Academia.eduAcademia.edu

"Bernalar Ilmiah" Kelompok 16

MAKALAH FILSAFAT ILMU “Bernalar Ilmiah” Dosen Mata Kuliah: Rahadian Indarto Susilo, dr., SpBS(K) Oleh: Kelompok 16 Okla Sekar Martani (NIM: 011918026316) Rachma Wulan Pratiwi S. (NIM: 011918086302) Dandy Pridinaryana Putra (NIM: 011918056305) Nurdini Wilda Salsabila (NIM: 011918046304) Alviannur Halim (NIM: 011918136305) Kashi Ameta Resijiadi J. (NIM: 011918066307) Amandha Boy Timor R. (NIM: 011918166301) I Putu Surya Abidharma (NIM: 011918126303) Alexander Akbar W. Perkasa H (NIM: 011918246302) UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KEDOKTERAN 2019 DAFTAR ISI Halaman Sampul Daftar Isi ................................................................................................................................... 2 Bab I Pendahuluan .................................................................................................................. 3 1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 3 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 3 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 4 Bab II Penalaran Ilmiah......................................................................................................... 5 2.1 Pengertian Penalaran Ilmiah ............................................................................ 5 2.2 Tujuan Penalaran Ilmiah .................................................................................. 5 2.3 Penalaran Deduktif ............................................................................................ 5 2.4 Penalaran Induktif .............................................................................................. 6 2.5 Kesalahan Penalaran.......................................................................................... 9 2.6 Jenis-jenis Salah Nalar .................................................................................... 10 Bab III Penutup ..................................................................................................................... 12 3.1 Kesimpulan....................................................................................................... 12 3.2 Saran .................................................................................................................. 13 Daftar Pustaka........................................................................................................................ 12 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penalaran adalah suatu aktivitas berpikir dalam pengambilan simpulan yang berupa pengetahuan. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ada sebuah proses berpikir pada manusia untuk menghubungkan data dalam sebuah sistem menuju sebuah kesimpulan berupa pengetahuan. Karena kesimpulan tersebut berupa pengetahuan maka diperlukan kesimpulan yang logis. Dengan kata lain penalaran merupakan sebuah proses analisa yang mempergunakan logika ilmiah. Bila manusia melakukan penalaran maka mereka akan menemukan sebuah kebenaran (Suriasumantri, 2001). Berbicara mengenai ilmiah kita juga berbicara mengenai sebuah ilmu. Ilmu adalah suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi menjadi misteri. Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil – dalil tertentu menurut kaidah – kaidah umum. Konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal yaitu adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi. Pengertian ilmu juga mencakup logika, yaitu adanya interpretasi subjektif serta konsistensi dengan realitas sosial (Schulz, 1962; Shapere, 1974; Nazir, 1988). Logika atau penalaran ilmu adalah suatu penarikan kesimpulan dari apa yang dianggap benar dari suatu proses penalaran. Logika merupakan cara berpikir manusia yang disusun berdasarkan pola tertentu. Dengan berpikir, manusia dapat mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan, serta menghubungkan pengertian yang satu dengan lainnya. Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun berkaitan dengan penalaran ilmiah, maka dilakukan penelaahan terhadap hanya dua jenis penarikan kesimpulan yang utama, yakni logika induktif dan logika deduktif. 1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud penalaran ilmiah? 2. Apa saja jenis jenis penalaran ilmiah? 3. Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif? 4. Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Induktif? 5. Apakah macam macam kesalahan dalam penalaran? 3 1.3. Tujuan Penulisan Mengingat pentingnya mengetahui tentang penalaran ilmiah dalam penggunaannya di kehidupan sehari – hari, khusunya dalam bidang kedokteran, maka makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui definisi Penalaran Ilmiah 2. Mengetahui jenis-jenis Penalaran ilmiah 3. Mengetahui definisi Penalaran Deduktif 4. Mengetahui definisi Penalaran Induktif. 5. Memahami macam-macam kesalahan dalam penalaran ilmiah 4 BAB II PENALARAN ILMIAH 2.1 Pengertian Penalaran Ilmiah Penalaran ilmiah adalah sebuah proses berfikir yang menghubungkan antara bukti, fakta ilmiah, dan petunjuk-petunjuk ilmiah yang ada untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Penalaran itu sendiri adalah proses yang sistematis dan logis untuk mendapatkan suatu informasi atau kesimpulan yang sebelumnya belum diketahui. Bahan yang dapat digunakan untuk berfikir tersebut bisa didapatkan dari fakta, informasi, pengalaman, atau bisa juga dari pendapat para ahli. Penalaran ini penting digunakan dalam menghasilkan sebuh karya ilmiah karena dapat mengesampingkan unsur emosi, sentimen pribadi ataupun kelompok, dan tetap berdasarkan pada keilmuan. Adapaun ciri-ciri Penalaran adalah sebagai berikut: a. Adanya suatu pola piker yang secara luas disebut logika. b. Sifat analitik dari proses berfikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berfikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. c. Menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan, keputusan atau sikap yang baru. d. Premis berupa pengalaman atau pengetahuan, bahkan teori yang telah diperoleh. 2.2 Tujuan Penalaran Ilmiah Tujuan dari penalaran adalah untuk menentukan secara logis atau objektif, apakah yang kita lakukan itu benar atau tidak sehingga dapat dilaksanakan. Penalaran ilmiah terbagi menjadi dua, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. 2.3 Penalaran Deduktif Penalaran deduktif atau yang biasa disebut dengan istilah logika minor, merupakan suatu cara berpikir yang berasal dari suatu asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk memperoleh suatu kesimpulan yang bersifat khusus (Mundiri, 2002). Pola penarikan kesimpulan dalam metode deduktif menggunakan pola berpikir yang disebut dengan silogisme. Yaitu berawal dari dua pernyataan atau lebih yang biasa disebut sebagai premis minor dan premis mayor, dan berakhir dengan sebuah kesimpulan yang diperoleh melalui penalaran dari kedua premis tersebut. Contoh dari penalaran deduktif yaitu; premis mayor: perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa; premis minor: menipu merugikan orang lain; kesimpulan: menipu adalah dosa (Supriasumantri, 2001). 5 Penalaran deduktif adalah salah satu cara berpikir logis dan analitik yang berkembang dengan adanya pengetahuan manusia disertai pengamatan yang kritis dan sistematis, yang akhirnya berujung pada suatu usaha untuk menyelesaikan permasalahan secara rasional. Metode deduktif dan paham rasionalisme saling berhubungan erat karena para ilmuwan rasionalis lebih sering menggunakan penalaran deduktif dalam menyusun logika suatu pengetahuan (Mustofa, 2016). Charles S. Pierce, dalam makalahnya yang berjudul “How to make our ideas clear” yang terbit pada tahun 1878, mencetuskan teori kebenaran pragmatis yang sering dikaitkan dengan penalaran deduktif. Teori ini merupakan sebuah proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta nyata yang mendukung semua pernyataan sebelumnya. Bagi kaum pragmatis, kebenaran suatu pernyataan dinilai melalui konsekuensinya pada kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, penalaran deduktif sering dianggap sebagai sebuah metode eksperimen (Supriasumantri, 2001). Kelebihan cara berpikir deduktif adalah efisiensi waktu karena analisis dilakukan secara fokus. Selain itu, karena tujuan yang ingin dicapai lebih jelas maka langkahlangkah berpikir yang digunakan menjadi lebih rapi dan sistematis. Pada deduksi, kesimpulan merupakan suatu konskekuensi logis dari premis-premisnya. Sehingga pada penalaran yang baik, kesimpulan dapat menjadi benar apabila premis-premisnya benar. Kelemahan cara berpikir deduktif adalah terbatasnya aktifitas penarikan kesimpulan pada ruang lingkup tertentu. Apabila salah satu atau kedua premisnya salah, maka kesimpulan yang diperoleh berdasarkan premis tersebut juga akan salah. Logika deduktif tidak memungkinkan kesimpulan yang diperoleh menjadi lebih luas dari premis awalnya, sehingga ilmu pengetahuan menjadi sulit berkembang jika hanya mengandalkan cara berpikir ini. Selain itu, pada logika deduktif, kebenaran premis tidak dapat diuji, hanya kebenaran bentuk atau pola penalarannya saja yang dapat diuji (Mustofa, 2016). 2.4 Penalaran Induktif Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari pengamatan terhadap hal yang bersifat partikular kedalam gejala-gejala yang bersifat umum atau universal. Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran ini bertolak dari kenyataan yang bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri dengan statemen yang bersifat komplek dan umum (Rapar, 1996). 6 Ciri khas dari penalaran induktif adalah generalisasi. Generalisasi dapat dilakukan dengan dua metode yang berbeda. Pertama, yang dikenal dengan istilah induksi lengkap, yaitu generalisasi yang dilakukan dengan diawali hal-hal partikular yang mencakup keseluruhan jumlah dari suatu peristiwa yang diteliti. Seperti dalam kasus: penelitian bahwa di depan setiap rumah di desa ada pohon kelapa, kemudian digeneralisasikan dengan pernyataan umum “setiap rumah di desa memiliki pohon kelapa.” Maka generalisasi macam ini tidak bisa diperdebatkan dan tidak pula ragukan (Hadi & Gallagher, 1994). Kedua, yang dilakukan dengan hanya sebagian hal partikular, atau bahkan dengan hanya sebuah hal khusus. Poin kedua inilah yang biasa disebut dengan induksi tidak lengkap (Rapar, 1996). Dalam penalaran induksi atau penelitian ilmiah sering kali tidak memungkinkan menerapkan induksi lengkap, oleh karena itu yang lazim digunakan adalah induksi tidak lengkap. Induksi lengkap dicapai manakala seluruh kejadian atau premis awalnya telah diteliti dan diamati secara mendalam. Namun jika tidak semua premis itu diamati dengan teliti, atau ada yang terlewatkan dan terlanjur sudah diambil suatu kesimpulan umum, maka diperolehlah induksi tidak lengkap (Hadi & Gallagher, 1994). Bahkan manakala seseorang seusai mengamati hal-hal partikular kemudian mengeneralisasikannya, maka sadar atau tidak, ia telah menggunakan induksi. Generalisasi di sini mungkin benar mungkin pula salah, namun yang lebih perlu dicermati adalah agar tidak terjadi sebuah kecerobohan generalisasi. Misalnya “sarjana luar negeri lebih berkualitas daripada sarjana dalam negeri.” Jenis induksi tidak lengkap inilah yang sering kita dapati. Alasanya sederhana, keterbatasan manusia (Hadi & Gallagher, 1994). Induksi sering pula diartikan dengan istilah logika mayor, karena membahas pensesuaian pemikiran dengan dunia empiris, ia menguji hasil usaha logika formal (deduktif), dengan membandingkannya dengan kenyataan empiris (Mundiri, 2002). Sehingga penganut paham empirism yang lebih sering mengembangkan pengetahuan bertolak dari pengalaman konkrit. Yang akhirnya mereka beranggapan satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang diperoleh langsung dari pengalaman nyata. Dengan demikian secara tidak langsung penggiat aliran inilah yang sering menggunakan penalaran induktif. Karena Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi indrawi atau empiris. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum (Suriasumantri, 2001). Inilah alasan atas eratnya ikatan antara logika induktif dengan istilah generalisasi, serta empirisme (Mustofa, 2016). 7 Berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L. Searles (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 1996 : 91-92), diperlukan proses penalaran sebagai berikut: 1. Langkah pertama adalah mengumpulkan fakta-fakta khusus. Pada langkah ini, metode yang digunakan adalah observasi dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, sedangkan eksperimen dilakukan untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari. 2. Langkah kedua adalah perumusan hipotesis. Hipotesis merupakan dalil atau jawaban sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi penelitian lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat, diantaranya dapat diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan dalil-dalil yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan fokus kajian. 3. Langkah ketiga adalah mengadakan verifikasi. Hipotesis merupakan perumusan dalil atau jawaban sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga dibandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum. Proses verifikasi adalah satu langkah atau cara untuk membuktikan bahwa hipotesis tersebut merupakan dalil yang sebenarnya. Verifikasi juga mencakup generalisasi untuk menemukan dalil umum, sehingga hipotesis tersebut dapat dijadikan satu teori. 4. Langkah keempat adalah perumusan teori dan hukum ilmiah berdasarkan hasil verifikasi. Baik penalaran induktif ataupun deduktif kesemuanya memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Yang mana keduanya telah ikut memberikan corak cara berfikir ilmiah modern saat ini. Jika berpijak pada induktif semata maka ilmu pengetahuan akan berada dalam suatu “kegelapan ilmiah” begitu pula jika hanya pada deduktif belaka maka ia tidak akan maju. Maka dari itu dengan berkaca pada aspek positif dan negatif dari keduanya, orang kemudian mencoba mengkolaborasikan, memodifikasi, dan mengembangkan keduanya menjadi sebuah sistem penalaran ilmiah modern saat ini (scientific method), atau dalam istilah John Dewey dikenal dengan berpikir reflektif (reflective thinking) (Mustofa, 2016). 8 2.5 Kesalahan Penalaran Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Salah nalar dapat terjadi di dalam proses berpikir untuk mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada cara penarikan kesimpulan. Salah nalar lebih dari kesalahan karena gagasan, struktur kalimat, dan karena dorongan emosi. Salah nalar ada dua macam: 1. Salah nalar induktif, berupa : a. kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas, b. kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat, c. kesalahan analogi. 2. Kesalahan deduktif dapat disebabkan : a. kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi; b. kesalahan karena adanya term keempat; c. kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi; dan d. kesalahan karena adanya 2 premis negatif. Fakta atau data yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar. Pengertian dan contoh salah nalar diantaranya berupa gagasan, pikiran, kepercayaan, dan simpulan yang salah, keliru, atau cacat. Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis misalnya. Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang kita persoalkan disini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran yang kita sebut salah nalar. Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan karena materi dan proses penalarannya yang merupan kesalahan formal. Gagasan, pikiran, kepercayaan atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut sebagai salah nalar. Berikut ini salah nalar yang berhubungan dengan induktif, yaitu : 1. Generelisasi terlalu luas Contoh : perekonomian Indonesia sangat berkembang 2. Analogi yang salah 9 Contoh : ibu Yuni, seorang penjual batik, yang dapat menjualnya dengan harga terjangkau. Oleh sebab itu, ibu Lola seorang penjual batik, tentu dapat menjualya dengan harga terjangkau. 2.6 Jenis – jenis salah nalar A. Deduksi yang salah Simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis yang salah atau tidak memenuhi persyaratan. Contoh: a. Kalau listrik masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas. b. Semua gelas akan pecah bila dipukul dengan batu. B. Generalisasi terlalu luas Salah nalar ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah. Contoh: a. Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia Pancasilais sejati. b. Anak-anak tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu cepat pecah. C. Pemilihan terbatas pada dua alternatif Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan jawaban yang ada. Contoh: Orang itu membakar rumahnya agar kejahatan yang dilakukan tidak diketahui orang lain. D. Penyebab Salah Nalar Salah nalar ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran maksud. Contoh: a. Broto mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan mengurusi makam leluhurnya. b. Anak wanita dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah jodohnya. E. Analogi yang Salah 10 Salah nalar ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain. Contoh: Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik. F. Argumentasi Bidik Orang Salah nalar jenis ini disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang diembannya. Contoh: Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena petugas penyuluhannya memiliki enam orang anak. 11 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Penalaran ilmiah adalah sebuah proses berfikir yang menghubungkan antara bukti, fakta ilmiah, dan petunjuk-petunjuk ilmiah yang ada untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Penalaran itu sendiri adalah proses yang sistematis dan logis untuk mendapatkan suatu informasi atau kesimpulan yang sebelumnya belum diketahui. Terdapat dua jenis metode penalaran yaitu penalaran deduktif dan induktif. Penalaran deduktif adalah suatu cara berpikir yang berasal dari suatu asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk memperoleh suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari pengamatan terhadap hal yang bersifat partikular kedalam gejala-gejala yang bersifat umum atau universal. Salah nalar dapat terjadi di dalam proses berpikir untuk mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada cara penarikan kesimpulan. Kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, ketidaktahuan, mapupun kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. 3.1 Saran Konsep tentang penalaran ilmiah perlu diperhatikan pada setiap orang, terutama akademisi yang harus belajar sepanjang hayat. Dengan menerapkan penalaran ilmiah pada setiap aktivitas, kita dapat berpikir secara logis dan sistematis, serta mampu berpikir kritis terhadap fakta, data maupun bukti yang ada. Sehingga kita lebih bijak dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya. 12 DAFTAR PUSTAKA Hadi, PH. Gallagher, KT. 1994. Epistemologi, Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius. Mundiri. 2002. Logika. Jakarta: Rajawali Pers dan Badan Penerbitan IAIN Walisongo. Mustofa, I. 2016. Jendela Logika dalam Berpikir: Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran Ilmiah. Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Vol. 6, No. 2. Nazir, M. 1988.Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Rapar, JH.1996, Pengantar Logika: Asas-Asas Penalaran Sistematis. Yogyakarta: Kanisius. Schultz, T. 1962. “Reflection on investment in man”. Journal of Political Economy, Vol. 70.1. http://dx.doi.org/10.1086/258723. Shapere, D. 1974. Galileo : A philosophical study. Chicago: University of Chicago Press. Suriasumantri, JS. 2001. Ilmu dalam perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Supriasumantri, JS. 2001. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan. Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 1996. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty 13 Penalaran Ilmiah Kelompok 16 OKLA SEKAR MARTANI (NIM: 011918026316) RACHMA WULAN PRATIWI S. (NIM: 011918086302) DANDY PRIDINARYANA PUTRA (NIM: 011918056305) NURDINI WILDA SALSABILA (NIM: 011918046304) ALVIANNUR HALIM KASHI (NIM: 011918136305) AMETA RESIJIADI J. (NIM: 011918066307) AMANDHA BOY TIMOR R. I (NIM: 011918166301) PUTU SURYA ABIDHARMA (NIM: 011918126303) ALEXANDER AKBAR W. PERKASA H (NIM: 011918246302) Outline 1. Pengertian Penalaran Ilmiah 2. Tujuan Penalaran Ilmiah 3. Jenis Penalaran Ilmiah 4. Kesalahan Penalaran 5. Kesimpulan dan Saran Pengertian Penalaran Ilmiah  Penalaran ilmiah adalah sebuah proses berfikir yang menghubungkan antara bukti, fakta ilmiah, dan petunjuk-petunjuk ilmiah yang ada untuk mendapatkan suatu kesimpulan.  Proses yang sistematis dan logis untuk mendapatkan suatu informasi atau kesimpulan yang sebelumnya belum diketahui.  (Suriasumantri, 2001) Ciri Penalaran Ilmiah Adanya suatu pola piker yang secara luas disebut logika. Sifat analitik dari proses berfikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berfikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan, keputusan atau sikap yang baru. Premis berupa pengalaman atau pengetahuan, bahkan teori yang telah diperoleh. Tujuan Penalaran Ilmiah Untuk menentukan secara logis atau objektif, apakah yang kita lakukan itu benar atau tidak sehingga dapat dilaksanakan Jenis Penalaran Ilmiah Penalaran Deduktif Penalaran Induktif Penalaran Deduktif Penalaran deduktif atau yang biasa disebut dengan istilah logika minor, merupakan suatu cara berpikir yang berasal dari suatu asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk memperoleh suatu kesimpulan yang bersifat khusus (Mundiri, 2002). Silogisme  dua pernyataan atau lebih yang biasa disebut sebagai premis minor dan premis mayor, dan berakhir dengan sebuah kesimpulan yang diperoleh melalui penalaran dari kedua premis tersebut (Supriasumantri, 2001).  Contoh:    premis mayor: perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa;  premis minor: menipu merugikan orang lain;  kesimpulan: menipu adalah dosa. Penalaran Deduktif  Metode deduktif dan paham rasionalisme saling berhubungan erat karena para ilmuwan rasionalis lebih sering menggunakan penalaran deduktif dalam menyusun logika suatu pengetahuan (Mustofa, 2016).  Penalaran deduktif sering dianggap sebagai sebuah metode eksperimen (Supriasumantri, 2001).   proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan faktafakta nyata yang mendukung semua pernyataan sebelumnya. Penalaran Deduktif Kelebihan Kelemahan  efisiensi waktu karena analisis dilakukan secara fokus.   langkah-langkah berpikir yang digunakan menjadi lebih rapi dan sistematis.    penalaran yang baik, kesimpulan dapat menjadi benar apabila premis-premisnya benar     terbatasnya aktifitas penarikan kesimpulan pada ruang lingkup tertentu. tidak memungkinkan kesimpulan yang diperoleh menjadi lebih luas dari premis awalnya kebenaran premis tidak dapat diuji, hanya kebenaran bentuk atau pola penalarannya saja yang dapat diuji (Mustofa, 2016) Penalaran Induktif      Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari pengamatan terhadap hal yang bersifat partikular kedalam gejala-gejala yang bersifat umum atau universal (Rappar, 1996). proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum (Suriasumantri, 2001). Ciri Penalaran Induktif  Generalisasi  induksi lengkap, yaitu generalisasi yang dilakukan dengan diawali hal-hal partikular yang mencakup keseluruhan jumlah dari suatu peristiwa yang diteliti (Hadi & Gallagher, 1994).  Induksi tidak lengkap, jika tidak semua premis itu diamati dengan teliti, atau ada yang terlewatkan dan terlanjur sudah diambil suatu kesimpulan umum (Hadi & Gallagher, 1994)   Induksi  istilah logika mayor  membahas pensesuaian pemikiran dengan dunia empiris, ia menguji hasil usaha logika formal (deduktif), dengan membandingkannya dengan kenyataan empiris (Mundiri, 2002).  Langkah Penalaran Induktif 1 •mengumpulkan fakta-fakta khusus. •metode yang digunakan adalah observasi dan eksperimen. 2 •perumusan hipotesis. •Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat, diantaranya dapat diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan dalil-dalil yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan fokus kajian. 3 •mengadakan verifikasi. •Untuk membuktikan bahwa hipotesis tersebut merupakan dalil yang sebenarnya. •Verifikasi juga mencakup generalisasi untuk menemukan dalil umum. •perumusan teori dan hukum ilmiah berdasarkan hasil verifikasi. 4 Penalaran Deduktif dan Induktif Digunakan secara kolaboratif, memodifikasi dan mengembangkan kedua penalaran tersebut. Scientific method and reflective thinking (Mustofa, 2016) Kesalahan Penalaran  Terjadi karena ada kesalahan pada cara penarikan kesimpulan. Salah nalar lebih dari kesalahan karena gagasan, struktur kalimat, dan karena dorongan emosi.  Penyebab kesalahan penalaran:   Berupa gagasan, pikiran, kepercayaan, dan simpulan yang salah, keliru, atau cacat.  Kesalahan ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan  Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis misalnya.  Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu.    Kesalahan Penalaran Deduktif Induktif kesalahan kesalahan kesalahan kesalahan karena premis mayortidak dibatasi; karena adanya termkeempat; kesalahan karena kesimpulanterlalu luas/tidak dibatasi; dan kesalahan karena adanya 2 premis negatif. karena generalisasi yang terlalu luas, penilaian hubungan sebab-akibat, kesalahan analogi. Jenis Salah Nalar 1. Deduksi yang salah  Simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.   Contoh:  Kalau listrik masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas.   Semua gelas akan pecah bila dipukul dengan batu.  2. Generalisasi terlalu luas  Salah nalar ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah.   Contoh:  Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia Pancasilais sejati.   Anak-anak tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu cepat pecah.  Jenis Salah Nalar 3. Pemilihan terbatas pada dua alternatif  Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan jawaban yang ada.  Contoh:  Orang itu membakar rumahnya agar kejahatan yang dilakukan tidak diketahui orang lain.   4. Penyebab Salah Nalar  Salah nalar ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran maksud.  Contoh:  Broto mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan mengurusi makam leluhurnya.  Anak wanita dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah jodohnya.  Jenis Salah Nalar 5. Analogi yang Salah  terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain.  Contoh:   Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik.  6. Argumentasi Bidik Orang  Salah nalar jenis ini disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang diembannya.  Contoh:  Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena petugas penyuluhannya memiliki enam orang anak. Penutup Kesimpulan      Penalaran ilmiah adalah sebuah proses berfikir yang menghubungkan antara bukti, fakta ilmiah, dan petunjuk-petunjuk ilmiah yang ada untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Terdapat dua jenis metode penalaran yaitu penalaran deduktif dan induktif.  Salah nalar dapat terjadi di dalam proses berpikir untuk mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada cara penarikan kesimpulan. Saran  Konsep tentang penalaran ilmiah perlu diperhatikan pada setiap orang. Dengan menerapkan penalaran ilmiah pada setiap aktivitas, kita dapat berpikir secara logis dan sistematis, serta mampu berpikir kritis terhadap fakta, data maupun bukti yang ada. Daftar Pustaka Hadi, PH. Gallagher, KT. 1994. Epistemologi, Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius. Mundiri. 2002. Logika. Jakarta: Rajawali Pers dan Badan Penerbitan IAIN Walisongo. Mustofa, I. 2016. Jendela Logika dalam Berpikir: Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran Ilmiah. Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Vol. 6, No. 2. Nazir, M. 1988.Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Rapar, JH.1996, Pengantar Logika: Asas-Asas Penalaran Sistematis. Yogyakarta: Kanisius. Schultz, T. 1962. “Reflection on investment in man”. Journal of Political Economy, Vol. 70.1. http://dx.doi.org/10.1086/258723. Shapere, D. 1974. Galileo : A philosophical study. Chicago: University of Chicago Press. Suriasumantri, JS. 2001. Ilmu dalam perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Supriasumantri, JS. 2001. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan. Terimakasih KELOMPOK 16