Academia.eduAcademia.edu

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN

Abstrak Manajemen dalam suatu lembaga pendidikan harus dijalankan dengan baik untukmenjaga keberlangsungan hidup lembaga pendidikan tersebut. Salah satu komponen yang dapat mengembangkan sebuah lembaga pendidikan tersebut adanya pengelolaan sistem informasi dengan baik.

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM MULTISTAKEHOLDER PENDIDIKAN Umi Arifah Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen Email: umiarifah87@gmail.com Abstrak Manajemen dalam suatu lembaga pendidikan harus dijalankan dengan baik untukmenjaga keberlangsungan hidup lembaga pendidikan tersebut. Salah satu komponen yang dapat mengembangkan sebuah lembaga pendidikan tersebut adanya pengelolaan sistem informasi dengan baik. Pengelolaan sistem informasi ini dilaksanakan untuk Pendidikan Islam yang diselenggaran oleh sekolah/madrasah, keluarga dan masyarakat dengan harapan mewujudkan tujuan pendidikan. Fakta dilapangan masih banyak para pengelola pendidikan yang belum mengaplikasikan sistem informasi manajemen yang berdampak pada kurang optimal lembaga pendidikan dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, monitoring dan evaluasi. Dengan pengelolaan yang tidak dilandasi ilmu manajemen akan mempengaruhi proses dan hasil yang tidak efektif dan efisien sehingga lembaga pendidikan mengalami kemunduran. Permasalahan pendidikan yang terjadi dapat dihadapi melalui sistem informasi yang terintegrasi dengan lembaga pendidikan, baik lembaga pendidikan formal, informal dan nonformal. Kata Kunci : Sistem Informasi Manajemen, Pendidikan Islam, Multistakeholder Pendidikan Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu upaya dalam meneruskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, yang dapat menjadi penolong dan memperbaiki perdaban umat manusia. Era baru dalam dunia pendidikan memiliki tantangan yang lebih besar untuk mewujudkan kualitas pendidikan yang semakin baik. Salah satu tantangan terbesar yaitu mempertahankan dan mengembangakan lembaga pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat global. Tuntutan masyarakat yang semakin besar terhadap pendidikan menjadikan kualitas pendidikan harussemakin ditingkatkan agar kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan tidak memudar. Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan kualitas atau mutu, menuntut semua pihak dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya. Hal tersebut mendudukkan pentingnya upaya peningkatan kualitas pendidikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang harus dilakukan terus menerus, sehingga pendidikan dapat digunakan sebagai wahana dalam membangun watak bangsa. E.Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm.17. Upaya peningkatan kualitas pendidikan ini dilihat dengan berkembangnya suatu lembaga dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang mendukung untuk pengelolaan atau manajemen yang baik, salah satunya yaitu dengan pengelolaan sistem informasi secara tepat dan cepat dalam lembaga pendidikan. Pengelolaan suatu informasi dalam institusi atau lembaga pendidikan merupakan bagian dari sistem pendidikan itu sendiri. Informasi yang dikelola dengan baik hendaknya berada dalam suatu sistem pengelolaan informasi. Semua fungsi manajemen dalam lembaga pendidikan dapat berhasil dilaksanakan apabila ditopang oleh suatu sistem yang menyediakan informasi secara tepat dan akurat. Informasi yang dikelola dengan tepat sangat diperlukan untuk perencanaan, pengambilan keputusan dan pengendalian. Melalui informasi yang akurat inilah seorang manajer atau penanggung jawab pendidikan mampu mewujudkan tujuan pendidikan. Helmawati, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 2. Namun masih banyak para pengelola lembaga pendidikan yang belum menjalankan sistem informasi manajemen ini, walaupun mereka sudah mengetahui sistem tersebut sehinggan perkembangan ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini tidak dapat diikuti dengan baik. Pengelolaan pendidikan yang kurang maksimal berdampak pada output pendidikan yang kurang maksimal. Minimnya pengelolaan dan penggunaan secara maksimal informasi yang diperlukan membuat para pengelola dan pengguna jasa pendidikan menghadapi banyak kendala. Wajar saja jika akhirnya ini menyebabkan banyaknya permasalahan pendidikan di Indonesia. Kurangnya perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengendalian, khususnya dalam Pendidikan Nasional termasuk Pendidikan Islam, membuat krisis berkepanjangan di lingkungan pendidikan, mulai dari tujuan pendidikan (beriman dan bertakwa) yang belum tercapai, krisis moral yang tiada henti, pendidikan yang tidak mengindahkan tuntutan atau harapan masyarakat (lulusan yang berilmu dan memiliki keterampilan sehingga mampu hidup mandiri dan sejahtera), kebijakan pendidikan yang belum merata, problem manajemen, krisis kepemimpinan, minimnya sumber daya manusia (SDM) handal, krisis finansial, hingga problem kelembagaan pendidikan. Muncul beberapa permasalahan dalam pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia. Pertama, Krisis Moral. Konsepsi moralitas bangsa Indonesia harus berdasarkan atas nilai-nilai dan budaya yang diyakini masyarakatnya. Oleh karena itu konsep moralitas yang direncanakan harus berdasarkan nilai-nilai yang diajarkan agama. Konsepsi moralitas disini tentang tindakan yang benar dan baik berasaskan agama Islam. Dekadensi moral atau kemerosotan moral dikalangan pelajar baik dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi sungguh sangat mengkhawatirkan. Sejatinya tujuan pendidikan nasional sesuai dengan mandat Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bab II pasal 3 yang menyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:2003). Melihat kondisi yang saat ini terjadi dimana pendidikan dianggap belum memenuhi harapan masyarakat dan masih belum bisa menghadapi tantangan dan tuntunan zaman. Karena pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempaan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, global dan nasional. Kedua, permasalahan pendidikan sebagai suatu sistem sosial. Pendidikan sebagai suatu sistem berarti pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Maka, dalam peningkatan kualitas manusia Indonesia, pemerintah tidak menjadi satu sistem yang lepas dengan pihak swasta dan masyarakat. Hubungan pemerintah, masyarakat, dan swasta merupakan hubungan yang tidak terpisahkan satu sama lain, sehingga tidak heran jika setiap warga negara apapun profesinya bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. Ketiga, Permasalahan Kebijakan Pendidikan. Kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran diantaranya, (1) standar dan pengembangan kurikulum; (2) visi, misi, penetapan tujuan dan target pendidikan; (3) rekrutmen dan pembinaan tenaga kependidikan; (4) pengelolaan dan pembinaan kesiswaan; (5) penyediaan buku pelajaran; (6) penyediaan dan pemeliharaan sarana pendidikan; (7) penyediaan dan perawatan fasilitas pembelajaran; (8) pengadaan, perawatan, dan penggunaan perpustakaan dan laboratorium sekolah; dan sebagainya yang dapat memberi dukungan pada kualitas pembelajaran. Sedangkan kebijakan yang berkaitan dengan manajemen institusi pendidikan diantaranya yaitu: (1) pengalokasian sumber-sumber anggaran dan penggunaannya, (2) pengelolaan gedung, (3) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (4) pengelolaan fasilitas dan sebagainya. Keempat, Problem Manajemen. Banyak sekolah atau madrasah yang ada di Indonesia dikelola dengan manajemen apa adanya saja atau yang sudah biasa dijalankan. Tidak ada upaya melakukan perbaikan kualitas sesuai dengan mandat Standar Nasional Pendidikan dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah yang diwujudkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Kelima, krisis kepemimpinan. Banyak sumber daya manusia yang berpotensi besar menjadi pemimpin dalam suatu lembaga, namun yang memiliki kriteria cerdas dan bermoral baik itulah yang tidak gampang untuk ditemukan. Karena banyak orang yang memiliki pengetahuan luas, kemampuan menejerial baik, tetapi terkendala dengan kasus moral yang kurang baik baik terkait kasus korupsi atau affair. Keenam, minimnya sumber daya manusia yang handal. Terkait sumber daya manusia yang handal bukan hanya secara kuantitas tetapi juga secara kualitas yang berdampak pada minat masyarakat untuk mau menggunakan jasa lembaga pendidikan yang ada. Dengan sumber daya manusia yang handal diharapkan dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan mewujudkan tujuan pendidikan lembaga tersebut. Ketujuh, krisis finansial. Pengelolaan keuangan dalam lembaga pendidikan harus menerapkan prinsip efektif dan efisien. Dalam pengelolaannya harus konsisten dari perencanaan yang sudah disusun sehingga dapat implementasinya tidak menyimpan dan sesuai dengan yang diharapkan. Maka prosesnya harus menggunakan prinsip transparansi dan akuntabilitas publiknya tinggi. Kedelapan, kelembagaan pendidikan. Lembaga pendidikan yang dimaksud dalam konteks ini adalah sekolah, keluarga dan masyarakat. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama kali dan utama bagi anak. Dalam keluarga anak mulai dikenalkan dengan berbagai nilai-nilai (norma), keyakinan (agama), pengetahuan, dan interaksi hubungan sosial. Helmawati, ibid., hlm. 3-10. Dengan berbagai permasalah yang muncul terkait pendidikan tersebut cara yang dilakukan untuk mengatasinya dengan pengelolaan sistem informasi yang terintegrasi dengan lembaga-lembaga pendidikan, baik melalui lembaga pendidikan yang formal, non formal ataupun informal yang menerapkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Pendidikan Islam yang diterapkan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Sistem Informasi Manajemen Sistem Secara etimologis, sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti: (1) keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian; (2) hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara teratur. Dengan demikian, kata systema berarti himpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur yang merupakan satu keseluruhan, sehingga pada suatu sistem terdapat beberapa sistem kecil (secondary system, subsystem). Oleh karena itu, sistem harus memenuhi unsur-unsur yang meliputi komponen, relevansi, fakta, prinsip, doktrin, fungsi dan tujuan bersama. Unsur-unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang satu dan lainnya saling terkait atau saling mendukung dalam mencapai tujuan organisasi. Helmawati, Ibid., hlm.14. Selain pengertian sistem diatas, ada beberapa pengertian sistem menurut beberapa ahli, dengan mengutip dari Eti Rochaety pengertian sistem sebagai berikut: Sistem adalah seperangkat unsur yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam satu lingkungan tertentu (Ludwig, 1997). Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan (A. Rapoport, 1997). Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian yang saling mempengaruhi (L.Ackof, 1997). Sistem merupakan bagian-bagian yang beroperasi secara bersama-sama untuk mencapai beberapa tujuan (Gordon B. Davis, 1995). Sistem yaitu sekelompok elemen yang terintegrasi untuk mencapai suatu tujuan (Raymond McLeod, 2001). Ryans (1998) System it any identifiable, assemblage of element (object, person, activities, information record, etc) which are interrelated by process or structure and which are presumed to function as an organizational entity generating an observable (or sometimes merely inferable) product. William A. Shorde (1995) dalam bukunya Organization and Management menyebutkan ada sekitar enam ciri sebuah sistem, yaitu perilaku berdasarkan tujuan tertentu, keseluruhan, keterbukaan, terjadi transformasi, terjadi korelasi, memiliki mekanisme kontrol artinya terdapat kekuatan yang mempersatukan dan mempertahankan sistem yang bersangkutan. Budi Sutedjo (2002) sistem adalah kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan. Jenis sistem secara umum terdiri dari sistem terbuka dan sistem tertutup (Open-Loop and Closed-Loop System). Sistem terbuka adalah sistem yang tidak memiliki sasaran, pengendalian mekanis, dan umpan balik. Sedangkan sistem yang tertutup, yaitu sebuah sistem yang memiliki sasaran, pengendalian mekanis, dan umpan balik (Rayamond Mc Leod, Jr., 2001). Kedua jenis sistem tersebut dapat dilihat dalam gambar dibawah ini: Gambar 1.2Closed-Loop System (Sistem Tertutup) Ety Rochaety, dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm 2-3. Infomasi Ada beberapa definisi informasi menurut beberapa ahli, sebagai berikut : Informasi yaitu data yang telah diproses ke dalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi penerima dan memiliki nilai nyata yang dibutuhkan untuk proses pengambilan keputusan saat ini maupun saat mendatang (Gordon B. Davis, 1995). Informasi menurut Budi Sutedjo (2002: 168) merupakan hasil pemrosesan data yang diperoleh dari setiap elemen sistem tersebut menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan dan dibutuhkan dalam pemahaman fakta-fakta yang ada. Informasi, yaitu sebuah pernyataan yang menjelaskan suatu peristiwa (suatu objek atau konsep) sehingga manusia dapat membedakan sesuatu dengan yang lainnya (Samuel Elion, 1992). Manajemen Secara umum dikatakan bahwa manajemen merupakan proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dam pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya (Goerge R. Terry, 1997). Definisi lain menyatakan bahwa manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan antaranggota organisasi dengan menggunakan seluruh sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Stoner AF, 1998). Pada dasarnya dalam proses penggunaan sistem informasi, seorang manajer sebelumnya harus memahami posisi dari hierarki/tingkatan manajemen dimana dia berada. Sumber informasi yang dibutuhkan oleh seorang manajer atau pimpinan lembaga pendidikan yang menduduki posisi paling atas cenderung lebih banyak dari luar organisasi/lembaga pendidikan tersebut. Semakin rendah tingkat manajerial seseorang maka lebih banyak dibutuhkan sumber informasi dari internal organisasi atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. Dengan demikian, pimpinan lembaga pendidikan yang menduduki posisi top manajemen semakin banyak untuk mencari sumber informasi dari eksternal organisasi. Hal ini diperlukan untuk pengembangan organisasi, komparasi dengan lembaga pendidikan yang ada, mencari strategi baru untuk inovasi demi peningkatan kapabilitas organisasi. Dengan demikian, lembaga pendidikan yang dipimpinnya memiliki daya saing yang tinggi untuk mempertahankan eksistensi di masa mendatang. Ety Rochaety, ibid., hlm.5. Sistem Informasi Manajemen Stoner (1996) mendefinisikan sistem informasi manajemen sebagai sebuah metode formal untuk menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu bagi manajemen yang diperlukan untuk mempermudah proses pengambilan keputusan, dan memungkinkan fungsi-fungsi dari manajemen seperti perencanaan, pengendalian, dan operasional organisasi dapat dilaksanakan secara efektif. Sistem tersebut menyediakan informasi tentang peristiwa-peristiwa masa lalu, masa kini, dan proyeksi masa yang akan datang, disamping informasi mengenal peristiwa-peristiwa relevan yang terjadi di dalam dan diluar organisasi tersebut. Helmawati, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 21-22. Pendidikan Islam Pendidikan Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan kualitas atau mutu, menuntut semua pihak dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya. Hak tersebut mendudukkan pentingnya upaya peningkatan kualitas pendidikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang harus dilakukan terus-menerus, sehingga pendidikan dapat digunakan sebagai wahana dalam membangun watak bangsa. E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 17.Pendidikan merupakan faktor penting dalam membentuk kepribadian manusia. Dengan pendidikan inilah manusia dapat meningkatkan harkat dan martabatnya. John Dewey mendefinisikan pendidikan sebagai proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia. Menurut Dictionary of Education (dalam Ara Hidayat dan Imam Machali) disebutkan bahwa, pendidikan adalah (1) keseluruhan proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat dimana mereka hidup. (2) proses sosial dimana orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih ddan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal. Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan (Yogyakarta:Kaukaba,2012), hlm. 20. Dalam perspektif ke-Indonesiaan pengertian, fungsi dan tujuan pendidikan terumuskan pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 dan 3 yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:2003). Suatu lembaga pendidikan dapat dikatakan bertanggungjawab, berwibawa dan memiliki peran aktif jika didalamnya terdapat tenaga-tenaga kependidikan khususnya tenaga pendidik yang memiliki rasa tanggung-jawab yang tinggi, profesional dibidangnya serta memiliki lekatan nilai-nilai moral untuk dapat diakui guru yang berwajah dan berwibawa. Muwahid Shulhan, Administrasi Pendidikan (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), hlm. 98. Pendidikan Islam Secara terminologi, terdapat beberapa pendapat ahli pendidikan islam dalam mengartikan Pendidikan Islam,antara lain: Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar di pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama menurut ukuran-ukuran Islam. Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al Maarif, 1980), hlm. 19. Muhammad Quthb memberi pengertian pendidikan Islam, sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah Idi, sebagai usaha untuk melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, baik dari segi jasmani maupun rohani, baik dari kehidupan fisik maupun mentalnya, dalam melaksanakan kegiatannya dibumi ini. Abdullah Idi, Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hlm. 47-48. Menurut Zakiah Daradjat, pendidikan Islam adalah sikap pembentukan manusia yang lainnya berupa perubahan sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan petunjuk agama Islam. Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 25. Menurut Hasan Langgulung, Pendidikan Islam adalah proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peran, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasil di akhirat. Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam (Bandung: Al Maarif, 1980), hlm. 94. Menurut Konferensi Pendidikan Islam se-dunia yang ke-2 (1980), Pendidikan Islam harus ditujukan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan personalitas manusia secara menyeluruh dengan cara melatih jiwa, akal, perasaan, dan fisik manusia. Sedangkan tujuan akhir pendidikan diarahkan pada upaya merealisasikan pengabdian manusia kepada Allah, baik pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan secara luas. Helmawati, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 28. Multistakeholder Pendidikan Pendidikan yang merupakan modal bagi kesejahteraan dan kebahagiaan di kemudian hari harus dterapkan oleh beberapa pihak dalam pendidikan, diantaranya: Pendidikan Informal Pendidikan informal yang dilaksanakan oleh orang tua sebagai pendidik pertama dan utama memiliki tanggungjawab penuh terhadap keberhasilan pendidikan anak-anaknya. Dengan adanya informasi yang diperoleh sejak dini maka orang tua dapat merencanakan pendidikan anak-anaknya, yang setidaknya dapat membantu anak-anaknya menjadi manusia yang akan berperilaku sesuai perintah Tuhannya, dan akan berguna tidak hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain yang akan beruntung di dunia dan akhirat. Pendidikan oleh orang tua ini membantu anak-anak mengetahui informasi tentang lembaga pendidikan, ruang lingkup pendidikan yang akan membantu dalam pengembangan potensi yang dimiliki anak-anak, ataupun informasi tentang tujuan pendidikan itu sendiri. Dan melalui informasi ini juga bisa dimanfaatkan oleh orang tua dalam melakukan evaluasi dan penilaian dalam pendidikan yang nantinya bisa menjadi tolak ukur atas kemajuan pengembangan potensi anak. Pendidikan Formal Di lingkup pendidikan formal sebagai penanggung jawab adalah kepala sekolah/madrasah yang dalam menjalankan kinerjanya memerlukan adanya informasi yang akan digunakan dalam menyusun perencanaan pendidikan. Perencanaan pendidikan yang disusun haruslah mengacu pada standar pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah. Selain kepala sekolah/madrasah, guru merupakan penanggung jawab utama dalam proses pendidikan yang dilaksanakan. Guru dalam melaksanakan proses kegiatan belajar dan mengajar sebelumnya harus menyusun perencanaan pembelajaran terlebih dahulu dengan tujuan memudahkan dalam memantau keberhasilan pencapaian dalam kelas. Pendidikan Nonformal Mengacu dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di Pasal 26, dinyatakatan dalam beberapa pasal diantaranya: Pendidikan Nonformal diselanggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majlis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Melihat dari beberapa pasal diatas dalam pendidikan nonformal banyak pihak yang bisa terlibat didalamnya untuk menjadi bagian dari stakeholder pendidikan pada jalur nonformal. Pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Islam oleh Multistakeholder Pendidikan Sistem Informasi Manajemen merupakan suatu metode yang digunakan untuk menyediakan informasi akurat bagi suatu manajemen, terutama bagi pimpinan pada suatu lembaga pendidikan. Oleh karena itu pemimpin dalam lembaga pendidikan ketika melaksanakan aktivitas sehari-hari hendaknya menjalankan fungsi-fungsinya seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut pimpinan memerlukan informasi yang tepat, akurat, cepat, dan relevan sehingga tujuan akan terlaksana secara efektif dan efisien. Untuk itu, agar informasi yang diperlukan sesuai dengan harapan dan mampu mendukung tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, perlu dikelola dalam suatu sistem yaitu sistem informasi manajemen pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu modal untuk menuju masa depan yang lebih baik. Untuk mendapatkan output pendidikan sesuai dengan harapan, maka perlu adanya perencanaan yang baik dan tepat. Agar pendidikan bisa menjadi modal untuk kesejahteraan pada masa yang akan datang, pendidikan perlu direncanakan dengan baik, yang dapat di dilaksanakan melalui: Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Islam dalam Keluarga (Informal) Informasi untuk pendidikan dalam keluarga memiliki beberapa manfaat, diantaranya: (a) menambah pengetahuan bagi setiap anggota keluarga terutama orangtua, (b) mengurangi ketidakpastian terutama pada saat akan membuat perencanaan atau pengambilan keputusan pendidikan, (c) memberikan standar, patokan, aturan, atau ukuran dalam pelaksanaan kegiatan, salah satunya memberikan standar bagi perencanaan dan pengambilan keputusan dalam pendidikan, (d) mengurangi resiko kegagalan. Melalui informasi yang relevan dan tepat (efektif), pendidikan dalam keluarga akan tercapai secara maksimal. Pengembangan potensi yang tepat akan dapat membantu manusia menjadi manusia yang manusiawi. Melalui informasi yang dimiliki, orangtua sebagai penanggungjawab pertama dan utama pendidikan anak akan mampu menggali secara seimbang seluruh potensi yang dimiliki baik itu potensi jasmani, potensi spiritual (rohani) dan juga potensi akal. Keseimbangan tumbuh kembang potensi-potensi ini disinyalir akan membuat manusi menjadi manusia yang manusiawi dan unggul. Sayangnya, banyak sekali informasi yang diperoleh dari media cetak, elektronik, maupun informasi tentang keluarga yang beragama Islam tetapi tidak berperilaku Islami. Banyaknya kasus KDRT, penyelewengan hingga perceraian sudah tidak dapat dihitung lagi. Begitu pula dengan anak-anak yang berperilaku tidak sesuai rencana (tujuan) pendidikan. Pendidikan yang tidak tepat yang diperoleh dari keluarga membuat banyak permasalahan setiap anggota keluarga itu sendiri, terlebih anak-anak. Agar tujuan pendidikan dalam keluarga dapat terwujud, ayah atau ibu perlu membuat perencanaan program pendidikan. Perencanaan pendidikan dalam keluarga dapat dirancang dalam beberapa program, diantaranya : Perencanaan Pemilihan Pasangan Hidup Keluarga yang ideal hendaknya diawali daripernikahan yang sah dan diakui. Dalam membentuk sebuah keluarga yang diikat dalam perkawinan yang sah dan diakui hendaknya sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku, baik syarat dalam agama maupun dalam hukum negara. Pasangan hidup yang menikah dengan memenuhi syarat-syarat sesuai perintah agama dan hukum negara akan berdampak baik bagi semua pihak. Keluarga yang keberadaanya diterima baik oleh Allah maupun oleh negara dan masyarakat tentu akan merasa tenteram. Jika setiap anggotanya memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing, maka akan terwujudlah keluarga yang ideal (sehat dan bahagia). Helmawati (2015) menyampaikan, sebagai keluarga ideal setidaknya memiliki syarat-syarat sebagai berikut: Sebuah keluarga dikatakan keluarga jika diikat dalam perkawinan atau pernikahan. Perkawinan harus sah menurut agama dan hukum negara. Menikah harus dengan pasangan yang memiliki keyakinan yang sama. Memiliki anggota yang lengkap (ayah, ibu, dan anak). Sebuah keluarga mengharapkan memiliki keturunan sebagai salah satu tujuan perkawinan. Setiap pasangan satu sama lain harus saling mengenal. Pasangan hidup bersama dan satu sama lain harus saling menyayangi sehingga ada ikatan batin. Setiap anggota hendaknya menciptakan dan merasakan hidup tenteram dan bahagia. Setiap anggota memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Saling menghormati hak dan kewajiban setiap anggota keluarga. Dalam keluarga dibuat pembagian tugas kerja sesuai dengan porsinya. Memiliki waktu yang cukup untuk berkumpul bersama keluarga. Komunikasi lancar dalam keluarga. Perlu ada bimbingan dan pembinaan, serta pengawasan dalam keluarga. Helmawati, Ibid., hlm.56-58. Sebuah keluarga tidak akan pernah menjadi keluarga ideal jika tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan terutama oleh agama dan hukum yang berlaku di negara dan masyarakat. Diperlukan adanya sebuah perencanaan pembentukan keluarga dengan memperhatikan beberapa persyaratan untuk memudahkan orangtua dalam mendidik anak bersama-sama sehingga tujuan pendidikan dalam keluarga tercapai. Perencanaan Pola Asuh Anak dan Komunikasi dalam Keluarga Mengutip pada Helmawati (2015), pola asuh orangtua terhadap anak bisa dilakukan dengan beberapa macam, diantaranya: Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoiter biasanya pola komunikasi yang dilakukan adalah satu arah, yang biasanya segala aturan orangtua harus ditaati anak-anaknya. Sehingga orangtua lebih memaksakan pendapat ataupun keinginan kepada anak tanpa mempertimbangkan apa yang diinginkan oleh anak tersebut. Bahkan anak tidak memiliki peluang untuk menyampaikan apa yang dipikirkan, dirasakan ataupun yang diinginkan anak tersebut. Segi positif dari pola asuh ini yaitu anak menjadi penurut dan cenderung akan menjadi disiplin yakni mentaati peraturan yang ditetapkan orangtua. Namun mungkin saja anak tersebut hanya mau menunjukkan disiplinnya dihadapan orangtua, padahal dalam hatinya anak membangkang, sehingga ketika berada di belakang orangtua anak akan bertindak lain. Kalau ini terjadi, msks perilaku yang dilakukannya hanya untuk menyenangkan hati orangtua atau untuk menghindari dirinya dari hukuman. Perilaku ini akhirnya membuat anak memiliki dua kepribadian yang bukan merupakan refleksi kepribadian sesungguhnya. Pola Asuh Permisif Dalam pola asuh permisif ini yang digunakan komunikasi satu arah, sehingga anak memiliki kesempatan untuk memutuskan apa yang diinginkan sendiri terlepas dari orangtua setuju ataupun tidak. Apa yang menjadi keinginan anak cenderung akan dituruti dan diperbolehkan oleh orangtuanya. Dampak negatif dari pola ini kurangnya sikap disiplin anak pada aturan sosial yang berlaku dimasyarakat. Namun disamping dampak negatif, pola ini juga memiliki dampak positif yaitu adanya rasa tanggungjawab anak karena kepercayaan penuh dari orangtua sehingga sering muncul kreatifitas, inovasi dan kemandiarian anak. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis menekankan komunikasi dua arah antara anak dan orangtua sehingga anak juga diberikan tanggungjawab namun masih dalam pengawasan orangtua. Terdapat sisi positif dari pola ini yaitu anak akan menjadi individu yang bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya, percaya kepada orang lain dan menjadi pribadi yang jujur. Pola Asuh Situasional Pola asuh model ini merupakan model yang penerapannya bisa menggunakan beberapa pola asuh dalam menghadapi situasi tertentu. Pola asuh ini lebih fleksibel karena dalam bisa dilaksanakan beberapa pola sekaligus untuk mengatasi beberapa kondisi yang dihadapi, harapannya dengan pola asuh ini juga untuk memberikan pola asuh yang baik dan berdampak positif terhadap anak. Perencanaan Proses Pendidikan Islam dalam Keluarga Dalam setiap proses pendidikan dalam keluarga diharapkan bisa berhasil dengan baik, maka orangtua mengetahui prinsip-prinsip dalam mendidik anak. Prinsip-prinsip dalam mendidik anak yang harus diperhatikan sebagai berikut: Prinsip Menyeluruh Prinsip Keseimbangan dan Kesederhanaan Prinsip Kejelasan Prinsip Tidak Ada Pertentangan Prinsip Realistis dan Dapat Dilaksanakan Prinsip Perubahan yang diinginkan Prinsip Menjaga Perbedaan-Perbedaan Perseorangan Prinsip Dinamis Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Islam di Sekolah/Madrasah (Formal) Lembaga pendidikan formal dalam pelaksanaan proses pendidikan harus menyesuaikan dengan standar nasional pendidikan yaitu tentang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan yang didalamnya memuat beberapa komponen, diantaranya: a) Standar Isi; b) Standar Proses; c) Standar Kompetensi Lulusan; d) Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan; e) Standar Sarana dan Prasarana; f) Standar Pengelolaan; g) Standar Pembiayaan; h) Standar Penilaian. Standar nasional pendidikan ini berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan yang bermutu. Dalam lembaga pendidikan formal Sistem Informasi Manajemen dimanfaatkan dan diterapkan oleh beberapa stakeholder didalamnya, diantaranya: Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Islam bagi Kepala Sekolah/Madrasah Sebagai pemimpin dalam lembaga pendidikan sebaiknya dalam menyusun perencanaan, pengambilan keputusan dan pengendalian disesuaikan dengan informasi yang relevan dan akurat berdasarkan standar nasional pendidikan dan kemampuan sumber daya manusia serta sumber daya alam di lembaga tersebut. Penyusunan program dan kegiatan dbuat adanya skala prioritas sehingga kepala sekolah/madrasah mampu mewujudkan tujuan pendidikan sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga mewujudkan efektif dan efisiensi kinerja. Setelah perencanaan dan prioritas kegiatan tersebut disusun, maka kepala sekolah/madrasah dapat memusatkan perhatian kepada kinerja guru dan stafnya untuk memenuhi ketentuan standar pendidikan di lembaga yang dipimpinnya dan untuk mencapainya diperlukan adanya data dan informasi yang akurat tentang sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah pengendalian atau pengawasan pada seluruh kegiatan dalam lingkungan pendidikan yang berada dalam tanggung jawabnya. Pengendalian dilakukan agar seluruh proses kegiatan pendidikan dalam lembaga tersebut berjalan sesuai rencana yang telah diprogramkan sebelumnya. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Islam bagi Guru Guru merupakan orang tua kedua bagi anak dalam mengemban amanah dalam membantu anak menggali potensi yang dimiliki anak sehingga anak memiliki ilmu pengetahuan, kepribadian dan keterampilan yang baik. Maka dalam menjalankan tugasnya tersebut guru perlu membutuhkan informasi dari siswa yang berhubungan dengan kesehatan jasmani, minat, bakat dan prestasi dari peserta didik. Informasi pada tahapan awal adalah data siswa yang diperoleh pada saat siswa mendaftarkan pada sekolah tersebut, sehingga pihak sekolah seharusnya menyimpan dan mengelola data tersebut dengan baik oleh bagian staf administrasi. Data tersebut akan diolah sebagai informasi guru untuk membantu peserta didik secara optimal dalam proses kegiatan belajar-mengajar. Dengan informasi yang baik dapat membantu pihak-pihak yang memerlukan untuk melakukan perencanaan, pengambilan keputusan dan pengendalian. Misalnya dalam perencanaan program pembelajaran maka dapat diaplikasikan saat penyusunan silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Silabus bermanfaat sebagai pedoman untuk pengembangan pembelajaran lebih lanjut, misalnya dalam membuat rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran dan pengembangan sistem penilaian. Sedangkan RPP menjadi standar pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran agar proses pembelajaran berjalan efektif dan efisien. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Islam bagi Staf Administrasi Staf administrasi merupakan bagian dalam sistem pendidikan yang berfungsi membantu pengelolaan administrasi seluruh kegiatan pendidikan. Staf administrasi akan mengumpulkan data, mengelola, menyimpan, menggandakan, dan membantu pihak-pihak yang memerlukan data atau informasi untuk perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengendalian terutama bagi kepala sekolah/madrasah, para pendidik termasuk juga orangtua. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Islam di Masyarakat (Nonformal) Masyarakat merupakan laboratorium dan sumber informasi dari pelaksanaan proses pendidikan, untuk itu setiap anggota masyarakat memiliki peran dan tanggungjawab terhadap terlaksananya proses pendidikan, sehingga pendidikan harus mengakumulasi seluruh potensi dan nilai kebudayaan masyarakat dalam sistem pendidikan. Masyarakat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam memberi arahan terhadap pendidikan anak, terutama terhadap pemimpin masyarakat. Pemimpin masyarakat muslim tentu saja menghendaki agar setiap anak didik menjadi anggota yang taat dan patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarga, kelompok sepermainan, kelompok kelas dan sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa, warga kota dan warga negara. Dengan demikian, dipundak mereka terpikul keikutsertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak. Ini berarti bahwa pemimpin dan penguasa di masyarakat ikut bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan tanggung jawab moral dari setiap orang dewasa baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok sosial. Tanggung jawab ini ditinjau dari segi ajaran Islam, secara implisit mengandung pula tanggung jawab dalam hal pendidikan. Zakiyah mengutip Al-Syaibani mengemukakan bahwa diantara ulama-ulama mutakhir yang telah meyentuh persoalan tanggung jawab adalah Abbas Mahmud Al-Akkad yang menganggap rasa tanggung jawab sebagai salah satu ciri pokok bagi manusia. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa manusia merupakan makhluk yang bertanggung jawab. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala (amal) mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (Q.S. At-Tur : 21). Helmawati, Ibid., hlm.148. Semua manusia memiliki tanggung jawab membina, memakmurkan, memperbaiki, mengajak pada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang munkar. Maka sudah sangat jelas bahwa tanggung jawab seseorang tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga kepada orang lain di masyarakat pada umumnya. Untuk membuat suatu perencanaan pendidikan, masyarakat memerlukan informasi-informasi yang berkaitan dengan pendidikan, karena dengan adanya informasi ini akan membantu masyarakat. Maka dari itu dalam menetapkan pendidikan dalam masyarakat, para penanggung jawab pendidikan di masyarakat khususnya orang tua perlu mengetahui tujuan pendidikan, setelah itu barulah merencanakan komponen pendidikan lainnya untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan adanya pendidikan masyarakat berharap anak-anak mereka memiliki pengetahuan yang baik, berakhlak mulia dan memiliki keterampilan sehingga mereka akan mudah dalam mencari pekerjaan nantinya. Dalam masyarakat yang perlu memperoleh pendidikan bukanlah hanya anak-anak namun para orang dewasa pun memerlukan pendidikan sehingga dapat dikatakan sebagai pendidikan seumur hidup. Masyarakat pada umumnya akan memilih lembaga pendidikan nonformal yang tidak memerlukan biaya besar, serta waktunya fleksibel. Yang menjadi tujuan utamanya mereka tetap memperoleh ilmu pengetahuan yang diperlukannya dan untuk ilmu pengetahuan keagamaan yang akan mengarahkan pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Disamping itu yang bersifat duniawi, masyarakat juga memerlukan ilmu pengetahuan tentang pendidikan, kesehatan, gizi, pengelolaan keuangan yang baik agar hidup sejahtera baik dunia dan akhirat. Agar lembaga-lembaga pendidikan di masyarakat sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka perlu adanya pengawasan yang bisa dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal. Pengawasan yang dilakukan terhadap lembaga pendidikan tersebut akan memberikan kontribusi yang baik bagi pengguna dan seluruh komponen pendidikan. Kesimpulan Sistem Informasi Manajemen merupakan bagian dari ilmu manajemen yang didalamnya menjalankan fungsi perencananaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian yang dilaksanakan dalam sebuah organisasi atau lembaga termasuk lembaga pendidikan. Agar tercipta keseberhasilan dalam menjalankan fungsi manajemen tersebut yang harus dilaksanakan adalah menerapkan sistem informasi yang mampu menyediakan informasi yang dibutuhkan para pengelola lembaga terkait. Ada beberapa kriteria informasi yang baik dan bermanfaat diantaranya informasi yang telah diolah dan dianalisis, memiliki arti dan bermanfaat bagi penggunanya. Karena setiap orang memerlukan informasi, semakin akurat informasi maka semakin tinggi mutunya dan semakin aman pengguna dapat menggunakananya dalam pengambilan keputusan. Dalam pelaksanaannya, informasi dapat membantu penggunanya untuk membuat perencanaan dan program kerja, pengambilan keputusan dan pengendalian. Informasi juga bermanfaat untuk menambah pengetahuan yang dimiliki, mengurangi ketidakpastian, mengurangi resiko kegagalan, mengurangi keanekaragaman/variasi yang tidak diperlukan, dan memberi standar, aturan, ukuran, keputusan yang menentukan pencapaian sasaran dan tujuan. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Daradjat, Zakiah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Helmawati. 2015. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Agama Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya. Hidayat, Ara, dan Imam Machali. 2012. Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Kaukaba. Idi, Abdullah danToto Suharto. 2006. Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana. Langgulung, Hasan. 1980. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: Al Maarif. Marimba, Ahmad D. 1980.Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al Maarif. Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rochaety, Ety, Pontjorini Rahayuningsih, dan Prima Gusti Yanti. 2009.Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Shulhan, Muwahid. 2004. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bina Ilmu. MENEJEMEN PENDIDIKAN GERAKAN SANTRI (Kontribusi Santri Dalam Menyiapkan Masyarakat Global) Sulis Rokhmawanto IAINU Kebumen Email. Sulisrokhmawanto.@gmail.com Abstraksi Realitas globalisasi bagi masyarakat islam memunculkan berbagai permasalahan dan tantangan. Permaslahan dan tantangan tersebut diantaranya adalah melemahnya jiwa patriotisme, melemahnya kepedulian sosisal, budaya instan, dan melemahnya jiwa patriotisme. Permaslahan tersebut menjadi spirit tersendiri bagi santri, yaitu para santri yang memiliki komitmen tinggi terhadap idiologinya, terhadap masyarakat, dan memiliki iwa patriotisme yang tinggi terhadap negaranya. Spirit santri ditunjukan dengan gerakan pendidikan kepada masyarakat disekitarnya untuk mempersiapkan masyarakat global. Wujud dari pelaksanaan tersebut dalah mewujudkan masyarakat akademik dan masyarakat religius. Kata kunci : santri, globalisasi, pendidikan, dan kontribusI Pendahuluan Globalisasi bukanlah sesuatu yang harus diingkari oleh masyarakat. Karena globalisasi adalah sebuah perkembangan zaman yang akan membawa manusia kearah sistem pemersatuan masyarakat dunia. Hal ini sudah menjadi kesepakatan masyarakat internasional melalui perwakilannya dari setiap negara. Jika kita tengok maksud dan tujuan dari globalisasi adalah sesuatu yang bagus. Namun pada kenyataanya, ditengah arus globalisasi, yang terjadi dalam masyarakat bukanlah menunjukan gejala positif, namun sebaliknya, yaitu gejala negatif. Diantara gejala tersebut adalah terjadinya dis-integrasi sosial dalam masyarakat. Disintegrasi sosial tersebut diantaranya disebabkan oleh banyak sebab yang saling berhubugan, diantarany adalah adanya disintegrasi bangsa, disintegrasi idiologi, dan juga radikalisasi. Disintegrasi sosial dalam masyarakat sangat terlihat, diantaranya adalah memudarnya kultur masyarakat yang menunjukan kebersamaan, munculnya ogoisme yang tinggi, pertikaian, dan lain sebagainya. Disintegrasi bangsa dalah sebuah keniscayaan. Hal ini muncul sebagai akibat dari disintegrasi sosial yang terjadi masyarakat, yang memunculkan sikap tidak saling percaya, yang pada akhirnya akan mengarah kepada perpecahan suatu negara, yang lazim disebut dengan disintegrasi bangsa. Gejala disintegrasi bangsa dapat terlihat misalnya pada dataran patriotisme yang lemah pada generasi muda. Patriotisme adalah sebagai salah satu bentuk cinta dan rela membela tanah air negaranya dengan cara yang dimilikinya. Sebagai contohnya jika masyarakatnya adalah seorang guru maka ia akan bekerja dengan ikhas demi negaranya melalui pendidikan. Jika masyarakatnya adalah seorang pelaku politik, maka dia juga akan berpolitik dengan ikhlas demi tegaknya demokrasi di negara yang ia cintai, bukan sebaliknya, guru mengajar karena ingin mendapatkan uang profesinya, sehingga guru tersebut dalam mengajarkan siswanya tentang ilmu pengetahuan hanya bersifat formalitas, tanpa memperhatikan kualifikasi pelaksanaan sebuah pendidikan, sehingga pada akhirnya pendidikan hanya sebagai penulis legalitas melalui proses yang ada, yang selanjutnya akan berakibat kepada “rendahnya” kualitas out put peserta didik. Sedangkan bagi seorang pelaku politik dia akan menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu kedudukan yang orientasinya adalah mendapatkan finansial, yang akan berakibat kepada perpecahan dalam masyarakat, dan mengarah kepada disintegrasi pada negara. Satu hal yang paling tidak diinginkan oleh suatu negara adalah terjadinya disintegrasi bangsa. Jika kita cermati, disintegrasi bangsa diantara salah satu penyebabnya adalah tipisnya jiwa patriotisme dalam individu suatu masyarakat negara, sehingga dengan demikian masyarakat suatu negara akan mudah memiliki tujuan yang bersifat individu dan sementara sebagaimana contoh ditas. Secara sederhana, disintegrasi bangsa diantara penyebab yang lainnya adalah terjadinya disintegrasi idiologi. Jika dalam sebuah masyarakat telah terjadi disidiologi, maka dapat diprediksikan, bahwa masyarakat tersebut akan terjadi konflik yang mengarah kepada disintegrasi, baik yang bersifat makro maupun mikro. Disintegrasi yang membahayakan dalam masyarakat secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu disintegrasi idioogi agama, dan disintegrasi idiologi negara. Masyarakat yang mengalami disintegrasi idiologi agama, maka dia akan melakukan apa yang dikehendaki tanpa pengendali keyakinan, sedangkan masyarakat yang mengalami disintegrasi idiologi negara, maka dia tidak akan memiliki rasa patriotisme dan cenderung acuh terhadap apa yang terjadi pada kelompok masyarakatnya, yang mana hal ini akan mengarahkan kapada konflik dan perpecahan juga. Begitu parahnya kondisi yang terjadi dalam masyarakat global saat sekarang ini. Ada gejala lain dalam masyarakat menuju global sekarang ini, yaitu adanya gejala radikalisasi. Gejala ini sangat terlihat dalam masyrakat yang biasanya baru mengenal suatu keyakinan agama (islam) sehingga mereka melakukan amaliah kehidupan yang menurutnya berdasakan idiologi agama, namun sebenarnya berdasakan frame/kerangka penglihatan yang lain, apa yang dilakukan adalah bagian dari amaliah radikal, sehingga justru akan memunculkan permasalahan baru dalam masyarakat. Ditengah kondisi masyarakat yang demikian, terdapat angin segar yang nampaknya dirindukan oleh sebagian masyarakat yang memiliki keinginan dan wawasan global, namun masyarakat tersebut belum dapat menentukan langkah untuk menjadi dan menjadikan masyarakat global. Angin segar tersebut adalah para santri, yang memiliki komitmen, jiwa patriotisme, idiologi yang tegak dan harum, serta berwawasan maju. Para santri ini melakukan gerakan yang tersistem dengan baik, terukur dengan baik dan juga legal menurut bangsa dan agama. Perilaku para santri ini dapat dinilai sebagai relationship, respectability, dan responbility. Dimana mereka dapat menjadikan bagian dari orang lain dan sebaliknya, menghormati orang lain, dan menempatkan diri ditengah perbedaan. Selain itu mereka juga dapat mendemonstrasikan kebajikan dengan tepat, mendemonstrasikan pengetahuan dalam rangka memahami dan memahamkan orang lain. Selain itu juga adanya deminstrsi sensabilitas yang ditunjukan dalam penilaian berdasarkan etika dan situasi moral sosial. Lovett& Jordan dalam Edwar, 2015. Hlm. 26-28 Pembahasan Santri Seiring dengan perkembangan zaman, bahwa dunia pendidikan dituntut menciptakan out put yang berkulitas. Termasuk didalamnya adalah pendidikan islam. Kualitas tersebut diantaranya ditunjukan oleh kemampuan out put suatu lembaga pendidikan untuk dapat merubah kondisi dirinya sendiri, lingkungan dan masyarakat pada umumnya. Dengan derasnya arus globalisasi, yang semua itu berimbas kepada semua sektor kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik, religius dan lain sebagainya. Arus globalisasi telah menggerus dan merubah kondisi sosial masyarakat, khususnya di Indonesia. Hal ini ditunjukan dengan bergesernya amaliah kearifan lokal, bergeser menjadi berorientsi finansial. Misalnya saja budaya lokal gotong royong pada masyarakat yang semakin sulit untuk dijumpai. Pada bidang ekonomi, terjadi proes perkembangan yang begitu cepat, dimana masyarakat diarahkan untuk mengikuti sistem ekonomi masyarakat global yang mengarah kepada sistem ekonomi monopoli. Sedangkan pada bidang politik, masyarakat dituntut tidak hanya menghadapi politik lokal, maupun politik negara, namun juga dituntut menghadapi politik dunia. Pada dataran religius, masyarakat dihadapkan dengan banyaknya model religiusitas yang hadir dilingkungannya, yang mana semua itu berslogan ketuhanan dan keberagamaan. Namun didalamnya mengandung berbagai muatan untuk tujuan tertentu. Dengan adanya fenomena yang demikian, para santri yang terdidik dan memiliki kegelisahan, mereka melakukan gerakan. Gerakan tersebut bersifat terencana, terstruktur, jelas, dan terukur dengan evaluasi, serta memiliki tujuan jangka panjang yang jelas. Diantara tujuan tersebut adalah mempertahankan eksisitensi nilai-nilai kebersamaan dalam hidup umat manusia. Rencana para santri yang berkesinambungan ini memiliki kekhasan, diantaranya pertama adalah mempertahankan estavet idiologi yang bersifat komprehensif, yaitu idiologi islam aswaja yang rokhmtan lil’alamin. Kedua, dalam perencanaan tersebut mengedepankan nilai-nilai khas santri, yaitu diantaranya membangun budaya silaturakhim. Hal ini dapat dilihat ketika para santri ingin mengadakan kegiatan, yaitu gerakan pendidikan, mereka melakukan silaturahim kepada para sespuh. Ketiga, bahwa dalam gerakan pendidikan, para santri menciptakan kurikulum pembelajaran yang dapat membangunkan semangat, dan membakar semangat para jamaah/peserta. Keempat, hal yang khas dan menunjukan nilai akademis adalah adanya evaluasi yang bersifat jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Hal inilah yang menjadikan para santri layak untuk disebut sebagai “santri akademik” dikalangan masyarakat. Selain itu masih ada lagi, yang memperkuat bahwa para santri ini layak untuk disebut sebagai santri akademik, karena sesuai dengan tuntutan dunia akademik/dunia pendidikan, mereka memiliki target perubahan pada masyarakat yang dapat diukur dengan ukuran yang abstrak, yitu pembangunan kemandirian masyarakat, kekompakan masyarakat melalui organisasi, mengedepankan semangat kebersamaan, dan melawan kebatilan dengan metode pendidikan dan mengangkat isu-isu yang kekinian. Pendidikan oleh santri akademik Dengan melihat realita sosial global dan isu-isu sentral yang ada dalam masyarakat muslim, para santri akademik berinisiatif untuk melakukan gerakan perubahan melalui pendidikan kader penggerak. Program pendidikn tersebut memiliki orientasi dan tujuan untuk menciptakan kemandirian masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi, baik yang bersifat individu maupun kelompok. Masalah yang bersifat individu diantaranya adalah masalah perekonomian keluarga. Sedangkan permasalahan kelompok misalnya adalah kemandirian dalam organisasi. Hal ini dilakukan karena selama ini terjadi fenomena “manja” pada dataran masyarakat akar rumput sampai dengan elit masyarakat, dimana setiap kali terdapat permasalahan yang bersifat ekonomi/finansial,mereka selalu mengajukan dana kepada pemerintah melalui proposal. Hal ini dianggap sebagai sebuah kemunduran dan hal yang kurang baik dalam masyarakat yang sedang menghadapi perkembangan global. Kurikulum yang dibangun dalam pendidikan oleh para santri diantaranya, berpijak kepada kurikulum kultural. Artinya kurikulum disusun melaui pendekatan kearifan lokal, yaitu kebersamaan, dan terstruktur. Materi kurikulum yang diusung adalah materi orientasi, dimana para peserta pendidikan diberikan penguatan tentang jati diri peserta, bahwa mereka adalah masyarakat islam aswaja, islam rokhmatanlil’alamin yang memiliki power yang berupa semangat kebangsaan/patriotisme dan juga memiliki potensi tersembunyi barupa doa dari para ulama, khususnya para kiai-kiai sepuh. Muatan kurikulum yang kedua adalah penguatan aswaja, dimana dalam materi ini para peserta diberikan bekal ilmu dan pengetahuan tentang sanat/urutan idiologi yang diyakini dalam islam aswaja,islam rokhmtn lil’alamin. Sehingga dengan pengetahuan dan ilmu ini para peserta yakin akan kebenaran apa yang diyakini dan apa yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Materi ini dianggap penting oleh para penggagas pendidikan kader, dengan alasan bahwa muslim rokhmatan lil’alamin adalah muslim yang memiliki runtutan keilmuan yang jelas dan bersumber dari nabi Muhamad SAW. Dalam menghadapai perkembangan idiologi baru yang muncul pada msyarakat global sekarang ini, kegiatan pendidikan dibekali dengan penguatan idiologi, dan strategi memperkuat diri dalam hal idiologi dan keyakianan, yang mana bekal ini dapat disampaikan kepada masyarakat muslim yang lainnya berdasarkan tingkatan pendidikan masing-masing individu. Selain itu untuk mempertajam kekritisan masyarakat muslim yang bercirikan ahlusunah waljamaah, para pseserta dibekali dengan ilmu analisis mengenal terhadap dirinya sendiri, dan juga metode mengenal idiologi lain. Sehingga para peserta mendapatkan metode untuk lebih dapat instruspeksi diri, dari pada menyalahkan kelompok lain. Tujuan dari materi ini diantrnya adalah untuk meminimalisir adanya kecenderungan untuk saling memandang salah kelompok lain dan memandang paling benar kelompoknya sendiri. Sehingga dengan hal ini diharapkan dapat meminimalisir konflik idiologi yang ada dalam masyarakat. Sebagai bentuk keholostisan kurikulum yang ada dalam kegiatan pendidikan yang dilaksanakan para santri akademik, proses pendidikan dituntut untuk mengaplikasikan apa yang telah didapatkan dalam pendidikan ini melalui program semacam pengabdian terhadap masyarakat, sesuai dengan rencana tindak lanjut dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana pelaksanaan pendidikan dilaksanakan. Untuk menunjang kesehatan para peserta pendidikan, para peserta juga diberikan bekal ilmu kesehatan jasmani. Dalam hal ini santri akademik, sebagai penggagas dan juga pelaksana pendidikan, mereka menggandeng tenaga ahli yaitu diantaranya para pemandu senam atau juga tentara nasional Indonesia (angkatan darat) untuk mengisi materi kesehatan jasmani. Sebetulnya materi ini tidak hanya bertujuan untuk menunjang kesehatan jasmani saja, namun juga bertujuan untuk memberikan bekal kedisiplinan. Alasan ini cukup masuk akal, karena dalam era globalisasi, kedisiplinan adalah hal yang penting dalam rangka mencapai suatu tujuan yang tepat waktu. Sebagai bentuk evaluasi atas kegiatan pendidikan, para peserta, mendapat evaluasi dari pelaksana untuk melaporkan hasil pengabdian terhadap masyarakat, terkait masalah yang dihadapi, selanjutnya para peserta mendapatkan masukan untuk tindakan lebih lanjut. Hal ini dilakukn secara terus menerus dan berkesinambungan sampai mendapatkan tujuan yang telah direncanakan, yaitu kemandirian masyarakat, dan kebenaran idiologi berdasarkan wawasan ahlu sunah waljamaah, islam yang rokhmatan lil’alamin. Tantangan santri dalam globalisasi Jika dilihat dengan kacamata sosiologi, para santri akademik adalah manusia yang hidup pada masa sekarang ini. Dimana semua manusia saat sekarang ini mendapatkan tantangan perkembangan globalisasi. Dengan demikian maka jelas, bahwa para santri adalah manusia yang juga mendapatkan tantangan tersebut, sehingga mereka juga dituntut untuk mempersiapkan generasi yang “siap” dalam menghadapi globalisasi dari berbagai sektor kehidupan. Baik dari sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, polotik, keamanan, termasuk juga didalmnya kesehatan. Begitu banyak dan kompleksnya tantangan yang dihadapi para santri akademik yang bersifat teknis. Dalam hal kegiatan yang bersifat formal, penyelesaian telah dihadapi dengan segala upaya dan usaha serta doa, dengan harapan tantangan tersebut dapat diakomodir. Mselain itu masih ada tantangan yang bersifat laten, yaitu tantangan-tentang yang menyangkut masa lalu yang dibuka kembali oleh segelintir orang yang berusaha untuk membalikan fakta melalui forum internsional, sebagaimana yang banyak didapat informasi ini melalui media pemberitaan, diantaranya adalah tantangan neo liberal. Tantangan yang dihadapi melalui jalur internasional, yaitu pengadilan internasional yang berada di Denhag Belanda tentang masa lalu perjuangan para pehlawan Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Hal ini adalah salah satu tantangan yang bersifat terbuka dan dalam jangkauan internasional. Dimana tantangan ini menuntut para santri akademik untuk dapat menjelaskan kembali fakta sejarah pergerakan organisasi islam dalam perjuangan melawan komunis. Abdul un’im, Menghadpi Manuver Neo Komunis (Jakarta:yayasan prakarsa kemandirian dan ketahanan bangsa, 2016)Hlm. 1-15 Sedangkan tantangan laten yang bersifat nasional adalah adanya manuver neo kominis melalui jalur istana. Hal ini bukan sekedar tantangan dalam mengejawantahkan kebenaran sejarah, namun juga tantangan yang menuntut para santri akademik dibidang patriotisme atau bela bangsa. Selain tantangan tersebut masih ada tantangan lain, yaitu tantangan dari akar rumput. Tantangan akar rumut ni para pelakunya paling tidak dapat dipetakan menjadi dua, yaitu dari ekstern msyarakat islam dan dari intern masyarakat islam sendiri. Akar rumput ekstern adalah masyarakat islam diluar masyarakat islam rokhmatanlil’alamin yang memiliki keinginan untuk menghilangkan eksisitensi silam rohmah dari hadapan masyarakat. Ekspansi yang dilakukan oleh akar rumput ekstern diantaranya adalah adanya reformasi idiologi yang menanggalkan idiologi silam rokhmatan lil’alamin melalui berbagai gerakan dan aktivitas. Sedangakan akar rumput intern adalah masyarakat islam rokhmatan lil’alamin itu sendiri adalah adanya masyarakat islam yang mengalami kebingungan terhadap ideologi yang ia yakini sendiri, sehingg masyarakat ini cenderung menerima islam yang meninggalkan konsep rokhmtan lil’alamin. mereka menerima keyakinan islamnya tetapi tidak melaksanakan konsep islam yang rokhmatan lil’alamin. Ini dapat disebut sebagai pola ambivalensi. Ini disebut sebagai Pola keyakinan ambivalen. Pola keyakinan ini diwujudkan dalam bentuk tindakan-tindakan ambiguitas, asimilasi, dan dissimulasi. Tadjoer Ridjal, Tamparsasi Tradisi Santri Pedesaan Jawa (Surabaya: Yayasan Kampusina, 2004), hlm. xii. Tantangan ini memiliki bobot yang kuat, sehingga perlu adanya pemetaan dalam menyelesaiakn dan mempersiapkan masyarakat global. Menejemen pendidikan santri akademik dalam memajukan masyarakat islam Dalam perjalanan pelaksnaan pendidikan, para santri akademik tidak terlepas dari apa yang disebut dengan seni menejemen. Secara implisit seni ini adalah seni dalam mengelola pelaksanaan pendidikan, seni dalam melihat tantangan global, serta seni dalam mengelola potensi dan sumber daya yang ada dalam masyarakat yang dipersiapkan menuju masyarakat global. Menejemen pelaksanaan pendidikan tidak terlepas dari sebuah perencanaan, yang memiliki tujuan yang jelas sebagaimana telah dijelaskan pada paparan yang sebelumnya. Perencanaan yang dilakukan berupa mencari dan meminta pertimbangan dari para senior pelaksana pendidikan, yaitu pra kiai-kiai sepuh, mencari referensi tentang suatu permasalahan dan juga mencari informasi tentang keadaan suatu masyarakat islam di Indonesia pada umumnya. Perencanaan yang selanjutnya adalah prumusan, metode dan upaya menyelesaikan permasalahan umat islam, yaitu yang terkait dengan isu organisasi, isu politik, isu ekonomi, dan isu ketahanan negara. Perencanaan tersebut dituangkan untuk dijadikan kurikulum dan materi utama dalam pendidkan. Selain perencanaan kurikulum, perencanan pelaskasaan juga dipersiapkan dengan matang, dari pemateri yang diberikan bekal secara optimal, waktu pelaksanaan, sampai dengan evaluasinya. Pelaksanaan pendidikan dilaksnakan secara berantai. Sehingga kegiatan ini dapat terukur dan terstruktur berdasarkan pemetaan wilayah yang menjadi target, yaitu seluruh wilayah Indonesia. Dalam pelaksnaan pendidikn, untuk mempermudah pelaksnaan yang selanjutnya, para peserta diminta untuk mengembangkan jaringan alumni dengan saling memberi informasi dari perkembangn rencana tindak lanjut yang telah direncanakan sebelumnya. Sebagai langkah kontroling, pelaksanaan pendidikan, pengontrolan dilakukan langsung oleh para pendidik, yang selanjutnya diberikan masukan untuk mencapai tujuan yang lebih optimal melalui kerjasama dengan para alumnus pendidikan kader penggerak diwilayah lain, elemen masyarakat, dan juga pemerintah setempat. Santri mewujudkan masyarakat akademik Keadaan masyarakat sekarang bukanlah sebuah keniscayaan, namun masyarakat adalah sebuah realita. Dimana masyarakat melalui pendidikan formal, non formal, maupun in formal, baik langsung maupun tidak langsung telah mengalami suatu proses, yaitu metamorfosisi sosial menuju masyarakat yang lebih baik dari segala sektor kehidpannya. Namun demikian, semua ini adalah sebagai sebuah realita yang belum optimal, dimana kondisi masyarakat sekarang memiliki gejala budaya negatif, yaitu adanya budaya instan dalam masyarakat. Dengan melihat fenomena tersebut, para santri akademik mengalami kegelisahan yang luar biasa, karena akibat budaya instan akan berdampak pada kondisi keruskan sistem pada masyarakat. Sebagai contohnya , dibidang demokrasi, banyak para pemain demokrasi mengambil jalur instan untuk mencapai tujuan kemenangan dirinya. Kondisi ini jelas sangat merusak sistem sosial yang ada dalam masyarakat sehingga juga berimbas kepada sektor kehidupan yang lainnya. Seperti melemahnya nilai-nilai kearifan lokal, melemahnya idiologi dan keyakinanan religius masyarakat, melemahnya esensi pendidikan, dan melemahnya jiwa patriotisme dalam masyarakat. Dengan demikian semkin jelas bagaimana kondisi masyarakat kita akhir-akhir ini. Bagi para santri hal tersebut adalah tantangan untuk mencari solusi, bagaimana mereka dapat mewujudkan msyarakat yang harmonis dalam ikatan idiologi religius. Hal ini didukung adaya keyaakinan bahwa keberhasilan melakukan perubahan pada masyarakat diantaranya didukung oleh faktor sosial dan usaha keras para kiai. Sofwan dkk, Islamisasi di Jawa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 230. Diadakannya dialog antar lapisan masyarakat oleh para santri kademik melalui mimbar keilmuan, diketuknya hati para masyarakat untuk melihat dan membela tanah air, digiatkannya kembali gerakan pendidikan melalui slogan ayo mondok, diadakan kontes demokrasi melalui mimbar demokrasi yang dilaksanakan dengan pelibatan langsung para santri akadeik didalamnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Cholison Politikus PKB pada awal reformasi dalam partai politik. Semua itu adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk mewujudkan masyarakat yang sadar akan adanya proses, sebagaimana dalam ajaran islam, bahwa apa yang ada didunia ini adalah berjalan berdasarkan proses sunatulloh, dan sebab akibat yang terjadi dilingkungan alam semesta, termasuk didalamnya adalah manusia. Yang menjadi ciri khas keberhasilan yang bersifat sementara bagi para santri akademik dalam mewujudkan masyarakat akdemik adalah tersadarnya masyarakat islam nahdlatul ulama yang telah mengikuti pendidikan kader untuk melakukn hal yang terbaik bagi dirinya sendiri sekaligus untuk masyarakat yang lainnya, dengan prinsip berjalan berlandaskan keyakianan idiologi yang diyakininya dalam ruang organisasi yang diikutinya. Dalam perjalanan yang ada sementar untuk saat ini, hal tersebut terlihat akademik, karena masyarakat ini juga berusaha melakukan aktifitas-aktifitas yang didalamnya ada kegiatan musyawarah, melihat dan menyelesaikan satu masalah, menciptakan suatu tujuan yang terencana, terstrukur dan terukur. Bagian dari tujuan pendidikan yang ada di Indonesi sebagaimna tercantum dalam UU sisdiknas Dan yang tidak ketinggalan adalah dimunculkannya budaya diskusi yang dilanjutkan dengan penulisan karya ilmiah dalam rangka untuk melakukan “soft war” perang pemahaman dengan pihak lain yang berusaha menguasai panggung eksisitensi secara sepihak, dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan, yaitupara “instanis”. Selain usaha mewujudkan santri akademik yang demikian itu, masih ada budaya akademik yang khas yang juga diabadikan oleh para santri akademik. Budaya akademik tersebut adalah budaya takdzim terhadap para guru. Mengapa ini dikatakan usaha dalam mewujudkan masyarakat akademik, konteks takdzim yang diangkat disini adalah bagaimana masyarakat dapat mengakui keberadaan orang yeng usianya lebih tua dan memiliki kontribusi positif bagi masyarakat sekitar menuju kepada paradigma dan amaliah hidup yang lebih baik. Seperti halnya dilakukan kepada para guru ngaji, kiai dan tokoh masyarakat yang lainnya. Hal ini membawa pengaruh yang cukup signifikan, dalam menciptakan masyarakat yang kondusif, dalam rangka membangun hubugan damai dengan masyrakat lain. Ukuran keberhasilan hal yang dilakukan oleh masyarakat akademik disini tidak ditujukan oleh adanya angka nominal sebagai indeks keberhasilan, namun keberhasilan masyarakat akademik diukur pada waktu setelah melakukan usaha dan tindakan dalam kegiatan. Indikasi keberhasilan tersebut diantaranya adalah adanya signal perubahan dalam suatu masyarakat, dengan indikasi munculnya semangat, dan pencerahan yang diterima oleh masyarakat lain. Evaluasi yang dilakukan oleh masyarakat akademik disini adalah berdasarkan masalah yang dihadapi, dan melihat bagaimana cara mengatsinya. Hal ini memang nampak sederhana dan juga kurang terukur, namun bagi pelaksanaan pendidikan kader yang terpenting bukan sederhana atau kerumitan yang dihadapi, tetapi adalah semangat dan orientasiya menuju kepada perubahan yang lebih baik. Santri mewujudkan masyarakat religius Globalisasi merupaka angin segar bagi kemajuan peradaban dunia, namun disisi lain bagi masyarakat yang belum siap akan adanya globalisasi justru akan menjadikan globalisasi sebagai pemusnah nilai-nilai religiusitas dalam masyarakat. Hal ini dapat terlihat ketika adanya perubahan semangat patriotisme dalam msyarakat. Ptriotisme atau cinta tanah air bagi segolongan masyarakat tidak dianggap sebagai nilai religius, namun sebaliknya malah terjadi hukum pengkafiran jika masyarakat mencintai dan melakukan perwujudan cintanya itu dengan simbul hormat terhadap bendera. Selain contoh tersebut, masih ada contoh pada bidang yang lain, yaitu bidang pendidikan. Pendidikan adalah sebuah amaliah mulia, dimana menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban tanpa memandang adanya batasan usia manuasia dengan prioritas tujuan adalah mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik dalam masyarakat. Dengan adanya gelombang globalisasi, orientasi tersebut seakan hanyut hilang entah kemana, sehingga orientasi pendidikan sebagai budaya akademik yang mulia hilang. Orientasi tersebut bergeser kearah monopoli finansial belaka, hal ini menjadi salah satu penyebab dalam masyarakat akan munculnya masalah baru dalam bidang pendidikan. Para santri akademik, dengan melihat sedikit realita kehidupan menuju globalissi mereka tidak tinggal diam. Dalam bahasa jawa para santri akademik cancut tali wondo/bergegas untuk segera berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut dengan slogan dan semangat patriotisme. Selain itu santri akademik juga berusaha membaca tentang semangat para guru bangsa, yaitu para kiai sebagai salah satu guru menuju kemerdakaan bangsa. Hal itu diperkuat, bahwa keberhasilan religiusitas Islam terjadi karena beberapa faktor seperti sosial, ekonomi, dan politik. Mukti Ali, Kepercayaan Masyarakat Jawa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm.71-72. Para santri akademik juga melihat faktor pendidikan sebagai jalur menuju msyarakat religius. Alasannya adalah karena dengan jalur pendidikan, karakter khusus bagi masyarakat muslim akan terbentuk, serta untuk dapat mengajak masyarakat kembali kepada orientasi pendidikan yang mulia. Hal ini dilakukan dengan banyak melaksanakan kampanye pendidikan kader penggerak. Semangat para santri akademik tidak berorientasi kepada finanslial, namun dengan berorientasi semanagat religius. Para santri mampu berusaha memaparkan esensi dan orientasi semangat kebangsaan yang mengandung nilai religiusitas bagi masyarakat. Dengan semangat uswah atau contoh, para santri akademik bergerak melakukan gerakan sehingga dapat menjadi contoh bagi masyarakat lain untuk melakukan gerakan yang sama, yaitu memupuk jiwa patriotisme dalam bingkai dan ruh religius bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang diajarkan oleh senior sebelumnya, bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Gagasan ini muncul dari K.H. Wahab Hasbulloh, dia adalah salah satu pendiri Nahdlatul Ulama Terkait dengan esensi pendidikan yang diusung, bahwa materi yang disampaikan dalam proses pendidikan kader penggerak semuanya diluruskan dengan prinsip religiusitas islam bagi masyarakat. Dengan materi ini, maka masyarakat dengan sadar menjadi semakin meningkat semanagat religiusitas keislamannya. Hal ini ditunjukan dengan meningkatnya semangat kepedulian terhadap sesama dan kesadaran akan diri sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan individu lain. Resolusi santri dalam menghadapi tantangan globalisasi Dalam menghadapai tantangan globalisasi, tantangan yang berskala internasional, nasional, maupun tantangan dari akar rumput, para santri akademik mengedepankan resolusi alamiah. Resolusi alamiah disini adalah pemecahan masalah dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, yang berupa pengembangn potensi manusia yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan. Hal ini dipandang sebagai nilai bawaan alamiah, bahwa manusia memiliki potensi untuk dibina melalui jalur pendidikan. Selain itu adanya asumsi bahwa hadirnya Islam di ruang publik secara umum bisa dilihat sebagai penyebaran nilai-nilai, ajaran, simbol-simbol Islam kepada masyarakat dengan memanfaatkan ruang publik, yaitu ruang atau arena, baik nyata maupun virtual, yang digunakan secara bersama oleh warga masyarakat untuk mengkomunikasikan dan menegosiasikan berbagai ide dan kepentingan, termasuk di dalamnya pandangan dan kepentingan agama. Noorhaidi Hasan dan Irfan Abubakar (ed.), Islam di Ruang Publik: Politik Identitas dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia (Jakarta: CSRC dan UIN Syarif Hidayatulloh, 2011), hlm. 2-3. Resolusi alamiah melalui jalur alamiah sudah berlangsung sejak periode awal adanya kesadaran gerakan santri akademik yang diawali oleh kiai Hasyim As’ari. Resolusi ini berlangsung secara berkesinambungan hingga masalah demi masalah terselesiakan dalam masyarakat, dari tingkat bawah sampai dengan tingkat atas. Proses resolusi santri dalam menghadapi tantangan globalisasi ini berhadapan dengan para pelaku langsung. Sebagai contohnya adalah dengan para eks PKI, dan pemerintah saat ini yang dituntut untuk meminta maaf, sebagai konsekuensi pengakuan kesalahan masyarakat islam atas kasus 1965. Ibid. Hlm. 79-89 Resolusi alamiah ini dilakukan oleh para tokoh organisasi nahdlatul ulama diberbagai kalangan. Diantaranya yang dilakukan oleh kiai Masduki Purworejo, yang melakukan pendekatan dengan salah satu masyarak islam radikal dengan pendekata musyawarah. Kesimpulan Seiring dengan erkembangan zaman dan berjalannnya waktu, masyarakat dihadapkan dengan adanya kesepakatan bersama masyarakat dunia, yaitu adanya globalisasi. Globalisasi selain membawa angin segar untuk kemajuan dunia disisi lain juga membawa tantangan bagi masyarakat. Dengan alasan tersebut, kaum terdidik islam (santri) yang memiliki wawasan dan komitmen luas dengan idiologi, organisasi, dan memiliki jiwa patriotisme yang tinggi. Mereka melakukan gerakan yang disebut dengan pendidikan kader nahdlatul ulama. Dengan wadah gerakan ini santri akademik menunjukan kontribusinya terhadap kesiapan masyarakat dalam menghadapi globalisasi. Kontribusi tersebut adalah mewujudkan msyarakat yang memiliki jiwa akademik dan juga mewujudkan masyarakat religius yang ditandai dengan adanya komitmen yang tinggi terhadap masyarakat sekitar dan jiwa patriotisme yang dimilikinya. DAFTAR PUSTAKA Ali Mukti, 2000. Kepercayaan Masyarakat Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Lovett& Jordan dalam Edwar, 2015. Mun’im Abdul, 2016. Menghadpi Manuver Neo Komunis. Jakarta: yayasan prakarsa kemandirian dan ketahanan bangsa Noorhaidi Hasan dan Irfan Abubakar (ed.), 2011. Islam di Ruang Publik: Politik Identitas dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia. Jakarta: CSRC dan UIN Syarif Hidayatulloh Ridjal Tadjoer, 2004. Tamparsasi Tradisi Santri Pedesaan Jawa. Surabaya: Yayasan Kampusina Sofwan dkk, 2000. Islamisasi di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar PERAN SUPERVISI KEPALA DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU (Studi di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Adikarso Kabupaten Kebumen) Bahrun Ali Murtopo dan ( Dosen) Dian Efi Susanti ( Mahasiswa) Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama ( IAINU) Kebumen bahrunalimurtopo@gmail.com Dianefisusanti90@gmail.com ABSTRAK Kepala madrasah mempunyai tanggungjawab dan peran terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh guru, salah satunya adalah kompetensi pedagogik. Peran supervisi yang dilakukan oleh kepala madrasah bertujuan untuk mengetahui sejauh mana guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, guna meningkatkan profesionalisme guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran supervisi kepala madrasah dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru, mengetahui bagaimana efektivitas supervisi kepala madrasah dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru, serta untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat kepala madrasah dalam melaksanakan supervisi guna meningkatkan kompetensi pedagogik guru di MI Ma’arif Adikarso. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain penelitian deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepala madrasah telah berperan secara optimal dalam melaksanakan supervisi guna meningkatkan kompetensi pedagogik guru. Kata Kunci : Peran, Kompetensi, Pedagogik Guru Pendahulan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. ) Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam, 2003), hal. 34.) Sekolah/madrasah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan. Pendidikan sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa, serta bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan seseorang dibekali dengan berbagai pengetahuan, keterampilan dan keahlian. Pada madrasah, tanggungjawab yang besar berada pada kepala madrasah sebagai seorang pemimpin. Kepala madrasah sebagai pemimpin lembaga pendidikan memiliki andil besar dalam menciptakan suasana kerja yang kondusif. Seorang kepala madrasah mempunyai tugas untuk mengatur dan menggerakkan orang atau guru yang memiliki berbagai sikap, tingkah laku dan latar belakang yang berbeda-beda. Kepala madrasah dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin, setidaknya bisa berperan sebagai pejabat formal, manajer, pemimpin, administrator, supervisor, innovator, dan motivator. ) Muwahid Shulhan, Model Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kinerja Guru, (Yogyakarta: Teras, 2013), hal. 7.) Seorang kepala madrasah juga memiliki kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial. Kepala madrasah berperan dalam meningkatkan kinerja guru yang berada di dalam pengawasannya. Pengawasan tersebut adalah supervisi yang dilakukan oleh kepala madrasah. Kepala madrasah sebagai supervisor berkewajiban membina para guru agar menjadi pendidik dan pengajar yang baik. Berkaitan dengan hal tersebut kepala sekolah/madrasah sebagai supervisor mempunyai wewenang untuk mensupervisi guru-guru. Kepala madrasah sebagai supervisor mempunyai tanggungjawab terhadap pembinaan dan pemberian bantuan terhadap guru-guru. Dalam perannya sebagai supervisor kepala sekolah/madrasah diharapkan dapat membantu guru-guru secara profesional untuk mengatasi masalah dalam kegiatan belajar mengajar. Bantuan dan pelayanan yang diberikan oleh kepala sekolah/madrasah disesuaikan dengan kebutuhan serta masalah yang sedang dihadapi oleh guru baik secara individu maupun kelompok. Supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. ) Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 76.) Supervisi merupakan usaha memberikan layanan kepada guru-guru baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran. ) Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 19.) Sebagai supervisor sekaligus sebagai pemimpin kepala madrasah mempunyai peran yang besar dalam mengembangkan kualitas profesioanl guru, serta kualitas siswa atau madrasah yang secara umum ditentukan oleh kualitas kepala madrasah. Guru merupakan salah satu komponen pokok dalam keberhasilan pendidikan. Dalam dunia pendidikan khususnya bidang pengajaran seorang guru merupakan ujung tombak dan menjadi tolak ukur dalam sukses tidaknya suatu proses kegiatan belajar mengajar. Guru yang profesional adalah guru yang mempunyai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. ) Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Gurudan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 30. ) Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru. ) E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 26.) Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. ) Ibid., hal. 75.) MI Ma’arif Adikarso sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementrian Agama merupakan madrasah yang mengembangkan pendidikan berbasis agama. MI Ma’arif Adikarso merupakan madrasah swasta yang sudah terakreditasi A dan madrasah masuk pada peringkat ke 11 dari semua sekolah yang ada di kecamatan kebumen. Semua itu tidak terlepas dari peran kepala madrasah dan semua jajarannya dalam pengelolaan manajemen. Terkait dengan perannya sebagai supervisor, kepala madrasah secara umum telah melaksanakan supervisi terhadap guru dalam melaksanaan kegiatan pembelajaran. Akan tetapi dalam melaksanakan pengawasan terhadap guru belum berjalan sesuai dengan rencana yang sudah ada. Pengawasan yang seharusnya dilakukan minimal dua kali dalam sebulan terkadang hanya dilaksanakan satu kali. Hal tersebut terjadi karena kesibukan kepala madrasah dalam melaksanakan berbagai tugas dan tanggung jawabnya. Bahrun ali murtopo dan fatmawati 2016 . Upaya Madrasah Dalam Meningkatkan Prestasi Un Mi Imam Puro Lubangindangan Kec Butuh Kab Purworejo. Jurnal penelitian bidang pendidikan. Vol.22,No.2 : 109-119. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Peran Supervisi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru di MI Ma’arif Adikarso Kabupaten Kebumen. METODE PENELITIAN Dalam suatu penelitian metodologi mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu berfungsi sebagai petunjuk penelitian yang dilaksanakan, selain itu berfungsi untuk mempermudah mencari informasi tentang apa yang akan diteliti. Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan MI Ma’arif Adikarso Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen Tahun Pelajaran 2016/2017. Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. ) Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), hal. 11.) Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Lexy J. Moleong) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. ) Ibid., hal. 4.). Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut atau perspektif partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diajak wawancara, diobservasi, dan diminta untuk memberikan data, pendapat, pemikiran, dan persepsinya. ) Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 94.) Pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan peran yang dilakukan oleh Kepala madrasah sebagai supervisor dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru di MI Ma’arif Adikarso Kabupaten Kebumen Tahun Pelajaran 2016/2017. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu desain penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha mengungkap fakta suatu kejadian, objek, aktivitas, proses dan manusia secara apa adanya pada waktu sekarang atau jangka waktu yang masih memungkinkan dalam ingatan responding. ) Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2011), hal. 203.) Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan tentang keadaan yang sedang terjadi. Sehingga dapat disimpulkan jika penelitian ini akan mendeskripsikan dan menguraikan secara sistematis bagaimana peran supervisi kepala madrasah dalam meningkatkan kompetensi guru di MI Ma’arif Adikarso. Reduksi data (data reduction) Data yang diperoleh selama melakukan proses penelitian pastinya jumlahnya cukup banyak dan beragam sehingga perlu di catat secara teliti, rinci dan sistematis kemudian dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. ) Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 92.). Dengan demikian data yang sudah direduksi akan menghasilkan gambaran data yang jelas bagi peneliti sehingga mempermudah dalam pengumpulan data. HASIL PENELITIAN Gambaran Umum MI Ma’arif Adikarso MI Ma’arif Adikarso terletak di jalan Keputihan RT: 01 RW: IV Desa Adikarso, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen. Lokasi ini sangat strategis karena posisi madrasah berada di samping jalan desa yang sudah beraspal sehingga mudah untuk diakses dan juga dekat dengan Pondok Pesantren Darussalam. MI Ma’arif Adikarso berdiri pada tanggal 1 Juni 1956. Berdasarkan musyawarah dan mufakat antara ulama dan tokoh masyarakat Desa Adikarso yang diprakarsai oleh Bapak Muhadjir dan Bapak H.Zaenuddin (Alm). Pada waktu itu diberi nama Madrasah Al-Islamiyah yang kemudian pada tanggal 1 Januari 1978 menjadi Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah berdasarkan surat keputusan Departemen Agama RI; Mk./3.4/922/P.P.35/1978. Kemudian pada tahun 1992 Madrasah masuk yayasan Ma’arif. Pada tanggal 1 Oktober 1993 MI Ma’arif Adikarso dengan surat keputusan Departemen Agama No.Mk.28/V/PP.01.1/789/1993 dinyatakan bahwa statusnya telah “DIAKUI”. Sejak berdirinya sampai sekarang MI Ma’arif Adikarso telah mengalami beberapa kali pergantian Kepala Madrasah yaitu sebagai berikut: Peran Supervisi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru Dari hasil observasi yang peneliti lakukan jika kepala madrasah menjalankan kewajibannya sebagai seorang pemimpin di lingkungan MI Ma’arif Adikarso, dan berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di madrasah. Kepala Madrasah juga mampu mengkondisikan anggotanya supaya dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. ) Hasil observasi di, pada 8 Oktober 2016. ) Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala madrasah, jika telah melaksanakan tugasnya sebagai supervisor, yaitu melaksanakan supervisi melalui supervisi kelas, menggunakan pendekatan kolaboratif, dan model supervisi klinis. ) Wawancara dengan Kepala Bapak Ahmad Suwardi, pada 10 Oktober 2016.) Menurut Bapak Ahmad Suwardi, kegiatan supervisi kelas merupakan kegiatan pokok dalam upaya peningkatan kualitas guru. Supervisi dilakukan dengan melihat situasi, kondisi, dan kepentingan. Pelaksanaan supervisi dilakukan dalam satu bulan minimal dua kali untuk masing-masing kelas, pada saat melaksanakan supervisi kelas menggunakan instrumen. ) ibid.) Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala madrasah, melalui pendekatan kolaboratif beliau memberikan saran, masukan, bantuan kepada guru. Selanjutnya mendengarkan informasi, cerita atau keluhan dari guru, kemudian memberikan saran terhadap masalah yang ada kemudian dicari jalan keluarnya secara bersama-sama. Model supervisi menggunakan model supervisi klinis menyangkut tentang pengawasan kelas yang difokuskan pada perbaikan pengajaran. ) Wawancara dengan Kepala Bapak Ahmad Suwardi, pada 10 Oktober 2016.) Menurut kepala madrasah, pengawasan dan evaluasi proses pembelajaran dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: Menyusun program pengawasan dan evaluasi proses pembelajaran. Melaksanakan pengawasan dan evaluasi pembelajaran secara menyeluruh, meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan hasil pembelajaran. Melakukan pengawasan dan evaluasi proses pembelajaran kepada semua guru. ) Wawancara dengan Kepala Bapak Ahmad Suwardi, pada 10 Oktober 2016.) Pengawasan dan evaluasi proses pembelajaran dilakukan oleh kepala madrasah secara berkala dan berkelanjutan. Kepala madrasah dalam melaksanakan kegiatan tidak terlepas dari berbagai program kerja yang sudah ada. Berikut ada 6 program kerja yang harus dilakukan oleh kepala madrasah yaitu meliputi: ) Observasi di MI Ma’arif Adikarso Kebumen, pada 13 Oktober 2016.) Kegiatan Harian Kegiatan Mingguan Kegiatan Bulanan Kegiatan Semester Kegiatan Akhir Tahun Pelajaran Kegiatan Awal Tahun Pelajaran Memeriksa daftar hadir guru Mengatur dan memeriksa kegiatan madrasah Memeriksa program mengajar Menyelesaikan surat dan mengerjakan pekerjaan kantor lainnya Mengatasi hambatan-hambatan terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar Mengatasi kasus yang terjadi Memeriksa segala sesuatu menjelang sekolah usai Melaksanakan pengawasan kegiatan belajar mengajar Melaksanakan upacara bendera pada hari senin dan hari-hari besar Melaksanakan senam bersama Memeriksa agenda dan menyelesaikan surat menyurat Mengadakan rapat mingguan untuk menjadi bahan rencana kegiatan mingguan Memeriksa keuangan sekolah Mengatur dan mengawasi penyediaan keperluan madrasah Kegiatan di awal bulan b. Kegiatan di ahir bulan Menyelenggarakan pelaksanaan ulangan umum semester Menyelenggarakan evaluasi kegiatan pengajaran Menyelenggarakan kegiatan ahir semester Menyelenggarakan penutupan buku dan inventaris keuangan Menyelenggarakan ulangan umum dan ujian ahir Kegiatan kenaikan kelas dan kelulusan Menyelenggarakan evaluasi pelaksanaan program madrasah Merencanakan kebutuhan guru setiap mapel Pembagian tugas mengajar Menyusun program pengajaran, jadwal pelajaran dan kaldik Menyusun kebutuhan buku pelajaran, buku pegangan guru Menyusun kelengkapan alat pengajaran dan bahan pelajaran Mengadakan rapat guru Peran kepala madrasah sebagai supervisor dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru di MI Ma’arif Adikarso diantaranya yaitu: Melaksanakan pengawasan kegiatan pembelajaran di kelas Pelaksanaan pengawasan kegiatan pembelajaran di kelas bertujuan untuk memonitoring kerja guru. Dengan adanya pengawasan diharapkan guru semakin terampil dalam mengajar sehingga tercipta keberhasilan pembelajaran. Menurut wawancara dengan Bapak Wasilan, kepala madrasah dalam melaksanakan supervisi kelas tidak selalu berada di dalam kelas, adakalanya ikut masuk di dalam kelas dan adakalnya hanya mengamati dari luar kelas. ) Wawancara dengan Bapak Wasilan Guru Kelas IV Kebumen, pada 20 Oktober 2016.) Membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi guru Menurut kepala madrasah, sudah menjadi tugasnya sebagai kepala madrasah untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi guru serta mencarikan solusi yang terbaik. Apabila ada masalah segera diselesaikan sehingga tidak berlarut-larut. ) Wawancara dengan Kepala Adikarso Kebumen Bapak Ahmad Suwardi, pada 10 Oktober 2016.) Berdasarkan wawancara antara peneliti dengan guru bahwa: “kepala madrasah sebagai pengawas telah melaksanakan kegiatan diskusi dengan guru yang bertujuan untuk mengevaluasi kerja guru dalam melaksanakan tugas. Kepala madrasah selalu memberi arahan, bimbingan, saran dan masukan baik setelah upacara bendera maupun dalam waktu-waktu tertentu. Kepala madrasah juga sangat pro aktif ikut terlibat dalam pembicaraan individu terhadap masing-masing guru untuk menggali aspirasi demi tercapainya keberhasilan pembelajaran”. ) Wawancara dengan Ibu Murniati Guru Kelas V Adikarso Kebumen, pada 12 Oktober 2016.) Meningkatkan program pengajaran Program pengajaran dibuat dengan tujuan agar dalam melaksanakan proses pembelajaran menjadi terarah, sehingga dalam menyampaikan materi tidak menyimpang dari pokok pembahasan sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Program pengajaran yang sudah tersusun dengan rapi akan memudahkan ketika akan melaksanakan berbagai kegiatan, baik itu program harian, mingguan, atau tahunan. Menurut hasil wawancara dengan Ibu Puji Lestari bahwa, kepala madrasah selalu memantau perkembangan metode/model pembelajaran, menilai administrasi kelas, dan memberi arahan tentang perangkat pembelajaran. ) Wawancara dengan Ibu Puji Lestari Guru Kelas I, pada 11 Oktober 2016.) Memberikan arahan agar tepat sasaran dan sesuai kurikulum Pergantian kurikulum yang ada di sekolah dari KTSP ke K.13 sangat berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran. Guru perlu menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan kurikulum yang baru. Menurut Bapak Ahmad Suwardi, sebagai kepala madrasah harus membimbing dan mengarahkan guru-guru dalam merancang dan membuat komponen pembelajaran agar sesuai dengan kurikulum yang ada, sehingga materi pembelajaran yang disampaikan sesuai. ) Wawancara dengan Kepala Bapak Ahmad Suwardi, pada 10 Oktober 2016.) Sedangkan menurut wawancara dengan Ibu Surati bahwa, kepala madrasah selalu memberi saran dan masukan terhadap guru dalam meningkatkan program pengajaran, baik melalui pelatihan, workshop maupun KKG. Kepala madrasah sangat disiplin dan juga bersikap terbuka terhadap semua guru. ) Wawancara dengan Ibu Surati Guru Kelas I, pada 29 September 2016.) Jadi sebagai kepala madrasah harus benar-benar menguasai kurikulum yang ada di madrasah. Melalui penguasaan kurikulum kepala madrasah dapat memberikan arahan kepada guru sehingga dapat diketahui berbagai kekurangan maupun kelemahan ketika proses pengajaran sedang berlangsung. Sedangkan bagi guru kurikulum merupakan sebuah pedoman yang dibutuhkan baik sebelum melakukan kegiatan pembelajaran maupun saat proses belajar mengajar dan bahkan setelah proses pembelajaran berlangsung. Meningkatkan sarana prasarana Kegiatan pembelajaran akan berjalan dengan baik dengan dukungan sarana prasarana yang memadai, tanpa sarana prasarana pembelajaran yang memadai maka bisa dipastikan kegiatan pembelajaran tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dari hasil wawancara dengan kepala madrasah, bahwa: “sebagai kepala madrasah saya selalu berusaha untuk meningkatkan sarana prasarana yang belum lengkap dengan menyediakan anggaran dana. Adanya peningkatan sarana prasarana ditujukan agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan baik dan berhasil lebih baik”. ) Wawancara dengan Kepala Bapak Ahmad Suwardi, pada 10 Oktober 2016.) Menciptakan komunikasi yang baik Terciptanya komunikasi yang baik di lingkungan madrasah tidak terlepas dari seluruh anggota madrasah itu sendiri. Komunikasi dengan menggunakan pilihan bahasa yang tepat dan sesuai diharapkan dapat menumbuhkan kedekatan emosional yang baik dan harmonis. Dari hasil wawancara dengan kepala madrasah, bahwa: “sebagai kepala madrasah saya selalu menghimbau kepada guru apabila melakukan komunikasi di lingkungan madrasah menggunakan bahasa yang baik dan santun. Karena apapun yang dilakukan dan di ucapkan oleh guru akan ditiru atau dicontoh oleh siswa”. ) ibid ) Upaya yang dilakukan kepala madrasah untuk menunjang kompetensi pedagogik guru di MI Ma’arif Adikarso yaitu melalui: ) ibid) Pelatihan maupun workshop MI Ma’arif Adikarso pernah melaksanakan pelatihan ICT dari Australia, pelatihan PMR dan berbagai pelatihan lainnya. KKG dilakukan bersama-sama dengan guru se-kecamatan Kebumen, dengan adanya KKG diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan yang baru, dapat tukar menukar pengalaman yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Efektivitas Supervisi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru Kompetensi pedagogik pada dasarnya adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran mulai dari persiapan, pelaksanaan serta pengelolaan kelas, penggunaan metode dan media, evaluasi serta penilaian pembelajaran bagi siswa. Kemampuan guru dalam mengembangkan kompetensi pedagogik sangat berpengaruh terhadap efektivitas pembelajaran yang dilakukan. Adapun efektivitas supervisi yang dilakukan kepala madrasah dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru antara lain dalam hal: 1 1 Model Supervisi Supervisi atau pengawasan yang dilakukan oleh kepala madrasah terhadap guru dalam memberikan arahan menggunakan model supervisi klinis 2 Pendekatan Pendekatan yang digunakan oleh kepala madrasah dalam melaksanakan pengawasan terhadap guru yaitu melalui pendekatan kolaboratif. 3 Teknik Supervisi Kepala madrasah dalam melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru menggunakan teknik individu. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Kepala Madrasah dalam melakukan pengawasan terhadap guru yang berhubungan dengan kompetensi pedagogik pastinya tidak terlepas dari faktor pendukung dan penghambat. Diantara faktor-faktor tersebut adalah: Faktor Pendukung Kemampuan guru Menurut Bapak Ahmad Suwardi, sebagai seorang guru harus menguasai berbagai kemampuan, salah satunya dalam mengembangkan kepribadian, menguasai bahan pengajaran dan menyusun program pengajaran, menilai proses pembelajaran serta hasilnya, melakukan bimbingan belajar terhadap siswa, menjalin hubungan/kerjasama dengan sesama guru dan lingkungan madrasah. ) Wawancara dengan Kepala MI Ma’arif Adikarso Bapak Ahmad Suwardi, pada 10 Oktober 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala madrasah dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru di MI Ma’arif Adikarso sudah memadai, hal itu terbukti dengan kegiatan pembelajaran sudah berjalan dengan baik dan lancar, apabila ada siswa yang sepenuhnya belum menguasai materi pelajaran maka guru akan membimbingnya di ahir pelajaran. Hubungan yang dibangun sesama guru juga sangat kompak dan erat, begitupun dengan hubungan dengan masyarakat sekitar. Latar belakang pendidikan Menurut Bapak Ahmad Suwardi bahwa, latar belakang pendidikan seorang guru sangat berpengaruh besar terhadap prestasi belajar siswa, karena ada perbedaan antara cara mengajar seorang guru yang berilmu dan berpendidikan tinggi dengan seorang guru yang perpendidikan rendah. ) Wawancara dengan Kepala MI Ma’arif Adikarso Bapak Ahmad Suwardi, pada 10 Oktober 2016) Berdasarkan hasil observasi dijelaskan bahwa, guru-guru di MI Ma’arif Adikarso semuanya merupakan lulusan S1 kependidikan. ) Hasil Observasi, pada 13 Oktober 2016) Faktor Penghambat Sarana prasarana yang masih kurang lengkap Berdasarkan hasil wawancara antara peneliti dengan kepala madrasah, dijelaskan bahwa: “sarana prasarana di MI Ma’arif Adikarso disana sini masih banyak kekurangan dan masih sangat terbatas jumlahnya, diantaranya jumlah LCD proyektor yang masih kurang, buku paket pelajaran untuk kurikulum terbaru yang jumlahnya masih terbatas, gedung/ruang yang masih kurang apalagi dengan bertambahnya siswa yang masuk di MI Ma’arif Adikarso”. ) Wawancara dengan Kepala MI Ma’arif Adikarso BapakAhmad Suwardi, pada 10 Oktober 2016.) Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan untuk sarana dan prasarana penunjang pembelajaran memang masih kurang lengkap, seperti buku paket yang ada di perpustakaan yang jumlahnya masih sangat terbatas. Mushola dan perpustakaan yang sementara waktu masih dijadikan dalam satu ruangan karena kekurangan ruang/gedung. Kemampuan individu guru yang tidak sama Menurut Bapak Ahmad Suwardi, kemampuan yang dimiliki guru di sini antara yang satu dengan yang lainnya berbeda, banyak faktor yang mempengaruhi salah satunya yaitu faktor usia, pengalaman mengajar, masa kerja guru, dan lain sebagainya. ) Wawancara dengan Kepala MI Ma’arif Adikarso Bapak Ahmad Suwardi, pada 10 Oktober 2016.) Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung perbedaan kemampuan guru dapat menghambat maupun mengurangi efektifitas dalam berbagai proses kegiatan pembelajaran. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: Sebagai supervisor pendidikan kepala madrasah telah melaksanakan supervisi dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru di MI Ma’arif Adikarso dengan baik. Dalam melaksanakan pengawasan kepala madrasah menggunakan model klinis, pendekatan kolaborasi, supervisi dilakukan dalam satu bulan dua kali. Peran kepala madrasah dalam melaksanakan supervisi yaitu: melaksanakan pengawasan kegiatan pembelajaran di kelas, membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi guru, meningkatkan program pengajaran, memberikan arahan agar tepat sasaran dan sesuai kurikulum, meningkatkan sarana prasarana, menciptakan komunikasi yang baik. Efektivitas supervisi yang dilakukan kepala madrasah cukup efektif dengan adanya peningkatan guru dalam hal persiapan mengajar, pengelolaan kelas, pemilihan dan penggunaan metode serta media, evaluasi dan penilaian, penggunaan media elektronik. Faktor pendukung dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru yaitu kemampuan guru dan latar belakang pendidikan. Sedangkan faktor penghambat dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru yaitu sarana prasarana yang masih kurang lengkap dan kemampuan individu guru yang tidak sama. Daftar Pustaka E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Agus maimun dan Agus zainul fitri, Madrasah Unggulan Lembaga Pendidikan Alternatif di Era Kompetitif, (Malang :UIN MALIKI PRESS, 2010), Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), http://sukabumikota.kemenag.go.id/file/dokumen/D001643.pdf tentang Permendiknas Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007, diakses 27 Agustus 2016 jam 18.16. Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajaran (Learning Organizatiton), (Bandung: CV. Alfabeta, 2012), Luk-luk Nur Mufidah, Supervisi Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Supervisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), Herabudin, Administrasi & Supervisi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010), Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010), Norma Dewi Shalikhah, Kepala Madrasah Sebagai Supervisor Pendidikan Dalam Pengembangan Kompetensi Guru Di MIN Kebonagung Imogiri Bantul Yogyakarta, (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013) Ika Susiloningsih, Supervisi Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru PAI Di Madrasah Aliyah Negeri Tambakberas Jombang, (Malang: Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2016) Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), Bahrun ali murtopo dan fatmawati 2016 . Upaya Madrasah Dalam Meningkatkan Prestasi Un Mi Imam Puro Lubangindangan Kec Butuh Kab Purworejo. Jurnal penelitian bidang pendidikan. Vol.22,No.2 : 109-119. Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2011), Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 92. Hasil observasi di MI Ma’arif Adikarso Kebumen, pada 8 Oktober 2016. Wawancara dengan Kepala MI Ma’arif Adikarso Kebumen Bapak Ahmad Suwardi, pada 10 Oktober 2016. Wawancara dengan Ibu Murniati Guru Kelas V MI Ma’arif Adikarso Kebumen, pada 12 Oktober 2016. Wawancara dengan Ibu Puji Lestari Guru Kelas I MI Ma’arif Adikarso, pada 11 Oktober 2016 Wawancara dengan Ibu Surati Guru Kelas I MI Ma’arif Adikarso, pada 29 September 2016. MANAJEMEN PENDIDIKAN LIFE SKILL ( Studi Pondok Pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari Kebumen ) Suwandi Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen sabiliiwan@yahoo.co.id Abstrak Pondok Pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen merupakan lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dan pendidikan life skill.Pendidikan life skill yang ada di pondok pesantren Al Istiqomah diantaranya pendidikan life skill vokasional. Pendidikan Life skilladalah kecakapan yang berkaitan dengan suatu bidang kejuruan/ keterampilan yang meliputi komputer, keterampilan menguasai teknologi informasi dan komunikasi.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil latar di pondok Pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analitis data dengan pengumpulan data, reduksi data dan penyajian data. Pemeriksaan keabsahan data dengan cara triangulasi serta dikombinasikan dengan cara teori.Hasil penelitian menunjukan: (1) manajemen pendidikan life skill dalam proses manajemen menggunakan POAC. Dalam pelaksanaan pendidikan life skill menggunakan planning rencana perencaaan pendidikan, setelah itu menggunakan Organizing melalui komunikasi dan kerja sama, sedangkan dalam actuating melalui motivasi dan gaya kepemimpinan, controlling melalui evaluasi proses dan evaluasi hasil pendidikan life skill. Kata kunci: Manajemen, Pendidikan life skill, Pesantren Al Istiqomah PENDAHULUAN Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pematangan kualitas hidup. Melalui pendidikan diharapkan manusia dapat memahami apa arti dan hakikat hidup, serta untuk apa dan bagaimana menjalankan tugas hidup dan kehidupan secara benar. Karena itulah fokus pendidikan diarahkan pada pembentukan kepribadian unggul dengan menitikberatkan pada proses pematangan kualitas logika, hati, akhlak, dan keimanan. Puncak pendidikan adalah tercapainya titik kesempurnaan kualitas hidup (Agustinus Hermino, 2014:1).Hal ini sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1: “Pendidikan adalah usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, 2003:2). Pendidikan, dengan demikian diharapkan dapat mengarahkan peserta untuk mengembangkan potensi dirinya secara penuh, termasuk kecakapan hidup yakni keterampilan/keahlian. Pendidikan life skill (kecakapan hidup) merupakan pendidikan yang dapat memberikan kesempatan pada setiap peserta didik untuk meningkatkan potensinya dan memberikan peluang untuk memperoleh bekal keahlian/keterampilan yang dapat dijadikan sebagai sumber penghidupannya (Ahmadi, 2013: 129). Salah satu wadah untuk menyelenggarakan pendidikan life skill yaitu pesantren.Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, disinyalir sebagai sistem pendidikan yang lahir dan tumbuh melalui kultur Indonesia yang bersifat “indogenous” yang diyakini oleh sebagian penulis telah mengadopsi model pendidikan sebelumnya yaitu dari pendidikan Hindu dan Budha sebelum kedatangan Islam (Binti Maunah, 2009:1).Adanya pendidikan life skill di pondok pesantren diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada santri untuk mengembangkan potensi dirinya dalam bidang keagamaan maupun keterampilan/keahlian yang relevan dengan perekembangan zaman. Pendidikan life skill di pondok pesantren agar dapat berjalan dengan baik diperlukan manajemen yang baik. Manajemen yang baik yaitu apabila dapat menerapkan fungsi-fungsi manajemen secara optimal. Menurut Winardi (1983:63) diantara beberapa fungsi dasar manajemen yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pergerakkan (actuating), Pengawasan (controlling). Dengan demikian diharapkan tujuan pendidikan life skill di pondok pesantren dapat tercapai secara optimal, yakni membentuk santri yang memiliki keterampilan/keahlian dalam berbagai bidang sehingga dapat menjawab apa yang dibutuhkan masyarakat. Begitu juga dengan pondok pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumenyang menyelenggarakan pendidikan life skill (kecakapan hidup). Dalam menyelenggara pendidikan life skill di pondok pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen harus memiliki kemampuan untuk mengelola pendidikan life skill (kecakapan hidup) tersebut. Apalagi pondok pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen adalah salah satu pondok pesantren yang banyak menyelenggarakan pendidikan life skill (kecakapan hidup). Hasil observasi pelaksanaan pendidikan life skill di pondok pesantren Al Istiqomah terlihatberjalan dengan baik. Pendidikan life skill (kecakapan hidup) yang terdapat di pondok pesantren Al Istiqomah merupakan pendidikan vokasional diantaranya;,pelatihan Komputer,perbengkelan dan pertukangan, serta broadcast (pengelolaan studio radio). Atas dasar tersebut, peneliti sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana manajemen pendidikanlife skill(kecakapan hidup) di Pondok Pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen? TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Pendidikan Life Skill Di Pondok Pesantren Pengertian Manajemen Pendidikan Life Skill Di Pondok Pesantren Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber daya lainnyaGeorge R. Terry (2006: 4). Pendidikan life skill (kecakapan hidup) merupakan pendidikan yang dapat memberikan kesempatan pada setiap peserta didik untuk meningkatkan potensinya dan memberikan peluang untuk memperoleh bekal keahlian/keterampilan yang dapat dijadikan sebagai sumber penghidupannya (Ahmadi, 2013: 129). Pondok pesantren adalah suatu lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam (Sujoko Prasojo, 1982:51). Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian manajemen pendidikan life skill di Pondok Pesantren adalah suatu proses kegiatan yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan di suatu lembaga pendidikan keagamaan Islam yang memberikan bekal dasar keterampilan/keahlian kepada santri tentang nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan dan berguna bagi perkembangan kehidupan di masa mendatang. Fungsi Manajemen George R. Terry (2006: 5), lebih lanjut menyebutkan empat fungsi manajemen yaitu: planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (penggerakkan), controlling (pengawasan). Tujuan Pendidikan Life Skill Di Pondok Pesantren Pendidikan life skill di pondok pesantren memiliki tujuan untuk membekali santri yang pandai ilmu agama, bermoral, dan memiliki skilluntuk masa depannya (Ronald Alan Lukens Bull, 2004:83-84) Konsepsi pendidikan Life Skill Konsepsi pendidikan life skillmenurut Moh. Rosyid (2007:65-68) terbagi atas 4 jenis, yaitu: Personal Skill (Kecakapan Personal) Personal skill (kecakapan personal) merupakan kecakapan yang harus dimiliki setiap individu mencakup kecakapan mengenal diri (Self Awareness) dan kecakapan berpikir rasional (Rasional Skill). Kecakapan mengenal diri merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan, anggota masyarakat, menyadari kekurangan diri, dan meningkatkan kualitas diri untuk kemaslahatan lingkungannya.Sedangkan kecakapan berpikir rasional adalah kecakapan menggali dan menemukan informasi, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah. Social Skill(Kecakapan sosial) Social Skill (Kecakapan sosial) atau kecakapan antarpersonal (interpersonal skill)meliputi: kecakapan komunikasi dengan empati (sikap penuh pengertian dan seni komunikasi dua arah, perlu ditekankan karena yang dimaksud berkomunikasi tidak hanya menyampaikan pesan akan tetapi isi pesan dan kesan baik yang akan menumbuhkan hubungan harmonis), kecakapan bekerja sama (collaboration skill)yang disertai rasa saling pengertian, saling menghargai, dan saling membantu. Bekal yang harus dimiliki untuk memompa kecakapan sosial diantaranya adalahdengan membekali diri berupa kesadaran emosi yang meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan kedewasaan. Academic Skill (Kecakapan Akademik) Kecakapan akademik merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir rasional dari kecakapan personal dan kecakapan sosial.Kecakapan itu mencakup kecakapan dalam melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu (identifying variables and describing relationship among them) merumuskan hipotesa terhadap suatu rangkaian kejadian (contructing hypotheses), merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau keingintahuan (designing and implementing a research).Dengan kata lain,kecakapan akademik adalah kecakapan yang menggambarkan seseorang memiliki kemampuan berpikir secara ilmiah. Dengan kecakapan ini diharapkan dalam setiap pemecahan masalah yang dihadapinya akan senantiasa berpegang pada aturan-aturan yang rasional dan sesuai dengan etika akademik. Vocational Skill (Kecakapan Vokasional) Kecakapan vokasional atau kecakapan kejuruan merupakan kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat dengan menekankan padakemampuan profesional peserta didik dalam menghadapi tantangan dan persoalan di masyarakat METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reseach), yakni penelitian yang dilaksanakan dengan cara peneliti terjun langsung ke lapangan yaitu Pondok Pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumendengan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Suharsimi Arikunto, 2000: 309). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan paparan data dapat peneliti gambarkan temuan penelitian dan sekaligus pembahasan/analisis temuan penelitian dengan cara mendiskusikan dan menginterpretasikan antara hasil temuan penelitian dengan kajian pustaka yang relevan. Adapun hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut. Perencanaan (planning) Pendidikan Life Skill Di Pondok Pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen Perencanaanpendidikan life skilldi pondok pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari Kecamatan Petanahan dilakukan melalui rapat dengan melibatkan seluruh unsur yang ada di pondok pesantren, mulai dari pimpinan/pengasuh pondok pesantren, penasehat, ustadz, dan pengurus pondok pesantren. Dalam rapat tersebut, pengasuh meminta masukan-masukan kepada semua peserta rapat, adapun masukan yang diterima dalam rapat tersebut dijadikan sebagai tolok ukur dan pertimbangan dalam merumuskan program life skill, tujuan dan sasaran pendidikan life skill. Penyelenggaraan pendidikan life skill di pondok pesantren Al Istiqomah direncanakandengan tujuan untuk membekali santri agar memiliki ketrampilan/keahlian dalam menghadapi era perkembangan teknologi yang begitu pesat.Menurut Hani Handoko (1989:78)perencanaan adalah memilih dan menghubung-menghubungkan kenyataan yang dibayangkan serta merumuskan tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa sebuah perencanaan pendidikan life skillyang akan dilakukan oleh seorang pengasuh pondok pesantren harus mampu menyesuaikan dengan kebutuhansantri.Selanjutnya perencanaan pendidikan life skill di Pesantren pondok pesantren dalam membina skill santri pada dasarnya bisa dilakukan dengan beberapa langkah antara lain: Mengkaji kebutuhan santri Dalam kegiatan mengkaji kebutuhan santri dalam perencanaan pendidikan life skill di pondok pesantren harus yang relevan dengan perkembangan zaman. Hal ini dapat diwujudkan dengan menerapkan program life skill yang dapat memberikan skill terhadap santri, misalnya: broadcast (penyiar radio), komputer, perbengkelan. Merumuskan tujuan, sasaran serta menetapkan Langkah-langkah pelaksanaan pendidikan life skill Perencanaan pendidikan life skill di pondok pesantren agar dapat berjalan secara baik, ada beberapa langkah perencanaan yang dilakukan yakniyaitu: merumuskan tujuan; tujuan yang hendak dicapai harus dirumuskan secara jelas,menetapkan program; program pendidikan life skill harus realistis dengan keadaan dan perkembangan zaman, sertamenetapkan tenaga pendidik yang berkompeten dibidangnya, membangun sarana dan prasarana yang memadai. Langkah ini harus diterapkan demi menghasilkan santri yang memiliki keterampilan/keahlian sehingga santri mampu berdaya saing dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Dengan demikian perencanaan pendidikan life skill di Pondok pesantren Al Istiqomah desa Tanjungsari Kecamatan Petanahan telah dilaksanakan sesuai dengan teori yang dikemukakan William G. Cunningham, dalam Made Pidarta (2005: 101), yaitu: a.Menentukan tujuan dan kebijakan. b.Menentukan alat-alat yang akan dipakai mencapai tujuan tersebut. c.Menentukan sumber-sumber pendidikan seperti materi, uang, personalia, dan media belajar. d.Mengorganisasi yaitu memperbaiki hubungan antara orang-orang dengan kelompok Pengorganisasian (Organizing) Pendidikan Life Skill Di Pondok Pesantren Al Istiqomah Pengorganisasian merupakan kegiatan administratif untuk menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan kerja sama sehingga setiap tindakan dalam suatu lembaga organisasi tertentu berjalan secara harmonis, bersamaan, tidak over lapping, semua diarahkan untuk mencapai tujuan bersama pada lembaga atau organisasi yang bersangkutan (Ahmad, Rohani dan Abu Ahmadi, 1999: 16).Dengan demikian pengorganisasianadalah cara merancang struktur formal untuk penggunaan sumber daya yang ada, bagaimana organisasi mengelompokkan kegiatan-kegiatannya, dan pada tiap kelompok diikuti dengan penugasan seorang manajer yang diberi wewenang untuk mengawasi anggota-anggota kelompok. Pengorganisasian pendidikan life skilldi pondok pesantren Al Istiqomah dengan memberdayakan struktur organisasi yang ada di pondok pesantren, dalam hal ini pendidikan life skill menjadi tanggungjawab seksi pendidikan dan pelatihan. Seksi pendidikan dan pelatihan bertanggungjawab terhadap kegiatan yang berbentuk pelatihan, kursus-kursus, pendidikan, seperti pelatihan komputer, pelatihan perbengkelan dan pertukangan, serta pelatihanbroadcast (penyiar radio).Dengan demikianpengorganisasian pendidikan life skill di pondok pesantren Al Istiqomah dilakukan secara baik dan sesuai dengan bidang santri yang telah ditetapkan oleh pengasuh melalui rapat. Penggerakan (Actuating) Pendidikan Life Skill Di Pondok Pesantren Al Istiqomah Penggerakan merupakan keseluruhan proses pemberian motif bekerja pada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis(Siagian, 2004:128). Pelaksanaan pendidikan life skill di pondok pesantren Al Istiqomahdapat berjalan secara baik berkat kerja keras yang dilakukan pengasuh pondok pesantren Al Istiqomah dengan memberikan motivasi kepada para tenaga pendidik untuk dapat melaksanakan tugasnya secara ikhlas, dan penuh tanggungjawab, sehingga pelaksanaan pendidikan life skill terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selain itu, pengasuh pondok pesantren Al Istiqomah juga memberikan kesempatan kepada para tenaga pendidik dan pengurus untuk meningkatkan kapasitasnya, misalnya: bagi tenaga pendidik dan pengurus yang telah menyelesaikan pendidikan strata 1 diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya (program magister), sedangkan bagi yang telah menyelesaikan pendidikan SLTA diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya (sarjana/S1). Pelatihan komputer Pelatihan komputer untuk para santri di pondok pesantren AlIstiqomah dilakukan secara rutin yang dilakasanakan setiap hari sabtu, pukul 13.30 sampai dengan pukul 15.30 WIB di ruang laboratorium komputer. Dalam pelatihan komputer pengasuh, pengurus dan tenaga pendidik selalu berupaya semaksimal mungkin dalam membina, mengarahkan kepada santri untuk selalu aktif mengikuti pelatihan tersebut, sehingga para santri dapat menguasai secara baik keterampilan di bidang komputer. Pelatihan perbengkelan dan pertukangan Pelatihan perbengkelan dan pertukangan di pondok pesantren Al Istiqomah yaitu pelatihan las listrik. Pelaksanaan dilaksanakan oleh para santri putra dengan mengundang pelatih profesional. Dalam pelaksanaan pelatihan las, santri mendapatkan pengarahan dan praktik mengelas, seperti membuat pagar, membuat kanopi, membuat lemari, dan lain-lain. Pelatihan broadcast (pengelolaan studio radio) Pelatihan broadcast (pengelolaan studio radio) dilaksanakan di studio milik pondok pesantren yakni radio Yapika FM. Dalam pelatihan ini para santri dibimbing untuk dapat mengoperasikan sebuah studio radio, menjadi penyiar radio (MC), nara sumber. Pelatihan broadcast ini dapat berjalan secara baik berkat pembinaan, dan pengarahan dari pengasuh dan pengurus. Dengan demikian, pelaksanaan pendidikan life skill di pondok pesantren, pembinaan, dan motivasi yang diberikan pengasuh pondok pesantren memiliki peran besar terhadap keberhasilan pendidikan life skillyang telah direncanakan. Pengawasan (Controlling) Pendidikan Life Skill Di Pondok Pesantren Al Istiqomah Pengawasan merupakan suatu unsur manajemen untuk melihat apakah segala kegiatan yang akan dilaksanakan telah sesuai dengan rencana yang digariskan dan sekaligus untuk menentukan rencana kerja yang akan datang, oleh kerena itu pengawasan merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap pelaksana, terutama yang memegang jabatan pemimpin.Tanpa pengawasan pimpinan tidak akan dapat mengetahui adanya pengimpangan-penyimpangan dari rencana yang telah digariskan dan juga tidak akan dapat menyusun rencana kerja yang lebih baik dari segi hasil pengalaman yang lalu (Marno, 2008: 23). Pengawasan yang dilakukan dalam melaksanakan pendidikan life skill di pondok pesantren Al Istiqomah berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari pengawasan-pengawasan yang dilaksanakan, apalagi pimpinan pondok yang bertanggung jawab secara penuh dalam pendidikan life skill, meninjau langsung perkembangan pendidikan life skill dimana pendidikan life skill berlangsung. Disamping melalui kunjungan atau tinjauan secara langsung, pimpinan pondok pesantren Al Istiqomah juga melakukan evaluasi untuk mengukur pencapaian keberhasilan pendidikan life skill di pondok pesantren Al Istiqomah. Evaluasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan pendidikan life skill di pondok pesantren Al Istiqomah satu kali dalam satu semester. Dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pendidikan life skill di pondok pesantren mengacu pada tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rumusan rencana pendidikan life skill yang disusun pada awal tahun pelajaran.Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Wilson Bangun (2000: 164), dalam pengawasan meliputi empat hal, yaitu menetapkan standar, mengukur prestasi kerja, menyesuaikan prestasi kerja dengan standar, dan mengambil tindakan korektif. Adapun hasil evaluasi yang dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan life skill di Pondok Pesantren Al Istiqomah secara umum dapat tercapai sesuai standar yang telah ditetapkan, misalnya; pendidikan life skill dalam bidang komputer santri sudah dapat menguasai program office, grafis, animasi. Dalam bidang perbengkelan santri dapat santri dapat membuat pagar tralis, lemari, dalam bidang broadcast santri dapat membawakan acara on air di studio Yapika FM. Simpulan Perencanaanpendidikanlife skilldi pondok pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari Kecamatan Petanahan dilakukan melalui rapat dengan melibatkan seluruh unsur yang ada di pondok pesantren, mulai dari pimpinan/pengasuh pondok pesantren, penasehat, ustadz, dan pengurus pondok pesantren dengan menyesuaikan kebutuhan santri dalam menghadapi perkembangan zaman. Pengorganisasian pendidikan life skill di pondok pesantrena melalui tim penanggungjawab pendidikan life skill yang dibentuk pondok pesantren.Tim tersebut bertanggungjawab penuh dalam pelaksanaan pendidikan life skill di pondok pesantren Al Istiqomah. Penggerakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan life skill yang meliputi: Pelatihan computer, pedrbengkelan dan pertukangan, pelatihan bradcastdi pondok pesantren pondok pesantren Al Istiqomah adalah dengan pemberian motivasi, pembimbingan dan pembinaan oleh pengasuh dan pengurus pondok pesantren. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren Al Istiqomah dalam pelaksanaan pendidikan life skill adalah dengan meninjau langsung ke tempat dimana pendidikan life skill berlangsung. Selain itu.Selain itu, untuk mengukur pencapaian keberhasilan pengawasan dilakukan melalui evaluasi yang dilaksanakan satu dalam satu semester. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Rohani dan Abu Ahmadi. 1999. Pedoman penyelenggaraan Administrasi PendidikanSekolah. Bumi Aksara. Jakarta. Ahmadi. 2013. Manajemen Kurikulum Kecakapan Hidup. Pustaka Ifada. Yogyakarta. Asmani, Ma’mur, Jamal. 2009. “sekolah life skills,” Lulus Siap Kerja!, Diva Press. Jogjakarta. Bangun, Wilson. 2008. Intisari Manajemen. Refika Aditama. Bandung. Binti Maunah. 2009. Tradisi Intelektual Santri, Teras. Yogyakarta. George R. Terry, 2006. Prinsip-prinsip Manajememen, terj. J. Smith Bumi Aksara, Jakarta. Hani Handoko. 1989. Manajemen, Edisi II, BPFP, Cet. 2. Yogyakarta. Marno Trio Suprianto.2008 Manajemen dan kepemimpinan Pendiidkan Islam. Refika Aditama. Bandung. Made Pidarta.2005.Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem, Rinneka Cipta.Jakarta. Moh. Rosyid, 2007. RevitalisasiPendidikan Nasional. STAIN Kudus Press. Kudus. Nanang Fatah. 2004. Landasan Manajemen Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Ronald Alan Lukens Bull, 2004. Jihad Ala Pesantren di Mata Antropolog Amerika, Penerjemah Abdurrahman Mas’ud. Gama Media. Yogyakarta. Sujoko Prasojo dkk, 1982. Peningkatan mutu Pendidikan Pembangunan Perguruan Agama. Dermaga. Jakarta. Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, PT.Bumi Aksara. Jakarta. Sondang P. Siagian. 2004. Filsafat Administrasi. Bumi Aksara. Jakarta. Sugiono, 2012.Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D), Alfabeta, Bandung. Winardi, 1983. Asas-Asas Manajemen. Alumni. Bandung. .ISSN: 2581-0197/P.ISSN: 2580-9385 81 Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan Islam dan Studi Sosial | Cakrawala.Vol.1.No.1.2017. INPUT PROCESS/ TRANSFORMATION INPUT Gambar 1.1Open-Loop System (Sistem Terbuka) OBJECTIVES FEEDBACK LOOP CONTROL MECHANISM TRANSFORMATION UTPUT INPUT