Academia.eduAcademia.edu

TUTORIAL KLINIK - DEMAM TIFOID

TUTORIAL KLINIK (DEMAM TIFOID) Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Tutorial Klinik Kepanniteraan di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Disusun oleh: Ainuzzahrah 4151151484 Perseptor: dr. Hendri Priyadi, M.Kes., MPd. Ked., Sp.PD BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT DALAM RS DUSTIRA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2016 BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT DUSTIRA/FAK KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI Nama Penderita : Tn. J. A. P. Ruangan : XI No.Cat. Med : 454476 Jenis kelamin : Laki-Laki Umur : 25 tahun Agama : Islam Jabatan/Pekerjaan : TNI Alamat : Jakarta Dikirim oleh : UGD Tgl.Dirawat : 18 Mei 2016 Jam : 20.05 Tgl. Diperiksa : 19 Mei 2016 Tgl. Keluar: 23 Mei 2016 Jam : 14.00 Keadaan waktu pulang : sembuh/perbaikan /pulang paksa/lain-lain Penderita meninggal pada tgl.: - Jam : - Diagnosa/Diagnosa Kerja : Dokter : Demam Tifoid Co-Ass : Demam Tifoid A. ANAMNESA (Auto/Hetero) KELUHAN UTAMA : Demam ANAMNESA KHUSUS : Tn. JAP berusia 25 tahun datang ke RS Dustira dengan keluhan demam. Keluhan demam dirasakan sejak 8 hari yang lalu. Demam makin meningkat terutama pada sore dan malam hari. Keluhan disertai dengan sakit kepala bagian dahi, perasaan lelah, rasa tidak enak di bagian perut, mual tanpa muntah, tidak ada napsu makan, dan gangguan BAB (sejak 4 hari yang lalu pasien tidak BAB). Tidak ada riwayat menggigil sebelum demam dan berkeringat banyak setelah demam. Tidak ada riwayat batuk lama yang disertai keringat malam dan penurunan berat badan yang drastis. Tidak ada riwayat nyeri sendi dan otot sampai tidak dapat berjalan. BAK lancar tanpa nyeri dan tidak ada nyeri pada pinggang. Tidak ada mata kuning, kejang, dan penurunan kesadaran. Tidak ada riwayat BAB berdarah atau nyeri perut yang hebat. Tidak ada riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (papua, pandeglang, pangandaran). Tidak ada riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis. Pasien mengaku bahwa sebelum sakit, pasien lebih sering makan di dapur asrama dan jarang jajan sembarangan di pinggir jalan dan pasien tidak memiliki riwayat sakit maag. Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien sudah meminum obat penurun demam. Setelah meminum obat penurun demam, demam sempat menurun tetapi tidak lama kemudian demam kembali meningkat. Setelah dirawat di rumah sakit, keluhan pasien mulai berkurang. Pasien mengaku bahwa beberapa teman di asrama mengalami keluhan yang sama. Pasien selalu mencuci tangan sebelum makan dan menggunakan air mineral dalam kemasan untuk minum sehari-hari. a. Keluhan keadaan umum : Panas badan : Ada keluhan Tidur : Tidak ada keluhan Edema : Tidak ada keluhan Ikterus : Tidak ada keluhan Haus : Tidak ada keluhan Nafsu makan : Ada keluhan Berat badan : Tidak ada keluhan b. Keluhan organ kepala : Penglihatan : Tidak ada keluhan Hidung : Tidak ada keluhan Lidah : Lidah terasa pahit Gangguan menelan : Tidak ada keluhan Pendengaran : Tidak ada keluhan Mulut : Tidak ada keluhan Gigi : Tidak ada keluhan Suara : Tidak ada keluhan c. Keluhan organ di leher : Rasa sesak di leher : Tidak ada keluhan Pembesaran kelenjar : Tidak ada keluhan Kaku kuduk : Tidak ada keluhan d. Keluhan organ di thorax : Sesak nafas : Tidak ada keluhan Sakit dada : Tidak ada keluhan Nafas berbunyi : Tidak ada keluhan Batuk : Tidak ada keluhan Jantung berdebar : Tidak ada keluhan e. Keluhan organ di perut : Nyeri lokal : Tidak ada keluhan Nyeri tekan : epigastrium, Ileocaecal Nyeri seluruh perut : Tidak ada keluhan Nyeri berhubungan dengan : Makanan : Tidak ada BAB : Tidak ada Haid : - Perasaan tumor di perut: Tidak ada keluhan Muntah-muntah : Tidak ada keluhan Diare : Tidak ada keluhan Obstipasi : Ada keluhan Tenesmi ad ani : Tidak ada keluhan Perubahan dalam BAB : Tidak ada keluhan Perubahan dalam miksi : Tidak ada keluhan Perubahan dalam haid : - f. Keluhan tangan dan kaki : Rasa kaku : Tidak ada keluhan Rasa lelah : Tidak ada keluhan Nyeri otot/sendi : Tidak adakeluhan Kesemutan/baal : Tidak ada keluhan Patah tulang : Tidak ada Nyeri belakang sendi lutut: Tidak ada keluhan Nyeri tekan : Tidak ada keluhan Luka/bekas luka : Tidak ada Bengkak : Tidak ada keluhan g. Keluhan-keluhan lain : Kulit :Tidak ada keluhan Ketiak : Tidak ada keluhan Keluhan kelenjar limfe : Tidak ada keluhan Keluhan kelenjar endokrin : 1. Haid : - 2. DM : Tidak ada keluhan 3. Tiroid : Tidak ada keluhan 4. Lain-lain : Tidak ada keluhan ANAMNESA TAMBAHAN a. Gizi : kualitas : Cukup kuantitas : Cukup b. Penyakit menular : Tidak ada c. Penyakit turunan : Tidak ada d. Ketagihan : Tidak ada e. Penyakit venerik : Tidak ada B. STATUS PRAESEN I. KESAN UMUM : a. Keadaan Umum Kesadaran : Compos Mentis Watak : Kooperatif Kesan sakit : Tampak sakit sedang Pergerakan : Aktif Tidur : Terlentang dengan 1 bantal Berat Badan : 60 Kg Tinggi Badan : 170 cm Keadaan gizi : IMT 20,7 - Gizi kulit : Baik - Gizi otot : Baik Bentuk badan : Atletikus Umur yang ditaksir : Sesuai Kulit : Kering b. Keadaan Sirkulasi Tekanan darah : kanan : 120/80 mmHg kiri:120/80 mmHg Nadi : kanan : 80 x/m kiri: 80 x/m regular, equal, isi cukup Suhu : 37,8 0C Pucat : Tidak ada Keringat dingin : Tidak ada Sianosis : Tidak ada c. Keadaan Pernafasan : Tipe : Thoracoabdominal Frekuensi : 20x/menit Corak : Normal Hawa/bau nafas : Normal Bunyi nafas : Tidak ada II. PEMERIKSAAN KHUSUS : a. Kepala : 1. Tengkorak - Inspeksi : Simetris - Palpasi : Tidak ada kelainan 2. Muka - Inspeksi : Simetris, Ikterik (-), pucat (-) - Palpasi : Tidak ada kelainan 3. Mata Letak : Simetris Kelopak mata : Tidak ada kelainan Kornea : Jernih Refleks kornea : +/+ Pupil : Bulat, isokor Reaksi konvergensi : +/+ Lensa mata : Jernih Sklera : Ikterik -/- Konjungtiva : Anemis -/- Iris : Tidak ada kelainan Pergerakan : Normal, ke segala arah Reaksi cahaya : Direk +/+, Indirek +/+ Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan 4. Telinga Inspeksi : Simetris Palpasi : Tidak ada kelainan Pendengaran : Tidak ada kelainan 5. Hidung Inspeksi : Tidak ada kelainan, rhinnorea (-), PCH (-) Sumbatan : Tidak ada Ingus : Tidak ada 6. Bibir Sianosis : Tidak ada Kheilitis : Tidak ada Stomatitis angularis : Tidak ada Rhagaden : Tidak ada Perleche : Tidak ada 7. Gigi dan gusi : 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 caries 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 X tanggal Perdarahan gusi : Tidak ada 8. Lidah Besar : Normal Bentuk : Tidak ada kelainan Pergerakan : Tidak ada kelainan Permukaan : Mukosa basah, permukaan berpapila, bersih, tepi hiperemis, tremor (+) 9. Rongga mulut Hiperemis : Tidak ada Lichen : Tidak ada Aphtea : Tidak ada Bercak : Tidak ada 10. Rongga leher Selaput lendir : Tidak ada kelainan Dinding belakang pharynx : Tidak hiperemis Tonsil : T1- T1, tenang b. Leher 1. Inspeksi - Trakea : Tidak terlihat ada deviasi - Kel.tiroid : Tidak membesar - Pembesaran vena : Tidak tampak dilatasi vena jugularis - Pulsasi vena leher : Terlihat Palpasi Kel. getah bening : Tidak teraba Kel. Tiroid : Tidak tampak pembesaran Tumor : Tidak ada - Otot leher : Tidak ada kelainan Kaku kuduk : Tidak ada 3. Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis : 5+2 cmH2O Hepato Jugular Refluks : Tidak ada c. Ketiak 1. Inspeksi - Rambut ketiak : Tidak ada kelainan - Tumor : Tidak ada 2. Palpasi - Kel. getah bening : Tidak teraba - Tumor : Tidak ada d. Pemeriksaan Thorax Thorax depan : Inspeksi : Bentuk umum : Simetris Sela iga : Tidak melebar Sudut epigastrium : < 90° Diameter frontal - sagital : Diameter frontal < diameter sagital Pergerakan : Simetris Muskulatur : Tidak ada kelainan Kulit : Tidak ada kelainan, rose spit (-) Tumor : Tidak ada Ictus cordis : Tidak terlihat Pulsasi lain : Tidak ada Pelebaran vena : Tidak ada Palpasi : Kulit : Tidak ada kelainan Muskulatur : Tidak ada kelainan Mammae : Tidak ada kelainan Sela iga : Normal, tidak melebar, tidak menyempit Paru-paru : Kanan Kiri Pergerakan : Simetris Kanan = Kiri - Vocal Fremitus : Normal Kanan = Kiri Ictus Cordis : Teraba Lokalisasi : ICS V, Linea midclavicularis sinistra Intensitas : Normal Pelebaran : Tidak ada Thrill : Tidak ada Perkusi : Paru-paru : Kanan Kiri Suara perkusi : Sonor Sonor Batas paru-hepar : ICS V, linea midclavikularis dextra Peranjakan : Satu sela iga Satu sela iga Jantung : Batas kanan : ICS IV, Linea sternalis dextra Batas kiri : ICS V, Linea midclavicularis sinistra Batas atas : ICS II, Linea sternalis Sinistra Auskultasi Paru-paru : Kanan Kiri Suara pernafasan pokok: VBS Kanan = Kiri Suara tambahan : Ronki -/-, wheezing -/- Vokal Resonansi : Kanan = Kiri Jantung : Irama : Reguler Bunyi jantung pokok : M1 > M2 P1 < P2 T1 > T2 A1 <A2 A2>P2 Bunyi jantung tambahan : Tidak ada Bising jantung : Tidak ada Bising gesek jantung : Tidak ada Thorax belakang : Inspeksi : Bentuk : Simetris Pergerakan : Simetris Kulit : Tidak ada kelainan, rose spot (-) Muskulator : Tidak ada kelainan Palpasi Sela iga : Tidak ada kelainan Muskulatur : Tidak ada kelainan Vocal Fremitus : Normal, Kanan = kiri Perkusi: Kanan Kiri Perkusi perbandingan : Sonor Sonor Batas bawah : Vertebra Th.X Vertebra Th.XI Peranjakan : Satu sela iga Satu sela iga Auskultasi : Suara pernafasan : VBS Kanan = Kiri Suara tambahan : ronki-/-, wheezing -/- Vokal resonance : Normal Kanan = Kiri e. Abdomen 1. Inspeksi : Bentuk : Datar Otot dinding perut : Tidak ada kelainan Kulit : Tidak ada kelainan, rose spot (-) Umbilikus : Tidak ada kelainan Pergerakan usus : Tidak terlihat Pulsasi : Tidak ada Venektasi : Tidak ada 2. Auskultasi Bising usus : (+) Normal Bruit : Tidak ada Lain-lain : Tidak ada kelainan 3. Perkusi : - Suara perkusi : Tympani - Ascites : Tidak ada Pekak samping : - Pekak pindah : - Fluid Wave : - 4. Palpasi : Dinding perut : Lembut Nyeri tekan lokal : Nyeri tekan ad region epigastrium, ileocaecal (+) Nyeri tekan difus : Tidak ada Nyeri lepas : Tidak ada Defense Muskuler : Tidak ada Hepar : Teraba Besar : 3cm bac, 4cm bpx Konsistensi : Kenyal Permukaan : Rata Tepi : tajam Nyeri tekan : Tidak ada Lien : Tidak teraba, ruang Traube kosong Pembesaran : - Konsistensi : - Permukaan : - Incissura : - Nyeri tekan : - Tumor/massa : Tidak teraba Ginjal : Tidak teraba, Nyeri tekan: -/- Ballotement ginjal : -/- f. CVA (Costovertebra Angle) : Nyeri ketok -/- g. Lipat paha : Inspeksi : Tumor : Tidak dilakukan pemeriksaan Kel.getah bening : Tidak dilakukan pemeriksaan Hernia : Tidak dilakukan pemeriksaan Palpasi : Tumor : Tidak dilakukan pemeriksaan Kel. Getah bening : Tidak dilakukan pemeriksaan Hernia : Tidak dilakukan pemeriksaan Pulsasi A. femoralis : Tidak dilakukan pemeriksaan Auskultasi : A. femoralis : Tidak dilakukan pemeriksaan h. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan i. Sakrum : Tidak dilakukan pemeriksaan j. Rectum & anus : Tidak dilakukan pemeriksaan k. Extremitas (anggota gerak): Atas Bawah 1. Inspeksi : Bentuk: Simetris, tidak ada deformitas Pergerakan : Tidak terbatas Tidak terbatas Kulit : Kering Kering Otot : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Edema : Tidak ada Tidak ada Clubbing finger : Tidak ada - Palmar eritem : Tidak ada - 2. Palpasi Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada Tumor : Tidak ada Tidak ada Edema (Pitting/Non pitting) : Edema (-/-) Edema (-/-) Pulsasi arteri : A. Radialis (+/+) A.Dorsalis pedis (+/+) A.Tibialis posterior (+/+) A. poplitea (+/+) A. femoralis (+/+) l. Sendi-sendi : Inspeksi : Kelainan bentuk : Tidak ada Tanda radang : Tidak ada Lain-lain : Tidak ada Palpasi : Nyeri tekan : Tidak ada Fluktuasi : Tidak ada Lain-lain : Tidak ada m. Neurologik : Refleks fisiologik : - KPR : +/+ normal - APR : +/+ normal Refleks patologik : -/- Rangsangan meningen : Tidak ada Sensorik : Tidak ada kelainan III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH (18 Mei 2016) Hb : 14,4 g/dL Ht : 44,7% Lekosit : 5,9 x 103/mm3 Eritrosit : 5,1 x 106 juta/mm3 Trombosit : 275 x103/mm3 Basofil : 0,7 % Eosinofil : 0,7 % Segmen : 61,6 % Limfosit : 29,2 % Monosit : 5,9 % TES WIDAL (20 Mei 2016) S. Typhi O : 1/320 S. Paratyphi AO : Negatif S. Paratyphi BO : 1/80 S. Paratyphi CO : Negatif S. Typhi H : 1/160 S. Paratyphi AH : Negatif S. Paratyphi BH : 1/80 S. Paratyphi CH : Negatif KADAR GULA DARAH (25 Agustus 2015) Darah Puasa : IV. Resume Seorang Laki-laki berusia 25 tahun dengan keluhan demam. Demam dirasakan sejak 8 hari yang lalu. Demam semakin meningkat terutama pada sore dan malam hari. Keluhan disertai sakit kepala bagian dahi, perasaan lelah, rasa tidak enak bagian perut, mual tanpa muntah, tidak ada napsu makan, dan konstipasi sejak 4 hari yang lalu. pasien meminum paracetamol untuk mengurangi demam akan tetap tidak ada perbaikan. Pasien lebih sering makan di asrama dan jarang jajan sembarangan di luar. Pasien mencuci tangan sebelum makan. Keluhan seperti ini baru pertama kali. Teman satu asrama pasien mengalami keluhan yang sama. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Kesadaran compos mentis, kesan sakit sedang Status gizi : IMT 20,7 Tanda vital Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 kali/menit, regular, equal, isi cukup Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 37,8 0C Kepala Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, PCH (-), sianosis perioral (-), tepi lidah hiperemis (+), lidah tremor (+) Leher JVP 5+2 CmH2O, KGB tidak teraba membesar Thorax : rose spot (-) Cor: Ictus Cordis tidak terlihat. Ictus Cordis teraba di bawah areola mamae. Batas jantung normal. Bunyi jantung SI-S2 MR. Pulmo: Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, sela iga normal Perkusi : Sonor kanan = kiri Auskultasi : VBS kanan = kiri. Ronki -/-, Wheezing -/- Vocal resonance kanan = kiri. Abdomen : rose spot (-) Datar lembut, NT regio epigastrium dan ileocaecal. BU (+) normal Hepar: Teraba 3cm bac dan 4cm bpx, kenyal, rata, tepi tajam, NT (-) Lien: Tidak teraba Ekstremitas Edema (-), sianosis (-), clubbing finger (-) Pemeriksaan laboratorium Darah Rutin Hb : 14,4 g/dL Ht : 44,7% Lekosit : 5,9 x 103/mm3 Eritrosit : 5,1 x 106 juta/mm3 Trombosit : 275 x103/mm3 Hitung Jenis Basofil : 0,7 % Eosinofil : 0,7 % Segmen : 61,6 % Limfosit : 29,2 % Monosit : 5,9 % Tes Widal S. Typhi O : 1/320 S. Paratyphi AO : Negatif S. Paratyphi BO : 1/80 S. Paratyphi CO : Negatif S. Typhi H : 1/160 S. Paratyphi AH : Negatif S. Paratyphi BH : 1/80 S. Paratyphi CH : Negatif V. Diagnosis Banding 1. Demam Tifoid 2. Malaria 3. Tb Milier VI. Diagnosis Kerja Demam Tifoid VII. Usul Pemeriksaan Gall Culture SADT dan tetas darah tebal / rapid test malaria VIII. Tatalaksana Non Farmakologi: Tirah baring minimal 7 hari bebas demam Mobilisasi: Duduk (2-3 hari bebas demam), berdiri (7 hari bebas demam), berjalan (10 hari bebas demam) Infus RL 20 gtt/menit Diet: Makanan rendah serat Farmakologi: Kloramfenikol 4 x 500 mg hingga 7 hari bebas demam (min 14 hari) Paracetamol 3 x 500 mg, prn Vit B complex 3 x 1 IX. Prognosis Quo ad vitam : Ad bonam Quo ad functionam : Ad bonam DISKUSI STATUS Diskusi Keluhan Utama Keterangan Umum Keterangan Tn. JAP (TNI) berusia 25 tahun datang ke RS Dustira. Typhoid sering didapatkan pada usia dewasa muda sekitar 10-30 tahun, terutama pada masyarakat ekonomi lemah dengan tingkat pengetahuan tentang kesehatan bauk hygiene maupun sanitasi yang rendah. Tidak didapatkan perbedaan insidensi antara pria dan wanita. Penderita datang dengan keluhan demam. Pada kasus demam tifoid, keluhan utama yang dapat menjadi alasan penderita datang berobat ke dokter adalah: panas badan, penurunan kesadaran, BAB berdarah, nyeri perut yang hebat. Keluhan demam dirasakan sejak 8 hari yang lalu. Demam makin meningkat terutama pada sore dan malam hari. Panas badan timbul secara bertahap dengan pola seperti anak tangga, meningkat pada malam hari dan menurun sedikit pada pagi hari. Keluhan disertai dengan sakit kepala bagian dahi, perasaan lelah, rasa tidak enak di bagian perut, mual tanpa muntah, tidak ada napsu makan, dan gangguan BAB (sejak 4 hari yang lalu pasien tidak BAB). Minggu pertama: demam, nyeri kepala bagian frontal, nyeri otot, tidak napsu makan, mual, dan muntah, diare atau obstipasi, perasaan tidak enak pada perut, batuk, adanya epistaksis, dan rose spot Diskusi Anamnesa Khusus Anamnesa Khusus Keterangan Tidak ada riwayat menggigil sebelum demam dan berkeringat banyak setelah demam. Menyingkirkan DD/ Malaria Tidak ada riwayat batuk lama yang disertai keringat malam dan penurunan berat badan yang drastis. Menyingkirkan DD/ Tb Millier Tidak ada riwayat nyeri sendi dan otot sampai tidak dapat berjalan. Menyingkirkan DD/ Chikungunya BAK lancar tanpa nyeri dan tidak ada nyeri pada pinggang. Menyingkirkan DD/ ISK dan kemungkinan penyulit pada saluran kemih Tidak ada mata kuning, kejang, dan penurunan kesadaran. Menanyakan ada atau tidaknya penyulit seperti typhoid toxic (penurunan kesadaran) atau kejang akibat demam yang tinggi. Tidak ada BAB berdarah atau nyeri peut yang hebat Untuk melihat ada atau tidaknya penyulit perdarahan atau perforasi usus yang mungkin timbul pada minggu ke2-3 penyakit. Tidak ada riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (papua, pandeglang, pangandaran). Menyingkirkan DD/ Malaria Tidak ada riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis. Menyingkirkan DD/ Tb Millier Pasien mengaku bahwa sebelum sakit, pasien lebih sering makan di dapur asrama dan jarang jajan sembarangan di pinggir jalan. Pasien tidak memiliki riwayat sakit maag Untuk mengetahui faktor risiko host Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Untuk menunjukkan apakah kasus baru atau kambuhan Pasien sudah meminum obat penurun demam. Setelah meminum obat penurun demam, demam sempat menurun tetapi tidak lama kemudian demam kembali meningkat. Pengobatan tidak adekuat karena tidak mengobati etiologi Setelah dirawat di rumah sakit, keluhan pasien mulai berkurang. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbaikan Pasien mengaku bahwa beberapa teman di asrama mengalami keluhan yang sama. Salmonella dapat ditularkan secara fekal oral Pasien selalu mencuci tangan sebelum makan dan menggunakan air mineral dalam kemasan untuk minum sehari-hari Untuk mengetahui faktor risiko host Diskusi Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Keterangan Keadaan Umum Kesadaran compos mentis, kesan sakit sedang Kesadaran penderita compos mentis yang berarti penderita sadar sepenuhnya dan memberi respon yang adekuat terhadap stimulus yang diberikan. Penderita tampak sakit sedang yang berarti penderita terbatas aktivitasnya dan memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan kegiatannya. Tanda vital Tekanan darah 120/80 mmHg kanan = kiri Nadi 80 kali/menit, kanan = kiri, regular, equal, isi cukup Respirasi 20 kali/menit, tipe thoracoabdominal Suhu 37,8 febris Dari tanda vital tidak didapatkan kelainan pada pasien seperti hipertensi dan sesak. Ditemukan febris dan bradikardi relatif karena pada setiap peningkatan suhu 10C tidak dikuti dengan peningkatan denyut nadi pada pasien. Kepala Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, PCH (-), sianosis perioral (-), tepi lidah hiperemis (+), lidah tremor (+) Penyulit Anemia hemolitik: konjungtiva anemis, sklera ikterik Hepatitis tifosa: sklera ikterik Khas: typhoid tongue Leher JVP 5+2 CmH2O, KGB tidak teraba membesar - Thorax rose spot (-) Cor: Ictus Cordis tidak terlihat. Ictus Cordis teraba di bawah areola mamae. Batas jantung normal. Bunyi jantung SI-S2 MR. Pulmo: Bentuk dan pergerakan simetris , Vocal fremitus kanan = kiri, sela iga normal, Sonor kanan = kiri, VBS kanan = kiri. Ronki -/-, Wheezing -/-, Vocal resonance kanan = kiri. Rose spot timbul pada akhir minggu 1 atau akhir minggu 3, berbentuk makula berwarna jingga atau papula datar dengan diameter 2-4 mm, timbul dalam kelompok dan bertahan 3-4 hari, tersebar di daerah dada dan perut. Abdomen rose spot (-) Datar lembut, NT regio epigastrium dan ileocaecal. BU (+) normal Hepar: Teraba 3cm bac dan 4cm bpx, kenyal, rata, tepi tajam, NT (-) Lien: Tidak teraba Hapatomegali merupakan gejala yang sering dijumpai, biasanya timbul setelah minggu 1 selama suhu tubuh masih tinggi dan mengecil pada masa konvalesensi. Ekstremitas Edema (-), sianosis (-), clubbing finger (-) - Diskusi Pemeriksaan laboratorium Darah Rutin Hb : 14,4 g/dL Ht : 44,7% Lekosit : 5,9 x 103/mm3 Eritrosit : 5,1 x 106 juta/mm3 Trombosit : 275 x103/mm3 Hitung Jenis Basofil : 0,7 % Eosinofil : 0,7 % Segmen : 61,6 % Limfosit : 29,2 % Monosit : 5,9 % Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Sedikit menurun (nilai rujukan 1.0-4.0) Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Tes Widal S. Typhi O : 1/320 S. Paratyphi AO : Negatif S. Paratyphi BO : 1/80 S. Paratyphi CO : Negatif S. Typhi H : 1/160 S. Paratyphi AH : Negatif S. Paratyphi BH : 1/80 S. Paratyphi CH : Negatif Infeksi akut Salmonella typhi Diskusi diagnosa Demam Tifoid Diagnosa Demam Tifoid didapatkan dari hasil anamnesis berupa adanya keluhan berupa panas badan lebih dari 7 hari, panas badan naik bertahap seperti anak tangga dan meningkat terutama pada sore atau malam hari, keluhan disertai sakit kepala bagian frontal, perasaan lelah, rasa tidak enak di bagian perut, mual tanpa muntah, tidak ada napsu makan, dan obstipasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bradikardi relatif, tepi lidah hiperemis dan terdapat tremor pada lidah, hepatomegali, dan nyeri tekan pada daerah epigastrium dan ileocaecal. Pada pemeriksaan penunjang lab darah rutin didapatkan eosinofil menurun dan pemeriksaan widal S.Typhi O 1/320. Diskusi usul pemeriksaan Gall culture. Gold standard untuk demam tifoid adalah kultur darah atau aspirasi sumsum tulang. Kultur darah memiliki sensitivitas yang rendah hanya 40%-60% bila dibandingkan dengan aspirasi sumsum tulang yaitu lebih daari 80%. Selain kultur darah dan sumsum tulang, dapat juga dilakukan kultur tinja dan urine. SADT dan tetes darah tebal atau rapid test malaria. Pemeriksaan ini untuk mengingkirkan kemungkinan adanya malaria. Diskusi Pengobatan Kloramfenikol merupakan salah satu obat pilihan untuk demam tifoid. Obat ini bersifat bakteriostatik dan dapat mengikat 50S subunit dari ribosom dan menghambat sintesa protein bakteri. Obat ini memiliki spektrum yang luas, dapat menyerang bakteri gram positif dan gram negatif termasuk bakteri anaerob dan ricketsia. Kloramfenikol baik diabsorbsi secara oral dan juga tersedia dalam bentuk intravena. Kloramfenikol di metabolisme dalam hati. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 100mg/kgBB/hari dibagi dalam empat kali pemberian diberikan hingga 7 hari bebas demam. Selain itu pilihan obat lainnya adalah tiamfenikol 4 x 500 mg / hari, ko-trimoksasol 2 x 2 tablet/ hari (untuk dewasa, setai tablet mengandung 80mg trimetoprim dan 400mg sulfametoksasol). Diskusi Prognosis Quo ad vitam: ad bonam. Pada pasien ini tidak terdapat tanda-tanda yang mengancam jiwa. Quo ad functionam: ad bonam. Dengan terapi yang adekuat, fungsi sistem pencernaan akan kembali seperti semula. TINJAUAN PUSTAKA DEMAM TIFOID DEFINISI Demam typhoid yang dikenal juga dengan typhoid fever atau typhus abdominalis, adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan infeksi bakteri gram negatif, genus salmonella, yaitu salmonella typhi, yang masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut. Penyakit ini merupakan penyakit endemis di negara-negara asia termasuk di Indonesia, Afrika, dan Amerika Latin. Typhoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak tergantung pada keadaan iklim. Penyakit ini lebih banyak di jumpai di negara-negara berkembang di daerah tropis di mana penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu kurang baik. Jadi selama persedian air bersih belum memadai, sanitasi lingkungan masih buruk, serta sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang masih rendah, maka insidensi penyakit ini akan tetap tinggi. EPIDEMIOLOGI Case fatality rate demam tifoid pada 1996: 1,08% dari seluruh kematian di indonesia. Survey kesehatan rumah tangga departemen kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 deman tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi. Indonesia ; rata rata 900 ribu/tahun, 20 ribu kematian 91% pada usia 3-19 tahun 2007 : morbiditas 500/100.000 penduduk kematian 0,6-5% WHO : 22 juta/tahun, 216.000 kematian. ILMU KEDOKTERAN DASAR Anatomi Usus Halus Intestinum tenue merupakan bagian terpenting saluran cerna, terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum merupakan saluran berbentuk C dengan panjang 25 cm, terdiri dari pars superior (intraperitoneal), pars descenden, transversa, dan ascenden (retroperitoneal). Duodenum mendapat suplai dari truncus coeliacus dan a.mesenterica superior. Truncus coeliacus – a.gastroduadenale Pars superior (suplai darah sedikit): A.supraduodenale Pars descendens, transversa, dan ascendens (suplai darah banyak): A pancreoticoduodenale superior anterior et posterior A.mesenterica superior, hanya untuk bagian distal: A pancreoticoduodenale inferior anterior et posterior. Jejunum dan ileum memiliki panjang sekitar 6 meter. Dua perlima bagian atas merupakan jejunum dimulai dari juncture duodenojejunalis dan berakhir pada juncture ileocaecalis. Lengkung-lengkung jejunum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen melalui mesenterium yang di dalamnya dilalui oleh cabang-cabang arteri dan vena mesenterica superior, pembuluh limf, dan saraf. Vaskularisasi bersal dari Aa. jejenalis dan ilealis (cabang dari a.mesenterica superior) dan vena ke Vv. Jejenalis dan ilealis bermuara ke v.mesenterica superior. Inervasi parasimpatis oleh n.vagus sedangkan simpatis oleh n.splanchnicus minus (T10-11). Afferen via serabut simpatis dan reffered pain dari dermatome T9-11 (regio umbilicus). Histologi Ileum Dinding ileum memiliki karakteristik yang sama dengan dinding saluran cerna yang lain yaitu terdiri atas lapisan mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa/adventitia. Lapisan mukosa terdiri atas 3 lapisan yaitu jaringan epitel selapis silindris, jaringan ikat lamina propria, dan jaringan otot polos pada muskularis mukosa. Epitel mukosa terdiri atas berbagai jenis sel dengan karakteristik dan fungsi yang berbeda. Beberapa epitel mukosa diantaranya adalah: sel absorbtif, sel goblet (penghasil mukus untuk melumasi dan melindungi dinding sel), sel paneth, dan sel M (epitel khusus yang melindungi folikel limfoid di plak peyer. Sel ini dapat mengendositosis antigen dan mentransportnya kepada makrofag dan limfosit di bawahnya). Peran mukosa sebagai proteksi terhadap mikroorganisme yaitu menghasilkan IgA, taut erat/ tight junction antarsel epitel yang berperan sebagai sawar, terdapat GALT (gut-assocoated lymphatic tissue) pada plak peyer. Kerusakan mukosa pada reaksi hiperplasia plak peyer menyebabkan rusaknya kapier pada lamina propria dan dapat menjadi sumber perdarahan yang pertama. Submukosa merupakan lapisan jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah dan pembuluh limfe serta suatu pleksus saraf submukosa. Pada lapisan submukosa ileum banyak terdapat kumpulan folikel limfoid yang disebut plak peyer yang dapat menembus sampai ke mukosa. Kerusakan submukosa pada reaksi hiperplasia plak peyer dapat menyebabkan rusaknya kapiler yang banyak terdapat pada jaringan ikat submukosa sehingga dapat menjadi smber perdarahan yang kedua. Muskularis merupakan lapisan jaringan otot polos yang tersusun sirkular (di bagian dalam) dan longitudinal (di bagian luar). Pada lapisan muskularis terdapat pleksus saraf mienterikus Auerbach. Serosa adalah lapisan tipis jaringan ikat longgar yang kaya akan pembuluh darah, pembuluh limfe, dan jaringan lemak, serta epitel selapis gepeng kelanjutan dari peritoneum. Perforasi akibat reaksi hiperplasia plak peyer dapat menyebabkan rusaknya kapiler yang banyak terdapat pada jaringan ikat serosa sehingga dapat menjadi sumber perdarahan yang ketiga. Mikrobiologi Salmonella sp. Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah famili enterobacteriaceae, bakteri gram negatif, motil, yang mempunya flagella, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, tidak memfermentasi laktosa, masa inkubasi kurang lebih 7-14 hari di usus kecil, dapat bertahan dalam air dan makanan selama beberapa minggu, mati pada suhu 600C selama 15-20 menit dalam desinfektan dan klorin. Salmonella memiliki 3 macam antigen, yaitu: Antigen O (Antigen somatik) yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai sktuktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid. Antigen H (Antigen flagella) yang terletak pada flagella, fimbriae atau fili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol. Antigen Vi (Virulensi) yang terletak pada kapsul dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis. Tabel 1. Reaksi Kimia Genus Salmonella. Glukosa Laktosa Manitol Maltosa Sakarosa Indol TSIA SS S. typhi + - + + - - -/+H2S + S. paratyphi + - +g +g - - -/+g + PATOFISIOLOGI Penularan S.typhi terjadi apabila seseorang makan makanan atau minuman yang tercemar kuman S.typhi, dimana kuman tersebut selanjutnya akan masuk ke lambung dan di dalam lambung sebagian kuman akan musnah oleh asam lambung, dan sebagian lagi masuk ke lumen usus halus. Sebuah penelitian menunjukan bahwa apabila kuman yang masuk sebanyak 103 atau kurang belum dapat menimbulkan gejala pada penderita, tapi bila jumlahnya mencapai 105 atau lebih menimbulkan gejala pada 27% sukarelawan. Semakin tinggi jumlah kuman yang masuk, semakin besar kemungkinan seseorang terkena penyakit demam tyhoid, apalagi apabila kuman tersebut termasuk jenis yang menghasilkan antigen polisakarida kapsul, Vi. Selanjutnya kuman akan menembus dinding usus halus masuk ke kelenjar mensterika, ke duktus thoraksikus dan masuk ke peredaran darah menimbulkan bakteriemi I. Kuman-kuman ini kemudian ditangkap oleh sel R.E.S. dari limpa, hati, dan organ-organ lainnya. Setelah beberapa lama, kuman-kuman tersebut kembali masuk peredaran darah menimbulkan bekteriemi II dan menyebar ke seluruh tubuh, termasuk melalui kandung empedu dan aliran empedu, masuk ke dalam lumen usus menembus hingga plaque payeri. Kelainan patologik utama terjadi di usus halus, terutama di ileum bagian distal. Pada minggu pertama penyakit, terjadi hiperplasia plaque payeri, disusul di minggu kedua terjadi nekrosis, dan dalam minggu ketiga terjadi ulserasi paque payeri dan selanjutnya pada minggu keempat terjadi penyembuhan dengan meninggalkan sikatriks. Ulkus yang terjadi berbentuk bulat lonjong dengan sumbu memanjang sejajar sumbu usus. Ulkus dapat mengakibatkan timbulnya perdarahan bahkan sampai perforasi dan menimbulkan peritonitis. Hepar membesar dengan infiltrasi limfosit, sel plasma dan mononuklear, serta nekrosis fokal. Sistem RES menunjukkan hiperplasia dan kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar. Kelainan patologik dapat pula ditemukan pada ginjal, paru, jantung, selaput otak, otot, dan tulang. PENDEKATAN DIAGNOSTIK Gambaran Klinis Demam tifoid merupakan penyakit sistemik dengan keluhan yang beragam. Oleh sebab itu, akan sangat membantu apabila berbagai keluhan/gejala klinis tersebut dapat dikumpulkan dan dipilih berdasarkan kekerapannya. Tabel 2. Clinical Typhoid Fever if score > 13 of maximal 20 Fever < 1 week 1 Insomnia 1 Headache 1 Hepatomegaly 1 Weakness 1 Spleenomegaly 1 Nausea 1 Fever > 1 week 2 Anorexia 1 Relative bradykardi 2 Abdominal pain 1 Typhoid tongue 2 Vomiting 1 Melena stool 2 Disturb GI Motility 1 Impaired conselousness 2 Komplikasi yang dapat terjadi yaitu: Intestinal: Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis Ekstra-intestinal Kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, trombosis Paru: pneumonia, empiema, pleuritis Hepatobilier: hepatitis, kolesistitis Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis Tifoid toxic/ neuropsikiatrik Gambaran Laboratorium Pemeriksaan serologik darah (Tes Widal) Tes widal dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya kenalkan titer antibodi terhadap S. Typhi. Dalam menilai tes widal perlu diperhatikan hal hal yang mempengaruhinya: Saat pemeriksaan tes widal Antibodi terhadap S. Typhi paling cepat timbul pada hari ke-5, umumnya pada hari ke 7-10, dan mencapai puncaknya pada minggu III. Pengobatan yang telah diberikan Pengobatan dini dengan kloramfenikol atau ampisilin, serta kortikosteroiddan immunosupresif lainnya, dapat menghambat pembentukan antibodi. Vaksinasi dengan TAB (Typus, paratypus A & B) Penderita dengan vaksinasi TAB, titer H akan meninggi dan menetap selama bertahun-tahun. Penderita yang pernah divaksinasi : terdapat penginggian titer O dengan puncak pada minggu III Penderita yang belum pernah divaksinasi : kenalkan titer H maupun O sebesar 1/50 pada akhir minggu I sudah mencurigakan, titer O 1/100 sudah sangat mencurigakan. Keadaan penderita Gizi dan keadaan penderita yang buruk mempengaruhi pembentukan antibodi sehingga tes widal dapat negatif atau tetap rendah. Insidensi menurut daerah Tes widal yang bernilai diagnostik apabila didapatkan kenaikan 4x dari titer semula atau nilai yang tinggi (1/160) pada pemeriksaan tunggal. Gall Culture Darah Pada minggu pertama hingga 10 hari biakan darah akan memberikan hasil yang positif pada 70 – 90% penderita. Insiden ini akan menurun dengan bertambah lamanya penyakit sehingga pada minggu ketiga hanya di dapatkan 40 – 50% penderita yang menunjukan kuman dalam darahnya. Biakan tinja Biasanya negatif pada minggu I, tapi postif pada 75% penderita selama minggu ke-3, sedangkan pada minggu ke-8 hanya positif pada 10% penderita. Biakan sumsum tulang Setelah menghilang dari dalam darah, S. Thyphi dapat bersembunyi di dalam sumsum tulang sehingga dapat diisolir dari sumsum tulang, bahkan setelah terapi antimikroba. Uji Tubex Mudah dilakukan dan hanya membutuhkan waktu singkat untuk dilakukan (kurang lebih 5 menit)). Untuk meningkatkan spesivisitas, pemeriksaan ini menggunakan antigen O9 yang hanya ditemukan pada Salmonellae seragroup D dan tidak pada mikroorganisme lain. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen, meliputi: Tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas. Reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen S. typhi O9. Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen O9. Interprestasi basil uji Tubex Skor interpretasi <2 Negatif Tidak menunjukan infeksi tifoid aktif 3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian, apabila masih meragkan lakukan pengulangan beberapa hari kemudian. 4 – 5 Postif Menunjukan infeksi tifoid aktif >6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid aktif Uji Typhidot Menggunakan antigen seberat 50 kD untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG terhadap S.typi. IgM Dipstick Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.typi pada spesimen serum atau whole blood. Ureum & Kreatinin Didapatka peninggian kadar bila terdapat penyulit ginjal seperti Nephrotyposa, pyelonephritis. SGOT/SGPT Didapatkan peninggian kadar pada Hepatitis Typosa. PENATALAKSANAAN Terapi umum Tirah Baring Penderita demam typoid perlu dirawat untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Penderita harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam, atau bahkan sebaiknya sampai akhir minggu III, karena resiko komplikasi berupa perdarahan dan perforasi usu masih cukup besar dalam minggu ini. Sedangkan untuk mobilisasi, harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan penderitaan. Ada berbagai pendapat mengenai cara-cara mobilisasi penderita, diantaranya: Di RS Mangkun Kusumo Duduk (pada waktu makan) dilakukan pada hari ke 2 bebas panas Berdiri dilakukan pada hari ke 7 bebas panas Berjalan dilakukan pada hari ke 10 bebas panas Halim - Mubin & palloge (1987) Duduk dilakukan setelah 3 hari bebas panas Berjalan dilakukan setelah 7 hari bebas panas Puang diperbolehkan setelah 10 hari bebas panas Penderita dengan kesadaran menurun, perlu dilakukan perubahan posisi sewaktu-waktu untuk menghindari terjadinya dekubitus dan pneumonia hipostatistik. Diet Dulu masih dilakukan pemberian makanan secara bertahap mulai bubur saring, bubur kasar sampai akhirnya nasi, sesuai tingkat kesembuhan penderita. Namun karena tidak sesuai selera maka banyak penderita yang menolak makanan tersebut, hingga berakibat keadaan umum dan gizi penderita makin menurun, dan penyembuhan menjadi lebih lama. Kini, diet yang diberikan adalah makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah serat, dan dengan memperhatikan cukupnya kalori, protein, cairan dan elektrolit. Pada pasien toksik perlu di berikan diet cair yang frekuen untuk menghindari timbulnya dehidrasi. Terapi Khusus Yang dapat digunakan untuk pengobatan demam typoid: Kloramfenikol, Tiamfenikol, Ko-trimoksasol, Ampisili, dan Amoksisilin, 4 fluoroquinolone seperti Ciprofloxacin atau Ofloxacin, Ceftriaxone (golongan sefalosporin generasi ketiga) Kloramfenikol Kloramfenikol Merupakan otat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid di Indonesia. Dosis untuk orang dewasa 4 x 500 mg per hari baik oral maupun intravena, diberikan hingga 7 hari bebas demam. Efek samping obat: Supresi Sel Darah Merah. Tiamfenikol Dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol. Efek samping obat lebih rendah dibandingkan kloramfenikol. Ko-trimoksasol Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet / hari (setiap tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksasol). Ampisilin dan Amoksisilin Efektivitas obat-obat ini lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Diberikan pada pasien dengan leukopeni atau ibu hamil dan menyusui, dengan dosis 75 – 150 mg/kg BB/hari samapi 7 hari bebas demam. Demam akan turun setelah 7-9 hari pengobatan. 4 fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau ofloxacin Untuk usia dewasa di atas 17 tahun, pada kasus “multidrug resistance”. Obat ini dilaporkan efektif untuk demam tifoid. Ceftriaxone Juga digunakan pada kasus “multidrug resistance”, dan dapat diberikan kepada anak-anak. Pada kasus tifoid toksik: Deksametason dosis tinggi intravena: Dosis pertama 3 mgr/kg BB IV dalam 30 menit (dengan infus) Selanjutnya 1 mg/ kg BB setiap 6 jam selama 24 sampai 48 jam. Deksametason bisa dilarutkan dalam RL/RL Dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Pencegahan Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu: Identifikasi dan eradikasi S.typhi pada pasien tifoid asimtomatik, karies, dan akut. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha rumah tangga, restoran, hotel, sampai pabrik beserta distributornya. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi akut maupun karier. Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik, maupun di rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui penghidap kuman S.typhi. Proteksi pada orang yang berisiko tinggi tertular dan terinfeksi. Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik. Vaksin oral (Ty21a) Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu (3kali), diminum 1 jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun. Vaksin perenteral sel utuh: K vaccine dan L vaccine. Dosis untuk anak 6-12 tahun 0,25 ml dan anak 1-5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek sampingnya adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak pada tempat suntikan. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin yang diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. REFERENSI Katzung, BG. Basic & Clinical Pharmacology, 9th Edition. Mc. Graw Hill co. USA: 2004. Miller SI, Pegues DA, Salmonella Species in Mandell, Bennett and Dolin (Editors). Principles and Practice of Infectious Diseases 5th Edition. New York Churchill Livingstone: 2000. 2344-2362. Pegues DA, Miller SI. Salmonellosis in Fauci AS., Braunwald E, Kaspr DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL and Loscalzo J (Editors). Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. New York, McGraw Hill Medical: 2008. 956-962. Setiawan B, Perkembangan Terbaru Dalam Penatalaksanaan Demam Tifoid dalam Setiati S, Syam AF, Laksmi PW, Sumaryono (Editors). Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 14, Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2009. 181-193. Widodo D, Demam Tifoid dalam Sudoyo W, Setiyohadi B, Alwi I, Simaadibrata M, Setiati S (Editirs). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke 5, Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam: 2009. 2797-2806. Zulkarnain I. Demam Tifoid: Perkembangan Terbaru dalam Diagnosis dan Terapi dalam Sumaryono, Stiati S, Gustaviani R, Sukrisman L, Sari NK, Lydia A, Wijaya IK, Laksmi PW (Editors) Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 11, Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2006. 35-43. 14 13 14 22 14 4