Academia.eduAcademia.edu

MAKALAH AKUNTANSI KEPERILAKUAN

ASPEK KEPERILAKUAN PADA PERENCANAAN LABA DAN PENGANGGARAN

MAKALAH AKUNTANSI KEPERILAKUAN ASPEK KEPERILAKUAN PADA PERENCANAAN LABA DAN PENGANGGARAN Dosen Pengampu : Dr. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si., CIQnR., CSRS. Dr. Wiralestari, S.E., M.Si. Disusun Oleh : Kelompok 2 Wiana Ayu Kartini (C1C022033) Ellyana Ika Septiani (C1C022131) M. Sulthan (C1C022151) PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JAMBI 2024 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Akuntansi Keperilakuan dengan judul “Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran” ini tepat pada waktunya. Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual, juga kepada dosen yang mengajar mata kuliah Akuntansi Keperilakuan Bapak Dr. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si., CIQnR., CSRS. dan Ibu Dr. Wiralestari, S.E., M.Si. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Penulis, berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran agar makalah selanjutnya jauh lebih baik. Di sisi lain, penulis juga berharap semoga dengan makalah ini pembaca dapat menemukan pengetahuan baru dari makalah ini. Jambi, Oktober 2024 Penulis ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii BAB I ...................................................................................................................... 2 1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 2 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3 BAB II .................................................................................................................... 4 2.1 Fungsi dari Perencanaan Laba dan Penganggaran ................................... 4 2.2 Pandangan Perilaku Terhadap Proses Penyusunan Anggaran.................. 5 2.3 Konsekuensi Disfungsional dari Proses Penyusunan Anggaran .............. 7 2.4 Relevansi Konsep Ilmu Keperilakuan dalam Lingkungan Perencanaan .. 9 BAB III ................................................................................................................. 18 3.1 KESIMPULAN ..................................................................................... 18 3.2 SARAN.................................................................................................. 18 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19 iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian mengenai penyusunan anggaran dan efektivitasnya dalam peningkatan kinerja merupakan topik yang penting karena anggaran menjadi alat utama pengendalian setiap perusahaan. selain menjadi alat pengendalian, anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur sejauh mana performance dari setiap manajer. Anggaran juga dapat menjadi alat untuk memotivasi kinerja anggota organisasi, anggaran sebagai alat yang dapat digunakan atasan untuk menyelaraskan, mengkoordinasikan dan memotivasi bawahan dan alat untuk mendelegasikan wewenang atasan dan bawahan. Aspek perilaku yang terkait dengan anggaran merujuk pada perilaku manusia yang terlibat pada saat anggaran tersebut disusun dan diimplemetasikan. Anggaran dapat mengakibatkan mempengaruhi manusia perilaku membatasi manusia. tindakannya. Adanya Anggaran anggaran pula yang menyebabkan kinerja manajer selalu dan secara kontinyu dipantau serta dibandingkan. Hal ini pula yang mengakibatkan timbulnya tekanan. Manajer seringkali menghadapi permasalahan akibat adanya anggaran seperti misalnya timbulya over atau under budget, penyimpangan dari anggaran yang diharapkan, dan sebagainya. Akibatnya anggaran kemudian dianggap sebagai sesuatu yang dapat menghambat atau mengancam karir. Keberhasilan anggaran terutama akan ditentukan oleh cara pembuatan anggaran itu sendiri. Program anggaran yang paling berhasil harus melibatkan manajer dalam tanggungjawab pengendalian biaya untuk membuat estimasi anggaran mereka sendiri. Pendekatan dalam penyediaaan data anggaran ini penting terutama apabila anggaran tersebut akan digunakan untuk mengendalikan dan mengevaluasi aktivitas seorang manajer. Pendekatan penganggaran yang dianggap paling efektif adalah anggaran yang dibuat dengan kerjasama dan partisipasi penuh dari manajer pada semua tingkatan. 2 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja berbagai fungsi dari perencanaan laba dan anggaran? 2. Bagaimana pandangan perilaku terhadap proses penyusunan anggaran? 3. Bagaimana konsekuensi disfungsional dari proses penyusunan anggaran? 4. Apa saja relevansi konsep ilmu keperilakuan dalam lingkungan perencanaan? 5. Apa saja konsep-konsep keperilakuan yang relevan dalam proses penyusunan anggaran? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui fungsi dari perencanaan laba dan anggaran 2. Untuk mengetahui pandangan perilaku terhadap proses penyusunan anggaran 3. Untuk mengetahui konsekuensi disfungsional dari proses penyusunan anggaran 4. Untuk mengetahui relevansi konsep ilmu keperilakuan dalam lingkungan perencanaan 5. Untuk mengetahui konsep-konsep keperilakuan yang relevan dalam proses penyusunan anggaran 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Fungsi dari Perencanaan Laba dan Penganggaran Anggaran merupakan perencanaan manajerial untuk tindakan yang dinyatakan dalam istilah-istilah keuangan. Anggaran merupakan rencana laba jangka pendek yang komprehensif, yang membuat tujuan dan target manajemen dilaksanakan. Anggaran adalah alat manajerial yang memastikan pencapaian target organisasional dan memberikan pedoman yang rinci untuk operasi harian. Anggaran berdampak langsung terhadap perilaku manusia. Anggaran menjelaskan kepada orang-orang mengenai apa yang diharapkan dari mereka dan kapan hal tersebut harus sudah dilakukan. Anggaran menetapkan batasan pada apa yang dapat dibeli dan berapa banyak yang dapat dibelanjakan. Anggaran membatasi tindakan manjemen. Anggaran merupakan alasan pemantauan kinerja manajer secara kontinu dan standar perbandingan hasil kinerja. Anggaran perusahaan seharusnya membuat komitmen atas sumber data yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Anggaran sebaiknya mencerminkan tambahan biaya iklan dan promosi yang diperlukan untuk meningkatkan penjualan dan memperbaiki citra perusahaan. Anggaran sebaiknya memasukkan estimasi arus kas yang juga mempertimbangkan waktu penagihan kas dari pelanggan, pembayaran kas kepada pemasok, dan peningkatan yang diantisipasi dalam berbagai beban. Ada beberapa fungsi anggaran, yaitu : 1. Anggaran merupakan hasil akhir dari proses perencanaan perusahaan. Sebagai hasil negosiasi antaranggota organisasi yang dominan, anggaran mencerminkan konsensus organisasional mengenai tujuan operasi untuk masa depan. 2. Anggaran merupakan cetak biru perusahaan untuk bertindak, yang mencerminkan prioritas manajemen dalam alokasi sumber daya organisasi. Anggaran menunjukan bagaimana beragam subunit 4 organisasi harus bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. 3. Anggaran bertindak sebagai suatu alat komunikasi internal yang menghubungkan beragam departemen atau divisi organisasi antara yang satu dengan yang lainnya dan dengan manajemen puncak. Arus informasi dari departemen mengoordinasikan ke departemen dan memfasilitasi aktivitas berfungsi untuk organisasi secara keseluruhan. 4. Dengan menetapkan tujuan dalam kriteria kinerja yang dapat diukur, anggaran berfungsi sebagai standar terhadap mana hasil operasi actual dapat dibandingkan. 5. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen untuk menemukan bidang-bidang yang menjadi kekuatan atau kelemahan perusahaan. 6. Anggaran mencoba untuk memengaruhi dan memotivasi baik manajer maupun karyawan untuk terus bertindak dengan cara yang konsisten dengan operasi yang efektif dan efisien serta selaras dengan tujuan organisasi. 2.2 Pandangan Perilaku Terhadap Proses Penyusunan Anggaran Ada tiga tahapan utama dalam proses penyusunan anggaran, yaitu sebagai berikut : 1) Tahap Penetapan Tujuan Aktivitas perencanaan dimulai dengan menerjemahkan tujuan organisasi yang luas kedalam tujuan-tujuan aktivitas yang khusus. Untuk menyusun rencana yang realistis dan menciptakan anggaran yang praktis, interaksi yang ekstensif diperlukan antara manajer lini dan manajer staf organisasi. Dalam suatu perusahaan, direktur perencanaan memainkan peranan kunci dalam proses manusia dari penyusunan anggaran ini. 5 2) Tahap Implementasi Pada tahap implementasi, rencana formal tersebut digunakan untuk mengkomunikasikan tujuan dan strategi organisasi, serta untuk memotivasi orang secara positif dalam organisasi. Hal ini dicapai dengan menyediakan target kinerja terinci bagi mereka yang bertanggungjawab untuk mengambil tindakan. Agar rencana tersebut berhasil, maka rencana itu harus dikomunikasikan secara efektif. Kesalahpahaman sebaiknya dideteksi dan diselesaikan dengan segera. Hanya setelah itu baru rencana formal kemungkinan akan menerima kerjasama penuh dari berbagai kelompok yang ingin di motivasi olehnya. 3) Tahap Pengendalian dan Evaluasi Kinerja Setelah anggaran diimplementasikan, maka anggaran tersebut berfungsi sebagai elemen kunci dalam sistem pengendalian. Anggaran menjadi tolak ukur terhadap mana kinerja aktual dibandingkan dan berfungsi sebagai suatu dasar untuk melakukan manajemen berdasarkan pengecualian. Sebenarnya untuk menjaga efisiensi dalam operasi, baik kinerja diatas standar maupun dibawah standar harus diakui dan di investigasi. Untuk menyusun suatu anggaran atau rencana laba, terdapat langkahlangkah tertentu yang perlu di ambil, yaitu : 1. Manajemen puncak harus memutuskan apa yang menjadi tujuan jangka pendek perusahaan dan strategi mana yang akan digunakan untuk mencapainya. 2. Tujuan harus ditetapkan dan sumber daya dialokasikan. 3. Suatu anggaran atau rencana laba yang komprehensif harus disusun, kemudian disetujui oleh manajemen puncak. Setelah disetujui, anggaran harus dikomunikasikan kepada penyelia dan karyawan yang kinerjanya dikendalikan. 4. Anggaran digunakan untuk mengendalikan biaya yang menentukan bidang-bidang masalah dalam organisasi tersebut dengan membandingkan hasil kinerja aktual dengan tujuan yang telah dianggarkan secara periodik. 6 2.3 Konsekuensi Disfungsional dari Proses Penyusunan Anggaran Berbagai fungsi anggaran seperti penetapan suatu tujuan, pengendalian, dan mekanisme evaluasi kinerja dapat memicu berbagai konsekuensi disfungsional, seperti berikut ini : Rasa Tidak Percaya Suatu anggaran terdiri atas seperangkat tujuan-tujuan tertentu. Walaupun anggaran tersebut dapat disesuaikan untuk kejadian-kejadian yang tidak diantisipasi, anggaran menampilkan kesan infleksibilitas. Anggaran merupakan suatu sumber tekanan yang dapat menimbulkan rasa tidak percaya, rasa permusuhan, dan mengarah pada kinerja yang menurun. Alasan dari rasa tidak percaya ini didasarkan pada keyakinan penyelia : 1. Anggaran cenderung untuk terlalu menyederhanakan atau mendistorsi situasi “riil” dan gagal untuk memungkinkan dimasukkannya variasi dalam faktorfaktor eksternal. 2. Anggaran mencerminkan variable-variabel kualitatif, seperti pengetahuan mengenai tenaga kerja, kualitas bahan baku, dan efisiensi mesin, secara tidak mencukupi. 3. Anggaran hanya mengonfirmasikan apa yang telah diketahui oleh penyelia. 4. Anggaran seringkali digunakan untuk memanipulasi penyelia sehingga ukuran kinerja yang di indikasikan di curigai. 5. Laporan anggaran menekankan pada hasil, bukan pada alasan. 6. Anggaran mengganggu gaya kepemimpinan penyelia. 7. Anggaran cenderung untuk menekan pada kegagalan. Resistensi Walaupun anggaran telah digunakan secara luas dan manfaatnya sangat didukung, anggaran masih ditolak oleh banyak partisipan dalam suatu organisasi. Salah satu alasan utama untuk hal itu adalah bahwa anggaran menandai dan membawa perubahan, sehingga merupakan suatu ancaman terhadap status quo. Adalah suatu tantangan bagi manajemen untuk mengatasi resistensi untuk berubah ini dan untuk berhasil memperkenalkan invovasi yang meningkatkan kinerja organisasi. 7 Alasan lain dari resistensi anggaran adalah bahwa proses anggaran memerlukan waktu dan perhatian yang besar. Manajer atau penyelia mungkin merasa terlalu terbebani dengan adanya permintaan yang ekstensif atas waktu mereka dan tanggung jawab rutin mereka. Oleh karena itu, mereka tidak ingin untuk terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Akhirnya, banyak manajer dan penyelia kurang memahami seluk-beluk dari penyusunan anggaran. Mereka sering kali takut untuk mengakuinya atau tidak mau cukup mempelajari mengenai proses perencanaan dan penyusunan anggaran guna memberikan kontribusi yang berarti. Konflik Internal Anggaran memerlukan interaksi antara orang-orang pada berbagai tingkatan organisasi yang berbeda. Konflik internal dapat berkembang sebagai akibat dari interaksi ini, atau sebagai akibat dari laporan kinerja yang membandingkan satu departemen dengan departemen lainnya. Gejala-gejala umum dari konflik adalah ketidakmampuan untuk mencapai kerjasama antar pribadi dan antar kelompok selama penyusunan anggaran. Konflik internal menciptakan suatu lingkungan kerja yang kompetitif dan bermusuhan. Konflik dapat menyebabkan orang berfokus pada kebutuhan departemennya sendiri secara eksklusif daripada kebutuhan dari organisasi secara total. Situasi ini menyebabkan keselarasan tujuan menjadi lebih sulit, jika tidak mungkin, untuk dicapai. Kemudian, tindakan untuk menghilangkan konflik internal dan mengembalikan hubungan kerja yang harmonis dan produktif dapat dimulai. Efek Samping Lain yang Tidak Diinginkan Anggaran barangkali menghasilkan pengaruh lain yang tidak diinginkan. Salah satu dari hal ini adalah terbentuknya kelompok-kelompok informal yang kecil, yang bekerja menentang tujuan dari anggaran. Kelompok-kelompok karyawan ini biasanya dibentuk untuk melawan konflik internal dan tekanan yang diciptakan oleh anggaran tersebut. Tujuan mereka adalah untuk mengurangi ketegangan. Tetapi, tujuan mereka dapat berlawanan dengan tujuan organisasi, dan dampak yang tidak diinginkan dari aktivitas mereka bias juga berlawanan 8 dengan tujuan yang mereka maksudkan sebelumnya, yaitu untuk mengurangi ketegangan. Anggaran seringkali dipandang sebagai alat tekanan manajerial. Orangorang merasakan tekanan ketika manajemen puncak berusaha untuk memperbaiki efisiensi dengan cara memperoleh lebih banyak output dari tingkat input yang ada (lebih rendah). Tekanan yang berlebihan dapat dihubungkan dengan frustasi, emosi yang meningkat, dan penyakit fisik yang ditimbulkan oleh stres. Efek samping lainnya yang tidak diinginkan yang dapat berkembang adalah penekanan yang berlebihan pada kinerja departemental dan kurang menekankan pada kinerja organisasi secara keseluruhan. Anggaran juga dapat menghambat inisiatif individual dan inovasi yang efektif biaya, karena metode bisnis yang telah ada dengan probabilitas keberhasilan yang diketahui lebih dipilih dibandingkan dengan metode baru dengan peluang keberhasilan yang belum terbukti. Dengan demikian, individu seringkali tidak berani berinovasi. Untuk membuat anggaran berhasil, karyawan harus dibuat untuk menyadari bahwa fungsi anggaran sebagai wahana yang positif untuk operasi organisasi yang mulus. Daripada memandang anggaran sebagai cara yang mengerikan untuk memeras keringat karyawan sampai ke titik penghabisan, orang harus belajar untuk memandang anggaran sebagai alat untuk menciptakan keselarasan tujuan dan sebagai standar kinerja yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat kepada seluruh karyawan perusahaan. 2.4 Relevansi Konsep Ilmu Keperilakuan dalam Lingkungan Perencanaan Dampak dari Lingkungan Perencanaan Sebelum konsep ilmu keperilakuan yang memengaruhi proses perencanaan atau penyusunan anggaran dapat dibahas dengan berarti, adalah perlu untuk memperkenalkan faktor-faktor yang menimbulkan variasi dalam lingkungan perencanaan. Lingkungan perencanaan mengacu pada struktur, proses, dan polapola interaksi dalam penetapan kerja. Hal tersebut kadangkala disebut dengan budaya penerimaan manajemen puncak terhadap ide-ide baru, prosedur dan perangkat untuk membuat agar pekerjaan dilakukan, perasaan identifikasi dengan 9 organisasi, tingkat kohesi dari tenaga kerja, dan seterusnya. Ukuran dan struktur, gaya kepemimpinan, jenis sistem pengendalian, dan stabilitas lingkungan dari suatu organisasi merupakan beberapa faktor yang memengaruhi lingkungan kerja dimana perencanaan terjadi. Lingkungan kerja atau budaya organisasi memengaruhi perilaku dan oleh karena itu juga memengaruhi proses perencanaan. Perilaku manusia bersifat adaptif dan berbeda dari satu tindakan tertentu oleh manajemen puncak dapat mendorong perilaku dan hasil anggaran yang menguntungkan, sementara tindakan yang sama di lingkungan yang berbeda dapat mendorong perilaku yang tidak diinginkan dan hasil anggaran yang disfungsional. Ukuran dan Struktur Organisasi Ukuran dan struktur dari suatu organisasi memengaruhi perilaku manusia dan pola interaksi dalam tahap penetapan tujuan, implementasi, dan pengendalian serta evaluasi terhadap proses perencanaan. Ukuran organisasi mungkin dipandang sebagai jumlah karyawan, nilai dolar dari pabrik fisik, volume penjualan, jumlah kantor cabang, atau ukuran kuantitatif lainnya yang membedakan organisasi. Struktur organisasi mengacu pada hubungan formal dan informal antara para anggota organisasi. Hal tersebut meliputi jumlah lapisan wewenang, jumlah kantor atau posisi pada setiap lapisan, tanggung jawab dari setiap kantor, dan prosedur untuk membuat pekerjaan dilakukan. Ukuran organisasi memengaruhi struktur organisasi. Di perusahaan-perusahaan kecil, struktur perencanaan dan pengendalian adalah relatif sederhana karena aktivitas organisasi hanya dilaksanakan oleh sedikit orang. Aktivitas dapat dengan mudah dikendalikan dan masalah keselarasan tujuan dapat dengan cepat dibahas. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan juga memengaruhi lingkungan perencanaan organisasi. Teori X dari McGregor menjelaskan gaya kepemimpinan yang otoriter dan dikendalikan secara ketat, di mana kebutuhan akan efisiensi dan pengendalian mengharuskan pendekatan manajerial tersebut untuk berurusan dengan bawahannya. Untuk memantau kinerja bawahan, para pemimpin ini menugaskan 10 staf mereka untuk mengumpulkan informasi yang memungkinkan dilakukannya pengawasan secara tidak langsung. Filosofi untuk mendorong perilaku bawahan yang diinginkan adalah: gaji mereka dengan baik dan awasi mereka dengan ketat. Teori X mengimplikasikan bahwa anggaran akan disusun oleh manajemen puncak (kontroler atau direktur perencanaan) dan dikenakan pada manajemen tingkat bawah. Dengan demikian, dalam gaya kepemimpinan otoriter, anggaran dipandang sebagai alat pengendalian manajemen yang di desain untuk memastikan kepatuhan karyawan terhadap harapan dari manajemen puncak. Gaya kepemimpinan otoriter secara nyata memfasilitasi koordinasi dan pengendalian atas aktivitas, khususnya ketika tanggung jawab atas tugas tersebut tidak jelas. Gaya kepemimpinan ini terutama efisien dalam kasus perbedaan bahasa atau 9 budaya. Tetapi, gaya kepemimpinan ini tidak mendorong partisipasi dan dapat menimbulkan tekanan anggaran yang berlebihan, kegelisahan, dan rusaknya motivasi. Teori Y dari McGregor dan gaya kepemimpinan demokratis Likert mendorong tingkat keterlibatan dan partisipasi karyawan dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan demokratis memungkinkan fleksibilitas dalam proses penyusunan anggaran dan memberikan peluang kepada karyawan untuk terlibat dalam perancangan arah organisasi, mengekspresikan ideide mereka tentang bagaimana perusahaan sebaiknya beroperasi, dan memanfaatkan bakat mereka secara efektif. Dengan pendekatan partisipatif, dibutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan anggaran karena adanya komunikasi dan negosiasi bolak-balik antar departemen. Tetapi, riset telah mengungkapkan bahwa orang mengidentifikasikan dirinya lebih dekat dengan anggaran dan melakukan usaha yang lebih besar guna mencapai tujuan yang dinyatakan ketika mereka berpartisipasi dalam menetapkan tujuan ini. Stabilitas Lingkungan Organisasi Faktor lainnya yang memengaruhi lingkungan perencanaan adalah lingkungan eksternal. Lingkungan tersebut meliputi iklim politik dan ekonomi, ketersediaan pasokan, struktur industri yang melayani organisasi, hakikat persaingan, dan lain sebagainya. Lingkungan yang stabil mengenakan resiko yang terbatas dan 11 memungkinkan proses penetapan tujuan menjadi demokratis dan partisipatif. Lingkungan yang berubah dengan cepat menghasilkan situasi yang beresiko tinggi. Perubahan yang dramatis dalam tingkat bunga, fluktuasi nilai tukar mata asing, dan semakin meningkatnya persaingan dari luar negeri adalah beberapa kasus diantaranya. Untuk menghadapi perubahan semacam itu, keputusan harus dibuat dengan cepat dan tegas. Penyesuaian tujuan dan/atau strategi yang sering mungkin diperlukan. 2.5 Konsep-Konsep Keperilakuan yang Relevan dalam Proses Penyusunan Anggaran Tahap Penetapan Tujuan Tahap penetapan tujuan adalah penting untuk diingat bahwa orang-orang di dalam organisasi bertanggung jawab untuk menentukan sasaran dan menetapkan tujuan. Orang-orang dalam organisasi juga bertanggungjawab atas pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Dengan demikian, fase penetapan tujuan dari perencanaan penuh dengan kekurangan dalam perilaku. Tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh tujuan dari anggota organisasi yang dominan, yang secara kolektif mempunyai kendali yang mencukupi atas sumber daya organisasi untuk membuat komitmen atasnya kearah tertentu atau untuk menahannya dari yang lain. Tujuan dipandang sebagai suatu kesepakatam yang kompleks, yang kadangkala mencerminkan kebutuhan individual dan tujuan pribadi yang saling bertentangan dari anggota organisasi yang dominan. Tujuan organisasi ditentukan melalui negosiasi. Keselarasan Tujuan Masalah utama yang dijumpai dalam tahap penetapan tujuan adalah mencapai suatu tingkat keselarasan tujuan atau kompatibilitas yang mungkin diantara tujuan-tujuan organisasi, sub unit-sub unitnya (divisi atau departemen), dan anggota-anggotanya yang berpartisipasi. Keselarasan tujuan atau kompatibilitas akan terjadi ketika individu memandang bahwa kebutuhan pribadinya dapat dipenuhi dengan mencapai tujuan organisasi. Jika tujuan organisasi dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi atau untuk 12 memenuhi kebutuhan pribadi, maka tujuan organisasi akan memotivasi karyawan untuk menyelesaikan tindakan yang diinginkan. Jika keselarasan tujuan tidak diterapkan, maka berbagai masalah dapat berkembang. Manajer dari sub unit yang berbeda mungkin bekerja untuk tujuan yang saling bersaing, semangat persaingan dapat menggantikan semangat untuk bekerjasama, atau perasaan putus asa dapat menyerap kedalam tingkatan manajerial. Partisipasi Partisipasi dalam proses penyusunan anggaran diklaim oleh sebagian besar orang sebagai obat mujarab untuk memenuhi kebutuhan akan harga diri dan aktualisasi diri dari para anggota organisasi. Partisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak dimana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap mereka yang membuatnya. Dengan kata lain, pekerja dan manajer tingkat bawah memiliki suara dalam proses manajemen. Ketika diterapkan kepada perencanaan, partisipasi mengacu pada keterlibatan manajer tingkat menengah dan bawah dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada penentuan tujuan operasional dan penetapan sasaran kinerja. Keterlibatan tersebut dapat bervariasi dari hanya sekedar hadir pada pertemuan-pertemuan anggaran sampai pada partisipasi dalam diskusi yang berkaitan dengan kewajaran dari kuota penjualan dan target produksi dan pada hak untuk melakukan negosiasi dalam menetapkan sasaran dari orang itu sendiri. Manfaat Partisipasi Salah satu manfaat dari partisipasi yang berhasil adalah bahwa partisipan menjadi terlibat secara emosi dan bukan hanya secara tugas dalam pekerjaan mereka. Partisipasi dapat meningkatkan moral dan mendorong inisiatif yang lebih besar pada semua tingkatan manajemen. Partisipasi yang berarti juga meningkatkan rasa kesatuan kelompok, yang pada gilirannya cenderung untuk meningkatkan kerjasama antar anggota kelompok dalam penetapan tujuan. Tujuan organisasi yang dibantu penetapannya oleh orang-orang tersebut kemudian akan 13 dipandang sebagai tujuan yang selaras dengan tujuan pribadi mereka. Proses ini disebut dengan internalisasi tujuan. Partisipasi yang berarti juga berkaitan dengan penurunan tekanan dan kegelisahan yang berkaitan dengan anggaran. Hal ini disebabkan karena orang yang berpartisipasi dalam penetapan tujuan mengetahui bahwa tujuan tersebut wajar dan dapat dicapai. Partisipasi juga dapat menurunkan ketidakadilan yang dipandang ada dalam alokasi sumber daya organisasi antara sub unit organisasi, serta reaksi negatif yang dihasilkan dari persepsi semacam itu. Batasan dan Permasalahan Partisipasi Partisipasi dalam penetapan tujuan mempunyai keterbatasannya tersendiri. Proses partisipasi memberikan kekuasaan kepada para manajer untuk menetapkan isi dari anggaran mereka. Kekuasaan ini bisa digunakan dengan cara yang memiliki konsekuensi disfungsional bagi organisasi itu. Sebagai contoh, para manajer bias memasukkan “slack organisasional” kedalam anggaran mereka. Slack adalah selisih antara sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk secara efisien menyelesaikan suatu tugas dan jumlah sumber daya yang lebih besar diperuntukkan bagi tugas tersebut. Dengan kata lain, slack adalah penggelembungan anggaran. Beberapa orang beragumentasi bahwa sejumlah kecil slack diperlukan karena mengurangi sebagian tekanan dan memungkinkan berpadunya tujuan pribadi dan organisasi, sehingga membuat keselarasan tujuan lebih mungkin terjadi. Tetapi, slack yang berlebihan jelas merugikan kepentingan organisasi. Tahap Implementasi Setelah tujuan organisasi ditetapkan, direktur perencanaan mengonsolidasikannnya kedalam anggaran formal yang komprehensif. Cetak biru untuk tindakan ditingkat perusahaan ini kemudian disetujui oleh presiden direktur atau dewan komisaris. Anggaran tersebut kemudian di implementasikan melalui komunikasi karyawan kunci dalam organisasi. Hal ini mengimformasikan kepada mengenai harapan manajemen, alokasi sumber daya, kuota produksi, dan tenggang waktu. 14 Untuk membuat anggaran bekerja, semua karyawan harus belajar untuk melihatnya sebagai wahana positif untuk tindakan organisasi dan sebagai perbaikan dan bukan sebagai beban atau senjata manajemen. Mereka harus belajar untuk mempertimbangkan anggaran sebagai alat perencanaan dan pengendalian aktivitas organisasi. Tanpa pemahaman, bahkan proses penyusunan anggaran yang palig canggih secara teknis sekalipun dapat menjadi pemborosan bagi dana perusahaan dan gagal untuk memperbaiki efisiensi operasional. Pengkomunikasian Anggaran Kontroler atau mengimplementasikan direktur anggaran. perencanaan Hal ini bertanggungjawab dapat dicapai untuk dengan mengkomunikasikan sasaran operasional yang disetujui kepada orang-orang di tingkat organisasi yang lebih rendah. Hal ini kadangkala disebut sebagai 15 “menjual” anggaran kebawah. Banyak masalah komunikasi yang kompleks dapat berkembang dalam tugas menjual ini karena pesan tersebut harus dipahami oleh orang yang memiliki latar belakang dan pelatihan yang beragam serta yang bekerja ditingkatan organisasi yang berbeda. Untuk menghilangkan beberapa dari masalah potensial, kontroler harus menerjemahkan sasaran organisasi secara keseluruhan kedalam sasaran yang dapat dipahami bagi setiap sub unit organisasi. Sasaran tersebut dapat dikomunikasikan dengan sangat efektif jika dijelaskan secara pribadi dan di lengkapi dengan pedoman tertulis atau diskusi tindak lanjut informal dengan sub bagian. Yaitu, direktur perencanaan sebaiknya menjelaskan dasar-dasar dari proses penyusunan anggaran yang menghasilkan jumlah anggaran akhir. Jika tingkat inflasi, misalnya harus dipertimbangkan ketika anggaran disusun, kemudian direktur perencanaan sebaiknya mengidentifikasikan mengapa tingkat tertentu digunakan. Selain bertujuan untuk menginformasikan manajer tingkat bawah mengenai tingkat bawah mengenai tanggung jawab mereka, komunikasi atas sasaran anggaran juga dimaksudkan untuk menenangkan kepercayaan diri karyawan tingkat bawah. Kerjasama dan Koordinasi Implementasi anggaran yang berhasil membutuhkan kerjasama dari orang15 orang dengan beraneka ragam keterampilan dan bakat. Setiap dimensi dari rencana tersebut harus dijelaskan dengan sangat hati-hati kepada mereka yang bertanggungjawab untuk mengambil tindakan guna mengembangkan dalam diri mereka suatu perasaan akan keterlibatan dan nilai penting mereka sendiri dalam konteks anggaran keseluruhan. Hal ini juga memperlihatkan tugas-tugas yang saling berhubungan yang menyusun seluruh aktivitas organisasi dan mengungkapkan peran yang dimainkan oleh masing-masing sub unit. Direktur perencanaan sebaiknya mempertimbangkan sepenuhnya bahwa konflik yang muncul dalam kelompok dapat mengurangi kerjasama antar sub unit. Koordinasi adalah seni menggabungkan secara efektif seluruh sumber daya organisasi. Dari sudut pandang keperilakuan, hal ini berarti menggabungkan bakat dan kekuatan dari setiap partisipan organisasi dan membuatnya berjuang untuk mencapai tujuan yang sama. Untuk melaksanakan ini, pelaksana harus berhasil mengkomunikasikan bahwa bagaimana pekerjaan setiap orang memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. Lebih dari itu direktur perencanaan sebaiknya mengidentifikasikan departemen mana yang bertanggungjawab untuk aspek tertentu dan pekerjaan yang harus dilakukan, dimana individu-individu dalam departemen tersebut bertanggungjawab, dan kemana mereka dapat meminta tujuan. Tahap Pengendalian dan Evaluasi Kinerja Tujuan-tujuan yang dianggarkan jarang dicapai tanpa memantau kemajuan karyawan secara kontinu terhadap pencapaian tujuan mereka. Dalam tahap pengendalian dan evaluasi kinerja, kinerja aktual dibandingkan dengan standar yang dianggarkan guna menentukan bidang-bidang permasalahan dalam organisasi tersebut dan menyarankan tindakan yang sesuai untuk memperbaiki kinerja yang dibawah standar. Perbandingan antara biaya aktual dan biaya yang dianggarkan juga akan mengindikasikan kinerja diatas anggaran. Laporan-laporan Kinerja Untuk mempertahankan kendali atas biaya dan untuk menjaga agar karyawan termotivasi kearah pencapaian sasaran, laporan kinerja sebaiknya 16 disusun dan di distribusikan paling tidak secara bulanan. Pentingnya komunikasi berkala atas hasil kinerja telah berulang kali ditunjukan dalam studi-studi empiris. Penerbitan laporan kinerja yang tepat waktu memiliki dampak mendorong pada moral karyawan. Evaluasi dan umpan balik kinerja yang berkala akan meningkatkan efisiensi organisasi dengan mengidikasikan sasaran yang harus direvisi untuk siklus perencanaan yang berikutnya. Dengan demikian, umpan balik kinerja secara periodik memicu perasaan subjektif akan keberhasilan atau kegagalan. Laporan kinerja juga dapat mendorong karyawan untuk merasakan tekanan, kegelisahan, iri hati, kemarahan, kecil hati, penyesalan, kegembiraan dan seterunya. Harus ditekankan bahwa perasaan sukses atau gagal yang dipicu oleh laporan kinerja tersebut adalah pada kenyataannya “subjektif”. 17 BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Aspek keperilakuan dari penganggaran mengacu pada perilaku manusia yang muncul dalam proses penyusunan anggaran dan perilaku manusia yang di dorong ketika manusia mencoba untuk hidup dengan anggaran. Anggaran seringkali dipandang sebagai penghalang atau ancaman birikratis terhadap kemajuan karir. Berbagai fungsi anggaran seperti penetapan suatu tujuan, pengendalian, dan mekanisme evaluasi kinerja dapat memicu berbagai konsekuensi disfungsional, seperti rasa tidak percaya, resistensi, konflik internal, dan efek samping lainnya yang tidak diinginkan. Relevansi konsep ilmu keperilakuan dalam lingkungan perencanaan terdiri dari dampak dari lingkungan perencanaan, ukuran dan struktur organisasi, gaya kepemimpinan, dan stabilitas lingkungan organisasi. Pada konsep-konsep keperilakuan yang relevan dalam proses penyusunan anggaran terdiri dari tahap penetapan tujuan, keselarasan penetapan, partisipasi, manfaat partisipasi, batasan dan permasalahan partisipasi, tahap implementasi, pengomunikasian anggaran, kerja sama dan koordinasi, tahap pengendalian dan evaluasi kinerja, dan laporan-laporan kinerja. 3.2 SARAN Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya. 18 DAFTAR PUSTAKA Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishak. 2008. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat. 19