Academia.eduAcademia.edu

Tafsir al Khazin Muhammad Azhari[2]

2025, Muhammad Azhari, Tafsir Al-Khazin

Studi Kitab Tafsir: Al-Khazin Muhammad Azhari Bashori UIN Antasari Banjarmasin, Banjarbaru Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin azharimhmmd9904@gmail.com bashori@uin-antasari.ac.id Abstrak Ringkasan "Tafsir al-Baghawī" (Ma'alim at-Tanjil) adalah "Tafsir al-Khazin". Penafsiran ini berawal dari Islam awal dan berfokus pada penjelasan ayat-ayat Al-Quran yang sistematis dan metodis. Teks ini membahas: 1), mengungkap sosio-historis yang muncul pada tafsir ini, 2) Mencoba menganalisis beberapa aspek penting memahami defenisi, seperti Al-Qur'an, ta'wil, tafsir, penerapan hadis, fiqh, dan Israiliyat, 3). Penting memetakan pendekatan sintesa-kritis tafsir ini dalam konteks pengembangan tafsir. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah historis-analitis; yang meliputi upaya mengkaji latar belakang timbulnya tafsir, membandingkannya dengan beberapa definisi penting yang selaras dalam tafsir, dan menyoroti posisi kritis dalam tafsir ini. Al-Khazin sering mengambil kisah-kisah israiliyat tanpa menerapkan lensa kritis, bahkan terkadang Al-Khazin melakukannya tanpa memerhatikan syari'at. Kata kunci: Studi, kitab, Tafsir Abstract Kitab Tafsir Al-Khazin mungkin merupakan garis besar dari kitab Al-Baghawi (Ma'alim at-Tanzil). Terjemahan ini muncul dalam masa - masa awal sejarah dan berfokus pada penjelasan ayat -ayat Al-Qur'an dengan pendekatan yang efisien dan mendalam. Tulisan ini berupaya mengungkap; 1) perkembangan terjemahan ini secara sosio-historis , 2) upaya menggambarkan dan menganalisis seperangkat pemahaman definisional imperatif seperti Al-Qur'an, tafsir, ta'wil, penggunaan hadis, fiqih dan Israiliyat, 3) upaya menguraikan penggabungan dasar terjemahan ini dalam ruang pengembangan interpretatif . Metodologi penelitian yang digunakan dalam renungan ini adalah historis -analitis, yakni upaya menganalisis latar belakang , menguji dengan beberapa definisi ( kasus ) kritis dalam renungan penjelasan , dan memusatkan posisi dasar dalam terjemahan ini . Al-Khazin mengutip banyak kisah Israiliyat tanpa menyaringnya secara mendasar , bahkan tidak jarang muncul yang bertentangan dengan syariat. Akhirnya bagi al-Khazin uraian ini muncul seolah-olah ingin menampilkan sebuah karya uraian yang lugas . Maka dapat dikatakan bahwa uraian tersebut tampak suram dan setengah-setengah. Keywords: Study, book, interpretation Pendahuluan Kitab Tafsir al-Khazin, yang juga dikenal dengan judul yang lebih komprehensif "Lubab at-Ta'wil fi Ma'ani at-Tanzil", ialah satu dari kitab tafsir Al-Qur'an yang paling penting dalam keilmuan Islam. Imam al-Khazin, yakni Ala'uddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim Asy-Syafi'I, menulis kitab ini pada tahun 678 H. Sebagai seorang ulama yang memiliki pengetahuan luas, terutama dalam bidang tafsir, fikih, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya, al-Khazin memberikan tafsir yang bermakna dan relevan untuk memahami isi Al-Quran. Tafsir ini adalah karya tradisional dari penghabisan abad ke-8. di mana masuknya pemikiran-pemikiran baru, baik dari Islam seperti aliran teologis maupun dari luar seperti filsafat Yunani dan kontroversi pemikiran telah dibahas oleh para ulama yang bersedia memberikan pendapat mereka kepada mereka yang tidak setuju dengan mereka. Kitab ini merupakan lanjutan dari karya terdahulu yang sudah dikenal luas, Tafsir al-Baghawi (Ma'alim at-Tanzil), tetapi di dalamnya juga terdapat penjelasan, ilustrasi, dan analisis yang lebih mendalam. Karena itu, Tafsir al-Khazin tidak hanya menantang keyakinan para ulama sebelumnya, tetapi juga menghadirkan sudut pandang baru yang menantang penjelasan dan pemaknaan dari firman Allah. Karya ini tergolong tafsir bi al-Ra'yi, yaitu tafsir ini termasuk yang lebih mengutamakan pemikiran serta pendapat pribadi. Di sisi lain, tafsir ini merupakan jenis tafsir yang berlandaskan pada tafsir yang ada sebelumnya, seperti tafsir al-Baghawi dan tafsir al-Tsa'labi, yang keduanya tersusun dari Ma'tsur. Sebaliknya, Tafsir al-Khazin, yang ditulis oleh seorang ahli tasawuf, seorang sejarawan, pengelola perpustakaan, dan pendakwah, memiliki banyak kisah israiliyat yang akhirnya akan dianggap sebagai tafsir oleh berbagai anggota masyarakat. Pembaca didorong untuk mengerti Al-Qur'an melalui Tafsir al-Khazin, bukan hanya karena bahasanya tetapi juga karena hukum, sejarah, dan hikmah yang mendasarinya. Kitab ini merupakan sumber penting bagi para pelajar, ulama, dan siapa pun pengkaji pemahaman Al-Qur'an secara lebih intensif. Biografi Penulis Kitab Tafsir 'Alau Din Abu Hasan Ali Abu Muhammad Ibn Ibrahim Ibn 'Umar Ibn Khalil Al-Syaikhi al-Baghdadi al-Syafi'I al-Khazin adalah nama lengkap ulama besar kelahiran Baghdad tahun 678 M. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya di kota Halb (Aleppo) pada tahun 741. Mengenai al-Khazin sendiri, ada dua ahli di setiap bidang kelasnya. Pertama, al-Khazin yang dikenal sebagai seorang astronom terkemuka yang hidup hingga akhir abad keempat hijriah. Di sisi lain yaitu al-Khazin, sebagai seorang ahli tafsir yang hidup hingga akhir abad ke-8. Ala’uddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi, Kitab Lubab al-Ta’wil Fi Ma’ani al-Tanzil, (Beirut Lebanon, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2004), 34. Dari segi integritas, sosok al-Khazin dapat dibandingkan dengan dua wilayah keilmuannya perihal pengembaraan. Dua lokasi yang berfungsi sebagai saksi bisu akan kedalaman ilmunya adalah Baghdad dan Damaskus. Dari segi pengetahuan, al-Khazin diajari oleh Ibn al-Dawalibi saat bermukim di Baghdad. Setelah tiba di Damaskus, ia belajar pada Qasim bin Mudhafir dan Wazira binti Umar. Begitu bergairahnya beliau dalam bidang sains sehingga tidak heran bila namanya lebih dikenal dengan sebutan al-Khazin. Bahkan, orang-orang yang hidup sezaman mungkin lebih mengenal al-Khazin dari nama aslinya. Kondisi ini disebabkan karena ilmu pengetahuan al-Khazin meliputi beragam bidang ilmu yang luas. Ibnu Qadi Syahbah menulis untuk memperkuat argumen ini, dengan menggambarkan al-Khazin sebagai sosok bapak di beragam bidang yang integritas ilmunya tampak jelas dalam tulisan-tulisannya. Menurut apa yang dikatakan Abu Syahab dan al-Zahabi, Pribadi al-Khazin adalah seorang pengamal tasawuf yang menyimpan rasa disiplin diri dan akhlak yang kuat, luhur, dan tampan. Muhammad Husain Zahabi, al-Tafsir wal Mufassirun, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2012), 256. Ketenaran nama al-Khazin tertanam kuat dalam dirinya. Gelar tersebut mencerminkan kemampuan ilmiahnya sebagai seorang sarjana yang terus-menerus terlibat dalam kegiatan ilmiah. Akibatnya, nama al-Khazin semakin di kenal di kalangan mufassir sendiri. Seperti namanya, dia adalah salah satu pengikut utama sekte Syafi'i, termasuk sekte sufi. Di kenal dengan al-Khazin karena dianggap sebagai penulis (khazin) bacaan dan perpustakaan kitab-kitab khanaqah (jamaah sufi) al-Samaisatiyyah di Damaskus. Al-Baghdadi, Imam ‘Ala al-Din ‘Ali bin Muhammad bin Ibrahim, Tafsir al-Khazin, Juz 1. Maktabah Syamilah upgread versi 3, (Beirut Lebanon, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2004), 25. Beliau adalah seorang ulama mazhab Syafi'i, seorang pengamal tasawuf yang memiliki perilaku terpuji serta penuh kasih sayang. Sebagai bagian dari perjalanan pendidikannya, al-Khazin juga mempelajari hadis kepada al-Tsa’labi al-Jazair, juga masyhur sebagai Zaid Abdurahman ibn Muhammad ibn Makhluf dari Maghrib (Afrika modern). Saking dekatnya dengan kegiatan ilmiah, ia tidak keberatan jika kemudian diberi gelar "Al-Kazin". Bahkan, ia dikenal dengan nama al-Kazin di kalangan mufassir besar. Ini bukan satu-satunya hal karena pengetahuan al-Khazin meliputi berbagai ilmu pengetahuan. Ibn Qadi Syahbah memperkuat argumen ini dengan menggambarkan al-Khazin sebagai sumber pengetahuan yang kompeten di banyak bidang dan integritas ilmiahnya secara konsisten terbukti dalam tulisan-tulisannya. Muhammad Husain ad-Dzahabi, al-Tafsir Wa al Mufassirun I (Kairo: Maktabah Wahbah,2001), 310. Al-Khazin merupakan salah satu cendekiawan terbesar dengan pengetahuan yang luas. Karya terbaik dari segi signifikan adalah Tafsir Lubab Al-ta’wil Fi Ma’ani al-Tanzil karya al-khazin, serta Syarh ‘Umdah al-Ahkam dan Maqbul al-Manqul, kitab yang tersusun dari beberapa buku. Al-Khazin menyajikan analisis dan ringkasan bab demi bab dari hadits dan karya-karya dari Musnad al-Syafi'i, Musnad Ahmad bin Hanbal, Kutub al-Sittha, al-Muwatta’ dan Sunan al-Daruqutni, ia menyimpulkan dari karyanya yang terakhir. Di luar hasil-hasil tercantum sebelumnya, bahkan al-Khazin memberikan ringkasan Perjalanan hidup Nabi yang disajikan dengan rinci. Oleh karena itu, nama al-Khazin tidak hanya merujuk pada tafsirnya saja; melainkan juga merujuk kepada ajaran-ajarannya di bidang Ulumul Hadits, maksudnya, bahwa beliau dikenal sebagai ulama besar yang bukan sekedar ahli tafsir. Muhammad Sofyan, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Medan: Perdana Publishing,2015), 36. Latar Belakang dan Sejarah Penulisan Dalam Muqaddimah fi Ushul al-Tafsir, Ibnu Taimiyyah menyebutkan tentang kitab Ma'alim al-Tanzil sendiri merupakan rangkuman dari kitab Kasyf al-Bayan karya Al-Tsa'labi. Kitab Lubab al-Ta'wil tentu banyak memuat nukilan dari sumber aslinya dari ringkasan. Al-Khazin menyatakan secara blak-blakan dalam muqaddimahnya bahwa apapun yang diucapkannya bukanlah cerminan penuh dari kitab induk Ma'alim al-Tanzil, melainkan sebuah ringkasan yang menekankan pentingnya faedah-faedah. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan Lubab al-Ta'wil memang sebagai ringkasan, karena ditujukan kepada al-Baghawi. Tujuan al-Khazin menyusun serta menjelaskan Madarik al-Tanzil dengan sebab dasar cintanya kepada al-Baghawi. Oleh karena itu, menurut al-Khazin al-Baghawi adalah orang yang mulia, ikhlas berpegang teguh pada Sunnah Nabi dan mempunyai pemahaman hukum yang mendalam. Al-Khazin juga menyatakan bahwa Tafsir Ma'alim al-Tanzil adalah tafsir terbaik karena mengandung hadits shahih, banyak kisah inspiratif dan referensi tentang syariat. Al-Khazin menyempurnakan kitab Ma'alim al-Tanzil dengan menghapus beberapa kisah dari hadis yang diperdebatkan dan memperpendek panjang kisah tersebut. Al-Khazin menyusun Tafsir Lubab al-Ta'wil fi Ma'ani al-Tanzil pada hari Rabu, 10 Ramadhan 725 H. Kitab ini petikan dari tafsir Ma'alim al-Tanzil karya al-Baghawi. Dalam muqaddimah kitabnya, al-Khazin menjelaskan bahwa setelah mempelajari keilmuan dari al-Baghawi, ia terinspirasi untuk menulis tafsir ini. Ia menyatakan, “Jika aku hendak menganalisis kitab tafsir Ma’alim al-Tanzil karangan al-Baghawi, maka aku akan terlebih dahulu mempertimbangkan faedah-faedah yang agak rancu, kemudian aku akan mengemukakannya dalam sebuah alur yang mengungkap esensi ta'wil dan tafsir." Bukanlah sebuah kebetulan, al-Khazin untuk memverifikasi tafsir Ma'alim al-Tanzil. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya kualitas tafsir tersebut di mata al-Khazin. Kitab karangan al-Baghawi saya anggap sebagai suatu ilmu tafsir yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, dan al-Baghawi sendiri dianggap sebagai ulama yang jujur ​​dan baik hati. Menurut Abdullah Ahmad bin Mahmud al-Nasafi (w. 701 H) ), Tafsir al-Khazin merupakan kompilasi dari kitab Madarik al-Tanzil wa Haqaiq al-Takwil. Kitab Madarik al-Tanzil pada hakikatnya merupakan kompilasi dari dua karya penting terdahulu, yaitu Tafsir al-Kasyaf karya al-Zamakhsyari (sekitar tahun 538 H) dan Ma'alim al-Tanzil karya Abu Muhammad Husain bin Mas'ud al-Hakim al-Baghawi (sekitar tahun 510 H). Akan tetapi, al-Nasafi yang merupakan pengikut Ahlus Sunnah tidak mendukung ajaran Mu'tazilah yang banyak menyimpang yang ditemukan dalam al-Kasyaf karya al-Zamakhsyari. Sebagai bagian dari proses penyusunannya, al-Khazin menerima instruksi dari Ma'alim al-Tanzil tentang cara membuang rantai hadis yang telah dikumpulkannya dan cara menangani narasi yang panjang. Beliau juga memodifikasi tafsirnya agar lebih mudah dipahami dan ringkas. Al-Khazin menguraikan beberapa hal penting sebagai pendahuluan tafsirnya, yaitu sebagai berikut: 1. Keutamaan mempelajari Firman Allah. 2. Peringatan kepada orang-orang yang berucap Al-Quran tanpa ilmu, serta kepada orang-orang yang menghafalnya namun lupa dan tidak mengulanginya. 3. Penjelasan mengenai hakikat wahyu Al-Qur’an dan struktur bab-babnya 4. Pembahasan tentang makna wahyu Al-Qur’an dalam tujuh huruf (sab’atu ahruf). 5. Pengertian tafsir dan takwil. Sufian Suri dan Sayed Akhyar, “Mengenal Israiliyat dalam Tafsir Al-Khazin”, Al-I’jaz: Jurnal Kewahyuan Islam, Vol. 6, No. 2, 2020, 131. Melalui usaha ini, al-Khazin berusaha menyajikan teks Al-Qur'an menerapkan pendekatan yang bermanfaat, praktis dipahami, serta sesuai dengan ajaran Ahlus Sunnah. Teks tersebut dikenal dengan nama Tafsir Lubab al- Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil ditulis oleh al-Khazin pada hari kesepuluh di bulan Ramadhan tahun 725 H. Al-Khazin sendiri menyatakan bahwa tafsir ini hasil reproduksi, rangkuman, dan penafsiran ulang dari tafsir Ma'alim at-Tanzil (yang juga dikenal dengan nama Tafsir al-Baghawī) karya Imam Hussein bin Mas'ud al-Baghawī. Ia menegaskan bahwa tafsir ini merupakan karyanya. Tafsir al-Baghawī sendiri hakikatnya merupakan tafsir gurunya, Abu Ishaq al-Tzarabī (w. 427 H/1035 M), yang berjudul al-Kasyf wa al-Bayan. Pola seperti itulah yang menjadi ciri khas transmisi ilmu pengetahuan pada zaman ini. Murid sering kali membuat karya yang tujuannya adalah untuk menjelaskan ajaran gurunya tanpa memerlukan banyak informasi baru atau menyempurnakan informasi yang sudah ada. Tradisi ini juga berfungsi sebagai sarana komunikasi penyampaian rasa hormat kepada guru serta menjaga dan menunjukkan rantai sanad ilmu pengetahuan. al-Tsa'labi mewariskan ilmu kepada al-Baghawi, sedangkan al-Baghawi mewariskan ilmu kepada Al-Khazin. Kemudian, mereka menggunakan tafsirnya sebagai sarana untuk mengamati dan memajukan ilmu para pendahulunya. Penelusuran Manuskrip dan Penerbitan Kitab Tafsir Penulis menggunakan buku terbitan Dar al-Fikr (tahun terbit tidak diketahui) untuk mempelajari Lubab al-Takwil fi Ma'ani al-Tanzil (juga dikenal sebagai al-Khazin). Buku ini terdiri dari empat volume. Volume pertama terdiri dari 504 bab yang mencakup keseluruhan kisah dari Surat satu hingga lima. Volume kedua terdiri dari 350 bab yang membahas tentang penafsiran Surat enam hingga sebelas secara lengkap. Volume ketiga terdiri dari 503 halaman dan berisi teks lengkap Surah dua belas hingga tiga puluh lima. Volume keempat terdiri dari 423 ayat yang mencakup seluruh teks dari tiga puluh enam sampai akhir. Penulis mendapatkan buku ini dari Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ada ketidaksamaan antara buku ini dan buku dari penerbit lain. Misalnya, buku “Tafsir al-Khazin,” yang dipublikasikan oleh Dar Kutub al-Ilmiah di Beirut, Lebanon, pertama kali diterbitkan pada tahun 1995. Kitab yang memiliki enam jilid ini disusun oleh Abdu al-Salam Muhammad Ali Syahin. Jilid pertama terbentuk dari 614 lembar yang meliputi seluruh teks surat pertama sampai ketiga. Jilid kedua terbentuk dari 647 lembar yang meliputi seluruh teks Al-Qur'an, dari surat keempat sampai surat ketujuh. Jilid ketiga terbentuk dari 527 lembar yang meliputi seluruh teks Al-Qur'an mulai kedelepan sampai kelima belas. Jilid keempat terbentuk dari 558 lembar yang meliputi seluruh teks surat keenam belas sampai surat kedua puluh tujuh. Jilid kelima terbentuk dari 542 lembar yang meliputi seluruh teks surat kedua puluh delapan sampai surat keempat puluh sembilan. Jilid enam terbentuk dari 550 lembar yang mencakup surah kelima puluh hingga terakhir. Al-Khazin mencantumkan frasa "topik dalam jilid ini telah selesai dipaparkan" di akhir setiap sesi kajian jilid. Dimensi kitab ini adalah 20 cm untuk lebar dan 30 cm untuk panjang. Sampul menggunakan sampul keras dengan ornamen berhias (mirip dengan batik) yang diaplikasikan pada muka (depan). Sedangkan di bagian dalam tidak ada ornamen. Ada ornamen dan kata "Basmalah" yang tertulis di setiap mulaan yang surah. Salah satu jenis lembar yang dipakai adalah buram berwarna kuning, juga dikenal sebagai semacam jeluang. Yakni dari kulit kayu, kertas. Studi Kitab Tafsir "Lubab al-Takwil fi Ma'ani al-Tanzil" ( Tafsir al-Khazin, diakses pada Desember 2024. https://alitopands.wordpress.com Identifikasi Al-Khazin menggunakan metode bir-riwayah atau bil-ma'tsur, yaitu metode yang sama yang digunakan oleh al-Baghawi, untuk menganalisis tafsirnya sebagai sumber penafsiran. Al-Khazin menjelaskan permasalahan hampir di setiap firman Allah dalam kitab tafsirnya. Namun pada kenyataannya sebagian literatur yang beredar saat ini memasukkan penafsiran ini pada bagian tafsir yang menggunakan metode bi al-Iqtiran, mayoritas pengkaji metode Al-Qur'an mengelompokkan ke dalam kategori tafsir bil-ra’yi, melalui pertimbangan, tetapi menurut penulis, Tafsir al-Khazin ini lebih tepat diklasifikasikan sebagai tafsir dengan metode bi al-Iqtiran dari segi pengumpulan datanya. Pertama, karena tafsir ini aslinya ditulis sebagai ringkasan dari karya al-Baghawī yaitu “Tafsir Ma'alim al-Tanzil dimaksudkan sebagai Tafsīr bi al-Ma’tsūr. Sebagaimana dapat dilihat dari tulisan-tulisan al-Khazin sendiri dalam Muqaddimahnya. Sebaliknya, penafsiran al-Khazin yang didasarkan pada target dan ketertiban ayat yang dijelaskan dengan metode tahlili. Al-Khazin adalah salah satu cendekiawan Muslim yang tidak memihak terhadap beragam bentuk pengetahuan. Berbagai disiplin ilmu dibahas secara detail, antara lain fikih, bahasa dan sastra, tasawwuf, sejarah, hadis, dan Al-Qur'an itu sendiri. Dalam tafsir beliau, keluasannya tercermin. Oleh karena itu, sulit untuk menjelaskan metode tafsir apa yang ditemukan pada karya tersebut di atas. Metode Tahlili digunakan dalam menafsirkan Kitab al-Khazin. Ini adalah metode yang bertujuan untuk menjelaskan setiap ayat Al-Quran, dari Surat pertama hingga Surat terakhir dan menjelaskan setiap aspek Al-Quran. Al-Quran, baik tertulis maupun tidak tertulis, atau bentuk kata kerja, dan memperjelas kemungkinan maknanya. Penilaian Ulama terhadap Kitab Tafsir Penulis merasa kesulitan menemukan data tentang tafsir dan komentar para ulama tentang al-Khazin, baik yang bersifat memuji maupun yang bersifat merugikan. Sementara itu, al-Dhahabiy sesudah menerangkan tafsir ini, berkata "Dengan demikian, kita melihat bahwa tafsir ini memiliki banyak persoalan dalam beragam bidan pengetahuan, namun banyaknya kisah dan riwayat isra'iliyat memberikan citra buruk pada tafsir ini, sehingga nyaris membuat orang tidak mau merujuknya dan menyebabkan orang berbalik darinya". Namun Subhi Salih menyatakan bahwa "masyarakat awam banyak merasa bingung dengan tafsir ini, karena banyak kisah-kisah dan cerita isra'iliyat di dalamnya" setelah menyebutnya sebagai tafsir bil-ra'yi al-ja'iz dan, lebih khusus lagi, tafsir itu memenuhi kriteria untuk menjadi diperluas sebagai tafsir al-mahmud. Berkaca dari hal ini, seluruh respon yang penulis temukan, mengenai tafsir al-Khazin cukup mengecewakan sebab mufassirnya yang masyhur dalam berbagai ilmu seperti ahli hadis, malah lebih sering memuat riwayat israiliyyat. ` Mujiburrohman, “Metode Al-Khazin Dalam Tafsir Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil”, Ahsana Media, Vol. 5, No.2, Juli 2019, 50 Karakteristik Penafsiran Tafsir al-Khazin menggunakan metode analisis tahlili, yaitu meneliti ayat-ayat yang ingin ditafsirkan. Penafsiran dilakukan dengan menelusuri ayat-ayat, mulai dari Surah pertama sampai surah terakhir. Dengan menggunakan analisis sosio-historis, yaitu menyusun kembali konteks sejarah dan sosial. Kitab Allah memuat ayat-ayat yang menggambarkan keberadaan manusia masa lampau (sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi nabi). Oleh karena itu, penafsiran yang digunakan oleh al-khazin sering kali berlandaskan pada riwayat israiliyat. Karena Al-Quran tidak merinci kisah para nabi yang dimaksud, maka penafsiran lazimnya bersumber dari israiliyat. Penulisan tafsir dilakukan dengan cara setiap ayat dan surah dijelaskan secara terpisah, sehingga memberikan penjelasan yang sistematis dan terstruktur. Memanfaatkan ilmu Asbab an Nuzul, hadis-hadis nabi, dan riwayat-riwayat para sahabat dan tabi'in guna menjelaskan makna ayat-ayat serta konsisten ringkas dan padat. Muhammad Syarif Dzulfahmi, Aan Hawan dkk, “Naskah Tafsir Al-Khazin”, Tafsere, Vol. 9, No. 1, 2021, 157. Sistematika Kitab Mengenai sistematisasi tafsir kitab, ada tiga jenis tafsir yang diketahui para pakar tafsir: Tartib Mushafi (susunan ayat dan surah), Tartib Nuzuli (susunan ayat dan surah turunnya kronologi), dan Tartib Maudu'i (susunan ayat dan tema). Al-Khazin memakai pendekatan sistematis pertama (tartib mushafi) dalam tafsirnya, Yaitu menafsirkan Al-Quran sesuai dengan tatanan mushaf. Al-Khazin merangkum penjelasan setiap ayat Al-Quran, dari surat pertamanya (al-Fatihah) hingga surat terakhirnya (an-Nas). Langkah serupa juga pernah digunakan oleh para pakar tafsir, seperti Jami' Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur'an karya Ibnu Jarir al-Tabrani. Al-Khazin sengaja menyingkirkan rantai sanad agar ringkas serta menghubungkan sanadnya langsung pada al-Baghawi, guna menggambarkan perkataan-perkataan yang ada dalam kitab al-Baghawi. Kalaupun mengambil perkataan dan khabar Rasulullah SAW, al-Khazin hanya mengacu pada perawi pertama yaitu para sahabat kemudian setelahnya menyebutkan mukharrij (pengumpul hadis) dengan menggunakan lambang huruf al-Bukhari dengan huruf ج, Muslim dengan huruf م, dan jika hadisnya disepakati keduanya dengan huruf ق. Penggunaan Argumen dan Ketajaman Analisis Tafsir Al-Khazin, juga dikenal sebagai Lubab al-Ta'wil fi Ma'ani al-Tanzil, dikenal karena analisisnya yang mendalam. Pada karya ini, al-Khazin menggunakan metode tahlili, yang berhasil menjelaskan aspek ayat Al-Qur'an. Al-Khazin menggunakan metode tahlili untuk memastikan bahwa makna ayat Al-Qur'an diterangkan secara komprehensif. Metode ini mencakup analisis linguistik, konteks sejarah, dan pemahaman hadis yang relevan. Penerapan hadis oleh al-Khazin dalam tafsirnya tidak hanya mengutamakan teks Al-Qur'an, beliau juga mengintegrasikan hadis untuk memperkuat argumen. Dalam menukil riwayat, beliau cenderung tidak selektif dan itu dapat mempengaruhi ketepatan penafsirannya. Al-Khazin juga menggunakan analisis sosio-historis untuk memahami konteks ayat-ayat yang dibahas. Pendekatan ini membantu dalam menganalisis makna yang lebih relevan dengan keadaan masyarakat saat itu. Tafsir ini ada karena al-Khazin terinspirasi dari tafsir al-Baghawi, dan menurut al-Khazin merupakan tafsir yang berkualitas tinggi yang dianggap layak dijadikan sebagai rujukan. Selain itu, al-Khazin bersedia menyampaikan uraian terperinci tentang pemahaman serta hikmah yang ditemukan dalam Al-Qur’an yang sesekali diterangkan al-Baghawi. Artinya al-Khazin lebih dari ungkapan “meringkas dari penafsiran yang dilakukan al-Baghawi. Karena itu, penafsiran hanya dilakukan pada kutipan dari al-Baghawī dan isi pokok pembahasan yang dipilih. Hal ini yang dikatakan al-Khazin dalam muqaddimahnya; beliau menyaampaikan bahwa penafsiran serta pemahamannya yang tertulis dalam karyanya terbilang besar, namun belum tentu merupakan cerminan dari pemikirannya, malah sekedar menunjukkan bahwa tafsirnya banyak namun hanya mengambil poin-poin dari kitab tafsir yang diyakininya mempunyai kualifikasi terbaik adalah tafsir al-ma'alim. al-tanzil karya al-Baghawi. Sekalipun ayat Al-Qur'an tidak lengkap seluruhnya, penafsiran dari al-Khazin masih cukup jelas. Maka, ketika al-Khazin memberikan definisi Al-Qur'an, tafsir dan ta'wilnya tidak jauh berbeda dari pakar tafsir sebelumnya seperti al-Baghawi. Penggunaan hadis dalam penafsirannya kemudian menjadi salah satu ciri utama tafsir al-Khazin. Sebagaimana telah diutarakan sebelumnya, pentingnya sanad lengkap tidak diperhatikan dalam tafsir ini. Al-Khazin hanya menuturkan langsung hadis-hadis yang diambil dari tafsir sang guru, al-Baghawi, sampai kepada as-Tsa'labi. Ia juga menuturkan langsung dari tafsir at-Thabari dan al-Wahidi yang merupakan murid dari as Tsa'labi. Dengan demikian, proses peralihan hadis dari guru kepada murid tergambar dalam tafsir ini melalui karya sang guru sendiri. Akan tetapi, hal ini meniadakan panjangnya sanad. Kami berpendapat bahwa al-Khazin memaparkan hadis-hadis tersebut secara ringkas untuk menjelaskan atau menggambarkan tafsirnya secara lebih menyeluruh dan lugas. Di samping itu, model panjang sanad menurun pada abad ke-8 adalah suatu yang lumrah, menunjukkan keadaan literasi yang ada sebagai akibat tampuk kepemimpinan Islam dari satu ke dinasti yang lain. Oleh karena itu, keadaan politik yang dinamis saat itu berdampak negatif terhadap akses ilmu pengetahuan. Dan terakhir pola sederhana, al-Khazin menggunakan lambang kode huruf pada perawi hadis. Akibatnya, perkembangan ilmu pengetahuan semakin mahir karena menggunakan rasio tidak terhalang. Ijtihad juga tidak dapat dielakkan dan akhir-akhir ini, infiltrasi dan perdebatan ideologis di kalangan ulama sudah mulai terjadi di kalangan ulama, dengan munculnya berbagai madzhab fiqih. Secara positif, al-Khazin muncul dengan berbagai ahli fiqih, terkhusus madzhab imam fiqih, yang sesuai dengan hukum ayat. Menurut kajian Ahmet Celik yang berjudul "Hazin el-Bagdadi ve Tefsirdeki Metodu (al-Khazin Baghdadi dan Metodologi Penafsirannya)," tersirat bahwa al-Khazin memiliki keinginan kuat untuk menggunakan fikih Syafi'i, walaupun hal itu tidak dijelaskan secara lengkap dalam tafsirnya. Hal ini juga sejalan dengan mazhab Syafi'i yang dianut kebanyakan penduduk saat itu. Selanjutnya, tanggapan para ulama Al-Qur'an terhadap persoalan israiliyat terbagi menjadi tiga golongan: menerima, menolak, dan ditengah, menerima dengan aturan ketat. Pada konteks ini, banyak kritikus ulama tafsir mengemukakan bahwa hal terpenting yang disebutkan dalam tafsir al-Khazin adalah Isra'iliyat. Posisi al-Khazin memperjelas bahwa Taurat, Injil, dan produk budaya pada masa itu memuat banyak narasi tentang Israel. Ka'b bin Ahbar (meninggal 652/653 M, seorang Yahudi Yaman yang kemudian menjadi Muslim) dan Wahab bin Munabbi (meninggal 738 M, seorang ulama Tabi’in masyarakat lokal) Hajin. Abd Malik bin Abd Aziz bin Juraij (w. 767 M, masuk Islam, sarjana Bizantium dan Hadits) sering dikutip dalam Tafsimnya. Pengaruh jangka panjang Al-Khazin terhadap interpretasi al-Baghawi sangat besar. Sebagaimana dijelaskan al-Baghawy dalam komentarnya, "Isra'iliyat" masih digunakan, namun ia selektif dalam penggunaannya dan memasukkan sanad tradisi "Isra'iliyat". Selain itu, ketika al-Khazin menggunakan istilah Isra’iliyyat, maka tidak selalu menjelaskan sanadnya secara menyeluruh, dan tidak pula menjelaskan kelemahan sanadnya, meskipun hadis yang dibahas bertentangan dengan syariat Islam. Atau bisa juga secara eksplisit menyatakan ketidakabsahannya tanpa mengkritiknya. Ternyata ada perbedaan signifikan antara penilaian al-Khazin dan al-Baghawī terhadap tradisi Islā'iliyyāt. Akan tetapi, israiliyat ini memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap perkembangan kajian tafsir. Dari sudut pandang sejarah, kita dapat melihat bahwa Islam telah mengalami asimilasi budaya dan intelektual yang kaya dengan masyarakat sebelumnya, termasuk mereka yang dipercaya oleh Nabi Muhammad karena bakat intelektual mereka. Secara positif, budaya ini juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap Islam, khususnya dalam bentuk khazanah intelektualnya. Akan tetapi, terdapat pula beberapa kesamaan antara Al-Qur'an dan Kitab-kitab Nabi terdahulu, sehingga keduanya "bergesekan" satu sama lain hingga menjadi keniscayaan. Misalnya, ketika membahas Israiliyyat, umat Islam pada umumnya dan Al-Qur’an pada khususnya dapat lebih selektif dan memilih mana yang akurat dan mana yang tidak, sehingga mengurangi aspek-aspek negatif yang dikaitkan dengan umat Islam. Dan untungnya, ketika aspek-aspek negatif tersebut dihilangkan. Model penafsiran al-Khazin ini dapat digunakan untuk menjelaskan puisi-puisi tentang kisah tersebut dengan menggunakan sumber-sumber sejarah dari kisah Israel, sehingga menghasilkan penafsiran yang lebih akurat, yaitu bil matsur. Ini merupakan salah satu keunikan tafsir ini yang mungkin disebabkan oleh banyaknya contoh kisah-kisah, serta beberapa kisah yang mungkin belum dimasukkan dalam tafsir sebelum atau bahkan setelah zaman al-Khazin. Selain itu, beliau sebutkan bahwa menurut beliau tafsir ini tidak sekuat alur tafsir al-Baghawi, tetapi juga didasarkan pada bil-ra'yi. Hal ini karena banyak para ulama yang menyatakan pendapatnya terhadap tafsir ini bercorak ra'yi, yaitu teguh dalam ketaatannya pada hukum. Al-Khazin pum mengutip berbagai hadis dari beragam sumber, yang dibahas secara rinci dengan israiliyat. Lebih khusus lagi, kerangka epistemologis penafsiran, yang berdasarkan teori "The Theory of Idea of Qur'anic Interpretation" membaginya ke dalam tiga periode: yaitu periode klasik, periode pertengahan, dan periode modern-kontemporer, yang dikenal sebagai reformatif. Akibatnya, tafsir al-Khazin dapat dianggap sebagai transisi dari era formatif ke masa afirmatif. Walau begitu, ini adalah masa afirmatif awal. Karena penafsiran yang disebutkan di atas, tidak lain memberikan dukungan penting kepada tafsiran yang telah ada atau terdahulu dengan meningkatkannya sesuai kebutuhan. Khususnya Tafsir al-Khazin berkontribusi pada pembentukan pola dan model penafsiran Al-Quran yang dimulai pada periode klasik. Dengan cara ini, ulama Al-Qur'an terpacu berkembang dalam ruang dan waktu, baik secara sastra, metodologi maupun pemahaman. Zulfikri Zulkarnaini, “Menyoal Penafsiran Al-Khazin dalam Tafsir Lubab Al-Ta’wil Fi Ma’ani Al-Tanzil”, Jurnal Ulunnuha, Vo;. 10, No. 2, Desember 2021, 216. Epistemologi Tafsir Sejumlah ulama turut andil dalam pengembangan teks Al-Qur'an antara lain al-Khazin dengan karya agungnya Lubab Al-Ta'wil Fi Ma'ani Al-Tanzil. Salah satu persoalan yang sering muncul yaitu penggunaan Israiliyat di dalam tafsir ini. Terdapat banyak sekali informasi dalam fakta dan riwayat, terutama yang berkaitan dengan Bani Israil. Akibatnya, terjadi masif dalam pemotongan jalur periwayatan. Kondisi ini sekaligus memberikan dugaan pertama bahwa penyederhanaan serta arah penafsiran yang diterapkan al-Khazin berdampak pada tahapan dan dampak penafsiran, pemahaman, dan penafsirannya. Sebagian pakar tafsir juga menyatakan bahwa tafsir ini sangat tidak rumit. Perkembangan tafsir ini mulai muncul pada abad ke-8 H. Suryadi, Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil Karya al-Khazin, dalam M, Yususf, dll, Studi Kitab Tafsir; Menyuarakan Teks yang Bisu, (Yogyakarta: Teras 2004), 101. Secara epistemologi dapat digolongkan pada era afirmatif. Secara umum, tafsir ini melibatkan ideologi, berulang-ulang dan tidak menyeluruh. Tetapi dugaan awal condong kepada masa klasik (formatif) dengan minimnya analisis tajam, berdasarkan riwayat dan pengulangan. Beberapa Penelitian terhadap Kitab Tafsir dan Signifikansi Kitab Temuan pokok penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menurut al Khazin, Isrᾱῑliyyᾱt adalah jenis cerita yang bersumber dari orang-orang Yahudi yang menganut agama selain Islam. Beliau melanjutkan, cerita-cerita tersebut didasarkan pada orang-orang yang sebenarnya bukan Muslim dan dimasukkan dalam tafsir dan kitab hadis dengan tujuan untuk mengoyahkan keimanan dan menghancurkan prinsip-prinsip Islam. 2. Dalam menggambarkan kisah Isrᾱῑliyyᾱt, Sikap al Khazin adalah sebagai berikut: a). Al Khazin tidak terlalu selektif dalam hal riwayat. Hal ini dapat dilihat dari halaman dalam kitabnya yang membahas berbagai cerita tentang Isrᾱῑliyyᾱt. b). Al Khazin meriwayatkan beberapa riwayat Isrᾱῑliyyᾱt tanpa memberikan penjelasan yang memperkuat atau melemahkan riwayat tersebut. c.) Riwayat Isrᾱῑliyyᾱt seperti yang digambarkan oleh al-Khazin dalam kitabnya sangat panjang dan menimbulkan kesan dan terhanyut bagi pembacanya, seperti dongeng-dongeng. Relly Suryani, “Sikap Al-Khazin Terhadap Israiliyat dalam Tafsir Al-Qur’an”, At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No. 01, 2019, 16. Seperti yang diketahui, tafsir al-Khazin rangkuman dari kitab Madarik al-Tanzil, mempunyai signifikansi penting dalam penelitian atau kajian tafsir. Beliau menjelaskan makna ayat dan konteksnya dengan memadukan pendekatan ra'yi dan ma'tsur. Daftar Pustaka Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi, Ala’uddin, Kitab Lubab al-Ta’wil Fi Ma’ani al-Tanzil, (Beirut Lebanon, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2004). Hasanah, Nurul, Ahmad Andi Agug dkk, “Ad-Dakhil dalam Surah Al-Anbiya’ Ayat 83-84 (Studi Kitab Tafsir Al-Khazin)”, Salimiya:Jurnal Studi Ilmu Keagamaan Islam, Vol. 3, No. 3, Septemmber 2022. Husain ad-Dzahabi, Muhammad, al-Tafsir Wa al Mufassirun I (Kairo: Maktabah Wahbah,2001). Husain Zahabi, Muhammad, al-Tafsir wal Mufassirun, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2012). Imam ‘Ala al-Din ‘Ali bin Muhammad bin Ibrahim, Al-Baghdadi, Tafsir al-Khazin, Juz 1. Maktabah Syamilah upgread versi 3, (Beirut Lebanon, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2004). Mujiburrohman, “Metode Al-Khazin Dalam Tafsir Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil”, Ahsana Media, Vol. 5, No.2, Juli 2019 Mustaqim, Abdul, Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: LkiS, 2012). Sofyan, Muhammad, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Medan: Perdana Publishing,2015). Studi Kitab Tafsir "Lubab al-Takwil fi Ma'ani al-Tanzil" ( Tafsir al-Khazin, diakses pada Desember 2024. https://alitopands.wordpress.com Suri, Sufian dan Sayed Akhyar, “Mengenal Israiliyat dalam Tafsir Al-Khazin”, Al-I’jaz: Jurnal Kewahyuan Islam, Vol. 6, No. 2, 2020. Suryadi, Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil Karya al-Khazin, dalam M, Yususf, dll, Studi Kitab Tafsir; Menyuarakan Teks yang Bisu, (Yogyakarta: Teras 2004). Suryani, Relly, “Sikap Al-Khazin Terhadap Israiliyat dalam Tafsir Al-Qur’an”, At-Tahfizh: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No. 01, 2019. Syarif Dzulfahmi, Muhammad, Aan Hawan dkk, “Naskah Tafsir Al-Khazin”, Tafsere, Vol. 9, No. 1, 2021. Zulkarnaini, Zulfikri, “Menyoal Penafsiran Al-Khazin dalam Tafsir Lubab Al-Ta’wil Fi Ma’ani Al-Tanzil”, Jurnal Ulunnuha, Vo;. 10, No. 2, Desember 2021. 17