Academia.eduAcademia.edu

Pengertian dan Karakteristik Moderasi Beragama

2024, m. agung saputra

Religious moderation is a concept that emphasizes a middle, fair, and non-extreme attitude in religion. This concept aims to create harmony and tolerance between religious communities by emphasizing universal values such as justice, balance, and humanity. Religious moderation is key to maintaining unity amidst cultural and belief diversity, especially in a pluralistic society. The characteristics of religious moderation include several main aspects. First, tolerance, which is the ability to accept differences without imposing one's own beliefs on others. Second, commitment to nationality, where religious moderation supports the integration of religious values with the spirit of nationality. Third, anti-violence, which is the rejection of all forms of extremism that can trigger conflict. Fourth, accommodating to local culture, which is the awareness to respect traditional values without setting aside religious principles. With these characteristics, religious moderation is the foundation for building a harmonious life, avoiding radicalism, and promoting interfaith dialogue. This is relevant to answering global and local challenges in maintaining diversity and creating peace in society. Religious moderation also prioritizes a dialogical approach to foster mutual understanding between religious communities. With an inclusive, critical, and profound understanding of religion, religious moderation can be a solution in overcoming religious-based conflicts and realizing a harmonious, peaceful, and prosperous life in the midst of a diverse global society.

Jurnal Ilmu Dakwah Volume xx Nomor x (xxxx) xx-xx DOI: 10.21580/jid.vxx.x.xxxx http://journal.walisongo.ac.id/index.php/dakwah/index ISSN 1693-8054 (Print) ISSN 2581-236 x (Online) Pengertian dan Karakteristik Moderasi Beragama Agung Saputra Universitas Islam Negri Walisongo email: saptragng123@gmail.com Abstract Religious moderation is a concept that emphasizes a middle, fair, and non-extreme attitude in religion. This concept aims to create harmony and tolerance between religious communities by emphasizing universal values such as justice, balance, and humanity. Religious moderation is key to maintaining unity amidst cultural and belief diversity, especially in a pluralistic society. The characteristics of religious moderation include several main aspects. First, tolerance, which is the ability to accept differences without imposing one's own beliefs on others. Second, commitment to nationality, where religious moderation supports the integration of religious values with the spirit of nationality. Third, anti-violence, which is the rejection of all forms of extremism that can trigger conflict. Fourth, accommodating to local culture, which is the awareness to respect traditional values without setting aside religious principles. With these characteristics, religious moderation is the foundation for building a harmonious life, avoiding radicalism, and promoting interfaith dialogue. This is relevant to answering global and local challenges in maintaining diversity and creating peace in society. Religious moderation also prioritizes a dialogical approach to foster mutual understanding between religious communities. With an inclusive, critical, and profound understanding of religion, religious moderation can be a solution in overcoming religious-based conflicts and realizing a harmonious, peaceful, and prosperous life in the midst of a diverse global society. Abstrak Moderasi beragama adalah konsep yang menekankan pada sikap tengah, adil, dan tidak ekstrem dalam beragama. Konsep ini bertujuan menciptakan harmoni dan toleransi antarumat beragama dengan menekankan pada nilai-nilai universal seperti keadilan, keseimbangan, dan kemanusiaan. Moderasi beragama menjadi kunci dalam menjaga persatuan di tengah keberagaman budaya dan keyakinan, khususnya dalam masyarakat yang plural. Karakteristik moderasi beragama meliputi beberapa aspek utama. Pertama, toleransi, yaitu kemampuan untuk menerima perbedaan tanpa memaksakan keyakinan sendiri kepada orang lain. Kedua, komitmen terhadap kebangsaan, di mana moderasi beragama mendukung integrasi nilai-nilai keagamaan dengan semangat kebangsaan. Ketiga, anti kekerasan, yaitu penolakan terhadap segala bentuk ekstremisme yang dapat memicu konflik. Keempat, akomodatif terhadap budaya lokal, yaitu kesadaran untuk menghormati nilai-nilai tradisional tanpa mengesampingkan prinsip-prinsip agama. Dengan karakteristik tersebut, moderasi beragama menjadi landasan dalam membangun kehidupan yang harmonis, menghindari radikalisme, serta mempromosikan dialog antaragama. Hal ini relevan untuk menjawab tantangan global dan lokal dalam menjaga keberagaman dan menciptakan kedamaian di tengah masyarakat. Moderasi beragama juga mengutamakan pendekatan dialogis untuk memupuk saling pengertian antarumat 1 beragama. Dengan pemahaman agama yang inklusif, kritis, dan mendalam, moderasi beragama mampu menjadi solusi dalam mengatasi konflik berbasis agama dan mewujudkan kehidupan yang harmonis, damai, dan sejahtera di tengah masyarakat global yang penuh keberagaman. Kata Kunci: Ilmu, Islam, Moderasi 1. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk muslimterbanyak di dunia menjadi sorotan penting dalam hal moderasi Islam. Moderasi adalah ajaran inti agama Islam. Islam moderat adalah paham keagamaan yang sangat relevan dalam konteks keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat istiadat, suku dan bangsaitu sendiri (Dawing, 2017, p. 231). Oleh karena itu pemahaman tentang moderasi beragama harus dipahami secara kontekstual bukan secara tekstual, artinya bahwa moderasi dalam beragama Indonesia buka Indonesia yang dimoderatkan, tetapi cara pemahaman di dalam beragama yang harus moderat karenaIndonesia memiliki banyaknya kultur, budaya dan adat-istiadat. Moderasi Islam ini dapat menjawab berbagai problematika dalam keagamaan dan peradaban global. Yang tidak kalah penting bahwa muslim moderat mampu menjawab dengan lantang disertai dengan tindakan damai dengan kelompok berbasis radikal, ekstrimis dan puritan yang melakukan segala halnya dengan tindakan kekerasan (Fadl, 2005, p. 343). Islam dan umat Islam saat ini paling tidak menghadapi dua tantangan; Pertama, kecenderungan sebagian kalangan umat Islam untuk bersikap ekstrem dan ketat dalam memahami teks-teks keagamaan dan mencoba memaksakan cara tersebut di tengah masyarakat muslim, bahkan dalam beberapa Kedua, kecenderungan lain yang juga ekstrem hal menggunakankekerasan; dengan bersikap longgar dalam beragama dan tunduk pada perilaku serta pemikiran negatif yang berasal dari budaya dan peradaban lain. Dalam upayanya itu mereka mengutip teks-teks keagamaan (AlQur’an dan Hadis) dan karya-karya ulama klasik (turats)sebagai landasan dan kerangka pemikiran, tetapi dengan memahaminya secara tekstual dan terlepas dari konteks kesejarahan. Sehingga tak ayal mereka seperti generasi yang terlambat lahir, sebab hidup di tegah masyarakat modern dengan cara berfikir generasi terdahulu (Hanafi, 2013, pp. 1–2). 2 Heterogenitas atau kemajemukan/keberagaman adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan ini.Ia adalah sunnatullah yang dapat dilihat di alam ini. Allah menciptakan alam ini di atas sunnah heterogenitas dalam sebuah kerangka kesatuan. Dalam kerangka kesatuan manusia, kita melihat bagaimana Allah menciptakan berbagai suku bangsa. Dalam kerangka kesatuan suatu bangsa, Allah menciptakan beragam etnis, suku, dan kelompok.Dalam kerangka kesatuan sebuah bahasa, Allah menciptakan berbagai dialek. Dalam kerangka kesatuan syari’at, Allah menciptakan berbagai mazhab sebagai hasil ijtihad masing-masing. Dalam kerangka kesatuan umat (ummatan wahidah), Allah menciptakan berbagai agama. Keberagaman dalam beragama adalah sunnatullah sehingga keberadaannya tidak bisa dinafikan begitu saja(Ali, 2010, p. 59) Dalam menghadapi masyarakat majemuk, senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi radikalisme, bentrokan adalah melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif(Alam, 2017, p. 36). Dalam realitas kehidupan nyata, manusia tidak dapat menghindarkan diri dari perkara-perkara yang berseberangan. Karena itu al-Wasathiyyah Islamiyyahmengapresiasi unsur rabbaniyyah(ketuhanan) dan insaniyyah(kemanusiaan), mengkombinasi antara maddiyyah(materialisme) dan ruhiyyah(spiritualisme), menggabungkan antara wahyu (revelation)dan akal (reason),antara maslahah ammah(al-jamāiyyah) maslahahindividu (al-fardiyyah)(Almu’tasim, 2019).Penelitian ini dan bertujuanuntuk menjadikan keberagaman agama sebagai aset yang penting bagi negara Indonesia adalah bagaimana cara moderat yang ditawarkan oleh Islam dapat menjadi pemersatu bagi Indonesia. 2. METODE Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam penelitan ini maka menggunakan Metode Riset kualitatif, yaitu menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis yang diamati, pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis kajian memahami moderasi beragama dalam pendidikan islam. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Metode yang digunakan dalam kajian ini menggunakan metode atau pendekatan kepustakaan (library research), menurut Zed dalam 3 (Rahayu, 2020) bahwa studi pustaka atau kepustakaan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, menurut Ibnu dalam (Nasser, 2021). penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang datanya dinyatakan dalam bentuk verbal dan dianalisis tanpa menggunakan teknik statistik. Sedangkan menurut (Arifudin, 2019) bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang datanya dinyatakan dalam bentuk verbal, tidak menggunakan angka dan analisisnya tanpa menggunakan teknik statistik. 3. PEMBAHASAN 1. Pengertian Moderasi Beragama Moderasi asal mulanya dari bahasa Latin moderatio, artinya ke-sedang-an (tidak berlebihan juga tidak kekurangan). Moderat juga dimaknai sebagai pengendalian diri dari sikap yang berlebihan dan kekurangan. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat dua makna moderasi, yaitu mengurangikekerasan dan menghindari keekstreman. Jika ada yang berkata, “orang itu bersikap moderat,” itu artinya orang tersebut bersikap biasa saja, wajar dan tidak ekstrem.1 Jika dimaknai dalam bahasa Arab, moderasi lebih dipahami dengan wasath atau wasathiyyah, yang mempunyai persamaan arti dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i‟tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyyah bisa disebut wasith. Kata wasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata „wasit‟ yang memiliki tiga pengertian yakni penengah atau perantara, pelerai/pemisah/pendamai, dan pemimpin di pertandingan.2 Moderasi asal mulanya dari kata moderat yang artinya mengambil jalan tengah, artinya tidak condong kanan ataupun kiri. Sikap ini merupakan salah satu ciri keislaman. Banyak literatur mendefinisikan konsep Islam moderat, salah satunya adalah as-Salabi yang berpendapat bahwa moderat (wasathiyah) memiliki banyak arti, yaitu antara dua ujung, dipilih (khiyar), adil, terbaik, istimewa, dan sesuatu yang berada di antara baik dan buruk. Sejalan dengan as-Salabi, Kamali memberikan arti wasatiyah dengan tawassut (tengah), 'itidal (tegak lurus), tawazun (seimbang), iqtishad (tidak berlebihan) Sedangkan Qardlawi memberikan pengertian yang lebih luas kepada wasatiyah seperti keadilan, istiqamah (lurus), menjadi terpilih atau yang terbaik, keamanan, kekuatan, dan persatuan.3 Seorang muslim yang tidak menyukai kekerasan serta tidak memiliki kecenderungan yang ekstrem kepada pihak yang dibela, kemudian tidak juga mengabaikan spiritualisme dan hanya memperhatikan materialisme, tidak meninggalkan spiritual dan jasmani, tidak 1 Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019), 15. 2 Kementerian, Moderasi Beragama, 16. 3 Ihsan, Irwan Abdullah, Interpretation of Historical Values of Sunan Kudus: Religious Moderation in Indonesian Islamic Boarding Schools, Atlantis Press, Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 529, 849. 4 hanya peduli kepada individu namun juga sosial, itu berarti orang tersebut telah memiliki sifat-sifat wasathiyyah atau moderat.4 Istilah wasathiyyah sesungguhnya juga memiliki makna yang cukup luas. Di dalam AlQur‟an sendiri menyebutkan bahwa kata atau yang sejenis berulang kalidisebutkan. Di antaranya yang bermakna keadilan, keadilan menjadi sifat dasar yang diperlukan oleh seitan insan, terlebih jika dikaitkan dengan kesaksian satu hukum, tanpa kehadiran saksi yang adil, maka kesaksiannya tidak dapat diterima, keadilan seorang saksi dan keadilan hukum menjadi harapan besar masyarakat. Keadilan merupakan posisi antara pihak-pihak yang bertikai dengan menjauhi kecenderungan pada salah satu sisi saja. Memberikan hakhak kedua belah pihak secara seimbang, tidak berat seimbang, tidak berat sebelah.5 Wasathiyyah bukan berarti sikap yang tidak tegas,atau tidak jelas sama sekali kepada segala sesuatu seperti sikap netral yang pasif. Moderasi tidak pula dinamai dengan wasath yakni “pertengahan”, yang berarti pilihan yang menghantarkan kepada prasangka bahwa wasathiyyah tidak menyuruh manusia bersaha meraihsuatu kebaikan dan positif, seperti ibadah, ilmu, kekayaaan dan lainnya. Moderasi juga bukan berarti lemah lembut.6 Wasathiyyah juga dapat bermakna lurus, dalam arti bahwa lurus dalam berpikir dan bertindak, jalan yang benar dan terletak di tengah jalan yang lurus dan jauh dari maksud yang tidak benar. Maka dari itu, di dalam Islam mengajarkan seluruh umatnya untuk selalu berdoa agar selalu diberikan jalan yang lurus, terhindari dari jalan-jalan buruk yang dimurkai oleh Allah. Kemudian, wasathiyyah dapat dimaknai sebagai sebuah kebaikan atau yang terbaik. Sehingga Islam wasathiyyah adalah Islam yang terbaik. Kalimat ini sering dipakai orang-orang arab untuk memuji seseorang yang memiliki nasab terbaik di sukunya. Untuk menyebut bahwa seseorang tersebut tidak berlebihan dalam keberagamaan atau tidak mengurangi ajaran agama.7 Quraish Shihab menyimpulkan makna wasathiyyah sebagai bentuk keseimbangan dalam segala persoalan hidup duniawi dan ukhrawi, yang selalu harus disertai upaya menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan kondisi objektif yang sedang dialami. Dengan demikian, ia tidak sekedar menghidangkan dua kutub lalu memilik apa yang di tengahnya. Wasathiyyah adalah keseimbangan yang disertai dengan prinsip tidak berkekurangan dan tidak juga berkelebihan, tetapi pada saat yang sama ia bukanlah sikap menghindar dari situasi sulit atau lari dari tanggung jawab.8 Moderasi beragama menjadi sebuah proses untuk menguatkan pembenaran dan meyakini agama yang dipeluk, disertai dengan pemberian ruang kepada orang lain atau agama lain untuk memeluk agamanya masing-masing. Seseorang yang berkarakter moderasi beragama akan merasakan kebebasan untuk memantapkankeyakinan serta mengamalkan perintah agamanya, di samping itu juga tetap memberikan kesempatan kepada masyarakat yang bernagama laiyan untuk melaksanakan ibadah sesuai 4 Maimun, Kosim, Moderasi Islam Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 20 Maimun, Moderasi Islam, 22-23. 6 Quraish Shihab, Wasathiyyah Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2020), xi. 7 Maimun, Moderasi Islam Indonesia, 23. 8 Quraish, Wasathiyyah, 43. 5 5 kepercayannya masing-masing. Penghormatan serta penerimaan adanya umat beragama lainnya ditunjukkan dengan berhubungan dan berinteraksi dalam kebiasaan sosial.9 Moderasi beragama juga diartikan sebagai sikap yang seimbang dalam rangka menerapkan perintah agama, baik kepada sesame pemeluk agama Islam, maupun antar pemeluk agama. Sikap moderasi tidak begitu saja hadir, namun dapat diciptakan dengan cara membangun pengetahuan dengan baik, serta menerapkan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tuntutan agama yang benar.10 Moderat menghendaki sebuah cara beragama yang selalu berada di tengah. Bukan di kanan ataupun kiri. Bukan menghadapi ekstrem kanan saja, sehingga diidentikkan dengan liberal/ kiri. Hal ini salah, tetapi selalu mengajak pada kelompok kanan dan kiri untuk berbuat adil dan penuh keseimbangan. Pandangan yang moderat harus merespons kelompok kanan dan kiri, yang harus dilihat dari sisi negatif dan ditarik pada tengah-tengah agar bisa merealisasikan nilai-nilai yang imbang dan saling menghormati.11 Sesuatu yang sama jangan sampai dibeda-bedakan, begitu pun sebaliknya, adanya perbedaan jangan sampai disamakan. Sehingga dapat saling menghargai dengan keanekaragaman menjadi sesuatu yang indah. Muncul sikap-sikap yang adil, saling menyayangi dan toleransi misalnya. Toleransi sebenarnya adalah sikap menerima terhadap prinsip yang diyakini dan dianut orang lain, samping itu juga tetap memberikan kesempatan kepada masyarakat yang bernagama laiyan untuk melaksanakanibadah sesuai kepercayannya masing-masing. Penghormatan serta penerimaan adanya umat beragama lainnya ditunjukkan dengan berhubungan dan berinteraksi dalam kebiasaan sosial. Moderasi beragama juga diartikan sebagai sikap yang seimbang dalam rangka menerapkan perintah agama, baik kepada sesame pemeluk agama Islam,maupun antar pemeluk agama. Sikap moderasi tidak begitu saja hadir, namun dapat diciptakan dengan cara membangun pengetahuan dengan baik, serta menerapkan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tuntutan agama yang benar. Moderat menghendaki sebuah cara beragama yang selalu berada di tengah. Bukan di kanan ataupun kiri. Bukan menghadapi ekstrem kanan saja, sehingga diidentikkan dengan liberal/ kiri. Hal ini salah, tetapi selalu mengajak pada kelompok kanan dan kiri untuk berbuat adil dan penuh keseimbangan. Pandangan yang moderat harus merespons kelompok kanan dan kiri, yang harus dilihat dari sisi negatif dan ditarik pada tengah-tengah agar bisa merealisasikan nilai-nilai yang imbang dan saling menghormati.12 Sesuatu yang sama jangan sampai dibeda-bedakan, begitu pun sebaliknya, adanya perbedaan jangan sampai disamakan. Sehingga dapat saling menghargai dengan 9 Kementerian Agama RI, Gerak Langkah Pendidikan Islam Untuk Moderasi Beragama (Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Indonesian Muslim Crisis Center (IMCC), 2019), 10. 10 Muhammad Qasim, Membangun Moderasi Beragama Umat Melalui Integrasi Keilmuan (Gowa: Alauddin University Press, 2020), 40 11 Syamsul Ma‟arif, Sekolah Harmoni Restorasi Pendidikan Moderasi Pesantren (Wonogiri: CV Pilar Nusantara, 2020), 72. 12 Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 84-85. 6 keanekaragaman menjadi sesuatu yang indah. Muncul sikap-sikap yang adil, saling menyayangi dan toleransi misalnya. Toleransi sebenarnya adalah sikap menerimaterhadap prinsip yang diyakini dan dianut orang lain, tanpa mengorbankan prinsip pribadi. Toleransi terjadi bukan hanya antar kelompok agama, melainkan pula intern suatu penganut agama. Tidak hanya kepada pemeluk agama lain, tapi juga kepada sesama pemeluk agama Islam.13 Jika dikaitkan dengan Islam, maka moderat yaitu mengemban misi menjaga keseimbangan di antara dua macam ekstremitas, yakni antara pemikiran, pemahaman, pengamalan dan Gerakan Islam fundamental dengan Islam liberal, sebagai dua kutub ekstremitas yang sulit dipadukan. Dengan demikian Islam moderat berusaha mengembangkan kedamaian komprehensif dan holistik, suatu kedamaian yang dibangun sesama umat Islam maupun umat Islam Bersama umat-umat lainnya, sehingga Islam moderat dapat melepaskan masyarakat dari kecurigaan, keraguan, maupun ketakutan. Islam yang moderat telah berpengalaman dalam memainkan perannya yang fleksibel dalam menghadapi berbagai macam dan bentuk tantangan. Selain itu Islam moderat juga mampu menanggapi kebiasaan atau tradisi yang telah ada sejak dulu di masyarakat, sehingga Islam moderat mampu bertindak bijaksana. Islam Indonesia menunjukkan hal yang menarik dan karakter yang memikat sebagai rahmatan lil „alamin, jauh dari radikalisme dan ekstremitas yang melanda dunia belakangan ini.14 Agama merupakan sesuatu yang dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan. Namun sebaliknya, agama juga bisa menjadi sesuatu yang menakutkan bagi umat manusia. Agama adalah sesuatu yang memberikan kenyamanan ketika membuat hidup tentram. Sebaliknya, agama bisa menjadi hal yang menakutkan ketika membuat orang saling curiga, saling serang bahkan saling membunuh. Meskipun agama atau kekerasan antaragama mungkin dilatarbelakangi oleh berbagai faktor sosial dan politik, kekerasan yang terjadi di seluruh dunia tampaknya diperparah oleh konflik antar ekstremis agama meskipun tampaknya menjadi alasan kecenderungan kekerasan, agama juga tampaknya berfungsi sebagai sumber makna dan kepuasan pribadi bagi banyak orang di sekitar dunia.15 Oleh karena banyaknya faktor penyebab yang dapat menjadikan perpecahan dan kerusakan antar golongan manusia, maka moderasi beragama menjadi salah satu jawaban yang tepat untuk meredam gejolak yang terjadi. 2. Karakteristik Moderasi Beragama Karakter moderasi beragama diperlukan keterbukaan, penerimaan dan kerjasama dari kelompok individu. Oleh karena itu, setiap orang yang memeluk agama, suku, etnis, budaya 13 3 Mujamil Qomar, Moderasi Islam Indonesia (Yogyakarta: IRCiSoD, 2021), 19-20. Mujamil, Moderasi Islam, 20-21. 15 M. Nur Ghufron, dkk, Knowledge and Learning of Interreligious and Intercultural Understanding in an Indonesian Islamic College Sample: An Epistemological Belief Approach, Religions 2020, 11, 411; doi:10.3390/rel11080411, 6. 14 7 maupun lainnya harus saling memahami satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan pemahaman keagamaan16 Satu di antara prinsip dasar dari ciri moderasi beragama yaitu selalu menjaga keseimbangan antara dua hal. Contohnya, seimbangnya wahyu dan akal, jasmani dan rohani, hak dan kewajiban, dan antara kepentingan individu dan kepentingan bersama. Keseimbangan antara kebutuhan dan spontanitas, antara teks agama dan ijtihad para tokoh agama, antara cita-cita dan kenyataan, dan antara masa lalu dan masa depan. Inilah yang disebut esensi moderasi beragama dan adil dan seimbang untuk dilihat, disikapi, dan dipraktikkan.17 Kedua nilai ini, yaitu adil dan seimbang menjadilebih mudah dibentuk apabila seseorang mempunyai tiga karakter utama. Tiga karakter ini adalah kebijaksanaan, ketulusan dan keberanian. Dengan kata lain, sikap seimbang dalam agama selalu berada di jalan yang tengah. sikap ini mudah dilaksanakan jika seseorang mempunyai pengetahuan agama yang cukup untuk menjadi bijaksana, tidak ingin menang hanya dengan menafsirkan kebenaran orang lain, dan selalu berjalan netral dalam mengungkapkan pandangannya.18 Dapat dikatakan juga bahwa ada tiga syarat terpenuhinya sikap moderat dalam beragama, yakni: memiliki pengetahuan yang luas, mampu mengendalikan emosi untuk tidak melebihi batas dan selalu berhati-hati. Jika lebih disederhanakan lagi maka bisa menjadi tiga kata, yakni berilmu, berbudi dan berhati-hati.19 Konsep karakter moderasi beragama yang ditawarkan Islam adalah tawazzun (keseimbangan), i'tidal (lurus dan kokoh), tasammuh (toleransi), musawwah (egalitarian), syura (diskusi), ishlah (reformasi), aulawiyah (mengutamakan prioritas), tathawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif).20 16 4 Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019), 14. 17 Kementerian, Moderasi Beragama, 19. 18 Kementerian, Moderasi Beragama, 20. 19 Kementerian, Moderasi Beragama, 20-21. 20 Ihsan, Irwan Abdullah, Interpretation of Historical Values of Sunan Kudus: Religious Moderation in Indonesian Islamic Boarding Schools, Atlantis Press, Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 529, 849. 8 Selain itu ada moderasi beragama juga memiliki prinsip yang berhubungan dengan konsep Islam wasathiyah di antaranya:21 a. Tawassuth (mengambil jalan tengah) Tawassuth adalah sikap pertengahan atau menengah antara dua sikap. Artinya, tidak terlalu jauh ke kanan (fundamental) dan terlalu jauh ke kiri (liberal). Sikap Tawassuth ini menjadikan Islam mudah diterima di segala bidang. Karakter tawassuth dalam Islam adalah titik tengah yang selalu ditempatkan Allah SWT. Nilai tawassuth sebagai prinsip Islam, harus diterapkan di segala bidang sehingga ekspresi keislaman dan keberagamaan muslim menjadi saksi untuk menilai benar atau salahnya semua sikap dan perilaku manusia.Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam menerapkan tawassuth adalah, pertama, tidak terlalu keras dan kaku dalam menyebarkan ajaran agama. Kedua, tidak mudah mengingkari keimanan umat Islam lainnya karena perbedaan pemahaman agama. Ketiga, memosisikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, selalu berpegang teguh pada prinsip persaudaraan (ukhuwah) dan toleransi (tasamuh), serta hidup berdampingan dengan umat Islam lainnya dan warga yang memeluk agama lainnya. b. Tawazun (berkesinambungan) Tawazun adalah pemahaman, dan pengamalan mengenai agama yang imbang, termasuk seluruhaspek kehidupan baik dunia maupun akhirat, dengan teguh meneguhkan prinsip yang membdakan antara penyimpangan dan perbedaan. Tawazun juga berarti memberikan hak tanpa menambah atau mengurangi. Tawazun adalah kemampuan sikap untuk menyeimbangkan kehidupan individu dan oleh karena itu sangat penting dalam kehidupan individu sebagai seorang muslim, sebagai manusia, dan sebagai anggota masyarakat. Melalui sikap tawazun, umat Islam dapat mencapai kesejahteraan batin yang sejati berupa ketenteraman jiwa dan ketenangan lahir dan merasakan tenang dalam aktivitas hidupnya. c. I‟tidal (lurus dan tegas) Secara linguistik, i'tidal memiliki arti yang lurus dan tegas. Artinya, i'tidal menempatkan sesuatu pada tempatnya, menjalankan haknya secara proporsional, dan memenuhi kewajibannya. I'tidal merupakan bagian dari penerapan keadilan dan etika kepada seluruh umat Islam. Keadilan 21 Kementerian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam (Jakarta: Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia Bekerja sama dengan Lembaga Daulat Bangsa, 2019), 10-16. 9 yang diperintahkan oleh Islam telah dinyatakan Allah agar dilaksanakan dengan adil. Artinya sedang-sedang saja dan seimbang dalam semua aspek kehidupan dengan menunjukkan tindakan yang ihsan.Keadilan berarti tercapainya persamaan dan keseimbangan hak dan kewajiban. Hak asasi manusia tidak boleh dibatasi karena kewajiban. Tanpa penegakan keadilan, nilai-nilai agama terasa kering dan tidak berarti karena keadilan mempengaruhi kehidupan banyak orang. d. Tasamuh (toleransi) Tasamuh artinya toleransi. Di kamus bahasa Arab, kata tasamuh bermula dari bentuk asal kata samah, samahah, artinya kedermawanan, pengampunan, kemudahan dan kedamaian. Secara etimologis, tasamuh berarti menerima dengan enteng atau menoleransinya. Sedangkan secara istilah tasamuh berarti menoleransi, mudah menerima atau menerima perbedaan.Tasamuh adalah sikap seseorang, yang diwujudkan dalam kesediaannya untuk menerima pandangan dan pendapat yang berbeda, meskipun tidak sependapat. Tasamuh atau toleransi erat kaitannya dengan masalah kebebasan atau kemerdekaan dari hak asasi manusia dan tatanan kehidupan sosial, yang memungkinkan adanya toleransi terhadap perbedaan pendapat dan keyakinan individu. Orang yang bersifat tasamuh selalu menghargai, mengizinkan, dan membolehkan sikap, pendapat, pandangan, keyakinan, adat, perilaku, dan lainlain yang berbeda dengan sikapnya. Tasamuh berarti mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain. Jika tasamuh berarti besarnya jiwa, luasnya pikiran, lapangnya dada, maka ta'ashub berarti kecilnya jiwa, sesak hati, sempitnya dada. e. Musawah (egaliter) Secara bahasa, musawah artinya persamaan. Sedangkan secara istilah berarti persamaan dan penghormatan kepada manusia sebagai ciptaan Allah. Setiap Insan memiliki harkat dan martabat yang sama, tanpa membedakan jenis kelamin, ras atau suku. f. Syura (musawarah) Kata Syura berarti menyebutkan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu. Syura atau musyawarah merupakan saling menyebutkan dan merundingkan atau saling meminta dan menukar pendapat tentang suatu 10 perkara. Musyawarah mempunyai kedudukan yang tinggi bagi Islam. Di samping memang diperintahkan oleh Allah, musyawarah dalam hakikatnya dimaksudkan dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang demokraris. Sisi lainnya, musyawarah adalah wujud penghargaan pada tokoh dan para pemimpin rakyat agar berpartisipasi pada urusan dan kepentingan bersama. Pendapat lain menyebutkan ada beberapa karakteristik moderasi menurut Islam yaitu:22 a. Berasaskan ketuhanan Moderasi yang dikonstruksikan oleh Islam bersumber dari wahyu Allah yang ditetapkan berdasarkan ayat Al-Qur'an dan hadits nabi. Untuk itu, dapat dipastikan bahwa sifat dan sikap moderasi beragama tidak dapat dipisahkan dari sifat Allah yang menyuruh untuk sederhana. Tuhan yang bijaksana, adil, dan sempurna mengetahui segala sesuatu, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. di situlah terdapat keistimewaan dari moderasi Islam yang berdasar pada fondasi ketuhanan. b. Berlandaskan petunjuk kenabian Hampir setiap tindakan yang dilakukan nabi mencontohkan ajaran moderasi dalam ajaran Islam. Dalam kesederhanaan hidup, yang berarti tidak begitu fokus pada hal-hal duniawi, tetapi tidak pula meninggalkan begitu saja. Ini adalah contoh dari apa yang pernah dipraktikkan nabi dalam hidupnya. Nabi adalah manusia terbaik dan paling taat, tetapi tidak pernah berlebihan dalam beribadah. Saat berpuasa, beliau tidak pernah meninggalkan kebiasaan buka ketika sudah saatnya. Bangun di malam hari (shalat tahajud) tetapi tidak meninggalkan tidur, dan masih banyak dari tindakan, ucapan, dan sumpah yang pernah beliau tunjukkan kepada sahabat-sahabat dan pengikutnya. Nabi selalu memilih sesuatu yang mudah daripada yang sulit, kecuali dalam hal perbuatan dosa. Kehidupan nabi mencerminkan sifat (sederhana) tengah, baik dari segi ibadah maupun mu'amalah. c. Kompetibel dengan fitrah manusia 22 Maimun, Kosim, Moderasi Islam Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 11 Kesesuaian dengan fitrah manusia adalah salah satu karakteristik moderasi. Fitrah adalah potensi yang dimiliki manusia dari dilahirkan. Beberapa ahli menyebutnya insting. Sejak manusia masih dalam kandungan, fitrah atau kepribadian yang tertanam dalam diri manusia merupakan kemungkinan yang kuat untuk menerima agama yang benar yang diciptakan oleh Tuhan. Ketika orang memiliki kemungkinan yang kuat untuk menerima agama yang benar (Fitrah), mereka secara otomatis memiliki potensi menjalankan moderasi dalam agama karena pada dasarnya salah satu tujuan hukum agama adalah untuk menegakkan moderasi dan keadilan. Di situlah kaitan antara kemungkinan yang sudah ada pada semua manusia dan kemudahan menerima konsep moderasi dalam agama (Islam). 4. KESIMPULAN Moderasi beragama adalah sikap beragama yang seimbang, adil, dan tidak ekstrem, baik dalam pemikiran maupun praktik. Konsep ini berakar dari ajaran Islam yang mengutamakan keseimbangan antara wahyu dan akal, jasmani dan rohani, serta kepentingan individu dan sosial. Moderasi beragama mencakup prinsip-prinsip seperti tawassuth (jalan tengah), tawazun (keseimbangan), i’tidal (lurus dan adil), tasamuh (toleransi), musawah (kesetaraan), dan syura (musyawarah). Sikap moderat memungkinkan seseorang menghormati perbedaan tanpa mengorbankan prinsipnya, menjunjung toleransi, dan berperan aktif dalam membangun keharmonisan antarumat beragama. Islam moderat berorientasi pada kedamaian dan rahmatan lil 'alamin, serta relevan dengan fitrah manusia. Hal ini penting untuk meredam konflik ekstremitas dan menciptakan masyarakat yang harmonis. 5. REFERENSI 1 Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019), 15. 1 Kementerian, Moderasi Beragama, 16. 1 Ihsan, Irwan Abdullah, Interpretation of Historical Values of Sunan Kudus: Religious Moderation in Indonesian Islamic Boarding Schools, Atlantis Press, Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 529, 849. 1 Maimun, Kosim, Moderasi Islam Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 20 1 Maimun, Moderasi Islam, 22-23. 1 Quraish Shihab, Wasathiyyah Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2020), xi. 1 Maimun, Moderasi Islam Indonesia, 23 12 1 Quraish, Wasathiyyah, 43. 1 Kementerian Agama RI, Gerak Langkah Pendidikan Islam Untuk Moderasi Beragama (Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Indonesian Muslim Crisis Center (IMCC), 2019), 10. 1 Muhammad Qasim, Membangun Moderasi Beragama Umat Melalui Integrasi Keilmuan (Gowa: Alauddin University Press, 2020), 40 1 Syamsul Ma‟arif, Sekolah Harmoni Restorasi Pendidikan Moderasi Pesantren (Wonogiri: CV Pilar Nusantara, 2020), 72. 1 Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 84-85. 1 3 Mujamil Qomar, Moderasi Islam Indonesia (Yogyakarta: IRCiSoD, 2021), 19-20. 1 Mujamil, Moderasi Islam, 20-21. 1 M. Nur Ghufron, dkk, Knowledge and Learning of Interreligious and Intercultural Understanding in an Indonesian Islamic College Sample: An Epistemological Belief Approach, Religions 2020, 11, 411; doi:10.3390/rel11080411, 6. 1 4 Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019), 14. 1 Kementerian, Moderasi Beragama, 19. 1 Kementerian, Moderasi Beragama, 20. 1 Kementerian, Moderasi Beragama, 20-21. 1 Ihsan, Irwan Abdullah, Interpretation of Historical Values of Sunan Kudus: Religious Moderation in Indonesian Islamic Boarding Schools, Atlantis Press, Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 529, 849. 1 Kementerian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam (Jakarta: Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia Bekerja sama dengan Lembaga Daulat Bangsa, 2019), 10-16. 1 Kementerian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam (Jakarta: Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia Bekerja sama dengan Lembaga Daulat Bangsa, 2019), 10-16. 13