Academia.eduAcademia.edu

Moderasi Beragama (Aliansi Perspektiftafsir Sufistik)

2021

Judul penelitian ini adalah berusaha mempelajari dan menjelaskan aspek-aspek pemikiran dalam tafsir tentang hal yang berhubungan dengan moderasi beragama aliansi perspektif sufistik.Moderasi beragama tidak terlepas dari Revolusi shalat yang ditulis oleh Ibnu Arabi, yang menjelaskan bagaimana perkembangan shalat, azan, kiblat, gerakan shalat, kondisi shalat dan lain-lainnya secara komprehensif dengan latar belakang ilmu yang lebih kental ke arah kajian filsafat-tasawuf sehingga membuka rahasia yang terkandung di dalam pokok-pokok kajian tersebut, akan tetapi tidak mengabaikan syariat sebagaimana yang dituduhkan oleh kebanyakan tokoh, yang mengatakan tasawuf mengabaikan syariat.Al-Ghazali melihat bahwa kehidupan ideal dalam mengaktualisasikan ajaran Islam adalah dengan jalan pertengahan, seimbang dan adil atau proporsional antara dunia dan akhirat, antara rohani dan jasmani dan antara materi dan spiritual.At-thabari menjelaskan umat Islam yang wasathiyah adalah “Umat Islam adalah umat...

MODERASI BERAGAM GAMA: ALIANSI PERSPEKTIF TAFSI FSIR SUFISTIK Syarif IAIN Pontianak, Indonesia E-mail: syarif@gmail.com Diterimatanggal:03 Meret 2021 Selesai tangg nggal:30 November 2021 ABSTRACT This research reveals about reli eligious moderation in the perspective of the scienc ience of interpretation (exegeses). This research was as condu conducted using a philosophical approach throu ough literature review derived from the books of interpr rpretation that lead to Sufistic interpretations. The he ffindings of this study indicate that in Sufistic interpr erpretation, interpreting verses related to thee alliance of Sufistic perspectives of religious moderat ration, is very inclusive. [Penelitian ini menyingkap tenta ntang moderasi beragama dalam perspektif ilmuu tafsir. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan an pendekatan filosofis melalui kajian pustaka yang ang berasal dari kitabkitab tafsir yang mengarah kepa epada tafsir sufistik. Temuan penelitian ini menun enunjukkan, bahwa di dalam tafsir sufistik, menafsir aya ayat-ayat yang berhubungan dengan aliansi perspek pektif sufistik moderasi beragama, secara sangat inklusif] if]. Kata Kunci: Moderasi Beragam ragama, Tafsir sufistik, Tafsir Isyari dihadapi umat manusi nusia saat ini. (S.A. PENDAHULUAN Moderasi aktivitas beragam ama manusia beraga agama adalah Kamal, 1976:5) Pentingn ingnya diskursus ini yang pada tataran praktis di direkam oleh Atho memerankan tindakan kedam damaian dalam Mudzhar ng llain. Disadari persentuhannya dengan yang kehidupan antar pengan ganut agama adalah pengaruh menunjukan bukan agenda yang rin ringan. Menurutnya, efeknya dalam segala akti ktivitas hidup agenda harmonisasi anta ntar penganut agama meliputi ekonomi, politik, sosi sosial, budaya, ini harus dijalankann dengan hati-hati dan mengingat agama sangat gat melibatkan emosi agama sebagainya. makinn (Wahyudi udin Darma- bahwa upa upaya harmonisasi umat, sehingga sebagi bagian mereka lebih laksana, 2019:1). Perspektif interaksi ant antar penganut cenderung pada klaim ke kebenaran dari pada agama merupakan bentuk tekni teknis aplikatif mencari dari tema besar pluralisme aagama. (Evra menurutnya hal seperti ti iini menjadi pemicu Willya, konflik yang mengarah ah kepada kekerasan 2008: 314-316) 316) Diskursus interaksi atau hubungan ant antar penganut kebenaran--ek -eksklusif. Bahkan dan berbahaya. (Atho ho M Mudzhar, 19). agama menjadi masalah yangg pe penting yang ~ 271 ~ AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 Senada dengan catatan penyebab konflik oleh Atho Mudzhar ini, John L. dalam makna kesalehan (taqwa) (Q.s. alHujurât/49 : 13). Esposito berpendapat bahwa gairah dan orientasi kaum juga menemukan kedalaman spiritual. Dalam mempengaruhi status dan hak-hak non- pengantar A History of God, Karen Muslim. Eksisnya sekelompok masyarakat Amstrong mengemukakan bahwa dirinya yang semacam menemukan jalan keluar dari fanatic revivalis Jalan sufistik mengantar manusia terhadap satu (eksklusif), mengakibatkan ketegangan, konflik, agama berbagai kekerasan, kebuntuan dan keraguan atas mitos dan ketuhanan yang diterimanya sejak kecil pembunuhan atas nama agama (John L. dan dia menemukan hakikat di balik Esposito, 1988: 192). agama. Menurutnya, saya benar-benar Kanal sufistik yang bisa digali dari dikejutkan oleh beberapa penemuan saya. tafsir al-Qur`ân terutama dalam tema Seandainya saya telah mengetahui tiga interaksi antar penganut agama, sekaligus puluh tahun yang lalu, pengetahuan itu sebagai rekonstruksi dasar sosial, adalah tentu akan menyelamatkan saya dari cara pandang bahwa manusia sebagai ketegangan ketika mendengar dari para eksistensi yang sama dalam menjalankan monoteis terkemuka ketiga agama itu, dan mengarungi kehidupan dengan segala bahwa ketimbang menanti Tuhan turun bentuk yang dari ketinggian, saya mesti secara sengaja menautkan manusia, alam, dan Tuhan menciptakan rasa tentang Dia di dalam diri secara pandangan saya. Para rahib, pendeta, dan sufi yang sufistik lain menyalahkan saya karena mengasum- dikemukakan bahwa realitas ini hanya sikan Tuhan – dalam pengertian apa pun – satu, tunggal. Secara mendalam kajian ini adalah realitas yang “ada di luar sana”. akan mengikis kepentingan rasial dan Mereka dengan tegas memperingatkan bahkan kepentingan agama. Yang ada saya untuk tidak berharap mengalami adalah mengadu cerdasnya kesalehan yang Tuhan sebagai fakta objektif yang bisa ditampakkan manusia, al-khairât. Karena ditemukan melalui proses pemikiranra realitas tunggal ini tidak menghendaki sional biasa (Karen Amstrong, 2003: 20- keseragaman dalam bentuk apapun. Tetapi 21). sufistik. aspeknya. mendalam Dalam Pandangan adalah kajian yang dikehendaki-Nya keberagaman itu Masalah interaksi adalah masalah harus dibiarkan apa adanya adalah untuk perilaku. Perilaku pada seseorang atau maksud berlomba (istibâq) dalam ke sekelompok orang didasari oleh filosofi ~ 272 ~ Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik kehidupan atau diapresiasinya. doktrin Dalam yang keberagamaan dikembangkan menurut spiritual para oleh pengalaman ahlinya adalah misalnya Islam, kaum muslimin bertindak penerapan praktis dan perilaku Islam yang atau berperilaku sesuai doktrin keyakinan sebenarnya, yang diterimanya. Agama adalah faktor penyerahan diri secara total kepada Tuhan yang perilaku semesta alam. Oleh karena itu, tasawuf penganutnya. (H. M. Arifin, 1996: ix) menempati posisi sentral di antara tiga Model pemikiran yang diterima atau aspek dasar Islam: tauhîd, syarî’at, dan diapresiasi –terutama dari al-Quran-- oleh akhlâq. Jika hakikat misi Islam adalah kaum mempengaruhi penyempurnaan akhlâq dan moral (li perilakunya dalam bersosial. Kaitannya utammima makârima al-akhlâq), seperti dengan penelitian ini adalah ruang gerak dilukiskan dalam salah satu hadis Nabi atau objek bidik tasawuf adalah akhlak, saw., maka pelestarian tasawuf, baik dalam sebagai satu bagian penting dari asas taraf teoritis maupun praktis, merupakan ajaran Islam. pelestarian nilai-nilai Islam itu sendiri sangat mempengaruhi muslimin akan Tasawuf adalah dimensi esoterik yaitu Islam sebagai (Alwi Shihab, 2001: xiii). Islam. Islam itu sendiri hakekatnya sangat Tafsir corak sufî disebut juga memperhatikan aspek keseimbangan dan dengan tafsîr isyârî (Muhammad Husain keharmonisan, yang di dalamnya termasuk al-Dzahabî, 2005: 222) Ialah tafsir dengan keseimbangan dan keharmonisan lahir mentakwil ayat kepada makna di balik (eksoterik) dan batin (esoterik). Syaikh zhahirnya Fadhlallah menampilkan sisi yang tersembunyi dan Haeri menyatakan, bahwa dengan menunjukkan atau sufisme dan Islam adalah dua hal yang tak kemungkinan kesesuaiannya atau dapat dipisahkan, seperti halnya nurani dan menggabungkan makna yang kesadaran tertinggi yang juga tak dapat tersembunyi itu dan yang zhahir seperti dipisahkan dari agama tersebut. Islam yang dimaksudkan ayat tersebut. Tafsir adalah kesadaran abadi yang bermakna yang demikian ini terdapat di kalangan penyerahan diri dan ketundukan. Dengan yang menempuh jalan sufi (Al-Dzahabî, bahasa lain, sufisme adalah hati Islam, 222). antara yang sudah sangat tua, seusia dengan adanya kesadaran manusia (Shaykh Fadhlalla Haeri, 1993: vii). PEMBAHASAN Moderasi Beragama bahwa Pengertian moderasi adalah suatu tasawuf sebagaimana ditulis, dihayati, dan kegiatan untuk melakukan peninjauan agar Alwi Shihab menulis ~ 273 ~ AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 tidak menyimpang yang yang sesuai dengan fitrah manusia. Oleh berlaku yang telah ditetapkan. Definisi karena itu, umat Islam disebut ummatan moderasi adalah kegiatan untuk mengatur, washathan, memandu serta menengahi komunikasi seimbang, karena mampu memadukan dua interaktif baik yang berbentuk lisan atau kutub agama terdahulu, yaitu Yahudi yang pun tulis. terlalu membumi dan Nashrani yang Pengertian dari aturan moderasi menurut umat yang serasi dan terlalu melangit. KBBI adalah menengahi suatu masalah. Al-Quran dalam surat al-Baqarah Pemandu acara atau yang sering disebut [2] ayat 143: “Dan demikian (pula) Kami dengan moderator adalah orang yang telah menjadikan kamu (umat Islam), umat bertugas memandu Sebuah acara atau yang adil dan pilihan agar kamu menjadi kegiatan agar berjalan sesuai dengan yang saksi atas (perbuatan) manusia dan agar aturan Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas yang kegiatan atau telah acara ditentukan. yang Suatu diadakan (perbuatan) kamu”. biasanya memiliki alur dan aturan main Dengan demikian, moderasi sama sendiri yang bertujuan agar kegiatan pengertiannya berjalan lancar dan sesuai dengan aturan sebagaimana diungkapkan dalam ayat di yang bertujuan agar kegiatan memandu, atas. Menurut Ibnu Faris, sebagaimana mengarahkan, dan menengahi komunikasi dikutip oleh Muchlis M. Hanafi (2009), yang terjadi antara beberapa pihak baik bahwa al-washatiyyah berasal dalam bentuk lisan maupun tulisan disebut wasath yang memiliki makna adil, baik, juga dengan Moderasi. Persamaan kata tengah dan seimbang. Bagian tengah dari moderasi adalah meninjau. kedua ujung sesuatu dalam bahasa Arab Contohnya dalam sebuah acara dengan al-washatiyyah – disebut wasath. Kata ini dari kata mengandung dialog atau debat yang melibatkan dua makna baik seperti dalam ungkapan hadis, pihak yang pro dan kontra terhadap suatu ‘Sebaik-baik masalah. Di sini kehadiran moderator (yang pertengahan)’, karena yang berada sangat diperlukan untuk memandu dan di tengah akan terlindungi dari cela atau menengahi kedua belah pihak sehingga aib (cacat) yang biasanya mengenai bagian dialog berjalan dengan baik dan terkendali. ujung atau pinggir. Menurut Wahyudin Darmalaksana urusan Selanjutnya M. adalah awsathuha Hanafi (2009) 2019:1 Moderasi adalah jalan pertengahan, mengutip pendapat pakar tafsir Abu Su’ud, dan ini sesuai dengan inti ajaran Islam bahwa ~ 274 ~ kata wasath pada mulanya Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik menunjuk pada sesuatu yang menjadi titik harmonis temu semua sisi seperti pusat lingkaran diungkapkan dalam Alquran, “Dan Allah (tengah). Kemudian berkembang makna- telah meninggikan langit dan Dia telah nya meletakkan menjadi sifat-sifat terpuji yang dan serasi. mizan Sebagaimana (keadilan), supaya dimiliki manusia karena sifat-sifat tersebut kamu tidak melampaui batas tentang merupakan tengah dari sifat-sifat tercela. mizan itu” (QS. Ar-Rahman [55]:7-8). Seperti sifat dermawan adalah pertengahan Moderasi Islam ini tercermin dalam antara kikir dan boros, berani pertengahan seluruh ajarannya. Misalnya dalam bidang antara takut dan sembrono. Akidah, ajaran Islam sesuai dengan fitrah Maka sejalan dengan ajaran Islam kemanusiaan, berada di tengah antara yang universal dan bercorak seimbang, mereka yang tunduk pada khurafat dan maka al-wasathiyyah didefinisikan sebagai mitos, dan mereka yang mengingkari sebuah metode berpikir, berinteraksi dan segala sesuatu yang berwujud metafisik. berperilaku Selainmengajakberimankepada yang didasari atas yang sikap tawazun (seimbang) dalam menyika- ghaib, Islam pun mengajak akal manusia pi dua keadaan perilaku yang dimung- untuk kinkan untuk dibandingkan dan dianalisis, rasional. Dalam bidang ibadah, Islam sehingga dapat ditemukan sikap yang mewajibkan sesuai tidak melakukan ibadah dalam bentuk dan bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran jumlah yang sangat terbatas, misalnya agama dan tradisi masyarakat. shalat lima kali dalam sehari, puasa dengan kondisi dan membuktikan ajarannya penganutnya secara untuk Menurut Yusuf Qardhawi (1995), sebulan dalam setahun, dan haji sekali bahwa di antara karakteristik ajaran Islam dalam seumur hidup; selebihnya Allah adalah atau mempersilakan manusia untuk berkarya yakni dan bekerja mencari rezeki Allah di muka al-washatiyyah tawazun (moderat) (keseimbangan), keseimbangan di antara dua jalan atau dua bumi. atau Kemudian dalam bidang akhlak, bertentangan. Contoh dua arah yang ajaran Islam mengakui dan memfasilitasi bertentangan seperti spiritualisme dengan adanya unsure jasad dan ruh pada diri materialisme, individu dengan kolektif, manusia. Dengan adanya unsure jasad konstektual manusia didorong untuk selalu menikmati arah yang konsisten saling dengan dengan berhadapan idealisme, perubahan. dan Prinsip kesenangan dan keindahan yang keseimbangan ini sejalan dengan fitrah dikeluarkan oleh bumi, sementara unsure penciptaan ruh manusia dan alam yang ~ 275 ~ mendorongnya untuk menggapai AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 petujuk langit. Sehingga dengan konsep tetapi hakiki dan benar-benar sesuai ini, kehidupan dunia bukanlah penjara dengan tempat manusia disiksa, tapi sebuah mewujudkan kebaikan di dunia dan di nikmat yang harus disyukuri dan sebagai akhirat serta dijauhkan dari malapetaka lading untuk mencapai kehidupan yang dan siksaan neraka. Hal ini sejalan dengan lebih kekal di akhirat. doa sapujagat yang selalu dipanjatkan, “Ya yang diharapkan, yakni Dalam Alquran ditegaskan, “Dan Allah Tuhan kami, berikanlah kepada kami carilah pada apa yang telah dianugerahkan kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat, Allah serta jauhkanlah kami dari siksa api kepadamu (kebahagian) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan neraka”. bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan 1. Kata “ummatan” berasal dari akar kata berbuat baiklah (kepada orang lain) bahasa arab amma-ya’ummu yang sebagaimana Allah telah berbuat baik berarti “menuju”, “menjadi”, “ikutan”, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat dan “gerakan”. kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya sama, lahir antara lain kata “um” yang Allah tidakmenyukai orang-orang yang berarti berbuatkerusakan” maknanya (QS. Al-Qashash [28]:77). “ibu”, Dari akar kata yang dan “imam” “pemimpin”, yang karena keduanya menjadi teladan, tumpuan Selanjutnya moderasi mengenai beragama, dikemukakan Tarmizi cirri sebagaimana dan harapan anggota masyarakat. Al-qur’an mnyebut kata (2007) ummah dan berbagai bentuk lainnya 51 memiliki dua ciri yang mandiri, yaitu kali dan kata umam sebanyak 13 kali. pertama, adanya hak kebebasan yang harus Kedua kata tersebut digunakan di dalam selalu al-Qur’an diimbangi Kecerdasan Taher pandangan, dengan dalam kewajiban. menyeimbangkan dengan berbeda-beda, pengertian yaitu, yang pertama, antara hak dan kewajiban akan sangat Digunakan dalam arti binatang-binatang menentukan terwujudnya keseimbangan yang ada di bumi, seperti dalam Q.S. al- dalam Islam. An’am/6:38 yang menjelaskan tentang Kedua, adanya keseimbangan burung-burung yang terbang dengan antara kehidupan dunawi dan ukhrawi, kedua sayapnya, kedua, Makhluk Jin, di serta material dan spiritual. Sehingga dalam Q.S. al-A’raf/7:38, ketiga, waktu, peradaban dan kemajuan yang dicapai oleh di dalam Q.S. Hud/11: 8 dan Q.S. umat Islam tidak semu dan fatamorgana, Yusuf/12: ~ 276 ~ 45, pengertian ‘imam’ Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik misalnya di dalam Q.S. al-Nahl/16: 120, menengah di antara boros dan kikir. kelima, berarti agama, seperti dalam Kata wasath dalam berbagai bentuknya Q.S. al-Anbiya’/21: Mu’minun/23: 52, 92, Q.S. al- dalam al-Qur’an disebut lima kali, dan Q.S. al- masing-masing terdapat dalam Q.S. alBaqarah/2: 143 dan 238, Q.S. al- Baqarah/2: 213.28. Jadi secara tegas al-Qur’an tidak Maidah/5:89, Q.S. al-Qalam/68: 28, dan membatasi pengertian umat hanya pada Q.S. al-‘Adiyat/100: 5. Pada dasarnya kelompok manusia. Ini berarti semua penggunaan istilah wasath dalam ayat- kelompok yang terhimpun oleh sesuatu, ayat seperti agama, waktu, atau tempat yang pengertian sama. “pilihan”.(M. Quraish Shihab, TT:1070- Artinya ada suatu ikatan tersebut dapat “tengah”’, merujuk pada “adil”, dan 1071). persamaan yang menyatukan makhluk Dari penjelasan di atas, maka bisa hidup manusia, binatang, seperti jenis, suku, bangsa, ideologi, atau agama, dan diambil sebagainya, maka ikatan itu telah ummatan menjadikan mereka satu umat. (M. moderat yang posisinya berada di Quraish Shihab, TT: 430-431). Karena tengah, agar dilihat oleh semua pihak itu kata “umat” adalah suatu istilah dan dari segenap penjuru. Dengan yang mengandung arti gerak dinamis, menempatkan arah, waktu, jalan yang jelas, serta gaya tengah agar tidak seperti umat yang dan carahidup. Untuk menuju pada satu hanyut oleh materialisme, tidak pula arah, harus jelas jalannya, serta harus mengantarnya membumbung tinggi ke bergerak maju dengan gaya dan cara alam ruhani. Posisi tengah adalah tertentu, dan pada saat yang sama memadukan aspek rohani dan jasmani, membutuhkan untuk material dan spiritual dalam segala mencapainya (M. Quraish Shihab, TT: sikap dan aktivitas (M. Quraish Shihab, 430-431). TT: 433-434). waktu kesimpulan wasathan Islam bahwa adalah sebagai makna umat posisi 2. Kata wasath, berarti posisi menengah di antara dua posisi yang berlawanan. Aliansi Perspektif Tafsir Sufistik Tema Dapat juga dipahami sebagai segala penelitian ini adalah yang baik dan terpuji sesuai dengan “moderasi berAgama aliansi presfektif objeknya. Misalnya, keberanian adalah tafsir sufistik”. Dalam kasus penelitian ini pertengahan antara sifat ceroboh dan adalah mengarah kepada sikap mufassir takut, kedermawanan sufistik adalah posisi ~ 277 ~ terhadap teks yang hasilnya AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 berbentuk tafsir inklusif. Oleh karena itu, Ketiga bab ini ditujukan untuk menggambarkan dipisahkan sebagai proses, alat dan hasil dan menganalisis bibit munculnya tafsir yang inklusifisme, dengan memuat penelusuran (Suryadilaga, 2010: 29). munculnya corak sosiohistorisnya. tafsir dalam Kemudian secara konsep ingin tersebut dicapai tidak dalam dapat tafsir Inklusifisme Tafsir Sufistik eksplisit bab ini juga memberikan fakta Tafsir sufistik adalah tafsir yang dari corak dan sosio historis itu berupa sering disebut sebagai tafsir yang secara bentuk tafsir inklusif yang disertai dengan diametral berbeda dengan tafsir fikih. analisis tentang mengapa bisa demikian. (Muhammad Husain al-Dzahabî, 261) Ini Tafsir, secara harfiah kata “Tafsir” tidak lepas dari ilmu dasar yang menjadi yang berasal dari bahasa Arab dan perangkat tafsir ini. Jika tafsir fikih merupakan bentuk masdar dari kata fassara perangkatnya mengacu pada ilmufikih, yang berarti keadaan yang jelas (nyata dan maka tafsir sufistik mengacu pada ilmu terang) penjelasan. tasawuf, yang para mufassirnya adalah Banyak ulama mengemukakan pengertian sebagai sâlik dalam kesufian (Muhammad tafsir Husain al-Dzahabî, 186). dan yang memberikan pada intinya bermakna menjelaskan hal-hal yang masih samar Ada pertanyaan sehubungan yang dikandung dalam ayat al-Qur’an dengan kapan mulainya, apakah tafsir sufi sehingga dimengerti, ini ada dasar syar’î yang dipegangi mengeluarkan hukum yang terkandung di pengampunya, atau memang merupakan dalamnya sesuatu yang datang belakangan setelah dengan untuk mudah diterapkan dalam kehidupan sebagai suatu ketentuan hukum. munculnya (Suryadilaga, 2010: 27). tarekatnya? Al-Dzahabî mengemukakan Dr. Abd. dan praktek Salim jawaban, bahwa tafsir sufistik atau yang mengemukakan bahwa ada tiga konsep kerap disebut tafsir isyârî bukan hal baru yang terkandung dalam istilah tafsir, dalam penafsiran makna ayat-ayat al- pertama, kegiatan ilmiah yang berfungsi Qur`an al-Karîm, tetapi ia dikenal sejak memahami dan menjelaskan kandungan al- turunnya al-Qur`an kepada Nabi, demikian Qur’an. Kedua, ilmu-ilmu (pengetahuan) diisyaratkan al-Qur`an dan Nabi saw. yang Menyampaikan dipergunakan Muin tasawuf dalam kegiatan serta mengajarkannya tersebut. Ketiga, ilmu (pengetahuan) yang kepada para para sahabat. Para sahabat merupakan hasil kegiatan ilmiah tersebut. menyatakan ~ 278 ~ bahwa isyarat al-Qur`an Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik mengenai hal tersebut seperti dalam Q.s. ‘ibâd” (Hadis marfû’ oleh al-Dailâmî dari Q.s. riwayat ‘Abd al-Rahmân bin ‘Auf), al- al-Nisâ`/4:78, al-Nisâ`/4:82, dan Qur‘an di bawah ‘arasy, ia memiliki sisi Muhammad/47:24. Ayat-ayat ini menunjukan bahwa lahir dan batin al-Qur`an itu mempunyai sisi lahir dan (mujahadah) batin. (memahaminya). Dengan ayat-ayat ini Allah yang dibutuhkan hamba untuk Kedua hadis ini bermaksud untuk menunjukkan kekeliruan menegaskan bahwa al-Qur`an memiliki orang-orang kafir tentang mereka yang sisi lahir dan sisi batin. Namun para ulama hampir tidak sedikit pun memahami berbeda dalam menerjemahkan apa yang pembicaraan. Ajakan untuk memperha- lahir dan apa yang batin. Al-Dzahabî tikan ayat-ayat al-Qur`an itu bukan karena menguraikan pendapat-pendapat seputar mereka tidak paham terhadap pembicaraan hal ini. Ada yang mengatakan bahwa yang itu sendiri, bukan juga untuk memahami lahir itu ialah lafazh ayat dan yang batin sisi lahiriahnya ayat, sebab mereka adalah ialah ta’wilnya. Abû ‘Abîdah mengatakan orang Arab dan (secara lahiriah) bahasa al- mengenai kisah-kisah yang diceritakan Qur`an bukan bahasa asing bagi mereka, Allah tentan gumat-umat terdahulu dan oleh Karena itu mereka pasti memahami akibat-akibat bagi mereka. Sisi lahir dari makna lahiriah itu. Tetapi ajakan itu cerita itu adalah berita dan kecelakaan atau dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kehancuran mereka tidak memahami maksud khithâb menceritakan tentang suatu kaum. Sedang dari Allah itu, dan ajakan agar mereka yang memparhatikan ayat-ayat-Nya itu ialah peringatan dari cerita itu agar pembaca supaya mereka paham maksud yang tidak melakukan seperti yang mereka dikehendaki Allah, yaitu makna secara lakuan dalam cerita itu, menghalalkan apa batin di mana mereka tidak metahuinya (- yang dihalalkan pada mereka. Tetapi hal jahl) ini dan akal mereka tidak batin khusus mereka adalah kisah. itu, cerita yang pengajaran Ibn atau al-Nuqaib menjangkaunya (Muhammad Husain al- mengemukakan bahwa yang zhahir itu Dzahabî, 262). ialah apa yang tampak dari makna ayat Dalam halini Nabi saw. bersabda bagi ahl ilmu. Sedang yang batin adalah “li kulli âyatin zhahr wa bathn” (Hadis ini rahasia yang dikandung ayat di mana ahl mursal diriwayatkan oleh al-Faryâbîdari al-haqîqat man dapat sumber dari Allah al-Hasan), setiap ayat memiliki sisi lahir (Muhammad Husain al-Dzahabî, 262). dan sisi batin. Hadis lain “al-Qur`ân tahta Kalangan sahabat diklaim sebagai al-‘arsy lahû zhahr wa bathn yahtâju al- yang mengetahui tafsir isyârî ini. Banyak ~ 279 ~ AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 berita yang menjelaskan hal tersebut. Di merasa (bahwa ayat itu) memberitahukan antaranya ada riwayat oleh al-Bukhari dari wafatnya Nabi saw. ( ‫ﻣﺴﺘﺸﻌﺮا ﻧﻌﯿﮫ ﻋﻠﯿﮫ اﻟﺼﻼة‬ Ibn ‘Abbâs, ketika kelompok sahabat lain ‫) و ا ﻟ ﺴ ﻼ م‬. (Muhammad Husain al-Dzahabî, ditanya tentang makna ayat “idzâjâa 263) Argumentasi ini menempatkan ‘Umar nashrullâhi mereka sebagai sahabat yang memahami makna mengatakan “kita diperintah untuk memuji isyârî, dan ini dikokohkan oleh jawaban Allah dan meminta ampun kepada-Nya, Nabi saw. “shaddaqta”, versi riwayat di jika Dia menolong kita maka kita akan atas. Dan sekaligus sebagai bangunan atas memperoleh Sebagian sebagian argumentasi bahwa tafsir sufistik sahabat yang lain diam. Umar berkata memiliki landasan syari’î, bahwa ia telah “apakah anda berpendapat seperti itu ada sejak diturunkannya al-Qur`an, di wahai Ibn ‘Abbâs? Saya (Ibn ‘Abbâs) mana Nabi saw. pun menguatkan isyarat berkata, tidak. Lalu apa pendapat anda? bahwa al-Qur`an memilliki sisi yang Saya (Ibn ‘Abbâs) berkata “dia (ayat itu menjadi lapangan tafsir sufistik, yaitu sisi bermakna) ajal Rasulullah saw. yang Allah batin beritahu kepadanya, atau sama artinya (mustanbath) dari balik lafazh lahiriah. wa al-fath”, kemenangan. atau sisi yang bisa digali dengan “wadzâlika ‘alamatu ajlika”. Umar Menurut Ibn ‘Athâillâh, bahwa berkata, saya tidak mengetahuinya kecuali tafsir ini (isyârî) adalah kelompok (tafsir) dari terhadap kalam Allah dan Rasul-Nya apa yang anda katakana ini. (Muhammad Husain al-Dzahabî, 263) Menurut bahwa mengalihkan makna dari yang zhahir sebagian sahabat tidak memahami makna kepada yang zhahir, tetapi zhahir ayat di balik zhahir surat, tetapi Umar dan Ibn dipahami dari apa yang dikandungnya dan ‘Abbâs keduanya memahami makna lain menunjukkan dalam pemahaman secara di balik makna zhahir, yaitu makna batin lisan, dan di sana terdapat pemahaman- yang ditunjukkan suatu surah dengan cara pemahaman batin bagi yang hatinya isyarat. diriwayatkan dibukakan Allah. Ini seperti hadis bahwa, ketika turun ayat terakhir, (Q.s. al- al-Qur`an memiliki sisi lahir dan sisi batin Mâidah/5:3) dia nangis, semenetara para (Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahmân al-suyûthî, sahabat yang lain bergembira. ‘Umar 475). Tentang berkata “ ,‫ﺺ‬ kesempurnaan al-Dzahabî, dengan makna-makna ‘Arabiyah bukan ‘Umar, ‫ ﻣ ﺎ ﺑ ﻌ ﺪ ا ﻟ ﻜ ﻤ ﺎ ل ا ﻻ ا ﻟ ﻨ ﻘ‬, setelah yang ada Terdapat beberapa sikap terhadap hanya fakta tafsir sufistik ini. Selain yang kekurangan”, Umar adalah orang yang menerima dengan beberapa argumentasi, ~ 280 ~ Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik Kesimpulan baik ayat maupun hadis dan beberapa awal yang dapat analisa seperti di atas, terdapat pendapat dibangun dari beberapa pandangan di atas, yang bahkan meng-kafir-kan. Ibn Shalah bahwa tafsir sufistik yang biasa disebut misalnya, memuat satu pendapat dari Abî tafsir isyârî adalah tafsir yang mufassirnya al-Hasan al-Wâhidî, bahwa tafsir Haqâiq tidak menafikan makna lahiriah bahkan al-Tafsîr karangan al-Tustarî itu bukan mereka memperdalam makna tersebut tafsir, barang siapa yang meyakini itu sehingga sebagai tafsir maka dia telah kafir. (Jalâl siapa yang mengaku memahami rahasia- al-Dîn ‘Abd al-Rahmân al-suyûthî, 472) rahasia al-Qur`an tetapi tidak menerima Demikian makna-makna lahiriah maka ia seperti juga al-Nasafî menyatakan mereka menyatakan, barang harus orang yang mengaku telah sampai masuk Pengalihan ke dalam rumah sebelum melalui pintu. Ini pemahaman dari yang lahiriah menjadi berbeda dengan tafsir bâthinî, di mana makna batin yang dilakukan oleh ahl al- menurut al-Zarqanî bahwa tafsir yang bâthil adalah penyimpangan. (Muhammad ilhâd (menyimpang) itu menapikan sama ‘Abd al-‘Azhîm al-Zarqânî, 67-68) sekali makna lahir. (Muhammad ‘Abd al- bahwa nash-nash dipahami secara al-Qur`an lahiriah. Menurut al-Taftâzânî, tafsir bâthinî ‘Azhîm al-Zarqânî, 69) Al-Ghazalî tidak setuju dengan yang disebut kafir itu adalah mereka yang menyatakan bahwa nash-nash al-Qur`an pola tidak memiliki sisi lahiriah, tetapi (hanya) menafsir al-Qur`an secara sufistik dan memiliki makna-makna batin yang hanya mengabaikan makna lahiriah. Menurutnya, diketahui oleh al-mu’allim, dan (dengan penafsiran yang menafikan makna lahiriah itu) maksud mereka adalah menafikan adalah madzhab penafsiran bâthiniyah, syari’ah secara umum. adapun sebagian ahl Menurutnya, haqîqat yang penafsiran bâthinî yang hanya sementara yang menafikan makna batin adalah madzhab berpendapat bahwa nash itu memiliki sisi sedangkan lahiriah dan bersamaan dengan itu terdapat memadukan makna lahir dan batin adalah isyarat yang diungkap tersembunyi melalui jalan pola al-Haysawiyyah, penafsiran yang yang bisa pola penafsiran yang sempurna (kâmil) suluk dan (Musthafâ Ibrâhîm al-Mâsyî, 1986: 640). Variasi memungkinkan ada kesesuaian antara yang pandangan sepertinya merupakan syarat tertentu untuk diterimanya tafsir iman dan sebuah dipenuhinya kedalaman ‘irfân. (Jalâl al-Dîn ‘Abd al- sufistik Rahmân al-suyûthî, 472-473) Beberapa syarat yang dikemukakan ulama ~ 281 ~ sebagai agar atas batin dan yang zhahir itu, maka hal itu kesempurnaan memicu di karya tafsir. AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 ‘ulûm al-tafsîr untuk bisa diterimanya dihapuskan (makna zhahir), tetapi bukan tafsir sufistik sebagai tafsir atas ayat-ayat syarat wajib yang harus diikuti dan al-Qur`an hendaknya diambil. Mengapa tidak wajib, karena pemikiran tasfir sufistik menjadi bagian tafsir isyârî tidak bisa disamakan alias dalam keterangan lafazh Arab al-Qur`an, berbeda dengan tafsir zhahir. (Muhammad tidak ‘Abd al-‘Azhîm al-Zarqânî, 70). ialah: Pertama, bertentangan dengan al-Qur`an. Kedua, hendaknya ada ayat lain (syâhid) Beberapa keterangan mengenai yang menguatkanya. Ketiga, Tidak keluar tafsir sufistik di atas, memberikan peluang dari atau bertentangan dengan syar’î dan untuk ditarik pengertian bahwa letak bisa akal masuknya (Muhammad Husain al-Dzahabî, pemikiran inklusif dalam 278). Keempat, tidak mengaku bahwa penafsirannya tafsir isyârî adalah tafsir isyârî semata memiliki sisi batin dengan tidak menolak tanpa zhahir (Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm sisi lahir. Tafsir ini bisa dikatakan al-Zarqânî, 69), tetapi harus mengakui memiliki system atau instrument untuk makna zhahir lebih dahulu, jika tidak ia melihat makna di balik yang lahir yaitu dinilai gegabah untuk sampai pada makna makna tersembunyi di balik teks lahiriah. batin sebelum pengokohan yang zhahir. Pandangan-pandangan Barang siapa mengaku memahami rahasia- mengisyaratkan rahasia al-Qur`an sebelum mengokohkan memiliki karakteristik penting yaitu sisi di tafsir zhahir maka dia seperti orang yang balik lahiriah yang memungkinkan untuk mengaku telah sampai masuk ke dalam menumbuhkan sisi-sisi yang lebih banyak rumah sehingga sebelum melalui pintu. ialah karena bahwa dapat tafsir ini di tafsir melahirkan atas sufistik banyak (Muhammad Husain al-Dzahabî, 280) Dan kemungkinan. Di sinilah, penulis ulangi, kelima, hendaknya ta’wilnya tidak (terlalu) letaknya untuk menyuburkan tumbuhnya jauh lagi lemah (argumentasinya), seprti pintu-pintu inklusifisme tafsir. Peluang seperti yang ditengarai di menjadikan kata “‫ ” ﻟ ﻤ ﻊ‬sebagai fi’il dan “‫ ”اﻟﻤﺤﺴﻨﯿﻦ‬menjadi maf’ûl dalam ayat “ ‫و إ ن‬ atas, lebih memungkinkan lagi karena ‫”ﷲ ﻟﻤﻊ اﻟﻤﺤﺴﻨﯿﻦ‬, (Q.s.al-‘Ankabût: 69). memang al-Qur`an, seperti yang dituturkan (Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm al-Zarqânî, Ibn ‘Abbâs, memiliki banyak sisi itu. 69) Menurut Ibn ‘Abbâs, al-Qur`an memiliki Syarat-syarat ini, menurut al- banyak dahan atau cabang dan ranting, Zarqanî, adalah hanya untuk diterimanya lahir dan batin, keajibannya tidak akan tafsir isyârî dalam arti hanya agar tidak habis, ~ 282 ~ dan puncaknya tidak akan Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik terjangkau, barang siapa yang menaikinya as., diperintah Allah agar kaumnya dengan hati-hati maka ia akan berhasil, menyembelih barang siapa yang menaikinya secara Baqarah/2:67) Ayat ini jika dibiarkan gegabah maka akan celaka. Di dalam al- secara zhahir, bisa saja akan usang. Qur`an terdapat akhbâr, amtsâl, halâl Karena, apa makna menyembelih sapi? harâm, Untuk apa? Kalau untuk perintah nâsikh mansûkh, muhkam, sapi. telaah (Q.s. ayat lain al- mutasyâbih, zhâhir dan bâthin. Zhahirnya kurban, yang adalah bacaannya, sedang batinnya adalah mensyari’atkannya dan tidak harus sapi. takwilnya. Maka dekatilah para ulama Menurut al-Naisabûrî menafsiri untuk memahami ta`wilnya dan jauhilah bahwa “dzabh al-baqarah” adalah pemahaman ta`wil orang-orang jahil. (Al- isyarat untuk menyembelih nafsu Alûsî, 7). kebinatangan. Sesungguhnya dalam Karakteristik lain selain di atas, ini juga yang membedakan tafsir penyembelihannya itu (untuk) menghidupkan yang sifatnya sufistik dengan tafsir corak lain, adalah ruhani, dari sisi tradisi para sufi sang pengampu perjuangan (jihâd) yang besar, seperti tafsir, bahwa mereka berpandangan atas ungkapan segala sesuatu berdasar atas isyarat. matilah sebelum kalian mati”, (artinya) Isyarat yang dimaksud adalah suatu bunuhlah keinginan (nafsu) maka batin ilmu yang didapat dari pemahaman al- akan hidup, bunuhlah tabi’at maka Qur`an, yang hakikat akan hidup. (Muhammad ‘Abd amal al-‘Azhîm yaitu merupakan rahasia-rahasia buah dari dan hati hal “mûtû itu merupakan qabla al-Zarqânî, 70) antamûtû, Dengan (riyadlahnya). Mereka ini disebut ahl ta’wil “baqarah” menjadi nafsu ini al-shafwah dalam upaya istinbâth yang membuka makna lain yang tidak kaku, sahih dalam al-Qur`an. kemudian menjadi lebih dekat dengan (Khâlid Abd al-Rahmân al-‘Ak, 1986: diri pembaca dan lebih realistis serta 210) lebih bermanfaat. memahami Tafsir sufistik bersama sisi- Dalam hal pluralisme agama serta misalnya, Ibn ‘Arabî menafsir ayat karakteristiknya yang demikian ini, “‫( ”وإﻟﮭﻜﻢ إﻟﮫ واﺣﺪ‬Q.s. al-Baqarah/2:163), memungkinkan suatu bahwa menurutnya, di dalam ayat ini maksimalisasi fungsi al-Qur`an sebagai yang dikhithab atau yang diajak bicara hidayah. adalah, oleh Allah adalah kaum muslimin dan misalnya, satu ayat di mana Nabi Musa orang-orang yang menyembah selain sisinya yang Yang banyak untuk dimaksud ~ 283 ~ AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 Allah, mereka adalah dekat dengan sekeliling diri itu ialah nafsu. Dan jika Allah, maka mereka (sesungguhnya) dikonfirm dengan hadis jihad bahwa tidak menyembah kecuali Allah, ketika jihad yang paling besar ialah melawan mereka berkata “ ِ‫ﷲ‬ ‫ﻣَﺎ ﻧَ ْﻌﺒُ ُﺪھُ ْﻢ إ ﱠِﻻ ﻟِﯿُﻘَ ﱢﺮﺑُﻮﻧَﺎ إِﻟَﻰ ﱠ‬ hawa nafsu. (Al-Qusyairî, 453). ‫( ” ُ ز ْﻟ ﻔَ ﻰ‬Q.s. al-Zumar/:3) Kami tidak Tafsir senada juga oleh al- menyembah mereka melainkan supaya Sulamî, bahwa nafsu adalah kekafiran, mereka mendekatkan kepada maka bunuh atau perangilah ia dengan Allah dengan sedekat-dekatnya. melakukan hal-hal kebalikan dari kufr (dengan perkataan kami ini) mereka yaitu dengan membawa nafsu itu taat menguatkan penyebutan ‘illat, maka kepada Allah, bersungguh-sungguh di Allah kami: jalan-Nya seperti makan dari yang sesungguhnya Tuhanmu, dan Tuhan halal, berkata jujur, dan melakukan orang mengundang syirik dekat dengan yang diperintahkan Allah. (Al-Sulamî, ibadah yang syirik ini adalah satu, 292) sebagaimana berbeda-beda menjelaskan bahwa kâfir adalah musuh (tetapi) berada dalam kesatuan Dzat- yang paling dekat (al-aqrab) bagi orang Nya. (Muhammad Husain al-Dzahabî, Islam 52, 56, 71, 103, 431) merupakan musuh yang menular, ialah berfirman kepada kalian Masih dalam hal yang berkaitan Demikian itu, nafsunya juga yang al-Qusyairî wajib sendiri. Maka dilawan, wajib dengan pluralisme dan tafsir inklusif. memeranginya, seperti hadis di atas. Satu ayat lagi tentang perang, terdapat (Al-Qusyairî, 453). potongan ayat “‫”ﻗَﺎﺗِﻠُﻮا اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﻠُﻮﻧَ ُﻜ ْﻢ ﻣِﻦَ ا ْﻟ ُﻜﻔﱠﺎ ِر‬ perangilah orang-orang kafir yang di sekitarkamuitu. (Q.s. al-Taubah/9:123) menurut Ibn ‘Arabî, potongan ayat MODERASI PRESPEKTIF menular. dengan Hendaklah syiddah ia hingga diperangi (kamu) mencapai derajat takwa kemudian turun pertolongan dari sisi Allah.” (Ibn ‘Arabî, 298) Seakan dikatakan dengan tafsir ini, bahwa yang terdekat di ALIANSI TAFSIR SUFISTK. tersebut bermakna “kekuatan nafsunafsumu yang menjadi musuhmu yang BERAGAMA Al-Qur’an telah disepakati secara consensus (Ijma’) oleh para Ulama Islam setiap generasi dari masa Rasulullah SAW sampai kiamat, bahwa dia adalah referensi utama dan tertinggi dalam Islam, baik secara akidah dan syar’at maupun secara ilmiah. Al-Qur’an telah menjelaskan dengan mendasar, akuratif dan relevan ~ 284 ~ Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik tentang hakikat pemikiran Bahasa, 2002: 1242). Kata “ummah” washathiyah dalam kehidupan umat Islam yang berbentuk tunggal, dan “umam” pada banyak ayat dalam Al-Qur’an. Dari yang bentuk jamaknya berasal dari isyarat Al-Qur’an ini lahirlah pandangan- akar kata bahasa arab (amma-yaummu- pandangan dan konsep serta manhaj ammam) moderasi menjadi, ikutan, dan gerakan. Secara Islam kehidupan umat. pengertian dan arah dalam setiap Lalu aspek bagaimana yang leksikal, kata berarti ini “menuju, mengandung washathiyah beberapa arti, antara lain; pertama, menurut Al-Qur’an ?. Muhammad Ali As- suatu golongan manusia, kedua, setiap Shalabiy (2007M) telah menulis dengan kelompok manusia yang dinisbatkan baik dan mumpuni tentang manhaj Al- kepada seorang nabi, misalnya umat Washathiyah lewat nabi Muhammadsaw., umat nabi Musa Thesis Magisternya di Universitas Ummu a.s., ketiga, setiap generasi manusia Darman Sudan yang diterbitkan oleh yang menjadi umat yang satu. M. Mu’assasah Iqro, Mesir tahun 2007, (Quraish Shihab, 2007: 429). Dari akar dengan Judul “Al-Washathiyah fil Qur’an kata yang sama, lahir antara lain kata Al-Karim”. Menurut As-Shalabi bahwa “um” yang berarti “ibu”, dan “imam” akar kata Washathiyah terdapat dalam 4 yang maknanya “pemimpin”, karena (empat) kata dalam Al-Qur’an dengan arti keduanya menjadi teladan, tumpuan yang hampir mirip. (As-Shalabiy, TT:16- pandangan, 25). masyarakat. (M. Quraish Shihab, 2007: hakikat dalam Mengenai Al-Qur’an ummatan wasathan, dan harapan anggota 429). penulis akan mengurai pengertian dari Namun pengertian umat juga kedua kata tersebut. Dengan member tidak dibatasi pada manusia saja, umat penjelasan tentang makna kata ummatan dalam hal ini memiliki pengertian yang dan mengurai penjelasan tentang makna sangat luas. Pertama, umat bisa dalam kata wasathan. arti binatang-binatang seperti dalam 1. Makna Kata Ummah Q.S. al-An’am/6: 38 yang menjelaskan Dalam Kamus Besar Bahasa tentang burung-burung yang terbang Indonesia (KBBI), kata ummah atau dengan kedua sayapnya, kedua, umat umat dalam pengertian makhluk Jin, di di artikan sebagai “para penganut, pemeluk, pengikut suatu dalam agama” dan juga berarti “makhluk dalam pengertian waktu, di dalam Q.S. manusia”.(Tim Hud/11: 8 dan Q.S. Yusuf/12: 45, Penyusun Pusat ~ 285 ~ Q.S.al-A’ raf/7:38, ketiga, AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 keempat, dalam pengertian ‘imam’ mencakup aneka makna, dan dengan misalnya di dalam Q.S. an-Nah|l/16: demikian dapat menampung dalam 120, kelima, berarti agama, seperti kebersamaannya aneka perbedaan. (M. dalam Q.S. al- Anbiya’/21: 92, Q.S. al- Quraish Shihab, 2007: 432). Rasyid Mu’minun/23: al- rida juga menyimpulkan kata “ummah” Baqarah/2: 213. (M. Quraish Shihab, dengan pengertian “jama’ah,” yaitu TT: 1035). segolongan manusia yang dipersatukan tidak 52, dan Q.S. Jadi secara tegas al-Qur’an oleh ikatan sosial sehingga mereka membatasi dapat dikatakan umat yang satu. (M. pengertian umat hanya pada kelompok manusia. Ini berarti semua kelompok Quraish Shihab, TT: 1036). yang Secara khusus kata ummah dan terhimpun oleh sesuatu, seperti agama, umam waktu, atau tempat yang sama. Artinya penggunaannya ada suatu ikatan persamaan yang manusia juga mengandung beberapa menyatukan makhluk hidup manusia, pengertian. Pertama, bermakna setiap binatang, seperti jenis, suku, bangsa, generasi manusia yang kepada mereka ideologi, atau agama, dan sebagainya, diutus seorang nabi atau rasul adalah maka ikatan itu telah menjadikan umat yang satu, seperti umat nabi Nuh mereka satu umat (M. Quraish Shihab, a.s., umat nabi Ibrahim a.s., umat nabi 2007: Al-Damigani Musa a.s., umat nabi Isa a.s., dan umat menjelaskan bahwa kata “ummah” nabi Muhammad Saw. Di antara umat dalam bentuk tunggal terulang 52 kali rasul ini ada yang beriman dan ada dalam menyebutkan juga yang ingkar. Dengan demikian Sembilan arti untuk kata tersebut, manusia terbagi menjadi beberapa yaitu; umat berdasarkan nabi atau rasul yang 430-431). al-Qur’an, kelompok, ia agama (tauhid), di dalam al-Qur’an ditujukan yang kepada waktu yang panjang, kaum, pemimpin, diutus generasi lalu,umat Islam, orang-orang antara lain dinyatakan dalam Q.S. al- kafir, dan manusia seluruhnya. (M. An’am/6: 42, Q.S. Yunus/10: 47, Q.S. Quraish Shihab, 2007: 432). Meskipun al-Nahl/16: 36 dan 63, Q.S. al- mempunyai banyak makna, namun Mu’minun/23: benang merah menggabung- Qashash/28: 75. Kedua, bermakna kannya adalah “himpunan”. Kata ini suatu jamaah atau golongan manusia sangatlahlentur, luwes, sehingga dapat yang yang ~ 286 ~ kepada mereka. 44, menganut serta agama Maknaini, Q.S. al- tertentu, Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik misalnya umat Yahudi, umat Nasrani, menghindarkan dan pengungkapan umat Islam. Makna ini di perilaku yang atau ekstrim, antaranya dalam Q.S. al-A’raf/7: 159 kecenderungan ke arah dimensi atau dan 181, Q.S. Hud/11: 48, Q.S. al- jalan tengah, dapat mempertimbangkan Nahl/16: 36, serta Q.S. Ali-Imran/3: pandangan pihak lain. (Tim Penyusun 104 dan 110. Ketiga, kata ummah atau Pusat Bahasa, 2104: 751). Sementara umam itu, dapat pula berarti suatu dalam bahasa Arab moderat berbagai mempunyai arti tersendiri, yaitu i’tidal. lapisan sosial yang diikat oleh ikatan (Adib Bisri dan Munawwir, 1999; sosial 214). kumpulan manusia terstentu dari sehingga mereka Secara menjadi umat yang satu, misalnya etimologi, kata dalam Q.S. al-Anbiya’/21: 92, dan “wasathan” bermakna adil, pilihan/ Q.S. al- Mu’minun/23: 52, Keempat, terbaik, tengahdanseimbang. Seseorang kedua kata di atas juga bermakna yang adil akan berada di tengah dan seluruh golongan atau bangsa manusia. menjaga Pengertian ini, antara lain ditemukan menghadapi pada Q.S. Yunus/10: 19, dan Q.S. al- tengah dari kedua ujung sesuatu dalam Baqarah/2: 213. (M. Quraish Shihab, bahasa Arab disebut wasathh, seperti TT: 1035). dalam sebuah hadits, “Sebaik-sebaik urusan 2. Makna Kata Wasath keseimbangan dua adalah keadaan. ausatuha dalam Bagian (yang Wasath di dalam bahasa Arab pertengahan)” karena yang berada di berarti ‘tengah-tengah’ (Adib Bisri dan tengah akan terlindungi dari celaat Munawwir, 1999; 777). Sementara auaib yang biasanya mengenai bagian wasath juga seringkali disepadankan ujung atau pinggir. Kebanyakan sifat- pula dengan istilah ‘Moderat’ yang sifat baik adalah pertengahan antara secara etimologi berasal dari bahasa dua sifat buruk, seperti sifat berani Inggris ‘moderation’ artinya sikap yang menengahi antara takut dan sedang, tidak berlebih-lebihan. Adapun sembrono, dermawan yang menengahi ‘moderate’ antara kikir dan boros dan lainnya. berarti orang moderat, yang (Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2104: sekedarnya, sedang, dan cukupan. 751). Secara terminologi kata wasath, (http://m.nabawiya.com/read47). berarti posisi menengah di antara dua orang yang lunak, layak, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moderat berarti selalu ~ 287 ~ posisi yang berlawanan. Dapat juga dipahami sebagai segala yang baik dan AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 terpuji sesuai Misalnya, dengan objeknya. keberanian adalah tengah dan seimbang. Juga, Mukhis Jamil menerangkan bahwa Islam pertengahan antara sifat ceroboh dan moderat dalam bahasa Arab modern, takut, kedermawanan adalah posisi disebut sebagai al-Islam al-wasath, menengah di antara boros dan kikir. sedangkan (M. Quraish Shihab, TT: 1070-1071). diungkapkan dengan frasa wasathiyyat moderasi Islam Terkait dengan kajian di atas, al-Islam. Istilah tersebut bukanlah tentang persamaan makna antara kata tanpa konsep dan landasan. Justru, wasath}dengan moderat, seperti dalam istilah itu muncul dengan landasan buku Moderat, teologis dan ontologis. Istilah Islam moderat moderat ialah bagian dari ajaran Islam dalam bahasa Arab dikenal dengan al- yang universal. Istilah Islam moderat wasathiyyah. moderat memiliki padanan dengan istilah Arab dalam buku tersebut adalah tidak ummatan wasath}an atau al-din al- terlalu ekstrim kekakanan, yakni over wasath}. tekstual, dan tidak juga terlalu ekstrim demikianlah ke kalian umat yang “wasath” (adil, Konstruksi menjelaskan kiri, Moderat Islam bahwa kata Pengertian yakni over selalu kontekstual. mengedepankan keseimbangan antara teks dan konteks, antara wahyu keduanya dan adalah bersumber dari akal. Karena Allah berfirman “Dan Aku (Tuhan) jadikan tengah-tengah, terbaik). (Mukhsin Jamil, diakses 20/12/2013). Namun, moderat ini juga kebenaran yang menjadi perdebatan bagi kalangan Allah swt. muslimin, dikarenakan alasan dan Mengabaikan salah satunya berarti landasan tertentu. Salah satunya karena meninggalkan kata moderat berasal dari Barat yang sebagian kebenaran Tuhan (Nursamad Kamba, 2012: viii). Senada dengan pandangan M. Mukhsin Jamil dalam harus ditolak karena moderat dalam Barat memiliki pemaknaan khusus, artikelnya juga memiliki ciri-ciri khusus bagi tentang “Meneguhkan Islam Moderat seseorang untuk layak dijuluki sebagai untuk Indonesia yang Demokratis dan seorang moderat. Pemicu bahwa penolakan tersebut dikarenakan hampir dalam bahasa Arab modern, padanan semua orang yang mengatasnamakan untuk kata moderat adalah wasath atau dirinya sebagai muslim moderat adalah wasathiyyah, yang berarti adil, baik, mereka yang pro atau melindungi Berkeadaban”. Menjelaskan muslim ~ 288 ~ Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik proyek-proyek Barat di hampir semua term wasathan, adapun referensi Negara muslim (Banua, dkk, TT: 63- rujukan penulis yang menggunakan 64). term moderat. (Lih: buku Konstruksi H. Islam Moderat yang menggunakan merupakan abad kebangkitan Islam. term moderat dan beberapa artikel dari Hal tersebut memicu Barat untuk internet), maka penulis menggantinya memupusnya, mereka pun mendirikan dengan kata wasathan. Di awal pusat-pusat abad kajian ke-15 strategis dalam menahan kebangkitan Islam. Adapun 3. Makna ummatan wasathan Berdasarkan strateginya adalah membangun Islam uraian tentang moderat dalam rangka menghadapi term ummatan dan wasathan di atas, gerakan maka umat Islam dengan dapat disimpulkan bahwa menggunakan istilah Islam moderat, ummatan wasathan adalah umat Islam dengan belah yang dipilih sebagai umat yang berada Islam. di posisi tengah, adil dalam menangani (http://bud1prasety0.wordpress. com/, sesuatu hal sehingga menjadi yang Diakses: terbaik dan paling sempurna. Dalam tujuan persatuan memecah umat 25/11/2010). Berdasarkan keterangan di atas, bahwa moderat hadis, memiliki dua makna dengan melihat persoalan adalah berada di tengah- dari dua persepsi, yaitu moderat dalam tengah”. Artinya, dalam melihat dan pengertian barat dan moderat dalam menyelesaikan suatu persoalan, umat pengertian agama Islam. Tentunya hal wasath ini perlu penegasan bahwa moderat pendekatan kompromi dan berada di yang dimaksud bukan dari pengertian tengah-tengah. atau moderat dalam pandangan barat, menyikapi perbedaan, baik perbedaan akan tetapi moderat yang dimaksud agama maupun perbedaan mazhab, adalah konteks umat wasath selalu mengedepankan Islam, yakni makna moderat yang sikap toleransi, saling menghargai, dimaksud dengan pengertian mengacu dalam pada makna dijelaskan “sebaik-baik mencoba tetap Begitu melakukan pula meyakini dalam kebenaran wasathan. (Lih. Terjemah, Q.S. al- masing-masing agama dan mazhab baqarah/2:143). Karena judul utama yang sesuai dengan dasar atau landasan penelitian ummatan baik naqli maupun aqli. Sehingga wasathan, maka term yang penulis semuanya dapat menerima keputusan gunakan dalam penulisan ini adalah dengan kepala dingin, tanpa harus ini mengenai ~ 289 ~ AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 menyalahkan antara satu dengan yang hakiki. Sebaliknya, kecenderungan lain sehingga terlibat dalam aksi yang pada spiritualisme, dan melupakan anarkis. (Banuadkk, 2007: 144.). fungsinya sebagai khalifah Allah Dalam pembahasan ini, peneliti dibumi, maka yang terjadi adalah akan memaparkan ciri-ciri ummatan keterbelakangan wasathan permainan orang lain. Maka dari untuk memudahkan dan menjadi pemahaman terhadap subtansi dari hal ummatan wasathan. Ada pun ciri-ciri Qashash/28:77 mengingatkan agar sebagai berikut: tidak terlalu cenderung pada salah a. Adanya hak kebebasan yang harus satunya: selalu diimbangi kewajiaban. dengan Artinya setiap manusia, umat muslim khususnya harus cerdas menyeimbangkan antara hak dan kewajiaban, yaitu adanya kesadaran akan hak dan kewajiban secara seimbang untuk menentukan terwujudnya ummatan wasathan. (Taher, 2007: 144). b. Keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, serta material dan spiritual. Di dunia ini ada dua kecenderungan yang terjadi pada kehidupan umat manusia. Mereka yang cenderung materialistic atau terlalu keduniaan, dalam artian adanya sebagian manusia yang jika telah mencapai kemajuan material sehingga yang terjadi ialah kerusakan akhlak, keserakahan, dan kegelisaan nurani. Akibatnya, apa yang di capainya hanya sebatas itu saja, bukan kebahagiaan yang ~ 290 ~ itu dalam Q.S. al- “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”. (Departemen Agama RI, TT: 623). Maka dalam hal tersebut umat Islam harus betul-betul menguasai dan memahami apa yang datang sebagai hal yang baru, seperti teknologi sebagai alat yang diperlukan untuk membangun dunia. Sehingga dengan itu, umat Islam dapat menjadi syuhada atau memiliki andil yang berarti dalam pembangunan peradaban manusia khususnya umat Islam itu sendiri. Atas dasar itulah kesesimbangan antara materi dan spiritual menjadi Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik syarat terwujudnya umat yang criminal karena tidak adanya arah tujuan ditambah dengan keputus-asa- wasathan (Taher, 2007: 145-146). an. (Sucipto, 2007: 216). Sebaliknya, c. Keseimbangan yang terwujud pada yang diimbangi oleh pentingnya kemampuan akal dan tinggi moral. Kemampuan akal manusia penguasaan ilmu pengetahuan dan tercermin dalam kemajuan ilmu teknologi, hanya akan menghasilkan pengetahuan dan teknologi hanya bangsa yang diperbudak dan tidak akan menyelesaikan akan pernah tampil sebagai pemimpin. sebagian persoalan manusia, jadi Oleh karena itu, harus dipahami bukan keseluruhannya. Jika ilmu bahwa kemajuan ilmu pengetahuan pengetahuan dan teknologi sebagai dan produk kecerdasan akal berada di seimbang dengan kemajuaniman dan tangan orang-orang yang tidak taqwa. (Taher, 2007: 146). mampu tanpa moralitas teknologi harus bergerak Mereka inilah orang-orang yang memiliki moral yang luhur, juga malapetaka di dalam hatinya terdapat penyakit, (Taher, 2007: 146). Artinya, jika yang setiap kali terjadi suatu persoalan hanya dengan ilmu pengetahuan timbullah keraguan dalam hatinya. tanpa adanya moral maka akan Berbeda dengan orang-orang yang terjadi suatu kesenjangan. beriman yang diberi petunjuk oleh bisa menimbulkan yang Allah. Bahwa Allahswt. Dapat berbuat atas apa saja yang dia kehendaki dan dengan melakukan peraktek korupsi, memberi keputusan sesuai apa yang kolusi, dan nepotisme yang akibatnya Diainginkan. Dia berhak membebani berdampak pada masyarakat, sehingga hamba-hamba-Nya dengan apa yang timbullah Dia Penyimpangan dilakukan semakin oleh kaum anekdot kaya moral dan kelas “yang yang kaya miskin kehendaki menghapuskan dan apa yang juga Dia semakin miskin”. Hal itu dikarenakan kehendaki. Dia mempunyai hikmah tidak adanya moral. Begitu pula yang sangat sempurna dan hujjah yang dengan orang yang miskin yang tanpa sangat kuat dalam semua itu. (al- didasari moral dalam dirinya, lebih- Mubarak, tt: 494-495). lebih jika keduanya tidak dimiliki Moderasi (Wasathiyah) adalah (moral dan ilmu pengetahuan) maka ajaran yang terjadi adalah adanya kasus umatnya ~ 291 ~ Islam agar yang adil, mengarahkan seimbang, AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 bermaslahat dan proporsional, atau sepak sering disebut dengan kata “moderat” dakwah Islamiyah di seluruh dunia, dalam semua dimensi seluruhnya berlandaskan konsep Islam kehidupan. terjangnya dalam gerakan Wasathiyah atau moderasi saat ini moderat telah menjadi diskursus dan wacana sehingga para Ulama dunia dan keIslaman masyarakat yang diyakini mampu atau Islam membawa umat Islam lebih unggul menerimanya dan lebih adil serta lebih relevan menjadikannya dalam berinteraksi dengan peradaban pemikiran baru. modern di era globalisasi dan revolusi wasathiyatul Konsep Islam, internasional dengan baik dan sebagai konsep pemikiran moderasi industri, informasi dan komunikasi. beragama Moderasi beragama bukanlah ajaran menjadi impian semua entitas, baru atau ijtihad baru yang muncul di gerakan dakwah Islam bahkan abad 20 masehi atau 14 hijriyah. Tapi Negara-negara Islam, setelah dunia Moderasi beragama telah ada seiring Islam dirisaukan dengan munculnya dengan turunnya wahyu. Hal ini dapat dua arus pemikiran dan gerakan yang dilihat dan dirasakan oleh umat Islam mengatas-namakan Islam. Pemikiran yang mampu memahami dan menjiwai dan gerakan pertama, mengusung Islam model pemikiran dan gerakan yang sesuai dengan orisinalitas nashnya. menjadi menarik dan kaku dan keras, atau sering disebut Arah pemikiran Islam dengan Al-Khawarij al-judud (New “moderasi” ini menjadi sesuatu yang Khawarij). Paham dan pemikiran ini baru dan fenomenal dalam narasi dan telah menimbulkan kesan negative pemikiran Islam, karena disegarkan terhadap Islam, bahkan melahirkan kembali dan diperkenalkan kembali stigma buruk terhadap Islam sebagai oleh seorang mujtahid abad 21, yaitu agama yang keras, tertutup, radikal yang mulia Al-Imam Profesor Doktor intoleran dan tidak humanis. Gerakan Yusuf Al-Qaradhawi, seorang ulama kedua yang juga mengatasnamakan besardari Islam, adalah pemikiran dan gerakan Qatar kelahiran alumni Universitas dunia, Al-Azhar Mesir, terkemuka di liberasi Islam, atau sering disebut Karya- dengan Muktazilah al-judud (new karyanya baik dalam bentuk buku, muktazilah), Sehingga Islam harus makalah ilmiah, ceramah ataupun berubah dan mengikuti perkembangan Mesir. ~ 292 ~ Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik zaman dalam syari’ah, kaifiyat ibadah, Ghazali, Yusuf Al-Qardhawi, Wahbah hukum, muamalat bahkan sebagian Ad-dzuhaili, Ramadhan Al-Buthiy dan akidahnya. (Lihat pikiran-pikiranFuad lainnya. Para ulama ini mulai berusaha Zakaria, Husain Ahmad Amin, Said mengarahkan Al-Asymawi dan Faraj Faudah). Bila memahami dan mengimplementasikan arus pemikiran pertama kaku, keras ajaran Islam yang moderat (wasathiy). umat Islam untuk dan tidak mudah menerima hal-hal baru dalam agama, maka arus KESIMPULAN Uraian-uraian di atas berusaha pemikiran atau arah pemikiran kedua mereka mempelajari dan menjelaskan aspek-aspek perubahan, pemikiran dalam tafsir tentang hal yang membolehkan semua hal-hal baru ke berhubungan dengan moderasi beragama dalam Islam termasuk pemikiran, aliansi perspektif sufistik. berpendapat sebaliknya, menerima semua budaya dan kehidupan barat. Aliran Moderasi beragama tidak terlepas ini berani memastikan bahwa ada dari Revolusi shalat yang ditulis oleh Ibnu nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah Arabi, yang perkembangan shalat, azan, kiblat, gerakan tidak lagi releven dalam yang menjelaskan bagaimana shalat, kondisi shalat dan lain-lainnya kehidupan manusia modern. modern, secara komprehensif dengan latarbelakang menyadari kondisi benturan dua arus ilmu yang lebih kental ke arah kajian pemikiran yang saling bertentangan filsafat-tasawuf sehingga membuka rahasia ini, antara arus pemikiran ekstrim yang terkandung di dalam pokok-pokok kanan kajian Para Ulama (tafrith) (ifrath), dan sangat peradaban Islam ekstrim dan tersebut, akan tetapi tidak bagi mengabaikan syariat sebagaimana yang kehidupan dituduhkan oleh kebanyakan tokoh, yang berbahaya Islam kiri umatnya dalam persaingan peradaban mengatakan tasawuf mengabaikan syariat. Al-Ghazali dunia. Oleh karenaitu ulama-ulama melihat bahwa Islam wasathhiy (moderat), seperti kehidupan ideal dalam mengaktualisasikan Rasyid ajaran Ridha murid Muhammad Islam adalah dengan jalan Abduh, Hasan Al-Banna, Abu Zahrah, pertengahan, seimbang dan adil atau Mahmud Syekh proporsional antara dunia dan akhirat, Muhammad Al-Madani, Syekh At- antara rohani dan jasmani dan antara Thahir materi dan spiritual. Syalthout, Ibnu Asyur, Muhammad Abdullah Darraz, Muhammad Al- ~ 293 ~ AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 At-thabari menjelaskan umat Islam yang wasathiyah adalah “Umat Islam sufistik moderasi beragama, secara sangat inklusif. adalah umat moderat, karena mereka berada pada posisi tengah dalam semua DAFTAR PUSTAKA agama, mereka bukanlah kelompok yang Abu Hamid Al-Ghazali, IhyaUlumiddin, Kairo: Al-Maktabah A-taufiqiyah, 2003 ekstrem dan berlebihan seperti sikap ekstremnya nashrani dengan ajaran kerahibannya yang menolak dunia dan Abu Ishaq As-Syatibi, AlMuwafaqatfiiUshul As-Syariah, Kairo: al- maktabah at-taufiqiyah, 2003 Ali Muhammad As-Shalabiy, AlWasathiyah fil Qur’an Al-Karim, Kairo: Mu’assasahIqra’ Linasyriwatauziwattarjamah, 2007 kodratnya sebagai manusia. Umat Islam juga bukan seperti bebasnya dan lalainya kaum yahudi yang mengganti kitab-kitab Allah, membunuh para Nabi, mendustai Tuhan dan kafir pada-Nya. Akan tetapi umat Islam adalah umat pertengahan dan Hasan seimbang dalam agama, maka karena inilah Allah menamakan mereka dengan umat moderat. Ibnu Katsir menjelaskan wasathan/moderat maksudnya paling baik dan paling menjelaskan berkualitas. bahwa Al-Qurthubi Allah swt menginginkan umat Islam menjadi umat yang moderat, paling adil dan paling cerdas. Bahwa umat Islam harus menjadi umat yang selalu pada posisi pertengahan dan moderat tidak pada posisi ekstrem atau berlebihan”. Pada bagian akhir ini dikemukakan kesimpulan sebagai temuan penelitian ini, yaitu hasil temuan penelitian ini menunjukkan, bahwa di dalam tafsir sufistik, menafsir ayat-ayat yang Al-Banna’, Majmu’ahAr-Rsail, Kairo: Daar At-tauzi’ wa AnNasyrAlIslamiy, 1992 IbnuJarir At-Thabari, Tafsir At-Thabari, Kairo: Maktabah At-Taufiqiyah, 2004 IbnuKatsir, Tafsir Al-Quran Al-adzim, Beirut: Daar Al-Fikri, 1994) IbnuTaimiyah, Majmu’ah Al-Fatawa Li Syaikhil Islam Ahmad bin Taimiyah,Al-Manshurah: Daar AlWafa, cet-3, 2005) IshamTalimah, Al-QardhawiFaqihan, Kairo: Daar At-Tauziwa AnNasyrAlIslamiy, 2000 Mahmud Syaltuth, Al-Islam AkidahwaSyari’ah, Kairo: Daar As-Syuruq, cet. ke-18, 2001 Muhammad Abu Zahrah, Zahrah AtTafasir, Daar Al-Fikr Al-Arabiy, 2000 Muhammad Al-Khair Abdul Qadir, IttijahaatHaditsah fi Al-Fikr AlAlmani,Khurtum: Ad-Daar AsSudaniyah Lil Kutub, 1999 berhubungan dengan aliansi perspektif ~ 294 ~ Syarif Syarif; Moderasi Beragama: Perspektif Aliansi Tafsir Sufistik Muhammad bin Ahmad Al-Anshari AlQuthubi, Al-Jami’ Li Ahkam AlQuran (Tafsir Al-Qurthubi), Kairo: Maktabah Al-Iman, tt Umar Abdul Karim Sa’dawi, Qadhaya Almar’ah fi Fiqh Al-Qardhawi, Ghiza: Qathrun An-nada, 2006 Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh AlWasathiyahWa at-tajdid, Ma’limWamanaraat,Doha: Markaz AlQardhawiLilwashathiyah AlIslamiyah wa At-Tajdid, 2009 al-Mubarak, SyaikhShafiyyur, Tafsir IbnuKatsir, terj. Abu Ihsan alAtsari, ShahiTafsirIbnuKatsir, Cet. I; Jakarta : PustakaIbnuKatsir, 2011 Wahyudin Darmalaksana, Dekan, KolomPimpinan / Oleh Redaksi / 28 Agustus 2019 Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Bandung ~ 295 ~ AL-HIKMAH: Jurnal Dakwah, Volume 15, Nomor II, Tahun 2021 [P. 271-296] LembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat&FakultasUshuluddin, AdabdanDakwah (FUAD) IAIN Pontianak Jl. Letjen. Soeprapto, No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat 78121Phone: (0561) 734170 Mobile: 085741561121 ~ 296 ~