Academia.eduAcademia.edu

Dakwah Walisongo

2019, Walisongo

Penyebaran agama islam di indonesia wali songonriwayat dan sejarah hidup

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM MASA WALISONGO DI JAWA Dosen Pengampu: M.Mukhlis Fahruddin, M.S.I Disusun Oleh: Radhwa Hayyu Aufa Haq (16620067) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2017 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul Dakwah Walisongo ini dapat tersusun hingga selesai. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Malang,18 Februari 2017 Penyusun DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI...............................................................................................................................................2 BAB I 3 PENDAHULUAN 3 Latar Belakang 3 Rumusan Masalah 3 Tujuan 4 BAB II 5 PEMBAHASAN 5 Tujuan Dakwah 5 Metode Dakwah 5 Hasil Dakwah 8 Tantangan dan Hambatan 9 BAB III 11 PENUTUP 11 Kesimpulan 11 Saran 11 DAFTAR PUSTAKA 12 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menyiarkan agama Islam merupakan kewajiban bagi setiap muslim, karena hal itu diperintah oleh Islam. Setiap muslim harus menyiarkan agamanya, baik yang pengetahuannya sedikit apalagi yang banyak, kepada orang lain yang belum mengetahuinya. Pada abad 15 para saudagar muslim telah mencapai kemajuan pesat dalam usaha bisnis dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota bisnis di sepanjang pantai Utara. Komunitas ini dipelopori oleh Walisongo yang membangun masjid pertama di tanah Jawa, Masjid Demak yang menjadi pusat agama yang mempunyai peran besar dalam menuntaskan Islamisasi di seluruh Jawa. Walisongo berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari hadramaut. Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi dari arab saudi dan daerah arab lain yang tidak menganut syiah. Penyebaran agama Islam di Jawa terjadi pada waktu kerajaan Majapahit runtuh disusul dengan berdirinya kerajaan Demak. Era tersebut merupakan masa peralihan kehidupan agama, politik, dan seni budaya. Di kalangan penganut agama Islam tingkat atas ada sekelompok tokoh pemuka agama dengan sebutan Wali. Zaman itu pun dikenal sebagai zaman “kewalen”. Para wali itu dalam tradisi Jawa dikenal sebagai “Walisanga”, yang merupakan lanjutan konsep pantheon dewa Hindhu yang jumlahnya juga Sembilan orang. Adapun Sembilan orang wali yang dikelompokkan sebagai pemangku kekuasaan pemerintah yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati. Rumusan Masalah Apa tujuan dakwah Walisongo? Apa saja metode dakwah Walisongo? Bagaimana hasil dakwah Walisongo di Indonesia? Bagaimana tantangan dan hambatan Walisongo selama menyebarkan agama Islam? Tujuan Mengetahui tujuan dakwah Walisongo. Mengetahui metode dakwah Walisongo. Mengetahui hasil dakwah Walisongo di Indonesia. Mengetahui tantangan dan hambatan Walisongo selama menyebarkan agama Islam. BAB II PEMBAHASAN Tujuan Dakwah Walisongo dakwah bertujuan untuk mengajak masyarakat ke jalan yang benar yaitu agama Islam. Selain itu juga menunaikan ajaran Islam bahwa kita wajib untuk berdakwah. Anjuran untuk dakwah dijelaskan pada ayat Al-Imran ayat 104 yang artinya “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Selain itu tujuan dakwah walisongo adalah menanamkan akidah pada setiap hati seseorang, sehingga keyakinan tentang ajaran Islam tidak tercampur dengan rasa keraguan. Salah satu caranya dengan menggunakan sarana mitologi Hindu. Tujuan dakwah yang kedua yaitu untuk tujuan hukum. Dakwah harus diarahkan kepada kepatuhan setiap orang terhadap hukum yang telah disyariatkan oleh Allah SWT. Salah satu cara dakwah Walisongo dalam hal ini yaitu membentuk nilai tandingan bagai ajaran Yoga-Tantra yang berasaskan Malima. Tujuan dakwah yang terakhir yaitu menanamkan nilai-nilai akhlak kepada masyarakat Jawa sehingga terbentuk pribadi muslim dan muslimah yang memiliki budi perkerti yang luhur dan sifat yang terpuji. Metode Dakwah Dalam berdakwah secara konseptual, Walisongo menerapkan metode yang disebut mau’idhah al-hasanah wal mujadalah hiya ahsan. Metode ini digunakan oleh mereka untuk pemimpin, orang terpandang dalam masyarakat. Dasar metode ini merujuk pada ayat Al-Quran surah Al-Nahl ayat 125 yang artinya “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Metode yang dikembangkan oleh para Wali dalam gerakan da‘wahnya adalah lebih banyak melalui media kesenian budaya setempat disamping melaui jalur sosial ekonomi. Sebagai contoh adalah dengan media kesenian wayang dan tembang-tembang Jawa yang dimodifikasi dan disesuaikan oleh para Wali dengan konteks da‘wah. Wahyu, Sejarah Dakwah , hlm.174. Proses Islamisasi di pulau Jawa berjalan dengan aman dan damai, tanpa ada pergolakan serta kegoncangan psikologis dan sosial. Hal ini disebabkan para Wali lebih menggunakan pendekatan kultural, yang serat dengan simbol-simbol kebudayaan lokal, seperti wayang dan gemelan. Akultrasi kebudayaan yang dipelapori Walisongo dilanjutkan oleh para juru da‘wah berikutnya, sehingga pengamalan dan praktek Islam di Jawa terasa amat khas. Agama dan budaya berjalan secara selaras, serasi, dan seimbang. Budiono, Wali Songo, hlm.5. Secara lebih spesifiknya pengembangan da‘wah yang dilakukan oleh Sembilan Wali dapat kita analisis sebagai berikut: Maulana Malik Ibrahim Adapun pola pengembangan da‘wah yang beliau lakukan adalah sebagai berikut: Bergaul dengan Para Remaja. Wahyu, loc. cit., hlm.174. Analisis yang sederhana bahwa dengan berinteraksi dengan para remaja akan membuat Malik Ibrahim mengerti akan karakter para remaja tersebut  dan tentunya memudahkan beliau dalam menyebarkan agama karena sudah paham bagaimana cara menyampaikan kebenaran ajaran Islam kepada mereka tersebut. Membuka pendidikan pesantren. Ibid, hlm.174. Dimana anak-anak yang ingin mendalami pengetahuan agama akan di didik yang pada selanjutnya akan dipersiapkan sebagai kader Da‘i yang bisa terjun kedalam masyarakat bahkan bisa membangun pondok-pondok pesantren dalam hal mengabdikan ilmunya kepada masyarakat. Dan pada selanjutnya pula dari pondok-pondok tersebut akan kembali lahir para Da‘i handal. Dan begitulah seterusnya hingga estapet perjalanan tersebut akan terus berlanjut hingga saat ini. Sunan Ampel Beliau adalah orang yang mempelapori pendirian Mesjid Agung Demak. Mesjid tersebutlah yang kemudian dirancang sebagai sentral seluruh aktivitas pemerintah dan sosial kemasyarakat. Dan kemudian hari Mesjid inilah yang kemudian dikenal dengan Mesjidnya Para Wali. Ibid, hlm.175. Sunan Giri         Adapun pola dakwah yang telah dikembangkan beliau adalah : Membina kader da‘i inti, yaitu mereka yang di didik di perguruan Giri. Mengembangkan Islam keluar pulau Jawa. Pola da‘wah yang dikembangkannya dan tidak dilakukan oleh wali-wali sebelumnya adalah usahanya mengirim anak muridnya ke pelosok-pelosok Indonesia untuk menyiarkan Islam, misalnya Pulau Madura, Bawean, Kangean, bahkan sampai ke Ternate dan Huraku yakni Kepulauan Maluku. Menyelenggarakan Pendidikan bagi masyarakat secara luas, yaitu dengan mewujudkan gemelan saketan, kesenian wayang kulit yang sarat berisikan ajaran Islam, merintis permainan-permainan anak yang berisikan ajaran Islam, serta mengarang lagu-lagu Jawa yang disisipi dengan ajaran Islam. Sunan Kudus      Beliau adalah seorang pujuangga besar  yang memiliki kreativitas yang mampu mengarang dongeng-dongeng pondok yang besifat dan berjiwa seni Islam.  Dan dengan kreativitas yang dimiliki beliau tersebut. Beliau mampu membaur dengan masyarakat, meleburkan diri dengan budaya setempat dan mampu menarik simpati masa yang pada selanjutnya ini dimanfaatkan untuk syiar da‘wah Islam. Sunan Bonang Program da‘wah yang dilakukanya adalah : Pemberdayaan dan peningkatan jumlah dan mutu kader da‘i. Memasukkan pengaruh Islam kedalam kalangan bangsawan karaton Majapahit. Terjun langsung ketengah-tengah masyarakat. Dalam berinteraksi dengan masyarakat tersebut beliau menciptakan gending-gending atau tembang-tembang jawa yang serat dengan misi pendidkan dan da‘wah. Melakukan kondifikasi atau pembukuan da‘wah. Kodifikasi pesan da‘wah atau ajaranya dilakukan oleh murid-muridnya. Kitab ini ada yang berbentuk puisi maupun prosa. Kitab inilah yang kemudian dikenal dengan Suluk Sunan Bonang. Ibid, hlm.176-178. Sunan Drajad Adapun pola da‘wah yang dikembangkan beliau adalah : Mendirikan pusat-pusat pos bantuan. b. Membuat kampung-kampung percontohan. c. Menanamkan ajaran kolektivisme, yaitu ajaran untuk bergotong royang. d. Di bidang kesenian beliau menciptakan tembang-tembang jawa, yaitu pangkur. Ibid, hlm.178. 7. Sunan Gunug Jati Strategi metode pengembangan da‘wah yang dilakukan Sunan Gunung Jati lebih terfokus pada job description atau pembagian tugas diantaranya: Melakukan pembinaan intern kesultanan dan rakyat yang masuk dalam wilayah Demak ditangan Wali senior. Dengan program utamanya adalah masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah harus segera diislamkan sebab mereka merupakan kekuatan pokok. Sunan Gunung Jati mengorientasikan da‘wahnya pada pertahanan di Jawa bagian Barat dari ekspansi Asing. Melakukan pembinaan terhadap luar daerah dengan menyerahkan tanggung jawabnya kepada para pemuda. Ibid, hlm 179. Sunan Kalijaga Pola da‘wah yang telah dikembangkannya adalah: a. Mendirikan pusat pendidikan di Kadilengu. b. Berdakwah lewat kesenian. c. Memasukkan hikayat-hikayat Islam ke dalam permainan wayang. Dan beliau ini merupakan pencipta wayang kulit dan pengarang buku-buku wayang yang mengandung cerita dramatis dan berjiwa Islam. Ibid, hlm 179. 9. Sunan Muria Adapun pola da‘wah yang dikembangkan oleh Sunan Muria adalah: Menjadikan daerah pelosok-pelosok pengunungan sebagai pusat kegiatan da‘wah. Berdakwah melalui jalur kesenian. Dengan menciptakan sinom, kinanti, dan sebagainnya. Ibid, hlm.180. Hasil Dakwah Bangsa Indonesia sekarang ini mayoritas warganya memeluk agama Islam dan sebagian besar berdiam di Pulau Jawa. Semua itu apabila kita telaah dengan teliti merupakan hasil kerja dakwah yang dilakukan oleh Walisongo tempo dulu. Hasil dakwah walisongo salah satunya pengIslaman yang dilakukan oleh Sunan Ampel dan kawan-kawannya yang telah berhasil mengIslamkan Adipati Arya Damar, istri serta anak negerinya di Palembang. Prabu Brawijaya dan permaisuri (Putri Darawati), sekalipun yang berhasil diIslamkan secara benar adalah permaisurinya saja. Dakwah Sunan Ampel juga berhasil mengIslamkan Sri Lembu Peteng dari Madura. Sunan Kalijaga telah berhasil mengIslamkan Ki Gede Pandanaran (Adipati Semarang) yang kemudian menjadi wali Naubah yang bergelar Sunan Tembayat, dan akhirnya diikuti oleh Syekh Dogma, Ki Cakrajaya dari Purworejo memeluk Islam atas desakan Kanjeng Sunan Kalijaga. Sunan Ampel melakukan pemencaran dari para mubalig dakwah. Pemencaran tersebut ke beberapa daerah seperti Blambangan, Pasuruan, Semarang, Madura, Banten, Ponorogo, Cirebon, Demak, dan Majagung. Murid-murid dan kader-kader hasil didikan Walisongo disebut wali Nukhba atau pengikut. Adapun wali Nukhba yaitu Sunan Tembayat, Sunan Giri Parapen, Sunan Wijil Kadilangu, Pangeran Kawengga, Ki Gede Kenanga di Pengging, Pangeran Kunang, Pangeran Cirebon, Pangeran Karangayam, Ki Ageng Sela, Pangeran Panggung, Pangeran Surapringga, Ki Ageng Jurumartani, Ki Gunung Kidul, Ki Ageng Pemanahan di Kota Gede Yogyakarta dan masih banyak lagi. Tantangan dan Hambatan Pada daerah yang paling sedikit di Hindu-Budhakan di situlah yang paling dapat mendalam dan banyak daerah yang di Islamkan. Demikian pula sebaliknya, daerah-daerah yang banyak terkena pengaruh Hindu-Budha (kecuali Bali), di daerah itulah corak Islam sangat sedikit. Sedangkan Walisongo berdakwah justru di Jawa, masyarakat Jawa terkena pengaruh Hindu-Budha yang apling mendalam dan sulit berasimilasi. Ridin Sofwan, H.Wasit, dan H.Mundiri, Islamisasi di Jawa, hlm.285. Dakwah Walisongo melawan unsur-unsur kejawaan kurang lebih 15 abad. Sehingga dalam dakwahnya Walisongo meninggalkan pengaruh corak keIslaman yang sinkretis, kejawaan, keHinduan-Budhaan. Kedatangan Islam di Jawa hampir bersamaan dengan kedatangan orang Barat untuk menjajah. Islam datang ke Indonesia kurang lebih dua ratus tahun setelah Imam Ghozali meninggal dunia. Jadi kedatangan Islam ke Jawa bisa dikatan setelah masa kejayaan Islam itu habis. Setelah Majapahit runtuh, Islam mulai berkembang. Berkembangnya Islam di Jawa segera disusul dengan kedatangan orang-orang Barat yang ingin menjajah, akibatnya seluruh energi dan perhatian umat hanya diarahkan untuk melawan orang-orang Barat tersebut. Baru sekitar tahun 1945, sebagai akibat dari semua itu umat Islam dalam cara berpikir hanya berjuang melawan orang-orang Barat. Itulah sebabnya Islam di Indonesia belum sempat menciptakan peradaban, belum sempat membenahi ke dalam. Penduduk Jawa kurang mengindahkan syariat Islam karena kurangnya pemaham tasawuf, khusunya yang dikembangkan Sunan Kalijaga. Diduga munculnya Islam Abangan yang banyak berperilaku bid’ah dari Syekh Lemah Abang (Siti Jenar). Selain itu piwulang ingakang mboten ngeblak tetapi hanya dengan wayang sekaten, kidung dan lain-lain, dan cara menghilangkan kultur lama dari Jawa Hindu-Budha yang tidak revolusioner, tetapi reformis bahkan refisioner, akibatnya memunculkan corak keIslaman tersendiri. Corak tersebut menyebar luas dan berkembang di masyarakat sukar sekali diatasi sehingga terus hidup menjadi adat istiadat yang mengakar dan akhirnya menjadi perilaku yang salah semakin jauh dari zaman kewalian. Para wali telah wafat dan tidak tergantikan oleh tenaga dakwah yang sekaliber dengan mereka. Akhirnya agenda pengIslaman yang belum sempurna terbengkalai dan menjadi Islam separoh-separoh. Belum ada da’i baru yang sekaliber Walisongo untuk menyempurnakan Islam abangan menjadi mutihan. Ibid., hlm.287. Meskipun para wali menyebarkan dakwah Islam secara persuasif, tetap saja halangan dari orang-orang yang tidak suka pada perkembangan agama Islam bertubi-tubi bahkan tidak jarang membahayakan nayawa para wali. Sebagai contoh menyingkirnya Syekh Maulana Ishak dari Blambangan dengan meninggalkan istrinya yang sedang hamil 7 bulan. Ibid., hlm.287-288. Murid-murid Walisongo tidak sekuat dan setaat lagi, baik dalam pengetahuan maupun pengabdiannya kepada Islam, akibatnya terjadilah proses degaradasi. Hal ini ditambah pula oleh kondisi bahwa sisa-sisa Hindhu-Budha yang merasa dirugikan oleh gerakan dakwah Walisongo tidak segan-segan mendapatkan kejayaannya dengan bekerja sama dengan para penjajah. Hal itu yang mengakibatkan hambatan kesempurnaan Islamisasi di Indonesia. Hindu-Budha, Portugis, Belanda, dan kaum imperalis maupun sebagai missionaris Nasrani memiliki tujuan yang sama yaitu mencabut iman-Islam dari hati rakyat Jawa dan Indonesia. Akan tetapi tidak membawa hasil yang memuaskan. Ibid, hlm.288. BAB III PENUTUP Kesimpulan Pada dasarnya tujuan dakwah Walisongo untuk menanamkan akidah ke dalam hati setiap orang dengan sasaran masyarakat luas. Walisongo berdakwah dengan berbagai metode dan hasilnya mayoritas orang Jawa menganut agama Islam. Dalam menyampaikan dakwah Walisongo mengalami beberapa tantangan dan rintangan. Saran Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih focus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat di pertanggung jawabkan. DAFTAR PUSTAKA Sofwan, Ridin. 2004. Islamisasi di Jawa. Malang: UIN Press. Sutrisno,  Budiono Hadi. 2007. Wali Songo. Yogjakarta: Media Pustaka. Illahi, Wahyu dan Harjani Hefni. 2007. Sejarah Dakwah. Bandung: Kencana. 13