Academia.eduAcademia.edu

Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi

2023, Zenodo (CERN European Organization for Nuclear Research)

JARINGAN RADIKALISME DI JAWA TIMUR PASCA REFORMASI Gonda Yumitro1, Rizki Febriani2, Ali Roziqin3, Sukma Oktaviani4 1, 4 Prodi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang, 2 Prodi Manajement, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Malang, 3 Prodi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Univeritas Muhammadiyah Malang 1 gonda@umm.ac.id, 2 febrianirizki@umm.ac.id, 3 ali_roziqin@ymail.com, 4mrspulubuhu@gmail.com Abstract This article examines the radicalism networks in East Java Post-reformation Indonesia. The explanation focuses on the existence of radicalism groups and its movement that are camouflaged in Indonesian education life since post-reformation. The method used in this article was qualitative research by using some applications such as Harzing Published or Perish to collect data publications, Mendeley to changed data as a RIS, and Vos viewer for visualizing data relevant to the topic and help to compile the explanation in this article. It is found that radicalism in Indonesia was connected to domestic and transnational movements. The result showed Jamaah Ansharut Daulah (JAD) was the most active group radical that carried out acts of terror in East Java. Even today, JAD was known as a dangerous terrorist group, not only in Indonesia but also globally. Keywords: Indonesia, Jaringan, Pasca Reformasi, Radikalisme, Terorisme, Transnasional JISIERA: THE JOURNAL OF ISLAMIC STUDIES AND INTERNATIONAL RELATIONS VOLUME 6, JUNI, 2023; ISSN: 2528-3472: 83-104 Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi Pendahuluan Isu gerakan radikal dan terorisme berkembang pesat sejak peristiwa pengeboman yang terjadi di Gedung World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001. Najamuddin (2017) sepakat dengan Chandler dan Gunaratna yang berpendapat bahwa pasca peristiwa 9/11, landscape terorisme global mengalami perkembangan yang ditandai dengan tranformasi al-Qaida yang berawal dari grup menjadi sebuah gerakan. Diikuti dengan Irak yang dideklarasikan sebagai tanah jihad oleh para Islamis, serta berkembangnya dukungan masyarakat muslim di berbagai negara yang marah akibat invasi yang dilakukan Amerika Serikat (AS) ke Irak (Rijal, 2017). Di Indonesia, menurut Solihin (2017), radikalisme islam bersifat dinamis, dan gerakannya ditransformasikan ke dalam bentuk-bentuk baru yang sesuai dengan konteks sosial politik yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Solihin menambahkan bahwa pada era reformasi, gerakan islam radikal merupakan satu gerakan perlawanan terhadap struktur kapitalisme dan hegemoni islam. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya zaman, gerakan perlawanan kemudian berubah menjadi gerakan kultural seperti gerakan dakwah dengan tujuan agar memperoleh kepercayaan dari masyarakat (Solihin, 2017). Gonda (2018) mengungkapkan bahwa Indonesia telah terpengaruh oleh gerakan al-Qaida, bahkan ide kelompok teroris telah berkembang di Indonesia. Kelompok teroris Indonesia bukanlah kelompok murni yang lahir di Indonesia. Beberapa kelompok radikalis Indonesia seperti Jama’ah Islamiyah, ISIS, Majelis Mujahidin Indonesia, dan Jama’ah Ansharut Tauhid memiliki jaringan internasional yang mendukung gerakan mereka di Indonesia (Yumitro, Kurniawati, & Saiman, 2018). Sedangkan Najamuddin (2017) mengungkap bahwa paham radikal sebenarnya telah ada sejak lama di Indonesia. Di Indonesia, ISIS hanyalah sebutan baru, namun memiliki tokoh yang masih sama dengan gerakan lama bernama Negara Islam Indonesia (NII). Najamuddin menjelaskan, ide 84 | Jisiera: the Journal of Islamic Studies and International Relations Gonda Yumitro, Rizki Febriani, Ali Roziqin, & Sukma Oktaviani mendirikan NII berasal dari gerakan Darul Islam (DI) yang dipimpin Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada 1940-an (Rijal, 2017). Namun demikian, Yumimah (2017) berpendapat bahwa radikalisme bukan merupakan gerakan yang muncul begitu saja. Terdapat dorongan isu yang menjadi akar berkembangnya radikalisme, termasuk faktor dari dalam diri individu. Hal ini menjadi salah satu faktor penting, dan dapat terjadi jika ada penyimpangan pada norma agama. Adapun faktor dari luar yang tidak kalah penting yaitu, kekuasaan rezim yang tidak sejalan dengan syariat islam. Kehidupan sekuler masyarakat biasanya mendorong munculnya gerakan untuk kembali ke islam yang fundamental (Rahmatullah, 2017). Hal ini sejalan dengan pendapat KH. Hasyim Muzani, mantan ketua PBNU, yang menyatakan bahwa seseorang dapat berpotensi menjadi radikal dan menganut ideologi radikalisme tergantung pada lingkungan yang ditempati. Biasanya akibat dari ketidakadilan yang dialami dalam masyarakat, baik segi ekonomi, politik, bahkan tidak jarang akibat lemahnya hukum yang berlaku (Rokhmad, 2012). Oleh karena itu, radikalisme dikatakan sebagai respon untuk menanggapi kondisi yang sedang berlangsung, baik melalui penolakan ataupun perlawanan dan menggantikannya dengan keyakinan sendiri yang dianggap lebih baik daripada keyakinan lainnya (Hafid, 2020). Jaringan radikalisme merupakan ancaman serius yang dapat membahayakan keamanan bangsa. Menurut Indraswari & Wiswayana (2020), radikalisme dan terorisme memiliki pola dan mekanisme yang saling terhubung. Pola pikir radikal cenderung terimplementasi dalam tindakan fisik dengan menggunakan kekerasan yang ekstrim, sehingga sering disebut terorisme (Indraswari & Wiswayana, 2020). Dalam bahasannya, Solihin (2017) menyebutkan bahwa terdapat tujuh jaringan terorisme yang menjadi ancaman Indonesia. Pertama, Tandzim Qoidatul pimpinan Abu Tholut. Kedua, Jama’ah Islamiyah pimpinan Abu Fatih. Ketiga, Jaringan Abu Rosyid. Keempat, jaringan VOLUME 6, JUNI, 2023 | 85 Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi Abu Omar di Solo dan Cirebon. Kelima, Fraksi Anjengan MasdukiDarul Islam. Keenam Anjengan Tahmid. Ketujuh Jaringan Komite Penanggulangan Krisis (Kompak) di Ambon (Solihin, 2017). Namun, dalam berita Nasional Sindo News yang diterbitkan pada tahun 2021, terdapat 5 jaringan teroris yang masih aktif dan mengancam Indonesia. 1) Negara Islam Indonesia (NII) yang merupakan gerakan terlama yang ada di Indonesia. 2) Jamaah Islamiyah (JI), gerakan baru yang lahir dari NII di dirikan oleh Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar, dan diduga merupakan dalang atas peristiwa teror Bom Bali tahun 2002. 3) Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), gerakan yang masih aktif dan diduga memiliki afiliasi dengan al-Qaida dan Front Al-Nusrah dari Suriah. Kelompok ini juga diinisiasi oleh Abu Bakar Baasyir. Namun kini nama kelompok radikal tersebut diubah menjadi Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). 4) Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), kelompok ini cukup terkenal dengan aksi teror yang sangat aktif di Indonesia. Sebagian dari anggota JAT berbaiat kepada ISIS, dan kelompok ini juga melahirkan banyak kelompok radikal baru seperti, Jamaah Ansharut Syariah (JAS), Jamaah Ansharut Khilafah (JAK) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). 5) Jamaah Asharut Khilafah (JAK), kelompok yang muncul pada tahun 2016, dan mendeklarasikan diri sebagai JAK Nusantara. Pimpinannya adalah Bahrunnaim, seorang yang merupakan Khatibah Nusantara ISIS di Indonesia. Pada perkembangannya, JAK menjalin kerja sama dengan JAD dan terbagi menjadi dua gerakan yaitu JAK Masyriq dan JAK Maghrib (Syarif, 2021). Berdasarkan penelitian Ismail dkk (2021), disebutkan bahwa kelompok radikal cenderung menginginkan perubahan dalam waktu yang singkat. Seringkali perubahan diikuti cara yang kejam. Radikalisme yang bergandengan dengan terorisme biasanya melahirkan aksi teror kepada pihak yang dianggap menghambat perubahan yang diinginkan oleh kelompok radikal. Pasca reformasi bahkan, Presiden Gus Dur dan Megawati dibuat tidak berdaya oleh masalah terorisme dan radikalisme Indonesa. Pasalnya Indonesia 86 | Jisiera: the Journal of Islamic Studies and International Relations Gonda Yumitro, Rizki Febriani, Ali Roziqin, & Sukma Oktaviani banyak disusupi oleh jaringan radikal internasonal. Taliban misalnya, memiliki jalinan baik dengan kelompok terorisme Indonesia (Fahmi et al., 2021). Taliban memiliki hubungan psikologis dengan Jamaah Islamiyah (JI) Indonesia. Sebab, ada banyak anggota JI yang merupakan mantan pejuang dari Afghanistan yang terlatih dan melakukan banyak interaksi dengan Taliban (Sindo, 2021). Di Menteng Raya bahkan terdapat perkumpulan alumni pejuang dari Afganistan yang jelas keberadaannya (Fahmi et al., 2021). Mengenai radikalisme dan bagaimana radikalisme itu lahir, Jawa Timur menjadi salah satu wilayah yang perlu disorot. Bukan tanpa alasan, masalah sosial menjadi potensi konflik antara umat beragama di Jawa Timur. Di antara hal tersebut misalnya masalah tempat tinggal yang digunakan sebagai rumah ibadah, persaingan politik yang memperebutkan sumber daya, penyalahgunaan simbol agama dalam upaya mendapatkan dukungan untuk kepentingan politik praktis dalam pemilu/pemilukada, kelompok agama yang mengusung paham yang tidak sesuai dengan kelompok arus utama, serta masalah jarak sosial atau ketimpangan ekonomi (Ichwayudi, 2020). Sepanjang tahun 2021 Polri berhasil menangkap sebanyak 392 terduga teroris di wilayah Indonesia, dan Jawa Timur dikatakan menjadi wilayah yang paling banyak terjadi penangkapan teroris kemudian disusul Sumatera Utara dan Sulawesi (Cnn Indonesia, 2022). Berdasarkan hal diatas, penelitian ini menjawab pertanyaan bagaimana jaringan radikalisme pasca reformasi Indonesia di Jawa Timur?. Bagaimana berbagai kelompok islam transnasional tersebut yang sebelumnya berfokus pada isu-isu internasional, lalu beralih dan kemudian terhubung dengan jaringan lokal yang terdapat di Indonesia?. Seperti halnya dengan JI, yang merubah orientasi jaringannya, menjadi aksi penyerangan berbagai simbol Amerika Serikat yang terdapat di Indonesia. Bruce Vaughn, menjelaskan bahwa meskipun JI tidak secara eksplisit menurunkan perintah penyerangan, akan tetapi anggotanya secara langsung terlibat dalam pengeboman VOLUME 6, JUNI, 2023 | 87 Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi Bali di tahun 2002 dan 2005, serta pengeboman di Jakarta pada tahun 2003 dan 2009 (Sulaiman, 2016). Metode Dalam mengumpulkan data pada penelitian kualitatif ini, penulis menggunakan sumber sekunder, dan melakukan pengamatan serta wawancara terhadap aktor-aktor terkait dengan perkembangan gerakan radikal di Jawa Timur, Indonesia. Dalam mendapatkan data dari berbagai jurnal, penulis menggunakan Harzing: published or perished dengan menggunakan kata kunci Indonesia, jaringan, radikalisme, pasca reformasi, terorisme, dan transnasional. Data yang digunakan berkisar dari tahun 2015 sampai 2022. Adapun pengamatan dan wawancara dilakukan terhadap beberapa mantan teroris yang terlibat dalam gerakan Yayasan Lingkar Perdamaian Lamongan. Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan, dan dikaji berdasarkan keterkaitan data dengan jejaring teroris domistik, dan transnasional, khususnya yang berkembang di daerah Jawa Timur. Jaringan Domistik Radikalisme di Jawa Timur Hikam (2019) menyatakan dalam tataran nasional fenomena radikalisme ataupun kelompok pemberontak bukan hal baru. Sejak awal kemerdekaan Indonesia, terdapat beberapa kelompok yang sering melakukan aksi kekerasan seperti, Darul Islam (DI/TII), G30SPKI, Permesta, dan kelompok separatis Papua, dan Aceh (Hikam, 2019). Dalam perkembangannya, terdapat lima kelompok Islam radikal kontemporer yang lahir akibat runtuhnya pemerintahan Orde Baru di Indonesia, yaitu, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad ahlussunnah wal jama’ah, dan NII (Hafid, 2020). Namun, artikel ini hanya akan memberi sorotan pada arus gerakan/kelompok yang dianggap berpengaruh terhadap kelompok radikal di Jawa Timur. Gerakan Darul Islam (DI) yang merupakan 88 | Jisiera: the Journal of Islamic Studies and International Relations Gonda Yumitro, Rizki Febriani, Ali Roziqin, & Sukma Oktaviani organisasi politik yang bekerja sama dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tidak ingin membubarkan organisasinya setelah Indonesia mencapai kemerdekaan. Gerakan ini bertahan dan berubah arah menginginkan negara dengan ideologi Islam yang menggantikan Pancasila. DI akhirnya melahirkan beberapa kelompok, diantaranya adalah Jamaah Islamiyah (JI) (Rijal, 2017). Pada akhirnya DI berhasil dibubarkan, tetapi tidak dengan semangat dan doktrin yang terlanjur diwariskan. Pemahaman kuat bahwa barat adalah musuh dan aksi teror yang diartikan sebagai perjuangan harga diri dan martabat Islam akhirnya tidak terelakkan (Solihin, 2017). Saat Indonesia dirundung konflik komunal, kelompok JI mendapatkan momentum (Syeirazi, 2018). Sebagai pecahan dari DI, JI memiliki dua tokoh berpengaruh, yakni Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir. Namun, Abdullah Sungkar adalah pemimpin utama yang menjadi sumber inspirasi, dan penunjuk arah bagi gerakan JI (Sulaiman, 2016). Setelah tokoh sentral JI meninggal pada 1999, kepemimpinan beralih ke Baasyir. Bersama Baasyir, JI diduga terlibat ke dalam serangan-serangan besar yang terjadi, seperti Bom Natal Desember 2000, yang meledakkan 25 bom di 8 kota berbeda (Syeirazi, 2018). Terdapat banyak pengeboman di Indonesia pada masa transisi politik orde baru ke reformasi. Setidaknya terjadi 90 aksi selama 1997 hingga 2002 di tempat seperti hotel, masjid, gereja, klub malam, pusat belanja dan lain-lain, termasuk bom Bali I, 2002 (Sulaiman, 2016). Atas kejadian ini, banyak tokoh JI termasuk Baasyir ditetapkan sebagai tersangka, dan menjalani hukuman penjara (Syeirazi, 2018). Baasyir selanjutnya menjadi kunci bagaimana lahir gerakan kelompok radikal lainnya di Indonesia, khususnya Jawa Timur. Terkait serangan aksi teror, data grafik yang dirilis oleh Global Terrorism Database menunjukkan serangan aksi teror yang terjadi di VOLUME 6, JUNI, 2023 | 89 Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi Indonesia cukup fluktuatif sejak 1970 hingga 2020. Berikut data grafik GTD: Sumber: Global Terrorism Database Dalam grafik ini terlihat serangan meningkat pada tahun 1995 hingga 2000-an. Hal ini membuktikan bahwa transisi ke reformasi membangkitkan radikalisme dan aksi teror di Indonesia. Sebagai penyedia data terorisme dunia, GTD juga memiliki data yang memuat aksi teror yang terjadi di wilayah Jawa Timur dan datanya menunjukkan bahwa terdapat jaringan lain yang tidak disebutkan sebelumnya, yaitu JAD (Jama’ah Ansharud Daulah), dan menjadi kelompok paling dominan di Jawa Timur. Jawa Timur yang sebelumnya disebut menjadi wilayah penangkapan teroris terbanyak 2021 memiliki titik yang rawan, di nyatakan langsung oleh BNPT 4 wilayah yang menjadi prioritas pengawasan adalah Surabaya, Malang, Lamongan dan Magetan (Pratiwi & Faizal, 2022). GTD memuat banyak data terkait aksi teror di Jawa Timur, tetapi karena batasan waktu dalam penelitian ini, aksi teror yang terjadi diklasifikasikan penulis sebagai berikut: 90 | Jisiera: the Journal of Islamic Studies and International Relations Gonda Yumitro, Rizki Febriani, Ali Roziqin, & Sukma Oktaviani Kelompok Tahun Kab/Kota Pelaku Korban Target Meninggal Terluka 2017 Tuban JAD 6 - Polisi 2018 Sidoarjo JAD 4 10 Polisi & Masyarakat 20 40 Polisi, Tokoh agama, dan institusi 2018 Surabaya JAD 2018 Lamongan JAD - - Polisi 2019 Lamongan JAD - - Polisi Sumber: (Database Globals Terroris, 2021) Melansir dari media online BBC News Indonesia, penjelasan Kapolda Jatim mengenai kasus yang terjadi pada tahun 2017 di Tuban tersebut merupakan anggota JAD yang mengendarai mobil dan menargetkan tembakan kepada anggota polisi yang bertugas di sebuah pos polisi di Jalan Raya Tuban. Kapolda Jatim menyebutkan bahwa motif pelaku merupakan balas dendam kepada aparat kepolisian, alasannya karena pimpinan mereka yang dipenjara akibat kasus pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho Aceh (Bbcnews, 2017). Data GTD menunjukkan bahwa serangan aktif oleh JAD terjadi pada tahun 2018 di beberapa daerah dengan target yang berbeda. Menurut info berita nasional Detik News, pada tahun 2018 tersebut di Surabaya dan Sidoarjo terjadi ledakan bom oleh teroris sebanyak lima kali dalam kurun waktu 25 jam. Aksi tersebut dipimpin oleh pemimpin kelompok JAD Surabaya, dan mengakibatkan ledakan yang terjadi di 3 tempat yaitu, Gereja Katolik Santa Maria, Gereja Pantekosa Pusat VOLUME 6, JUNI, 2023 | 91 Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi Surabaya, dan Gereja Kristen Indonesia (Irawan, 2018). Kemudian selanjutnya Lamongan diteror bom pada Maret 2019. Satu bom berhasil dijinakkan oleh Jibom Polda Jatim, tetapi berselang 5 menit bom kedua meledak di balik semak dekat lokasi bom pertama. Ledakan tersebut membuat kaget dan panik orang-orang disekitar alun-alun, meskipun tidak menimbulkan korban jiwa (Bawaslu, 2019). Jama’ah Asharud Daulah (JAD) merupakan kelompok yang di inisiasi oleh Aman Abdurrahman dari dalam sel tahanan. Seorang pengagum Syeikh Abu Muhammad al-Maqdisi (ideology al-Qaeda) mendirikan JAD dengan beberapa tujuan diantaranya, menjadi wadah pendukung ISIS Indonesia, mempersiapkan kaum muslim untuk kedatangan Khilafah Islamiyah, mempersatukan pengikut Anshar Daulah serta mempersiapkan mereka yang ingin berjihad. Setelah satu tahun berdiri, tepatnya di tahun 2015, Aman mempersiapkan anggota JAD berangkat ke Suriah dengan melakukan pelatihan militer terhadap pengikutnya di Gunung Panderman, Kota Batu, Malang (Syeirazi, 2018). Kelompok JAD adalah kelompok radikal yang tidak memiliki kemampuan militer memadai seperti Jamaah Islamiyah, yang menerima latihan khusus di Afganistan dan Mindanao. Namun menariknya, meskipun dikatakan lemah dan tidak terstruktur, JAD mampu melakukan perekrutan dengan mudah tanpa proses kaderisasi yang ketat. JAD memanfaatkan sosial media untuk melakukan penyebaran ideologi, memiliki pola perekrutan dengan melibatkan keluarga dan anak-anak. Oleh karena itu, kelompok JAD merupakan kelompok paling aktif yang berada di Jawa Timur (Syeirazi, 2018). Kondisi tersebut sejalan dengan penelitian Naomi (2020) yang mengatakan bahwa JAD memiliki pola pendanaan kelompok yang berasal dari ISIS dan mengandalkan bantuan dari anggota afiliasi ISIS yang berasal negara Maladewa, Jerman, Venezuela, Trinidad & Tobag, 92 | Jisiera: the Journal of Islamic Studies and International Relations Gonda Yumitro, Rizki Febriani, Ali Roziqin, & Sukma Oktaviani serta negara tetangga Malaysia. Bahkan untuk pendanaan kelompoknya, JAD juga melakukan pengumpulan dana menggunakan badan amal, dana pribadi, meretas situs dan bahkan melakukan perampokan. Selain itu, Naomi menyebutkan bahwa dana miliki kelompok JAD memiliki dua tujuan: pertama, membantu donasi untuk aksi amaliyah; kedua, sebagai dana bantuan kepada keluarga jihadis (Marbun, 2020). Bagi JAD, memberikan bantuan finansial juga merupakan bentuk lain jihad. Oleh karenanya, jika terdapat anggota yang tidak dapat melakukan amaliyah penyerangan dan bergabung dengan kelompok Suriah, maka jihad dapat digantikan dengan memberikan dukungan finansial bagi kelompok JAD, biasa dikenal dengan infaq/shadaqah. Dengan model yang sama, pada saat peristiwa bom gereja tahun 2018 yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo, anggota JAD mendapatkan dana untuk melakukan aksi melalui hasil menjual hartanya berupa mobil. Hal ini dikenal sebagai istilah Self-Funding, artinya sumber dana untuk melancarkan aksi amaliyah kelompok berasal dari hasil usaha, pendapatan/gaji, ataupun hasil jual property (Alfarisy, 2022). Sebagai salah satu kelompok radikal yang aktif, JAD memiliki jaringan luas yang tersebar di berbagai wilayah. Selain Jawa Timur, JAD dikabarkan memiliki jaringan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan, NTB, Kalimantan, serta wilayah Jabodetabek. Meski telah banyak tokoh kunci JAD yang diringkus, terdapat beberapa alasan dibalik kesulitan pemerintah membongkar jaringan JAD. Pertama, anggota JAD yang tergabung dalam jaringan kecil disetiap daerah tidak saling mengenal satu sama lain. Jaringan kecil dapat bergerak sendiri tanpa menunggu komando dari atasan (Renaldi, 2018). Aksi yang kerap dilakukan tanpa komando ini adalah aksi yang berbahaya. Stanislaus Riyanta, seorang Pengamat Intelijen dan VOLUME 6, JUNI, 2023 | 93 Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi Terorisme menyampaikan pandangan bahwa aksi tanpa komando kelompok bisa menjadi sebuah aksi lone wolf, yaitu dimana pelaku melakukan serangan seorang diri, sehingga lone wolf kerap menciptakan pergerakan yang cepat (Darmawan, 2022). Kasus seorang mahasiswa dari Universitas Brawijaya Malang inisial IA adalah contoh aksi lone wolf. Mahasiswa yang terpapar radikal tersebut sering berkomunikasi dengan anggota kelompok JAD, ‘MR’ yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Baik IA dan MR merencanakan amaliyah penyerangan terhadap fasilitas umum dan kantor-kantor polisi (Pratama, 2022). Kedua, radikalisasi melalui media sosial. Peran media sosial di era globalisasi membuat siapa saja rentan, cepat terpengaruh gerakan radikal, bahkan akibatnya tidak dapat diketahui dengan pasti seberapa banyak masyarakat yang telah berbaiat pada ISIS dengan bergabung bersama kelompok JAD. Ketiga, regenerasi pimpinan kelompok. Karena JAD memiliki banyak anggota sehingga mempermudah urusan mengganti pemimpin kelompok ketika pemimpin lama meninggal ataupun ditangkap. Keempat, komunikasi dan radikalisasi di sel tahanan/penjara. Alasan terakhir ini menjadi pekerjaan berat bagi pemerintah, karena narapidana yang sedang menjalani hukuman terkadang dengan leluasa dapat berkoordinasi dengan anggota JAD yang berada di luar (Renaldi, 2018). Dalam perkembangan gerakan kelompok JAD, meskipun tidak diketahui dengan pasti, tetapi JAD ini terlibat komunikasi dengan kelompok radikal lain yang ada di Indonesia. Halim dalam tulisannya di Harian Kompas menyebut bahwa Densus 88 Antiteror mengungkap informasi anggota JAD yang melakukan komunikasi dengan kelompok Majelis Indonesia Timur (MIT) (Halim & Kuwado, 2019). Hal ini diketahui karena petugas berhasil meringkus anggota JAD yang telah lama masuk kedalam daftar pencarian orang oleh Densus 88. Anggota JAD yang merencanakan pengebomam pada 94 | Jisiera: the Journal of Islamic Studies and International Relations Gonda Yumitro, Rizki Febriani, Ali Roziqin, & Sukma Oktaviani Hari Proklamasi Indonesia tahun 2019 tersebut memiliki komunikasi dengan jaringan JAD Lampung, JAD Bekasi, JAD Sibolga dan MIT (Halim & Rastika, 2019). Tersangka ‘N’ disebut melakukan komunikasi dengan kelompok MIT dengan tujuan memberikan dana kepada MIT jaringan Poso, Sulawesi Tengah. Dana untuk MIT disalurkan menggunakan perantara. Tujuan dari pemberian dana tersebut adalah untuk menjalankan aksi teror, yaitu bantuan untuk membeli bahan/material peledak (Divisi Humas Polri, 2019). Oleh karena ini, JAD bukan hanya kelompok yang paling aktif di Jawa Timur, melainkan telah mempunyai jaringan yang kuat di berbagai daerah di Indonesia. Sebagian dari kasus JAD yang diungkap pemerintah menggambarkan ancaman dan bahaya jaringan JAD ini. Polri melalui akun Facebook resmi Divisi Humas Polri menyebutkan bahwa kelompok JAD merupakan jaringan teroris yang memiliki struktur yang baik di dunia maya. JAD lebih masif di media sosial bahkan melebihi JI. Melalui grup Telegram, anggota JAD biasa menginfokan rencana amaliyah tanpa menyebut target lokasi maupun waktu pelaksanaan aksi tersebut. Akibatnya, pergerakan JAD sulit dicegah, karena minim informasi yang ada (Alfarisy, 2022). Jaringan Transnasional Radikalisme di Jawa Timur Sebagai salah satu kelompok radikal yang mendukung ISIS di Indonesia, JAD dianggap yang paling berpengaruh karena mempunyai afiliasi langsung dengan jaringan global (Aryuni, Miranda, Fernando, & Kibtiah, 2020). Jaringan global ini dibangun melalui internet dan media sosial. ISIS menargetkan Indonesia sebagai sumber dukungan karena besarnya komunitas muslim dengan penggunaan internet yang massif. Selain itu, dalam melakukan jihad, JAD terhubung dengan kelompok lokal yang ada di Filipina, dan menyusup di Malaysia (Straits Times, 2021). VOLUME 6, JUNI, 2023 | 95 Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi Para militan JAD mencari dukungan finansial untuk aksi di beberapa wilayah Malaysia dengan cara mencari pekerjaan. Hal ini diungkap oleh Mantan komisaris polisi Sabah Datuk Hazani Ghazali yang mengatakan daerah Sabah dijadikan tempat persembunyian yang baik bagi para militan. Ia menceritakan bahwa mereka masuk dengan rute dari Tarakan, kemudian memasuki Kalabakan di Tawau dan melalui jalan darat ke Keningau. Di Sabah mereka bekerja untuk proyek jalan raya, perkebunan kelapa sawit bahkan petani sayuran (Sahrasad, Maksum, Chaidar, & Ansari, 2020). Kondisi ini membuktikan bahwa ISIS berhasil mendapatkan pengikut setianya. Jaringan JAD merupakan kelompok yang lahir karena kegagalan pemimpin Irak dalam membangun sistem politik Sunni/Syiah. Kegagalan ini akhirnya meningkatkan jumlah militan di seluruh Irak. Dukungan AS, Arab Saudi dan juga Qatar terhadap faksi revolusioner Sunni yang terdapat di Suriah juga menjadi andil dalam lahirnya kelompok ISIS (Sahrasad et al., 2020). Basis kekuatan regional ISIS di Indonesia dibangun di wilayah Poso, Sulawesi Tengah. ISIS di Indonesia tidak hanya mengirimkan pesan jelas kepada pemerintah, tetapi juga masyarakat terkait dengan aksi teror mereka (Warkum Sumitro, 2015). Sebagai gerakan global yang merambah ke berbagai negara, ISIS memaknai jihad dengan aktivitas kekerasan dan perang melawan kafir barat. Oleh karenanya, karakter ISIS adalah kelompok radikal yang tidak peduli terhadap target mereka, baik sipil ataupun militer. Mupiza mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa ISIS rutin dipromosikan oleh tokoh-tokoh salafi jihadi lokal di Indonesia (Mupiza, 2019). Baiat kepada ISIS dilakukan oleh Aman pada 2014, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai berdirinya JAD. Baiat kepada ISIS diikuti oleh narapidana terorisme di Kelapa Dua, kemudian di Markas Brimob Jakarta Selatan. Setelah JAD didirikan, muncul deklarasi baiat dan dukungan kepada ISIS di beberapa wilayah Indonesia yaitu, Makassar, Solo, Malang, Lampung, Kalimantan Timur dan Mukomom. Bahkan pengaruh JAD ini 96 | Jisiera: the Journal of Islamic Studies and International Relations Gonda Yumitro, Rizki Febriani, Ali Roziqin, & Sukma Oktaviani membuat Abu Bakar Baasyir selaku pendiri MMI dan JAT, berbaiat kepada ISIS atas bujukan dari Aman. JAT sejatinya dekat dengan alQaeda dan organisasi afiliasi Jabhah Nusrah (Syeirazi, 2018). Keputusan Baasyir akhirnya membuat sebagian pengikut JAT seperti Firman Taufikuroman, M. Achwan, dan bahkan Abdur Rochim Baasyir, anak Baasyir keluar dan mendirikan kelompok mereka sendiri yang dinamakan JAS (Renaldi, 2018). JAD sebagai kelompok pendukung ISIS semakin menunjukkan kemampuan aksi teror mereka yang ekstrim. Setelah terjalin hubungan dengan ISIS, JAD gencar melakukan berbagai serangan yang tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hingga ke luar negeri. Pada tahun 2015, Aman bahkan dari dalam penjara mampu memberikan instruksi kepada pengikutnya untuk melakukan serangan di beberapa lokasi di Paris, dan akibatnya kejadian tersebut menewaskan 137 korban jiwa (Database Globals Terroris, 2021). Tidak hanya itu, JAD juga pernah melakukan serangan di Jolo, Filipina pada tahun 2019. Target dari serangan JAD di Jolo adalah aparat militer masyarakat dan tokoh agama. Aksi teror JAD di Jolo menewaskan 12 korban jiwa, dan 51 korban luka (Tempo, 2017). JAD juga terlibat dalam peristiwa yang terjadi di Marawi, Filipina. Informasi yang dimuat dalam Harian Tempo menyebutkan bahwa BNPT mengungkap terdapat 40 orang Indonesia yang terlibat dalam serangan teror di Marawi dan di konfirmasi adalah anggota JAD (Hasyim & Dewi, 2018). Hal ini dilakukan atas dasar nilai yang sama dan kesetiaan kepada ISIS, sehingga anggota JAD berangkat ke Filipina dan bekerja sama dengan jaringan teroris lokal Filipina yaitu Maute dan kelompok radikal Abu Sayyaf (Arifin, Masyhar, Rodiyah, Maskur, & Taduri, 2020). Sepanjang tahun 2015 dan 2016, negara-negara di Asia Tenggara dihadapkan pada aksi terorisme yang dipelopori oleh kelompok militan ISIS dan kelompok pendukungnya. Negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina VOLUME 6, JUNI, 2023 | 97 Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi mengalami aksi teror yang brutal. Tidak hanya menyerang, ISIS juga merekrut warga dari berbagai negara untuk bergabung dengan mereka. Hal ini menimbulkan keluhan dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat (Tabrani, 2019). Menurut Tabrani, JAD adalah semacam kelompok intelektual yang menjalankan dukungan radikal untuk gerakan anti kemapanan di Indonesia dan mencita-citakan khilafah/negara Islam yang kuat yang berjalan di bawah payung ISIS (Media, 2017). JAD kini menjadi kelompok radikal yang sangat berbahaya bagi keamanan tidak hanya nasional tetapi juga internasional. Bahkan Amerika Serikat melalui Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan menetapkan jaringan radikal Indonesia ini sebagai organisasi teroris berbahaya, dan melarang warganya untuk terlibat bisnis apapun dengan JAD (Erikha & Rufaedah, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki kisah kompleks terkait terorisme. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah memiliki catatan serangan bom besar yang banyak, seperti yang terjadi di Bali, Thamrin-Jakarta, Hotel The Ritz Carlton, Atrium Plaza, Hotel JW Marriot, Kedutaan Besar Australia, dan Filipina, Kedutaan Besar Myanmar, Surabaya dan lain-lain. Terkait dengan jaringan ekstrimis JAD, secara geografis, Jawa Timur khususnya Malang menjadi tempat strategis dan surga bagi para ekstremis untuk mempersiapkan serangan teror, merekrut orang. Hal ini dikarenakan Malang memiliki 3 hal menarik bagi para ekstremis. Pertama, letak yang berada diantara timur dan barat dan menjadi objek para turis. Kedua, terdapat banyak universtas yang dapat menjadi sumber rekruitmen anggota para ekstrimis. Ketiga adalah pegunungan Malang yang dapat dijadikan tempat latihan militer oleh kelompok radikal (Prasetya, 2021). 98 | Jisiera: the Journal of Islamic Studies and International Relations Gonda Yumitro, Rizki Febriani, Ali Roziqin, & Sukma Oktaviani Kesimpulan Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa gerakan terorisme pasca reformasi di Indonesia mempunyai jejaring yang kuat baik secara domestik maupun transnasional. Gelombang Negara Islam (IS) telah mencapai dan mempengaruhi Indonesia lebih dari negara lain seperti Malaysia dan Filipina di Asia Tenggara. Di antara negaranegara Asia Tenggara, Indonesia adalah negara paling berbahaya selain Filipina dalam hal terorisme. JAD menjadi salah satu jaringan radikal yang termasuk ke dalam jaringan teroris berbahaya. Pasalnya selain menjadi kelompok radikal paling aktif di Jawa Timur, JAD menjadi kelompok paling mematikan. Hal ini karena kesamaan nilai JAD dengan ISIS. ISIS dikenal sebagai kelompok teroris yang brutal, dimana keingingan mereka yaitu untuk mengendalikan wilayah, penduduk, sumber daya serta membuat negara Islam. Bersamaan dengan itu, baik ISIS ataupun JAD menggunakan strategi serangan yang ditujukan untuk menggangu dan meneror sebuah negara, dengan maksud untuk mengguncang otoritas nation-state yang berkuasa. Aksi gerakan ini bahkan tidak hanya dalam bentuk grup, tapi juga terdapat lone wolf sebagai bagian aksi terornya. Ucapan Terimakasih: Artikel ini merupakan hasil penelitian yang didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui skema Hibah Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT 2022), dan didukung oleh Universitas Muhammadiyah Malang. Daftar Pustaka Alfarisy, R. M. (2022). Gerakan Transnasional Jihadis Di Indonesia: Studi Kasus Pada Jamaah Ansharut Daulah (Jad) 2015-2019. Researchgate.Net, (April), 2015–2019. Arifin, R., Masyhar, A., Rodiyah, Maskur, M. A., & Taduri, J. N. A. VOLUME 6, JUNI, 2023 | 99 Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi (2020). When the eagle becomes the king of the forest: An analysis of us intervention on terrorism in Southeast Asian Countries. International Journal of Innovation, Creativity and Change, (4), 592–610. Aryuni, M., Miranda, E., Fernando, Y., & Kibtiah, T. M. (2020). An early warning detection system of terrorism in indonesia from twitter contents using naïve bayes Algorithm. 5th International Conference on Information Management and Technology, ICIMTech 2020, 555–559. School of Information Systems, Bina Nusantara University, Information Systems Department, Jakarta, 11480, Indonesia: Institute of Electrical and Electronics Engineers Inc. https://doi.org/10.1109/ICIMTech50083.2020.9211261 Bawaslu, J. (2019). Dua Bom Meledak Di Alun-Alun Setelah Apel Gelar Pasukan Dalam Rangka PAM Menghadapi Pemilu 2019. Bbcnews. (2017, April). Serangan teroris di Tuban: Enam pelaku tewas dalam “kontak tembak” dengan polisi - BBC News Indonesia. BBC Indonesia, p. 1. Cnn Indonesia. (2022, February). Polri Tangkap 392 Terduga Teroris pada 2021, Jatim-Sumut Terbanyak. CNN Indonesia, p. 1. Darmawan, R. K. (2022). Mahasiswa UB Malang Ditangkap Densus 88, Pengamat: Anak Muda Rentan Terpapar Radikalisme. Kompas.Com, p. 1. Database Globals Terroris. (2021). GTD Search Results. Divisi Humas Polri. (2019). Polri Kelompok Teroris JAD Lebih Terstruktur di Dunia Maya (p. 1). p. 1. Erikha, F., & Rufaedah, A. (2019). Dealing with terrorism in Indonesia: An attempt to deradicalize, disengage and reintegrate terror inmates with a social psychology approach. In Terrorist 100 | Jisiera: the Journal of Islamic Studies and International Relations Gonda Yumitro, Rizki Febriani, Ali Roziqin, & Sukma Oktaviani Rehabilitation and Community Engagement in Malaysia and Southeast Asia (pp. 131–138). Linguistics Department, Universitas Indonesia (UI), Indonesia: Taylor and Francis. https://doi.org/10.4324/9780367817466-9 Fahmi, I., Nasution, A., Miswari, I. L., Langsa, I., Daulay, M., Sumatera, U., … Blora, K. U. (2021). the Spread of Radicalism Movements in Indonesia: the State’S Accomodative Political Gradation Post-Reform. Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, 24(1), 1–16. Hafid, W. (2020). Genologi Radikalisme Di Indonesia (Melacak Akar Sejarah Gerakan Radikal). Journal of Islamic Law, Fakultas Agama Islam UMI, 1(1), 31–46. Halim, D., & Kuwado, F. J. (2019, July). Terduga Teroris yang Ditangkap di Padang Punya Jaringan di Afghanistan. Kompas.Com, p. 1. Halim, D., & Rastika, I. (2019, July). Polri Kelompok Teroris JAD dan MIT Berkomunikasi. Kompas.Com, p. 1. Hasyim, I., & Dewi, C. M. T. (2018). BNPT Aman Abdurrahman Instruksikan JAD Berperang ke Filipina. Tempo.Co, p. 1. Hikam, M. A. (2019). Perkembangan Kelompok Radikal Di Indonesia PascaPerppu Ormas No 2 2017: Beberapa Pokok Pemikiran (Vol. 3, pp. 58–66). Vol. 3, pp. 58–66. Ichwayudi, B. (2020). Dialog Lintas Agama Dan Upaya Menangkal Potensi Radikalisme Di Kalangan Pemuda. Empirisma: Jurnal Pemikiran Dan Kebudayaan Islam, 29(1), 41–52. Indraswari, F., & Wiswayana, W. (2020). The Pattern & Mechanism of Community Involvement in Preventing Radicalism & Terrorism (Study Case in Central Java Province, Indonesia). 1–12. VOLUME 6, JUNI, 2023 | 101 Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi https://doi.org/10.4108/eai.26-11-2019.2295188 Irawan, D. (2018, May). 5 Ledakan Bom di Jawa Timur dalam 25 Jam. DetikNews, p. 1. Marbun, N. O. M. (2020). Analisis perbandingan pola pendanaan kelompok teroris jamaah ansharut daulah (jad) dan abu sayyaf group (asg) di asia tenggara. Universitas St=atya Negara Indonesia. Media. (2017). AS Masukkan JAD Organisasi Teroris. Mediaindonesia, p. 1. Mupiza. (2019). Analisis Struktur Rivalitas ISIS - al Qaeda. 9–25. Prasetya, D. M. (2021). Rethinking terrorism in indonesia: A geographical perspective. Tamkang Journal of International Affairs, 25(2), 53–95. https://doi.org/10.6185/TJIA.V.202110_25(2).0002 Pratama, R. K. (2022, May). Terduga Teroris di Malang Intens Komunikasi dengan Kelompok JAD. Timesindonesia.Co.Id, p. 1. Pratiwi, S. P., & Faizal, A. (2022, March). 4 Daerah di Jatim Jadi Prioritas Pengawasan BNPT, Mana Saja? Kompas.Com, p. 1. Rahmatullah, Y. (2017). Radicalism, Jihad and Terror. Al-Albab, 6(2), 157. https://doi.org/10.24260/alalbab.v6i2.731 Renaldi, A. (2018). Kisah di Balik JAD, Kelompok Teror Paling Mematikan Saat Ini. Vice.Com. Rijal, N. K. (2017). Eksistensi dan Perkembangan ISIS: Dari Irak Hingga Indonesia. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 13(1), 45. https://doi.org/10.26593/jihi.v13i1.2670.45-60 Rokhmad, A. (2012). Radikalisme Islam Dan Upaya Deradikalisasi 102 | Jisiera: the Journal of Islamic Studies and International Relations Gonda Yumitro, Rizki Febriani, Ali Roziqin, & Sukma Oktaviani Paham Radikal. Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 20(1), 79. https://doi.org/10.21580/ws.20.1.185 Sahrasad, H., Maksum, A., Chaidar, A., & Ansari, T. S. (2020). Indonesian terrorism: Wahabism and the ‘imagined caliphate.’ Journal of Social, Political, and Economic Studies, 45(1–2), 31–45. Sindo. (2021, September). Taliban dan Terorisme di Indonesia. Sindonew.Com, p. 1. Solihin, N. (2017). Understanding The Radicalism Movement In Indonesia: A Conflict Approach to the Rise of Terrorism. AJIS: Academic Journal of Islamic Studies, 2(1), 25. https://doi.org/10.29240/ajis.v2i1.166 Straits Times. (2021, September). Sabah Malaysia adalah titik transit pilihan teroris Asia Tenggara Pakar The Straits Times. Straits Times.Com, p. 1. Sulaiman. (2016). Analisa. Social Science and Religion, 1(1), 1–28. Syarif, H. (2021, March). Ini 5 kelompok teroris yang masih aktif di indonesia. Sindonews.Com, p. 1. Syeirazi, M. K. (2018, August). Anatomi Radikalisme di Indonesia (6): Dari JI ke JAT, lalu JAD. NUonline, p. 1. Tabrani, D. (2019). Familial terrorism: An anthropological analysis on familial suicide bombings in Surabaya, 13-14 may 2018. International Journal of Recent Technology and Engineering, 7(6), 1440– 1444. Tempo. (2017). Anggota JAD Indonesia Ikut Pejuang ISIS di Marawi - En. Tempo.Co. Warkum Sumitro, S. H. M. H. (2015). Deconstruction of jihad VOLUME 6, JUNI, 2023 | 103 Jaringan Radikalisme Di Jawa Timur Pasca Reformasi radicalism in Islamic law: A conceptual proposal to combat ISIS terrorism in Indonesia. Global Journal Al-Thaqafah, 5(2), 7–18. https://doi.org/10.7187/gjat862015.05.02 Yumitro, G., Kurniawati, D. E., & Saiman, S. (2018). Terrorism Issues and The Development of Transnational Islamic Movements in The Region of Malang. 104 | Jisiera: the Journal of Islamic Studies and International Relations