Academia.eduAcademia.edu

Laporan Praktikum Biologi Perikanan

Laporan yang berisi Pertumbuhan Ikan, Perbedaan Ikan Jantan dan Betina, Studi Isi Alat Pencernaan dan Derajat Kepenuhan Lambung, Pengamatan Gonad, Fekunditas, Telur Ikan di Laboratorium Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERIKANAN Disusun Oleh: Kelompok 15 Nurul Hidayah H1G014013 Afief Achyad Kurniadi H1H014011 Laela Yunita Sari H1H014026 Satrio Haryu Wibowo H1H014046 Damar Lazuardy R. H1K014015 Ratna Juita S. H1K014034 Shift : 1 Asisten : Ayu Alfizatun Nikmah KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan ini. Dalam laporan ini kami menjelaskan mengenai Laporan Praktikum Biologi Perikanan. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Perikanan. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sangat berperan penting dalam proses kegiatan praktikum ini, terutama pada Dosen Pengampu yang sekaligus menjadi dosen mata kuliah Biologi Perikanan Ir. Sri Marnani, M.Si, yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada kami. Tak  lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman sekalian yang telah membantu saat praktikum berlangsung. Kami sadar tanpa dukungan dari semua pihak, kami tidak akan mampu menyusun laporan ini dengan maksimal. Akhirnya, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami menyadari bahwa pembuatan laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan dari pembaca terhadap laporan praktikum yang telah kami buat. Purwokerto, 7 Desember 2015 Penyusun LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERIKANAN Disusun oleh kelompok 15: Nurul Hidayah H1G014013 Afief Achyad Kurniadi H1H014011 Laela Yunita Sari H1H014026 Satrio Haryu Wibowo H1H014046 Damar Lazuardy R. H1K014015 Ratna Juita S. H1K014034 Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Responsi Praktikum Mata Kuliah Biologi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Purwokerto, 7 Desember 2015 Mengetahui, Dosen Pengampu Koordinator Asisten Ir. Sri Marnani, M.Si Rizky Robbyanica Paing NIP. 19610205 198603 2 001 NIM. H1H012048 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i LEMBAR PENGESAHAN ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR v DAFTAR TABEL vi DAFTAR LAMPIRAN vii ACARA I PERTUMBUHAN 1 I. PENDAHULUAN 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 3 III. MATERI DAN METODE 8 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 10 V. KESIMPULAN DAN SARAN 14 DAFTAR PUSTAKA 15 ACARA II PERBEDAAN JANTAN DAN BETINA 21 I. PENDAHULUAN 22 II. TINJAUAN PUSTAKA 23 III. MATERI DANMETODE 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 V. KESIMPULAN DAN SARAN 30 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 31 ACARA III STUDI ISI ALAT PENCERNAAN DAN DERAJAT KEPENUHAN LAMBUNG 33 I. PENDAHULUAN 34 II. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. MATERI DAN METODE 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 39 V. KESIMPULAN DAN SARAN 42 DAFTAR PUSTAKA 43 ACARA IV PENGAMATAN GONAD 49 I. PENDAHULUAN.............................................................................................. 50 II. TINJAUAN PUSTAKA 51 III. MATERI DAN METODE 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 53 V. KESIMPULAN DAN SARAN 58 DAFTAR PUSTAKA 59 ACARA V FEKUNDITAS 64 I. PENDAHULUAN 65 II. TINJAUAN PUSTAKA 66 III. MATERI DAN METODE 68 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 69 V. KESIMPULAN DAN SARAN 71 DAFTAR PUSTAKA 72 ACARA VI TELUR 74 I. PENDAHULUAN 75 II. TINJAUAN PUSTAKA 77 III. MATERI DAN METODE 81 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 82 V. KESIMPULAN DAN SARAN 86 DAFTAR PUSTAKA 87 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Ikan Barakuda (Sphyraena barracuda) 3 Gambar 2. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 5 Gambar 3. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) 6 Gambar 4. Morfologi Ikan Nilem Jantan 34 Gambar 5. Morfologi Ikan Nilem Betina 34 Gambar 6. Anatomi Ikan Nilem Jantan 34 Gambar 7. Anatomi Ikan Nilem Betina 34 Gambar 8. Calothrix 46 Gambar 9. Astasia klebsii 46 Gambar 10. Lacrymaria sp. 46 Gambar 11. Navicula insuta 46 Gambar 12. Synedra ulna 47 Gambar 13. Bentuk Telur Bulat 91 Gambar 14. Bentuk Telur Tidak Beraturan 91 Gambar 15. Bentuk Telur Oval 91 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Data Hubungan Panjang dan Berat Ikan Barakuda ( Sphyraena barracuda ), Ikan Kembung ( Rastrelliger sp. ) dan Ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ) 10 Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Baracuda (Sphyraena barracuda) 18 Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) 19 Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) 20 Tabel 5. Data Pengamatan Jantan dan Betina ( Perbedaan secara Morfologi ) 28 Tabel 6. Data Pengamatan Jantan dan Betina ( Perbedaan secara Anatomi) 29 Tabel 7. Hasil Pakan Alami ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ) 41 Tabel 8. Pengamatan DKL lambung ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) 41 Tabel 9. Data Hasil Pengamatan Gonad Ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) 55 Tabel 10. Ciri-ciri Tingkat Kematangan Gonad Modifikasi Cassie 57 Tabel 11. Data Hasil Pengamatan Fekunditas Ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) 71 Tabel 12. Hasil Pengamatan Pengawetan Telur Dengan Larutan Formalin 84 Tabel 13. Hasil Pengamatan Pengawetan Telur Dengan Pendinginan 84 Tabel 14. Hasil Pengamatan Pengawetan Telur Dengan Larutan Gilson 85 DAFTAR LAMPIRAN Halaman LAMPIRAN 1 18 LAMPIRAN 2 34 LAMPIRAN 3 46 LAMPIRAN 4 62 LAMPIRAN 5 75 LAMPIRAN 6 91 ACARA I PERTUMBUHAN Disusun Oleh: Kelompok 15 Nurul Hidayah H1G014013 Afief Achyad Kurniadi H1H014011 Laela Yunita Sari H1H014026 Satrio Haryu Wibowo H1H014046 Damar Lazuardy R. H1K014015 Ratna Juita S. H1K014034 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO 2015 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan secara etimologis, yang berasal dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, pertumbuhan berasal dari kata tumbuh yang berarti tambah besar atau sempurna. Sedangkan secara terminologis, pertumbuhan berarti perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat dalam perjalanan waktu tertentu ( Ikalor, 2013 ). Selain itu pertumbuhan merupakan suatu proses pertambahan ukuran, baik volume, bobot, dan jumlah sel yang bersifat irreversible ( tidak dapat kembali ke asal ). Sedangkan perkembangan adalah perubahan atau diferensiasi sel menuju keadaan yang lebih dewasa. Pertumbuhan memiliki arti yang sangat penting bagi suatu makhluk hidup. Misalnya pada manusia, dengan tumbuh dan berkembang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dan melestarikan keturunannya, begitu pula dengan hewan ( Syamsussabri, 2013 ). Pemeliharaan pertumbuhan ikan dalam kolam dari aspek pertambahan berat serta, pertimbangan anabolisme dan katabolisme, sekarang ini banyak peneliti malakukan pengembangan berkenaan topik ini (Jamu dan Piedrahita, 1995). Selain itu membuat modifikasi pada persamaan diferensial terhadap pertumbuhan ikan dengan menambahkan koefisien kualitas makanan (q) sebagai parameter faktor yang berpengaruh pada pemasukan energi (energi asimilasi) atau anabolisme dalam sebuat kolam air tawar (Wijaya, 2015). Pengukuran pertumbuhan dilakukan sebagai bentuk antisipasi, maka penelitian mana?terkait umur dan pertumbuhan ikan dapat memberikan informasi tentang produksi suatu jenis ikan (Effendie, 1997 dan Tesch, 1971 dalam Syahrir, 2013). Hal ini juga sangat penting sebagai dasar informasi guna pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan (Lagler. et al. 1977 dalam Syahrir, 2013). Namun, hal ini harus berada pada pengawasan pihak yang berwenang, agar adanya kontrol terhadap pengelolaah sumberdaya perikanan. Tujuan Praktikum kali ini bertujuan untuk : Untuk mengetahui tipe pertumbuhan ikan berdasarkan ukuran panjang dan berat. Menghitung faktor kondisi. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Barakuda ( Sphyraena barracuda ) Barakuda adalah ikan dalam kelas Actinopterygii yang dikenal berwujud menyeramkan dan berukuran tubuh besar, yaitu sampai panjang enam kaki dan lebar satu kaki ( Humann dan Deloach, 2002 ). Tubuhnya panjang dan ditutupi oleh sisik yang halus. Ikan ini dapat ditemukan di samudra tropis dan subtropis di seluruh dunia. Barakuda adalah anggota genus Sphyraena, satu satunya genus dalam familia Sphyraenidae. Ikan Barakuda ini termasuk kedalam ikan pelagis besar yang memiliki dimensi panjang total 90-120 cm dan dapat mencapai panjang maksimum hingga 180-200 cm ( Mojeta 1992 ). Berat maksimum yang pernah terukur adalah 48 kg ( Bailey, et.al., 2001 ). Klasifikasi dari ikan Barakuda adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo\ : Perciformes Famili : Sphyraenidae Genus : Sphyraena Spesies : Sphyraena barracuda ( Linnaeus 1758 ) http://www.photolib.noaa.gov/htmls/reef2567.htm Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 1. Ikan Barakuda (Sphyraena barracuda) Ikan Barakuda memiliki morfologi, yaitu tubuhnya panjang dan ditutupi sisik halus, tipe sisik yang dimiliki ikan ini adalah ctenoid. Sisik ctenoid berarti sisiknya mempunyai bentuk dengan tambahan gerigi pada posteriornya. Letak mulutnya adalah tipe superior, yaitu mulut bagian bawah melebihi hidung ikan tersebut dan bentuk serta ekor ikan Barakuda adalah forked. Selain itu, ikan Barakuda memiliki duri punggung 6, duri punggung lunak 9, duri dubur 1 dan sirip dubur lunak 10. Ikan Barakuda dibedakan oleh 2 sirip ekor emarginate dengan ujung yang pucat pada setiap lobus dan juga terdapat bercak hitam yang tersebar di sisi bawah. Bagian atas kepala antara mata yang datar atau cekung dan memiliki mulut yang besar ( Smith, 1997 ). Ikan Kembung ( Rastrelliger kanagurta ) Kembung adalah nama sekelompok ikan laut yang tergolong ke dalam marga Rastrelliger, suku Scombridae. Meskipun bertubuh kecil, ikan ini masih sekerabat dengan tenggiri, tongkol, tuna, madidihang dan mekerel. Di Ambon, ikan ini dikenal dengan nama lema atau tatare, sedangkan di Makssar disebut banyar atau banyara. Ikan ini dianggap sebagai salah satu ikan ekonomi penting, karena termasuk ikan pelagis kecil sehingga terhitung sebagai komoditas yang cukup penting bagi nelayan ( Suruwaky dan Gunaisah, 2013 ). Ikan ini termasuk salah satu ikan yang ekonomis penting di Malaysia. Harga jual yang rendah, ketersediaan di alam yang melimpah, hal tersebut menjadi alasan utama ikan ini populer di Malaysia (Amin, 2014). Genus Rastrelliger yang diakui terdiri dari 3 spesies. Spesies yang diakui antara lain, Rastrelliger kanagurta, Rastrelliger brachysoma dan Faughni Rastrelliger. Ikan-ikan tersebut adalah ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dan juga ikan pelagis kecil di wilayah tropis. Spesies Rastrelliger brachysoma tersebar di wilayah pesisir dekat pantai Malaysia sedangkan Rastrelliger kanagurta dan Rastrelliger faughni terletak di arah laut ( Jamaluddin, et.al., 2010 ). Ikan Indian Makarel atau Rastrelliger kanagurta, menurut beberapa referensi lainnya spesies ini biasanya tersebar di Lautan India dan bagian barat dari Samudra Pasifik. Hal ini menunjukkan bahwa ikan ini memiliki nilai ekonomis penting dimana ikan Kembung ini sebagai sumber protein yang murah dan juga bisa digunakan untuk umpan ( Amin, et.al., 2015 ). Klasifikasi dari ikan Kembung ini antara lain adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Scombridae Genus : Rastrelliger Spesies : Rastrelliger kanagurta ( Saanin, 1984 ) https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/3c/Rastrel_kanag_121019-29193_tdp.JPG Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 2. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) Ikan Kembung atau Rastrelliger sp.memiliki ciri-ciri morfologi, yaitu memiliki rahang, tubuh bilateral simetris yaitu compressed, mulutnya terminal dan memiliki tutup insang. Ikan Kembung juga memiliki linea lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah ( dirhinous ), bersisik dan ikan Kembung juga memiliki satu buah sirip punggung, dua buah sirip perut yang sejajar dengan sirip dada ( Thoracic ), pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak ( Forked ). Selain itu ikan Kembung juga terdapat caudal scute ( Jones, et.al., 2012 ). Ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ) Ikan Nilem, nilem mangut atau melem adalah sejenis ikan air tawar anggota dari suku Cyprinidae. Ikan herbivora ini diketahui menyebar di Asia Tenggara antara lain Tonkin, Siam ( Thailand ), Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatra dan Jawa (Saanin, 1984). Ikan Nilem merupakan ikan budidaya untuk konsumsi, terutama di daerah Jawa. Selain itu menurut beberapa referensi lainnya, ikan Nilem dikenal dengan nama lehat, regis, milem, muntu, palung, palau, pawas, puyau, asang, penopa dan karper ( Saanin, 1984 ). Ikan ini selain berada di Kalimantan, Sumatra dan Jawa, juga berada di Sulawesi ( Djajadiredja, 1997 ). Klasifikasi ikan nilem adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus hasselti ( Saanin, 1984 ) Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 3. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Morfologi dari ikan nilem, ikan nilem mempunyai bentuk tubuh pipih, mulut dapat disembulkan. Posisi mulut terletak di ujung hidung ( terminal ). Posisi sirip perut terletak di belakang sirip dada ( abdominal ). Ikan nilem tergolong bersisik lingkaran yang disebut sikloid. Rahang atas sama panjang atau lebih panjang dari diameter mata, sedangkan sungut moncong lebih pendek daripada panjang kepala. Permulaan sirip punggung berhadapan dengan sisik garis rusuk ke-8 sampai ke-10. Bentuk sirip dubur agak tegak, permulaan sirip dubur berhadapan dengan sisik garis rusuk ke-22 atau ke-23 di belakang jari-jari sirip punggung terakhir. Sirip perut dan sirip dada hampir sama panjang. Permulaan sirip perut dipisahkan oleh 4 – 4 1/2 sisik dari sisik garis rusuk ke-10 sampai ke-12. Sirip perut tidak mencapai dubur. Sirip ekor bercagak. Tinggi batang ekor hampir sama dengan panjang batang ekor dan dikelilingi oleh 16 sisik ( Weber dan Beaufort 1916 ). Menurut Hardjamulia (1979) ikan nilem berdasarkan warna sisiknya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu ikan nilem yang berwarna coklat kehitaman (ikan nilem yang berwarna coklat hijau pada punggungnya dan terang di bagian perut) dan ikan nilem merah (ikan nilem yang berwarna merah atau kemerah-merahan pada bagian punggungnya dan pada bagian perut agak terang) ( Hardjamulia, 1979 ). Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu : bobot tubuh, sex, umur, kesuburan, kesehatan, pergerakan, aklimasi, aktivitas biomassa, dan konsumsi oksigen. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik terdiri dari tekanan, suhu, salinitas, kandungan oksigen air, buangan metabolit (CO2, NH3), pH, cahaya, musim. Faktor nutrisi termasuk faktor biotik yang meliputi ketersediaan pakan, komposisi pakan, kecernaan pakan, dan kompetisi pengambilan pakan. Diantara faktor-faktor tersebut, nutrisi merupakan faktor pengontrol, dan ukuran ikan mempengaruhi potensi tumbuh suatu individu. Sedangkan suhu air mempengaruhi seluruh kegiatan dan proses kehidupan ikan yang meliputi pernafasan, reproduksi, dan pertumbuhan. Jika suhu air meningkat (sampai batas tertentu), maka laju metabolisme meningkat yang pada gilirannya meningkatkan konsumsi dan pertumbuhan ikan ( Hoar et al., 1979 ). Macam - Macam Pertumbuhan Pertumbuhan diukur melalui pertumbuhan panjang dan berat ikan. Dalam suatu pengukuran kedua besaran tersebut, terdapat adanya nilai b yang ikut menentukan dalam pengukuran tersebut. Nilai b tersebut akan menunjukkan pola pertumbuhan ikan. Pola pertumbuhan jenis ikan bersifat allometrik positif, terlihat dari nilai b yang lebih besar dari 3 (b>3). Sifat pertumbuhan allometrik positif memberi arti bahwa, indikasi pertumbuhan panjang lebih lambat dibandingkan pertumbuhan bobot ikan. Pertumbuhan allometrik negatif memiliki nilai b kurang dari 3 (b < 3) artinya, pertumbuhan ikan cenderung pertumbuhan bobotnya lebih lambat dibandingkan pertumbuhan panjang, sedangkan untuk pertumbuhan isometrik memiliki nilai b sama dengan 3 (b=3), sehingga dapat dinyatakan pertumbuhan panjang sebanding dengan pertumbuhan bobotnya. Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan kelompok ukuran yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan ( Syahrir, 2013). MATERI DAN METODE Materi Alat Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu timbangan, penggaris plastik / milimeter blok, dan baki preparat. Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu Ikan Nilem, Ikan Kembung, dan Ikan Bara Kuda. Metode Metode yang digunakan pada praktikum Acara Pertumbuhan ini yaitu pertama, panjang total (cm) ikan diukur, ditimbang beratnya (gram), kemudian data dimasukkan ke dalam tabel yang telah disediakan, lalu dihitung log-nya. Kedua, hubungan panjang berat dihitung dengan rumus berikut, W = a L b (a dan b konstan) Log W = Log a + b Log L Kemudian, dari persamaan tesebut dapat ditentukan nilai a, sedangkan W dan L sudah diketahui. Berikut cara Log a dicari, Nilai b ditentukan dengan rumus berikut, Ketiga, berdasarkan perhitungan di atas, tipe pertumbuhan ditentukan berdasarkan nilai b. Masing-masing nilai b ditafsirkan antara lain allometrik positif dengan nilai b kurang dari 3 (b<3) ditafsirkan sebagai pertambahan panjang ikan tersebut lebih cepat pertambahan beratnya. Kemudian, isometrik dengan nilai b sama dengan 3 (b=3) ditafsiran sebagai pertambahan panjang ikan dan pertambahan beratnya seimbang. Sedangkan allometrik positif dengan nilai b lebih dari 3 (b>3) ditafsirkan dengan pertambahan panjang ikan tidak secepat pertambahan beratnya. Pertambahan panjang yang seimbang disebut isometrik dan pertumbuhan yang tidak seimbang disebut allometrik. Prosedur yang keempat yaitu dihitungnya faktor kondisi ikan dnegan rumus sebagai berikut, Di mana W merupakan berat rata-rata ikan yang sebenarnya yang terdapat dalam kelasnya (gram) dan L merupakan panjang rata-rata ikan yang akan dalam kelas tersebut (mm). Kemudian prosedur kelima yaitu dibuat daftar yang tersusun dari harga-harga L, Log L, W, Log W, Log L x Log W, dan (Log L)2. Daftar ini dibuat dengan keterangan L adalah panjang ikan dan W adalah berat ikan. Waktu dan Tempat Waktu : Pukul 08.00 wib Tempat: Laboratorium Pemanfaatan Sumber Daya Perairan Fakuktas Perikanan dan Ilmu Kelautan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 1. Data Hubungan Panjang dan Berat Ikan Barakuda ( Sphyraena barracuda ), Ikan Kembung ( Rastrelliger sp. ) dan Ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ) No. Nama Ikan Log a b F 1. Ikan Barakuda ( Sphyraena barracuda ) -1,40057 2,351378 488,5216 2. Ikan Kembung ( Rastrelliger sp. ) 1,992847 -0,11694 421,6984 3. Ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ) 1,485598 0,19874 842,5561 Grafik 1. Nilai Log a Grafik 2. Nilai b Grafik 3. Nilai Faktor Kondisi Pembahasan Hubungan panjang berat memiliki hubungan dengan pertumbuhan dan juga kondisi ikan, analisa hubungan panjang berat dimaksudkan untuk mengukur variasi berat – panjang tertentu dari ikan secara individu atau kelompok – kelompok individiu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, perkembangan gonad dan sebagainya. Hubungan panjang – berat yaitu dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering isebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu derivat penting dari pertumbuhan untuk membandingkan konisi ( fitness, well-being ) atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau invidu tertentu ( Merta, 1993 ). Hubungan panjang dan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda (Effendi, 2002). Perbedaan nilai b pada ikan tidak saja antara populasi yang berbeda dari spesies yang sama, tetapi juga antara populasi yang sama pada tahun – tahun yang berbeda yang barangkali dapat diasosiasikan dengan kondisi nutrisi mereka. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh faktor ekologis dan biologis. ( Ricker, 1975 ). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam merupakan faktor yang sulit dikontrol, yang termasuk dalam faktor ini yaitu keturunan, sex (jenis kelamin atau reproduksi), hormon, umur, parasit, dan penyakit. Sedangkan faktor luar merupakan faktor yang mudah dikontrol, yang termasuk dalam faktor ini yaitu makanan dan kualitas air / lingkungan (suhu, oksigen, dan lain-lain). Selain itu¸ zat hara yang meliputi makanan, air, dan oksigen menyediakan bahan mentah bagi pertumbuhan, gen mengatur pengolahan bahan tersebut, dan hormon mempercepat pengolahan serta merangsang gen (Fujaya, 1999). Faktor-faktor yang efektif mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu temperatur, ukuran, dan konsumsi makanan. Faktor-faktor ini tidak akan dapat terpisahkan karena akan terus berdampingan dengan terjadinya pertumbuhan. Selain itu, satu faktor dapat mempengaruhi faktor yang lainnya. Tetapi, kita dapat membuat pertumbuhan ikan menjadi optimal dengan mngetahui bagaiman faktor-faktor yang menpengaruhi pertumbuhan pada ikan yang dituju (Wijaya, 2015). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil berupa jenis pertumbuhan ikan barakuda (Sphyraena barracuda), ikan kembung (Rastrelliger sp.) dan ikan nilem (Osteochilus hasselti). Jenis pertumbuhan ikan barakuda adalah alometrik negatif, dan ikan nilem jenis pertumbuhannya alometrik negatif. Menurut Sutoyo ( 2009 ), Jenis pertumbuhan ikan dapat dibagi menjadi 2 yaitu pertumbuhan isometric, pertumbuhan yang menyatakan bahwa apabila nilai b sama dengan 3 yang menunjukan bahwa pertumbuhan ikan seimbang dan pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya dan pertumbuhan allometrik yaitu pertumbuhan yang menyatakan apabia nilai b lebih besar atau lebih kecil dari 3. Jika nilai b kurang dari 3 menunjukan pertambahan panjangnya lebih cepat dari pertambahan beratnya disebut juga alometrik negatif dan apabila nilai b lebih besar dari 3 menunjukan pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjangnya disebut allometrik positif. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dari ikan air tawar maupun laut tidak memiliki perbedaan, karena pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Ikan nilem jenis pertumbuhannya adalah alometrik negatif, begitu juga dengan ikan barakuda yang memiliki jenis pertumbuhan alometrik negatif ( Sutoyo, 2009 ). Hubungan panjang dan berat antara ikan laut dan juga ikan air tawar pada praktikum kali ini adalah ikan air laut; ikan Barakuda (Sphyraena barracuda) dan ikan Kembung (Rastrelliger sp.). Ikan air tawar yang digunakan adalah ikan Nilem (Osteochilus hasselti). Berdasarkan hasil yang telah didapatkan bahwa ikan laut tersebut memiliki nilai b kurang dari 3 yang berarti allometrik negatif, yaitu pertambahan panjangnya lebih cepat dari beratnya. Begitu juga dengan ikan air tawar yang memiliki nilai b kurang dari 3. Hal ini juga menunjukkan tidak ada perbedaan antara keduanya. Hal ini sesuai dengan referensi yang mengatakan bahwa data panjang dan berat dapat juga menggambarkan petunjuk penting tentang perubahan iklim dan lingkungan. Dikatakan juga bahwa dalam pengukuran tersebut nantinya akan diperoleh nilai b, yang ikut menentukan seimbang tidaknya antara berat dan panjang ikan. Dimana nilai b yang mungkin muncul adalah b<”3”, b="3", b>”3” (Effendie, 2002). Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan secara kualitas, dimana perhitungannya didasarkan pada panjang dan berat ikan. Faktor kondisi atau indeks ponderal dan sering disebut faktor K yang merupakan hal yang penting dari pertumbuhan ikan, karena faktor kondisi dapat digunakan untuk menganalisis populasi. Beragamnya faktor kondisi disebabkan oleh pengaruh makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonadnya (Effendie, 2002). Faktor kondisi (FK) menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Selama dalam pertumbuhan tiap pertambahan berat material ikan akan bertambah panjang dimana perbandingan liniearnya akan tetap. Hal ini dianggap bahwa berat ikan yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjang dan berlaku untuk ikan kecil atau besar. Jika terdapat perubahan berat tanpa diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya akan menyebabkan perubahan nilai perbandingan tersebut (Sutoyo, 2009). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini yaitu : Pertumbuhan ikan dapat ditentukan dengan pengukuran terhadap panjang dan beratnya, kemudian hasil pengukuran dimasukkan ke dalam persamaan sehingga didapat nilai b. Ikan Barakuda (Sphyraena barracuda) memiliki nilai b sebesar 2,351378 (alometrik negatif), Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) memilki nilai b sebesar -0,11694, dan ikan Nilem (Osteochilus hasselti) memiliki nilai b sebesar 0,19874 (alometrik negatif). Faktor kondisi dapat ditentukan melalui perhitungan berat rata-rata dan panjang rata-rata ikan. Faktor kondisi tiap ikan yaitu untuk ikan Barakuda (Sphyraena barracuda) 488,5216, ikan Kembung (Rastrelliger sp.) 421,6984, ikan Nilem (Osteochilus hasselti) 842,5561. Saran Melakukan pengukuran dan perhitungan panjang berat ikan haruslah hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan data. Selain itu, dalam melakukan input data juga haruslah hati-hati agar hasil yang didapat sesuai dengan kondisi sebenarnya. DAFTAR PUSTAKA Amin, M. A., Manal M Sabrah, Azza A El-Ganainy, dan Aly Y EL – Sayed. 2015. Population structure of Indian mackerel, Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816), from the Suez Bay, Gulf of Suez. Egypt International Journal of Fisheries and Aquatic Studies. 3(1): 68-74. Amin, S. M. N., Mohd Azim, M. K., Fatinah, S. N. J., Arshad, A., Rahman, M. A. dan Jalal, K. C. A. 2014. Population Parameters of Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) in the Marudu Bay, Sabah, Malaysia. Iranian Journal of Fisheries Sciences. 13(2):262-275. Bailey J, P Gathercole, T Housby, D Moss, B Vaughan, P Williams. 2001. The new encyclopedia of fishing. The complete guide to the fish, tackle, techniques of fresh and saltwater anglin. London: Design Revolution, Ltd. Hlm: 162 – 163. Djajadiredja, R. S. 1997. Buku Pedoman Pengenalan Perikanan Darat. Kajian I. Dirjen Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Effendie. M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hal. Fujaya, Y. 1999. Fisiologi ikan. Rineka Cipta. Jakarta. Hardjamulia, A. 1979. Budidaya Ikan Introduksi. Departemen Pertanian. Balai Latihan Pendidikan dan Penyuluhan. SUPM Bogor. 49 hal. Hoar, W.S., D.J. Randall, dn J.R. Brett. 1979. Fish Physiology. Vol VIII. Ed. Bioenergetic and Growth. Academc Press. Inc. 786 hal. Humann, P.; Deloach, N. 2002. Reef Fish Identification, Florida, Caribbean, Bahamas, 3rd edition. Jacksonville, Florida. New World Publications, Inc. USA. page 64. Ikalor, A. 2013. Pertumbuhan dan Perkembangan. Jurnal Pertumbuhan dan Perkembangan. 7 (1) : 1-6. Jamaluddin J. A. F., Abu Talib Ahmad, Samsudin Basir, Masazurah Abdul Rahim dan Siti Azizah Mohd Nor. 2010. Rastrelliger systematics inferred from mitochondrial cytochrome b sequences. African Journal of Biotechnology. 9 (21), pp. 3063-3067. Jamu, D.M. and R.H. Piedrahita, 1995. Aquaculture pond modeling for the analysis of integrated Aquaculture/agriculture systems. In: H. Egna, B. Goetze, D. Burke, M. McNamara, and D. Clair (Editors), Thirteenth Annual Technical Report, Pond Dynamics/Aquaculture CRSP, Office of International Research and Development, Oregon State University, Corvallis, Oregon, USA, pp. 142-147. Jones, Rosa Jr, Fischer dan Whitehead, eds. 2012. Species Identification Sheets. Eastern Indian Ocean/Western Central Pacific. USA. Merta, I.G.S. 1993.Hubungan panjang-berat dan faktor kondisi ikan lemuru, Sardinella lemuru Bleeker, 1853 dari perairan Selat Bali. Jurnal Penelitian Perairan Laut. 73 : 35-44. Mojeta A. 1992. Simon and schluster’s guide to saltwater fish and fishing by Angelo Mojeta. Fireside. New York. 255 Hlm. Ricker, W.E. 1975. Computation and interpretation of biological statistics of fish populations. Fish. Res. Bd. Can. Bull. 191: 382 pp. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta. Smith, C.L., 1997. National Audubon Society field guide to tropical marine fishes of the Caribbean, the Gulf of Mexico, Florida, the Bahamas, and Bermuda. Alfred A. Knopf, Inc. New York. 720 p. Suruwaky, A. M. dan Gunaisah M. 2013. Identifikasi Tingkat Eksploitasi Sumber Daya Ikan Kembung Lelaki ( Rastrelliger kanagurta ) Ditinjau dari hubungan panjang berat. Jurnal Akuatika. 4 (2) : 131-140. Sutoyo, 2009. Anatomi Komparativa. Penerbit Alumni. Bandung. Syahrir, R. M. 2013. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan di Perairan Pedalaman Kabupaten Kuta Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 18 (2). Syamsussabri, M. 2013. Konsep Dasar Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik. Jurnal Perkembangan Peserta Didik. 1 (1): 1-8. Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1916. The Fishes of The Indo-Australian Archipelago III:131-133 (sebagai Osteochilus vittatus) dan 135-136 (Osteochilus hasseltii). E.J. Brill. Leiden. Wijaya, B. T., Darti, I., Widodo, A. 2015. Fish Growth Model with Feed Quality Factor in Wastewater Oxidation Pond. International Journal Science and Technology. 4(3). LAMPIRAN SEQ Lampiran \* ARABIC 1 No Ikan L Log L W Log W Log L x Log W (Log L)2 1 Baracuda 1 25,5 1,40654018 80 1,903089987 2,676772534 1,978355279 2 Baracuda 2 26,5 1,423245874 83 1,919078092 2,731319977 2,025628818 3 Baracuda 3 26,5 1,423245874 91 1,959041392 2,788197578 2,025628818 4 Baracuda 4 27,5 1,439332694 99 1,995635195 2,872382981 2,071678604 5 Baracuda 5 24,5 1,389166084 73 1,86332286 2,588464922 1,92978241 6 Baracuda 6 24,5 1,389166084 87 1,939519253 2,694314366 1,92978241 7 Baracuda 7 25,8 1,411619706 82 1,913813852 2,701577348 1,992670194 8 Baracuda 8 25,1 1,399673721 77 1,886490725 2,640471494 1,959086527 9 Baracuda 9 25,7 1,409933123 82 1,913813852 2,698349542 1,987911412 10 Baracuda 10 24,1 1,382017043 61 1,785329835 2,467356259 1,909971106 11 Baracuda 11 25,6 1,408239965 80 1,903089987 2,680007377 1,9831398 12 Baracuda 12 25,7 1,409933123 80 1,903089987 2,683229609 1,987911412 13 Baracuda 13 24,6 1,390935107 79 1,897627091 2,639476141 1,934700472 Jumlah ( ∑ ) 25,50769 18,28304858 81,07692  24,78294211 34,86192013 25,71624726 Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 2. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Baracuda (Sphyraena barracuda) Data Perhitungan : Log a = = = -1,40057 b = = = 2,351378, Jadi nilai b < 3, maka pertambahan panjang ikan barakuda lebih cepat dari pertambahan beratnya F = = = 488,5216 Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 3. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) No Ikan L Log L W Log W Log L x Log W (Log L)2 1 Kembung 1 19,5 1,290034611 84 1,924279286 2,482386881 1,664189299 2 Kembung 2 20 1,301029996 76 1,880813592 2,4469949 1,69267905 3 Kembung 3 19 1,278753601 67 1,826074803 2,33509973 1,635210772 4 Kembung 4 18,5 1,267171728 58 1,763427994 2,234566099 1,605724189 5 Kembung 5 20 1,301029996 79 1,897627091 2,468869766 1,69267905 6 Kembung 6 20 1,301029996 69 1,838849091 2,392397825 1,69267905 7 Kembung 7 19 1,278753601 61 1,785329835 2,282996955 1,635210772 8 Kembung 8 18,7 1,271841607 61 1,785329835 2,270656766 1,617581072 9 Kembung 9 19,3 1,285557309 75 1,875061263 2,410498712 1,652657595 10 Kembung 10 18,2 1,260071388 59 1,770852012 2,231399952 1,587779903 11 Kembung 11 19,1 1,281033367 64 1,806179974 2,313776814 1,641046488 12 Kembung 12 20,7 1,315970345 78 1,892094603 2,489940388 1,73177795 13 Kembung 13 19,1 1,281033367 89 1,949390007 2,497233644 1,641046488 14 Kembung 14 18,3 1,26245109 54 1,73239376 2,18706239 1,593782754 15 Kembung 15 21,1 1,324282455 103 2,012837225 2,665565022 1,753724021 16 Kembung 16 37 1,568201724 61 1,785329835 2,799757325 2,459256647 17 Kembung 17 35 1,544068044 49 1,69019608 2,609777756 2,384146126 18 Kembung 18 37 1,568201724 65 1,812913357 2,843013851 2,459256647 19 Kembung 19 42 1,62324929 87 1,939519253 3,148323251 2,634938259 20 Kembung 20 35 1,544068044 52 1,716003344 2,649625927 2,384146126 21 Kembung 21 57 1,755874856 61 1,785329835 3,134815766 3,083096509 Jumlah ( ∑ ) 25,40476 28,90370814 69,14286 38,46983207 52,89475972 40,24260877 Data Perhitungan : Log a = = = 1,992847 b = = = -0,11694, Jadi nilai b <3 tetapi juga < 0. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kesalahan pada saat perhitungan baik panjangnya maupun beratnya. F = = = 421,6984 Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 4. Data Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) No Ikan L Log L W Log W Log L x Log W (Log L)2 1 Nilem 1 12,5 1,096910013 42 1,62324929 1,7805584 1,203211577 2 Nilem 2 16,3 1,212187604 49 1,69019608 2,048834737 1,469398788 3 Nilem 3 19,6 1,292256071 94 1,973127854 2,549786448 1,669925754 4 Nilem 4 14,5 1,161368002 38 1,579783597 1,83471012 1,348775637 5 Nilem 5 16,7 1,222716471 57 1,755874856 2,146937107 1,495035569 6 Nilem 6 15,5 1,190331698 56 1,748188027 2,080923623 1,416889552 7 Nilem 7 14 1,146128036 36 1,556302501 1,783721928 1,313609474 8 Nilem 8 15 1,176091259 58 1,763427994 2,073952249 1,38319065 9 Nilem 9 14,1 1,149219113 44 1,643452676 1,888687227 1,320704569 10 Nilem 10 18,5 1,267171728 101 2,004321374 2,539819379 1,605724189 11 Nilem 11 18 1,255272505 83 1,919078092 2,408965965 1,575709062 12 Nilem 12 14,5 1,161368002 47 1,672097858 1,941920949 1,348775637 13 Nilem 13 15,5 1,190331698 60 1,77815125 2,116589797 1,416889552 14 Nilem 14 14 1,146128036 35 1,544068044 1,769699675 1,313609474 15 Nilem 15 15,2 1,181843588 43 1,633468456 1,93050422 1,396754266 16 Nilem 16 18,2 1,260071388 81 1,908485019 2,404827367 1,587779903 17 Nilem 17 17,8 1,250420002 74 1,86923172 2,337324731 1,563550182 18 Nilem 18 17,5 1,243038049 75 1,875061263 2,330772494 1,54514359 19 Nilem 19 16,1 1,206825876 51 1,707570176 2,060739874 1,456428695 20 Nilem 20 15,6 1,193124598 53 1,72427587 2,057275954 1,423546307 21 Nilem 21 14,4 1,158362492 42 1,62324929 1,880311093 1,341803663 22 Nilem 22 17,2 1,235528447 61 1,785329835 2,205825798 1,526530543 23 Nilem 23 15 1,176091259 38 1,579783597 1,857969679 1,38319065 24 Nilem 24 19,2 1,283301229 91 1,959041392 2,514040226 1,646862044 25 Nilem 25 18,2 1,260071388 71 1,851258349 2,332717677 1,587779903 26 Nilem 26 17,1 1,23299611 59 1,770852012 2,183453642 1,520279408 27 Nilem 27 16,9 1,227886705 53 1,72427587 2,117215415 1,507705759 28 Nilem 28 16 1,204119983 44 1,643452676 1,978914208 1,449904933 29 Nilem 29 30,05 1,477844476 42 1,62324929 2,398909998 2,184024296 30 Nilem 30 31 1,491361694 47 1,672097858 2,493702694 2,224159702 31 Nilem 31 33 1,51851394 54 1,73239376 2,630664074 2,305884586 32 Nilem 32 36 1,556302501 69 1,838849091 2,861805438 2,422077474 33 Nilem 33 34 1,531478917 64 1,806179974 2,766126551 2,345427673 34 Nilem 34 26 1,414973348 27 1,431363764 2,025341578 2,002149575 Jumlah ( ∑ ) 18,91618 42,77163623 57,02941  59,01078875 74,33355032 54,30243264 Data Perhitungan Log a = = = 1,485598 b = = = 0,19874, Jadi nilai b<3, maka pertambahan panjang ikan nilem lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan beratnya F = = = 842,5561 ACARA II PERBEDAAN JANTAN DAN BETINA Disusun Oleh: Kelompok 15 Nurul Hidayah H1G014013 Afief Achyad Kurniadi H1H014011 Laela Yunita Sari H1H014026 Satrio Haryu Wibowo H1H014046 Damar Lazuardy R. H1K014015 Ratna Juita S. H1K014034 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO 2015 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengetahuan mengenai organ reproduksi ikan merupakan bagian yang sangat penting dalam biologi perikanan. Ikan dapat dilihat sifat seksual primer dan sekundernya. Sifat seksual primer ditandai dengan adanya organ yang berhubungan langsung dengan proses reproduksi seperti testis, dan ovari beserta pembuluh pembuluhnya. Sedangkan sifaat seksual sekunder merupakan tanda tanda diluar sifat seksual primer seperti adanya perbedaan bentuk dan warna (Kadarusman, 2010). Proses penentuan seksual pada ikan memilki variabel dan materi yang rumit serta mekanisme yang beragam diantara spesies ikan yang berbeda. Dalam 30 tahun terakhir, beberapa penelitian mengarah pada tipe gonad, hermaproditisme, penentuan genetik seksual, dan keseringan munculnya steroid seksual paada pembedaan seksual (Mulfizar, 2012). Penelitian yang berfokus pada penentuan seksual ikan penting untuk ekologi dan para peneliti akuakultur, seperti karakter morfometrik yang telah digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi ambang batas pertumbuhan dan dimorfisme seksual di ontogeny dari beberapa spesies ikan yang dibudidayakan maupun di alam, seperti Rutilus rutilus (Kadarusman, 2010). Penentuan perbedaan ini dapat digunakan untuk seleksi betina dalam populasi di ekologi maupun akuakultur. Perbedaan reproduktif seksual dapat diprediksi dari arah dan besarnya seksual dimorfisme dari morfologi eksternal dan internal. Ikan jantan memiliki struktur yang lebih besar yang menambah perolehan kesempatan memijah, sedangkan betina diprediksi memiliki lebih besar organ yang terasosiasi pada produksi telur (Afini, 2014). Mengetahui perbedaan antara jenis kelamin jantan dan betina pada ikan, baik itu hermaprodit, gonokhorisme, ataupun kondisi seks yang normal kita dapat memahami struktur populasi, kita dapat mengkaji analisis stok, yaitu dengan mengartikan sebuah kelompok ikan atau hewan perairan lainya yang dapat diperlakukan sebagai unit tunggal untuk tujuan manajemen ataupun lainnya. Selain itu, dengan kita mempelajari pembedaan jantan dan betina pada ikan kita dapat memprediksi secara dini pengambilan strategi dalam penanganan budidaya (Effendi, 2002). Kami melakukan praktikum pengenalan ikan jantan dan betina bertujuan agar memudahkan kami untuk mengenai ikan jantan dan ikan betina baik secara morfologi ataupun secara anatomi. Tujuan Mahasiswa dapat mengenali perbedaan jenis kelamin jantan dan betina pada ikan secara morfologi dan anatomi. TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Jantan dan Betina Pada prinsipnya, seksualitas pada ikan terdiri dari dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Ikan jantan adalah ikan yang mempunyai organ penghasil sperma, sedangkan ikan betina adalah ikan yang mempunyai organ penghasil telur. Suatu populasi terdiri dari ikan-ikan yang berbeda seksualitasnya, maka populasi tersebut disebut populasi heteroseksual, bila populasi tersebut terdiri dari ikan-ikan betina saja maka disebut monoseksual. Namun, penentuan seksualitas ikan di suatu perairan harus berhati-hati karena secara keseluruhan terdapat bermacam-macam seksualitas ikan mulai dari hermaprodit sinkroni, protandri, protogini, hingga gonokorisme yang berdiferensiasi maupun yang tidak berdiferensiasi. (Pulungan, 2014). Pada kelompok Teleostei terdapat sepasang ovarium yang memanjang dan kompak. Ovarium terdiri dari oogonia dan jaringan penunjang atau stroma. Mereka tergantung pada bagian atas rongga tubuh dengan perantaraan mesovaria, di bawah atau di samping gelembung renang (jika ada. Ukuran dan perkembangannya pada rongga tubuh bervariasi dengan tingkat kematangannya. Pada keadaan matang , ovarium bisa mencapai 70 % dari berat tubuhnya. Sebagian besar pada 98 waktu masih muda warna keputih-putihan dan menjadi kekuning-kuningan pada saat matang. (Robisalmi, 2010). Testes (gonad jantan) bersifat internal dan bentuknya longitudinal, pada umumnya berpasangan. Testes ini bergantung pada bagian atas rongga tubuh dengan perantaraan mesorchium, di bawah atau di samping gelembung gas (jika ada). Mereka tersusun dari folikel-folikel tempat spermatozoa berkembang. Ukuran dan warna gonad bervariasi tergantung pada tingkat kematangannya dengan berat bisa mencapai 12% atau lebih dari bobot tubuhnya. Kebanyakan testes berwarna putih kekuningan dan halus. (Pulungan, 2013). Tipe seksualitas pada ikan ada dua macam, yaitu seksualitas primer dan seksualitas sekunder. Sifat seksualitas primer pada ikan adalah ditandai dengan adanya organ yang berhubungan secara langsung dengan proses reproduksi, yaitu ovarium dan pembuluhnya pada ikan betina dan testis dengan pembuluhnya pada ikan jantan. Tanpa melihat tanda-tanda lain pada ikan akan sukar untuk mengetahi organ seksual primernya. Sedangkan sifat seksualitas sekunder adalah tanda-tanda luar yang dapat dipakai untuk membedakan ikan jantan dan betina. Pada umumnya ikan jantan memiliki warna yang lebih cerah dan menarik daripada ikan betina (Afini, 2014). Pertumbuhan seksual dimorfisme sering ditemukan pada ikan teleostei. Biasanya, pada ukuran dewasa, jantan ditemukan lebih besar daripada betina. Misalnya yang telah diteliti pada banyak jenis, pada salmon seperti Oncorhynchus mykiss, Salmo trutta. Beberapa paper menyebutkan bahwa betina lebih besar dari jantan pada banyak ikan flatfish seperti Limanda limanda, dan turbot, Scophtalmus maximus. Misalnya, menurut Beevi (2012), ikan bonito atau European seabass adalah spesies gonochoristic dengan gonad yang secara seksual tidak berbeda sampai usia 7-12 bulan. Namun, apabila satu spesies ikan dibedakan jantan dan betinanya berdasarkan perbedaan warna, maka ikan itu bersifat seksual dikromatisme. Pada umumnya ikan jantan mempunyai warna yang lebih cerah dan lebih menarik dari pada ikan betina. (Afini, 2014) Tipe seksualitas sekunder dibagi menjadi dua berdasarkan perbedaan sifatnya, yaitu yang bersifat permanen dan yang bersifat sementara. Sifat seksualitas sekunder bersifat Permanen Sifat seksualitas sekunder yang bersifat permanen / tetap, yaitu tanda pembulatan hitam yang dimana tanda ini ada sebelum dan sesudah msim pemijahan. Biasanya tanda seksual itu terdapat positif pada ikan jantan saja, apabila tanda seksual menghilang, tetapi pada ikan betina tidak menunjukan perubahan Sifat seksualitas sekunder bersifat Sementara Sifat seksualitas sekunder yang bersifat sementara hanya muncul pada saat musim pemijahan saja. Misalnya “bripositor” yaitu alat yang dipakai untuk menyalurkan telur ke bivalvia, adanya semacam jerawat diatas kepalanya pada waktu musim pemijahan (Pulungan, 2014). Hermaprodit Hermaprodit adalah keadaan dimana pada satu tubuh individu ditemukan dua jenis gonad, yaitu gonad jantan dan gonad betina (Wiadnya, 2011). Sedangkan yang tidak hermaprodit sering kali juga disebut dengan istilah Gonokoristik. Gonokoristik adalah keadaan dimana pada satu spesies sepanjang hidupnya memiliki jenis kelamin yang sama (Sembiring, 2013). MATERI DANMETODE 3.1. Materi 3.1.1. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum pengenalan jantan dan betina yaitu alat bedah, baki preparat, dan alat tulis 3.1.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum pengenalan jantan dan betina yaitu ikan nilem (Osteochillus hasselti). 3.2. Metode Metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu melihat morfologi dan melihat bagian dalam tubuh ikan. Metode melihat morfologi, mula mula gambar bentuk ikan diamati dan disebutkan bagian bagian tubuh ikan, selanjutnya perbedaan bentuk, warna, dan keberadaan organ reproduksi ikan diamati, dan semua data pengamatan dicatat. Metode kedua, melihat bagian dalam tubuh ikan. Mula mula pembedahan ikan dilakukan, lalu gonadnya diambil dan digambar, untuk gonad yang sudah diamati dimasukkan dalam toples yang tersedia dan diberi air 9 ml formalin 10%, lalu hasil dicatat dan dideskripsikan. 3.3. Waktu dan Tempat Praktikum pengenalan jatan dan betina dilakukan pada tanggal 8 November 2015 di Laboratorium Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Morfologi Dilihat secara morfologi, jenis kelamin dari ikan Nilem yang diamati antara lain sebagai berikut : Ikan ke-1 Jantan Ikan ke-2 Betina Ikan ke-3 Betina Ikan ke-4 Jantan Ikan ke-5 Betina Ikan ke-6 Jantan Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 5. Data Pengamatan Jantan dan Betina ( Perbedaan secara Morfologi ) Jantan Betina Ukuran Kecil Operkulum Kasar Sisik Cerah Ukuran Besar Operkulum Halus Sisik Gelap Anatomi Dilihat secara anatomi, jenis kelamin dari ikan Nilem yang diamati antara lain sebagai berikut : Ikan ke-1 Jantan Ikan ke-2 Belum memiliki gonad ( belum jelas ) Ikan ke-3 Betina Ikan ke-4 Jantan Ikan ke-5 Jantan Ikan ke-6 Jantan Perbedaan ikan Nilem jantan dan betina secara anatomi Jantan : Gonad berwarna putih Betina : Gonad berwarna kekuningan Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 6. Data Pengamatan Jantan dan Betina ( Perbedaan secara Anatomi) Jantan Betina Gonad berwarna kekuningan Gonad berwarna putih Pembahasan Saat melakukan pengamatan secara morfologi, ikan nomor 1, 4, 5, dan 6 memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan ikan nomor 2 dan 3. Selain itu, ikan nomor 2 dan 3 memiliki operculum yang lebih halus dan juga sisik bagian depannya lebih gelap dibandingkan dengan ikan nomor 1, 4, 5 dan 6. Sehingga dugaan kami sementara bahwa ikan nomor 2 dan 3 adalah ikan betina, sedangkan ikan nomor 1, 4, 5 dan 6 adalah ikan jantan. Hal ini kami tentukan berdasarkan referensi yang menyatakan bahwa berdasarkan ciri seksualitas sekunder yang bersifat dikromatisme yaitu ikan dapat dibedakan berdasarkan perbedaan warna, ikan jantan memiliki warna lebih cerah dibandingkan dengan ikan betina (Afini, 2014). Pengamatan selanjutnya kami melakukan pengamatan anatomi pada ikan-ikan yang telah kami amati bagian morfologinya untuk membuktikan bahwa ikan-ikan yang telah kami duga tadi benar-benar tepat jenis kelaminnya. Hasil yang kami dapatkan ketika melakukan pengamatan adalah gonad jantan memiliki warna putih sedangkan gonad betina adalah warna kekuningan. Sehingga dugaan awal kami pada pengamatan morfologi terbukti setelah dilakukan pengamatan anatomi. Karena berdasarkan referensi yang menyatakan bahwa ciri seksualitas primer adalah ditandai dengan adanya organ yang berhubungan secara langsung dengan proses reproduksi, yaitu ovarium dan pembuluhnya pada ikan betina dan testis dengan pembuluhnya pada ikan jantan (Afini, 2014). Ikan nomor 2 ketika dilakukan pengamatan anatomi, tidak terdapat gonad jantan maupun gonad betina di dalam tubuhnya. Hal ini disebabkan karena ukuran ikan tersebut masih terlalu kecil dibandingkan dngan ikan yang lainnya. Dapat disimpulkan bahwa ikan nilem (Ostechilus hasselti) adalah ikan yang bersifat gonokoristik bukan hermaprodit. Karena hermaprodit adalah kondisi dimana pada satu spesies terdapat dua sel kelamin jantan dan betina pada tubuhnya. Sedangkan gonokoristik adalah sebliknya, yaitu keadaan dimana pada satu spesies hanya terdapat satu jenis sel kelamin pada tubuhnya selama daur hidupnya (Wiadnya, 2011). Menurut Wiadnya (2011) macam-macam hermaprodit sebagai berikut : Hermaprodit sinkroni. Apabila dalam gonad individu terdapat sel kelamin betina dan sel kelamin jantan yang dapat masak bersama-sama dan siap untuk dikeluarkan. Ikan hermaprodit jenis ini ada yang dapat mengadakan pembuahan sendiri dengan mengeluarkan telur terlebih dahulu kemudian dibuahi oleh sperma dari individu yang sama, ada juga yang tidak dapat mengadakan pembuahan sendiri. Ikan ini dalam satu kali pemijahan dapat berlaku sebagai jantan dengan mengeluarkan sperma untuk membuahi telur dari ikan yang lain, dapat pula berlaku sebagai betina dengan mengeluarkan telur yang akan dibuahi sperma dari individu lain. Contoh ikan hermaprodit sinkroni yaitu ikan-ikan dari Famili Serranidae. Hermaprodit Portandri. Ikan yang di dalam tubuhnya mempunyai gonad yang mengadakan proses diferensiasi dari fase jantan ke fase betina. Ketika ikan masih muda gonadnya mempunyai daerah ovarium dan daerah testis, tetapi jaringantestis mengisi sebagian besar gonad pada bagian lateroventral. Setelah jaringan testisnya berfungsi dan dapat mengeluarkan sperma, terjadi masa transisi yaitu ovariumnya membesar dan testis mengkerut. Pada ikan yang sudah tua, testis sudah tereduksi sekali sehingga sebagian besar dari gonad diisi oleh jaringan ovarium yang berfungsi, sehingga ikan berubah menjadi fase betina. Contoh ikan-ikan yang termasuk dalam golongan ini antara lain Sparus auratus, Sargus annularis, Lates calcarifer (ikan kakap). Hermaprodit Protogini merupakan keadaan yang sebaliknya dengan hermaprodit protandri. Proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan. Pada beberapa ikan yang termasuk golongan ini sering terjadi sesudah satu kali pemijahan, jaringan ovariumnya mengkerut kemudian jaringan testisnya berkembang. Salah satu spesies ikan di Indonesia yang sudah dikenal termasuk ke dalam golongan hermaprodit protogini ialah ikan belut sawah (Monopterus albus) dan ikan kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina). Pada ikan-ikan yang termasuk ke dalam Famili Labridae, misalnya Halichieres sp. terdapat dua macam jantan yang berbeda. Ikan jantan pertama terlihatnya seperti betina tetapi tetap jantan selama hidupnya, sedangkan jantan yang kedua ialah jantan yang berasal dari perubahan ikan betina. Pada ikan-ikan yang mempunyai dua fase dalam satu siklus hidupnya, pada tiap-tiap fasenya sering didapatkan ada perbedaan baik dalam morfologi maupun warnanya. Keadaan demikian menyebabkan terjadinya kesalahan dalam mendeterminasi ikan itu menjadi dua nama, yang sebenarnya spesies ikan itu sama. Misalnya pada ikan Larbus ossifagus ada dua individu yang berwarna merah dan ada yang berwarna biru. Ternyata ikan yang berwarna merah adalah ikan betina, sedangkan yang berwarna biru adalah ikan jantan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) memiliki ciri seksualitas primer berupa testis pada ikan jantan dan ovum pada ikan betina. Sedangkan untuk ciri seksualitas sekundernya yaitu: Ukuran, ikan jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan ikan betina. Warna, ikan jantan memiliki warna yang lebih cerah dan menarik dibandingkan dengan ikan betinanya. Operculum, ikan jantan memiliki operculum yang lebih kasar dibandingkan dengan ikan betina. Ciri anatominya, gonad jantan berwarna putih sedangkan gonad betina berwarna kekuningan Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) termasuk ikan yang memiliki sifat seksualitas gonokoristik, karena ikan nilem hanya memiliki satu sel kelamin sepanjang hidupnya. Saran Sebaiknya ikan yang disediakan untuk bahan praktikum harus memiliki ukuran yang sama rata, agar tidak ada ikan yang terlalu kecil dan belum memiliki gonad di tubuhnya. DAFTAR PUSTAKA Afini, Irsyah. 2014. Analisis Morfometrik dan Meristik Hasil Persilangan Ikan Pelangi Boesmani (Melanotaenia Boesemani) Dan Ikan Pelangi Merah Abnormal (Glossolepis Incisus). Unnes Journal Of Life Science. 3 (2) Beevi, KSJ And Ramachandran, A. 2012. Sex Ratio In Puntius Vittatus Day In The Freshwater Bodies Of Ernakulam District, Kerala. Zoos’ Print Jornal. 20 (9): 1989 - 1990. Kadarusman, Sudarto E, Paradis Dan Pouyaud L. 2010. Description Of Melanotaenia Fasinensis, A New Species Of Rainbowfishes (Melanotaeniidae) From West Papua, Indonesia With Comment On The Rediscovery Of M. Ajamaruensis And The Endangered Status Of M. Parva. Cybium. 34 (2):207-215. Mulfizar, Muchlisin ZA, Dewiyanti I. 2012. Hubungan Panjang Berat Dan Faktor Kondisi Tiga Jenis Ikan Yang Tertangkap Di Perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Depik Jurnal. 1(1): 1-9. Pulungan, C.P. 2013. Bioekologi Ikan Pantau Janggut (Esomus Metallicus Ahl.: Cyprinidae) Dari Sungai Tenayan Dan Tapung Mati, Anak Sungai Siak, Riau. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. 143 Hal. Pulungan, Chaidir P. 2014. Nisbah Kelamin Dan Nilai Kemontokan Ikan Tabingal (Puntioplites Bulu Blkr) Dari Sungai Siak, Riau. Jurnal Perikananan Dan Kelautan. X(x):x Robisalmi A, Listiyowati N, Aryanto D. 2010. Evaluasi Keragaan Pertumbuhan Dan Nilai Heterosis Pada Persilangan Dua Strain Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 553-559. Sembiring SBM, Setiawati KM, Hutapea JH, Subamia W. 2013. Pewarisan Pola Warna Ikan Klon Biak, Amphiprion Percula. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis. 5(2): 343-351. Tappin AR. 2010. Rainbowfishes: Their Care & Keeping In Captivity. Art Publication: Australia. 493 Pages. Wiadnya, Dewa Gede Raka. 2011. Bio-Ekologi Ikan Napoleon, Cheilinus Undulatus (Rüppell, 1835) Dan Terumbu Karang. Reviews In Fish Biology And Fisheries. 13 (1) : 327–364. LAMPIRAN SEQ Lampiran \* ARABIC 2 Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 4. Morfologi Ikan Nilem Jantan Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 5. Morfologi Ikan Nilem Betina Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 6. Anatomi Ikan Nilem Jantan Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 7. Anatomi Ikan Nilem Betina ACARA III STUDI ISI ALAT PENCERNAAN DAN DERAJAT KEPENUHAN LAMBUNG Disusun Oleh: Kelompok 15 Nurul Hidayah H1G014013 Afief Achyad Kurniadi H1H014011 Laela Yunita Sari H1H014026 Satrio Haryu Wibowo H1H014046 Damar Lazuardy R. H1K014015 Ratna Juita S. H1K014034 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO 2015 PENDAHULUAN Latar Belakang Pencernaan adalah proses panyederhanaan makanan melalui mekanisme fisik dan kimiawi sehingga makanan menjadi bahan yang mudah diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah. Saluran pencernaan ikan terdiri dari mulut, rongga mulut, faring, esophagus, lambung, pylorus, usus, rectum dan anus. Lambung merupakan bagian dari alat pencernaan pada ikan, dan isinya berupa cairan dan makanan yang telah dicerna dimulut. Hal itu dapat diketahui dengan mempelajari isi dari makanannya apakah ikan tersebut merupakan pemakan plankton, ikan buas, tumbuh-tumbuhan, dan pemakan segala (Lagler 1997 dalam Mulyadi et al., 2010). Pakan sangat dibutuhkan oleh ikan untuk melangsungkan hidupnya. Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan.pakan yang dimakan oleh ikan pertama-tama digunakan untuk kelangsungan mempertahankan hidupnya dan kelebihannya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Jenis pakan buatan mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga ikan cenderung lebih menyukai ikan alami. Segala sesuatu yang dimakan oleh hewan sebagai makanan yang diperlukan oleh tubuh sebagai sumber energi bagi aktivitas hidupnya berasal dari lingkungannya. Selain itu, makanan mempunyai peranan penting untuk melakukan metabolisme tumbuh dan berkembang. Makanan yang dimakan makhluk hidup bermacam-macam jenisnya yang dicerna dengan sistem pencernaan atau organ pencernaan yang dimiliki oleh hewan tersebut (Mahmud,2012). Derajat kepenuhan lambung dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kepenuhan lambung, yaitu berat dan ukuran tubuh yang berbeda, perbedaan jenis ikan, ukuran dan bentuk lambung, keadaan tubuh ikan, dan perbedaan habitat ikan. Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh kebiasaan makanan (Affandi 2002 dalam Hanan, 2013). Kebiasaan makanan ikan berhubungan dengan bentuk, posisi mulut, gerigi dalam rahang, dan kesesuaian tapis insang. Makanan yang tersedia di alam dimanfaatkan oleh ikan, pemanfaatan ini dapat diketahui dengan mengambil contoh makanan yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar pakan harian yang diambil ikan dalam berbagai umur dan ukuran sehingga dapat diketahui penggolongan ikan (Affandi 2002 dalam Hanan, 2013). Makanan yang dimakan ikan mempengaruhi derajat kepenuhan lambung. Untuk mengetahui derajat kepenuhan lambung ikan, yaitu dengan cara membedah perut ikan dan menimbang material yang terdapat dalam perut ikan. Tetapi harus mengetahui kebiasaan makan dan kebiasaan makanan. Kebiasaan makan ikan tidak harus berdasarkan morfologi mulutnya. Karena morfologi fungsional mulut ikan dapat berubah apabila ikan tersebut mengalami pertumbuhan (Hanan, 2013). Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kepenuhan lambung pada ikan Nilem dan untuk mengetahui kebiasaan makanan Ikan Nilem beserta pakan alaminya. Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui pakan alami yang disukai ikan. Selain itu, juga untuk mengetahui derajat periodisitas makan berdasarkan derajat kepenuhan lambung. TINJAUAN PUSTAKA Derajat Kepenuhan Lambung Semua ikan membutuhkan ketersediaan pakan dari materi dan energi yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam melangsungkan hidupnya. Penyediaan materi tergantung pada ikan yang memakan materi dari bahan-bahan organik yang ada pada lingkungannya. Bahan makan yang padat menjadi molekul yang sederhana melalui proses yang disebut dengan digesti. Proses ini disebut dengan proses enzimatik dari polisakarida yaitu zat pati menjadi gula, protein menjadi asam amino, lemak menjadi asam lemak dan gliserol, serta asam laktat menjadi nukleotida (Kimmball 1983 dalam Royan, 2012). Digesti adalah perombakan makanan dari molekul yang kompleks yangdirombak menjadi molekul yang sederhana, dalam bentuk- bentuk seperti glukosa,asam lemak, dan gliserol serta nutrisi-nutrisi lain yang ada dan bermanfaat bagi tubuhikan. Kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan dari molekul besar kemolekulyang kecil yang akan diabsorpsi oleh tubuh ikan prosesnya disebut laju digesti.Sedangkan zat-zat yang dibutuhkan dan yang akan diabsorpsi ikan melaui darah juga akan diedarkan keseluruh tubuh untuk keperluan metabolisme (Murtidjo dalam Royan, 2012). Pakan ikan adalah merupakan campuran berbagai bahan pangan yang biasa disebut dengan bahan mentah atau bahan baku yang baik bagi pertumbuhan ikan,baik yang bersifat nabati ataupun yang bersifat hewani,yang diolah sedemikian rupa sehingga mudah untuk dimakan dan di cerna oleh tubuh ikan. Pakan ikan adalah makanan yang khusus dibuat atau diproduksi agar mudah dan tersedia untuk dimakan. Pakan ikan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan tubuh ikan (Sirregar dalam Royan, 2012). Komposisi pakan ikan tersebut terdiri dari fitoplankton, zooplankton, dan potongan daun serta larva serangga. Komposisi terbesar terdapat pada fitoplankton dan diikuti zooplankton dan berdasarkan waktu makannya Ikan Nilem (Ostechilus hasselti) aktif mencari makan pada siang hari atau biasa disebut ikan diurnal. Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi pola pakan ikan antara lain temperatur, umur, ukuran tubuh, aktivitas, stress, jenis kelamin, kekeruhan (pada visibilitas dan kandungan O2) dan faktor-faktor kimia dalam perairan (kandungan O2, CO2, H2S, pH, dan alkalinitas) (Syamsuri, 2004). Derajat kepenuhan lambung merupakan volume material lambung yaitu jumlah isi material yang berada pada lambung pada waktu tertentu dibagi dengan volume total lambung yaitu jumlah kapasitas total lambung. Fungsi dari pengukuran derajat kepenuhan lambung ini adalah untuk peggolongan ikan termasuk ke dalam herbivore, karnivora atau omnivore. Derajat kepenuhan lambung dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kepenuhan lambung, yaitu berat dan ukuran tubuh yang berbeda, perbedaan jenis ikan, ukuran dan bentuk lambung, keadaan tubuh ikan, dan perbedaan habitat ikan. Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh kebiasaan makanan (Affandi 2002 dalam Hanan, 2013). Kebiasaan makanan ikan berhubungan dengan bentuk, posisi mulut, gerigi dalam rahang, dan kesesuaian tapis insang. Makanan yang tersedia di alam dimanfaatkan oleh ikan, pemanfaatan ini dapat diketahui dengan mengambil contoh makanan yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar pakan harian yang diambil ikan dalam berbagai umur dan ukuran sehingga dapat diketahui penggolongan ikan (Affandi 2002 dalam Hanan, 2013). MATERI DAN METODE Materi Alat Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain alat bedah, baki preparat, benang, tabung reaksi, mikroskop, kaca preparat, alat suntik dan pipet tetes. Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah berbagai spesies ikan dan aquades. Metode Cara kerja untuk praktikum Biologi Perikanan pada acara studi isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan lambung yang pertama ikan dimatikan, kemudian dibedah. Selanjutnya, kedua ujung lambung diikat dengan benang dan bagian depan dan belakang lambung sekitar ikatan diikat. Setelah itu, disuntik dengan aquades sampai penuh dan dicatat penambahan volume aquadesnya. Setelah lambung disuntik kemudian isi lambung dikeluarkan dan dimasukan ke dalam gelas ukur. Selanjutnya dihitung derajat kepenuhan lambungnya menggunakan rumus DKL=x100%. Yang terakhir jenis pakan alami diamati dengan langkah-langkah sebagai berikut diambil beberapa tetes isi lambung dari gelas ukur, kemudian diletakkan di atas gelas preparat. Ditutup dengan cover glass dan diamati dengan mikroskop. Setelah itu, dicatat hasil yang diperoleh. Waktu dan Tempat Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Pemanfaatan Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman. Praktikum dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada hari Minggu, 8 Oktober dan 15 Oktober 2015 pukul 13.00 WIB sampai selesai. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 7. Hasil Pakan Alami ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ) Hasil Pakan Alami Plankton Perifiton Tumbuhan Air Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 8. Pengamatan DKL lambung ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) Lambung ke- Vol. isi total lambung (ml) Volume isi material (ml) Volume air (ml) DKL % 1. 0,2 0,1 0,1 50 2. 0,3 0,1 0,2 33,33 3. 0,3 0,1 0,2 33,33 4. 0,2 0,1 0,1 50 5. 0,3 0,1 0,2 33,33 6. 0,4 0,3 0,1 75 7. 0,3 0,1 0,2 33.33 8. 0,3 0,2 0,1 66,67 9. 0,4 0,2 0,2 50 10. 0,5 0,1 0,4 20 11. 0,4 0,1 0,3 25 12. 0,4 0,1 0,3 25 13. 0,4 0,2 0,2 50 14. 0,3 0,1 0,2 33,33 15. 0,5 0 0,5 - 16. 0,8 0,3 0,5 37,5 17. 0,9 0,2 0,7 22,22 18. 0,9 0,2 0,7 22,22 19. 0,3 -0,5 0,8 -166,7 20. 0,7 0 0,7 0 4.2. Pembahasan Derajat kepenuhan lambung yang diamati, yaitu pada ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) pertama memiliki derajat kepenuhan lambung 50%, ikan kedua 33,33%, ikan ketiga 33,33%, ikan keempat 50%, ikan kelima 33,33%, ikan keenam 75%, ketujuh 33,33%, kedelapan 66,67%, kesembilan 50%, kesepuluh 20%, kesebelas 25%, kedua belas 25%, ketiga belas 50%, keempat belas 33,33%, kelima belas 0%, keenam belas 37,5%, ketujuh belas 22,22%, kedelapan belas 22,22%, kesembilan belas -166,7%, kedua puluh 0% dan rata-rata derajat kepenuhan lambung ikan Nilem yaitu 23,178%. Ikan nilem hidup di lingkungan air tawar dengan kisaran kandungan oksigen terlarut yang cukup yaitu 5-8 mg/L. Di daerah tropis umumnya ikan nilem dipelihara dengan baik pada daerah dengan ketinggian 150 – 1000 m dari permukaan laut, tapi ketinggian optimumnya 800 m dari permukaan laut. Ikan nilem akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar antara 5-6 mg/L, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan yaitu ≤ 1 ppm. Suhu yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan nilem berkisar antara 18 - 28°C dan untuk pH berkisar antara 6 - 8,6 ppm, serta kandungan ammonia yang disarankan adalah < 0,5 mg/L (Dewi et al., 2011). Analisis isi lambung  dengan  kelas ukuran standard panjang  mengindikasikan tingginya derajat dari kecernaan pakan dari semua standard ukuran panjang (Dalu et al, 2012). Hal ini hampir mustahil untuk mengumpulkan informasi yang cukup dari makanan dan makan kebiasaan ikan di habitat alami mereka tanpa mempelajari isi ususnya. Melalui pengetahuan pada sebuah makanan dan kebiasaan makan ikan menyediakan kunci untuk pemilihan spesies yang dapat dibudidayakan dan pentingnya  informasi yang diperlukan untuk sukses dalam budidaya ikan dari kebiasaan makan ikan yang berbeda bervariasi dari bulan ke bulan. Daya tampung dari ikan Nilem adalah kurang lebih antara 0 – 75% (Manon, 2011). Analisis variasi bulanan kepenuhan perut menunjukkan bahwa intensitas makan berfluktuasi sepanjang tahun. fluktuasi bulanan juga disaksikan dalam terjadinya persentase lambung dengan derajat yang berbeda kepenuhan. jelas bahwa persentase yang lebih tinggi dari kepenuhan perut tercatat di pra-musim karena pra-pemijahan proses penggemukan. persentase yang lebih tinggi dari kekosongan perut tercatat di musim hujan, karena kelaparan selama musim berkembang biak (Mushahida-Al-Noor,2013). Analisis terhadap isi saluran pencernaan ikan dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan nilem. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : ikan hasil tangkapan dibedah dan diambil saluran pencernaannya. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah sampel serta diawetkan dengan formalin 5 %. Sampel tersebut diberi label berisi keterangan lokasi dan waktu pengambilan sampel. Isi usus yang berukuran makroskopis dan mikroskopis dipisahkan. Isi alat pencernaan yang telah dipisahkan kemudian diperiksa di bawah mikroskop dan setiap jenis organisme yang terdapat dalam isi alat pencernaan langsung diidentifikasi dan dihitung jumlahnya (Ekawati, 2010). Derajat kepenuhan lambung dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kepenuhan lambung, yaitu berat dan ukuran tubuh yang berbeda, perbedaan jenis ikan, ukuran dan bentuk lambung, keadaan tubuh ikan, dan perbedaan habitat ikan. Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh kebiasaan makanan (Affandi 2002 dalam Hanan, 2013). Kebiasaan makanan ikan berhubungan dengan bentuk, posisi mulut, gerigi dalam rahang, dan kesesuaian tapis insang. Makanan yang tersedia di alam dimanfaatkan oleh ikan, pemanfaatan ini dapat diketahui dengan mengambil contoh makanan yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar pakan harian yang diambil ikan dalam berbagai umur dan ukuran sehingga dapat diketahui penggolongan ikan (Affandi 2002 dalam Hanan, 2013). Rostika (2011) menyatakan bahwa ikan Nilem termasuk ikan omnivora, karena ikan tersebut memakan tumbuhan dan hewan yang menempel pada kerikil sebagai pakan alaminya. Haryono (1994) melaporkan bahwa pakan alami ikan Nilem berupa fitoplankton, zooplankton, potongan tumbuhan, detritus, gastropoda, cacing dan potongan hewan. Dalam budidaya ikan Nilem, pakan yang Diberi kan berupa pakan buatan (pelet) yang kandungan dan komposisinya dibuat sama dengan pakan alaminya. Jenis pakan yang dikonsumsi oleh ikan mempunyai keterkaitan dengan system pencernaan dan absorbsi yang dimiliki oleh masing-masing jenis ikan (Fujaya, 2014). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari praktikum studi isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan lambung adalah sebagai berikut: Ikan Nilem termasuk golongan ikan herbivora. Pakan alami ikan Nilem adalah plankton, perifiton, dan tumbuhan air, serta derajat kepenuhan lambungnya berkisar antara 0% - 75%. Saran Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk memahami karakteristik ikan terhadap isi lambungnya. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan analisis lebih lanjut supaya data yang didapatkan dapat membantu pembudidaya untuk mendapatkan hasil yang optimal. DAFTAR PUSTAKA Affandi, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Dewi, Imelda Roesma, Putra Santoso. 2011. Morphological divergences among three sympatric populations of Silver Sharkminnow (Cyprinidae: Osteochilus hasseltii C.V.) in West Sumatra. Biodiversitas. 12 (3) : 141-145. Ekawati, D. 2010. Studi Kebiasaan Makan Nilem (Osteochillus hasselti) yang Dipelihara pada Keramba Jaring Apung di Waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat. Jurnal Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. 1(2). Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Cetakan pertama. Rineka Putra. Jakarta. Hanan, hanifah. 2013. Laporan praktikum FHA laju Pengosongan Lambung. http://www.academia.edu. Diakses pada 3 Desember 2015. Manon,M.R dan Hossain,M.D. 2011. Food and Feeding Habit of Cyprinus carpio var.    specularis. J. Sci. Foundation. 9 (1&2): 163-181. Mushahida-Al-Noor, Syeda, Sheikh Kamruzzaman, and Md Delwer Hossain. 2013. Seasonal Variation of Food Composition and Feeding Activity of Small Adult Barramundi (Lates calcarifer, Bloch) in the South west Coastal Water near Khulna, Bangladesh. Our Nature. 10 (1): 119-127. Rostika, Rita, dan Yayat Dhahiyat. 2011. Pengaruh Tingkat Pemberian Pakan Terhadap Laju Pertumbuhan dan Deposisi Logam Berat pada Ikan Nilem di Karamba Jaring Apung Waduk Ir. H. Djuanda. Jurnal Akuatika. 2 (2) LAMPIRAN SEQ Lampiran \* ARABIC 3 Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 8. Calothrix Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 9. Astasia klebsii Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 10. Lacrymaria sp. Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 11. Navicula insuta Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 12. Synedra ulna Rumus Perhitungan : DKL : x 100 % Data Perhitungan : x 100% = x 100 % = 50 % Ikan ke-1 x 100% = x 100 % = 33,33 % Ikan ke-2 x 100% = x 100 % = 33,33 % Ikan ke-3 x 100% = x 100 % = 50 % Ikan ke-4 x 100% = x 100 % = 33,33 % Ikan ke-5 x 100% = x 100 % = 75 % Ikan ke-6 x 100% = x 100 % = 33,33 % Ikan ke-7 x 100% = x 100 % = 66,67 % Ikan ke-8 x 100% = x 100 % = 50 % Ikan ke-9 x 100% = x 100 % = 20 % Ikan ke-10 x 100% = x 100 % = 25 % Ikan ke-11 x 100% = x 100 % = 25 % Ikan ke-12 x 100% = x 100 % = 50 % Ikan ke-13 x 100% = x 100 % = 33,33 % Ikan ke-14 x 100% = x 100 % = - Ikan ke-15 x 100% = x 100 % = 37,5 % Ikan ke-16 x 100% = x 100 % = 22,22 % Ikan ke-17 x 100% = x 100 % = 22,22 % Ikan ke-18 x 100% = x 100 % = -166,7 % Ikan ke-19 x 100% = x 100 % = 0 % Ikan ke-20 ACARA IV PENGAMATAN GONAD Disusun Oleh: Kelompok 15 Nurul Hidayah H1G014013 Afief Achyad Kurniadi H1H014011 Laela Yunita Sari H1H014026 Satrio Haryu Wibowo H1H014046 Damar Lazuardy R. H1K014015 Ratna Juita S. H1K014034 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO 2015 PENDAHULUAN Latar belakang Berat gonad akan semakin bertambah dan mencapai maksimum ketika ikan akan memijah, kemudian beratnya akan menurun setelah pemijahan. Percobaan kondisi ini dapat dinyatakan dengan suatu indeks kematangan gonad dinyatakan sebagai berat gonad dibagi berat tubuh ikan (termasuk gonad) dikalikan 100%. Indeks kematangan gonad digunakan dalam studi reproduksi ikan (Mulyasari, 2010). Perkembangan gonad pada ikan pada umumnya selain dengan pertambahan umur ikan, yaitu semakin dewasa seekor ikan maka perkembangan gonadnya akan semakin sempurna untuk mengadakan pembentukan dan pemasakan telur (Affandi, 2002). Biologi perikanan, pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak reproduksi. Pengetahuan tahap tingkat kematangan gonad ini juga akan didapatkan keterangan jika ikan itu akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah (Effendi, 1999). Penggunaan IKG biasanya untuk mendeteksi ovarium terhidrasi dan untuk mendeteksi masa reproduksi dari kenaikan berat badan. Dalam biologi perikanan, pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Dari pengetahuan tahap kematangan gonad ini juga akan didapat keterangan bilamana ikan itu akan memijah, baru memijah, atau sudah selesai memijah. Mengetahui ukuran ikan untuk pertama kali gonadnya menjadi masak, ada hubungannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Sulistiono, 2011). Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui indeks kematangan gonad nilem (Osteochilus hasselti). TINJAUAN PUSTAKA Indeks Kematangan Gonad Indeks kematangan gonad adalah tahapan kematangan gonad, sehingga terjadi perubahan-perubahan dalam gonad. Pada ikan betina umumnya ada penambahan berat gonad 10 – 25 %. Pada ikan jantan penambahan gonad 5 – 10 %.  Pembagian TKG ada beberapa versi oleh masing-masing ahli, antara lain berdasarkan struktur, ukuran, dan warna gonad. Struktur gonad sepasang tersusun bilateral kiri dan kanan, ukuran gonad sesuai dengan bobot tubuh ikan, warna gonad pada jantan gonad berwana putih dan betina berwarna kuning (Effendie,1995). Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya menjadi masak tidak sama ukurannya. Demikian pula ikan yang sama spesiesnya. Lebih-lebih bila ikan yang sama spesiesnya itu tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari lima derajat, maka terdapat perbedaan ukuran dan umur ketika mencapai kematangan gonad untuk pertama kalinya (Effendie, 1995). Tingkat Kematangan Gonad menurut Kessteven dan Nikolsky (1968) : Ikan yang sudah diperoleh nilai IKG-nya diamati disiapkan untuk diamati, baik dengan mata biasa maupun dengan kaca pembesar. Ikan jantan meliputi bentuk testes, besar kecilnya testes, warna testes, pengisian testes dalam rongga tubuh. Ikan betina meliputi bentuk ovarium, besar kecilnya ovarium, pengisian ovarium, warna ovarium, warna telur. Ditentukan klasifikasinya tingkat kematangan gonad dengan mengenai pada ketentuan kematangan gonad. Tahap kematangan adalah perkembangan sel telur menjadi semakin besar, berisi kuning telur dan akan diovulasikan pada ikan yang telah dewasa. Proses pematangan gonad pada ikan yang telah dewasa dan induk sebenarnya terjadi mulai dalam masa oosit muda dan bukan dari calon telur (Mulyasari, 2010). III. MATERI DAN METODE 3.1. Materi 3.1.1. Alat Alat yang digunakan pada praktikum pengamatan gonad adalah neraca, gunting bedah, pinset, kertas penghisap dan baki. Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum pengamatan gonad adalah ikan nilem (Osteochilus hasselti). Metode Cara kerja pada praktikum pengamatan gonad yaitu siapkan alat dan bahan, lalu ikan dimatikan dan ditimbang bobotnya serta dilakukan pembedahan terhadap ikan tersebut secara hati-hati agar gonad tidak rusak. Kemudian gonad diangkat dengan hati-hati dan dikeringkan dengan menggunakan kertas penghisap. Gonad yang sudah kering ditimbang dan dihitung menggunakan rumus : IKG = x 100% Kemudian tentukan stadium kematangan gonad ikan,apabila IKG dibawah 4% berarti ikan belum siap memijah,IKG antara 4-12% ikan matang gonad belum siap memijah,dan IKG antar 12-19% ikan siap memijah. 3.3. Waktu dan Tempat Praktikum pengamatan gonad dilakukan di laboratorium Pemanfaatan Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada hari Minggu, 8 November 2015 pukul 13.00 WIB. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 9. Data Hasil Pengamatan Gonad Ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) Gonad Ke Jenis Gonad Berat Gonad (gram) Berat Tubuh (gram) IKG (%) Keterangan 1 Jantan 1,09 42 2,59 Ikan belum siap memijah 2 Jantan 2,43 49 4,95 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 3 Betina 6 94 6,38 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 4 Betina 0,35 38 0,92 Ikan belum siap memijah 5 Jantan 3,37 57 5,91 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 6 Betina 0,68 36 1,88 Ikan belum siap memijah 7 Betina 1 36 2,77 Ikan belum siap memijah 8 Jantan 3 58 5,17 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 9 Jantan 2 44 4,54 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 10 Betina 8 101 7,92 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 11 Betina 18 83 21,68 Ikan siap memijah 12 Betina 0,34 67 0,51 Ikan belum siap memijah 13 Betina 4 60 6,67 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 14 Betina 1,2 35 3,43 Ikan belum siap memijah 15 Betina 0,95 43 2,21 Ikan belum siap memijah 16 Jantan 5 81 6,17 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 17 Jantan 4 74 5,40 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 18 Betina 14 75 18,67 Ikan siap memijah 19 Jantan 2 51 3,92 Ikan belum siap memijah 20 Betina 0,69 53 1,30 Ikan belum siap memijah 21 Betina 0,35 42 0,83 Ikan belum siap memijah 22 Jantan 5 61 8,19 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 23 - - 38 - - 24 Betina 7 91 7,69 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 25 Jantan 4 71 5,63 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 26 - - 59 - - 27 Betina 2 53 3,77 Ikan belum siap memijah 28 Betina 3 44 6,81 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 29 Jantan 2 42 4,74 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 30 - - 47 - - 31 Betina 2 54 3,70 Ikan belum siap memijah 32 Jantan 5 69 7,24 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 33 Jantan 4 64 6,25 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 34 Jantan 2 27 7,41 Ikan matang gonad dan belum siap memijah 4.2. Pembahasan Berdasarkan data hasil praktikum yang dilakukan terhadap 34 sampel ikan Nilem (Osteochilus hasselti) diketahui IKG (Indeks Kematangan Gonad) pada ikan jantan yang tertinggi sebesar 8,19% dapat dikatakan ikan tersebut matang gonad dan belum siap memijah, pada ikan betina yang tertinggi sebesar 21,68% dan 18,67% maka dapat dikatakan ikan tersebut siap memijah. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Johnson, (1971) yang menyatakanikan dikatakan matang gonad dan siap memijah bilamana IKG > 19%. Dan indeks tersebut semakin bertambah besar dan nilai tersebut akan mencapai batas kisar maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Sedangkan ikan lainnya pada umumnya < 8% dan dapat dikatakan belum siap memijah. Tingkat kematangan gonad ikan nilem jantan dan betina berbeda karena secara morfologi saja sudah terlihat banyak perbedaan seperti panjang dan berat tubuh ikan. Ikan betina memiliki ukuran yang lebih besar biasanya dibandingkan dengan ukuran tubuh ikan jantan, namun ikan jantan dapat matang gonad dengan lebih cepat dan jangka waktu hidupnya lebih singkat (Dina, 2011). Tingkat kematangan gonad dapat dilihat dari hubungannya dengan berat tubuh ikan tersebut dan hubungan IKG dengan panjang tubuh ikan.Faktor yang mempengaruhi tingkat kematangan gonad diantaranya (Effendie, 2002): lingkungan : suhu, salinitas, kualitas air, predator. nutrisi. Jika ikan makan dengan suplai makanan yang normal tetapi aktivitasnya berkurang maka nilai pertumbuhan dan reproduksinya menjadi meningkat. Dengan berkurangnya aktivitas gerak ikan, maka energi yang tersedia diduga dapat digunakan untuk aktivitas kehidupan lainnya, diantaranya adalah memacu reproduksi, yaitu proses pematangan gonad. Ini dapat pula berarti terjadinya efisiensi energi hasil penguraian makanan (Solong dan Djuana, 2012).Menurut Mariskha dan Nurlita (2012) menyatakan bahwa Ciri-Ciri Tingkat Kematangan Gonad Modifikasi Cassie adalah sebagai berikut : Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 10. Ciri-ciri Tingkat Kematangan Gonad Modifikasi Cassie Betina Jantan Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh. Warna jernih. Permukaan licin Testis seperti benang, lebih pendek, terlihat ujungnya di rongga tubuh , warna jernih, permukaan licin. Ukuran ovari lebih besar, pewarnaan lebih gelap kekuning-kuningan, telur belum jelas dilihat dengan mata. ukuran testis lebih besar, pewarnaan lebih putih seperti susu, bentuk lebih jelas dari pada tingkat I. Ovari berwarna kuning, secara mofologis telur mulai kelihatan butirannya dengan mata. permukaan testis tampak lebih bergerigi, warna makin putih, testis makin besar, dalam keadaan diawetkan mudah putus. Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan, butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut, usus terdesak. seperti pada tingkat III, tampak lebih jelas dan testis makin pejal. Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat pelepasan. testis bagian belakang kempis dan bagian dekat pelepasan masih berisi. Tingkat kematangan gonad (TKG) akhir yaitu dicirikan dengan modul diameter oosit sudah mencapai 11 mm. Proporsi TKG IV dimana ikan siap dilakukan pemijahan, dicapai dengan waktu 84 hari pemeliharaan dengan nilai persentasi tertinggi yaitu sebesar 57%. TKG V diketahui sebagai fase atresia, dari hasil pengamatan visual terhadap telur hasil kanulasi diketemukan >50% oosit sudah mengalami atresia, dan kondisi gonad banyak mengandung cairan dan cangkang/folikel serta banyak diketemukan oogonia yang berdiameter < 0,1 mm (Subagja, 2010). Proses kematangan merupakan perkembangan sel telur menjadi besar, berisi kuning telur dan siap diovulasikan oleh ikan. Dari data diketahui dari seluruh ekor ikan semuanya telah mengalami kematangan gonad, namun berbeda dalam kesiapan pemijahannya. Hal ini terjadi karena kematangan gonad dan keberhasilan pemijahan berhubungan dengan ukuran dan umur ikan. Semakin besar ukuran ikan, jumlah telurnya akan semakin banyak, ukuran telurnya juga relatif lebih besar demikian pula kualitasnya semakin baik (Billard 1992). Variabel-variabel lingkungan tersebut di atas dapat merangsang sistem organ endokrin dan aktivitas reproduksi seperti sekresi hormon gonadotropin oleh sel-sel pituitary yang mendukung perkembangan telur dan sperma dan menstimulasi produksi steroid androgen jantan dan steroid estrogen betina yang akan mengendalikan aktivitas dan tingkah laku reproduksi (Weatherley and Gill 1989; Redding and Patino 1993 dalam Syamsu Alam et al., 2005). V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : Dari 34 sampel ikan Nilem, hanya dua ikan yang siap memijah, yaitu ikan betina dengan nilai IKG sebesar 21,68% dan 18,67%. Ikan dengan nilai IKG < 19% blum dapat diakatakan matang gonad dan siap memijah. Faktor yang mempengaruhi IKG adalah lingkungan suhu, salinitas, kualitas air, predator dan nutrisi. 5.2. Saran Saran yang dapat diberikan pada praktikum pengamatan gonad adalah agar menggunakan beberapa jenis ikan, sehingga bisa mengetahui perbedaan tingkat kematangan gonad dari setiap jenis ikan, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. DAFTAR PUSTAKA Billard, 1992. Dunia Ikan. Amiro. Bandung. Dina Rahmi, Mennofatria boer dan Nurlisa. A Butet. 2011. Profil Ukuran Panjang Dan Tingkat Kematangan Gonad Ikan Bada (Rasbora argyrotaenia) Pada Alat Tangkap Berbeda di Danau Maninjau. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 37(1): 105-118. Lisna. 2011. Biologi Reproduksi Ikan Seluang (Rasbora argrotaenia Blkr) di Sungai Kumpeh Jambi. Tesis. Universitas Andalas Malang. Mariskha Putri Ratna dan Nurlita Abdulgani. 2012. Aspek Reproduksi ikan Kerapu Macan (Epinephelus sexfasciatus) di Perairan Glondonggede Tuban. Jurnal Sains Dan Seni. 1 (2): 27-31. Solong Margaretha dan Lamonda Djuana. 2009. Peningkatan Pertumbuhan dan Indeks Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus I.) Melalui Pemotongan Sirip Ekor. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. l 19 (3): 143-149. Subagja, Jojo. 2010. Teknologi Reproduksi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V): Pematangan Gonad, Penanganan Telur, dan Penyediaan Calon Induk. Hal.187-194. Syamsu Alam Ali, M. Natsir Nessa, Iqbal Djawad,Sharifuddin Bin Andy Omardan Azikin Djamali. 2005. Hubungan Antara kematangan Gonad Ikan Terbang (Hirundichythys Oxycephalus) Dengan Beberapa Parameter Lingkungan di Laut Flores, Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Torani. 6 (15):403-410. LAMPIRAN SEQ Lampiran \* ARABIC 4 Data Perhitungan : IKG = x 100% = x 100 % = 2,59 % Ikan ke-1 IKG = x 100% = x100 % = 4,95 % Ikan ke-2 IKG = x 100% = x 100 % = 6,38 % Ikan ke-3 IKG = x 100% = x 100 % = 0,92 % Ikan ke-4 IKG = x 100% = x 100 % = 5,91 % Ikan ke-5 IKG = x 100% = x 100 % = 1,88 % Ikan ke-6 IKG = x 100% = x 100 % = 2,77 % Ikan ke-7 IKG = x 100% = x 100 % = 5,17 % Ikan ke-8 IKG = x 100% =x 100 % = 4,54 % Ikan ke-9 IKG = x 100% = x 100 % = 7,92 % Ikan ke-10 IKG = x 100% = x 100 % = 21,68 % Ikan ke-11 IKG = x 100% = x 100 % = 0,51 % Ikan ke-12 IKG = x 100% = x 100 % = 6,67 % Ikan ke-13 IKG = x 100% = x 100 % = 3,43 % Ikan ke-14 IKG = x 100% = x 100 % = 2,21 % Ikan ke-15 IKG = x 100% = x 100 % = 6,17 % Ikan ke-16 IKG = x 100% = x 100 % = 5,40 % Ikan ke-17 IKG = x 100% = x 100 % = 18,67 % Ikan ke-18 IKG = x 100% = x 100 % = 3,92 % Ikan ke-19 IKG = x 100% = x 100 % = 1,30 % Ikan ke-20 IKG = x 100% = x 100 % = 0,83 % Ikan ke-21 IKG = x 100% = x 100 % = 8,19 % Ikan ke-22 IKG = x 100% = x 100 % = 7,69 % Ikan ke-24 IKG = x 100% = x 100 % = 5,63 % Ikan ke-25 IKG = x 100% = x 100 % = 3,77 % Ikan ke-27 IKG = x 100% =x 100 % = 6,81 % Ikan ke-28 IKG = x 100% = x 100 % = 4,74 % Ikan ke-29 IKG = x 100% = x 100 % = 3,70 % Ikan ke-31 IKG = x 100% = x 100 % = 7,24 % Ikan ke-32 IKG = x 100% = x 100 % = 6,25 % Ikan ke-33 IKG = x 100% = x 100 % = 7,41 % Ikan ke-34 ACARA V FEKUNDITAS Disusun Oleh: Kelompok 15 Nurul Hidayah H1G014013 Afief Achyad Kurniadi H1H014011 Laela Yunita Sari H1H014026 Satrio Haryu Wibowo H1H014046 Damar Lazuardy R. H1K014015 Ratna Juita S. H1K014034 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO 2015 PENDAHULUAN Latar Belakang Kajian tentang fekunditas penting dalam penentuan ukuran stok, diskriminasi stok dan penggunaan rasional stok dan dalam menjelaskan variasi populasi serta membuat upaya untuk meningkatkan jumlah hasil ikan. Dengan demikian, kajian dalam perilaku reproduksi (fekunditas) ikan merupakan hal yang penting dan merupakan dasar yang dibutuhkan untuk perbaikan yang efektif dalam pengelolaan dan konservasi sumberdaya perikanan (Jan et al., 2014). Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) merupakan ikan Cyprinid yang banyak terdapat di Jawa Tengah. Dari sisi ekonomi, ikan Nilem menjadi meningkat setelah dijadikan produk olahan misalnya baby fish goreng, dendeng, pindang, diasap dan dikalengkan. Telur ikan Nilem digemari masyarakat karena rasanya yang lezat dan mempunyai peluang sebagai komoditas ekspor. Dari aspek lingkungan, ikan Nilem berperan sebagai biocleaning agent karena sifatnya yang suka memakan detritus. Dari segi budidaya, ikan Nilem mudah dipelihara pada kondisi air yang berbeda-beda, memiliki kelangsungan hidup dan reproduksi yang tinggi serta tahan terhadap penyakit (Mulyasari, 2010). Berdasarkan Subagja dalam Mulyasari (2010), produksi ikan Nilem cenderung menurun sehingga dikhawatirkan dapat mengakibatkan kepunahan padahal ikan Nilem memiliki potensi masa depan yang cukup baik. Untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi ikan Nilem, maka dibutuhkan kajian mengenai fekunditas ikan Nilem. Kelanjutan jumlah hasil produksi ikan Nilem sangat berkaitan erat dengan Fekunditas. Melalui kajian mengenai fekunditas, dapat diperoleh informasi mengenai stok populasi ikan tersebut. Tujuan Tujuan dari praktikum pada acara Fekunditas antara lain : Mengetahui jumlah telur ikan (fekunditas) Mengetahui hubungan antara ukuran ikan dan jumlah telur yang dihasilkan TINJAUAN PUSTAKA Fekunditas Fekunditas adalah jumlah telur matang yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan (Bagenal 1978 dalam Effendie 1997). Fekunditas juga didefinisikan sebagai individu atau absolut fekunditas, pada teleostei estimasi fekunditas berfluktuasi. Fluktiasi tersebut dari beberapa ratus hingga beberapa lakhs, kemudian ikan yang mendiami sungai yang beraliran dingin dan danau memiliki fekunditas yang relatif rendah (Rasool dan Jan, 2013). Dari fekunditas secara tidak langsung kita dapat menaksir jumlah anak kepiting yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah kepiting dalam kelas umur yang bersangkutan (Effendie 1997). Sejumlah telur yang terkandung di dalam ovarium pada kepiting disebut dengan fekunditas individu, absolut atau total. Fekunditas individu bukan merupakan karakteristik dari kapasitas reproduksi suatu populasi karena fekunditas stok atau fekunditas populasi tidak hanya tergantung pada fekunditas individu, tetapi juga pada waktu permulaan kematangan seksual, periode pemijahan, dan frekuensi pemijahan di sepanjang kehidupan individu. Fekunditas merupakan parameter biologi penting dalam potensi yang komersial dari stok ikan. Pengelolaan perikanan yang baik bergantung pada penilaian fekunditas karena untuk memahami kemampuan pemulihan populasi ikan (Hossain et al., 2012). Fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang. Menurut Nikolsky (1969), ikan-ikan tua dan besar ukurannya mempunyai fekunditas relatif lebih kecil. Umumnya fekunditas relatif lebih tinggi dibanding fekunditas individu. Fekunditas relatif akan menjadi maksimum pada golongan ikan yang masih muda (Effendie, 1997). Ikan-ikan tua dan besar ukurannya mempunyai fekunditas relatif lebih kecil. Umumnya fekunditas relatif lebih tinggi dibanding fekunditas individu. Fekunditas relatif akan menjadi maksimum pada golongan ikan yang masih muda (Nikolsky dalam Effendie, 1997). Penentuan fekunditas dilakukan dengan mengambil ovari ikan betina yang matang gonad pada TKG III dan IV. Fekunditas diasumsikan sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari pada ikan yang telah mencapai TKG III dan IV. Fekunditas total dihitung dengan menggunakan metode sub-contoh bobot gonad atau disebut metode gravimetrik. Cara mendapatkan telur yaitu mengambiltelur ikan betina dengan mengangkat seluruh gonadnya dari dalam perut ikan dan ditimbang. Kemudian gonad tersebut diambil sebagian untuk ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik, selanjutnya butiran telur dihitung. Gonad tersebut diawetkan dengan larutan Gilson untuk melarutkan dinding gonad sehingga butiran telur terlepas. Larutan Gilson dapat melarutkan jaringan-jaringan pembungkus telur sehingga memudahkan dalam perhitungan butir-butir telur (fekunditas) (Unus, 2010). MATERI DAN METODE 3.1. Materi 3.1.1. Alat Alat yang digunakan pada praktikum Fekunditas adalah gelas, timbangan, gunting, kertas penghisap atau kertas saring, penggaris, lup, dan kertas karbon. 3.1.2. Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum Fekunditas diantaranya adalah ikan masak kelamin yaitu ikan Nilem (Osteochillus hasselti), dan akuades. 3.2. Metode Ikan dimatikan dan diukur panjang dan beratnya. Kemudian dilakukan pembedahan secara hati-hati agar gonad tidak rusak kemudian gonad diambil dan dikeringkan dengan kertas penghisap. Selanjutnya yaitu volume seluruh telur diukur dengan teknik pemindahan air menggunakan gelas ukur. Lalu gonad dikeringkan kemudian diambil sebagian telur dan diukur volumenya seperti cara diatas. Setelah diketahui volumenya, kemudian fekunditas dihitung untuk 10 ekor ikan. Jumlah telur dihitung dengan menggunakan rumus Keterangan: X = jumlah telur dalam gonad (fekunditas) x = jumlah telur sebagian telur yang dihitung V = volume seluruh gonad v = volume sebagian gonad 3.3. Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan praktikum dilakukan pada tanggal 8 dan 15 November 2015. Sedangkan tempat pelaksanaan praktikum dilakukan di Laboratorium Pemanfaatan Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 11. Data Hasil Pengamatan Fekunditas Ikan Nilem ( Osteochillus hasselti ) No Ikan V V X x 1 6 ml 0,2 ml 7980 butir 266 butir 2 2 ml 0,1 ml 2600 butir 130 butir 3 8 ml 0,1 ml 13760 butir 172 butir 4 18 ml 0,1 ml 1566 butir 87 butir 5 1 ml 0,1 ml 1170 butir 117 butir 6 5 ml 0,1 ml 9250 butir 185 butir 7 2 ml 0,1 ml 2820 butir 141 butir 8 1 ml 0,2 ml 1760 butir 352 butir 9 14 ml 0,1 ml 23753 butir 509 butir 10 1 ml 0,1 ml 1120 butir 112 butir 11 1 ml 0,2 ml 870 butir 174 butir 12 7 ml 0,1 ml 12950 butir 185 butir 13 4 ml 0,1 ml 11040 butir 276 butir 14 3 ml 0,1 ml 4350 butir 145 butir 15 3 ml 0,2 ml 2865 butir 191 butir 4.2. Pembahasan Salah satu fase penting pada siklus reproduksi ikan adalah proses pematangan gonad. Proses pematangan gonad ikan membutuhkan waktu yang cukup lama bisa sampai berbulan-bulan dan proses ini bergantung pada peningkatan hormon gonadotropin dan steroid gonad. Disamping itu ikan menunggu sinyal-sinyal lingkungan sebagai rangsangan dalam perkembangan gonad yang tidak tersedia sepanjang tahun. Proses pematangan gonad kembali dimulai dari sintesis vitelogenin yang merupakan prekusor kuning telur. Kuning telur merupakan komponen penting oosit, dimana pembesaran oosit terutama disebabkan oleh penimbunan kuning telur (Setijaningsih dan Sidi, 2010). Hasil perhitungan fekunditas mutlak diperoleh jumlah telur yang bervariasi menurut panjang total ikan, berat tubuh, dan berat gonad. Ikan dengan ukuranyang sama belum tentu memiliki fekunditas yang sama pula. Hal ini diduga disebabkan faktor ikan dalam pegambilan makanannya yang berbeda, juga karena faktor lain, yang mana setiap individu meskipun satu spesies dan memiliki ukuran yang sama pun akan memiliki fekunditas yang berbeda serta bervariasi jumlahnya (Patriono et al., 2010). Fekunditas ikan nilem sebesar 1.718 – 34.045 hal ini sesuai dengan fekunditas yang dihitung dari jumlah telur ikan nilem pada saat praktikum yaitu dari ikan ke-1 sampai ke-15 jumlah fekunditas telur berada diatas angka 1.718 yaitu 1.760 ada pada ikan ke-8 sedangkan ikan yang fekunditasnya lebih besar yaitu 23.753 pada ikan ke-9. terdapat dua ikan yang tidak sesuai yaitu pada jumlah 870 pada ikan ke-11 dan 1.170 pada ikan ke- 5 dengan pernyataan sharifuddin hal ini terjadi karena kecilnya tubuh ikan yang memengaruhi jumlah telur (Sharifuddin, 2010). Fekunditas juga di tentukan oleh faktor ukuran tubuh ikan yang mana semakin besar ikan tersebut semakin banyak pula jumlah telur yang matang serta tinggi fekunditasnya, teori tersebut sesuai dengan tubuh ikan pada pada nomor 9 yang ukurannya paling besar diantara ikan lainnya. Keseseuaian hal tersebut juga diulas, yaitu fekunditas berkaitan positif dengan tubuh ikan (Zahid dan Charles, 2009). Faktor yang mempengaruhi fekunditas adalah kemampuan dalam memanfaatkan makanan, panjang dan berat tubuh ikan dipengaruhi oleh makanan yang ikan makan tersebut. Fekunditas ikan bisa dipengaruhi oleh pengolahan dan makanan ikan tersebut sehingga besar kecilnya fekunditas ikan dapat dilihat dari ukurannya (Zahid dan Rahardjo, 2008). KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum tentang Fekunditas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Jumlah telur ikan Nilem (Fekunditas) berkisar antara 870 – 23753 telur/ekor dengan rata-rata 6.523 telur/ekor. Ukuran berat gonad mempengaruhi terhadap nilai Fekunditas 5.2. Saran Dalam melakukan perhitungan telur harus dilakukan dengan sangat teliti karena jumlah telur yang berukuran mikroskopis terhitung banyak, maka akan mempengaruhi nilai fekunditas yang diperoleh apabila perhitungan dilakukan tidak teliti. DAFTAR PUSTAKA Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Bogor. Hossain Y., Rahman M. dan Abdallah E. M. 2012. Relationships between Body Size, Weight, Condition and Fecundity of the Threatened Fish Puntius ticto (Hamilton, 1822) in the Ganges River, Northwestern Bangladesh. Sains Malaysiana. 41 (7) : 803-814. Jan, M., Ulfat Jan dan Mustafa Shah. 2014. Studies on Fecundity and Gonadosomatic Index of Schizothorax Plagiostomus (Cypriniformes: Cyprinidae). Journal of Threatened Taxa. 6 (1): 5375-5379. Mulyasari. 2010. Karakteristik Fenotipe Morfomeristik dan Keragaman Genotipe Rapd (Randomly Amplified Polymorphism DNA) Ikan Nilem Ostochillus hasselti di Jawa Barat. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Patriono, E., Junaidi E., Sastra F. 2010. Fekunditas Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) di Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak. Jurnal Penelitian Sains. 13 (3) : 56. Rasool N. dan Jan U. 2013. Study on the fecundity of Salmo trutta fario (Brown trout) in Kashmir. Journal of Biology and Life Science. 4 (1) : 189. Setijaningsih, L. dan Sidi Asih. 2010. keberhasilan pembenihan ikan kelabau (osteochilus melanopleura blkr) sebagai upaya konservasi ikan lokal melalui manipulasi lingkungan dan hormon. Riset plasma Jurnal balai penelitian budidaya air tawar cijeruk, bogor. KSI-01 Sharifuddin bin andy omar. 2010. aspek reproduksi ikan nilem (Osteochilus virattes, valencinnes 1842) di danau sidenreng, sulawesi selatan. Jurnal iktiologi indonesia 10 (2). Unus, Fahrinydan Sharifuddin Bin Andy Omar. 2010. Analisis Fekunditas dan Diameter Telur Ikan Malalugis Biru (Decapterus macarellus Cuvier, 1833) Di Perairan Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah. Torani. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 20 (1): 37– 43. Zahid, A. dan Charles P. H. Simanjuntak. 2009. Biologi reproduksi dan factor kondisi ikan Ilat-ilat (cynoglossus bilineatus lac 1802) (pisces: cynoglossidae) di pantai mayangan Jawa Barat. Jurnal-iktiologi Indonesia. 9(1): 85-89. Zahid, A. dan Rahardjo, M.F. 2008. Komposisi dan strategi pola makanan ikan ilat-ilat Cynoglossus bilineatus (Lac.) (Pisces: Cynoglossidae) di perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. M8:1- 11. LAMPIRAN SEQ Lampiran \* ARABIC 5 Rumus perhitungan fekunditas X : x = V : V Keterangan : X = jumlah telur dalam gonad x = jumlah telur sebagian V = volume Seluruh gonad v = volume sebagian gonad Perhitungan Ikan ke 1 : = = X = 7980 butir Ikan ke 2 : = = X = 2600 butir Ikan ke 3 : = = X = 13670 butir Ikan ke 4 : = = X = 1566 butir Ikan ke 5 : = = X = 1170 butir Ikan ke 6 : = = X = 9250 butir Ikan ke 7 : = = X = 2820 butir Ikan ke 8 : = = X = 1760 butir Ikan ke 9 : = = X = 23753 butir Ikan ke 10 : = = X = 1120 butir Ikan ke 11 : = = X = 870 butir Ikan ke 12 : = = X = 12950 butir Ikan ke 13 : = = X = 11040 butir Ikan ke 14 : = = X = 4350 butir Ikan ke 15 : = = X = 2865 butir ACARA VI TELUR Disusun Oleh: Kelompok 15 Nurul Hidayah H1G014013 Afief Achyad Kurniadi H1H014011 Laela Yunita Sari H1H014026 Satrio Haryu Wibowo H1H014046 Damar Lazuardy R. H1K014015 Ratna Juita S. H1K014034 KEMENTERIAN RISETTEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO 2015 PENDAHULUAN Latar Belakang Telur ikan adalah sel gamet betina yang mempunyai program perkembangan untuk menjadi individu baru, setelah program perkembangan tersebut diaktifkan oleh spermatozoa. Sifat khusus telur ikan antara lain adalah ukurannya besar, memiliki bungkus telur, memiliki mikrofil dan memiliki cadangan makanan. Sifat telur ikan secara umum adalah bersifat totipotensi yaitu memiliki kemampuan berkembang menjadi suatu individu. Sifat lainnya adalah sel telur yang tenggelam dan melayang. Serta memiliki polaritas ada dua kutub berlawanan yang berbeda (Costa dan Fabiano, 2009). Tidak semua telur ikan memiliki bentuk yang sama, namun ada juga telur yang mempunyai bentuk, warna, dan ukuran yang berbeda atau hampir sama. Seperti pada spesies yang ada dalam satu genus atau yang berdekatan dengan faktor pembeda yang sangat kecil dan bergantung pada spesiesnya. Praktikum ini untuk mengamati bentuk, ukuran, dan struktur morfologi dari telur pada spesies ikan (Costa dan Fabiano, 2009). Ikan nilem (Osteochilus hasselti) mempunyai struktur telur yang tidak terlalu kecil, telur ikan nilem tidak mudah rusak dan mampu bertahan lebih lama dibandingkan ikan ikan yang lain. Manfaat mempelajari morfologi dan diameter telur yakni untuk mengetahui fekunditas karena semakin banyak telur yang dipijahkan (fekunditas), maka ukuran diameter telurnya makin kecil, demikian pula sebaliknya. Ikan yang memiliki diameter telur lebih kecil biasanya mempunyai fekunditas yang lebih banyak. Banyak para ahli mengamati morfologi telur dengan mengawetkan telur terlebih dahulu dengan formalin, larutan gilson, atau dengan cara didinginkan dan selanjutnya telur akan diamati dengan mikroskop atau dengan menggunakan loup (Effendi, 1997). Larutan formalin adalah pengawet yang cukup baik, dimana specimen yang sudah diawetkan dengan formalin dapat diganti dengan bahan pengawet alkohol yang dapat mengawetkan lebih lama (Lelievre et al., 2010). Larutan gilson baik untuk digunakan di dalam penelitian fekunditas, bukan saja mengeraskan telur tetapi dapat juga melepaskan serta menghancurkan jaringan ovarium. Apabila tujuan dari penelitian akan meneliti telur dalam keadaan segar cara pendinginan merupakan cara yang baik apabila jika materi yang akan diteliti jumlahnya banyak sehingga untuk menyelesaikan akan memerlukan waktu. Untuk mencegah kebusukan terhadap telur dalam tubuh ikan secara utuh dalam ovariumnya saja atau telur alam tubuh ikan secara utuh mulai dari lapangan sampai ke laboratorium, harus dijaga agar es yang telah mencair diganti dengan secepatnya. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui morfologi dan diameter telur ikan sebelum dan sesudah diawetkan dengan pendinginan, formalin, dan gilson. TINJAUAN PUSTAKA Telur Ikan Telur ikan adalah sel gamet betina yang mempunyai program perkembangan untuk menjadi individu baru, setelah program perkembangan tersebut diaktifkan oleh spermatozoa. Larva adalah stadium tertentu dari perkembangan individu yang memiliki pola perkembangan tidak langsung yaitu pola perkembangan hewan dalam tahapan atau stadium hidupnya memiliki tahapan bentuk larva yang memiliki perkembangan postnatal yang melibatkan satu atau lebih tahapan bentuk larva. Larva berasal dari sel telur yang dibuahi atau biasanya disebut zigot. Sel tunggal zigot selanjutnya akan berkembang melalui cara cleavage, yaitu pembelahan mitosis biasa dari sel dalam stadium awal perkembangan(Costa dan Fabiano, 2009). Sifat khusus telur ikan antara lain adalah ukuranya besar, memiliki bungkus telur, memiliki mikrofil, dan memiliki cadangan makanan. Sifat telur ikan secara umum adalah bersifat totipotensi yaitu memiliki kemampuan berkembang menjadi suatu individu. Sifat lainnya adalah sel telur yang tengelam dan melayang. Serta memiliki polaritas yaitu ada dua kutub berlawanan yang berbeda (Sistina, 1999). Bentuk telur yang paling umum adalah bulat, tetapi ada pula yang lonjong dengan kombinasi yang bervariasi. Atas dasar struktur kulit luarnya telur ikan dibedakan menjadi telur non adhesive, telur adhesive, bertangkai dan dalam gumpalan lendir (Sistina, 1999). Secara Struktur telur ikan yang sangat menonjol yaitu : ukurannya besar, memiliki bungkus telur, memiliki cadangan makanan dan memiliki mikrofil. Perkembangan telur ikan sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen yang optimal, kandungan karbondioksida dan racun minimal, serta harus bebas dari musuh-musuh telur yaitu bakteri, jamur dan zooplankton. Telur biasanya ditemukan mati pada saat tahapan morula atau embrio. Sebab-sebab kematian telur pada umumnya adalah kekurangan oksigen, temperatur yang tidak cocok dan serangan bakteri (Sistina, 1999). Ukuran telur sama dengan ukuran tubuh ikan betina dalam spesies dengan kantong induk telur, tetapi mirip di ukuran betina dalam spesies kantong. Hasil ini mungkin mencerminkan perbedaan dalam keturunan dari keturunan variabel dalam suatu induk, karena sistem perkawinan yang diadopsi oleh spesies yang berbeda dan ada atau tidak adanya kantong induk. Ukuran telur penting untuk kelangsungan hidup keturunan di banyak organisme, seperti keturunan dari telur yang lebih besar, ukuran tersebut biasanya memiliki kondisi yang lebih baik dan tingkat makanannya lebih besar ( Goncalveset al, 2011). Cleavage yaitu tahapan proses pembelahan sel. Proses ini berjalan teratur dan berakhir hingga mencapai blastulasi. Bisa juga dikatakan proses pembelahan sel yang terus menerus hingga terbentuk bulatan, seperti bola yang di dalamnya berisi rongga Gastrulasi merupakan proses kelanjutan blastulasi. Hasil proses ini adalah terbentuknya tiga lapisan, yaitu ektoderm, modeterm, dan entoderm. Organogenesis adalah tahapan dimana terjadi pembentukan organ-organ, tubuh dari tiga lapisan diatas, yaitu ektoderm, metoderm, dan entoderm. Setiap lapisan membentuk organ yang berbeda. Ektoderm membentuk lapisan pada gigi, mata dan saraf pendengaran. Mesoderm membentuk sistem respirasi, pericranial, peritonial, hati dan tulang. Sedangkan entoderm membentuk sel kelamin dan kelenjar endokrin (Isau, 2011). Telur dari hewan yang bertulang belakang, secara umum dapat dibedakan berdasarka kandungan kuning telur dalam sitoplasmanya (Effendi, 2002), yaitu : Telur Homolecithal (isolecithal) : Golongan telur ini hanya terdapat pada mamalia. Jumlah kuning telurnya hanya sedikit terutama dalam bentuk butir-butir lemak dan kuning telur yang terbesar di dalam sitoplasma. Telur Telolecithal : Golongan telur ini terdapat sejumlah kuning telur yang berkumpul pada saat satu kutubnya. Ikan tergolong hewan yang mempunyai jenis telur tersebut. Sistem pengelompokan telur berdasarkan jumlah kuning telurnya : Oligolechital : Telur dengan kuning telur sangat sedikit jumlahnya, contoh ikan Amphioxus. Telolechital : Telur dengan ukuran kuning telur lebih banyak dari oligolechital. Umumnya jenis telur ini banyak dijumpai di daerah empat musim, contoh ikan Sturgeon. Makrolecithal : Telur dengan kuning telur relatif banyak dan keping sitoplasma di bagian kutub animanya. Telur semacam ini banyak terdapat pada kebanyakan ikan. Sistem yang berdasarkan jumlah kuning telur namun dikelaskan lebih lanjut berdasarkan berat jenisnya : Non Bouyant : telur yang tenggelam ke dasar saat dikeluarkan dari induknya. Contoh telur ikan trout dan ikan salmon. Semi Bouyant : telur tenggelam ke dasar perlahan-perlahan, mudah tersangkut dan umunya telur berukuran kecil, contoh telur ikan coregonus. Terapung : telur dilengkapi dengan butir minyak yang esar sehingga dapat terapung. Umumnya terdapat pada ikan-ikan yang hidup di laut. Telur ikan teleost air tawar bersifat adesif yaitu melekat dalam subtrat. Hal ini disebabkan adanya lapisan pelekat yang mengandung glukoprotein pada telur yang telah matang. Lapisan ini tidak terdapat pada telur yang belum matang. Apabila telah berada dalam air, telur akan segera mulai mengembang (swelling). Air masuk diantara cangkang dan inti, sehingga ruang perivitelin akan mengembang, dan mikrofil akan menutup dalam waktu satu menit sehingga tidak ada sperma yang dapat masuk lagi. Perkembangan telur terjadi dalam waktu satu sampai dua jam, selanjutnya telur akan mengeras dalam air (Ardias, 2008). Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Semakin meningkat tingkat kematangan gonad garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar (Goncalves et al., 2011). Masa pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang berlangsung singkat, tetapi banyak pula pemijahan dalam waktu yang panjang ada pada ikan yang berlangsung beberapa hari. Semakin meningkat tingkat kematangan garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar.Informasi perkembangan diameter telur dalam gonad ikan sangat berguna untuk menduga saat pemijahan, terutama pada ikan. Diameter telur ikan pada saat pemijahan sekitar 1,5 mm (Makmur, 2009) Pengawetan secara umum adalah mempertahankan keutuhan tubuh atau organ secara morfologi dan anatomi. Pendinginan adalah salah satu cara untuk mengawetkan. Sebagai obyek penelitian, cara pendinginan ini jarang dilakukan, karena sampel akan menjadi sangat keras dan berkerut, air yang ikut membeku akan mempersulit penelitian. Namun demikian cara pengawetan dengan pendinginan ini dapat mempertahankan sampel beberapa saat sampai dimasukan kedalam larutan pengawet (Thomas, 1989). Data pengambilan sampel telur diambil dari berbagai jenis pengawetan, diantaranya tanpa pengawetan, pengawetan dengan formalin, pengawetan dengan larutan gilson dan dengan pendinginan. Pada pengawetan dengan larutan Gilson, gonad tersebut diawetkan dengan larutan Gilson dengan bertujuan untuk melarutkan dinding gonad sehingga butiran telur terlepas. Larutan Gilson dapat melarutkan jaringan-jaringan pembungkus telur sehingga memudahkan dalam perhitungan butir-butir telur (Unus dan Sharifuddin, 2010). MATERI DAN METODE 3.1. Materi 3.1.1. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah lemari es/freezer, mikroskop, botol film, pipet, jarum, mikrometer obyektif dan mikrometer okuler. 3.1.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah telur segar yang baru dikeluarkan dari tubuh ikan. 3.2. Metode Langkah langkah dalam pengawetan telur yaitu: membedah ikan dan di ambil telurnya, telur di keringkan di atas kertas karbon. Sebagian telur di masukan ke 3 botol film yaitu untuk pengawetan formalin, gilson dan pendinginan. Pengawetan dengan formalin dilakukan dengan memberi beberapa tetes formalin 10 %. Pengawetan dengan larutan gilson dengan menambahkan beberapa tetes larutan gilson ke dalam botol film yang berisi telur kemudian di kocok hati-hati agar tercampur. Pengawetan pendinginan dilakukan hanya dengan memasukan botol film yang berisi telur kering kedalam lemari es. Setelah diawetkan sampel telur diambil sebanyak kurang lebih 10 butir telur. Kemudian diamati morfologinya: kondisi kulit telur, dan warna telur diamati dengan menggunakan mikroskop atau loupe. 3.3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan pada tanggal 8 November 2015, hari minggu, pukul 13.00 s/d selesai yang bertempat di Laboratorium Pemanfaatan Sumber Daya Perairan FPIK, UNSOED. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 12. Hasil Pengamatan Pengawetan Telur Dengan Larutan Formalin Ikan ke- Bentuk Warna Skala ( ) Kalibrasi ( ) Diameter (μm) 1 Tidak Beraturan Kuning 25 1 25 2 Tidak Beraturan Kuning 29,5 1 29,5 3 Bulat Kuning 35 1 35 4 Tidak Beraturan Kuning 27,5 1 27,5 5 Tidak Beraturan Kuning 26,5 1 26,5 6 Tidak Beraturan Kuning 29,5 1 29,5 7 Tidak Beraturan Kuning 29,5 1 29,5 8 Tidak Beraturan Kuning 28 1 28 9 Bulat Kuning 28 1 28 10 TidakBeraturan Kuning 33,5 1 33,5 Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 13. Hasil Pengamatan Pengawetan Telur Dengan Pendinginan Ikan Ke- Bentuk Warna Skala () Kalibrasi () Diameter (μm) 1 Bulat Hijau Kecoklatan 45 1 45 2 Tidak Beraturan Hijau Kecoklatan 42 1 42 3 Tidak Beraturan Hijau Kecoklatan 44 1 44 4 Tidak Beraturan Hijau Kecoklatan 47 1 47 5 Tidak Beraturan Hijau Kecoklatan 47,5 1 47,5 6 Tidak Beraturan Hijau Kecoklatan 72,5 1 72,5 7 Bulat Hijau Kecoklatan 43 1 43 8 Bulat Hijau Kecoklatan 35 1 35 9 Bulat Hijau Kecoklatan 40 1 40 10 Bulat Hijau Kecoklatan 49 1 49 Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 14. Hasil Pengamatan Pengawetan Telur Dengan Larutan Gilson Ikan ke- Bentuk Warna Skala () Kalibrasi () Diameter (μm) 1 Tidak Beraturan Orange 21,5 1 21,5 2 Tidak Beraturan Orange 30,5 1 30,5 3 Bulat Orange 33 1 33 4 Bulat Orange 25 1 25 5 Oval Orange 26 1 26 6 Tidak Beraturan Orange 25 1 25 7 Tidak Beraturan Orange 30 1 30 8 Tidak Beraturan Orange 24,5 1 24,5 9 Tidak Beraturan Orange 36 1 36 10 Tidak Beraturan Orange 23,5 1 23,5 4.2. Pembahasan Telur yang digunakan dalam praktikum ini adalah telur dari ikan nilem. Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat terdapat beberapa jenis atau tipe dari bentuk, ukuran dan perbedaan warna dari ±30 telur yang dijadikan sampel. Menurut hasil praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ikan nilem memiliki tiga jenis bentuk telur yaitu bulat, lonjong dan tidak beraturan. Berdasarkan hasil praktikum, diketahui telur jenis ikan sampel tersebut polytelolechital karena mengandung sejumlah kuning telur yang lebih banyak. Seperti yang diungkapkanTriyani (2002)bahwa telur ikan nilem banyak mengandung kuning telur yang mengumpul pada suatu kutub. Warna telur ikan nilem transparan dan bersifat demersal atau terbenam di dasar perairan. Telur ikan nilem mempunyai diameter berkisar antara 0,8 mm – 1,2 mmdan bentuk telur yang paling umum adalah bulat, tetapi ada pula yang lonjong dengan kombinasi yang bervariasi(Sistina,1999). Telur dibuahi ditandai dengan warnanya yang jernih transparan dikarenakan oolema masih utuh sehingga rongga perivitellin tampak jernih, sedangkan telur tidak dibuahi akan mati dan warnanya berubah menjadi putih keruh (Sutisna, 1995). Pengawetan telur berpengaruh pada perbedaan warna pada telur ikan. Telur yang diawetkandenganformalin mengalamiperubahanwarnamenjadikuning, sedangkantelur yang diawetkandengancarapendinginanberwarna hijau kecoklatan, dantelur yang diawetkandenganlarutanGilsonberwarna orange (Sutisna, 1995). Pengawetan berpengaruh terhadap panjang, berat dan faktor kondisi ikan atau organ yang diawetkan. Andersen dan Gutreuter (1983) menyatakan bahwa ukuran ikan atau organ yang telah diawetkan akan menyusut cepat, kemudian menjadi stabil, dan berat ikan akan cenderung meningkat mencapai maksimum setelah itu sedikit menurun. Tetapi masih lebih berat dari berat ikan atau organ yang bersangkutan saat masih hidup. Diameter telur yang dibuahi dan tidak dibuahi akan mengalami suatu proses perkembangan dari sel ke sel. Dan dari hasil praktikum diameter telur yang didapat beragam, diameter terbesar setelah pengawetan telur dengan larutan formalinadalah 35µm sedangkan yang terkecil adalah 25µm, diameter terbesar setelah pengawetan telur dengan pendinginanadalah 49µm sedangkan yang terkecil adalah 35, dan diameter terbesar setelah pengawetan telur dengan larutan gilson adalah 36µm sedangkan yang terkecil adalah 21,5µmµmHoar (2004) menyatakan bahwa perbedaan diameter ukuran telur dipengaruhi oleh masa pemijahan dan ukuran tubuh dari masing-masing spesies ikan. Diameter telur ada hubungannya dengan fekunditas. Fekunditas adalah jumlah telur matang dalam ovari yang akan dikeluarkan pemijahan, fekunditas meningkat secara logaritmik seiring dengan pertumbuhan panjang atau bobot. Makin banyak telur yang dipijahkan (fekunditas), maka ukuran diameter telurnya makin kecil, demikian pula sebaliknya. Ikan yang memiliki diameter telur lebih kecil biasanya mempunyai fekunditas yang lebih banyak, sedangkan yang memiliki diameter telur yang besar cenderung memiliki fekunditas rendah. Semakin besar ukuran diameter telur akan semakin baik, karena dalam telur tersebut tersedia makanan cadangan sehingga larva ikan akan dapat bertahan lebih lama. Larva yang berasal dari telur yang besar memiliki keuntungan karena memiliki cadangan kuning telur yang lebih banyak sebagai sumber energi sebelum memperoleh makanan dari luar. Ukuran diameter telur dapat menentukan kualitas yang berhubungan dengan kandungan kuning telur dimana telur yang berukuran besar juga dapat menghasilkan larva yang berukuran besar. Semakin berkembang gonad, maka ukuran diameter telur yang ada didalamnya semakin besar sebagai hasil pengendapan kuning telur, hidrasi, dan pembentukan butir-butir minyak (Unus dan Sharifuddin, 2010). Data pengambilan sampel telur yang diambil tadi telah di awetkan dengan berbagai jenis pengawetan, diantaranya pengawetan dengan formalin, pengawetan dengan larutan gilson dan dengan pendinginan. Pengawetan telur yang terbaik dari ketiga metode pengawetan yakni formalin, hal ini sesuai dengan yang ada di dalam jurnal Ulasan IPTEK. Fakultas Perikanan Unsrattentang Prinsip dan Kegunaan Pengawetan dalam Koleksi Ikan,yaitu Laevastu (1965) menganjurkan penggunaan formalin 4% dan Fleming (1987) menyatakan bahwa teknik fiksasi yang terbaik untuk menghitung telur dalam gonad ikan salmon adalah memasukkan ovari segar ke dalam larutan formalin 5%. Selain itu Thomas (1989) menyatakan bahwa membekukan ovari dan untuk memulainya analisisnya, sampel dimasukkan (90-95˚C) sebelum dimasukkan ke dalam larutan formalin 4%. Bahan kimia yang umum digunakan untuk mengawetkan ikan adalah formalin 5-10 %. Larutan formalin dipilih karena dapat diencerkan dengan air tawar maupun air laut. Di dalam larutan ini sampel dapat bertahan hingga beberapa bulan (Anderson dan Gutreuter, 1983). Pendinginan adalah salah satu cara untuk mengawetkan. Sebagai obyek penelitian, cara pendinginan ini jarang dilakukan, karena sampel akan menjadi sangat keras dan berkerut, air yang ikut membeku akan mempersulit penelitian. Namun demikian cara pengawetan dengan pendinginan ini dapat mempertahankan sampel beberapa saat sampai dimasukan kedalam larutan pengawet (Thomas, 1989).Larutan gilson merupakan larutan yang populer digunakan untuk memisahkan telur-telur ikan dari jaringan-jaringan gonad. Larutan ini merupakan kombinasi dari alkohol 60%, asam nitrat, asam asetat, merkuri klorida yang dilarutkan dalam akuades (Snyder, 1983). Pengawetan sampel atau objek penelitian merupakan awal suatu penelitian. Kesalahan pada saat pengawetan sampel dapat memberikan hasil akhir yang tidak maksimal. Oleh karena itu perlu adanya pengetahuan yang cukup tentang tata cara pengawetan dan harus ada keseriusan dalam melakukannya, karena bahan kimia yang dipakai umumnya bersifat mudah menguap, mudah terbakar, mengganggu pernafasan dan bahkan ada yang bersifat karsinogen (Syahalaitua dan Pradina, 1996). KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Hasil pengawetan telur ikan nilem terjadi perubahan warna, bentuk dan ukurannya. Telur ikan yang diamati memiliki warna yang berbeda-beda diantaranya berwarna kuning, orange dan hijau kecoklatan. Bentuk telurnya ada tiga yaitu bulat, lonjong atau oval dan tidak beraturan. 5.2. Saran Pengambilan sampel telur pada ikan untuk pengamatan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak dan merubah bentuk telur, karena ketidak hati-hatian dalam pengambilan sampel menjadi salah satu penyebab kesalahan pengamatan bentuk morfologi telur. DAFTAR PUSTAKA Anderson, O. R. dan S. J. Gutreuter. 1983. Length,Weight and Associated Structural Indexes. dalam L.A. Nielsen dan D.L. jhonson (ed.). Fisheries Technique. 283-300 America fish. Soc. Maryland Ardias, Nurdianti. 2008. Peran NaCl Terhadap derajat pembuahan, Penetasan telur dan kelangsungan hidup larva ikan Koi (Cyprinus carpio).Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Costa w J. E. M. & Fabiano Leal. 2009. Egg surface morphology in the Neotropical seasonal killifi sh genus Leptolebias (Teleostei: Aplocheiloidei: Rivulidae). Avertebrata Zoologi. 59: 25-29. Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Kanisius. Yayasan Pustaka Nusatama, Jogjakarta. Effendi, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Kanisius. Yayasan Pustaka Nusutama, Yogyakarta. Goncalves, I Braga., I. Ahnesjo., and  C. Kvarnemo. 2011. The Relationship Between Female Body Size and Egg Size In Pipefishes. Journal of Fish Biology. 78: 1847–1854. Hoar, W. S. 2004. The Endrokrine Organs. Academic Press, New York. Isau, Ziara A. 2011. Structural analysis of oocytes, post-fertilization events and embryonic development of the Brazilian endangered teleost Brycon insignis (Characiformes). Cambridge University. 21 : 85-94 Lelievre, Stephanie., Veronique Verrez Bagnis., Marcjerome and Sandrinevaz1. 2010 .PCR-RFLP analyses of formalin-fixed fish eggs for the mapping of spawning areas in the Eastern Channel and Southern North Sea. Journal Of Plankton Research. 32 (11) : 1527–1539. Makmur, Safran. 2009. Fekunditas dan diameter telur ikan gabus (channa satriata bloch) di daerah banjiran sungai musi sumatera selatan. Jurnal perikanan x(x):x. Sistina, Yulia. 1999. Biologi Larva Petunjuk Mata Kuliah dan Praktikum. Unsoed. Purwokerto. Snyder,D. E. 1983. Fish eggs and larvae. dalam L.A. Nielsen dan D.L. jhonson (ed.). Fisheries Techniques. 165-197. America fish. Soc. Maryland Sutisna. 1995. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta. Syahailatua, A dan Pradina. 1996. Prinsip dan Kegunaan Pengawetan Dalam Koleksi Ikan. Ulasan IPTEK. Fakultas Perikanan Unsrat.4(2) : 27-31 Thomas R. 1989. A method to determinefecundity from frozen ovaries meeresforsch 32: 248-249 Triyani, E. 2002. Fertilisasi Telur Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) yang dioviposisikan Tiga Jam Setelah Waktu Pemijahan.Skripsi. Fakultas Biologi. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto. Unus .F dan Sharifuddin Bin Andy Omar. 2010. Analisis Fakunditas dan Diameter Telur Ikan Malalugis Biru (Decapterus macarellus Cuvier, 1833) di Perairan Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi tengah. Torani. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan.20 (1) : 37-43 LAMPIRAN SEQ Lampiran \* ARABIC 6 Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 13. Bentuk Telur Bulat Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 14. Bentuk Telur Tidak Beraturan Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 15. Bentuk Telur Oval Perhitungan diameter telur dengan larutan formalin : Rumus diameter skala telur ke-i Diameter Ikan = jumlah skala x angka kalibrasi Angka kalibrasi = 1 25 x 1= 25 μm 29,5 x 1= 29,5 μm 35 x 1= 35 μm 27,5 x 1= 27,5 μm 26,5 x 1= 26,5 μm 29,5 x 1= 29,5 μm 29,5 x 1= 29,5 μm 28 x 1= 28 μm 28 x 1= 28 μm 28 x 1= 28 μm Perhitungan diameter telur dengan pendinginan : Rumus diameter skala telur ke-i Diameter Telur = jumlah skala x angka kalibrasi Angka kalibrasi = 1 45 x 1= 45 μm 42 x 1= 42 μm 44 x 1= 44 μm 47 x 1= 47 μm 47,5 x 1= 47,5 μm 72,5 x 1= 72,5 μm 43 x 1= 43 μm 35 x 1= 35 μm 40 x 1= 40 μm 49 x 1= 49 μm Perhitungan diameter telur dengan larutan gilson : Rumus diameter skala telur ke-i Diameter Telur = jumlah skala x angka kalibrasi Angka kalibrasi = 1 2,5 x 1= 2,5 μm 30,5 x 1= 30,5 μm 33 x 1= 33 μm 25 x 1= 25 μm 26 x 1= 26 μm 25 x 1= 25 μm 30 x 1= 30 μm 24,5 x 1= 24,5 μm 36 x 1= 36 μm 23,5 x 1= 23,5 μm ?