Efektivitas Pertukaran Utang (Debt Swaps) Sebagai
Alternatif Manajemen Utang Luar Negeri.
Daniel Joseph Benedict Ngamelubun*1, R Dwi Harwin Kusmaryo S.E., M.A
1
IVSE3/14.8059
e-mail: *114.8059@stis.ac.id, 2rdharwink@yahoo.com
Abstrak
Indonesia terjebak dalam kondisi perangkap utang dan perangkap negara pendapatan
menengah. Dengan peninggalan utang masa lalu serta ditambah dengan pembangunan yang
masih tertinggal, memaksa pemerintah untuk membiayai ekspansif fiskal dengan menambah
utang. Utang tidak salah, namun dikatakan salah jika pemanfatannya tidak dimaksimalkan.
Dengan manajemen utang yang diantaranya pertukaran utang dan penundaan cicilan utang
(moratorium), pemerintah dapat memasimalkan pembangunan melalui utang tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas antara pertukaran utang dan
penundaan cicilan utang, serta jika tidak dilakukannya manajemen utang dengan bantuan
analisis IRF dan FEDV pada VAR.dengan menggunakan variabel utang, defisit fiskal, PDB,
IHK, TPT, eksporneto, kurs serta cicilan utang dan pengeluaran pembangunan sebagai proxy
membuat simulasi manajemen utang, maka hasil yang diperoleh menunjukan bahwa
manajemen utang lebih baik digunakan dari pada tidak menggunakan manajemen utang
dengan pertukaran utang sebagai manajemen yang disarankan demi mendukung stabilitas
makroekonomi dan kesinambungan fiskal. Dengan kesimpulan dan saran yang ditawarkan
peneliti yaitu mengusahakan pertukaran utang sebagai manajemen utang, resiko jangka
panjang dari jebakan utang semakin mengecil serta semakin mendukung stabilitas
makroekonomi dan kesinambungan fiskal.
Kata kunci—Pertukaran utang, moratorium, manajemen utang, IRF dan FEDV, VAR
Abstract
Indonesia is caught in a state of debt traps and a middle-income country trap. With the
legacy of past debt and added to the development that is still left behind, forcing the government
to finance fiscal expansiveness by adding debt. Debt is not wrong, but is said to be wrong if
utilization is not maximized. With debt management including debt swap and debt repayment
delay, the government can maximize development through the debt. This study aims to compare
the effectiveness of debt exchanges and postpone debt repayment, and if debt management is not
done with the help of IRF and FEDV analysis on VAR. By using variable debt, fiscal deficit,
GDP, CPI, TPT, net exports, exchange rate and debt repayment and development expenditure
as a proxy makes debt management simulations, the results obtained show that debt
management is better used than not using debt management with debt swaps as a suggested
management to support macroeconomic stability and fiscal sustainability. With the conclusions
and suggestions offered by the researcher that is to seek debt exchange as debt management, the
long-term risk of debt trap is decreasing and increasingly supporting macroeconomic stability
and fiscal sustainability..
Keywords—Debt swaps, moratorium, debt management, IRF and FEDV, VAR
1
◼
ISSN: 1978-1520
1. PENDAHULUAN
Indonesia berada dalam kondisi debt trap dan middle income trap. Dengan akumulasi
utang dari masa lalu ditambah ekspansif fiskal yang dilakukan pemerintah sekarang untuk
mengejar ketertinggalan pembangunan, membuat Indonesia selalu terikat dengan utang dan
defisit fiskal. Apakah Indonesia akan selalu berada dalam kondisi tersebut merupakan
pertanyaan yang selalu ditanyakan masyarakat.
Utang tidak salah tetapi salah jika tidak bisa dimaksimalkan dengan baik. Dengan
manajemen utang yang diantaranya adalah debt swaps yang merupakan manajemen utang
dengan cara menukarkan utang tersebut dengan pembangunan atau proyek lainnya serta
moratorium yaitu penundaan cicilan utang, diharapkan dapat memaksimalkan pembangunan
dengan biaya dari utang tersebut.
Dengan membaca penelitian sebelumnya, kebanyakan penelitian sebelumnya membahas
tentang dampak utang terhadap perekonomian maupun sebaliknya namun sedikit yang
membahas tentang debt swaps serta didukung dengan hasil wawancara dengan pejabat di
kementrian keuangan yang pernah ikut serta dalam urusan manajemen utang, maka peneliti
memliki tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Menganalisa kondisi utang luar negeri dan APBN serta peranannya dalam
pembangunan di Indonesia dari tahun 1978-2017
2. Menganalisa kondisi stabilitas makroekonomi (pertumbuhan ekonomi, Inflasi,
eksporneto, pengangguran) dan kurs dari tahun 1978-2017
3. Menganalisa peran debt swaps sebagai manajemen utang luar negeri di Indonesia
4. Menganalisis respon variabel stabilitas makroekonomi (pertumbuhan ekonomi,
inflasi, eksporneto, pengangguran), kurs, defisit fiskal dan utang luar negeri saat
terjadi shock atau guncangan pada defisit fiskal, dan utang luar negeri pada jangka
pendek maupun panjang jika tanpa dilakukan manajemen utang maupun dilakukan
manajemen utang seperti debt swaps dan moratorium
5. Menganalisis kontribusi setiap variabel terhadap variasi variabel Stabilitas
Makroekonomi (pertumbuhan ekonomi, inflasi, eksporneto, pengangguran), kurs,
defisit fiskal dan utang luar negeri tanpa dilakukan manajemen utang maupun
dilakukan manajemen utang seperti debt swaps dan moratorium
6. Mengetahui efektivitas manajemen utang jika dilakukan penundaan cicilan utang
(moratorium), debt swaps serta jika tanpa diberikan manajemen utang sebagai
alternatif pengelolaan utang luar negeri.
2. METODOLOGI
Dampak utang luar negeri terhadap stabilitas makroekonomi hingga saat ini menjadi
polemik. Pasalnya, melalui berbagai model, jarang ditemukan dampak positif utang terhadap
stabilitas makroekonomi, bahkan dengan model tertentu, utang tersebut justru berdampak
negatif. Berbagai kajian empiris menunjukan pula bahwa hubungan antara utang luar negeri dan
stabilitas makroekonomi umumnya berkorelasi negatif, namun terdapat sejumlah kajian yang
menolaknya. Meskipun demikian, kebijakan pembangunan melalui utang luar negeri masih
banyak digunakan oleh negara berkembang. Utang luar negeri masih menjadi perdebatan oleh
banyak ahli ekonomi, social, politik maupun ahli-ahli lainnya karena bukan hanya sebagai
pembiayaan pembangunan dan manfaat ekonomi lainnya, tetapi juga melalui pertimbangan
politik, social , dan pertimbangan lainnya (sukarna dan mumun, 2005).
Paris Club merupakan suatu forum informal yang dibentuk pada tahun 1950-an oleh
negara-negara terkaya di dunia yang menjadi kreditur resmi. Klub ini bertujuan untuk
membantu negara debitur, khususnya yang menerima pinjaman dari negara-negara kreditur,
untuk mengatasi kesulitan pembayaran utang yang tercermin pada kesulitan neraca pembayaran.
2
IJCCS
ISSN: 1978-1520
Paris Club yang bersifat informal memiliki keunggulan karena lebih fleksibel tanpa terikat pada
peraturan-peraturan yang dapat menjadi kendala dalam menjalankan tugas dan perannya yang
bersifat ad-hoc untuk membantu negara debitur yang mengalami kesulitan pembayaran utang.
Cakupan perundingan umumnya meliputi hutang pokok dan/ atau hutang bunga yang disepakati
akan di reschedule, persyaratan pembayaran dan kesepakatan lainnya seperti pertukaran hutang
atau debt swap, potongan hutang atau debt reduction dengan tujuan meringankan beban hutang
debitur (Dameria S. & Barus, 2006).
Jika jumlah hutang tidak terlalu besar, hal ini tidak akan mengancam kestabilan makro
ekonomi suatu negara (Arief Daryanto, 2001). Adanya Utang sebagai pembiayaan defisit akan
mempengaruhi kinerja makroekonomi secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan bunga utang
telah masuk sebagai pengeluaran rutin APBN. di sisi lain, APBN dibangun berdasarkan asumsi
makro. Dengan demikian, keterkaitan utang terhadap variabel makroekonomi tidak dapat
dihindari (Azhar Bafadal, 2005).
Debt Swap adalah pertukaran atau konversi utang, baik dalam bentuk perjanjian
pinjaman maupun surat berharga, dengan kontrak utang baru sedangkan Moratorium atau debt
rescheduling adalah otorisasi legal untuk menunda pembayaran utang atau kewajiban tertentu
selama batas waktu yang ditentukan (SULNI, 2018).
Stabilitas ekonomi makro merupakan factor fundamental untuk menjamin pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic growth). Upaya untuk menjaga stabilitas
ekonomi makro tersebut dilakukan melalui langkah-langkah untuk memperkuat daya tahan
perekonomian domestik terhadap berbagai gejolak yang muncul, baik dari dalam maupun dari
luar negeri (Bappenas).
Penelitian ini bermaksud untuk menganalisa efektifitas debt swaps sebagai alternatif
manajemen utang luar negeri dengan periode dari 1978 hingga 2017. Pemilihan periode tersebut
dikarenakan mulai tahun 1978, sistem nilai tukar Indonesia sudah tidak dalam bentuk rezim
nilai tukar fixed tetapi sehingga volalitasnya dapat dianalisa dalam penelitian kali ini. variabel
yang digunakan adalah PDB, IHK, eksporneto, tingkat pengangguran terbuka (TPT), kurs, utang
luar negeri, defisit fiskal/APBN dan variabel tambahan untuk membuat perbandingan proxy
scenario manajemen utang yaitu cicilan utang dan pengeluaran pembangunan. Data variablevariabel tersebut didapat dari Badan Pusat Statistik, Kementrian Keuangan, dan Bank Indonesia.
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisa
deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik digunakan untuk menjawab tujuan penelitian pertama,
kedua, dan ketiga sedangkan analisis inferensia digunakan untuk menjawab tujuan peneliti
bagian keempat, kelima, dan keenam. Metode yang digunakan dalam analisis inferensia
penelitian ini adalah Vector Auto Regression (VAR). Hal ini dikarenakan dalam VAR tersedia
uji Impulse Respons Function (IRF) dan Forecast Error Decomposition Variance (FEDV) yang
diharapkan dapat menjawab tujuan penelitian.
Dalam penelitian ini hasil estimasi model VAR tidak diinterpretasikan dalam analisis
dan pembahasan. Hal ini dikarenakan model VAR adalah model non-struktural yang dibangun
dengan meminimalkan teori yang ada. Disamping itu, hasil estimasi model VAR seringkali
tidak memuaskan jika dilihat dari uji-t yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan kelembaman
variabel endogen kemungkinan tidak signifikan secara statistik. Dengan kata lain, secara
individual koefisien didalam model VAR sulit diinterpretasikan sehingga uji estimasi tidak
dapat dipergunakan. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka hasil estimasi model VAR
tidak digunakan sehingga yang digunakan adalah analisis impulse response function dan
variance decomposition.
Adapun langkah-langkah dalam analisis inferensia dalm penelitian ini yaitu: uji
stasioner dengan uji ADF, penentuan lag optimum dan stabilitas model VAR, estimasi model
var, pengujian asumsi klasik, impulse respons function (IRF), forecast error decomposition
variance (FEDV).
Analisis ekonometrika ini dilengkapi dengan dilakukannya beberapa skenario guna
menjawab pertanyaan penelitian keempat, kelima dan keenam yaitu ingin membandingkan
3
◼
ISSN: 1978-1520
moratorium dan debt swaps serta jika tidak dilakukan manajemen. Untuk itu, pada model
ditambahkan variabel pengeluaran pembangunan dan cicilan utang. Untuk lebih jelasnya,
tahapan analisisnya adalah sebagai berikut
1. Skenario pertama adalah dengan menganalisis model dengan memasukan variabel
baru tesebut untuk melihat dampak jika tidak dilakukannya manajemen utang
2. Skenario kedua adalah meniadakan variabel cicilan utang dan mengagregasikannya
pada variabel pengeluaran pembangunan untuk melihat dampak manajemen
Moratorium atau dapat diketahui dampak jika pemerintah tidak membayar cicilan
utang
3. Skenario ketiga adalah melakukan scenario yang dinamakan debt swaps dan juga
mewakili simulasi crowd funding. Untuk itu, maka pada pengeluaran pembangunan
ditambahkan nilai dari cicilan utang sebesar 30 % atau 40 %. Diharapkan skenario
ini dapat menjadi proxy untuk melihat dampak skema debt swaps terhadap kinerja
makroekonomi dimana dana pembayaran utang kita dipotong dan dialihkan untuk
kegiatan pembangunan namun tidak lepas dari kesepakatan dengan negara kreditur
maka diasumsikan dalam penelitian ini bahwa sudah terjadi kesepakatan dengan
negara kreditur
4. Langkah selanjutnya adalah dibuat analisis perbandingan antara scenario 1 ,2 dan 3
dengan menggunakan analisis Impulse Respons Function (IRF) yaitu melakukan
shock pada variabel tertentu untuk membandingkan efektivitas manajemen utang
tersebut.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Utang pemerintah 1978-2017 (Triliun Rupiah)
Gambar 2. Defisit APBN 1978-2017 (Miliar Rupiah)
4
IJCCS
ISSN: 1978-1520
Gambar 3. PDB 1978-2017 (Miliar Rupiah)
Gambar 4. IHK 1978-2017
Gambar 5. Neraca perdagangan 1978-2017 (Triliun Rupiah)
Gambar 6. TPT 1978-2017 (persen)
5
◼
ISSN: 1978-1520
Gambar 7. Kurs Rupiah terhadap Dollar AS 1978-2017
Berdasarkan gambar 1 dan 2, terlihat bahwa utang pemerintah dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan dengan kondisi terakhir berada pada jumlah Rp3933 triliun atau
mengalami peningkatan sekitar 63.016 persen dari tahun 1978. Selain itu, kondisi fiskal/APBN
Indonesia semenjak 1978 hingga 2017 hampir selalu berada pada kondisi defisit. Utang
pemerintah yang cukup besar tersebut dan kondisi fiskal yang defisit tersebut tidak lepas dari
keinginan pemerintah untuk mencapai pembangunan nasional serta untuk melunasi cicilan
utang Indonesia dari tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan gambar 3 sampai 7, telihat bahwa perkembangan stabilitas makroekonomi
dan kurs menunjukan pola yang beragam. Setelah krisis moneter 1998, kondisi pertumbuhan
ekonomi rata-rata stagnan pada 5 persen namun belum bisa mencapai 7 persen atau lebih seperti
yang diharapkan pemerintah. Kondisi tingkat harga di Indonesia sejak 1978 terus mengalami
peningkatan dengan pertumbuhan harga yang tidak menentu namun pada tahun 2015 hingga
2017, Inflasi Indonesia mencapai harapan pemerintah yaitu tumbuh sekitar 3 persen pertahun.
Sejak krisis moneter 1998, kondisi neraca perdagangan Indonesia terlihat tumbuh sangat
berfluktuatif yang tentunya bisa mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia terpuruk suatu
saat jika terjadi ketidakpastian berlebih di dunia. Kondisi pengangguran di Indonesia
menunjukan kondisi yang belum sepenuhnya stabil dimana tentunya diakibatkan oleh kondisi
jumlah angkatan kerja Indonesia yang masih labil, kemampuan angkatan kerja dan tersedianya
lapangan kerja namun dalam 10 tahun terakhir mengalami penurunan yang tentunya
menunjukan perbaikan untuk menuju tingkat pengangguran yang sekecil-kecilnya. Sedangkan
kondisi nilai tukar Indonesia darti tahun ke tahun mengalami kondisi fluktuatif yang cenderung
menunjukan bahwa Dollar semakin kuat terhadap Rupiah sehingga dapat dikatakan bahwa daya
saing Indonesia di Internasional masih lemah. Sehingga kondisi makroekonomi Indonesia dan
nilai tukar Indonesia belum menunjukan kekuatan Indonesia dan masih rentan terhadap segala
kemungkinan yang ada.
Tabel 1. Realisasi manajemen debt swaps
Country
Debt Swap
Debt Swap I
2007
Debt Swap II
2007
Germany
Debt Swap III
a 2009
Project
Tittle
Elementary
Education
Junior
Secondary
Education
Financial
Assistance for
Environmental
Envestments for
Micro and Small
Enterprises
Project
6
Cancellation
Amount
12.8
EUR
Commitment
Realization
25.6 EUR
25.6 EUR
11.5
EUR
23 EUR
23 EUR
6.3 EUR
12.5 EUR
12.2 EUR
IJCCS
ISSN: 1978-1520
Debt Swap III
b 2010
Debt Swap IV
2010
Debt Swap V
2009
Debt Swap VII
2011
Strengthening
the Development
of National
Parks in Fragile
Ecosystems
School
Reconstruction
and
Rehabilitation in
Earthquake Area
in Yogyakarta
and Central Java
Global Fund to
Fight AIDS,
Tubercolosis and
Malaria
(GFATM)
Indonesian German
Scholarship
Program
Debt Swap I
2005
Housing and
Settlement
Debt Swap II
2012
Debt for
Development
Swap
Italy
USA*)
Australia
Debt
Development
Swap 2010
Debt
Development
Swap 2011
Debt
Development
Swap 2014
Debt Swap
2010
Tropical Forest
Conservation
Act/TFCA I
Tropical Forest
Conservation
Act/TFCA II
Tropical Forest
Conservation
Act/TFCA III
Debt2Health
TOTAL
Dalam
Proses
kegiatan
6.3 EUR
12.5 EUR
10 EUR
20 EUR
20 EUR
25 EUR
50 EUR
50 EUR
9.384
EUR
18.768 EUR
5.7 EUR
5.7 EUR
5.7 EUR
24.2
USD
24.2 USD
24.2 USD
2.5 EUR
2.5 EUR
2.5 EUR
11.6
USD
11.6 USD
11.6 USD
20 USD
20 USD
20 USD
23.76
USD
28.5 USD
26.72 USD
11.45
USD
11.45 USD
6.88 USD
75 AUD
15.593 AUD
170.568 EUR
139 EUR
95.75 USD
89.4USD
75 AUD
15.593 AUD
37.5
AUD
89.484
EUR
91.01
USD
37.5
AUD
Dalam
Proses
kegiatan
Sumber: Kementrian keuangan (diolah)
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa pengalaman manajemen debt swaps di Indonesia
belum terlalu banyak dan belum menjadi alat manajemen yang vital bagi Indonesia namun dari
pengalam yang ada, sudah menunjukan keuntungan bagi Indonesia yang telihat dengan
terpotongnya utang Indonesia sebesar 75 juta AUD, 170,568 juta EUR, dan 95.75 juta dibarengi
dengan proyek yang harus dilakukan pemerintah sebesar 89.48 juta EUR, 91.01 USD, 37.5
AUD. Kendala yang terjadi akibat manajemen debt swaps itu sendiri tidak dapat secara
gampang diperoleh Indonesia karena perlu kemauan dari negara kreditur dan diplomasi yang
baik antar kedua negara tersebut.
Tabel 2. Hasil uji stasioner
VARIABEL
LOG UTANG
DEFISIT APBN
LOG PDB
LOG IHK
LOG TPT
EKSPOR NETO
LOG KURS
t-statistic
-2.41
2.27
-2.52
-2.35
-4.05
-2.06
-1.37
Level
Prob*
0.37
1.00
0.32
0.40
0.01
0.26
0.85
7
Ket
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Stasioner
Tidak
Tidak
t-statistic
-3.71
-3.93
-4.53
-7.64
-10.75
-6.52
-5.28
First difference
Prob*
Ket
0.03
Stasioner
0.02
Stasioner
0.00
Stasioner
0.00
Stasioner
0.00
Stasioner
0.00
Stasioner
0.00
Stasioner
◼
ISSN: 1978-1520
LOG G
LOG CICILAN UTANG
LOG G (+40persenCICILAN)
LOG CICILAN (60persen)
LOG G AKUMULATIF
(+CICILAN)
-2.08
-3.61
-2.20
-3.61
0.54
0.04
0.47
0.04
Tidak
Stasioner
Tidak
Stasioner
-4.33
-8.84
-4.27
-8.84
0.01
0.00
0.00
0.00
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
-1.84
0.66
Tidak
-4.76
0.00
Stasioner
Sumber: Output eviews (diolah)
Berdasarkan hasil pengujian uji ADF pada tabel 2, dapat kita ambil kesimpulan bahwa
terdapat cukup bukti untuk mengatakan bahwa pada tingkat level hanya variabel LOG TPT dan
LOG cicilan utang yang stasioner atau telah menolak hipotesis nol dengan taraf signifikansi 5
persen. Sedangkan, pada tingkat turunan pertama menunjukan bahwa semua variabel stasioner
atau telah menolak hipotesis nol dengan taraf signifikansi 5 persen. Oleh karena semua variabel
stasioner pada turunan pertama namun ada variabel yang stasioner juga pada tingkat level, maka
pembentukan model VECM tidak dapat dilakukan tetapi model yang akan dibentuk yaitu model
VAR pada bentuk turunan pertama (first difference).
Tabel 3 Hasil pengujian lag optimum model simulasi tanpa manajemen
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 -467.1257
NA
680.2978
26.38517 27.29948* 26.70751
1 -390.6445 111.6212
169.1783
24.89970
27.94738
25.97415
2 -307.1420 90.27291* 40.04066* 23.03470* 28.21577 24.86127*
*lag optimum yang direkomendasikan
Sumber: Output eviews (diolah)
Tabel 4. Hasil pengujian lag optimum model simulasi debt swaps
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 -466.4785
NA
656.9104
26.35019 27.26449* 26.67252
1 -391.6288 109.2401
178.4235
24.95291
28.00059
26.02736
2 -305.7167 92.87791* 37.07161* 22.95766* 28.13872 24.78423*
*lag optimum yang direkomendasikan
Sumber: Output eviews (diolah)
Tabel 5. Hasil pengujian lag optimum model simulasi moratorium
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 -487.5249
NA
1401.154
27.10945 27.71899* 27.32434
1 -409.1719 118.5884
307.1439
25.52280
28.26572
26.48981
2 -323.9607 96.72614* 61.96921* 23.56544* 28.44174 25.28457*
* lag optimum yang direkomendasikan
Sumber: Output eviews (diolah)
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
1.5
1.5
1.5
1.0
1.0
1.0
0.5
0.5
0.5
0.0
0.0
0.0
-0.5
-0.5
-0.5
-1.0
-1.0
-1.0
-1.5
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
-1.5
-1.5
1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Gambar 8. Hasil pengecekan stabilitas model VAR
Untuk ketiga simulasi
Berdasarkan pertimbangan dari hasil table 3,4, dan 5, maka lag optimum yang akan
digunakan untuk setiap model simulasi adalah lag 2.
Berdasarkan gambar 8, terlihat bahwa tidak ada roots yang modulusnya kurang dari 1
sehingga jumlah lag maksimum model VAR untuk masing-masing simulasi adalah sebanyak 2
untuk simulasi tanpa manajemen, simulasi debt swaps, dan untuk simulasi moratorium. dalam
8
IJCCS
ISSN: 1978-1520
penelitian, lag maksimum untuk ketiga simulasi yaitu lag ke 2. Sedangkan untuk lag yang lebih
dari jumlah tersebut akan menghasilkan model VAR yang tidak stabil.
Oleh karena itu, estimator yang diroleh telah memiliki sifat unbiased dan memiliki
varians yang minimum atau hasil estimasi model VAR pada semua model simulasi berada
dalam kondisi yang stabil sehingga analisis IRF dan decomposition variance menjadi sah
(valid).
Tabel 6. Hasil uji LM-test
Model
Tanpa
manajemen
Debt Swaps
Moratorium
Lag
optimum
Statistik
LM
Probability
Keterangan
2
54.53999
0.2721
Non-Autokorelasi
2
2
55.09341
59.56745
0.2551
0.1433
Non-Autokorelasi
Non-Autokorelasi
Sumber= Eviews (diolah)
Tabel 7. Hasil uji white heteroscedasticity
Model
Tanpa manajemen
Debt Swaps
Moratorium
Chi-sq
910.5608
914.8220
854.7831
Probability
0.3602
0.3237
0.3539
Keterangan
Homoskedastisitas
Homoskedastisitas
Homoskedastisitas
Sumber: Eviews (diolah)
Dari hasil pada uji LM pada tabel 6 menunjukan bahwa bahwa dengan tingkat
signifikansi 5 persen, dapat dikatakan hipotesis nol tidak dapat ditolak yang artinya tidak
terdapat korelasi serial antar error (tidak terjadi autokorelasi) pada model untuk ketiga simulasi.
Dari hasil pada uji white heteroscedasticity pada tabel 7, menunjukan bahwa bahwa
dengan tingkat signifikansi 5 persen, dapat dikatakan hipotesis nol tidak dapat ditolak yang
artinya variasi error
pada Model untuk ketiga simulasi konstan atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Pada penelitian ini, asumsi normalitas tidak terpenuhi secara multivariat
namun secara univariat terpenuhi yaitu persamaan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan tpt,
pertumbuhan kurs dan pertumbuhan utang. Hal tersebut tidak diperhatikan peneliti karena fokus
penelitian ini bukan pada estimasi model VAR tetapi pada analisis IRF dan FEDV. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujo Utomo pada tahun 2016. pengujian asumsi
normalitas tidak terlalu diperhatikan karena nilai dari Cov(Yi;εi) tidak sama dengan nol atau
masih terdapat korelasi antara variabel terkait dengan residual (Pujo Utomo, 2016).
Untuk mendapatkan hasil pengujian IRF yang lebih akurat perlu dilakukan pengurutan
variabel (ordering). Hal ini perlu dilakukan karena hasil IRF sangat sensitif terhadap pengurutan
variabel (ordering). Jika mayoritas (lebih dari 50 persen) nilai mutlak korelasi residual antar
variabelnya bernilai diatas 0,2 maka spesifikasi urutan variabel sesuai dengan teori ekonomi.
Sebaliknya, jika hasil yang ditemukan kontradiktif maka bentuk urutan yang tepat tidak perlu
dipermasalahkan. Berasarkan lampiran 1,2, dan 3 dapat terlihat bahwa korelasi residual antar
variabel yang besarnya lebih dari 0,2 hanya sebesar 48 persen pada simulasi tanpa manajemen,
43 persen pada simulasi debt swaps, dan 38 persen pada simulasi moratorium. Hal ini
menunjukan bahwa pasangan variabel yang memiliki korelasi residual yang melebihi 0.2 tidak
melebihin 50 persen. Oleh karena hal tersebut, pengurutan variabel (ordering) pada model
simulasi tanpa manajemen, debt swaps, moratorium tidak perlu dipermasalahkan.
9
◼
ISSN: 1978-1520
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of D(LOGP DB ) to D(LOGIHK)
Response of D(LOGP DB ) to D(LOGK URS )
Response of D(LOGP DB ) to D(LOGUTA NG)
.02
.02
.02
.01
.01
.01
.00
.00
.00
-.01
-.01
-.01
-.02
-.02
-.03
-.02
-.03
5
10
15
20
25
30
35
5
.10
.05
.05
.00
10
15
20
25
30
35
5
10
15
20
25
30
35
.10
.05
.05
.00
.00
-.05
-.05
-.10
40
Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGIHK)
Response of D(LOGIHK ) to D(LOGK URS)
.15
.10
.00
-.03
40
Response of D(LOGIHK) to D(DEFIS ITA PBN)
.15
.10
Response of D(LOGIHK ) to D(LOGIHK )
.15
.01
-.02
-.03
40
Response of D(LOGIHK ) to D(LOGUTA NG)
.15
Response of D(LOGPDB) to D(DEFISITAPBN)
.02
-.01
5
10
15
20
25
30
35
-.10
40
Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGK URS )
5
10
15
20
25
30
35
40
5
Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGUTA NG)
10
15
20
25
30
35
40
Response of D(LOGTPTB PS) to D(DE FISITAPBN)
.2
.2
.2
.2
.1
.1
.1
.1
.0
.0
.0
.0
.00
-.05
-.1
-.05
-.10
-.10
5
10
15
20
25
30
35
-.1
-.2
40
Response of D(EK SP ORNETO) to D(LOGIHK )
5
10
15
20
25
30
35
5
10
15
20
25
30
35
5
40
40
40
30
30
30
20
20
20
20
10
10
10
10
0
0
10
15
20
25
30
35
-.2
40
5
Response of D(EKSPORNETO) to D(DEFISITAPBN)
40
-.1
-.2
40
Response of D(E KS P ORNE TO) to D(LOGUTA NG)
30
0
-.1
-.2
40
Response of D(EK SP ORNE TO) to D(LOGKURS )
10
15
20
25
30
35
40
-10
10
15
20
25
30
35
.05
.05
.00
.00
5
.10
.10
.05
.05
.00
10
15
20
25
30
35
-20
40
5
Response of D(LOGK URS ) to D(DEFISITAPBN)
20
25
30
35
40
-.05
-10
-20
40
15
.10
0
-10
-20
5
Response of D(LOGK URS ) to D(LOGUTA NG)
10
Response of D(LOGK URS ) to D(LOGK URS)
.10
-.05
-10
-20
5
Response of D(LOGK URS ) to D(LOGIHK)
10
15
20
25
30
35
-.10
40
Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGIHK )
5
10
15
20
25
30
35
-.10
40
Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGK URS )
5
10
15
20
25
30
35
40
5
Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGUTA NG)
10
15
20
25
30
35
40
Response of D(LOGUTA NG) to D(DE FISITA PB N)
.12
.12
.12
.12
.08
.08
.08
.08
.04
.04
.04
.04
.00
.00
-.05
-.05
5
10
15
20
25
30
35
5
10
15
20
25
30
35
5
10
15
20
25
30
35
5
30,000
30,000
30,000
20,000
20,000
20,000
20,000
10,000
10,000
0
10,000
0
10
15
20
25
30
35
5
10
15
20
25
30
35
20
25
30
35
-.08
40
5
10
15
20
25
30
35
40
5
10
15
20
25
30
35
40
0
-10,000
40
15
10,000
0
-10,000
5
10
Response of D(DEFISITAPBN) to D(DEFISITAPBN)
30,000
-10,000
-.04
-.08
40
Response of D(DEFIS ITA PB N) to D(LOGUTANG)
.00
-.04
-.08
40
Response of D(DEFISITAPB N) to D(LOGKURS )
.00
-.04
-.08
40
Response of D(DE FIS ITAP BN) to D(LOGIHK )
.00
-.04
-.10
-.10
-10,000
40
5
10
15
20
25
30
35
40
5
10
15
20
25
30
35
40
Gambar 9. Output IRF tanpa manajemen
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of D(LOGP DB ) to D(LOGIHK)
Response of D(LOGP DB ) to D(LOGK URS )
.01
.01
Response of D(LOGP DB ) to D(LOGUTA NG)
.01
Response of D(LOGPDB) to D(DEFISITAPBN)
.01
.00
.00
.00
.00
-.01
-.01
-.01
-.01
-.02
-.02
-.02
-.02
Response of D(LOGIHK ) to D(LOGIHK )
Response of D(LOGIHK ) to D(LOGK URS)
.15
.15
.10
.10
.05
-.03
-.03
5
10
15
20
25
30
35
-.03
40
Response of D(LOGIHK ) to D(LOGUTA NG)
5
.15
.10
.10
.05
.05
.00
10
15
20
25
30
35
-.03
40
5
Response of D(LOGIHK) to D(DEFIS ITA PBN)
.15
10
15
20
25
30
35
.00
-.05
-.10
40
Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGIHK)
.05
.00
-.05
5
10
15
20
25
30
35
-.10
40
Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGK URS )
5
10
15
20
25
30
35
40
Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGUTA NG)
5
10
15
20
25
30
35
40
Response of D(LOGTPTB PS) to D(DE FISITAPBN)
.2
.2
.2
.2
.1
.1
.1
.1
.0
.0
.0
.0
.00
-.05
-.1
-.05
-.10
-.10
5
10
15
20
25
30
35
-.1
-.2
40
Response of D(EK SP ORNETO) to D(LOGIHK )
5
10
15
20
25
30
35
5
10
15
20
25
30
35
5
40
30
30
30
30
20
20
20
20
10
10
10
10
0
0
0
-10
5
10
15
20
25
30
35
5
.05
.05
.00
10
15
20
25
30
35
25
30
35
-.2
40
5
10
15
20
25
30
35
40
5
Response of D(LOGK URS ) to D(LOGIHK)
10
15
20
25
30
35
40
Response of D(LOGK URS ) to D(LOGK URS)
.10
.10
.05
.05
.00
-20
40
5
Response of D(LOGK URS ) to D(DEFISITAPBN)
.10
20
.00
-10
-20
40
Response of D(LOGK URS ) to D(LOGUTA NG)
15
0
-10
-20
-20
.10
10
Response of D(EKSPORNETO) to D(DEFISITAPBN)
40
-.1
-.2
40
Response of D(E KS P ORNE TO) to D(LOGUTA NG)
40
-10
-.1
-.2
40
Response of D(EK SP ORNE TO) to D(LOGKURS )
40
10
15
20
25
30
35
-.05
40
Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGIHK )
5
10
15
20
25
30
35
-.05
40
Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGK URS )
5
10
15
20
25
30
35
40
Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGUTA NG)
5
10
15
20
25
30
35
40
Response of D(LOGUTA NG) to D(DE FISITA PB N)
.10
.10
.10
.10
.05
.05
.05
.05
.00
.00
.00
.00
.00
-.05
-.05
-.05
5
10
15
20
25
30
35
-.05
-.10
40
Response of D(DE FIS ITAP BN) to D(LOGIHK )
5
10
15
20
25
30
35
5
10
15
20
25
30
35
5
30,000
20,000
20,000
20,000
20,000
10,000
10,000
10,000
10,000
0
0
-10,000
5
10
15
20
25
30
35
5
10
15
20
25
30
35
15
20
25
30
35
-.10
40
5
10
15
20
25
30
35
40
5
10
15
20
25
30
35
40
0
-10,000
40
10
Response of D(DEFISITAPBN) to D(DEFISITAPBN)
30,000
0
-.05
-.10
40
Response of D(DEFIS ITA PB N) to D(LOGUTANG)
30,000
-10,000
-.05
-.10
40
Response of D(DEFISITAPB N) to D(LOGKURS )
30,000
-10,000
40
5
10
15
20
25
30
35
40
5
10
15
20
25
30
35
40
Gambar 10. Output IRF debtswaps
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of D(LOGP DB ) to D(LOGIHK)
.01
Response of D(LOGP DB ) to D(LOGK URS )
.01
.00
Response of D(LOGP DB ) to D(LOGUTA NG)
.01
.00
Response of D(LOGPDB) to D(DEFISITAPBN)
.01
.00
.00
-.01
-.01
-.01
-.01
-.02
-.02
-.02
-.02
-.03
-.03
-.03
-.04
-.04
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(LOGIHK ) to D(LOGUTA NG)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-.04
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGIHK)
.10
.05
.05
.00
-.05
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGK URS )
Response of D(LOGIHK ) to D(LOGK URS)
.15
.10
.00
-.03
-.04
1
Response of D(LOGIHK) to D(DEFIS ITA PBN)
Response of D(LOGIHK ) to D(LOGIHK )
.15
-.05
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGUTA NG)
1
.15
.08
.08
.08
.08
.10
.10
.04
.04
.04
.04
.05
.05
.00
.00
.00
-.05
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(EK SP ORNETO) to D(LOGIHK )
40
.00
-.04
-.05
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(EK SP ORNE TO) to D(LOGKURS )
40
.00
-.04
-.08
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(E KS P ORNE TO) to D(LOGUTA NG)
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(EKSPORNETO) to D(DEFISITAPBN)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Response of D(LOGK URS ) to D(LOGIHK)
.12
.12
30
30
30
.08
.08
20
20
20
10
0
10
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(LOGK URS ) to D(LOGUTA NG)
3
4
5
6
7
8
9
10
.12
.08
.08
.04
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-20
2
3
4
5
6
7
8
9
10
.04
Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGIHK )
.00
-.04
-10
1
Response of D(LOGK URS ) to D(DEFISITAPBN)
.12
.04
2
.00
0
-10
-20
1
7
10
0
-10
-20
-20
6
Response of D(LOGK URS ) to D(LOGK URS)
40
30
-10
5
-.08
1
20
10
40
2
4
-.04
-.08
1
3
.00
-.04
-.08
1
2
Response of D(LOGTPTB PS) to D(DE FISITAPBN)
.15
-.04
-.08
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGK URS )
-.08
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGUTA NG)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(LOGUTA NG) to D(DE FISITA PB N)
.12
.12
.12
.12
.08
.08
.08
.08
.04
.04
.00
.04
.04
.04
.00
-.04
.00
-.04
-.08
-.08
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(DE FIS ITAP BN) to D(LOGIHK )
.00
-.04
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(DEFISITAPB N) to D(LOGKURS )
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(DEFIS ITA PB N) to D(LOGUTANG)
30,000
30,000
20,000
20,000
20,000
20,000
10,000
10,000
10,000
10,000
0
0
-10,000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
3
4
5
6
7
8
9
10
-.04
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
-10,000
1
2
Response of D(DEFISITAPBN) to D(DEFISITAPBN)
30,000
0
.00
-.04
1
30,000
-10,000
.00
-.04
1
-10,000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 11. Output IRF moratorium
Gambar 9,10, dan 11 secara ringkas menunjukan bahwa respon dari pertumbuhan
ekonomi, inflasi, pertumbuhan tingkat pengangguran terbuka, perubahan eksporneto,
pertumbuhan kurs, pertumbuhan utang dan perubahan defisit fiskal
saat diberikan
shock/guncangan pada pertumbuhan utang ataupun perubahan fiskal pada saat tidak dilakukan
manajemen utang dan saat dilakukan manajemen utang yaitu debt swaps atau moratorium akan
menghasilkan respon yang cukup berbeda dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dengan
menggunakan manajemen utang, untuk mencapai keseimbangan jangka panjang membutuhkan
waktu yang lebih cepat dan respon yang diharapkan lebih baik daripada tanpa menggunakan
manajemen utang. Namun moratorium yang menunjukan waktu yang lebih cepat akan
mengakibatkan pemerintah menjadi ketergantungan. hal ini hampir sesuai dengan disertasi oleh
Azhar bafadal pada tahun 2005.
10
IJCCS
ISSN: 1978-1520
Variance Decomposition of D(LOGPDB)
Variance Decomposition of D(LOGIHK)
Var iance Decomposition of D( LOGTPTBPS)
100
100
80
80
70
60
60
40
40
40
30
20
20
0
0
60
50
20
5
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGT PT BPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISIT APBN)
25
30
35
10
0
5
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUT ANG)
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
Variance Decomposition of D(EKSPORNETO)
25
30
35
5
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNET O)
D(LOGUTANG)
Variance Decomposition of D(LOGKURS)
100
80
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNET O)
D(LOGUT ANG)
Variance Decomposition of D(LOGUTANG)
60
60
50
50
40
40
30
30
60
40
20
20
20
10
0
10
0
5
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGT PT BPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISIT APBN)
25
30
35
0
5
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUT ANG)
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
5
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNET O)
D(LOGUTANG)
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNET O)
D(LOGUT ANG)
Variance Decomposition of D(DEFISITAPBN)
100
80
60
40
20
0
5
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGT PT BPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISIT APBN)
25
30
35
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUT ANG)
Gambar 12. Output FEDV tanpa manajemen
Variance Decomposition of D(LOGPDB)
Variance Decomposition of D(LOGIHK)
120
Var iance Decomposition of D( LOGTPTBPS)
100
100
70
60
80
50
80
60
40
40
30
60
40
20
20
20
0
10
0
5
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
0
5
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
Variance Decomposition of D(EKSPORNETO)
25
30
35
5
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
Variance Decomposition of D(LOGKURS)
100
80
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
Variance Decomposition of D(LOGUTANG)
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
60
40
20
10
10
0
0
5
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
0
5
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
5
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
Variance Decomposition of D(DEFISITAPBN)
100
80
60
40
20
0
5
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
Gambar 13. Output FEDV debtswaps
Variance Decomposition of D(LOGPDB)
Variance Decomposition of D(LOGIHK)
100
100
80
80
60
60
40
40
20
20
Var iance Decomposition of D( LOGTPTBPS)
80
60
40
0
20
0
5
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
0
5
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
Variance Decomposition of D(EKSPORNETO)
25
30
35
5
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
Variance Decomposition of D(LOGKURS)
50
50
80
40
40
60
30
30
40
20
20
20
10
0
0
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
15
20
25
30
35
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
Variance Decomposition of D(LOGUTANG)
100
5
10
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
10
0
5
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
40
5
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
Variance Decomposition of D(DEFISITAPBN)
100
80
60
40
20
0
5
10
15
20
D(LOGPDB)
D(LOGTPTBPS)
D(LOGKURS)
D(DEFISITAPBN)
25
30
35
40
D(LOGIHK)
D(EKSPORNETO)
D(LOGUTANG)
Gambar 14. Output FEDV moratorium
Gambar 12,13, dan 14 secara ringkas menunjukan bahwa kontribusi setiap variabel
untuk menjelaskan variasi dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan tingkat pengangguran
terbuka, pertumbuhan kurs, dan pertumbuhan utang jika tanpa dilakukan manajemen utang dan
saat dilakukan manajemen utang yaitu debt swaps atau moratorium akan menghasilkan hasil
yang sedikit berbeda dalam jangka pendek dan cukup berbeda dalam jangka panjang. Inflasi
menjadi variabel sangat penting dalam menentukan variasi dari pertumbuhan ekonomi,
11
◼
ISSN: 1978-1520
pertumbuhan tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan kurs, dan pertumbuhan utang. hal ini
hampir sesuai dengan disertasi oleh Azhar bafadal pada tahun 2005.
4. KESIMPULAN
Kesimpulan harus mengindikasi secara jelas hasil-hasil yang diperoleh, kelebihan dan
kekurangannya, serta kemungkinan pengembangan selanjutnya.
Kesimpulan dapat berupa paragraf, namun sebaiknya berbentuk poin-poin dengan
menggunakan numbering atau bullet. Kesimpulan harus menjawab tujuan penelitian.
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Utang pemerintah mengalami peningkatan secara terus menerus dan kondisi APBN
hampir selalu pada keadaan negatif sehingga perlu dilakukan manajemen utang
yang baik
2. kondisi makroekonomi Indonesia dan nilai tukar Indonesia belum menunjukan
kekuatan Indonesia dan masih rentan terhadap segala kemungkinan yang ada.
Sehingga perlu dilakukan manajemen utang baik agar pembangunan yang dilakukan
tidak dibatasi ruang lingkup fiskal yang sempit dengan asumsi bahwa permasalahan
social, politik, korupsi, dll dapat pemerintah selesaikan secara cepat
3. Pengalaman manajemen debt swaps di Indonesia belum terlalu banyak dan belum
menjadi alat manajemen yang vital bagi Indonesia namun dari pengalam yang ada,
sudah menunjukan keuntungan bagi Indonesia
4. Respon dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan tingkat pengangguran terbuka,
pertumbuhan kurs, dan pertumbuhan utang saat diberikan shock/guncangan pada
pertumbuhan utang ataupun perubahan fiskal pada saat tidak dilakukan manajemen
utang dan saat dilakukan manajemen utang yaitu debt swaps atau moratorium akan
menghasilkan respon yang cukup berbeda dalam jangka pendek dan jangka
panjang.
5. Kontribusi setiap variabel untuk menjelaskan variasi dari pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan kurs dan pertumbuhan
utang jika tanpa dilakukan manajemen utang dan saat dilakukan manajemen utang
yaitu debt swaps atau moratorium akan menghasilkan hasil yang sedikit berbeda
dalam jangka pendek dan cukup berbeda dalam jangka panjang. Dengan variabel
Inflasi menjadi variabel yang sangat penting untuk menentukan variasi setiap
variabel yang ada dalam model.
6. Melakukan manajemen utang lebih efektiv mendorong stabilitas makroekonomi dan
kurs serta kesinambungan Fiskal atau membantu Indonesia keluar dari debt trap
dan middle income trap / macroeconomy stability trap daripada tidak dilakukan
manajemen utang. Namun diantara kedua manajemen tersebut, debt swaps lebih
efektiv dari pada moratorium dalam jangka yang panjang karena moratorium dapat
membuat pemerintah menjadi ketergantungan. hal ini hampir sesuai dengan
disertasi oleh Azhar bafadal pada tahun 2005. Pemerintah perlu mengurangi
moratorium dan berusaha menciptakan diplomasi yang baik agar debt swaps dapat
direalisasikan namun pembangunan yang dilakukan harus sesuai dengan keperluan
Indonesia dengan asumsi masalah social, politik, korupsi dapat diminimalkan.
Secara ringkas, peneliti sangat setuju untuk dilakukannya manajemen debt swaps dari
pada dilakukannya manajemen moratorium. Namun karena ada kendala masalah diplomasi dan
sebagainya, keuntungan dari manajemen debt swaps sebenarnya dapat dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dengan warga negaranya sendiri lewat crowdfunding. Dengan
crowdfunding, pemerintah dapat mendapat dana lewat semua warga negaranya lewat kumpulan
uang sukarela sehingga pengeluaran pemeritah yang akan dikeluarkan untuk membayar utang
12
IJCCS
ISSN: 1978-1520
akan dialihkan terhadap pembangunan karena pembayaran utang akan ditutup oleh hasil
crowdfunding. Diluar itu, pemerintah harus tetap melakukan kebijakan pajak yang baik agar
dapat menyeimbangkan ekspansif fiskal yang dilakukan pemerintah.
13
◼
ISSN: 1978-1520
DAFTAR PUSTAKA
Gujarati, D. N. (2004). Basic Econometrics fourth edition. New York: The McGraw-Hill
Companies.
Juanda. (2012). Ekonometrika Deret Waktu. Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Dr. Ir. Arief Daryanto, M. (2001). Hutang Luar Negeri : Masalah & Alternatif Solusinya.
AGRIMEDIA. Volume 7, No.1, 16-23.
LPEM FEB UI. (2017). Lonjakan Hutang : Sebuah Kegaduhan yang Tak Berarti. Publikasi
LPEM FEB UI.
Siahaan, H. (2006). Analisis A Debt-for-Nature Swap sebagai Alternatif Mengurangi Utang
Indonesia pada Luar Negeri. Journal The Winners, 81-88.
Kementerian Keuangan. (2017). Benarkah Indonesia Darurat Utang ?
Kementerian Keuangan. (2018). Nota Keuangan dan APBN.
Kementerian Keuangan, & Bank Indonesia. (Januari 2018). Statistik Utang Luar Negeri
Indonesia.
Kementerian PPN/Bappenas. (2015). Analisis Kebijakan Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri
Pemerintah.
S, H. D., & Barus, F. V. (Mei 2006). Paris Club. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Study
Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.
Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik 70 Indonesia Merdeka. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Ariesandy, D. N. (2017). Penerapan Logit Time Series untuk Menganalisis Kemampuan
Indonesia Melunasi Utang Luar Negeri Tahun 2000(I)-2016(II) [Skripsi]. Jakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
Anggraheni, T. N. (2017). Aplikasi Model Time Series Dalam Studi Kesinambungan Fiskal
Indonesia Periode 2009.Q1-2016.Q4 [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
Utomo, P. (2016). Analisis Dampak Harga Crude Palm Oil (CPO) terhadap Nilai Tukar Petani
Sawit Perkebunan Rakyat di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2015 [Skripsi].
Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
Simamora, I. P. (2015). Analisis Efektivitas Mekanisme Transmisi BI Rate terhadap Inflasi
Melalui Jalur Suku Bunga dan Jalur Ekspektasi Inflasi (Periode I 2000-Triwulan III
2014) [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
Bafadal, A. (2005). Dampak Defisit dan Utang Pemerintah terhadap Stabilitas Makroekonomi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
14
IJCCS
ISSN: 1978-1520
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel matriks korelasi residual pada model simulasi tanpa manajemen
D(LOGPDB)
D(LOGIHK)
D(LOGTPTBP
S)
D(EKSPORNE
TO)
D(LOGKURS)
D(LOGUTAN
G)
D(DEFISITAP
BN)
D(LOGP
DB)
1.00
-0.28
D(LOGI
HK)
-0.28
1.00
D(LOGTP
TBPS)
0.55
-0.19
D(EKSPORN
ETO)
0.28
0.07
D(LOGK
URS)
-0.34
0.78
D(LOGU
TANG)
-0.46
0.80
D(DEFIS
ITAPBN)
-0.04
0.19
0.55
-0.19
1.00
-0.04
-0.15
-0.16
0.09
0.28
0.07
-0.04
1.00
-0.12
-0.14
-0.23
-0.34
0.78
-0.15
-0.12
1.00
0.94
0.18
-0.46
0.80
-0.16
-0.14
0.94
1.00
0.21
-0.04
0.19
0.09
-0.23
0.18
0.21
1.00
Sumber: Output Eviews (diolah)
Lampiran 2. Tabel matriks korelasi residual pada model simulasi debt swaps
D(LOGPDB)
D(LOGIHK)
D(LOGTPTBP
S)
D(EKSPORNE
TO)
D(LOGKURS)
D(LOGUTAN
G)
D(DEFISITAP
BN)
D(LOGP
DB)
1.00
-0.28
D(LOGI
HK)
-0.28
1.00
D(LOGTP
TBPS)
0.58
-0.19
D(EKSPORN
ETO)
0.26
0.08
D(LOGK
URS)
-0.33
0.78
D(LOGU
TANG)
-0.46
0.80
D(DEFIS
ITAPBN)
0.00
0.17
0.58
-0.19
1.00
-0.03
-0.16
-0.17
0.07
0.26
0.08
-0.03
1.00
-0.09
-0.12
-0.24
-0.33
0.78
-0.16
-0.09
1.00
0.94
0.14
-0.46
0.80
-0.17
-0.12
0.94
1.00
0.18
0.00
0.17
0.07
-0.24
0.14
0.18
1.00
Sumber: Output Eviews (diolah)
Lampiran 3. Tabel matriks korelasi residual pada model simulasi moratorium
D(LOGPDB)
D(LOGP
DB)
1.00
D(LOGI
HK)
-0.45
D(LOGTP
TBPS)
0.50
D(EKSPORN
ETO)
0.10
D(LOGK
URS)
-0.61
D(LOGU
TANG)
-0.69
D(DEFIS
ITAPBN)
0.00
D(LOGIHK)
-0.45
1.00
-0.20
0.13
0.80
0.81
0.16
0.50
-0.20
1.00
-0.02
-0.16
-0.17
0.04
0.10
0.13
-0.02
1.00
0.03
0.01
-0.23
-0.61
0.80
-0.16
0.03
1.00
0.97
0.11
-0.69
0.81
-0.17
0.01
0.97
1.00
0.14
0.00
0.16
0.04
-0.23
0.11
0.14
1.00
D(LOGTPTBP
S)
D(EKSPORNE
TO)
D(LOGKURS)
D(LOGUTAN
G)
D(DEFISITAP
BN)
Sumber: Output Eviews (diolah)
15