dilakukan oleh setiap individu yang ada di masyarakat. Dalam
perkembangannya cabang social entrepreneurship berinduk pada bidang yang lebih luas, yaitu
kewirausahaan, yang dikembangkan dengan menggunakan data empiris dari dunia bisnis. Irma
Paramita Sofia (2015) memberi contoh kelompok maupun individu yang berkecimpung dalam
social entrepreneurship di Indonesia dan telah memperoleh beberapa penghargaan. Kemudian
memberi telaah secara lebih rinci terhadap profil pelaku social entrepreneurship berdasarkan
kajian elemen social entrepreneurship (SE) dijelaskan sebagai berikut:
1. Kelompok Wanita Tani “Tunas Mekar Simantri”
Nilai sosial: Petani dan pengrajin memiliki wadah untuk menciptakan bisnis berbasis
komunitas.
Kelompok masyarakat: 361 KK di Bali
Inovasi: Sistem Pertanian Terintegrasi
Aktivitas ekonomi: Menghasilkan berbagai produk olahan sampingan berbahan dasar
susu kambing dan hasil komoditi pertanian.
2. Srini Maria “Buncis dari Merapi”
Nilai sosial: Peningkatan nilai ekspor bahan lokal
Kelompok masyarakat: Para wanita di daerah Gunung Merapi
Inovasi: Peningkatan kualitas dan harga untuk produk buncis
Aktivitas ekonomi: Ekspor buncis dan budi daya bit
3. Baban Sarbana “Yatim Online”
Nilai sosial: Layanan pendidikan dan kesehatan bagi anak putus sekolah dan keluarga
dhuafa.
Kelompok masyarakat:
• Pemuda yatim dan dhuafa di desa
• Pemuda putus sekolah
• Orang tua Yatim Dhuafa
Inovasi:
• Yatimpreneur
• Rumah Pintar Ciapus
14
• Raudhatul Athfal AnNahlya (pendidikan anak)
• Pustaka Desa
Aktivitas ekonomi: Kelompok usaha sandal jepit spon dan produksi batako yang
dikelola oleh pemuda
4. Elang Gumilang “Elang Grup”
Nilai sosial: Kemudahan kepemilikan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Kelompok masyarakat: Pendanaan perumahan untuk kalangan menengah ke bawah
Inovasi: Rumah Sederhana bersubsidi Model pembiayaan perumahan.
Aktivitas ekonomi: pengembang perumahan
5. Fajri Mulya Iresha “Zero Waste Indonesia”
Nilai sosial: Mengurangi dampak kerusakan lingkungan akibat sampah
Kelompok masyarakat:
• 500-700 warga di sekitar TPS
• Pemulung dan ex Pengguna narkoba
Inovasi: Bank Sampah
Aktivitas Ekonomi:
• Menambah peghasilan masyarakat dari kegiatan menabung sampah non organik
• Menghasilkan kerajinan dan kreasi daur ulang sampah.
Selain itu terdapat beberapa contoh manfaat dengan tumbuhnya semangat kewirausahaan
sosial pada sekelompok masyarakat (Hardi Utomo. 2014), seperti :
1. Klinik Asuransi Sampah (KAS)
Dikembangkan Gamal Albinsaid di Malang Jawa Timur, ini adalah sistem asuransi
kesehatan mikro berbasis komunitas dengan semangat gotong royong.
2. Qoriyah Thoyibah
Salah satu kegiatan usaha yang dijalankan oleh Qoriyah Thoyibah adalah KBQT (
Kelompok Bermain Qoriyah Thoyibah), yang didirikan oleh Bapak Bahrudin. KBQT
bertujuan untuk menyelesaikan masalah praktis masyarakat Desa Kalibening, yakni
kebutuhan akan sekolah yang berkualitas dan murah.
3. Jarimatika, Yayasan Lebah Putih, dan Komunitas Ibu Profesional
Jarimatika adalah cara mudah untuk berhitung matematika dengan menggunakan jarijari tangan. Cara ini telah ditemukan oleh Ibu Septi Peni Wulandari, yang mampu
memberikan sumbangsih terhadap dunia pendidikan.
4. Penangkaran Burung Hantu Sutejo
15
Seorang Kades Tlogoweu Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, telah mampu
mengembangbiakkan burung hantu (tyto alba) dan memberikan dorongan kepada
masyarakat
yang
dipimpinnya
untuk
kemudian
bersama-sama
(swadaya)
mengembangbiakkan burung hantu (tyto alba) sebagai solusi untuk mengatasi hama
tikus yang merajarela di desa Tlogoweru.
5. GandengTangan
Gandengtangan merupakan platform crowdlending (meminjam dana dari publik) yang
ditujukan bagi pemilik usaha sosial dan UMKM yang sedang membutuhkan modal.
Dalam sistem crowdlending, dana yang disumbangkan oleh para donator nantinya akan
dikembalikan lagi secara berkala oleh para peminjam. Dengan cara ini para donator
bisa meminjamkan modal lagi kepada para pemilik usaha lain. Gandengtangan.org
membuat kolaborasi antara pengusaha sosial dengan masyarakat luas layaknya sedang
bekerjasama dalam memberdayakan lingkungan sosial dan membuat dampak positif
bagi Indonesia.
16
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kewirausahaan sosial adalah suatu terobosan baru sebagai sebuah aktivitas bisnis dalam
mengatasi masalah sosial yang melibatkan penggunaan semua sumber daya secara inovatif
untuk mempercepat perubahan sosial dalam memenuhi kebutuhan sosial masyarakat.
Penerapan kewirausahaan sosial dipandang penting, karena memilki karakteristik yang
merupakan terobosan baru dalam memecahkan fenomena sosial melalui pendekatan selain
mencari keuntungan, juga menciptakan nilai sosial terutama bagi masyarakat miskin.
Kewirausahaan sosial dapat dilakukan oleh setiap individu yang ada di masyarakat. Dalam
perkembangannya cabang social entrepreneurship berinduk pada bidang yang lebih luas, yaitu
kewirausahaan, yang dikembangkan dengan menggunakan data empiris dari dunia bisnis.
Pelaksanaan kegiatan social entrepreneurship, harus melalui beberapa proses yang dipengaruhi
oleh berbagai aspek, yaitu : Proses mendefinisikan tujuan atau misi, proses mengenali dan
menilai peluang, proses manajemen resiko (risk management), mengidentifikasi dan menarik
pelanggan, dan proyeksi arus kas.
3.2 Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah yang berjudul “Kewirausahaan Sosial (Trend
Bisnis Anak Muda)” ini tidak sempurna dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.
17
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo, Hery dan Soni A. Nulhaqim. 2015. Kewirausahaan Sosial Merevolusi Pola Pikir dan
Menginisiasi Mitra Pembangun Kontemporer. Bandung: Unpad Press. Tersedia dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/03/6-Kewirausahaan-Sosial.pdf.
Tenrinippi, A. 2019. Kewirausahaan Sosial di Indonesia (Apa, Mengapa, Kapan, Siapa, dan
Bagaimana).
Meraja
Journal,
28-38.
2(3),
Diakses
2
Mei
2021.
https://merajajournal.com.
Ririn Gusti, Citra Dwi Palenti dan Erma Kusumawardani. 2017. Kewirausahaan Sosial Dalam
Meningkatkan Kemampuan Enterpreneur Pada Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah
Untuk Menghadapi Abad 21. Seminar Nasional Pendidikan Nonformal PKIP Universitas
Bengkulu,
1(1),
130-143.
Diakses
https://core.ac.uk/download/pdf/85136974.pdf.
18
2
Mei
2021.