TUTORIAL KLINIK
(DEMAM TIFOID)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Tutorial Klinik
Kepanniteraan di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Disusun oleh:
Ainuzzahrah
4151151484
Perseptor:
dr. Hendri Priyadi, M.Kes., MPd. Ked., Sp.PD
BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT DALAM RS DUSTIRA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2016
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT DUSTIRA/FAK KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI
CIMAHI
Nama Penderita : Tn. J. A. P. Ruangan : XI No.Cat. Med : 454476
Jenis kelamin : Laki-Laki Umur : 25 tahun Agama : Islam
Jabatan/Pekerjaan : TNI
Alamat : Jakarta
Dikirim oleh : UGD Tgl.Dirawat : 18 Mei 2016 Jam : 20.05
Tgl. Diperiksa : 19 Mei 2016 Tgl. Keluar: 23 Mei 2016 Jam : 14.00
Keadaan waktu pulang : sembuh/perbaikan /pulang paksa/lain-lain
Penderita meninggal pada tgl.: - Jam : -
Diagnosa/Diagnosa Kerja :
Dokter : Demam Tifoid
Co-Ass : Demam Tifoid
A. ANAMNESA (Auto/Hetero)
KELUHAN UTAMA :
Demam
ANAMNESA KHUSUS :
Tn. JAP berusia 25 tahun datang ke RS Dustira dengan keluhan demam. Keluhan demam dirasakan sejak 8 hari yang lalu. Demam makin meningkat terutama pada sore dan malam hari. Keluhan disertai dengan sakit kepala bagian dahi, perasaan lelah, rasa tidak enak di bagian perut, mual tanpa muntah, tidak ada napsu makan, dan gangguan BAB (sejak 4 hari yang lalu pasien tidak BAB).
Tidak ada riwayat menggigil sebelum demam dan berkeringat banyak setelah demam. Tidak ada riwayat batuk lama yang disertai keringat malam dan penurunan berat badan yang drastis. Tidak ada riwayat nyeri sendi dan otot sampai tidak dapat berjalan. BAK lancar tanpa nyeri dan tidak ada nyeri pada pinggang. Tidak ada mata kuning, kejang, dan penurunan kesadaran. Tidak ada riwayat BAB berdarah atau nyeri perut yang hebat. Tidak ada riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (papua, pandeglang, pangandaran). Tidak ada riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis.
Pasien mengaku bahwa sebelum sakit, pasien lebih sering makan di dapur asrama dan jarang jajan sembarangan di pinggir jalan dan pasien tidak memiliki riwayat sakit maag. Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien sudah meminum obat penurun demam. Setelah meminum obat penurun demam, demam sempat menurun tetapi tidak lama kemudian demam kembali meningkat. Setelah dirawat di rumah sakit, keluhan pasien mulai berkurang. Pasien mengaku bahwa beberapa teman di asrama mengalami keluhan yang sama. Pasien selalu mencuci tangan sebelum makan dan menggunakan air mineral dalam kemasan untuk minum sehari-hari.
a. Keluhan keadaan umum :
Panas badan : Ada keluhan
Tidur : Tidak ada keluhan
Edema : Tidak ada keluhan
Ikterus : Tidak ada keluhan
Haus : Tidak ada keluhan
Nafsu makan : Ada keluhan
Berat badan : Tidak ada keluhan
b. Keluhan organ kepala :
Penglihatan : Tidak ada keluhan
Hidung : Tidak ada keluhan
Lidah : Lidah terasa pahit
Gangguan menelan : Tidak ada keluhan
Pendengaran : Tidak ada keluhan
Mulut : Tidak ada keluhan
Gigi : Tidak ada keluhan
Suara : Tidak ada keluhan
c. Keluhan organ di leher :
Rasa sesak di leher : Tidak ada keluhan
Pembesaran kelenjar : Tidak ada keluhan
Kaku kuduk : Tidak ada keluhan
d. Keluhan organ di thorax :
Sesak nafas : Tidak ada keluhan
Sakit dada : Tidak ada keluhan
Nafas berbunyi : Tidak ada keluhan
Batuk : Tidak ada keluhan
Jantung berdebar : Tidak ada keluhan
e. Keluhan organ di perut :
Nyeri lokal : Tidak ada keluhan
Nyeri tekan : epigastrium, Ileocaecal
Nyeri seluruh perut : Tidak ada keluhan
Nyeri berhubungan dengan :
Makanan : Tidak ada
BAB : Tidak ada
Haid : -
Perasaan tumor di perut: Tidak ada keluhan
Muntah-muntah : Tidak ada keluhan
Diare : Tidak ada keluhan
Obstipasi : Ada keluhan
Tenesmi ad ani : Tidak ada keluhan
Perubahan dalam BAB : Tidak ada keluhan
Perubahan dalam miksi : Tidak ada keluhan
Perubahan dalam haid : -
f. Keluhan tangan dan kaki :
Rasa kaku : Tidak ada keluhan
Rasa lelah : Tidak ada keluhan
Nyeri otot/sendi : Tidak adakeluhan
Kesemutan/baal : Tidak ada keluhan
Patah tulang : Tidak ada
Nyeri belakang sendi lutut: Tidak ada keluhan
Nyeri tekan : Tidak ada keluhan
Luka/bekas luka : Tidak ada
Bengkak : Tidak ada keluhan
g. Keluhan-keluhan lain :
Kulit :Tidak ada keluhan
Ketiak : Tidak ada keluhan
Keluhan kelenjar limfe : Tidak ada keluhan
Keluhan kelenjar endokrin :
1. Haid : -
2. DM : Tidak ada keluhan
3. Tiroid : Tidak ada keluhan
4. Lain-lain : Tidak ada keluhan
ANAMNESA TAMBAHAN
a. Gizi : kualitas : Cukup
kuantitas : Cukup
b. Penyakit menular : Tidak ada
c. Penyakit turunan : Tidak ada
d. Ketagihan : Tidak ada
e. Penyakit venerik : Tidak ada
B. STATUS PRAESEN
I. KESAN UMUM :
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Watak : Kooperatif
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Pergerakan : Aktif
Tidur : Terlentang dengan 1 bantal
Berat Badan : 60 Kg
Tinggi Badan : 170 cm
Keadaan gizi : IMT 20,7
- Gizi kulit : Baik
- Gizi otot : Baik
Bentuk badan : Atletikus
Umur yang ditaksir : Sesuai
Kulit : Kering
b. Keadaan Sirkulasi
Tekanan darah : kanan : 120/80 mmHg kiri:120/80 mmHg
Nadi : kanan : 80 x/m kiri: 80 x/m regular, equal, isi cukup
Suhu : 37,8 0C
Pucat : Tidak ada
Keringat dingin : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
c. Keadaan Pernafasan :
Tipe : Thoracoabdominal
Frekuensi : 20x/menit
Corak : Normal
Hawa/bau nafas : Normal
Bunyi nafas : Tidak ada
II. PEMERIKSAAN KHUSUS :
a. Kepala :
1. Tengkorak
- Inspeksi : Simetris
- Palpasi : Tidak ada kelainan
2. Muka
- Inspeksi : Simetris, Ikterik (-), pucat (-)
- Palpasi : Tidak ada kelainan
3. Mata
Letak : Simetris
Kelopak mata : Tidak ada kelainan
Kornea : Jernih
Refleks kornea : +/+
Pupil : Bulat, isokor
Reaksi konvergensi : +/+
Lensa mata : Jernih
Sklera : Ikterik -/-
Konjungtiva : Anemis -/-
Iris : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Normal, ke segala arah
Reaksi cahaya : Direk +/+, Indirek +/+
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Telinga
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada kelainan
Pendengaran : Tidak ada kelainan
5. Hidung
Inspeksi : Tidak ada kelainan, rhinnorea (-), PCH (-)
Sumbatan : Tidak ada
Ingus : Tidak ada
6. Bibir
Sianosis : Tidak ada
Kheilitis : Tidak ada
Stomatitis angularis : Tidak ada
Rhagaden : Tidak ada
Perleche : Tidak ada
7. Gigi dan gusi : 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 caries
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 X tanggal
Perdarahan gusi : Tidak ada
8. Lidah
Besar : Normal
Bentuk : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Tidak ada kelainan
Permukaan : Mukosa basah, permukaan berpapila, bersih, tepi hiperemis, tremor (+)
9. Rongga mulut
Hiperemis : Tidak ada
Lichen : Tidak ada
Aphtea : Tidak ada
Bercak : Tidak ada
10. Rongga leher
Selaput lendir : Tidak ada kelainan
Dinding belakang pharynx : Tidak hiperemis
Tonsil : T1- T1, tenang
b. Leher
1. Inspeksi
- Trakea : Tidak terlihat ada deviasi
- Kel.tiroid : Tidak membesar
- Pembesaran vena : Tidak tampak dilatasi vena jugularis
- Pulsasi vena leher : Terlihat
Palpasi
Kel. getah bening : Tidak teraba
Kel. Tiroid : Tidak tampak pembesaran
Tumor : Tidak ada
- Otot leher : Tidak ada kelainan
Kaku kuduk : Tidak ada
3. Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis : 5+2 cmH2O
Hepato Jugular Refluks : Tidak ada
c. Ketiak
1. Inspeksi
- Rambut ketiak : Tidak ada kelainan
- Tumor : Tidak ada
2. Palpasi
- Kel. getah bening : Tidak teraba
- Tumor : Tidak ada
d. Pemeriksaan Thorax
Thorax depan :
Inspeksi :
Bentuk umum : Simetris
Sela iga : Tidak melebar
Sudut epigastrium : < 90°
Diameter frontal - sagital : Diameter frontal < diameter sagital
Pergerakan : Simetris
Muskulatur : Tidak ada kelainan
Kulit : Tidak ada kelainan, rose spit (-)
Tumor : Tidak ada
Ictus cordis : Tidak terlihat
Pulsasi lain : Tidak ada
Pelebaran vena : Tidak ada
Palpasi :
Kulit : Tidak ada kelainan
Muskulatur : Tidak ada kelainan
Mammae : Tidak ada kelainan
Sela iga : Normal, tidak melebar, tidak menyempit
Paru-paru : Kanan Kiri
Pergerakan : Simetris Kanan = Kiri
- Vocal Fremitus : Normal Kanan = Kiri
Ictus Cordis : Teraba
Lokalisasi : ICS V, Linea midclavicularis sinistra
Intensitas : Normal
Pelebaran : Tidak ada
Thrill : Tidak ada
Perkusi :
Paru-paru : Kanan Kiri
Suara perkusi : Sonor Sonor
Batas paru-hepar : ICS V, linea midclavikularis dextra
Peranjakan : Satu sela iga Satu sela iga
Jantung :
Batas kanan : ICS IV, Linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V, Linea midclavicularis sinistra
Batas atas : ICS II, Linea sternalis Sinistra
Auskultasi
Paru-paru : Kanan Kiri
Suara pernafasan pokok: VBS Kanan = Kiri
Suara tambahan : Ronki -/-, wheezing -/-
Vokal Resonansi : Kanan = Kiri
Jantung :
Irama : Reguler
Bunyi jantung pokok : M1 > M2 P1 < P2
T1 > T2 A1 <A2 A2>P2
Bunyi jantung tambahan : Tidak ada
Bising jantung : Tidak ada
Bising gesek jantung : Tidak ada
Thorax belakang :
Inspeksi :
Bentuk : Simetris
Pergerakan : Simetris
Kulit : Tidak ada kelainan, rose spot (-)
Muskulator : Tidak ada kelainan
Palpasi
Sela iga : Tidak ada kelainan
Muskulatur : Tidak ada kelainan
Vocal Fremitus : Normal, Kanan = kiri
Perkusi: Kanan Kiri
Perkusi perbandingan : Sonor Sonor
Batas bawah : Vertebra Th.X Vertebra Th.XI
Peranjakan : Satu sela iga Satu sela iga
Auskultasi :
Suara pernafasan : VBS Kanan = Kiri
Suara tambahan : ronki-/-, wheezing -/-
Vokal resonance : Normal Kanan = Kiri
e. Abdomen
1. Inspeksi :
Bentuk : Datar
Otot dinding perut : Tidak ada kelainan
Kulit : Tidak ada kelainan, rose spot (-)
Umbilikus : Tidak ada kelainan
Pergerakan usus : Tidak terlihat
Pulsasi : Tidak ada
Venektasi : Tidak ada
2. Auskultasi
Bising usus : (+) Normal
Bruit : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada kelainan
3. Perkusi :
- Suara perkusi : Tympani
- Ascites : Tidak ada
Pekak samping : -
Pekak pindah : -
Fluid Wave : -
4. Palpasi :
Dinding perut : Lembut
Nyeri tekan lokal : Nyeri tekan ad region epigastrium, ileocaecal (+)
Nyeri tekan difus : Tidak ada
Nyeri lepas : Tidak ada
Defense Muskuler : Tidak ada
Hepar : Teraba
Besar : 3cm bac, 4cm bpx
Konsistensi : Kenyal
Permukaan : Rata
Tepi : tajam
Nyeri tekan : Tidak ada
Lien : Tidak teraba, ruang Traube kosong
Pembesaran : -
Konsistensi : -
Permukaan : -
Incissura : -
Nyeri tekan : -
Tumor/massa : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba, Nyeri tekan: -/-
Ballotement ginjal : -/-
f. CVA (Costovertebra Angle) : Nyeri ketok -/-
g. Lipat paha :
Inspeksi : Tumor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kel.getah bening : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hernia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Palpasi : Tumor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kel. Getah bening : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hernia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pulsasi A. femoralis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : A. femoralis : Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Sakrum : Tidak dilakukan pemeriksaan
j. Rectum & anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
k. Extremitas (anggota gerak): Atas Bawah
1. Inspeksi : Bentuk: Simetris, tidak ada deformitas
Pergerakan : Tidak terbatas Tidak terbatas
Kulit : Kering Kering
Otot : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Edema : Tidak ada Tidak ada
Clubbing finger : Tidak ada -
Palmar eritem : Tidak ada -
2. Palpasi Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada
Tumor : Tidak ada Tidak ada
Edema
(Pitting/Non pitting) : Edema (-/-) Edema (-/-)
Pulsasi arteri : A. Radialis (+/+) A.Dorsalis pedis (+/+)
A.Tibialis posterior (+/+)
A. poplitea (+/+)
A. femoralis (+/+)
l. Sendi-sendi :
Inspeksi : Kelainan bentuk : Tidak ada
Tanda radang : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
Palpasi : Nyeri tekan : Tidak ada
Fluktuasi : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
m. Neurologik :
Refleks fisiologik : - KPR : +/+ normal
- APR : +/+ normal
Refleks patologik : -/-
Rangsangan meningen : Tidak ada
Sensorik : Tidak ada kelainan
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DARAH (18 Mei 2016)
Hb : 14,4 g/dL
Ht : 44,7%
Lekosit : 5,9 x 103/mm3
Eritrosit : 5,1 x 106 juta/mm3
Trombosit : 275 x103/mm3
Basofil : 0,7 %
Eosinofil : 0,7 %
Segmen : 61,6 %
Limfosit : 29,2 %
Monosit : 5,9 %
TES WIDAL (20 Mei 2016)
S. Typhi O : 1/320
S. Paratyphi AO : Negatif
S. Paratyphi BO : 1/80
S. Paratyphi CO : Negatif
S. Typhi H : 1/160
S. Paratyphi AH : Negatif
S. Paratyphi BH : 1/80
S. Paratyphi CH : Negatif
KADAR GULA DARAH
(25 Agustus 2015)
Darah Puasa :
IV. Resume
Seorang Laki-laki berusia 25 tahun dengan keluhan demam. Demam dirasakan sejak 8 hari yang lalu. Demam semakin meningkat terutama pada sore dan malam hari. Keluhan disertai sakit kepala bagian dahi, perasaan lelah, rasa tidak enak bagian perut, mual tanpa muntah, tidak ada napsu makan, dan konstipasi sejak 4 hari yang lalu. pasien meminum paracetamol untuk mengurangi demam akan tetap tidak ada perbaikan. Pasien lebih sering makan di asrama dan jarang jajan sembarangan di luar. Pasien mencuci tangan sebelum makan. Keluhan seperti ini baru pertama kali. Teman satu asrama pasien mengalami keluhan yang sama.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kesadaran compos mentis, kesan sakit sedang
Status gizi : IMT 20,7
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 37,8 0C
Kepala
Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, PCH (-), sianosis perioral (-), tepi lidah hiperemis (+), lidah tremor (+)
Leher
JVP 5+2 CmH2O, KGB tidak teraba membesar
Thorax : rose spot (-)
Cor:
Ictus Cordis tidak terlihat. Ictus Cordis teraba di bawah areola mamae. Batas jantung normal. Bunyi jantung SI-S2 MR.
Pulmo:
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, sela iga normal
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi : VBS kanan = kiri. Ronki -/-, Wheezing -/-
Vocal resonance kanan = kiri.
Abdomen : rose spot (-)
Datar lembut, NT regio epigastrium dan ileocaecal. BU (+) normal
Hepar: Teraba 3cm bac dan 4cm bpx, kenyal, rata, tepi tajam, NT (-)
Lien: Tidak teraba
Ekstremitas
Edema (-), sianosis (-), clubbing finger (-)
Pemeriksaan laboratorium
Darah Rutin
Hb : 14,4 g/dL
Ht : 44,7%
Lekosit : 5,9 x 103/mm3
Eritrosit : 5,1 x 106 juta/mm3
Trombosit : 275 x103/mm3
Hitung Jenis
Basofil : 0,7 %
Eosinofil : 0,7 %
Segmen : 61,6 %
Limfosit : 29,2 %
Monosit : 5,9 %
Tes Widal
S. Typhi O : 1/320
S. Paratyphi AO : Negatif
S. Paratyphi BO : 1/80
S. Paratyphi CO : Negatif
S. Typhi H : 1/160
S. Paratyphi AH : Negatif
S. Paratyphi BH : 1/80
S. Paratyphi CH : Negatif
V. Diagnosis Banding
1. Demam Tifoid
2. Malaria
3. Tb Milier
VI. Diagnosis Kerja
Demam Tifoid
VII. Usul Pemeriksaan
Gall Culture
SADT dan tetas darah tebal / rapid test malaria
VIII. Tatalaksana
Non Farmakologi:
Tirah baring minimal 7 hari bebas demam
Mobilisasi: Duduk (2-3 hari bebas demam), berdiri (7 hari bebas demam), berjalan (10 hari bebas demam)
Infus RL 20 gtt/menit
Diet: Makanan rendah serat
Farmakologi:
Kloramfenikol 4 x 500 mg hingga 7 hari bebas demam (min 14 hari)
Paracetamol 3 x 500 mg, prn
Vit B complex 3 x 1
IX. Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
DISKUSI STATUS
Diskusi Keluhan Utama
Keterangan Umum
Keterangan
Tn. JAP (TNI) berusia 25 tahun datang ke RS Dustira.
Typhoid sering didapatkan pada usia dewasa muda sekitar 10-30 tahun, terutama pada masyarakat ekonomi lemah dengan tingkat pengetahuan tentang kesehatan bauk hygiene maupun sanitasi yang rendah. Tidak didapatkan perbedaan insidensi antara pria dan wanita.
Penderita datang dengan keluhan demam.
Pada kasus demam tifoid, keluhan utama yang dapat menjadi alasan penderita datang berobat ke dokter adalah: panas badan, penurunan kesadaran, BAB berdarah, nyeri perut yang hebat.
Keluhan demam dirasakan sejak 8 hari yang lalu. Demam makin meningkat terutama pada sore dan malam hari.
Panas badan timbul secara bertahap dengan pola seperti anak tangga, meningkat pada malam hari dan menurun sedikit pada pagi hari.
Keluhan disertai dengan sakit kepala bagian dahi, perasaan lelah, rasa tidak enak di bagian perut, mual tanpa muntah, tidak ada napsu makan, dan gangguan BAB (sejak 4 hari yang lalu pasien tidak BAB).
Minggu pertama: demam, nyeri kepala bagian frontal, nyeri otot, tidak napsu makan, mual, dan muntah, diare atau obstipasi, perasaan tidak enak pada perut, batuk, adanya epistaksis, dan rose spot
Diskusi Anamnesa Khusus
Anamnesa Khusus
Keterangan
Tidak ada riwayat menggigil sebelum demam dan berkeringat banyak setelah demam.
Menyingkirkan DD/ Malaria
Tidak ada riwayat batuk lama yang disertai keringat malam dan penurunan berat badan yang drastis.
Menyingkirkan DD/ Tb Millier
Tidak ada riwayat nyeri sendi dan otot sampai tidak dapat berjalan.
Menyingkirkan DD/ Chikungunya
BAK lancar tanpa nyeri dan tidak ada nyeri pada pinggang.
Menyingkirkan DD/ ISK dan kemungkinan penyulit pada saluran kemih
Tidak ada mata kuning, kejang, dan penurunan kesadaran.
Menanyakan ada atau tidaknya penyulit seperti typhoid toxic (penurunan kesadaran) atau kejang akibat demam yang tinggi.
Tidak ada BAB berdarah atau nyeri peut yang hebat
Untuk melihat ada atau tidaknya penyulit perdarahan atau perforasi usus yang mungkin timbul pada minggu ke2-3 penyakit.
Tidak ada riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (papua, pandeglang, pangandaran).
Menyingkirkan DD/ Malaria
Tidak ada riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis.
Menyingkirkan DD/ Tb Millier
Pasien mengaku bahwa sebelum sakit, pasien lebih sering makan di dapur asrama dan jarang jajan sembarangan di pinggir jalan. Pasien tidak memiliki riwayat sakit maag
Untuk mengetahui faktor risiko host
Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Untuk menunjukkan apakah kasus baru atau kambuhan
Pasien sudah meminum obat penurun demam. Setelah meminum obat penurun demam, demam sempat menurun tetapi tidak lama kemudian demam kembali meningkat.
Pengobatan tidak adekuat karena tidak mengobati etiologi
Setelah dirawat di rumah sakit, keluhan pasien mulai berkurang.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbaikan
Pasien mengaku bahwa beberapa teman di asrama mengalami keluhan yang sama.
Salmonella dapat ditularkan secara fekal oral
Pasien selalu mencuci tangan sebelum makan dan menggunakan air mineral dalam kemasan untuk minum sehari-hari
Untuk mengetahui faktor risiko host
Diskusi Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
Keterangan
Keadaan Umum
Kesadaran compos mentis, kesan sakit sedang
Kesadaran penderita compos mentis yang berarti penderita sadar sepenuhnya dan memberi respon yang adekuat terhadap stimulus yang diberikan. Penderita tampak sakit sedang yang berarti penderita terbatas aktivitasnya dan memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan kegiatannya.
Tanda vital
Tekanan darah 120/80 mmHg kanan = kiri
Nadi 80 kali/menit, kanan = kiri, regular, equal, isi cukup
Respirasi 20 kali/menit, tipe thoracoabdominal
Suhu 37,8 febris
Dari tanda vital tidak didapatkan kelainan pada pasien seperti hipertensi dan sesak. Ditemukan febris dan bradikardi relatif karena pada setiap peningkatan suhu 10C tidak dikuti dengan peningkatan denyut nadi pada pasien.
Kepala
Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, PCH (-), sianosis perioral (-), tepi lidah hiperemis (+), lidah tremor (+)
Penyulit
Anemia hemolitik: konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hepatitis tifosa: sklera ikterik
Khas: typhoid tongue
Leher
JVP 5+2 CmH2O, KGB tidak teraba membesar
-
Thorax
rose spot (-)
Cor:
Ictus Cordis tidak terlihat. Ictus Cordis teraba di bawah areola mamae. Batas jantung normal. Bunyi jantung SI-S2 MR.
Pulmo:
Bentuk dan pergerakan simetris , Vocal fremitus kanan = kiri, sela iga normal, Sonor kanan = kiri, VBS kanan = kiri. Ronki -/-, Wheezing -/-, Vocal resonance kanan = kiri.
Rose spot timbul pada akhir minggu 1 atau akhir minggu 3, berbentuk makula berwarna jingga atau papula datar dengan diameter 2-4 mm, timbul dalam kelompok dan bertahan 3-4 hari, tersebar di daerah dada dan perut.
Abdomen
rose spot (-)
Datar lembut, NT regio epigastrium dan ileocaecal. BU (+) normal
Hepar: Teraba 3cm bac dan 4cm bpx, kenyal, rata, tepi tajam, NT (-)
Lien: Tidak teraba
Hapatomegali merupakan gejala yang sering dijumpai, biasanya timbul setelah minggu 1 selama suhu tubuh masih tinggi dan mengecil pada masa konvalesensi.
Ekstremitas
Edema (-), sianosis (-), clubbing finger (-)
-
Diskusi Pemeriksaan laboratorium
Darah Rutin
Hb : 14,4 g/dL
Ht : 44,7%
Lekosit : 5,9 x 103/mm3
Eritrosit : 5,1 x 106 juta/mm3
Trombosit : 275 x103/mm3
Hitung Jenis
Basofil : 0,7 %
Eosinofil : 0,7 %
Segmen : 61,6 %
Limfosit : 29,2 %
Monosit : 5,9 %
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Sedikit menurun (nilai rujukan 1.0-4.0)
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Tes Widal
S. Typhi O : 1/320
S. Paratyphi AO : Negatif
S. Paratyphi BO : 1/80
S. Paratyphi CO : Negatif
S. Typhi H : 1/160
S. Paratyphi AH : Negatif
S. Paratyphi BH : 1/80
S. Paratyphi CH : Negatif
Infeksi akut Salmonella typhi
Diskusi diagnosa
Demam Tifoid
Diagnosa Demam Tifoid didapatkan dari hasil anamnesis berupa adanya keluhan berupa panas badan lebih dari 7 hari, panas badan naik bertahap seperti anak tangga dan meningkat terutama pada sore atau malam hari, keluhan disertai sakit kepala bagian frontal, perasaan lelah, rasa tidak enak di bagian perut, mual tanpa muntah, tidak ada napsu makan, dan obstipasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bradikardi relatif, tepi lidah hiperemis dan terdapat tremor pada lidah, hepatomegali, dan nyeri tekan pada daerah epigastrium dan ileocaecal. Pada pemeriksaan penunjang lab darah rutin didapatkan eosinofil menurun dan pemeriksaan widal S.Typhi O 1/320.
Diskusi usul pemeriksaan
Gall culture. Gold standard untuk demam tifoid adalah kultur darah atau aspirasi sumsum tulang. Kultur darah memiliki sensitivitas yang rendah hanya 40%-60% bila dibandingkan dengan aspirasi sumsum tulang yaitu lebih daari 80%. Selain kultur darah dan sumsum tulang, dapat juga dilakukan kultur tinja dan urine.
SADT dan tetes darah tebal atau rapid test malaria. Pemeriksaan ini untuk mengingkirkan kemungkinan adanya malaria.
Diskusi Pengobatan
Kloramfenikol merupakan salah satu obat pilihan untuk demam tifoid. Obat ini bersifat bakteriostatik dan dapat mengikat 50S subunit dari ribosom dan menghambat sintesa protein bakteri. Obat ini memiliki spektrum yang luas, dapat menyerang bakteri gram positif dan gram negatif termasuk bakteri anaerob dan ricketsia. Kloramfenikol baik diabsorbsi secara oral dan juga tersedia dalam bentuk intravena. Kloramfenikol di metabolisme dalam hati. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 100mg/kgBB/hari dibagi dalam empat kali pemberian diberikan hingga 7 hari bebas demam. Selain itu pilihan obat lainnya adalah tiamfenikol 4 x 500 mg / hari, ko-trimoksasol 2 x 2 tablet/ hari (untuk dewasa, setai tablet mengandung 80mg trimetoprim dan 400mg sulfametoksasol).
Diskusi Prognosis
Quo ad vitam: ad bonam. Pada pasien ini tidak terdapat tanda-tanda yang mengancam jiwa.
Quo ad functionam: ad bonam. Dengan terapi yang adekuat, fungsi sistem pencernaan akan kembali seperti semula.
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
DEFINISI
Demam typhoid yang dikenal juga dengan typhoid fever atau typhus abdominalis, adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan infeksi bakteri gram negatif, genus salmonella, yaitu salmonella typhi, yang masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut.
Penyakit ini merupakan penyakit endemis di negara-negara asia termasuk di Indonesia, Afrika, dan Amerika Latin. Typhoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak tergantung pada keadaan iklim. Penyakit ini lebih banyak di jumpai di negara-negara berkembang di daerah tropis di mana penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu kurang baik. Jadi selama persedian air bersih belum memadai, sanitasi lingkungan masih buruk, serta sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang masih rendah, maka insidensi penyakit ini akan tetap tinggi.
EPIDEMIOLOGI
Case fatality rate demam tifoid pada 1996: 1,08% dari seluruh kematian di indonesia.
Survey kesehatan rumah tangga departemen kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 deman tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi.
Indonesia ; rata rata 900 ribu/tahun, 20 ribu kematian 91% pada usia 3-19 tahun
2007 : morbiditas 500/100.000 penduduk kematian 0,6-5%
WHO : 22 juta/tahun, 216.000 kematian.
ILMU KEDOKTERAN DASAR
Anatomi Usus Halus
Intestinum tenue merupakan bagian terpenting saluran cerna, terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum merupakan saluran berbentuk C dengan panjang 25 cm, terdiri dari pars superior (intraperitoneal), pars descenden, transversa, dan ascenden (retroperitoneal). Duodenum mendapat suplai dari truncus coeliacus dan a.mesenterica superior.
Truncus coeliacus – a.gastroduadenale
Pars superior (suplai darah sedikit): A.supraduodenale
Pars descendens, transversa, dan ascendens (suplai darah banyak): A pancreoticoduodenale superior anterior et posterior
A.mesenterica superior, hanya untuk bagian distal: A pancreoticoduodenale inferior anterior et posterior.
Jejunum dan ileum memiliki panjang sekitar 6 meter. Dua perlima bagian atas merupakan jejunum dimulai dari juncture duodenojejunalis dan berakhir pada juncture ileocaecalis. Lengkung-lengkung jejunum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen melalui mesenterium yang di dalamnya dilalui oleh cabang-cabang arteri dan vena mesenterica superior, pembuluh limf, dan saraf. Vaskularisasi bersal dari Aa. jejenalis dan ilealis (cabang dari a.mesenterica superior) dan vena ke Vv. Jejenalis dan ilealis bermuara ke v.mesenterica superior. Inervasi parasimpatis oleh n.vagus sedangkan simpatis oleh n.splanchnicus minus (T10-11). Afferen via serabut simpatis dan reffered pain dari dermatome T9-11 (regio umbilicus).
Histologi Ileum
Dinding ileum memiliki karakteristik yang sama dengan dinding saluran cerna yang lain yaitu terdiri atas lapisan mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa/adventitia. Lapisan mukosa terdiri atas 3 lapisan yaitu jaringan epitel selapis silindris, jaringan ikat lamina propria, dan jaringan otot polos pada muskularis mukosa. Epitel mukosa terdiri atas berbagai jenis sel dengan karakteristik dan fungsi yang berbeda. Beberapa epitel mukosa diantaranya adalah: sel absorbtif, sel goblet (penghasil mukus untuk melumasi dan melindungi dinding sel), sel paneth, dan sel M (epitel khusus yang melindungi folikel limfoid di plak peyer. Sel ini dapat mengendositosis antigen dan mentransportnya kepada makrofag dan limfosit di bawahnya). Peran mukosa sebagai proteksi terhadap mikroorganisme yaitu menghasilkan IgA, taut erat/ tight junction antarsel epitel yang berperan sebagai sawar, terdapat GALT (gut-assocoated lymphatic tissue) pada plak peyer. Kerusakan mukosa pada reaksi hiperplasia plak peyer menyebabkan rusaknya kapier pada lamina propria dan dapat menjadi sumber perdarahan yang pertama.
Submukosa merupakan lapisan jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah dan pembuluh limfe serta suatu pleksus saraf submukosa. Pada lapisan submukosa ileum banyak terdapat kumpulan folikel limfoid yang disebut plak peyer yang dapat menembus sampai ke mukosa. Kerusakan submukosa pada reaksi hiperplasia plak peyer dapat menyebabkan rusaknya kapiler yang banyak terdapat pada jaringan ikat submukosa sehingga dapat menjadi smber perdarahan yang kedua.
Muskularis merupakan lapisan jaringan otot polos yang tersusun sirkular (di bagian dalam) dan longitudinal (di bagian luar). Pada lapisan muskularis terdapat pleksus saraf mienterikus Auerbach.
Serosa adalah lapisan tipis jaringan ikat longgar yang kaya akan pembuluh darah, pembuluh limfe, dan jaringan lemak, serta epitel selapis gepeng kelanjutan dari peritoneum. Perforasi akibat reaksi hiperplasia plak peyer dapat menyebabkan rusaknya kapiler yang banyak terdapat pada jaringan ikat serosa sehingga dapat menjadi sumber perdarahan yang ketiga.
Mikrobiologi Salmonella sp.
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah famili enterobacteriaceae, bakteri gram negatif, motil, yang mempunya flagella, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, tidak memfermentasi laktosa, masa inkubasi kurang lebih 7-14 hari di usus kecil, dapat bertahan dalam air dan makanan selama beberapa minggu, mati pada suhu 600C selama 15-20 menit dalam desinfektan dan klorin. Salmonella memiliki 3 macam antigen, yaitu:
Antigen O (Antigen somatik) yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai sktuktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
Antigen H (Antigen flagella) yang terletak pada flagella, fimbriae atau fili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
Antigen Vi (Virulensi) yang terletak pada kapsul dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.
Tabel 1. Reaksi Kimia Genus Salmonella.
Glukosa
Laktosa
Manitol
Maltosa
Sakarosa
Indol
TSIA
SS
S. typhi
+
-
+
+
-
-
-/+H2S
+
S. paratyphi
+
-
+g
+g
-
-
-/+g
+
PATOFISIOLOGI
Penularan S.typhi terjadi apabila seseorang makan makanan atau minuman yang tercemar kuman S.typhi, dimana kuman tersebut selanjutnya akan masuk ke lambung dan di dalam lambung sebagian kuman akan musnah oleh asam lambung, dan sebagian lagi masuk ke lumen usus halus.
Sebuah penelitian menunjukan bahwa apabila kuman yang masuk sebanyak 103 atau kurang belum dapat menimbulkan gejala pada penderita, tapi bila jumlahnya mencapai 105 atau lebih menimbulkan gejala pada 27% sukarelawan. Semakin tinggi jumlah kuman yang masuk, semakin besar kemungkinan seseorang terkena penyakit demam tyhoid, apalagi apabila kuman tersebut termasuk jenis yang menghasilkan antigen polisakarida kapsul, Vi.
Selanjutnya kuman akan menembus dinding usus halus masuk ke kelenjar mensterika, ke duktus thoraksikus dan masuk ke peredaran darah menimbulkan bakteriemi I. Kuman-kuman ini kemudian ditangkap oleh sel R.E.S. dari limpa, hati, dan organ-organ lainnya. Setelah beberapa lama, kuman-kuman tersebut kembali masuk peredaran darah menimbulkan bekteriemi II dan menyebar ke seluruh tubuh, termasuk melalui kandung empedu dan aliran empedu, masuk ke dalam lumen usus menembus hingga plaque payeri.
Kelainan patologik utama terjadi di usus halus, terutama di ileum bagian distal. Pada minggu pertama penyakit, terjadi hiperplasia plaque payeri, disusul di minggu kedua terjadi nekrosis, dan dalam minggu ketiga terjadi ulserasi paque payeri dan selanjutnya pada minggu keempat terjadi penyembuhan dengan meninggalkan sikatriks. Ulkus yang terjadi berbentuk bulat lonjong dengan sumbu memanjang sejajar sumbu usus. Ulkus dapat mengakibatkan timbulnya perdarahan bahkan sampai perforasi dan menimbulkan peritonitis.
Hepar membesar dengan infiltrasi limfosit, sel plasma dan mononuklear, serta nekrosis fokal. Sistem RES menunjukkan hiperplasia dan kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar. Kelainan patologik dapat pula ditemukan pada ginjal, paru, jantung, selaput otak, otot, dan tulang.
PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Gambaran Klinis
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik dengan keluhan yang beragam. Oleh sebab itu, akan sangat membantu apabila berbagai keluhan/gejala klinis tersebut dapat dikumpulkan dan dipilih berdasarkan kekerapannya.
Tabel 2. Clinical Typhoid Fever if score > 13 of maximal 20
Fever < 1 week
1
Insomnia
1
Headache
1
Hepatomegaly
1
Weakness
1
Spleenomegaly
1
Nausea
1
Fever > 1 week
2
Anorexia
1
Relative bradykardi
2
Abdominal pain
1
Typhoid tongue
2
Vomiting
1
Melena stool
2
Disturb GI Motility
1
Impaired conselousness
2
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
Intestinal: Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis
Ekstra-intestinal
Kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis
Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, trombosis
Paru: pneumonia, empiema, pleuritis
Hepatobilier: hepatitis, kolesistitis
Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis
Tifoid toxic/ neuropsikiatrik
Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan serologik darah (Tes Widal)
Tes widal dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya kenalkan titer antibodi terhadap S. Typhi. Dalam menilai tes widal perlu diperhatikan hal hal yang mempengaruhinya:
Saat pemeriksaan tes widal
Antibodi terhadap S. Typhi paling cepat timbul pada hari ke-5, umumnya pada hari ke 7-10, dan mencapai puncaknya pada minggu III.
Pengobatan yang telah diberikan
Pengobatan dini dengan kloramfenikol atau ampisilin, serta kortikosteroiddan immunosupresif lainnya, dapat menghambat pembentukan antibodi.
Vaksinasi dengan TAB (Typus, paratypus A & B)
Penderita dengan vaksinasi TAB, titer H akan meninggi dan menetap selama bertahun-tahun. Penderita yang pernah divaksinasi : terdapat penginggian titer O dengan puncak pada minggu III
Penderita yang belum pernah divaksinasi : kenalkan titer H maupun O sebesar 1/50 pada akhir minggu I sudah mencurigakan, titer O 1/100 sudah sangat mencurigakan.
Keadaan penderita
Gizi dan keadaan penderita yang buruk mempengaruhi pembentukan antibodi sehingga tes widal dapat negatif atau tetap rendah.
Insidensi menurut daerah
Tes widal yang bernilai diagnostik apabila didapatkan kenaikan 4x dari titer semula atau nilai yang tinggi (1/160) pada pemeriksaan tunggal.
Gall Culture
Darah
Pada minggu pertama hingga 10 hari biakan darah akan memberikan hasil yang positif pada 70 – 90% penderita. Insiden ini akan menurun dengan bertambah lamanya penyakit sehingga pada minggu ketiga hanya di dapatkan 40 – 50% penderita yang menunjukan kuman dalam darahnya.
Biakan tinja
Biasanya negatif pada minggu I, tapi postif pada 75% penderita selama minggu ke-3, sedangkan pada minggu ke-8 hanya positif pada 10% penderita.
Biakan sumsum tulang
Setelah menghilang dari dalam darah, S. Thyphi dapat bersembunyi di dalam sumsum tulang sehingga dapat diisolir dari sumsum tulang, bahkan setelah terapi antimikroba.
Uji Tubex
Mudah dilakukan dan hanya membutuhkan waktu singkat untuk dilakukan (kurang lebih 5 menit)). Untuk meningkatkan spesivisitas, pemeriksaan ini menggunakan antigen O9 yang hanya ditemukan pada Salmonellae seragroup D dan tidak pada mikroorganisme lain.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen, meliputi:
Tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas.
Reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen S. typhi O9.
Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen O9.
Interprestasi basil uji Tubex
Skor interpretasi
<2 Negatif Tidak menunjukan infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian, apabila masih meragkan lakukan pengulangan beberapa hari kemudian.
4 – 5 Postif Menunjukan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid aktif
Uji Typhidot
Menggunakan antigen seberat 50 kD untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG terhadap S.typi.
IgM Dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.typi pada spesimen serum atau whole blood.
Ureum & Kreatinin
Didapatka peninggian kadar bila terdapat penyulit ginjal seperti Nephrotyposa, pyelonephritis.
SGOT/SGPT
Didapatkan peninggian kadar pada Hepatitis Typosa.
PENATALAKSANAAN
Terapi umum
Tirah Baring
Penderita demam typoid perlu dirawat untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Penderita harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam, atau bahkan sebaiknya sampai akhir minggu III, karena resiko komplikasi berupa perdarahan dan perforasi usu masih cukup besar dalam minggu ini. Sedangkan untuk mobilisasi, harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan penderitaan.
Ada berbagai pendapat mengenai cara-cara mobilisasi penderita, diantaranya:
Di RS Mangkun Kusumo
Duduk (pada waktu makan) dilakukan pada hari ke 2 bebas panas
Berdiri dilakukan pada hari ke 7 bebas panas
Berjalan dilakukan pada hari ke 10 bebas panas
Halim - Mubin & palloge (1987)
Duduk dilakukan setelah 3 hari bebas panas
Berjalan dilakukan setelah 7 hari bebas panas
Puang diperbolehkan setelah 10 hari bebas panas
Penderita dengan kesadaran menurun, perlu dilakukan perubahan posisi sewaktu-waktu untuk menghindari terjadinya dekubitus dan pneumonia hipostatistik.
Diet
Dulu masih dilakukan pemberian makanan secara bertahap mulai bubur saring, bubur kasar sampai akhirnya nasi, sesuai tingkat kesembuhan penderita. Namun karena tidak sesuai selera maka banyak penderita yang menolak makanan tersebut, hingga berakibat keadaan umum dan gizi penderita makin menurun, dan penyembuhan menjadi lebih lama. Kini, diet yang diberikan adalah makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah serat, dan dengan memperhatikan cukupnya kalori, protein, cairan dan elektrolit.
Pada pasien toksik perlu di berikan diet cair yang frekuen untuk menghindari timbulnya dehidrasi.
Terapi Khusus
Yang dapat digunakan untuk pengobatan demam typoid: Kloramfenikol, Tiamfenikol, Ko-trimoksasol, Ampisili, dan Amoksisilin, 4 fluoroquinolone seperti Ciprofloxacin atau Ofloxacin, Ceftriaxone (golongan sefalosporin generasi ketiga)
Kloramfenikol
Kloramfenikol Merupakan otat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid di Indonesia. Dosis untuk orang dewasa 4 x 500 mg per hari baik oral maupun intravena, diberikan hingga 7 hari bebas demam. Efek samping obat: Supresi Sel Darah Merah.
Tiamfenikol
Dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol. Efek samping obat lebih rendah dibandingkan kloramfenikol.
Ko-trimoksasol
Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet / hari (setiap tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksasol).
Ampisilin dan Amoksisilin
Efektivitas obat-obat ini lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Diberikan pada pasien dengan leukopeni atau ibu hamil dan menyusui, dengan dosis 75 – 150 mg/kg BB/hari samapi 7 hari bebas demam. Demam akan turun setelah 7-9 hari pengobatan.
4 fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau ofloxacin
Untuk usia dewasa di atas 17 tahun, pada kasus “multidrug resistance”. Obat ini dilaporkan efektif untuk demam tifoid.
Ceftriaxone
Juga digunakan pada kasus “multidrug resistance”, dan dapat diberikan kepada anak-anak.
Pada kasus tifoid toksik:
Deksametason dosis tinggi intravena:
Dosis pertama 3 mgr/kg BB IV dalam 30 menit (dengan infus)
Selanjutnya 1 mg/ kg BB setiap 6 jam selama 24 sampai 48 jam.
Deksametason bisa dilarutkan dalam RL/RL Dextrose 5% atau NaCl 0,9%.
Pencegahan
Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu:
Identifikasi dan eradikasi S.typhi pada pasien tifoid asimtomatik, karies, dan akut. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha rumah tangga, restoran, hotel, sampai pabrik beserta distributornya.
Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi akut maupun karier. Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik, maupun di rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui penghidap kuman S.typhi.
Proteksi pada orang yang berisiko tinggi tertular dan terinfeksi. Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik.
Vaksin oral (Ty21a) Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu (3kali), diminum 1 jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
Vaksin perenteral sel utuh: K vaccine dan L vaccine. Dosis untuk anak 6-12 tahun 0,25 ml dan anak 1-5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek sampingnya adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak pada tempat suntikan.
Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin yang diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun.
REFERENSI
Katzung, BG. Basic & Clinical Pharmacology, 9th Edition. Mc. Graw Hill co. USA: 2004.
Miller SI, Pegues DA, Salmonella Species in Mandell, Bennett and Dolin (Editors). Principles and Practice of Infectious Diseases 5th Edition. New York Churchill Livingstone: 2000. 2344-2362.
Pegues DA, Miller SI. Salmonellosis in Fauci AS., Braunwald E, Kaspr DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL and Loscalzo J (Editors). Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. New York, McGraw Hill Medical: 2008. 956-962.
Setiawan B, Perkembangan Terbaru Dalam Penatalaksanaan Demam Tifoid dalam Setiati S, Syam AF, Laksmi PW, Sumaryono (Editors). Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 14, Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2009. 181-193.
Widodo D, Demam Tifoid dalam Sudoyo W, Setiyohadi B, Alwi I, Simaadibrata M, Setiati S (Editirs). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke 5, Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam: 2009. 2797-2806.
Zulkarnain I. Demam Tifoid: Perkembangan Terbaru dalam Diagnosis dan Terapi dalam Sumaryono, Stiati S, Gustaviani R, Sukrisman L, Sari NK, Lydia A, Wijaya IK, Laksmi PW (Editors) Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 11, Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2006. 35-43.
14
13
14
22
14
4