international Journal ihya’ ‘ulum al-Din
Vol 18 no 2 (2016)
DOi: 10.21580/ihya.17.2.1739
Keluarga SaKinah:
Konsep & Pola Pembinaan
Marmiati Mawardi
Balai Litbang Agama Semarang
E-mail : atimawardi@gmail.com
ABTACT
his study aims to ind out the general description of the sakinah family,
the patern of sakinah family coaching, and the community response to the
development of sakinah Family in Salatiga City with the target of community
research in Argomulyo District. his research is descriptive with qualitative
approach. One of the reseach objects was Uswatun Khasanah rom Pamot
village, Noborejo Sub-district, originally classiied as pre-sakinah. Findings of
this study stated that guidance given by KUA (religious oicers) in Argomulyo
could not reach maximum level because it only served people more with general
guidance in the form of religious sermons than in the form of practical skills;
while people saw a family could not be justiied as ideal unless it meets both
spiritual and material needs. herefore, it is recommended that the Ministry of
Religious Afairs revisit its concept of Islamic ideal family, increase the funds
for the guidance in order to give beter services to more people, and make a
good relationship with other elements of regional institutions, religious leaders
and public igures.
Keywords: Coaching Patern; Community Response; Sakinah Family
aBSTAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum tentang
keluarga sakinah, pola pembinaan keluarga sakinah, dan Respons
masyarakat terhadap pembinaan Keluarga sakinah di Kota Salatiga dengan
sasaran penelitian masyarakat di Kecamatan Argomulyo. Penelitian ini
bersifat diskriptif dengan pendekatan kualitatif. Salah satu kelompok
binanan keluarga pra sakinah adalah Uswatun Khasanah, Dusun Pamot,
Kelurahan Noborejo, semula tergolong pra sakinah. Pasca Pembinaan ada
253
Marmiati Mawardi
kesadaran dalam masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang agamis,
mengalami peningkatan dibidang keagamaan maupun perekonomian.
Perubahan tersebut karena keikutsertaan dalam kegiatan pengajian
dan faktor perubahan lingkungan. Keberhasialan ini tidak lepas dari
peran penyuluh dan tokoh agama maupun tokoh masyarakat setempat.
Pembinaan masih bersifat umum dalam bentuk pengajian, pembinaan
ketrampilan belum banyak dilakukan. Pembinaan keluarga sakinah yang
dilakukan KUA Argomulyo belum maksimal. Kementrian Agama perlu
perlu dipertegas konsep keluarga sakinah disesuaikan dengan kondisi
mayarakat dan perlu menambah alokasi dana pembinaan keluaraga
agar bisa menjangkau masyarakat luas dan perlu membangan kerjasama
dengan Pemda, tokoh agama dan tokoh masyarakat
Kata Kunci : Keluarga Sakinah; Pola Pembinaan; Respons Masyarakat
a. Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, bab II,
pasal 1 menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
laki-laki dan perempuan yang terbentuk dari perkawinan yang sah sesuai
hukum yang berlaku dan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah
tangga sejahtera yang diliputi rasa kasih sayang atau sakinah, mawaddah
dan rahmah. Menurut Ulfatmi (2011, 64-66), sakinah secara hariah
dapat berarti: tenang atau tenteram. Ulfatmi menyimpulkan bahwa
keluarga sakinah adalah keluarga yang hidup tenteram dan bahagia, saling
mengasihi, saling menghargahi, saling memberi, saling membantu, saling
memahami dan berupaya meningkatkan hubungan baik terhadap Tuhan
maupun dengan sesama manusia.
Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan
yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara
layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga
dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu mengamalkan
,menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan dan akhlaq yang
mulia. (Ditjen Bimas Islam dan penyelenggaraan haji Direktorat Urusan
Agama Islam, 2005, 91).
Dewasa ini telah terjadi pergeseran nilai dalam kehidupan keluarga,
lembaga perkawinan tidak lagi dipandang sakral disebabkan merosotnya
sendi-sendi kehidupan keluarga dan renggangnya hubungan antar anggota
keluarga. Badan Penasehatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan
254
international Journal ihya’ ‘ulum al-Din
Keluarga Sakinah:
(BP4) bertugas memberi pelayanan konsultasi perkawinan yang telah
dibentuk Kementrian Agama tidak banyak berfungsi karena jarang
keluarga yang bertikai datang untuk berkonsultasi. Keluarga bermasalah
yang datang untuk konsultasi ke BP 4 dalam satu bulan rata-rata ada 5.
Konsultasi ke BP 4 hanya dilakukan Pegawai Negeri, belum merambah
kemasyarakat umum. Permasalahan kecil yang muncul dalam kehidupan
keluarga mudah sekali menimbulkan percekcokan, sulit didamaikan dan
bahkan sampai berakhir dengan perceraian. Di Jawa Tengah pada tahun
2010 terjadi 12.019 kasus cerai, angka ini menduduki rangking tertinggi ke
tiga setelah Jawa Barat dan Jawa Timur (Suara Merdeka, 10 Januari 2012.
24).Faktor penyebab perceraian antara lain dipicu masalah ekonomi dan
terjadi percekcokan terus menerus. Perceraian juga banyak terjadi karena
perkawinan usia dini dan hamil pra nikah.
Heteroginitas masyarakat Salatiga berpengaruh terhadap sudut
pandang dalam hal agama. Ada komunitas yang memandang bahwa
urusan agama adalah urusan pribadi. Mengaku beragama Islam tetapi tidak
menjalankan syariat/ abangan. Perkawinan dari latar belakang perbedaan
agama banyak terjadi dan dalam satu keluarga terdapat anggota yang
berbeda agama adalah hal yang biasa. Banyak terjadi perkawinan dengan
calon pengantin hamil pranikah. Menurut informan kunci yang menangani
langsung dalam urusan perkawinan jumlah calon pengantin hamil pra
nikah mencapai 50 % dan 75 % rata-rata pasangan calon pengantin sudah
pernah melakukan hubungan layaknya suami istri.
Kementrian Agama telah Merancang Program Pembinaan
Keluarga Sakinah yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Agama RI
No. 3 Tahun 1999 tentang Pembinaan gerakan Keluarga Sakinah. Program
tersebut ditujukan kepada seluruh keluarga yang berada di Indonesia.
Menyikapi kondisi masyarakat sebagaimana tersebut diatas untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan Pembinaan Keluarga Sakinah di Kota
Salatiga maka perlu dilakukan penelitian.
B. Pembahasan
1. Karakteristik Masyarakat
Wilayah Kota Salatiga terbagi dalam empat kecamatan yaitu
Kecamatan Sidorejo,Tingkir, Sidomukti dan Argomulyo. Berdasarkan
Volume 18, number 2 (2016)
255
Marmiati Mawardi
data Kementrian Agama Kota Salatiga tahun 2009, jumlah penduduk
keseluruhan 40.001, penduduk tersebut 29.598 beragama Islam. Dilihat
dari kriteria keluarga sakinah, penduduk dengan katagori pra sakinah
3.598 atau 9 % sehingga jumlah keluarga yang masuk katagori sakinah
91 % meliputi keluarga sakinah I berjumlah 8.880, sakinah II sebanyak
12.670. Sakinah III ada 3.597 dan sakinah plus 853. Kelompok pra
sakinah yang menjadi binaan adalah Al- Islah di Kecamatan Sidorejo
dan Uswatun Khasanah serta Khoirul Umah di Kecamatan Argomulyo.
Dari ketiga kelompok tersebut hanya Uswatun Khasanah yang telah
berjalan dan mendapat dana pembinaan dari Kementrian Agama Wilayah
Jawa Tengah.
Uswatun Khasanah berada di kecamatan Argomulyo, penduduk
Kecamatan Argomulyo pada tahun 2010 secara keseluruhan 42.638
jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki 21.278 dan penduduk perempuan
21.360. Dilihat dari segi agama penduduk Argomulyo sebagian besar
beragama Islam yakni 33.186 jiwa atau 77,83%,lainya 22,17 % penduduk
beragama Kristen, Katolik,Hindu dan Budha. Heteroginitas dalam
agama ini membentuk corak faham keberagamaan masyarakat dalam
memandang agama. Ada komunitas yang memandang agama bukan
sesuatu hal yang perlu diperdebatkan karena agama adalah hak bribadi
seseorang, sehingga tak menjadi masalah jika dalam satu keluarga terdapat
anggota keluarga yang berbeda agama. Pandangan ini tercermin dalam
menentukan pasangan hidup yang cenderung melihat dari segi ekonomi
dan mengesampingkan agama.
2. Pola Keluarga
Masyarakat Argomulyo baik laki-laki maupun perempuan ratarata menikah pada usia diatas 20 tahun keatas. Perkawinan terjadi karena
adanya kesepakatan antara seorang laki-laki dan perempuan untuk bersatu
membina rumah tangga setelah kedua belah ihak merasa ada kecocokan
dan saling mencintai, jarang sekali orangtua menjodohkan anaknya.
Secara umum orang tua yang taat beragama memiliki kriteria
dalam menjodohkan anaknya sesuai dengan tuntunan agama, yaitu yang
penting seagama soal materi tidak menjadi persyaratan. Mereka memiliki
keyakinan bahwa rizki sudah ditentukan Allah, asal mau berusaha keras
256
international Journal ihya’ ‘ulum al-Din
Keluarga Sakinah:
pasti hidupnya akan terjamin dan tenteram. Pada komunitas kaum abangan
ada kecenderungan dalam memilih jodoh agama tidak dipermasalahkan,
ekonomi maupun rupa menjadi pertimbangan. Pola keluarga dalam
komunitas kedua ini memberi kebebasan anggota keluarga dalam memilih
pasangan, sehingga dalam satu keluarga terdapat perbedaan agama
atau keyakinan.
Tradisi perkawinan secara umum dilakukan sebagaimana proses
perkawinan pada masyarakat Jawa. Diawali dari kedatangan pihak laki
–laki ke pihak keluarga perempuan untuk melamar.Kunjungan balasan
dari pihak perempuan untuk menjawab lamaran dan penentuan hari
perkawinan, kemudian pelaksanaan nikah serta resepsi pernikahan.
Pihak laki – laki membawa maskawin berupa seperangkat alat salat, uang,
pakaian, makanan, dan bahan makanan. Namun proses seperti itu tidak
dilaksanakan pasangan hamil pra nikah, perkawinan mereka berlangsung
sederhana cukup dilaksanakan di KUA dengan mas kawin seperangkat
alat salat. Mereka datang ke KUA untuk menikah dengan wali hakim tanpa
didampingi orang tua atau kerabat, cukup didampingi saksi dari kedua
belah ihak.
Peristiwa nikah di Kecamatan Argomulyo Pada tahun 2010 tercatat
298 sedangkan perceraian yaitu cerai talak 16 dan gugat cerai 28. Data
ini mengindikasikan jumlah gugat cerai lebih dominan, perceraian terjadi
disebabkan karena banyak calon pengantin yang hamil sebelum menikah,
sehingga perkawinan mereka belum terencana /secara psikologis belum
siap sehingga dalam perjalanan rumah tangga sering terjadi perselisihan
antar suami isteri.Berdasarkan penuturan salah satu Kepala KUA di
Salatiga, 50 % pemohon nikah sudah hamil dan 75 % sudah melakukan
hubungan layaknya suami istri.
Permasalahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut akibat
pergaulan bebas, kurang pengawasan dari orang tua, dan minimnya
pengetahuan agama. Kurangnya pemahaman terhadap hukum agama dapat
dilihat dari kehadiran pasangan yang hendak menikah ( beda agama) yang
menghendaki nikah di KUA dan pelaksanaan akad nikah dengan saksi
yang ditunjuk ternyata beda agama.
Volume 18, number 2 (2016)
257
Marmiati Mawardi
3. Pola Pembinan Keluarga Sakinah
Tujuan umum program pembinaan gerakan keluarga sakinah adalah
sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia secara terpadu
antara masyarakat dan pemerintah dalam mempercepat mengatasi krisis
yang melanda Bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani
yang bermoral tinggi , penuh keimanan dan akhlak mulia. Sedangkan
tujuan khusus pembinaan keluarga sakinah merupakan program yang
memadukan antara pembangunan agama, ekonomi, keluarga, pendidikan
moral, sosial budaya dan akhlak mulia bangsa yang didukung secara
lintas sektoral oleh Departemen Dalam Negeri, Departemen kesehatan,
Pemerintah Daerah, serta LSM Agama dan sektor terkait lainnya.(
Kementrian Agama RI, 2005, 11-12).
Salah satu tugas KUA dalam pembinaan keluarga sakinah adalah
memberikan penasehatan kepada calon pengantin pada waktu pemeriksaan
selama 15 menit. Kepala KUA Argomulyo mengatakan bahwa,kalau pada
waktu pemeriksaan kedua calon pengantin berhalangan hadir, penasehatan
perkawinan dilakukan sewaktu pelaksanaan akad nikah melaluhi khubat
nikah. Khutbah nikah disampaikan dengan bahasa Jawa dengan tujuan agar
mudah dipahami. Pembinaan pada waktu akad nikah kurang efektif karena
berlangsung sangat singkat dan kadang suasananya kurang mendukung.
Khutbah nikah kadang juga disampaikan dengan bahasa arab sehingga
tidak bisa dipahami, apalagi jika dalam waktu bersamaan banyak terjadi
pernikahan sehingga penghulu harus membagi waktu.
Pembinaan usia pranikah maupun pembinaan calon Pengantin
dengan metode kursus catin pengantin (suscatin) dilaksanakan maksimal
setahun dua kali oleh Kementrian Agama Kota Salatiga. Pembinaan ini
belum efektif, karena kegiatan tersebut tidak bisa menjangkau seluruh
calon pengantin. Disisi lain dari calon pengantin sendiri kadang tidak punya
kesempatan karena tidak bisa meninggalkan pekerjaan atau berada di luar
kota. Oleh karena itu perlu adanya komunikasi dan kerjasama dengan
tokoh agama tempat calon pengantin berdomisili untuk memberikan
pembinaan dan bimbingan secara langsung, sesuai dengan situasi dan
kondisi yang memungkinkan adanya pertemuan kedua belah pihak.
258
international Journal ihya’ ‘ulum al-Din
Keluarga Sakinah:
Meskipun KUA menyediakan ruang untuk pelayanan konseling
keluarga, pada umumnya masyarakat yang datang berkonsultasi belum
mengetahui persyaratan untuk pencatatan perkawinan, terutama pasangan
yang akan menikah berbeda agama. Dewasa ini banyak terjadi perkawinan
dari latar belakang agama yang berbeda sehingga jumlah mualaf di Salatiga
mengalami kenaikan.
Menyikapi permasalahan dalam masyarakat penyuluh agama KUA
selaku aparat yang bertugas melakukan dan mengembangkan kegiatan
bimbingan atau pembangunan melalui bahasa agama terjun langsung
membina masyarakat.Penyuluh melakukan pembinaan keagamaan dan
pemberdayaan ekonomi umat melalui majelis taklim. Salah satunya
pembinaan keluarga sakinah Uswatun Khasanah di dusun Pamot yang
sudah berjalan dan kelompok keluarga Khoirul Ummat yang baru
dalam perintisan.
Para pembina keluarga sakinah di lapangan, belum menerapkan
kriteria keluarga sakinah yang ditetapkan Kementrian Agama. Para
penyuluh merasa kesulitan menerapkan kriteria tersebut pada masyarakat
binaan. Untuk mengukur kriteria keluarga sakinah ada yang menyampaikan
dengan mengacu pada kriteria keluarga sejahtera berdasarkan data di
kelurahan dan ada yang mengklasiikasikan keluarga sakinah dengan
kriteri Kementrian Agama tetapi disesuaikan dengan kondisi masyarakat
setempat, seperti melihat keaktifan salat berjamaah. Untuk mengetahui
prilaku keagamaan masyarakat penyuluh menanyakan langsung kepada
tokoh agama setempat yang berinteraksi setiap hari dengan para jamaah.
Pembinaan keluarga sakinah belum terprogram, pembina keluarga sakinah
menyatakan bahwa pembinaan yang dilakukan melihat situasi dan kondisi
masyarakat tanpa ada perencanaan.
Pembinaan umat yang dilakukan penyuluh maupun para tokoh
agama tidak secara khusus mengupas tentang keluarga sakinah. Materi
pembinaan bersifat umum, menyangkut seluruh aspek kehidupan, karena
masyarakat masih dalam masa transisi proses menjadi keluarga sakinah
dan perlu pendekatan kekeluargaan.Penyuluh memberikan motivasi
dengan berbagai cara yang dapat menarik masyarakat untuk mengikuti
majelis taklim ataupun kegiatan keagamaan lainya. Oerientasi sebagian
masyarakat pada masalah ekonomi, ada ungkapan melu ngaji ra intuk
Volume 18, number 2 (2016)
259
Marmiati Mawardi
duwit artinya pengajian tidak menghasilkan uang. Kondisi ini mendorong
penyuluh untuk merintis pengajian dan melakukan pemberdayaan
ekonomi dalam majelis taklim. Bentuk kegiatan ceramah agama dan
melakukan ketrampilan dengan membuat kue. Penyuluh juga besedia
untuk membantu memasarkan makanan yang diproduksi masyarakat.
Pembinaan keluarga sakinah meskipun dalam batas majelis taklim
telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, keikut sertaan dalam kegiatan
majelis taklim dan seringnya mendengarkan ceramah agama berengaruh
terhadap perubahan perilaku keagamaan masyarakat dibidang ibadah.
Secara umum kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang
agamis nampak pada perhatian orang tua terhadap pendidikan agama anakanak mereka. Kegiatan pengajian semakin semarak dengan diselenggarakan
peringatan hari-hari besar seperti peringatan Isro’ mi’roj, Nuzulul Qur’an
dan Maulid Nabi. Perubahan perilaku ini tidak semata – mata dipengaruhi
oleh ceramah agama, kondisi alam dan seringnya terjadi bencana juga
berpengaruh menguatkan keimanan masyarakat untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan.
Keberasilan tersebut bersifat individu yaitu prestasi penyuluh
agama, ketekunan dan kedekatan penyuluh agama kepada masyarakat
binaan menentukan terbentuknya keluarga sakinah. Dalam pembinaan
keluarga sakinah belum merambah usaha peningkatan ekonomi
keluarga yang semestinya dapat di bentuk kelompok usaha kecil dengan
membangun kerja sama dengan instansi terkait dilingkunagn Pemerintah
Daerah Kota Salatiga.
Desa Pamot berdekatan dengan jalan lingkar Salatiuga, dibukanya
Jalan Lingkar Selatan ( JLS) di kota Salatiga menjadi tantangan baru
bagi para petugas KUA, tokoh masyarakat maupun tokoh agama dalam
pembinaan generasi muda, karena area disekitar jalan tersebut banyak
dimanfaatkan untuk melakukan perbuatan yang dilarang agama. Kendala
lain perubahan pola pikir masyarakat yang lebih berorientasi pada masalah
ekonomi dan keterbatasan dana pembinaan keluarga sakinah. JLS dapat
dimanfaatkan untuk lahan usaha untuk memasarkan hasil ketrampilan
masyarakat binaan.
260
international Journal ihya’ ‘ulum al-Din
Keluarga Sakinah:
4. realitas Keluarga Sakinah di Masyarakat
Potret keluarga sakinah dapat dilihat dari tiga katagori bangunan
keluarga yaitu keluarga ideal, keluarga cukupan dan keluarga kurang ideal.
Kelompok keluarga sakinah Uswatul Khasanah masih pada tataran belum
mencapai keluarga yang ideal karena masih dalam proses menuju keluarga
sakinah. untuk mencapai keluarga ideal masih membutuhkan waktu yang
cukup panjang, tetapi upaya masyarakat untuk meraih itu dapat dilihat
dari semangat kegotong royongan warga dalam membangun sarana dan
prasrana pembinaan.
gambar 1. Kelompok Keluarga Sakinah Uswatul Khasanah Kerja Bakti Membuat
Kandang Kambing Dan Gasebo
Sumber : Dokumen Peneliti, Salatiga 2012.
a. Keluarga ideal
Konsep keluarga sakinah atau keluarga yang ayem tenteram menurut
masyarakat bertitik tolak pada keimanan seseorang dan akhlaknya, bukan
dari segi materi yang dimiliki. Keluarga sakinah tidak hanya terbatas pada
keluarga inti, tetapi meliputi keluarga luas/ kerabat dan para tetangga.
Konsep ini menegaskan bahwa lingkungan berpengaruh terhadap
pembentukan keluarga sakinah.Kondisi lingkungan yang agamis berpotensi
untuk membentuk keluarga sakinah, tetapi kesakinahan tersebut tidak
bisa terlepas dari etos kerja masyarakat,karena dengan kerja keras kondisi
ekonomi seseorang akan menguat paling tidak hidup mapan,tercukupi
kebutuhannya.Ukuran kemapanan dalam konsep keluarga sakinah
kembali kepada masing-masing individu dan bagaimana sikapnya dalam
menghadapi keadaan.
Volume 18, number 2 (2016)
261
Marmiati Mawardi
Menurut masyarakat keluarga ideal adalah keluarga yang bisa
tercukupi kebutuhan material dan spiritual. Berpendidikan, memiliki
penghasilan tetap, suami istri bekerja sama untuk mencapai cita-cita,
berhasil mendidik anak dengan baik, terjalin hubungan yang harmonis
dalam keluarga, konlik yang terjadi bersifat positif, aktif dalam kegiatan
sosial keagamaan dan bisa menjadi tauladan dalam masyarakat.
Secara umum masyarakat perpandangan persyaratan keluarga ideal
diawali dari proses pemilihan jodoh dengan melihat latar belakang keluarga,
agama, perilaku, kondisi ekonomi kecukupan, bisa membahagiakan
keluarga dan rupa juga menjadi pertimbangan. Agama yang paling utama,
masalah ekonomi yang penting ada kemauan untuk kerja keras, karena
derajad dan pangkat tidak menjamin ketentraman dalam rumah tangga.
Hasil dari Fucus Group Discussion ( FGD), beberapa pendapat
yang disampaikan peserta dapat dirumuskan bahwa keluarga ideal dari
segi agama tidak selalu berasal dari latar belakang perkawinan masyarakat
yang tergolong santri dengan santri, tetapi bisa terbentuk dari masyarakat
yang terkolong santri dengan abangan, abangan dengan abangan, maupun
abangan dengan santri. Bila mengacu ukuran keluarga sakinah yang
ditetapkan Kementrian Agama yang lebih menekankan aspek spiritual
atau mengukur tingkat keimanan, sementara tingkat keimanan masyarakat
diakui mengalami pasang surut maka label kesakinahan juga akan
mengalami pergeseran.
b. Keluarga cukupan
Keluarga cukupan, keluarga yang telah tercukupi kebutuhan spritual
maupun material tetapi masih terbatas, atau pas-pasan dan tidak punya
tabungan. keluarga yang sedang masih terjadi percekcokakan, Kedekatan
ibu, ayah dan anak wajar dan ada kerjasama dalam rumah tangga.
Kecukupan dalam masalah ekonomi adalah relatif, meski dalam
keadaan kekurangan atau keterbatasan, kalau bisa menerima dengan ikhlas
akan merasa cukup dan puas dengan apa yang dimiliki. Seperti berbagai
pandangan dari warga kelompok Uswatun Khasanah, mereka sependapat
bahwa keluarga yang ayem tentrem atau sakinah,syaratnya saling keterbukaan
antara suami istri walau kebutuhan banyak dan penghasilan kurang tetapi
bisa cukup, kuncinya adalah ihtiar dan menerima apa adanya.
262
international Journal ihya’ ‘ulum al-Din
Keluarga Sakinah:
Cukup atau kedudukan ditengah, diantara dua hal yang
bertentangan bagi orang jawa adalah yang dianggap ideal. Hal ini bagi
orang jawa merupakan perwujudan sebuah nilai yang dianggap paling
penting : sak madya. Artinya yang sedang-sedang saja, sak cukupe, tengahtengah, kalau kaya tidak usah kaya sekali tapi juga tidak melarat sekali,
urip sak madya hidup sedang-sedang saja dianggap ideal (Handayani dan
Novianto, 2004,
Bangunan keluarga yang terdiri dari abangan dan santri atau
sebaliknya atau abangan dengan abangan dan bisa mewujudkan keluarga
yang teteram saling mengasihi dan hidup sejahtera dalam kenyatannya
dapat digolongkan pada keluarga cukupan, demikian pula keluarga yang
dibangun antara santri dengan santri, kalau dalam perjalanan mereka
masih sering terjadi perselisihan atau tidak aktif dalam kegiatan keagamaan
dan kemsyarakatan.
c. Keluarga Kurang ideal
Keluarga yang kurang ideal, menurut masyarakat keluarga yang
terbentuk dari perkawinan yang tidak sah, belum terpenuhi kebutuhan
spiritual maupun metrialnya. Belum menjalankan ibadah secara rutin dan
pengetahuan agamanya rendah. Kondisi ekonomi terbatas, suami maupun
istri kurang bertanggung jawab terhadap keluarga,tidak saling terbuka
sehingga sering terjadi pertengkaran.
Kasus perkawinan yang terjadi antara laki-laki abangan dan
perempuan abangan bisa sakinah sedikit jumlahnya. Secara umum
perkawinan dari awalnya sudah tidak baik, dalam perjalanan keluargapun
cenderung tidak baik. Demikian pula perkawinan antara laki –laki abangan
dan perempuan santri, pada umumnya juga kurang ideal, meskipun istrinya
aktif beribadah tetapi laki-lakinya tidak pernah menjalan agama situasi
dalam rumah tangga sulit diliputi suasana keagamaan karena pemimpin
dalam keluarga tersebut tidak memberikan contoh yang baik dan tidak
menerapkan kehidupan yang Islami, suami pemabuk, suka minum dan
main judi.
Volume 18, number 2 (2016)
263
Marmiati Mawardi
C. Simpulan
Konsep keluarga sakinah belum banyak dipahami oleh tokoh
agama maupun masyarakat. Pembinaan keluarga sakinah yang telah
berjalan hanya sebatas pada kelompok yang telah mendapat bantuan dari
Kementrian Agama Wilayah Jawa Tengah dalam lingkup kecil dan ide dari
penyuluh Agama. KUA yang memiliki wewenang dan melakukan tugas
pembinaan belum tergerak untuk menyusun program pembinaan keluarga
sakinah dan melakukan pengembangan terhadap daerah binaan yang
telah ada.
Pembinaan keluarga sakinah masih terbatas pada penasehatan
pra nikah dan konseling keluarga dalam bentuk pelayanan bagi yang
memerlukan (datang ke KUA) serta melalui majelis taklim.Kursus calon
pengantin ( Suscatin) belum efektif karena tidak menjangkau masyarakat
luas. Konsep keluarga sakinah berdasarkan kriteria Kementrian Agama
kesulitan meterapkan,kurang pas jika ukuran yang dipakai kriteria keluarga
sejahtera. Pembinaan keluarga sakinah masih bersifat umum dalam bentuk
majlis taklim. Pendampingan ekonomi dalam bentuk palatihan dan
ketrampilan masih belum banyak dilakukan, kegitan masih terbatas pada
pinjaman bergulir.
Secara umum masyarakat menginginkan terwujudnya keluarga
yang tentrem ayem dalam bahasa agama keluarga sakinah.Keluarga yang
diidealkan masyarakat adalah keluarga yang beriman dan terpenuhi
kebutuhan materiil. Meskipun tidak punya harta yang berlebih tetapi tetap
iman itu sudah cukup. Jangan sampai tidak punya keduanya itu keluarga
yang tidak ideal.
Berdasarkan temuan – temuan dalam penelitian disarankan kepada
Kementrian Agama terkait dengan program pembinaan keluarga sakinah
sebagai berikut :
1. Program Pembinaan keluarga sakinah perlu ditata ulang dengan
mempertimbangkan aspek spiritual maupun matrerial. Masyarakat
perlu dibekali ketrampilan dan dilakukan pendampingan.
Perlu alokasi dana untuk pengembangan keluarga sakinah
secara merata.
264
international Journal ihya’ ‘ulum al-Din
Keluarga Sakinah:
2. Konsep maupun kriteria keluarga sakinah perlu dipertegas, sehingga
tidak salah tafsir dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
3. Perlu dibangun kerja sama dengan instansi lain yang terkait seperti
Dinas Sosial dan Tranmigrasi,Bapermas,Tokoh masyarakat dan
tokoh agama untuk keberhasilan pembinaan keluarga sakinah.
Volume 18, number 2 (2016)
265
Marmiati Mawardi
BiBliOgAFi
Departemen Agama RI, 2005,Buku Petunjuk Teknis pembinaan keluarga
Sakinah, Jakarta, Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji,
Departemen Agama RI, 2002,Modul Pembinaan Keluarga Sakinah,
Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji.
Departemen Agama RI, 2002,Modul Pendidikan Agama dalam Keluarga,
Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji.
Departemen Agama RI, 2006,Pandangan Masyarakat terhadap Keluarga
Sakinah, Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Agama.
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Direktorat Jendaeral
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama,
1991/1992.Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta.
Euis Sunarti, MS. 2006, Indikator Keluarga Sejahtera; Sejarah Pengembangna,
Evaluasi, Dan Keberlanjutan, Bogor, Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor.
Handayani dan Ardhian Novianto,2004, Kuasa Wanita Jawa,Yogyakarta
LkiS.Pelangi Aksara.
Kementrian Agama RI ,Ditjen Bimas Islam dan penyelenggaraan haji
Direktorat Urusan Agama Islam, Jakarta, 2005, Petunjuk Teknis
Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah
Kantor Wilayah Kementrian Agama Jawa Tengah, Badan Penasehatan
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan, (BP4), 2007, Buku
Panduan Keluarga Muslaim,Semarang.
Moleong, Lexy J., 1995 Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda
Karya
Ratna Susi Rahmawati, Analisis Perencanaan Pembinaan Keluarga Sakinah
oleh Skripsi,BP4 KUA Gondokusuman Yogyakarta, Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga, 2010
Su’adah, 2005, Sosiologi Keluarga, Malang, UMM Press.
266
international Journal ihya’ ‘ulum al-Din
Keluarga Sakinah:
Ulfatmi, 2011, Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam,(Studi Terhadap
Pasangan Yang Berhasil Mempertahankan Keutuhan Perkawinan
di Kota Padang),Jakarta, Kementrian Agama RI.
Zaini Muchtarom, 1988, Santri dan Abangan Di Jawa, jilid II,Jakarta,
INIS.
Volume 18, number 2 (2016)
267