HIPERTENSI SEKUNDER
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tidak menular yang sering menjadi masalah kesehatan di Indonesia salah satunya ialah Hipertensi.Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu 120/80mmHg.
Menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan tersebut untuk orang dewasa di atas 18 tahun). Penyakit ini disebut sebagai the silent killer karena penyakit mematikan ini sering sekali tidak menunjukkan gejala atau tersembunyi.Diperkirakan penderita hipertensi di seluruh dunia berjumlah 600 juta orang, dengan 3 juta kematian setiap tahun. Di Amerika diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita Hipertensi (Mukhtar, 2007).
Di Belanda lebih dari satu juta orang menderita tekanan darah tinggi tetapi yang mengherankan ialah lebih dari separuhnya tidak mengetahui bahwa mereka adalah penderita tekanan darah tinggi. Prevalensi hipertensi pada penderita dewasa pada tahun 2000 di dunia adalah sebesar 26,4% dan diperkirakan tahun 2025 akan mencapai 29,2%. Hipertensi merupakan kelainan pada sistem kardiovaskular yang masih menjadi beban kesehatan di masyarakat global karena prevalensinya yang tinggi. Data dari The National Heart and Nutrition Examination Survey (NHNES) dalam dua dekade terakhir menunjukkan peningkatan insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika sebesar 29-31%. Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di Amerika Serikat (Yogiantoro,2006)
Di Indonesia, sampai saat ini memang belum ada data yang bersifat nasional, multisenter, yang dapat menggambarkan prevelensi lengkap mengenai hipertensi. Namun beberapa sumber, yakni Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi hipertensi di Indonesia pada orang yang berusia di atas 35 tahun adalah lebih dari 15,6%. Survei faktor resiko penyakit kardiovaskular (PKV) oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 masing-masing pada pria adalah 13,6% (1988), 16,5% (1993), dan 12,1% (2000). Pada wanita, angka prevalensi mencapai 16% (1988), 17% (1993),dan 12,2% (2000). Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%-20% (Depkes, 2010).
Hipertensi diklasifikasikan atas Hipertensi Primer (esensial) (90-95%) dan Hipertensi Sekunder (5-10%). Dikatakan Hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti penyakit parenkim ginjal, serta akibat obat. Dampak yang ditimbulkan biasa menyebabkan resiko utama penyakit stroke, gagal jantung, dan ginjal.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan Asuhan Keperawatan dengan kasus Hipertensi Sekunder
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan review tentang konsep Hipertensi Sekunder
2. Menjelaskan pengkajian asuhan keperawatan Hipertensi Sekunder
3. Menjelaskan analisa data asuhan keperawatan Hipertensi Sekunder
4. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada Hipertensi Sekunder
1.3 Manfaat
Dengan adanya materi makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau tambahan dalam pembuatan askep pada klien dengan Hipertensi Sekunder
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah. Pengobatan awal pada hipertensi sangatlah penting karena dapat mencegah timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak. Penyelidikan epidemiologis membuktikan bahwa tingginya tekanan darah berhubungan erat dengan morbilitas penyakit kardiovaskuler (Muttaqin, 2009).
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang mempunyai penyebab yang dapat dideteksi Hipertensi sekunder antara lain disebabkan oleh berbagai penyebab antara lain: penyakit ginjal, renovaskuler, kelainan endokrin, koartktasio aorta. (ismail yusuf: 2008).
Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa menurut The Sevent Report of The Joint National Committee on Prevention, Detetion, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure atau JNC 7 (2003)
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Klasifikasi
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
< 80
Prehipertensi
120 – 139
80 – 89
Hipertensi stage I
140 – 150
90 – 99
Hipertensi stage II
> 150
> 100
2.2 Etiologi
Berikut adalah beberapa penyakit dan gangguan yang dapat menimbulkan hipertensi (tekanan darah tinggi) sekunder:
1. Penyakit Ginjal
Hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi adalah penyempitan arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan darah menurun, ginjal akan memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah.
2. Stress
Stress bisa memicu sistem saraf simpati sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pembuluh darah.
3. Apnea
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah gangguan tidur di mana penderita berkali-kali berhenti bernafas (antara 10-30 detik) selama tidur. Apnea biasanya diderita oleh orang yang kegemukan dan diikuti dengan gejala lain seperti rasa kantuk luar biasa di siang hari, mendengkur, sakit kepala pagi hari dan edema (pembengkakan) di kaki bagian bawah. Separuh penderita apnea menderita hipertensi, yang mungkin dipicu oleh perubahan hormon karena reaksi terhadap penyakit dan stress yang ditimbulkannya.
4. Hiper/Hipotiroid
Hipertiroid atau kelebihan hormon tiroid ditandai dengan mudah kepanasan (merasa gerah), penurunan berat badan, jantung berdebar dan tremor. Hormon tiroid yang berlebih merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah sehingga menimbulkan hipertensi.
Hipotiroid atau kekurangan hormon tiroid ditandai dengan kelelahan, penurunan berat badan, kerontokan rambut dan lemah otot. Hubungan antara kekurangan tiroid dan hipertensi belum banyak diketahui, namun diduga bahwa melambatnya metabolisme tubuh karena kekurangan tiroid mengakibatkan pembuluh darah terhambat dan tekanan darah meningkat.
5. Preeklamsia
Preeklamsia adalah hipertensi karena kehamilan (gestational hypertension) yang biasanya terjadi pada trimester ketiga kehamilan. Preeklamsia disebabkan oleh volume darah yang meningkat selama kehamilan dan berbagai perubahan hormonal. Sekitar 5-10% kehamilan pertama ditandai dengan preeklamsia.
6. Koarktasi Aorta (Aortic coarctation)
Koarktasi atau penyempitan aorta adalah kelainan bawaan yang menimbulkan tekanan darah tinggi.
7. Gangguan Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal berfungsi mengatur kerja ginjal dan tekanan darah. Bila salah satu atau kedua kelenjar adrenal mengalami gangguan, maka dapat mengakibatkan produksi hormon berlebihan yang meningkatkan tekanan darah.
8. Gangguan Kelenjar Paratiroid
Empat kelenjar paratirod yang berada di leher memproduksi hormon yang disebut parathormon. Produksi parathormon yang berlebih akan meningkatkan kadar kalsium di dalam darah, sehingga memicu tekanan darah tinggi.
Selain kedelapan penyakit/gangguan di atas, masih ada beberapa lainnya yang dapat menjadi penyebab hipertensi sekunder, antara lain:
Konsumsi alkohol berlebihan
Penggunaan Pil KB
Efek samping obat flu tertentu dan obat pengurang nafsu makan
Diabetes
Tumor Wilms (pada anak)
2.3 Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Retina merupakan bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.
Jika hipertensi berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut :
a. Sakit kepala bagian oksipital
b. Kelelahan
c. Epistaksis
d. Pusing dan migren
e. Mual
f. Muntah
g. Sesak nafas
h. Gelisah
i. Padangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jatung dan ginjal.
2.4 Patofisiologi
1. Hipertensi Ginjal (Renal/kidney hypertension)
Penyakit-penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Tipe dari hipertensi sekunder ini disebut hipertensi ginjal/renal karena disebabkan oleh suatu persoalan didalam ginjal. Satu penyebab penting dari hipertensi ginjal adalah penyempitan (stenosis) arteri yang mensuplai darah ke ginjal-ginjal (arteri ginjal/renal artery). Pada individu-individu yang lebih muda, terutama wanita, penyempitan disebabkan oleh suatu penebalan otot dinding arteri-arteri yang menuju ke ginjal (fibromuscular hyperplasia). Pada individu-individu yang lebih tua, penyempitan umumnya disebabkan oleh plak-plak mengandung lemak (atherosclerotic) yang mengeras yang menghalangi arteri ginjal.
Mekanisme penyempitan arteri ginjal hingga dapat menyebabkan hipertensi yaitu penyempitan arteri ginjal merusak/mengganggu sirkulasi darah ke ginjal yang dipengaruhinya. Kehilangan darah ini kemudian menstimulasi ginjal untuk memproduksi hormon-hormon, renin dan angiotensin. Hormon-hormon ini, bersama-sama dengan aldosterone dari kelenjar adrenal, menyebabkan suatu penyempitan dan meningkatkan kekakuan (resisten) pada arteri-arteri sekeliling (peripheral arteries) seluruh tubuh, yang berakibat pada hipertensi (tekanan darah tinggi).
Hipertensi renal umumnya pertama kali dicurigai ketika hipertensi ditemukan pada seorang individu muda atau suatu serangan hipertensi ditemukan pada seseorang yang lebih tua. Penyaringan (sreening) penyempitan arteri ginjal kemudian dapat termasuk renal isotope (radioactive) imaging, ultrasonographic (sound wave) imaging, atau magnetic resonance imaging (MRI) dari arteri-arteri ginjal. Tujuan dari tes-tes ini adalah untuk menentukan apakah ada suatu aliran darah ke ginjal yang dibatasi dan apakah angioplasty (menghilangkan pembatasan/restriction pada arteri-arteri ginjal) kelihatannya menguntungkan. Bagaimanapun, jika penilaian ultrasonic mengindikasikan suatu indeks resistensi yang tinggi (high resistive index) didalam ginjal (resistensi tinggi pada aliran darah), angioplasty mungkin tidak akan memperbaiki tekanan darah karena kerusakan kronis ginjal dari hipertensi yang sudah berlangsung lama, telah ada. Jika apa saja dari tes-tes ini adalah tidak normal atau kecurigaan dokter pada penyempitan arteri ginjal adalah cukup tinggi, renal angiography (suatu studi x-ray dimana suatu zat pewarna/dye disuntikkan kedalam arteri ginjal) dilaksanakan. Angiography adalah tes yang paling akhir untuk benar-benar menvisualisasikan penyempitan arteri ginjal.
Suatu penyempitan arteri ginjal mungkin dapat dirawat dengan balloon angioplasty. Pada prosedur ini, dokter menyusupkan sebuah tabung kecil yang panjang (catheter) kedalam arteri ginjal. Segera sesudah kateter (catheter) ada didalam, arteri ginjal dilebarkan dengan meniup balon pada ujung kateter dan menempatkan suatu stent (suatu alat yang meregang penyempitan) yang menetap didalam arteri pada tempat penyempitan. Prosedur ini umumnya berakibat pada suatu perbaikan aliran darah ke ginjal dan menurunkan tekanan darah. Lebih dari itu, prosedur ini juga memelihara fungsi ginjal yang sebagian suplai darahnya telah dirampas. Hanya jarang sekali operasi diperlukan diwaktu-waktu sekarang untuk membuka penyempitan arteri ginjal.
2. Tumor-Tumor Kelenjar Adrenal (Adrenal gland tumors)
Kelenjar-kelenjar adrenal terletak tepat diatas ginjal-ginjal. Kedua tumor-tumor ini menghasilkan jumlah hormon-hormon adrenal yang berlebihan yang menyebabkan tekanan darah tinggi. Salah satu dari tipe-tipe tumor-tumor adrenal menyebabkan suatu kondisi yang disebut hiperaldosteronisme utama (primary hyperaldosteronism) karena tumor itu menghasilkan jumlah hormon aldesteron yang berlebihan. Sebagai tambahan pada hipertensi, kondisi ini menyebabkan kehilangan jumlah berlebihan potassium dari tubuh kedalam air seni, yang berakibat pada suatu tingkat potassium yang rendah didalam darah. Umumnya hiperaldosteronisme (hyperaldosteronism) pertama kali dicurigai pada seseorang dengan hipertensi ketika potassium yang rendah juga ditemukan didalam darah. Juga, kelainan-kelainan genetik tertentu yang jarang dan yang mempengaruhi hormon-hormn kelenjar adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder
Tipe lain tumor adrenal yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder disebut sebagai suatu pheochromocytoma. Tumor ini menghasilkan catecholamines yang berlebihan, yang mana termasuk beberapa hormon-hormon yang berhubungan dengan adrenalin (adrenaline-related hormones). Diagnose suatu pheochromocytoma dicurigai pada individu-individu yang mempunyai episode-episode hipertensi yang mendadak dan berulang yang berhubungan dengan pengelupasan kulit (flushing of the skin), denyut jantung yang cepat (palpitations), dan keringatan, sebagai tambahan pada gejala-gejala yang berhubungan dengan hipertensi.
3. Koarktasi Aorta (Coarctation of the aorta)
Koarktasi aorta (Coarctation of the aorta) adalah suatu kelainan warisan yang jarang yang adalah satu dari penyebab-penyebab paling umum dari hipertensi pada anak-anak. Kondisi ini dikarakteristikkan oleh suatu penyempitan pada suatu segmen dari aorta, arteri besar utama yang keluar dari jantung. Aorta memberikan darah kepada arteri-arteri yang mensuplai seluruh organ-organ tubuh, termasuk ginjal-ginjal.
Segmen yang sempit (coarctation) dari aorta umumnya terjadi diatas arteri-arteri ginjal, yang menyebabkan suatu aliran darah yang berkurang ke ginjal-ginjal. Kekurangan darah ke ginjal-ginjal ini mendorong sistim hormon renin-angiotensin-aldosterone meningkatkan tekanan darah. Perawatan koarktasi umumnya adalah pembetulan secara operasi terhadap segmen penyempitan aorta. Kadangkala, balloon angioplasty dapat digunakan untuk melebarkan koarktasi aorta (coarctation of the aorta).
4. Sindrom Metabolisme dan Obesitas (The metabolic syndrome and obesity)
Faktor-faktor genetik memainkan suatu peran dalam kumpulan dari penemuan-penemuan yang membuat "sindrom metabolisme" ("metabolic syndrome"). Individu-individu dengan sindrom metabolisme mempunyai resistensi insulin dan suatu tendensi untuk mendapat diabetes mellitus tipe 2 (diabetes-diabetes tidak tergantung insulin). Kegemukkan, terutama yang berhubungan dengan suatu peningkatan ukuran lilitan perut (abdominal) yang nyata, menjurus pada gula darah tinggi (hyperglycemia), lemak darah yang meningkat , peradangan vaskuler, gangguan fungsi endothelial (kelainan kereaktifan pembuluh-pembuluh darah), dan hipertensi semuanya menjurus pada penyakit atherosclerotic vascular prematur. Epidemi (wabah) kegemukkan (obesitas) di Amerika menyokong (kontribusi) pada kelainan ini pada anak-anak , anak-anak remaja, dan orang-orang dewasa.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor – faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
Glukosa
Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin ( meningkatkan hipertensi )
Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.
Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer
Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
Steroid urin
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan hipertensi sekunder tergantung kepada penyebabnya. Mengatasi penyakit ginjal terkadang dapat mengembalikan tekanan darah ke normal atau paling tidak menurunkan tekanan darah. Penyempitan arteri bisa diatasi dengan memasukkan selang yang pada ujungnya terpasang balon dan mengembangkan balon tersebut, atau bisa dilakukan pembedahan untuk membuat jalan pintas (operasi bypass). Tumor yang menyebabkan hipertensi (misalnya feokromositoma) biasanya diangkat melalui pembedahan. Perubahan gaya hidup bisa membantu mengendalikan tekanan darah tinggi diantaranya mengurangi konsumsi makanan tinggi garam dan tidak merokok.
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
- Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
- Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
- Penurunan berat badan
- Penurunan asupan etanol
- Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
- Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain
- Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
- Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
- Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
- Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu teknik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
- Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
d. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.Pengobatannya meliputi :
a) Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b) Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
- Dosis obat pertama dinaikkan
- Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
- Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
c) Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh
- Obat ke-2 diganti
- Ditambah obat ke-3 jenis lain
d) Step 4
Alternatif pemberian obatnya
- Ditambah obat ke-3 dan ke-4
- Re-evaluasi dan konsultasi
3. Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya.
b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya.
c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas.
d. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter.
e. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
f. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita.
g. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi.
h. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah.
i. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari.
j. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi.
k. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal.
l. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin.
m. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering.
n. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.
2.7 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi diantaranya:
1. Penyakit parenkim ginjal
2. Penyakit renovaskuler
3. Pheochromocytoma
4. Hipertensi pada kehamilan
5. Hiperaldosteronisme primer
6. HT kronik
7. Preeklamsi/eklamsi
2.8 Prognosis
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyebab hipertensi yang disebabkan penyakit parenkim ginjal adalah yang terbanyak. Penyakit ini berasal dari penyakit-penyakit glomerular, tubulointerstisial dan penyakit ginjal polikistik. Banyak kasus yang terjadi adalah karena retensi air dan garam tepi sekresi renin dan angiotensin juga ikut berperan. Hipertensi yang terjadi akan menyebabkan fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu target tekanan darah adalah ,130/85 mmHg untuk mengurangi resiko penurunan fungsi ginjal. Dilatasi arteriol efferen dengan penghambat ACE akan mengurangi progresivitas penurunan fungsi ginjal. Calsium antagonist juga dapat digunakan di samping diet rendah garam.
2. Penyakit renovaskuler
Penyakit ini lebih banyak pada usia muda dan penyebabnya adalah fibromuskular hiperplasia. Penyebab lain adalah aterosklerosis yang menyebabkan stenosis arteri renalis proksimal. Mekanismenya adalah produksi renin yang meningkat karena aliran darah ke ginjal yang berkurang dan akhirnya retensi garam dan air. Penyakit renovaskular harus dipikirkan bila :
a. Usia di bawah 20 tahun
b. Terdengar bruits pada auskultasi epigastrium
c. Jika terdapat aterosklerotik di aorta dan arteri perifer (15-25% pasien dengan gejala aterosklerotik di ekstremitas di dapatkan stenosis arteri renalis).
d. Jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang cepat seelah pemberian ACE inhibitor.
e. Hipertensi resisten dengan 2 atau lebih obat.
f. Cenderung menjadi hipertensi maligna.
g. Riwayat merokok
h. Edema paru berulang
i. Ukuran ginjal yang tidak sama >1,5 cm
j. Hipokalemi dan alkalosis (curiga hipoaldosteronisme)
3. Pheochromocytoma
Hipertensi yang disebabkan oleh karena sekresi katekolamin. Neural crest adalah sel yang terdapat pada medula adrenal, ganglion autonom, organ zuckendal (terletak anterior bifurcatio aorta), dan kandung kemih. Pheochromocytoma dapat terjadi di tempattempat tersebut tetapi hampir 90% adalah di adrenal. Pheochromocytoma adalah penyakit yang di turunkan secara genetik autosom dominan. Gejala lain adalah sakit kepala, gemetar, banyak berkeringat, cemas dan tremor. Katekolamin yang meningkat biasanya karena aktivitas, defekasi, berkemih, anestesi dan obat-obatan seperti vasodilator. Kecurigaan penyakit ini bila hipertensi disertai dua dari gejala (sakit kepala, banyak keringat dan palpitasi), hipertensi paroksismal dan tekanan diastolik >120 mmHg.
4. Hiperaldosteronisme primer
Hipertensi akibat peningkatan aldosteron tanpa peningkatan renin, 60% kasus biasanya karena adenoama di zona sel glomerululosa (APA= aldosteron producing adenoma) yang disebut juga conn”s syndrome. Selebihnya adalah idiopatik hiperaldosteronism (IHA). Kondisi ini dapat didiagnosa dengan menekan ACTH oleh dexametasone. Hipertensi terjadi karena retensi cairan dan natrium. Pada kasus ini juga terjadi perubahan ekskresi K+ dan H+ sehingga terjadi hipokalemia dan alkalosis metabolik. Jadi dapat di tegakkan diagnosa bila didapatkan hipokalemi tanpa penggunaan diuretik, kadar renin yang rendah dan kadar Natrium > 140 mEq/L. Gejala klinis lain akibat hipokalemia :
a. Kelemahan otot
b. Aritmia
c. Hiotensi ortostatik karena disfungsi autonom
d. Poliuria karena gangguan pemekatan urin
e. Insulin resistensi
5. HT gestasional
HT yang terjadi pada selama kehamilan atau 24 jam pasca partus tanpa disertai proteinuria atau tanda-tanda preeklamsia biasanya tekanan darah kembali normal 12 minggu pasca partus. Pada keadaan HT dan preeklamsia pada wanita hami terdapat peningkatan kadar homosistein dalam darah. Resiko HT gestasional dapat dicegah dengan menurunkan kadar homosistein ini. Suplementasi asam folat ternyata lebih efektif bila dimulai pemberiannya pada kehamilan kurang dari 8 bulan. Selain itu riwayat perokok sebelum dan selama kehamilan menyebabkan resiko timbulnya HT pada kehamilan lebih besar. Resistensi terhadap isuli merupakan salah stu yang dipikirkan sebagai patogenesis terjadinya HT.