Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Bab ini pada permulaannya menceritakan sedikit mengenai pentadbiran di Sarawak ketika pemerintahan Keluarga Brooke. Tujuan utama dikupas semula mengenai pemerintahan keluarga Brooke adalah untuk melihat semula bagaimana dan bila masyarakat Melayu di Sarawak itu mula mengorak langkah dalam mempertahankan dan memperjuangkan tanah air sendiri. Walaupun pada awal pemerintahan Brooke jelas menunjukkan beliau cuba menyekat kesedaran rakyat terhadap kepentingan pembangunan politik dan pendidikan. Namun apabila pembangunan dalam pendidikan mula mendapat perhatian ramai, bibit-bibit nasionalisme itu mula muncul dalam diri masyarakat Melayu. Kemunculan Datu Patinggi Abang Haji Abdillah dalam urusan pentadbiran jelas menunjukkan rasa tanggungjawab beliau terhadap sistem penggantian Raja yang telah ditinggalkan oleh Raja Brooke sebelumnya. Pelbagai cara beliau lakukan supaya tiada sebrang perubahan yang dilakukan terhadap wasiat politik yang telah ditinggalkan. Usaha-usaha beliau jelas membuahkan hasil apabila kesemua rancangan yang dialkukan untuk menukarkan sistem penggantian Raja itu terus gagal. Secara tidak langsung, kegagalan ini jelas menunjukkan pengaruh Datu Patinggi Abang Haji Abdillah dalam pentadbiran Sarawak ketika itu. Selain itu, perlu dilihat semula pemerintahan Sarawak di bawah Brooke untuk merungkaikan sebab Persatuan Kebangsaan Melayu Sarawak (PKMS) melancarkan bantahan kepada penyerahan Sarawak kepada British. Kebangkitan masyarakat Melayu seperti Datu Patinggi Abang Haji Abdillah dalam memimpin PKMS jelas menunjukkan masyarakat Melayu mulai sedar akan kepentingan mempertahankan tanah air .
Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri. (Wikipedia). Sikap cinta tanah air (nasionalisme) yang dulu digembleng oleh para pahlawan kita kini mulai luntur dan kurang dilestarikan oleh para remaja saat ini,karena di zaman yang semakin canggih ini membuat segalanya serba instan informasi dari manapun bisa didapat dengan mudahnya,budaya-budaya asing pun gencar masuk menyerang para remaja yang notabene tidak banyak menfilter konten budaya tersebut sehingga banyak menyebabkan kelunturan akan kecintaan kepada budayanya sendiri karena menganggap budaya asinglah yang lebih menarik dan patut untuk dijadikan trendsetter.Kini,barang-barang branded asing yang populer dan anggapan menggunakan brand asing adalah suatu kegengsian tersendiri.Tak hanya dari segi konsumsi barang saja,dari segi peniruan budaya pun mulai menjamur pada diri para remaja kita,sehingga hilangnya rasa hormat,sopan dan santun kepada sesama.Idola remaja masa kini kebanyakan orang-orang asing yang tentunya membawa budaya tersendiri yang otomatis tidak disadari remaja kita banyak mengikuti budaya asing. Padahal,sikap nasionalisme lah yang saat ini diperlukan untuk memupuk kecintaan pada tanah air sebagai identitas bangsa yang tak ingin kembali lagi 'dijajah'.Sikap nasionalisme yang besar lah yang akan membuat remaja-remaja kita menjadi lebih teguh dan tidak banyak terhanyut oleh budaya-budaya asing. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas terdapat beberapa rumusan masalah yaitu:
Permasalahan nasionalisme di Indonesia beberapa tahun terakhir menjadi fokus perhatian para sejarawan yang peduli dengan eksistensi negara Republik Indonesia. Kartodirjo menilai bahwa etos nasionalisme para elit politik di Indonesia telah menipis, karenanya Kartodirjo menghimbau agar para elit politik segera mawas diri dengan mempelajari kembali sejarah pergerakan nasional melalui biografi tokoh-tokoh pergerakan nasional.
Pendapat mengenai Nasionalisme - Tugas Kampus
This article aims to explore the role of the Scout movement in instilling an attitude of nationalism among elementary school students. In the context of national education, it is important to develop a sense of love for the motherland and pride in national identity from an early age. Through a qualitative approach, this study involved observation, interviews, and data analysis to evaluate the effectiveness of the Scout movement in achieving these goals.
NASIONALISME MASYARAKAT INDONESIA DI PERBATASAN INDONESIA, 2018
LITBANGDIKLAT PRESS, 2022
Para ulama di Indonesia berjuang tidak hanya untuk meraih kemerdekaan juga dalam rangka mempertahankannya. Mereka tidak hanya mengucurkan keringat dan air mata, bahkan cucuran darah. Hal ini sebagaimana dialami oleh pemimpin pesantren Sukamanah Tasikmalaya, K.H. Zaenal Musthofa. Pada tanggal 25 Februari 1944 M (1 Rabi’ul Awal 1365 H), ia memimpin perlawanan terhadap tentara Jepang yang menyuruh Seikerei, suatu ritual untuk menghormati kaisar Jepang dengan menundukkan badan ke arah Tokyo. Menurutnya, hal itu adalah bentuk lain dari kemusyrikan dan kekafiran yang bertentangan dengan tauhid dalam Islam. Ia pun dipenjara dan kemudian 96 dihukum mati. Sekian tahun jasadnya tidak diketahui keberadaannya. Hal ini baru diketahui setelah Kepala Erevele Belanda Ancol Jakarta pada tahun 1970 M, menginformasikan K.H. Zaenal Musthafa telah menjalani hukuman mati pada tanggal 25 Oktober 1944. Ia pun dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda Ancol Jakarta (Abdullah Alawi, “Dua Ulama dari Singaparna”, http://www.nu.or.id, diakses 9 November 2015). Setelah Kemerdekaan RI tahun 1945, para ulama bersama tentara melanjutkan perjuangan mereka saat menghadapi pasukan sekutu pimpinan Inggris yang diboncengi Belanda yang merongrong kembali kemerdekaan RI. Berbagai pertempuran yang dipimpin para Kyai bekerjasama dengan para tentara untuk melawan sekutu pun meletus. Hal ini sebagaimana pada peristiwa di Surabaya pada 10 November 1945. Menurut A Helmy Faishal Zaini dalam artikelnya “Bung Tomo: Santri yang Pahlawan”, pemantik utama perlawanan itu adalah fatwa Resolusi Jihad dari K.H. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Karena itu, bung Tomo pun memekikkan “Allahu Akbar” (Republika, 9 November 2015). Para ulama yang masih hidup melanjutkan perjuangannya dengan tetap berdasarkan spirit ajaran Islam. Hal ini sebagaimana ditulis oleh pengasuh Pesantren Tebuireng, K.H. Salahuddin Wahid dalam artikelnya di Republika, 4 November 2015 berjudul “Menilai Kebijakan Masa Lalu”. Ia menceritakan pengalamannya saat bertanya kepada K.H. Saifudin Zuhri tentang mengapa NU tidak menerima negara berdasarkan Pancasila. Ayah Menteri Agama periode 2014-2019, Lukman Hakim Saifudin ini pun menjawab, hampir semua kiai masih menginginkan negara berdasarkan Islam. Menurutnya, saat NU bergabung ke PPP pada awal 1973, partai ini juga masih berjuang 97 untuk negara RI berdasarkan Islam. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, NU menerima sepenuhnya negara berdasarkan Pancasila pada Munas Ulama 1983 dan kemudian disetujui pada Muktamar NU 1984. K.H. Shalahudin Wahid juga menyatakan para ulama dulu berjuang untuk memasukkan ketentuan syariat Islam ke dalam undang-undang khususnya dalam hukum keluarga. Ia pun mengisahkan perjuangan KH Bisri Syansuri, Rais Aam Syuriyah PBNU bersama para ulama dari berbagai organisasi Islam. Mereka menyampaikan pandangan para ulama tentang RUU Perkawinan yang dianggap bertentangan dengan syariat Islam. Usul tersebut akhirnya disetujui oleh Presiden Suharto dan dimasukkan di Pasal 1 UU No 1/1974 tentang Perkawinan yang mengatur perkawinan harus dilakukan sesuai hukum agama masing-masing. Dengan demikian, salah satu upaya untuk melihat sejauhmana estafet perjuangan para ulama lainnya, salah satu caranya adalah dengan menginventarisasi karya ulama para ulama tersebut. Hal ini terutama terhadap karya ulama yang perjalanan hidupnya dapat menjadi teladan bagi generasi umat Islam. Sosok ulama teladan tersebut antara lain mereka yang berlatar belakang pendidikan pesantren di daerah. Sosok ini berjuang melawan penjajahan dan merantau ke ibu kota Jakarta hingga menjadi tokoh nasional dan memiliki karya tulis. Salah satunya yaitu K.H. Saifudin Zuhri yang juga Menteri Agama RI (1962-1967) Dalam buku Riwayat Hidup dan Perjuangan Prof. KH. Saifuddin Zuhri: Ulama Pejuang Kemerdekaan karya Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama RI tahun 2014-2019) — setahun sebelum diangkat menjadi Menteri Agama—, dan kawan-kawan yang diterbitkan oleh Yayasan Saifuddin Zuhri 98 tahun 2013, disebutkan ia telah membuat 11 karya tulis.1 Dengan demikian, buku ini sekaligus mengingatkan para pembacanya untuk meneladani K.H. Saifudin Zuhri melalui biografinya saja tidak cukup. Ada hal lain yang juga perlu dilakukan dalam upaya meneladaninya yaitu dengan membaca karya-karya tulisnya. Namun, judul buku-buku yang ditulis dalam buku tersebut belum diketahui apakah tersedia seluruhnya atau tidak di Yayasan Saifudin Zuhri Jakarta, atau adakah buku-buku atau karya tulis K.H. Saifudin Zuhri lainnya yang belum disebutkan dalam buku ini namun terdapat di yayasan tersebut. Pertanyaan ini perlu dimunculkan sehubungan dengan keberadaan lembaga ini yang terbuka bagi masyarakat luas dan dipublikasi melalui internet. Karena itu, inventarisasi karya tulis K.H. Saifuddin Zuhri ini secara umum difokuskan pada deskripsi mengenai jumlah karya ulama yang dapat diinventarisasi di Yayasan Saifuddin Zuhri berikut identifikasi karya-karya tersebut serta sekilas corak pemikiran keislamannya.
hepy , 2015
Abstrak Gerakan pramuka merupakan nama sebuah organisasi pendidikan non-formal yang menyelenggarakan pendidikan kepanduan serta memiliki tujuan akhir untuk membentuk karakter, moral, dan pikiran akhlak mulia. Sehingga akan sangat sesuai apabila gerakan pramuka dijadikan sebagai sarana pendidikan karakter untuk meningkatkan nasionalisme. Mengingat di jaman sekarang ini, banyak generasi muda yang mulai melupakan nilai-nilai luhur serta lupa akan nasionalisme bahkan kerusakan moral pun terjadi dimana-mana. Selain itu, tujuan awal dari adanya gerakan pramuka juga sudah berniat untuk membentuk karakter, moral, dan pikiran akhlak mulia generasi muda. Namun, untuk merealisasikannya juga diperlukan tahap-tahap yang dimulai dari sosialisasi hingga evaluasi melalui pemberian tugas serta penyebaran angket. Tentunya penerapan gerakan pramuka sebagai sarana pendidikan karakter ini memiliki kelebihan seperti menanamkan semangat kebangsaan serta mengembangkan kewarganegaraan dengan daya tari lingkungan. Namun terdapat pula kelemahan bahwa tidak semua jenjang pendidikan mewajiban kegiatan ini. Kata Kunci : Gerakan Pramuka, Pendidikan karakter
Encontro de Cristãos na Busca de Unidade e Santidade" (ENCRISTUS) Sorocaba, SP Brasile 24 – 26 agosto 2012.
Edward Elgar Publishing eBooks, 2023
Church History and Religious Culture , 2022
Universitat d’Alacant. Institut de Ciències de l’Educació eBooks, 2020
Arta și viața cotidiană: explorări actuale în estetică, ed. Dan Eugen Rațiu, Editura Casa Cărţii de Știinţă, Cluj-Napoca, pp.25-53 , 2016
Journal of Technical and Vocational Education (JTVE), 2020
MORAIS, R.; FERNÁNDEZ, A.; SOUSA, M. J. ( eds. cients.), As Produções Cerâmicas de Imitação na Hispania (= Monografías Ex Officina Hispana II I), Universidade do Porto -SECAH. Oporto, pp. 125-138, 2014
Nature Communications
Cosmovisión y manejo del agua en el nororiente de Yucatán 2024, 2024
PBRO. LUIS DELGADO, 2024
Journal of College Teaching & Learning, 2012
The Routledge Handbook of Phenomenology of Mindfulness , 2023