Academia.eduAcademia.edu

Efektivitas debs swaps (Daniel J B Ngamelubun)

Indonesia terjebak dalam kondisi perangkap utang dan perangkap negara pendapatan menengah. Dengan peninggalan utang masa lalu serta ditambah dengan pembangunan yang masih tertinggal, memaksa pemerintah untuk membiayai ekspansif fiskal dengan menambah utang. Utang tidak salah, namun dikatakan salah jika pemanfatannya tidak dimaksimalkan. Dengan manajemen utang yang diantaranya pertukaran utang dan penundaan cicilan utang (moratorium), pemerintah dapat memasimalkan pembangunan melalui utang tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas antara pertukaran utang dan penundaan cicilan utang, serta jika tidak dilakukannya manajemen utang dengan bantuan analisis IRF dan FEDV pada VAR.dengan menggunakan variabel utang, defisit fiskal, PDB, IHK, TPT, eksporneto, kurs serta cicilan utang dan pengeluaran pembangunan sebagai proxy membuat simulasi manajemen utang, maka hasil yang diperoleh menunjukan bahwa manajemen utang lebih baik digunakan dari pada tidak menggunakan manajemen utang dengan pertukaran utang sebagai manajemen yang disarankan demi mendukung stabilitas makroekonomi dan kesinambungan fiskal. Dengan kesimpulan dan saran yang ditawarkan peneliti yaitu mengusahakan pertukaran utang sebagai manajemen utang, resiko jangka panjang dari jebakan utang semakin mengecil serta semakin mendukung stabilitas makroekonomi dan kesinambungan fiskal.

Efektivitas Pertukaran Utang (Debt Swaps) Sebagai Alternatif Manajemen Utang Luar Negeri. Daniel Joseph Benedict Ngamelubun*1, R Dwi Harwin Kusmaryo S.E., M.A 1 IVSE3/14.8059 e-mail: *114.8059@stis.ac.id, 2rdharwink@yahoo.com Abstrak Indonesia terjebak dalam kondisi perangkap utang dan perangkap negara pendapatan menengah. Dengan peninggalan utang masa lalu serta ditambah dengan pembangunan yang masih tertinggal, memaksa pemerintah untuk membiayai ekspansif fiskal dengan menambah utang. Utang tidak salah, namun dikatakan salah jika pemanfatannya tidak dimaksimalkan. Dengan manajemen utang yang diantaranya pertukaran utang dan penundaan cicilan utang (moratorium), pemerintah dapat memasimalkan pembangunan melalui utang tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas antara pertukaran utang dan penundaan cicilan utang, serta jika tidak dilakukannya manajemen utang dengan bantuan analisis IRF dan FEDV pada VAR.dengan menggunakan variabel utang, defisit fiskal, PDB, IHK, TPT, eksporneto, kurs serta cicilan utang dan pengeluaran pembangunan sebagai proxy membuat simulasi manajemen utang, maka hasil yang diperoleh menunjukan bahwa manajemen utang lebih baik digunakan dari pada tidak menggunakan manajemen utang dengan pertukaran utang sebagai manajemen yang disarankan demi mendukung stabilitas makroekonomi dan kesinambungan fiskal. Dengan kesimpulan dan saran yang ditawarkan peneliti yaitu mengusahakan pertukaran utang sebagai manajemen utang, resiko jangka panjang dari jebakan utang semakin mengecil serta semakin mendukung stabilitas makroekonomi dan kesinambungan fiskal. Kata kunci—Pertukaran utang, moratorium, manajemen utang, IRF dan FEDV, VAR Abstract Indonesia is caught in a state of debt traps and a middle-income country trap. With the legacy of past debt and added to the development that is still left behind, forcing the government to finance fiscal expansiveness by adding debt. Debt is not wrong, but is said to be wrong if utilization is not maximized. With debt management including debt swap and debt repayment delay, the government can maximize development through the debt. This study aims to compare the effectiveness of debt exchanges and postpone debt repayment, and if debt management is not done with the help of IRF and FEDV analysis on VAR. By using variable debt, fiscal deficit, GDP, CPI, TPT, net exports, exchange rate and debt repayment and development expenditure as a proxy makes debt management simulations, the results obtained show that debt management is better used than not using debt management with debt swaps as a suggested management to support macroeconomic stability and fiscal sustainability. With the conclusions and suggestions offered by the researcher that is to seek debt exchange as debt management, the long-term risk of debt trap is decreasing and increasingly supporting macroeconomic stability and fiscal sustainability.. Keywords—Debt swaps, moratorium, debt management, IRF and FEDV, VAR 1 ◼ ISSN: 1978-1520 1. PENDAHULUAN Indonesia berada dalam kondisi debt trap dan middle income trap. Dengan akumulasi utang dari masa lalu ditambah ekspansif fiskal yang dilakukan pemerintah sekarang untuk mengejar ketertinggalan pembangunan, membuat Indonesia selalu terikat dengan utang dan defisit fiskal. Apakah Indonesia akan selalu berada dalam kondisi tersebut merupakan pertanyaan yang selalu ditanyakan masyarakat. Utang tidak salah tetapi salah jika tidak bisa dimaksimalkan dengan baik. Dengan manajemen utang yang diantaranya adalah debt swaps yang merupakan manajemen utang dengan cara menukarkan utang tersebut dengan pembangunan atau proyek lainnya serta moratorium yaitu penundaan cicilan utang, diharapkan dapat memaksimalkan pembangunan dengan biaya dari utang tersebut. Dengan membaca penelitian sebelumnya, kebanyakan penelitian sebelumnya membahas tentang dampak utang terhadap perekonomian maupun sebaliknya namun sedikit yang membahas tentang debt swaps serta didukung dengan hasil wawancara dengan pejabat di kementrian keuangan yang pernah ikut serta dalam urusan manajemen utang, maka peneliti memliki tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Menganalisa kondisi utang luar negeri dan APBN serta peranannya dalam pembangunan di Indonesia dari tahun 1978-2017 2. Menganalisa kondisi stabilitas makroekonomi (pertumbuhan ekonomi, Inflasi, eksporneto, pengangguran) dan kurs dari tahun 1978-2017 3. Menganalisa peran debt swaps sebagai manajemen utang luar negeri di Indonesia 4. Menganalisis respon variabel stabilitas makroekonomi (pertumbuhan ekonomi, inflasi, eksporneto, pengangguran), kurs, defisit fiskal dan utang luar negeri saat terjadi shock atau guncangan pada defisit fiskal, dan utang luar negeri pada jangka pendek maupun panjang jika tanpa dilakukan manajemen utang maupun dilakukan manajemen utang seperti debt swaps dan moratorium 5. Menganalisis kontribusi setiap variabel terhadap variasi variabel Stabilitas Makroekonomi (pertumbuhan ekonomi, inflasi, eksporneto, pengangguran), kurs, defisit fiskal dan utang luar negeri tanpa dilakukan manajemen utang maupun dilakukan manajemen utang seperti debt swaps dan moratorium 6. Mengetahui efektivitas manajemen utang jika dilakukan penundaan cicilan utang (moratorium), debt swaps serta jika tanpa diberikan manajemen utang sebagai alternatif pengelolaan utang luar negeri. 2. METODOLOGI Dampak utang luar negeri terhadap stabilitas makroekonomi hingga saat ini menjadi polemik. Pasalnya, melalui berbagai model, jarang ditemukan dampak positif utang terhadap stabilitas makroekonomi, bahkan dengan model tertentu, utang tersebut justru berdampak negatif. Berbagai kajian empiris menunjukan pula bahwa hubungan antara utang luar negeri dan stabilitas makroekonomi umumnya berkorelasi negatif, namun terdapat sejumlah kajian yang menolaknya. Meskipun demikian, kebijakan pembangunan melalui utang luar negeri masih banyak digunakan oleh negara berkembang. Utang luar negeri masih menjadi perdebatan oleh banyak ahli ekonomi, social, politik maupun ahli-ahli lainnya karena bukan hanya sebagai pembiayaan pembangunan dan manfaat ekonomi lainnya, tetapi juga melalui pertimbangan politik, social , dan pertimbangan lainnya (sukarna dan mumun, 2005). Paris Club merupakan suatu forum informal yang dibentuk pada tahun 1950-an oleh negara-negara terkaya di dunia yang menjadi kreditur resmi. Klub ini bertujuan untuk membantu negara debitur, khususnya yang menerima pinjaman dari negara-negara kreditur, untuk mengatasi kesulitan pembayaran utang yang tercermin pada kesulitan neraca pembayaran. 2 IJCCS ISSN: 1978-1520 Paris Club yang bersifat informal memiliki keunggulan karena lebih fleksibel tanpa terikat pada peraturan-peraturan yang dapat menjadi kendala dalam menjalankan tugas dan perannya yang bersifat ad-hoc untuk membantu negara debitur yang mengalami kesulitan pembayaran utang. Cakupan perundingan umumnya meliputi hutang pokok dan/ atau hutang bunga yang disepakati akan di reschedule, persyaratan pembayaran dan kesepakatan lainnya seperti pertukaran hutang atau debt swap, potongan hutang atau debt reduction dengan tujuan meringankan beban hutang debitur (Dameria S. & Barus, 2006). Jika jumlah hutang tidak terlalu besar, hal ini tidak akan mengancam kestabilan makro ekonomi suatu negara (Arief Daryanto, 2001). Adanya Utang sebagai pembiayaan defisit akan mempengaruhi kinerja makroekonomi secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan bunga utang telah masuk sebagai pengeluaran rutin APBN. di sisi lain, APBN dibangun berdasarkan asumsi makro. Dengan demikian, keterkaitan utang terhadap variabel makroekonomi tidak dapat dihindari (Azhar Bafadal, 2005). Debt Swap adalah pertukaran atau konversi utang, baik dalam bentuk perjanjian pinjaman maupun surat berharga, dengan kontrak utang baru sedangkan Moratorium atau debt rescheduling adalah otorisasi legal untuk menunda pembayaran utang atau kewajiban tertentu selama batas waktu yang ditentukan (SULNI, 2018). Stabilitas ekonomi makro merupakan factor fundamental untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic growth). Upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi makro tersebut dilakukan melalui langkah-langkah untuk memperkuat daya tahan perekonomian domestik terhadap berbagai gejolak yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar negeri (Bappenas). Penelitian ini bermaksud untuk menganalisa efektifitas debt swaps sebagai alternatif manajemen utang luar negeri dengan periode dari 1978 hingga 2017. Pemilihan periode tersebut dikarenakan mulai tahun 1978, sistem nilai tukar Indonesia sudah tidak dalam bentuk rezim nilai tukar fixed tetapi sehingga volalitasnya dapat dianalisa dalam penelitian kali ini. variabel yang digunakan adalah PDB, IHK, eksporneto, tingkat pengangguran terbuka (TPT), kurs, utang luar negeri, defisit fiskal/APBN dan variabel tambahan untuk membuat perbandingan proxy scenario manajemen utang yaitu cicilan utang dan pengeluaran pembangunan. Data variablevariabel tersebut didapat dari Badan Pusat Statistik, Kementrian Keuangan, dan Bank Indonesia. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisa deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik digunakan untuk menjawab tujuan penelitian pertama, kedua, dan ketiga sedangkan analisis inferensia digunakan untuk menjawab tujuan peneliti bagian keempat, kelima, dan keenam. Metode yang digunakan dalam analisis inferensia penelitian ini adalah Vector Auto Regression (VAR). Hal ini dikarenakan dalam VAR tersedia uji Impulse Respons Function (IRF) dan Forecast Error Decomposition Variance (FEDV) yang diharapkan dapat menjawab tujuan penelitian. Dalam penelitian ini hasil estimasi model VAR tidak diinterpretasikan dalam analisis dan pembahasan. Hal ini dikarenakan model VAR adalah model non-struktural yang dibangun dengan meminimalkan teori yang ada. Disamping itu, hasil estimasi model VAR seringkali tidak memuaskan jika dilihat dari uji-t yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan kelembaman variabel endogen kemungkinan tidak signifikan secara statistik. Dengan kata lain, secara individual koefisien didalam model VAR sulit diinterpretasikan sehingga uji estimasi tidak dapat dipergunakan. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka hasil estimasi model VAR tidak digunakan sehingga yang digunakan adalah analisis impulse response function dan variance decomposition. Adapun langkah-langkah dalam analisis inferensia dalm penelitian ini yaitu: uji stasioner dengan uji ADF, penentuan lag optimum dan stabilitas model VAR, estimasi model var, pengujian asumsi klasik, impulse respons function (IRF), forecast error decomposition variance (FEDV). Analisis ekonometrika ini dilengkapi dengan dilakukannya beberapa skenario guna menjawab pertanyaan penelitian keempat, kelima dan keenam yaitu ingin membandingkan 3 ◼ ISSN: 1978-1520 moratorium dan debt swaps serta jika tidak dilakukan manajemen. Untuk itu, pada model ditambahkan variabel pengeluaran pembangunan dan cicilan utang. Untuk lebih jelasnya, tahapan analisisnya adalah sebagai berikut 1. Skenario pertama adalah dengan menganalisis model dengan memasukan variabel baru tesebut untuk melihat dampak jika tidak dilakukannya manajemen utang 2. Skenario kedua adalah meniadakan variabel cicilan utang dan mengagregasikannya pada variabel pengeluaran pembangunan untuk melihat dampak manajemen Moratorium atau dapat diketahui dampak jika pemerintah tidak membayar cicilan utang 3. Skenario ketiga adalah melakukan scenario yang dinamakan debt swaps dan juga mewakili simulasi crowd funding. Untuk itu, maka pada pengeluaran pembangunan ditambahkan nilai dari cicilan utang sebesar 30 % atau 40 %. Diharapkan skenario ini dapat menjadi proxy untuk melihat dampak skema debt swaps terhadap kinerja makroekonomi dimana dana pembayaran utang kita dipotong dan dialihkan untuk kegiatan pembangunan namun tidak lepas dari kesepakatan dengan negara kreditur maka diasumsikan dalam penelitian ini bahwa sudah terjadi kesepakatan dengan negara kreditur 4. Langkah selanjutnya adalah dibuat analisis perbandingan antara scenario 1 ,2 dan 3 dengan menggunakan analisis Impulse Respons Function (IRF) yaitu melakukan shock pada variabel tertentu untuk membandingkan efektivitas manajemen utang tersebut. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1. Utang pemerintah 1978-2017 (Triliun Rupiah) Gambar 2. Defisit APBN 1978-2017 (Miliar Rupiah) 4 IJCCS ISSN: 1978-1520 Gambar 3. PDB 1978-2017 (Miliar Rupiah) Gambar 4. IHK 1978-2017 Gambar 5. Neraca perdagangan 1978-2017 (Triliun Rupiah) Gambar 6. TPT 1978-2017 (persen) 5 ◼ ISSN: 1978-1520 Gambar 7. Kurs Rupiah terhadap Dollar AS 1978-2017 Berdasarkan gambar 1 dan 2, terlihat bahwa utang pemerintah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dengan kondisi terakhir berada pada jumlah Rp3933 triliun atau mengalami peningkatan sekitar 63.016 persen dari tahun 1978. Selain itu, kondisi fiskal/APBN Indonesia semenjak 1978 hingga 2017 hampir selalu berada pada kondisi defisit. Utang pemerintah yang cukup besar tersebut dan kondisi fiskal yang defisit tersebut tidak lepas dari keinginan pemerintah untuk mencapai pembangunan nasional serta untuk melunasi cicilan utang Indonesia dari tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan gambar 3 sampai 7, telihat bahwa perkembangan stabilitas makroekonomi dan kurs menunjukan pola yang beragam. Setelah krisis moneter 1998, kondisi pertumbuhan ekonomi rata-rata stagnan pada 5 persen namun belum bisa mencapai 7 persen atau lebih seperti yang diharapkan pemerintah. Kondisi tingkat harga di Indonesia sejak 1978 terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan harga yang tidak menentu namun pada tahun 2015 hingga 2017, Inflasi Indonesia mencapai harapan pemerintah yaitu tumbuh sekitar 3 persen pertahun. Sejak krisis moneter 1998, kondisi neraca perdagangan Indonesia terlihat tumbuh sangat berfluktuatif yang tentunya bisa mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia terpuruk suatu saat jika terjadi ketidakpastian berlebih di dunia. Kondisi pengangguran di Indonesia menunjukan kondisi yang belum sepenuhnya stabil dimana tentunya diakibatkan oleh kondisi jumlah angkatan kerja Indonesia yang masih labil, kemampuan angkatan kerja dan tersedianya lapangan kerja namun dalam 10 tahun terakhir mengalami penurunan yang tentunya menunjukan perbaikan untuk menuju tingkat pengangguran yang sekecil-kecilnya. Sedangkan kondisi nilai tukar Indonesia darti tahun ke tahun mengalami kondisi fluktuatif yang cenderung menunjukan bahwa Dollar semakin kuat terhadap Rupiah sehingga dapat dikatakan bahwa daya saing Indonesia di Internasional masih lemah. Sehingga kondisi makroekonomi Indonesia dan nilai tukar Indonesia belum menunjukan kekuatan Indonesia dan masih rentan terhadap segala kemungkinan yang ada. Tabel 1. Realisasi manajemen debt swaps Country Debt Swap Debt Swap I 2007 Debt Swap II 2007 Germany Debt Swap III a 2009 Project Tittle Elementary Education Junior Secondary Education Financial Assistance for Environmental Envestments for Micro and Small Enterprises Project 6 Cancellation Amount 12.8 EUR Commitment Realization 25.6 EUR 25.6 EUR 11.5 EUR 23 EUR 23 EUR 6.3 EUR 12.5 EUR 12.2 EUR IJCCS ISSN: 1978-1520 Debt Swap III b 2010 Debt Swap IV 2010 Debt Swap V 2009 Debt Swap VII 2011 Strengthening the Development of National Parks in Fragile Ecosystems School Reconstruction and Rehabilitation in Earthquake Area in Yogyakarta and Central Java Global Fund to Fight AIDS, Tubercolosis and Malaria (GFATM) Indonesian German Scholarship Program Debt Swap I 2005 Housing and Settlement Debt Swap II 2012 Debt for Development Swap Italy USA*) Australia Debt Development Swap 2010 Debt Development Swap 2011 Debt Development Swap 2014 Debt Swap 2010 Tropical Forest Conservation Act/TFCA I Tropical Forest Conservation Act/TFCA II Tropical Forest Conservation Act/TFCA III Debt2Health TOTAL Dalam Proses kegiatan 6.3 EUR 12.5 EUR 10 EUR 20 EUR 20 EUR 25 EUR 50 EUR 50 EUR 9.384 EUR 18.768 EUR 5.7 EUR 5.7 EUR 5.7 EUR 24.2 USD 24.2 USD 24.2 USD 2.5 EUR 2.5 EUR 2.5 EUR 11.6 USD 11.6 USD 11.6 USD 20 USD 20 USD 20 USD 23.76 USD 28.5 USD 26.72 USD 11.45 USD 11.45 USD 6.88 USD 75 AUD 15.593 AUD 170.568 EUR 139 EUR 95.75 USD 89.4USD 75 AUD 15.593 AUD 37.5 AUD 89.484 EUR 91.01 USD 37.5 AUD Dalam Proses kegiatan Sumber: Kementrian keuangan (diolah) Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa pengalaman manajemen debt swaps di Indonesia belum terlalu banyak dan belum menjadi alat manajemen yang vital bagi Indonesia namun dari pengalam yang ada, sudah menunjukan keuntungan bagi Indonesia yang telihat dengan terpotongnya utang Indonesia sebesar 75 juta AUD, 170,568 juta EUR, dan 95.75 juta dibarengi dengan proyek yang harus dilakukan pemerintah sebesar 89.48 juta EUR, 91.01 USD, 37.5 AUD. Kendala yang terjadi akibat manajemen debt swaps itu sendiri tidak dapat secara gampang diperoleh Indonesia karena perlu kemauan dari negara kreditur dan diplomasi yang baik antar kedua negara tersebut. Tabel 2. Hasil uji stasioner VARIABEL LOG UTANG DEFISIT APBN LOG PDB LOG IHK LOG TPT EKSPOR NETO LOG KURS t-statistic -2.41 2.27 -2.52 -2.35 -4.05 -2.06 -1.37 Level Prob* 0.37 1.00 0.32 0.40 0.01 0.26 0.85 7 Ket Tidak Tidak Tidak Tidak Stasioner Tidak Tidak t-statistic -3.71 -3.93 -4.53 -7.64 -10.75 -6.52 -5.28 First difference Prob* Ket 0.03 Stasioner 0.02 Stasioner 0.00 Stasioner 0.00 Stasioner 0.00 Stasioner 0.00 Stasioner 0.00 Stasioner ◼ ISSN: 1978-1520 LOG G LOG CICILAN UTANG LOG G (+40persenCICILAN) LOG CICILAN (60persen) LOG G AKUMULATIF (+CICILAN) -2.08 -3.61 -2.20 -3.61 0.54 0.04 0.47 0.04 Tidak Stasioner Tidak Stasioner -4.33 -8.84 -4.27 -8.84 0.01 0.00 0.00 0.00 Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner -1.84 0.66 Tidak -4.76 0.00 Stasioner Sumber: Output eviews (diolah) Berdasarkan hasil pengujian uji ADF pada tabel 2, dapat kita ambil kesimpulan bahwa terdapat cukup bukti untuk mengatakan bahwa pada tingkat level hanya variabel LOG TPT dan LOG cicilan utang yang stasioner atau telah menolak hipotesis nol dengan taraf signifikansi 5 persen. Sedangkan, pada tingkat turunan pertama menunjukan bahwa semua variabel stasioner atau telah menolak hipotesis nol dengan taraf signifikansi 5 persen. Oleh karena semua variabel stasioner pada turunan pertama namun ada variabel yang stasioner juga pada tingkat level, maka pembentukan model VECM tidak dapat dilakukan tetapi model yang akan dibentuk yaitu model VAR pada bentuk turunan pertama (first difference). Tabel 3 Hasil pengujian lag optimum model simulasi tanpa manajemen Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -467.1257 NA 680.2978 26.38517 27.29948* 26.70751 1 -390.6445 111.6212 169.1783 24.89970 27.94738 25.97415 2 -307.1420 90.27291* 40.04066* 23.03470* 28.21577 24.86127* *lag optimum yang direkomendasikan Sumber: Output eviews (diolah) Tabel 4. Hasil pengujian lag optimum model simulasi debt swaps Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -466.4785 NA 656.9104 26.35019 27.26449* 26.67252 1 -391.6288 109.2401 178.4235 24.95291 28.00059 26.02736 2 -305.7167 92.87791* 37.07161* 22.95766* 28.13872 24.78423* *lag optimum yang direkomendasikan Sumber: Output eviews (diolah) Tabel 5. Hasil pengujian lag optimum model simulasi moratorium Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -487.5249 NA 1401.154 27.10945 27.71899* 27.32434 1 -409.1719 118.5884 307.1439 25.52280 28.26572 26.48981 2 -323.9607 96.72614* 61.96921* 23.56544* 28.44174 25.28457* * lag optimum yang direkomendasikan Sumber: Output eviews (diolah) Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5 1.5 1.5 1.0 1.0 1.0 0.5 0.5 0.5 0.0 0.0 0.0 -0.5 -0.5 -0.5 -1.0 -1.0 -1.0 -1.5 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 -1.5 -1.5 1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 -1.5 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 Gambar 8. Hasil pengecekan stabilitas model VAR Untuk ketiga simulasi Berdasarkan pertimbangan dari hasil table 3,4, dan 5, maka lag optimum yang akan digunakan untuk setiap model simulasi adalah lag 2. Berdasarkan gambar 8, terlihat bahwa tidak ada roots yang modulusnya kurang dari 1 sehingga jumlah lag maksimum model VAR untuk masing-masing simulasi adalah sebanyak 2 untuk simulasi tanpa manajemen, simulasi debt swaps, dan untuk simulasi moratorium. dalam 8 IJCCS ISSN: 1978-1520 penelitian, lag maksimum untuk ketiga simulasi yaitu lag ke 2. Sedangkan untuk lag yang lebih dari jumlah tersebut akan menghasilkan model VAR yang tidak stabil. Oleh karena itu, estimator yang diroleh telah memiliki sifat unbiased dan memiliki varians yang minimum atau hasil estimasi model VAR pada semua model simulasi berada dalam kondisi yang stabil sehingga analisis IRF dan decomposition variance menjadi sah (valid). Tabel 6. Hasil uji LM-test Model Tanpa manajemen Debt Swaps Moratorium Lag optimum Statistik LM Probability Keterangan 2 54.53999 0.2721 Non-Autokorelasi 2 2 55.09341 59.56745 0.2551 0.1433 Non-Autokorelasi Non-Autokorelasi Sumber= Eviews (diolah) Tabel 7. Hasil uji white heteroscedasticity Model Tanpa manajemen Debt Swaps Moratorium Chi-sq 910.5608 914.8220 854.7831 Probability 0.3602 0.3237 0.3539 Keterangan Homoskedastisitas Homoskedastisitas Homoskedastisitas Sumber: Eviews (diolah) Dari hasil pada uji LM pada tabel 6 menunjukan bahwa bahwa dengan tingkat signifikansi 5 persen, dapat dikatakan hipotesis nol tidak dapat ditolak yang artinya tidak terdapat korelasi serial antar error (tidak terjadi autokorelasi) pada model untuk ketiga simulasi. Dari hasil pada uji white heteroscedasticity pada tabel 7, menunjukan bahwa bahwa dengan tingkat signifikansi 5 persen, dapat dikatakan hipotesis nol tidak dapat ditolak yang artinya variasi error pada Model untuk ketiga simulasi konstan atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Pada penelitian ini, asumsi normalitas tidak terpenuhi secara multivariat namun secara univariat terpenuhi yaitu persamaan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan tpt, pertumbuhan kurs dan pertumbuhan utang. Hal tersebut tidak diperhatikan peneliti karena fokus penelitian ini bukan pada estimasi model VAR tetapi pada analisis IRF dan FEDV. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujo Utomo pada tahun 2016. pengujian asumsi normalitas tidak terlalu diperhatikan karena nilai dari Cov(Yi;εi) tidak sama dengan nol atau masih terdapat korelasi antara variabel terkait dengan residual (Pujo Utomo, 2016). Untuk mendapatkan hasil pengujian IRF yang lebih akurat perlu dilakukan pengurutan variabel (ordering). Hal ini perlu dilakukan karena hasil IRF sangat sensitif terhadap pengurutan variabel (ordering). Jika mayoritas (lebih dari 50 persen) nilai mutlak korelasi residual antar variabelnya bernilai diatas 0,2 maka spesifikasi urutan variabel sesuai dengan teori ekonomi. Sebaliknya, jika hasil yang ditemukan kontradiktif maka bentuk urutan yang tepat tidak perlu dipermasalahkan. Berasarkan lampiran 1,2, dan 3 dapat terlihat bahwa korelasi residual antar variabel yang besarnya lebih dari 0,2 hanya sebesar 48 persen pada simulasi tanpa manajemen, 43 persen pada simulasi debt swaps, dan 38 persen pada simulasi moratorium. Hal ini menunjukan bahwa pasangan variabel yang memiliki korelasi residual yang melebihi 0.2 tidak melebihin 50 persen. Oleh karena hal tersebut, pengurutan variabel (ordering) pada model simulasi tanpa manajemen, debt swaps, moratorium tidak perlu dipermasalahkan. 9 ◼ ISSN: 1978-1520 Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of D(LOGP DB ) to D(LOGIHK) Response of D(LOGP DB ) to D(LOGK URS ) Response of D(LOGP DB ) to D(LOGUTA NG) .02 .02 .02 .01 .01 .01 .00 .00 .00 -.01 -.01 -.01 -.02 -.02 -.03 -.02 -.03 5 10 15 20 25 30 35 5 .10 .05 .05 .00 10 15 20 25 30 35 5 10 15 20 25 30 35 .10 .05 .05 .00 .00 -.05 -.05 -.10 40 Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGIHK) Response of D(LOGIHK ) to D(LOGK URS) .15 .10 .00 -.03 40 Response of D(LOGIHK) to D(DEFIS ITA PBN) .15 .10 Response of D(LOGIHK ) to D(LOGIHK ) .15 .01 -.02 -.03 40 Response of D(LOGIHK ) to D(LOGUTA NG) .15 Response of D(LOGPDB) to D(DEFISITAPBN) .02 -.01 5 10 15 20 25 30 35 -.10 40 Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGK URS ) 5 10 15 20 25 30 35 40 5 Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGUTA NG) 10 15 20 25 30 35 40 Response of D(LOGTPTB PS) to D(DE FISITAPBN) .2 .2 .2 .2 .1 .1 .1 .1 .0 .0 .0 .0 .00 -.05 -.1 -.05 -.10 -.10 5 10 15 20 25 30 35 -.1 -.2 40 Response of D(EK SP ORNETO) to D(LOGIHK ) 5 10 15 20 25 30 35 5 10 15 20 25 30 35 5 40 40 40 30 30 30 20 20 20 20 10 10 10 10 0 0 10 15 20 25 30 35 -.2 40 5 Response of D(EKSPORNETO) to D(DEFISITAPBN) 40 -.1 -.2 40 Response of D(E KS P ORNE TO) to D(LOGUTA NG) 30 0 -.1 -.2 40 Response of D(EK SP ORNE TO) to D(LOGKURS ) 10 15 20 25 30 35 40 -10 10 15 20 25 30 35 .05 .05 .00 .00 5 .10 .10 .05 .05 .00 10 15 20 25 30 35 -20 40 5 Response of D(LOGK URS ) to D(DEFISITAPBN) 20 25 30 35 40 -.05 -10 -20 40 15 .10 0 -10 -20 5 Response of D(LOGK URS ) to D(LOGUTA NG) 10 Response of D(LOGK URS ) to D(LOGK URS) .10 -.05 -10 -20 5 Response of D(LOGK URS ) to D(LOGIHK) 10 15 20 25 30 35 -.10 40 Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGIHK ) 5 10 15 20 25 30 35 -.10 40 Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGK URS ) 5 10 15 20 25 30 35 40 5 Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGUTA NG) 10 15 20 25 30 35 40 Response of D(LOGUTA NG) to D(DE FISITA PB N) .12 .12 .12 .12 .08 .08 .08 .08 .04 .04 .04 .04 .00 .00 -.05 -.05 5 10 15 20 25 30 35 5 10 15 20 25 30 35 5 10 15 20 25 30 35 5 30,000 30,000 30,000 20,000 20,000 20,000 20,000 10,000 10,000 0 10,000 0 10 15 20 25 30 35 5 10 15 20 25 30 35 20 25 30 35 -.08 40 5 10 15 20 25 30 35 40 5 10 15 20 25 30 35 40 0 -10,000 40 15 10,000 0 -10,000 5 10 Response of D(DEFISITAPBN) to D(DEFISITAPBN) 30,000 -10,000 -.04 -.08 40 Response of D(DEFIS ITA PB N) to D(LOGUTANG) .00 -.04 -.08 40 Response of D(DEFISITAPB N) to D(LOGKURS ) .00 -.04 -.08 40 Response of D(DE FIS ITAP BN) to D(LOGIHK ) .00 -.04 -.10 -.10 -10,000 40 5 10 15 20 25 30 35 40 5 10 15 20 25 30 35 40 Gambar 9. Output IRF tanpa manajemen Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of D(LOGP DB ) to D(LOGIHK) Response of D(LOGP DB ) to D(LOGK URS ) .01 .01 Response of D(LOGP DB ) to D(LOGUTA NG) .01 Response of D(LOGPDB) to D(DEFISITAPBN) .01 .00 .00 .00 .00 -.01 -.01 -.01 -.01 -.02 -.02 -.02 -.02 Response of D(LOGIHK ) to D(LOGIHK ) Response of D(LOGIHK ) to D(LOGK URS) .15 .15 .10 .10 .05 -.03 -.03 5 10 15 20 25 30 35 -.03 40 Response of D(LOGIHK ) to D(LOGUTA NG) 5 .15 .10 .10 .05 .05 .00 10 15 20 25 30 35 -.03 40 5 Response of D(LOGIHK) to D(DEFIS ITA PBN) .15 10 15 20 25 30 35 .00 -.05 -.10 40 Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGIHK) .05 .00 -.05 5 10 15 20 25 30 35 -.10 40 Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGK URS ) 5 10 15 20 25 30 35 40 Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGUTA NG) 5 10 15 20 25 30 35 40 Response of D(LOGTPTB PS) to D(DE FISITAPBN) .2 .2 .2 .2 .1 .1 .1 .1 .0 .0 .0 .0 .00 -.05 -.1 -.05 -.10 -.10 5 10 15 20 25 30 35 -.1 -.2 40 Response of D(EK SP ORNETO) to D(LOGIHK ) 5 10 15 20 25 30 35 5 10 15 20 25 30 35 5 40 30 30 30 30 20 20 20 20 10 10 10 10 0 0 0 -10 5 10 15 20 25 30 35 5 .05 .05 .00 10 15 20 25 30 35 25 30 35 -.2 40 5 10 15 20 25 30 35 40 5 Response of D(LOGK URS ) to D(LOGIHK) 10 15 20 25 30 35 40 Response of D(LOGK URS ) to D(LOGK URS) .10 .10 .05 .05 .00 -20 40 5 Response of D(LOGK URS ) to D(DEFISITAPBN) .10 20 .00 -10 -20 40 Response of D(LOGK URS ) to D(LOGUTA NG) 15 0 -10 -20 -20 .10 10 Response of D(EKSPORNETO) to D(DEFISITAPBN) 40 -.1 -.2 40 Response of D(E KS P ORNE TO) to D(LOGUTA NG) 40 -10 -.1 -.2 40 Response of D(EK SP ORNE TO) to D(LOGKURS ) 40 10 15 20 25 30 35 -.05 40 Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGIHK ) 5 10 15 20 25 30 35 -.05 40 Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGK URS ) 5 10 15 20 25 30 35 40 Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGUTA NG) 5 10 15 20 25 30 35 40 Response of D(LOGUTA NG) to D(DE FISITA PB N) .10 .10 .10 .10 .05 .05 .05 .05 .00 .00 .00 .00 .00 -.05 -.05 -.05 5 10 15 20 25 30 35 -.05 -.10 40 Response of D(DE FIS ITAP BN) to D(LOGIHK ) 5 10 15 20 25 30 35 5 10 15 20 25 30 35 5 30,000 20,000 20,000 20,000 20,000 10,000 10,000 10,000 10,000 0 0 -10,000 5 10 15 20 25 30 35 5 10 15 20 25 30 35 15 20 25 30 35 -.10 40 5 10 15 20 25 30 35 40 5 10 15 20 25 30 35 40 0 -10,000 40 10 Response of D(DEFISITAPBN) to D(DEFISITAPBN) 30,000 0 -.05 -.10 40 Response of D(DEFIS ITA PB N) to D(LOGUTANG) 30,000 -10,000 -.05 -.10 40 Response of D(DEFISITAPB N) to D(LOGKURS ) 30,000 -10,000 40 5 10 15 20 25 30 35 40 5 10 15 20 25 30 35 40 Gambar 10. Output IRF debtswaps Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of D(LOGP DB ) to D(LOGIHK) .01 Response of D(LOGP DB ) to D(LOGK URS ) .01 .00 Response of D(LOGP DB ) to D(LOGUTA NG) .01 .00 Response of D(LOGPDB) to D(DEFISITAPBN) .01 .00 .00 -.01 -.01 -.01 -.01 -.02 -.02 -.02 -.02 -.03 -.03 -.03 -.04 -.04 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(LOGIHK ) to D(LOGUTA NG) 2 3 4 5 6 7 8 9 10 -.04 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGIHK) .10 .05 .05 .00 -.05 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGK URS ) Response of D(LOGIHK ) to D(LOGK URS) .15 .10 .00 -.03 -.04 1 Response of D(LOGIHK) to D(DEFIS ITA PBN) Response of D(LOGIHK ) to D(LOGIHK ) .15 -.05 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(LOGTP TB P S ) to D(LOGUTA NG) 1 .15 .08 .08 .08 .08 .10 .10 .04 .04 .04 .04 .05 .05 .00 .00 .00 -.05 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(EK SP ORNETO) to D(LOGIHK ) 40 .00 -.04 -.05 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(EK SP ORNE TO) to D(LOGKURS ) 40 .00 -.04 -.08 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(E KS P ORNE TO) to D(LOGUTA NG) 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(EKSPORNETO) to D(DEFISITAPBN) 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Response of D(LOGK URS ) to D(LOGIHK) .12 .12 30 30 30 .08 .08 20 20 20 10 0 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(LOGK URS ) to D(LOGUTA NG) 3 4 5 6 7 8 9 10 .12 .08 .08 .04 8 9 10 2 3 4 5 6 7 8 9 10 -20 2 3 4 5 6 7 8 9 10 .04 Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGIHK ) .00 -.04 -10 1 Response of D(LOGK URS ) to D(DEFISITAPBN) .12 .04 2 .00 0 -10 -20 1 7 10 0 -10 -20 -20 6 Response of D(LOGK URS ) to D(LOGK URS) 40 30 -10 5 -.08 1 20 10 40 2 4 -.04 -.08 1 3 .00 -.04 -.08 1 2 Response of D(LOGTPTB PS) to D(DE FISITAPBN) .15 -.04 -.08 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGK URS ) -.08 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(LOGUTA NG) to D(LOGUTA NG) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(LOGUTA NG) to D(DE FISITA PB N) .12 .12 .12 .12 .08 .08 .08 .08 .04 .04 .00 .04 .04 .04 .00 -.04 .00 -.04 -.08 -.08 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(DE FIS ITAP BN) to D(LOGIHK ) .00 -.04 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(DEFISITAPB N) to D(LOGKURS ) 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of D(DEFIS ITA PB N) to D(LOGUTANG) 30,000 30,000 20,000 20,000 20,000 20,000 10,000 10,000 10,000 10,000 0 0 -10,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2 3 4 5 6 7 8 9 10 3 4 5 6 7 8 9 10 -.04 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 -10,000 1 2 Response of D(DEFISITAPBN) to D(DEFISITAPBN) 30,000 0 .00 -.04 1 30,000 -10,000 .00 -.04 1 -10,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Gambar 11. Output IRF moratorium Gambar 9,10, dan 11 secara ringkas menunjukan bahwa respon dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, pertumbuhan tingkat pengangguran terbuka, perubahan eksporneto, pertumbuhan kurs, pertumbuhan utang dan perubahan defisit fiskal saat diberikan shock/guncangan pada pertumbuhan utang ataupun perubahan fiskal pada saat tidak dilakukan manajemen utang dan saat dilakukan manajemen utang yaitu debt swaps atau moratorium akan menghasilkan respon yang cukup berbeda dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dengan menggunakan manajemen utang, untuk mencapai keseimbangan jangka panjang membutuhkan waktu yang lebih cepat dan respon yang diharapkan lebih baik daripada tanpa menggunakan manajemen utang. Namun moratorium yang menunjukan waktu yang lebih cepat akan mengakibatkan pemerintah menjadi ketergantungan. hal ini hampir sesuai dengan disertasi oleh Azhar bafadal pada tahun 2005. 10 IJCCS ISSN: 1978-1520 Variance Decomposition of D(LOGPDB) Variance Decomposition of D(LOGIHK) Var iance Decomposition of D( LOGTPTBPS) 100 100 80 80 70 60 60 40 40 40 30 20 20 0 0 60 50 20 5 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGT PT BPS) D(LOGKURS) D(DEFISIT APBN) 25 30 35 10 0 5 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUT ANG) 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) Variance Decomposition of D(EKSPORNETO) 25 30 35 5 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNET O) D(LOGUTANG) Variance Decomposition of D(LOGKURS) 100 80 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNET O) D(LOGUT ANG) Variance Decomposition of D(LOGUTANG) 60 60 50 50 40 40 30 30 60 40 20 20 20 10 0 10 0 5 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGT PT BPS) D(LOGKURS) D(DEFISIT APBN) 25 30 35 0 5 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUT ANG) 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 5 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNET O) D(LOGUTANG) 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNET O) D(LOGUT ANG) Variance Decomposition of D(DEFISITAPBN) 100 80 60 40 20 0 5 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGT PT BPS) D(LOGKURS) D(DEFISIT APBN) 25 30 35 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUT ANG) Gambar 12. Output FEDV tanpa manajemen Variance Decomposition of D(LOGPDB) Variance Decomposition of D(LOGIHK) 120 Var iance Decomposition of D( LOGTPTBPS) 100 100 70 60 80 50 80 60 40 40 30 60 40 20 20 20 0 10 0 5 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 0 5 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) Variance Decomposition of D(EKSPORNETO) 25 30 35 5 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) Variance Decomposition of D(LOGKURS) 100 80 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) Variance Decomposition of D(LOGUTANG) 60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 60 40 20 10 10 0 0 5 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 0 5 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 5 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) Variance Decomposition of D(DEFISITAPBN) 100 80 60 40 20 0 5 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) Gambar 13. Output FEDV debtswaps Variance Decomposition of D(LOGPDB) Variance Decomposition of D(LOGIHK) 100 100 80 80 60 60 40 40 20 20 Var iance Decomposition of D( LOGTPTBPS) 80 60 40 0 20 0 5 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 0 5 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) Variance Decomposition of D(EKSPORNETO) 25 30 35 5 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) Variance Decomposition of D(LOGKURS) 50 50 80 40 40 60 30 30 40 20 20 20 10 0 0 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) 15 20 25 30 35 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) Variance Decomposition of D(LOGUTANG) 100 5 10 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 10 0 5 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) 40 5 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) Variance Decomposition of D(DEFISITAPBN) 100 80 60 40 20 0 5 10 15 20 D(LOGPDB) D(LOGTPTBPS) D(LOGKURS) D(DEFISITAPBN) 25 30 35 40 D(LOGIHK) D(EKSPORNETO) D(LOGUTANG) Gambar 14. Output FEDV moratorium Gambar 12,13, dan 14 secara ringkas menunjukan bahwa kontribusi setiap variabel untuk menjelaskan variasi dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan kurs, dan pertumbuhan utang jika tanpa dilakukan manajemen utang dan saat dilakukan manajemen utang yaitu debt swaps atau moratorium akan menghasilkan hasil yang sedikit berbeda dalam jangka pendek dan cukup berbeda dalam jangka panjang. Inflasi menjadi variabel sangat penting dalam menentukan variasi dari pertumbuhan ekonomi, 11 ◼ ISSN: 1978-1520 pertumbuhan tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan kurs, dan pertumbuhan utang. hal ini hampir sesuai dengan disertasi oleh Azhar bafadal pada tahun 2005. 4. KESIMPULAN Kesimpulan harus mengindikasi secara jelas hasil-hasil yang diperoleh, kelebihan dan kekurangannya, serta kemungkinan pengembangan selanjutnya. Kesimpulan dapat berupa paragraf, namun sebaiknya berbentuk poin-poin dengan menggunakan numbering atau bullet. Kesimpulan harus menjawab tujuan penelitian. Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Utang pemerintah mengalami peningkatan secara terus menerus dan kondisi APBN hampir selalu pada keadaan negatif sehingga perlu dilakukan manajemen utang yang baik 2. kondisi makroekonomi Indonesia dan nilai tukar Indonesia belum menunjukan kekuatan Indonesia dan masih rentan terhadap segala kemungkinan yang ada. Sehingga perlu dilakukan manajemen utang baik agar pembangunan yang dilakukan tidak dibatasi ruang lingkup fiskal yang sempit dengan asumsi bahwa permasalahan social, politik, korupsi, dll dapat pemerintah selesaikan secara cepat 3. Pengalaman manajemen debt swaps di Indonesia belum terlalu banyak dan belum menjadi alat manajemen yang vital bagi Indonesia namun dari pengalam yang ada, sudah menunjukan keuntungan bagi Indonesia 4. Respon dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan kurs, dan pertumbuhan utang saat diberikan shock/guncangan pada pertumbuhan utang ataupun perubahan fiskal pada saat tidak dilakukan manajemen utang dan saat dilakukan manajemen utang yaitu debt swaps atau moratorium akan menghasilkan respon yang cukup berbeda dalam jangka pendek dan jangka panjang. 5. Kontribusi setiap variabel untuk menjelaskan variasi dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan kurs dan pertumbuhan utang jika tanpa dilakukan manajemen utang dan saat dilakukan manajemen utang yaitu debt swaps atau moratorium akan menghasilkan hasil yang sedikit berbeda dalam jangka pendek dan cukup berbeda dalam jangka panjang. Dengan variabel Inflasi menjadi variabel yang sangat penting untuk menentukan variasi setiap variabel yang ada dalam model. 6. Melakukan manajemen utang lebih efektiv mendorong stabilitas makroekonomi dan kurs serta kesinambungan Fiskal atau membantu Indonesia keluar dari debt trap dan middle income trap / macroeconomy stability trap daripada tidak dilakukan manajemen utang. Namun diantara kedua manajemen tersebut, debt swaps lebih efektiv dari pada moratorium dalam jangka yang panjang karena moratorium dapat membuat pemerintah menjadi ketergantungan. hal ini hampir sesuai dengan disertasi oleh Azhar bafadal pada tahun 2005. Pemerintah perlu mengurangi moratorium dan berusaha menciptakan diplomasi yang baik agar debt swaps dapat direalisasikan namun pembangunan yang dilakukan harus sesuai dengan keperluan Indonesia dengan asumsi masalah social, politik, korupsi dapat diminimalkan. Secara ringkas, peneliti sangat setuju untuk dilakukannya manajemen debt swaps dari pada dilakukannya manajemen moratorium. Namun karena ada kendala masalah diplomasi dan sebagainya, keuntungan dari manajemen debt swaps sebenarnya dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan warga negaranya sendiri lewat crowdfunding. Dengan crowdfunding, pemerintah dapat mendapat dana lewat semua warga negaranya lewat kumpulan uang sukarela sehingga pengeluaran pemeritah yang akan dikeluarkan untuk membayar utang 12 IJCCS ISSN: 1978-1520 akan dialihkan terhadap pembangunan karena pembayaran utang akan ditutup oleh hasil crowdfunding. Diluar itu, pemerintah harus tetap melakukan kebijakan pajak yang baik agar dapat menyeimbangkan ekspansif fiskal yang dilakukan pemerintah. 13 ◼ ISSN: 1978-1520 DAFTAR PUSTAKA Gujarati, D. N. (2004). Basic Econometrics fourth edition. New York: The McGraw-Hill Companies. Juanda. (2012). Ekonometrika Deret Waktu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Dr. Ir. Arief Daryanto, M. (2001). Hutang Luar Negeri : Masalah & Alternatif Solusinya. AGRIMEDIA. Volume 7, No.1, 16-23. LPEM FEB UI. (2017). Lonjakan Hutang : Sebuah Kegaduhan yang Tak Berarti. Publikasi LPEM FEB UI. Siahaan, H. (2006). Analisis A Debt-for-Nature Swap sebagai Alternatif Mengurangi Utang Indonesia pada Luar Negeri. Journal The Winners, 81-88. Kementerian Keuangan. (2017). Benarkah Indonesia Darurat Utang ? Kementerian Keuangan. (2018). Nota Keuangan dan APBN. Kementerian Keuangan, & Bank Indonesia. (Januari 2018). Statistik Utang Luar Negeri Indonesia. Kementerian PPN/Bappenas. (2015). Analisis Kebijakan Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah. S, H. D., & Barus, F. V. (Mei 2006). Paris Club. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Study Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia. Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik 70 Indonesia Merdeka. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Ariesandy, D. N. (2017). Penerapan Logit Time Series untuk Menganalisis Kemampuan Indonesia Melunasi Utang Luar Negeri Tahun 2000(I)-2016(II) [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Anggraheni, T. N. (2017). Aplikasi Model Time Series Dalam Studi Kesinambungan Fiskal Indonesia Periode 2009.Q1-2016.Q4 [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Utomo, P. (2016). Analisis Dampak Harga Crude Palm Oil (CPO) terhadap Nilai Tukar Petani Sawit Perkebunan Rakyat di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2015 [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Simamora, I. P. (2015). Analisis Efektivitas Mekanisme Transmisi BI Rate terhadap Inflasi Melalui Jalur Suku Bunga dan Jalur Ekspektasi Inflasi (Periode I 2000-Triwulan III 2014) [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Bafadal, A. (2005). Dampak Defisit dan Utang Pemerintah terhadap Stabilitas Makroekonomi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 14 IJCCS ISSN: 1978-1520 LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel matriks korelasi residual pada model simulasi tanpa manajemen D(LOGPDB) D(LOGIHK) D(LOGTPTBP S) D(EKSPORNE TO) D(LOGKURS) D(LOGUTAN G) D(DEFISITAP BN) D(LOGP DB) 1.00 -0.28 D(LOGI HK) -0.28 1.00 D(LOGTP TBPS) 0.55 -0.19 D(EKSPORN ETO) 0.28 0.07 D(LOGK URS) -0.34 0.78 D(LOGU TANG) -0.46 0.80 D(DEFIS ITAPBN) -0.04 0.19 0.55 -0.19 1.00 -0.04 -0.15 -0.16 0.09 0.28 0.07 -0.04 1.00 -0.12 -0.14 -0.23 -0.34 0.78 -0.15 -0.12 1.00 0.94 0.18 -0.46 0.80 -0.16 -0.14 0.94 1.00 0.21 -0.04 0.19 0.09 -0.23 0.18 0.21 1.00 Sumber: Output Eviews (diolah) Lampiran 2. Tabel matriks korelasi residual pada model simulasi debt swaps D(LOGPDB) D(LOGIHK) D(LOGTPTBP S) D(EKSPORNE TO) D(LOGKURS) D(LOGUTAN G) D(DEFISITAP BN) D(LOGP DB) 1.00 -0.28 D(LOGI HK) -0.28 1.00 D(LOGTP TBPS) 0.58 -0.19 D(EKSPORN ETO) 0.26 0.08 D(LOGK URS) -0.33 0.78 D(LOGU TANG) -0.46 0.80 D(DEFIS ITAPBN) 0.00 0.17 0.58 -0.19 1.00 -0.03 -0.16 -0.17 0.07 0.26 0.08 -0.03 1.00 -0.09 -0.12 -0.24 -0.33 0.78 -0.16 -0.09 1.00 0.94 0.14 -0.46 0.80 -0.17 -0.12 0.94 1.00 0.18 0.00 0.17 0.07 -0.24 0.14 0.18 1.00 Sumber: Output Eviews (diolah) Lampiran 3. Tabel matriks korelasi residual pada model simulasi moratorium D(LOGPDB) D(LOGP DB) 1.00 D(LOGI HK) -0.45 D(LOGTP TBPS) 0.50 D(EKSPORN ETO) 0.10 D(LOGK URS) -0.61 D(LOGU TANG) -0.69 D(DEFIS ITAPBN) 0.00 D(LOGIHK) -0.45 1.00 -0.20 0.13 0.80 0.81 0.16 0.50 -0.20 1.00 -0.02 -0.16 -0.17 0.04 0.10 0.13 -0.02 1.00 0.03 0.01 -0.23 -0.61 0.80 -0.16 0.03 1.00 0.97 0.11 -0.69 0.81 -0.17 0.01 0.97 1.00 0.14 0.00 0.16 0.04 -0.23 0.11 0.14 1.00 D(LOGTPTBP S) D(EKSPORNE TO) D(LOGKURS) D(LOGUTAN G) D(DEFISITAP BN) Sumber: Output Eviews (diolah) 15