Jurnal Ilmu Dakwah
Volume xx Nomor x (xxxx) xx-xx
DOI: 10.21580/jid.vxx.x.xxxx
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/dakwah/index
ISSN 1693-8054 (Print) ISSN 2581-236 x (Online)
Pengertian dan Karakteristik Moderasi Beragama
Agung Saputra
Universitas Islam Negri Walisongo
email: saptragng123@gmail.com
Abstract
Religious moderation is a concept that emphasizes a middle, fair, and non-extreme
attitude in religion. This concept aims to create harmony and tolerance between religious
communities by emphasizing universal values such as justice, balance, and humanity. Religious
moderation is key to maintaining unity amidst cultural and belief diversity, especially in a
pluralistic society. The characteristics of religious moderation include several main aspects.
First, tolerance, which is the ability to accept differences without imposing one's own beliefs
on others. Second, commitment to nationality, where religious moderation supports the
integration of religious values with the spirit of nationality. Third, anti-violence, which is the
rejection of all forms of extremism that can trigger conflict. Fourth, accommodating to local
culture, which is the awareness to respect traditional values without setting aside religious
principles. With these characteristics, religious moderation is the foundation for building a
harmonious life, avoiding radicalism, and promoting interfaith dialogue. This is relevant to
answering global and local challenges in maintaining diversity and creating peace in society.
Religious moderation also prioritizes a dialogical approach to foster mutual understanding
between religious communities. With an inclusive, critical, and profound understanding of
religion, religious moderation can be a solution in overcoming religious-based conflicts and
realizing a harmonious, peaceful, and prosperous life in the midst of a diverse global society.
Abstrak
Moderasi beragama adalah konsep yang menekankan pada sikap tengah, adil, dan
tidak ekstrem dalam beragama. Konsep ini bertujuan menciptakan harmoni dan toleransi
antarumat beragama dengan menekankan pada nilai-nilai universal seperti keadilan,
keseimbangan, dan kemanusiaan. Moderasi beragama menjadi kunci dalam menjaga
persatuan di tengah keberagaman budaya dan keyakinan, khususnya dalam masyarakat
yang plural. Karakteristik moderasi beragama meliputi beberapa aspek utama. Pertama,
toleransi, yaitu kemampuan untuk menerima perbedaan tanpa memaksakan keyakinan
sendiri kepada orang lain. Kedua, komitmen terhadap kebangsaan, di mana moderasi
beragama mendukung integrasi nilai-nilai keagamaan dengan semangat kebangsaan.
Ketiga, anti kekerasan, yaitu penolakan terhadap segala bentuk ekstremisme yang dapat
memicu konflik. Keempat, akomodatif terhadap budaya lokal, yaitu kesadaran untuk
menghormati nilai-nilai tradisional tanpa mengesampingkan prinsip-prinsip agama.
Dengan karakteristik tersebut, moderasi beragama menjadi landasan dalam membangun
kehidupan yang harmonis, menghindari radikalisme, serta mempromosikan dialog
antaragama. Hal ini relevan untuk menjawab tantangan global dan lokal dalam menjaga
keberagaman dan menciptakan kedamaian di tengah masyarakat. Moderasi beragama juga
mengutamakan pendekatan dialogis untuk memupuk saling pengertian antarumat
1
beragama. Dengan pemahaman agama yang inklusif, kritis, dan mendalam, moderasi
beragama mampu menjadi solusi dalam mengatasi konflik berbasis agama dan
mewujudkan kehidupan yang harmonis, damai, dan sejahtera di tengah masyarakat global
yang penuh keberagaman.
Kata Kunci: Ilmu, Islam, Moderasi
1. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk muslimterbanyak di dunia
menjadi sorotan penting dalam hal moderasi Islam. Moderasi adalah ajaran inti agama
Islam. Islam moderat adalah paham keagamaan yang sangat relevan dalam konteks
keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat istiadat, suku dan bangsaitu sendiri
(Dawing, 2017, p. 231).
Oleh karena itu pemahaman tentang moderasi beragama harus dipahami secara
kontekstual bukan secara tekstual, artinya bahwa moderasi dalam beragama
Indonesia
buka
Indonesia
yang dimoderatkan,
tetapi
cara
pemahaman
di
dalam
beragama yang harus moderat karenaIndonesia memiliki banyaknya kultur, budaya
dan adat-istiadat.
Moderasi Islam ini dapat menjawab berbagai problematika dalam keagamaan dan
peradaban global. Yang tidak kalah penting bahwa muslim moderat mampu menjawab
dengan lantang disertai dengan tindakan damai dengan kelompok berbasis radikal,
ekstrimis dan puritan yang melakukan segala halnya dengan tindakan kekerasan (Fadl,
2005, p. 343).
Islam dan umat Islam saat ini paling tidak menghadapi dua tantangan; Pertama,
kecenderungan sebagian kalangan umat Islam untuk bersikap ekstrem dan ketat
dalam
memahami
teks-teks keagamaan dan mencoba memaksakan cara tersebut di
tengah masyarakat muslim, bahkan dalam beberapa
Kedua, kecenderungan
lain
yang
juga
ekstrem
hal
menggunakankekerasan;
dengan bersikap longgar dalam
beragama dan tunduk pada perilaku serta pemikiran negatif yang berasal dari budaya
dan peradaban lain. Dalam upayanya itu mereka mengutip teks-teks keagamaan (AlQur’an dan Hadis) dan karya-karya ulama klasik (turats)sebagai landasan dan kerangka
pemikiran, tetapi dengan memahaminya secara tekstual dan terlepas dari konteks
kesejarahan. Sehingga tak ayal mereka seperti generasi yang terlambat lahir, sebab hidup
di tegah masyarakat modern dengan cara berfikir generasi terdahulu (Hanafi, 2013,
pp. 1–2).
2
Heterogenitas atau kemajemukan/keberagaman adalah sebuah keniscayaan dalam
kehidupan ini.Ia adalah sunnatullah yang dapat dilihat di alam ini. Allah menciptakan
alam ini di atas sunnah heterogenitas dalam sebuah kerangka kesatuan. Dalam
kerangka kesatuan manusia, kita melihat bagaimana Allah menciptakan berbagai suku
bangsa. Dalam kerangka kesatuan suatu bangsa, Allah menciptakan beragam etnis,
suku, dan kelompok.Dalam kerangka kesatuan sebuah bahasa, Allah menciptakan
berbagai dialek. Dalam kerangka kesatuan syari’at, Allah menciptakan berbagai mazhab
sebagai hasil ijtihad masing-masing. Dalam kerangka kesatuan umat (ummatan wahidah),
Allah menciptakan berbagai agama. Keberagaman dalam beragama adalah sunnatullah
sehingga keberadaannya tidak bisa dinafikan begitu saja(Ali, 2010, p. 59)
Dalam
menghadapi
masyarakat
majemuk, senjata yang paling ampuh untuk
mengatur agar tidak terjadi radikalisme, bentrokan adalah melalui pendidikan Islam
yang moderat dan inklusif(Alam, 2017, p. 36).
Dalam realitas kehidupan nyata, manusia tidak dapat menghindarkan diri dari
perkara-perkara yang berseberangan. Karena itu al-Wasathiyyah Islamiyyahmengapresiasi
unsur rabbaniyyah(ketuhanan) dan insaniyyah(kemanusiaan), mengkombinasi
antara
maddiyyah(materialisme) dan ruhiyyah(spiritualisme), menggabungkan antara wahyu
(revelation)dan
akal
(reason),antara
maslahah
ammah(al-jamāiyyah)
maslahahindividu (al-fardiyyah)(Almu’tasim, 2019).Penelitian
ini
dan
bertujuanuntuk
menjadikan keberagaman agama sebagai aset yang penting bagi negara Indonesia adalah
bagaimana
cara
moderat
yang
ditawarkan
oleh
Islam
dapat
menjadi
pemersatu bagi Indonesia.
2. METODE
Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam penelitan ini maka
menggunakan Metode Riset kualitatif, yaitu menekankan analisanya pada data deskriptif
berupa kata-kata tertulis yang diamati, pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk
menganalisis kajian memahami moderasi beragama dalam pendidikan islam. Maka dengan
sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada Penelitian Kepustakaan (Library
Research), yakni dengan membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan
yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Metode yang digunakan dalam kajian ini
menggunakan metode atau pendekatan kepustakaan (library research), menurut Zed dalam
3
(Rahayu, 2020) bahwa studi pustaka atau kepustakaan dapat diartikan sebagai serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan
mencatat serta mengolah bahan penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
menurut Ibnu dalam (Nasser, 2021). penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang
datanya dinyatakan dalam bentuk verbal dan dianalisis tanpa menggunakan teknik
statistik. Sedangkan menurut (Arifudin, 2019) bahwa penelitian kualitatif adalah suatu
penelitian yang datanya dinyatakan dalam bentuk verbal, tidak menggunakan angka dan
analisisnya tanpa menggunakan teknik statistik.
3. PEMBAHASAN
1. Pengertian Moderasi Beragama
Moderasi asal mulanya dari bahasa Latin moderatio, artinya ke-sedang-an (tidak
berlebihan juga tidak kekurangan). Moderat juga dimaknai sebagai pengendalian diri dari
sikap yang berlebihan dan kekurangan. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
terdapat dua makna moderasi, yaitu mengurangikekerasan dan menghindari keekstreman.
Jika ada yang berkata, “orang itu bersikap moderat,” itu artinya orang tersebut bersikap
biasa saja, wajar dan tidak ekstrem.1
Jika dimaknai dalam bahasa Arab, moderasi lebih dipahami dengan wasath atau
wasathiyyah, yang mempunyai persamaan arti dengan kata tawassuth (tengah-tengah),
i‟tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyyah bisa
disebut wasith. Kata wasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata
„wasit‟ yang memiliki tiga pengertian yakni penengah atau perantara,
pelerai/pemisah/pendamai, dan pemimpin di pertandingan.2
Moderasi asal mulanya dari kata moderat yang artinya mengambil jalan tengah, artinya
tidak condong kanan ataupun kiri. Sikap ini merupakan salah satu ciri keislaman. Banyak
literatur mendefinisikan konsep Islam moderat, salah satunya adalah as-Salabi yang
berpendapat bahwa moderat (wasathiyah) memiliki banyak arti, yaitu antara dua ujung,
dipilih (khiyar), adil, terbaik, istimewa, dan sesuatu yang berada di antara baik dan buruk.
Sejalan dengan as-Salabi, Kamali memberikan arti wasatiyah dengan tawassut (tengah),
'itidal (tegak lurus), tawazun (seimbang), iqtishad (tidak berlebihan) Sedangkan Qardlawi
memberikan pengertian yang lebih luas kepada wasatiyah seperti keadilan, istiqamah
(lurus), menjadi terpilih atau yang terbaik, keamanan, kekuatan, dan persatuan.3
Seorang muslim yang tidak menyukai kekerasan serta tidak memiliki kecenderungan
yang ekstrem kepada pihak yang dibela, kemudian tidak juga mengabaikan spiritualisme
dan hanya memperhatikan materialisme, tidak meninggalkan spiritual dan jasmani, tidak
1
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama RI, 2019), 15.
2
Kementerian, Moderasi Beragama, 16.
3
Ihsan, Irwan Abdullah, Interpretation of Historical Values of Sunan
Kudus: Religious Moderation in Indonesian Islamic Boarding Schools, Atlantis
Press, Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume
529, 849.
4
hanya peduli kepada individu namun juga sosial, itu berarti orang tersebut telah memiliki
sifat-sifat wasathiyyah atau moderat.4
Istilah wasathiyyah sesungguhnya juga memiliki makna yang cukup luas. Di dalam AlQur‟an sendiri menyebutkan bahwa kata atau yang sejenis berulang kalidisebutkan. Di
antaranya yang bermakna keadilan, keadilan menjadi sifat dasar yang diperlukan oleh
seitan insan, terlebih jika dikaitkan dengan kesaksian satu hukum, tanpa kehadiran saksi
yang adil, maka kesaksiannya tidak dapat diterima, keadilan seorang saksi dan keadilan
hukum menjadi harapan besar masyarakat. Keadilan merupakan posisi antara pihak-pihak
yang bertikai dengan menjauhi kecenderungan pada salah satu sisi saja. Memberikan hakhak kedua belah pihak secara seimbang, tidak berat seimbang, tidak berat sebelah.5
Wasathiyyah bukan berarti sikap yang tidak tegas,atau tidak jelas sama sekali kepada
segala sesuatu seperti sikap netral yang pasif. Moderasi tidak pula dinamai dengan wasath
yakni “pertengahan”, yang berarti pilihan yang menghantarkan kepada prasangka bahwa
wasathiyyah tidak menyuruh manusia bersaha meraihsuatu kebaikan dan positif,
seperti ibadah, ilmu, kekayaaan dan lainnya. Moderasi juga bukan berarti lemah lembut.6
Wasathiyyah juga dapat bermakna lurus, dalam arti bahwa lurus dalam berpikir dan
bertindak, jalan yang benar dan terletak di tengah jalan yang lurus dan jauh dari maksud
yang tidak benar. Maka dari itu, di dalam Islam mengajarkan seluruh umatnya untuk selalu
berdoa agar selalu diberikan jalan yang lurus, terhindari dari jalan-jalan buruk yang
dimurkai oleh Allah. Kemudian, wasathiyyah dapat dimaknai sebagai sebuah kebaikan atau
yang terbaik. Sehingga Islam wasathiyyah adalah Islam yang terbaik. Kalimat ini sering
dipakai orang-orang arab untuk memuji seseorang yang memiliki nasab terbaik di sukunya.
Untuk menyebut bahwa seseorang tersebut tidak berlebihan dalam keberagamaan atau
tidak mengurangi ajaran agama.7
Quraish Shihab menyimpulkan makna wasathiyyah sebagai bentuk keseimbangan
dalam segala persoalan hidup duniawi dan ukhrawi, yang selalu harus disertai upaya
menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan kondisi
objektif yang sedang dialami. Dengan demikian, ia tidak sekedar menghidangkan dua kutub
lalu memilik apa yang di tengahnya. Wasathiyyah adalah keseimbangan yang disertai
dengan prinsip tidak berkekurangan dan tidak juga berkelebihan, tetapi pada saat yang
sama ia bukanlah sikap menghindar dari situasi sulit atau lari dari tanggung jawab.8
Moderasi beragama menjadi sebuah proses untuk menguatkan pembenaran dan
meyakini agama yang dipeluk, disertai dengan pemberian ruang kepada orang lain atau
agama lain untuk memeluk agamanya masing-masing. Seseorang yang berkarakter
moderasi beragama akan merasakan kebebasan untuk memantapkankeyakinan serta
mengamalkan perintah agamanya, di samping itu juga tetap memberikan kesempatan
kepada masyarakat yang bernagama laiyan untuk melaksanakan ibadah sesuai
4
Maimun, Kosim, Moderasi Islam Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 20
Maimun, Moderasi Islam, 22-23.
6
Quraish Shihab, Wasathiyyah Wawasan Islam tentang Moderasi
Beragama (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2020), xi.
7
Maimun, Moderasi Islam Indonesia, 23.
8
Quraish, Wasathiyyah, 43.
5
5
kepercayannya masing-masing. Penghormatan serta penerimaan adanya umat beragama
lainnya ditunjukkan dengan berhubungan dan berinteraksi dalam kebiasaan sosial.9
Moderasi beragama juga diartikan sebagai sikap yang seimbang dalam rangka
menerapkan perintah agama, baik kepada sesame pemeluk agama Islam, maupun antar
pemeluk agama. Sikap moderasi tidak begitu saja hadir, namun dapat diciptakan dengan
cara membangun pengetahuan dengan baik, serta menerapkan ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan tuntutan agama yang benar.10
Moderat menghendaki sebuah cara beragama yang selalu berada di tengah. Bukan di
kanan ataupun kiri. Bukan menghadapi ekstrem kanan saja, sehingga diidentikkan dengan
liberal/ kiri. Hal ini salah, tetapi selalu mengajak pada kelompok kanan dan kiri untuk
berbuat adil dan penuh keseimbangan. Pandangan yang moderat harus merespons
kelompok kanan dan kiri, yang harus dilihat dari sisi negatif dan ditarik pada tengah-tengah
agar bisa merealisasikan nilai-nilai yang imbang dan saling menghormati.11
Sesuatu yang sama jangan sampai dibeda-bedakan, begitu pun sebaliknya, adanya
perbedaan jangan sampai disamakan. Sehingga dapat saling menghargai dengan
keanekaragaman menjadi sesuatu yang indah. Muncul sikap-sikap yang adil, saling
menyayangi dan toleransi misalnya. Toleransi sebenarnya adalah sikap menerima terhadap
prinsip yang diyakini dan dianut orang lain, samping itu juga tetap memberikan
kesempatan kepada masyarakat yang bernagama laiyan untuk melaksanakanibadah sesuai
kepercayannya masing-masing. Penghormatan serta penerimaan adanya umat beragama
lainnya ditunjukkan dengan berhubungan dan berinteraksi dalam kebiasaan sosial.
Moderasi beragama juga diartikan sebagai sikap yang seimbang dalam rangka
menerapkan perintah agama, baik kepada sesame pemeluk agama Islam,maupun antar
pemeluk agama. Sikap moderasi tidak begitu saja hadir, namun dapat diciptakan dengan
cara membangun pengetahuan dengan baik, serta menerapkan ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan tuntutan agama yang benar.
Moderat menghendaki sebuah cara beragama yang selalu berada di tengah. Bukan di
kanan ataupun kiri. Bukan menghadapi ekstrem kanan saja, sehingga diidentikkan dengan
liberal/ kiri. Hal ini salah, tetapi selalu mengajak pada kelompok kanan dan kiri untuk
berbuat adil dan penuh keseimbangan. Pandangan yang moderat harus merespons
kelompok kanan dan kiri, yang harus dilihat dari sisi negatif dan ditarik pada tengah-tengah
agar bisa merealisasikan nilai-nilai yang imbang dan saling menghormati.12
Sesuatu yang sama jangan sampai dibeda-bedakan, begitu pun sebaliknya, adanya
perbedaan jangan sampai disamakan. Sehingga dapat saling menghargai dengan
9
Kementerian Agama RI, Gerak Langkah Pendidikan Islam Untuk Moderasi Beragama (Jakarta:
Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian
Agama RI bekerja sama dengan Indonesian Muslim Crisis Center (IMCC), 2019), 10.
10
Muhammad Qasim, Membangun Moderasi Beragama Umat Melalui Integrasi Keilmuan (Gowa:
Alauddin University Press, 2020), 40
11
Syamsul Ma‟arif, Sekolah Harmoni Restorasi Pendidikan Moderasi Pesantren (Wonogiri: CV Pilar
Nusantara, 2020), 72.
12
Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 84-85.
6
keanekaragaman menjadi sesuatu yang indah. Muncul sikap-sikap yang adil, saling
menyayangi dan toleransi misalnya.
Toleransi sebenarnya adalah sikap menerimaterhadap prinsip yang diyakini dan
dianut orang lain, tanpa mengorbankan prinsip pribadi. Toleransi terjadi bukan hanya
antar kelompok agama, melainkan pula intern suatu penganut agama. Tidak hanya kepada
pemeluk agama lain, tapi juga kepada sesama pemeluk agama Islam.13
Jika dikaitkan dengan Islam, maka moderat yaitu mengemban misi menjaga
keseimbangan di antara dua macam ekstremitas, yakni antara pemikiran, pemahaman,
pengamalan dan Gerakan Islam fundamental dengan Islam liberal, sebagai dua kutub
ekstremitas yang sulit dipadukan. Dengan demikian Islam moderat berusaha
mengembangkan kedamaian komprehensif dan holistik, suatu kedamaian yang dibangun
sesama umat Islam maupun umat Islam Bersama umat-umat lainnya, sehingga Islam
moderat dapat melepaskan masyarakat dari kecurigaan, keraguan, maupun ketakutan.
Islam yang moderat telah berpengalaman dalam memainkan perannya yang fleksibel
dalam menghadapi berbagai macam dan bentuk tantangan. Selain itu Islam moderat juga
mampu menanggapi kebiasaan atau tradisi yang telah ada sejak dulu di masyarakat,
sehingga Islam moderat mampu bertindak bijaksana. Islam Indonesia menunjukkan hal
yang menarik dan karakter yang memikat sebagai rahmatan lil „alamin, jauh dari
radikalisme dan ekstremitas yang melanda dunia belakangan ini.14
Agama merupakan sesuatu yang dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan.
Namun sebaliknya, agama juga bisa menjadi sesuatu yang menakutkan bagi umat manusia.
Agama adalah sesuatu yang memberikan kenyamanan ketika membuat hidup tentram.
Sebaliknya, agama bisa menjadi hal yang menakutkan ketika membuat orang saling curiga,
saling serang bahkan saling membunuh. Meskipun agama atau kekerasan antaragama
mungkin dilatarbelakangi oleh berbagai faktor sosial dan politik, kekerasan yang terjadi di
seluruh dunia tampaknya diperparah oleh konflik antar ekstremis agama meskipun
tampaknya menjadi alasan kecenderungan kekerasan, agama juga tampaknya berfungsi
sebagai sumber makna dan kepuasan pribadi bagi banyak orang di sekitar dunia.15
Oleh karena banyaknya faktor penyebab yang dapat menjadikan perpecahan dan
kerusakan antar golongan manusia, maka moderasi beragama menjadi salah satu jawaban
yang tepat untuk meredam gejolak yang terjadi.
2. Karakteristik Moderasi Beragama
Karakter moderasi beragama diperlukan keterbukaan, penerimaan dan kerjasama dari
kelompok individu. Oleh karena itu, setiap orang yang memeluk agama, suku, etnis, budaya
13
3 Mujamil Qomar, Moderasi Islam Indonesia (Yogyakarta: IRCiSoD, 2021), 19-20.
Mujamil, Moderasi Islam, 20-21.
15
M. Nur Ghufron, dkk, Knowledge and Learning of Interreligious and Intercultural Understanding in
an Indonesian Islamic College Sample: An Epistemological Belief Approach, Religions 2020, 11, 411;
doi:10.3390/rel11080411, 6.
14
7
maupun lainnya harus saling memahami satu sama lain, serta saling belajar melatih
kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan pemahaman keagamaan16
Satu di antara prinsip dasar dari ciri moderasi beragama yaitu selalu menjaga
keseimbangan antara dua hal. Contohnya, seimbangnya wahyu dan akal, jasmani dan
rohani, hak dan kewajiban, dan antara kepentingan individu dan kepentingan bersama.
Keseimbangan antara kebutuhan dan spontanitas, antara teks agama dan ijtihad para tokoh
agama, antara cita-cita dan kenyataan, dan antara masa lalu dan masa depan. Inilah yang
disebut esensi moderasi beragama dan adil dan seimbang untuk dilihat, disikapi, dan
dipraktikkan.17
Kedua nilai ini, yaitu adil dan seimbang menjadilebih mudah dibentuk apabila
seseorang mempunyai tiga karakter utama. Tiga karakter ini adalah kebijaksanaan,
ketulusan dan keberanian. Dengan kata lain, sikap seimbang dalam agama selalu berada di
jalan yang tengah. sikap ini mudah dilaksanakan jika seseorang mempunyai pengetahuan
agama yang cukup untuk menjadi bijaksana, tidak ingin menang hanya dengan menafsirkan
kebenaran orang lain, dan selalu berjalan netral dalam mengungkapkan pandangannya.18
Dapat dikatakan juga bahwa ada tiga syarat terpenuhinya sikap moderat dalam
beragama, yakni: memiliki pengetahuan yang luas, mampu mengendalikan emosi untuk
tidak melebihi batas dan selalu berhati-hati. Jika lebih disederhanakan lagi maka bisa
menjadi tiga kata, yakni berilmu, berbudi dan berhati-hati.19
Konsep karakter moderasi beragama yang ditawarkan Islam adalah tawazzun
(keseimbangan), i'tidal (lurus dan kokoh), tasammuh (toleransi), musawwah (egalitarian),
syura (diskusi), ishlah (reformasi), aulawiyah (mengutamakan prioritas), tathawwur wa
ibtikar (dinamis dan inovatif).20
16
4 Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI, 2019), 14.
17
Kementerian, Moderasi Beragama, 19.
18
Kementerian, Moderasi Beragama, 20.
19
Kementerian, Moderasi Beragama, 20-21.
20
Ihsan, Irwan Abdullah, Interpretation of Historical Values of Sunan Kudus: Religious Moderation in
Indonesian Islamic Boarding Schools, Atlantis Press, Advances in Social Science, Education and
Humanities Research, volume 529, 849.
8
Selain itu ada moderasi beragama juga memiliki prinsip yang berhubungan dengan
konsep Islam wasathiyah di antaranya:21
a. Tawassuth (mengambil jalan tengah) Tawassuth adalah sikap pertengahan atau
menengah antara dua sikap. Artinya, tidak terlalu jauh ke kanan (fundamental)
dan terlalu jauh ke kiri (liberal). Sikap Tawassuth ini menjadikan Islam mudah
diterima di segala bidang. Karakter tawassuth dalam Islam adalah titik tengah
yang selalu ditempatkan Allah SWT. Nilai tawassuth sebagai prinsip Islam, harus
diterapkan di segala bidang sehingga ekspresi keislaman dan keberagamaan
muslim menjadi saksi untuk menilai benar atau salahnya semua sikap dan
perilaku manusia.Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam
menerapkan tawassuth adalah, pertama, tidak terlalu keras dan kaku dalam
menyebarkan ajaran agama. Kedua, tidak mudah mengingkari keimanan umat
Islam lainnya karena perbedaan pemahaman agama. Ketiga, memosisikan diri
dalam kehidupan bermasyarakat, selalu berpegang teguh pada prinsip
persaudaraan (ukhuwah) dan toleransi (tasamuh), serta hidup berdampingan
dengan umat Islam lainnya dan warga yang memeluk agama lainnya.
b. Tawazun (berkesinambungan) Tawazun adalah pemahaman, dan pengamalan
mengenai agama yang imbang, termasuk seluruhaspek kehidupan baik dunia
maupun akhirat, dengan teguh meneguhkan prinsip yang membdakan antara
penyimpangan dan perbedaan. Tawazun juga berarti memberikan hak tanpa
menambah atau mengurangi. Tawazun adalah kemampuan sikap untuk
menyeimbangkan kehidupan individu dan oleh karena itu sangat penting dalam
kehidupan individu sebagai seorang muslim, sebagai manusia, dan sebagai
anggota masyarakat. Melalui sikap tawazun, umat Islam dapat mencapai
kesejahteraan batin yang sejati berupa ketenteraman jiwa dan ketenangan lahir
dan merasakan tenang dalam aktivitas hidupnya.
c. I‟tidal (lurus dan tegas) Secara linguistik, i'tidal memiliki arti yang lurus dan
tegas. Artinya, i'tidal menempatkan sesuatu pada tempatnya, menjalankan
haknya secara proporsional, dan memenuhi kewajibannya. I'tidal merupakan
bagian dari penerapan keadilan dan etika kepada seluruh umat Islam. Keadilan
21
Kementerian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam (Jakarta:
Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian
Agama Republik Indonesia Bekerja sama dengan Lembaga Daulat Bangsa, 2019), 10-16.
9
yang diperintahkan oleh Islam telah dinyatakan Allah agar dilaksanakan dengan
adil. Artinya sedang-sedang saja dan seimbang dalam semua aspek kehidupan
dengan menunjukkan tindakan yang ihsan.Keadilan berarti tercapainya
persamaan dan keseimbangan hak dan kewajiban. Hak asasi manusia tidak
boleh dibatasi karena kewajiban. Tanpa penegakan keadilan, nilai-nilai agama
terasa kering dan tidak berarti karena keadilan mempengaruhi kehidupan
banyak orang.
d. Tasamuh (toleransi) Tasamuh artinya toleransi. Di kamus bahasa Arab, kata
tasamuh
bermula
dari
bentuk
asal
kata samah,
samahah,
artinya
kedermawanan, pengampunan, kemudahan dan kedamaian. Secara etimologis,
tasamuh berarti menerima dengan enteng atau menoleransinya. Sedangkan
secara istilah tasamuh berarti menoleransi, mudah menerima atau menerima
perbedaan.Tasamuh adalah sikap seseorang, yang diwujudkan dalam
kesediaannya untuk menerima pandangan dan pendapat yang berbeda,
meskipun tidak sependapat. Tasamuh atau toleransi erat kaitannya dengan
masalah kebebasan atau kemerdekaan dari hak asasi manusia dan tatanan
kehidupan sosial, yang memungkinkan adanya toleransi terhadap perbedaan
pendapat dan keyakinan individu.
Orang yang bersifat tasamuh selalu menghargai, mengizinkan, dan
membolehkan sikap, pendapat, pandangan, keyakinan, adat, perilaku, dan lainlain yang berbeda dengan sikapnya. Tasamuh berarti mendengarkan dan
menghargai pendapat orang lain. Jika tasamuh berarti besarnya jiwa, luasnya
pikiran, lapangnya dada, maka ta'ashub berarti kecilnya jiwa, sesak
hati, sempitnya dada.
e. Musawah (egaliter)
Secara bahasa, musawah artinya persamaan. Sedangkan secara istilah berarti
persamaan dan penghormatan kepada manusia sebagai ciptaan Allah. Setiap
Insan memiliki harkat dan martabat yang sama, tanpa membedakan jenis
kelamin, ras atau suku.
f.
Syura (musawarah)
Kata Syura berarti menyebutkan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil
sesuatu. Syura atau musyawarah merupakan saling menyebutkan dan
merundingkan atau saling meminta dan menukar pendapat tentang suatu
10
perkara. Musyawarah mempunyai kedudukan yang tinggi bagi Islam. Di
samping memang diperintahkan oleh Allah, musyawarah dalam hakikatnya
dimaksudkan dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang demokraris.
Sisi lainnya, musyawarah adalah wujud penghargaan pada tokoh dan para
pemimpin rakyat agar berpartisipasi pada urusan dan kepentingan bersama.
Pendapat lain menyebutkan ada beberapa karakteristik moderasi menurut Islam yaitu:22
a. Berasaskan ketuhanan
Moderasi yang dikonstruksikan oleh Islam bersumber dari wahyu Allah yang
ditetapkan berdasarkan ayat Al-Qur'an dan hadits nabi. Untuk itu, dapat
dipastikan bahwa sifat dan sikap moderasi beragama tidak dapat dipisahkan
dari sifat Allah yang menyuruh untuk sederhana. Tuhan yang bijaksana, adil,
dan sempurna mengetahui segala sesuatu, baik yang terlihat maupun yang
tersembunyi. di situlah terdapat keistimewaan dari moderasi Islam yang
berdasar pada fondasi ketuhanan.
b. Berlandaskan petunjuk kenabian
Hampir setiap tindakan yang dilakukan nabi mencontohkan ajaran moderasi
dalam ajaran Islam. Dalam kesederhanaan hidup, yang berarti tidak begitu fokus
pada hal-hal duniawi, tetapi tidak pula meninggalkan begitu saja. Ini adalah
contoh dari apa yang pernah dipraktikkan nabi dalam hidupnya. Nabi adalah
manusia terbaik dan paling taat, tetapi tidak pernah berlebihan dalam
beribadah. Saat berpuasa, beliau tidak pernah meninggalkan kebiasaan buka
ketika sudah saatnya. Bangun di malam hari (shalat tahajud) tetapi tidak
meninggalkan tidur, dan masih banyak dari tindakan, ucapan, dan sumpah yang
pernah beliau tunjukkan kepada sahabat-sahabat dan pengikutnya. Nabi selalu
memilih sesuatu yang mudah daripada yang sulit, kecuali dalam hal perbuatan
dosa. Kehidupan nabi mencerminkan sifat (sederhana) tengah, baik dari segi
ibadah maupun mu'amalah.
c. Kompetibel dengan fitrah manusia
22
Maimun, Kosim, Moderasi Islam Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2019),
11
Kesesuaian dengan fitrah manusia adalah salah satu karakteristik moderasi.
Fitrah adalah potensi yang dimiliki manusia dari dilahirkan. Beberapa ahli
menyebutnya insting. Sejak manusia masih dalam kandungan, fitrah atau
kepribadian yang tertanam dalam diri manusia merupakan kemungkinan yang
kuat untuk menerima agama yang benar yang diciptakan oleh Tuhan. Ketika
orang memiliki kemungkinan yang kuat untuk menerima agama yang benar
(Fitrah), mereka secara otomatis memiliki potensi menjalankan moderasi
dalam agama karena pada dasarnya salah satu tujuan hukum agama adalah
untuk menegakkan moderasi dan keadilan. Di situlah kaitan antara
kemungkinan yang sudah ada pada semua manusia dan kemudahan menerima
konsep moderasi dalam agama (Islam).
4. KESIMPULAN
Moderasi beragama adalah sikap beragama yang seimbang, adil, dan tidak ekstrem, baik
dalam pemikiran maupun praktik. Konsep ini berakar dari ajaran Islam yang
mengutamakan keseimbangan antara wahyu dan akal, jasmani dan rohani, serta
kepentingan individu dan sosial. Moderasi beragama mencakup prinsip-prinsip seperti
tawassuth (jalan tengah), tawazun (keseimbangan), i’tidal (lurus dan adil), tasamuh
(toleransi), musawah (kesetaraan), dan syura (musyawarah).
Sikap moderat memungkinkan seseorang menghormati perbedaan tanpa
mengorbankan prinsipnya, menjunjung toleransi, dan berperan aktif dalam membangun
keharmonisan antarumat beragama. Islam moderat berorientasi pada kedamaian dan
rahmatan lil 'alamin, serta relevan dengan fitrah manusia. Hal ini penting untuk meredam
konflik ekstremitas dan menciptakan masyarakat yang harmonis.
5. REFERENSI
1
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama RI, 2019), 15.
1
Kementerian, Moderasi Beragama, 16.
1
Ihsan, Irwan Abdullah, Interpretation of Historical Values of Sunan Kudus: Religious
Moderation in Indonesian Islamic Boarding Schools, Atlantis
Press, Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume
529, 849.
1
Maimun, Kosim, Moderasi Islam Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 20
1
Maimun, Moderasi Islam, 22-23.
1
Quraish Shihab, Wasathiyyah Wawasan Islam tentang Moderasi
Beragama (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2020), xi.
1
Maimun, Moderasi Islam Indonesia, 23
12
1
Quraish, Wasathiyyah, 43.
1
Kementerian Agama RI, Gerak Langkah Pendidikan Islam Untuk Moderasi Beragama
(Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Indonesian Muslim Crisis Center (IMCC), 2019), 10.
1
Muhammad Qasim, Membangun Moderasi Beragama Umat Melalui Integrasi Keilmuan
(Gowa: Alauddin University Press, 2020), 40
1
Syamsul Ma‟arif, Sekolah Harmoni Restorasi Pendidikan Moderasi Pesantren (Wonogiri: CV
Pilar Nusantara, 2020), 72.
1
Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 84-85.
1
3 Mujamil Qomar, Moderasi Islam Indonesia (Yogyakarta: IRCiSoD, 2021), 19-20.
1
Mujamil, Moderasi Islam, 20-21.
1
M. Nur Ghufron, dkk, Knowledge and Learning of Interreligious and Intercultural
Understanding in an Indonesian Islamic College Sample: An Epistemological Belief Approach, Religions
2020, 11, 411; doi:10.3390/rel11080411, 6.
1
4 Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI, 2019), 14.
1
Kementerian, Moderasi Beragama, 19.
1
Kementerian, Moderasi Beragama, 20.
1
Kementerian, Moderasi Beragama, 20-21.
1
Ihsan, Irwan Abdullah, Interpretation of Historical Values of Sunan Kudus: Religious
Moderation in Indonesian Islamic Boarding Schools, Atlantis Press, Advances in Social Science,
Education and Humanities Research, volume 529, 849.
1
Kementerian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam (Jakarta:
Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian
Agama Republik Indonesia Bekerja sama dengan Lembaga Daulat Bangsa, 2019), 10-16.
1
Kementerian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam (Jakarta:
Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian
Agama Republik Indonesia Bekerja sama dengan Lembaga Daulat Bangsa, 2019), 10-16.
13