ii
KATA SAMBUTAN
Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (UU No. 24/2007), Pemerintah melalui Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) sesuai dengan mandatnya menyiapkan dokumen
Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Bencana (JAKSTRA PB) 2015-2019. Dokumen
JAKSTRA PB ini disusun berdasarkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019, Naskah Akademis RENAS PB 2015-2019, dan Sendai
Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030.
RPJMN 2015-2019 telah memasukkan penanggulangan bencana dan pengurangan risiko
bencana dengan sasaran strategis nasional : Menurunnya indeks risiko bencana pada
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang berisiko tinggi. Kebijakan penurunan indeks
risiko bencana adalah sebesar 30 % dari tahun 2015 sampai dengan 2019. Strategi yang
dilakukan adalah meningkatkan kapasitas penanggulangan bencana di Kabupaten/Kota
dengan melaksanakan 71 indikator ketangguhan. Stakeholder yang terkait dengan
JAKSTRA PB ini meliputi 23 Kementerian/Lembaga, TNI, Polri dan non
Kementerian/Lembaga.
Dengan tersusunnya JAKSTRA PB 2015-2019, diharapkan dapat menjadi masukan bagi
Kementerian/Lembaga dalam menyusun rencana kerja yang berkonstribusi dalam
penanggulangan bencana. Secara khusus, kami menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah menyumbangkan pemikiran dan masukan dalam proses
penyusunan dokumen JAKSTRA PB ini.
Semoga JAKSTRA PB ini dapat mendorong terlaksananya penyelenggaraan
penanggulangan bencana di Indonesia secara terarah, terkoordinasi dan terpadu
sebagaimana diamanatkan Pasal 4 UU No. 24 Tahun 2007.
Jakarta, 21 April 2016
Kepala BNPB
Willem Rampangilei
i
DAFTAR ISI
Kata Sambutan .NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
Daftar Isi .NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
I.
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL
2015-2019 .NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
II.
KEDUDUKAN BNPB DALAM KERANGKA PELAKSANAAN
AMANAT UNDANG-UNDANG DAN KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN NASIONAL .
III.
SASARAN STRATEGIS .
IV.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI BNPB 2015-2019 .
V.
PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA .
VI.
PENUTUP .
ii
i
ii
1
11
12
16
23
28
KEBIJAKAN STRATEGIS PENANGGULANGAN BENCANA 2015-2019
I.
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL 2015-2019
VISI 2015-2019:
TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN BERKEPRIBADIAN
BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG
MISI 2015-2019:
1.
Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim,
dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2.
Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan
negara hukum.
3.
Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai
negara maritim.
4.
Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera.
5.
Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6.
Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional.
7.
Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
KEBIJAKAN UMUM 2015-2019:
1.
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan;
2.
Meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah Sumber Daya Alam (SDA) yang
berkelanjutan;
3.
Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan;
4.
Meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mitigasi bencana alam dan penanganan
perubahan iklim.
Arah kebijakan peningkatan kualitas lingkungan hidup, mitigasi bencana dan
perubahan iklim adalah melalui peningkatan pemantauan kualitas lingkungan,
pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, penegakan hukum
lingkungan hidup; mengurangi risiko bencana, meningkatkan ketangguhan
pemerintah dan masyarakat terhadap bencana, serta memperkuat kapasitas
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
5.
Penyiapan landasan pembangunan yang kokoh;
6.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan rakyat yang
berkeadilan;
7.
Mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah.
AGENDA PEMBANGUNAN NASIONAL (NAWA CITA)
1.
Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara;
2.
Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan
terpercaya;
1
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka Negara kesatuan;
Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya;
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional;
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik;
FOKUS AGENDA PEMBANGUNAN 7:
a. Peningkatan Kedaulatan Pangan;
b. Kedaulatan Energi;
c. Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan
Bencana;
d. Pengembangan Ekonomi Maritim dan Kelautan;
e. Penguatan Sektor Keuangan;
f. Penguatan Kapasitas Fiskal Negara.
Melakukan revolusi karakter bangsa;
Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
SASARAN STRATEGIS PEMBANGUNAN NASIONAL:
“Menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang
berisiko tinggi”
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan pembangunan nasional 2015-2019 bidang kebencanaan adalah Untuk
mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana, dengan strategi:
1. Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan
berkelanjutan di Pusat dan daerah, melalui:
a) Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam perencanaan
pembangunan nasional dan daerah;
b) Pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana melalui
penyusunan kajian dan peta risiko skala 1:50.000 pada kabupaten dan
skala 1:25.000 untuk kota, yang difokuskan pada kabupaten/kota risiko
tinggi terhadap bencana;
c) Pemanfaatan kajian dan peta risiko bencana bagi penyusunan RPB dan RAD
PRB, yang menjadi referensi untuk penyusunan RPJMD;
d) Integrasi kajian dan peta risiko bencana dalam penyusunan dan review
RTRWP/K/K;
e) Harmonisasi kebijakan dan regulasi penanggulangan bencana di Pusat dan
daerah;
f)
Penyusunan rencana kontinjensi pada kabupaten/kota yang berisiko tinggi
sebagai panduan kesiapsiagaan dan operasi tanggap darurat dalam
menghadapi bencana.
2
2.
Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana, melalui:
a) Mendorong dan menumbuh kembangkan budaya sadar bencana serta
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan;
b) Peningkatan sosialisasi dan diseminasi pengurangan risiko bencana kepada
masyarakat baik melalui media cetak, radio, dan televisi;
c) Penyediaan dan penyebarluasan informasi kebencanaan kepada
masyarakat;
d) Meningkatkan kerjasama internasional, mitra pembangunan, OMS dan
dunia usaha dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
e) Peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah pascabencana, melalui
percepatan penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah
pascabencana alam;
f)
Pemeliharaan dan penataan lingkungan di daerah rawan bencana alam;
g) Membangun dan menumbuhkan kearifan lokal dalam membangun dan
mitigasi bencana.
3.
Peningkatan kapasitas dalam penanggulangan bencana, melalui:
a) Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan bencana
di Pusat dan daerah;
b) Penguatan tata kelola, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
penanggulangan bencana;
c) Penyediaan sistem peringatan dini bencana kawasan risiko tinggi serta
memastikan berfungsinya sistem peringatan dini dengan baik;
d) Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK dan pendidikan untuk pencegahan
dan kesiapsiagaan menghadapi bencana;
e) Melaksanakan simulasi dan gladi kesiapsiagaan menghadapi bencana
secara berkala dan berkesinambungan di kawasan rawan bencana;
f)
Penyediaan infrastruktur mitigasi dan kesiapsiagaan (shelter, jalur evakuasi
dan rambu evakuasi) menghadapi bencana, yang difokuskan ada kawasan
rawan bencana dan risiko tinggi bencana;
g) Pembangunan dan pemberian perlindungan bagi prasarana vital yang
diperlukan untuk memastikan keberlangsungan pelayanan publik, kegiatan
ekonomi masyarakat, keamanan dan ketertiban pada saat situasi darurat
dan pascabencana;
h) Pengembangan desa tangguh bencana di kawasan risiko bencana untuk
mendukung gerakan desa hebat;
i)
Peningkatan kapasitas manajemen dan pendistribusian logistik
kebencanaan, melalui pembangunan pusat-pusat logistik kebencanaan di
masing-masing wilayah pulau, yang dapat menjangakau wilayah
pascabencana yang terpencil.
3
LOKASI SASARAN PRIORITAS
Sesuai dengan agenda pembangunan nasional Mewujudkan kemandirian ekonomi
dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik maka lokasi sasaran
prioritas penurunan indeks risiko bencana diarahkan pada 136 kabupaten/kota yang
merupakan daerah pusat pertumbuhan ekonomi nasional yang mempunyai indeks
risiko bencana tinggi dan sedang, yang disajikan pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Lokasi sasaran prioritas penurunan indeks risiko bencana
No
Provinsi
Kabupaten/ Kota
Sasaran
Indeks Tingkat
Risiko Risiko
Struktur Ruang
1
Papua
Kota Jayapura
203.2
TINGGI
PKN
2
Papua
Merauke
170.0
TINGGI
PKW; Kawasan MIFEE Merauke
3
Papua
Sarmi
171.6
TINGGI
PKW
4
Papua
Kepulauan Yapen
117.2 SEDANG Pusat Pertumbuhan Lainnya
5
Papua Barat
Kota Sorong
183.2
TINGGI
PKN
6
Papua Barat
Manokwari
204.8
TINGGI
PKW
7
Papua Barat
Nabire
180.8
TINGGI
PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya
8
Papua Barat
Raja Ampat
200.8
TINGGI
Kawasan Pariwisata
9
Papua Barat
Teluk Wondama
147.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
10
Papua Barat
Teluk Bintuni
166.8
TINGGI
Kawasan Industri (KI)
11
Maluku
Kota Ambon
156.4
TINGGI
PKN
12
Maluku
Seram Bagian Barat
180.4
TINGGI
PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya
13
Maluku
Seram Bagian Timur
173.2
TINGGI
PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya
14
Maluku
Maluku Tengah
214.0
TINGGI
PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya
15
Maluku
Maluku Tenggara
179.2
TINGGI
PKW
16
Maluku
Buru
179.6
TINGGI
PKW
17
Maluku Utara
Kota Ternate
160.4
TINGGI
PKN
18
Maluku Utara
Pulau Morotai
166.4
TINGGI
KEK Morotai, PKSN Morotai, KSPN
19
Maluku Utara
Halmahera Utara
194.8
TINGGI
PKW
20
Maluku Utara
Kota Tidore Kepulauan
164.4
TINGGI
PKW
21
Maluku Utara
Kepulauan Sula
219.2
TINGGI
PKW
22
Maluku Utara
Halmahera Timur
173.2
TINGGI
KI Buli-Halmahera Timur
23
Nusa Tenggara Barat
Kota Mataram
149.2
TINGGI
PKN
24
Nusa Tenggara Barat
Lombok Barat
205.2
TINGGI
Usulan KSPN Mataram Raya
25
Nusa Tenggara Barat
Lombok Timur
180.4
TINGGI
Usulan KSPN Mataram Raya
26
Nusa Tenggara Barat
Lombok Tengah
168.4
TINGGI
PKW, KEK Mandalika
27
Nusa Tenggara Barat
Lombok Utara
152.4
TINGGI
Usulan KSPN Mataram Raya
28
Nusa Tenggara Barat
Kota Bima
170.8
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
29
Nusa Tenggara Barat
Dompu
184.4
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
30
Nusa Tenggara Barat
Bima
209.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
31
Nusa Tenggara Timur
Kota Kupang
138.0 SEDANG PKN
32
Nusa Tenggara Timur
Ngada
158.8
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
33
Nusa Tenggara Timur
Ende
186.0
TINGGI
PKW
34
Nusa Tenggara Timur
Sikka
200.8
TINGGI
PKW
4
Kabupaten/ Kota
Sasaran
Indeks Tingkat
Risiko Risiko
No
Provinsi
Struktur Ruang
35
Nusa Tenggara Timur
Manggarai
174.8
TINGGI
PKW
36
Nusa Tenggara Timur
Alor
183.2
TINGGI
PKSN
37
Nusa Tenggara Timur
Belu
181.2
TINGGI
PKSN
38
Gorontalo
Gorontalo
146.4
TINGGI
PKN; KPB Pawonsari
39
Gorontalo
Kota Gorontalo
123.2 SEDANG PKN
40
Sulawesi Barat
Mamuju
200.4
TINGGI
PKW
41
Sulawesi Barat
Polewali Mandar
202.0
TINGGI
PKW
42
Sulawesi Selatan
Maros
168.4
TINGGI
KSN Perkotaan Maminasata
43
Sulawesi Selatan
Takalar
144.4
TINGGI
KSN Perkotaan Maminasata
44
Sulawesi Selatan
Gowa
163.2
TINGGI
KSN Perkotaan Maminasata
45
Sulawesi Selatan
Luwu Timur
202.0
TINGGI
KPB Kolonedale
46
Sulawesi Selatan
Kota Makasar
144.4
TINGGI
PKN, KSN Perkotaan Maminasata
47
Sulawesi Selatan
Bantaeng
174.4
TINGGI
KI Bantaeng
48
Sulawesi Tengah
Sigi
49
Sulawesi Tengah
Donggala
189.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
50
Sulawesi Tengah
Kab. Poso
172.4
TINGGI
KPB Tamporole
51
Sulawesi Tengah
Parigi Moutong
173.6
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
52
Sulawesi Tengah
Morowali
177.2
TINGGI
KPB Kolonedale
53
Sulawesi Tengah
Kota Palu
181.2
TINGGI
PKN
54
Sulawesi Tenggara
Kolaka
186.4
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
55
Sulawesi Tenggara
Konawe
173.6
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
56
Sulawesi Tenggara
Kota Kendari
148.4
TINGGI
PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya
57
Sulawesi Utara
Kota Bitung
163.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
58
Sulawesi Utara
Minahasa Utara
158.4
TINGGI
KSN Perkotaan Manado Raya*
59
Sulawesi Utara
Minahasa Selatan
173.6
TINGGI
KSN Perkotaan Manado Raya*
60
Sulawesi Utara
Kepulauan Sangihe
154.4
TINGGI
PKSN Sangihe
61
Sulawesi Utara
Kota Manado
130.4 SEDANG Pusat Pertumbuhan Lainnya
62
Kalimantan Barat
Kota Pontianak
63
Kalimantan Barat
Kota Singkawang
178.0
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
64
Kalimantan Barat
Bengkayang
178.0
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
65
Kalimantan Barat
Sambas
180.4
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
66
Kalimantan Barat
Sintang
156.4
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
67
Kalimantan Barat
Kapuas Hulu
163.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
68
Kalimantan Barat
Ketapang
192.4
TINGGI
KI Ketapang
69
Kalimantan Barat
Landak
131.6 SEDANG KI Landak
70
Kalimantan Selatan
Kotabaru
205.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
71
Kalimantan Selatan
Barito Kuala
190.0
TINGGI
KSN Banjarbakula
72
Kalimantan Selatan
Tanah Laut
178.0
TINGGI
KSN Banjarbakula
73
Kalimantan Tengah
Kota Palangkaraya
148.4
TINGGI
PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya
74
Kalimantan Tengah
Kapuas
179.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
75
Kalimantan Timur
Kota Samarinda
134.8 SEDANG PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya
76
Kalimantan Timur
Kota Balikpapan
159.2
72.0 SEDANG Pusat Pertumbuhan Lainnya
96.4 SEDANG PKN
TINGGI
PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya
5
No
Provinsi
Kabupaten/ Kota
Sasaran
Indeks Tingkat
Risiko Risiko
Struktur Ruang
77
Kalimantan Timur
Kutai Kertanegara
160.4
78
Kalimantan Utara
Kota Tarakan
132.4 SEDANG PKN
79
Kalimantan Utara
Nunukan
173.2
TINGGI
PKSN Perbatasan
80
Bali
Kota Denpasar
167.2
TINGGI
Kawasan Perkotaan Sarbagita
81
Bali
Badung
179.2
TINGGI
Kawasan Perkotaan Sarbagita
82
Bali
Tabanan
174.4
TINGGI
Kawasan Perkotaan Sarbagita
83
Bali
Buleleng
167.2
TINGGI
PKW
84
Banten
Tangerang
200.8
TINGGI
PKN Jabodetabekjur
85
Banten
Cilegon
182.4
TINGGI
PKN
86
D.I. Yogyakarta
Kota Yogyakarta
124.8 SEDANG PKN
87
D.I. Yogyakarta
Sleman
153.6
88
DKI. Jakarta
DKI Jakarta
123.3 SEDANG PKN Jabodetabekjur
89
Jawa Barat
Kota Bogor
107.2 SEDANG PKN Jabodetabekjur
90
Jawa Barat
Kota Depok
102.4 SEDANG PKN Jabodetabekjur
91
Jawa Barat
Bekasi
164.8
TINGGI
PKN Jabodetabekjur
92
Jawa Barat
Cianjur
250.0
TINGGI
PKN Jabodetabekjur
93
Jawa Barat
Kota Bandung
154.0
TINGGI
PKN Bandung Raya
94
Jawa Barat
Bandung Barat
162.0
TINGGI
PKN Bandung Raya
95
Jawa Barat
Cirebon
181.2
TINGGI
PKN
96
Jawa Barat
Sukabumi
231.2
TINGGI
PKW
97
Jawa Barat
Tasikmalaya
224.8
TINGGI
PKW
98
Jawa Barat
Ciamis
215.2
TINGGI
PKW
99
Jawa Barat
Pangandaran
215.2
TINGGI
PKW
100
Jawa Tengah
Kota Semarang
183.6
TINGGI
PKN Kedungsepur
101
Jawa Tengah
Kendal
167.2
TINGGI
PKN Kedungsepur
102
Jawa Tengah
Demak
183.6
TINGGI
PKN Kedungsepur
103
Jawa Tengah
Cilacap
215.2
TINGGI
PKN
104
Jawa Tengah
Kebumen
203.2
TINGGI
PKW
105
Jawa Tengah
Magelang
143.2 SEDANG PKW
106
Jawa Timur
Malang
219.2
TINGGI
PKN
107
Jawa Timur
Gresik
175.2
TINGGI
PKN Gerbangkertosusila
108
Jawa Timur
Bangkalan
164.4
TINGGI
PKN Gerbangkertosusila
109
Jawa Timur
Kota Surabaya
166.8
TINGGI
PKN Gerbangkertasusila
110
Jawa Timur
Sidoarjo
149.6
TINGGI
PKN Gerbangkertosusila
111
Jawa Timur
Lamongan
174.0
TINGGI
PKN Gerbangkertosusila
112
Jawa Timur
Bojonegoro
150.0
TINGGI
PKW
113
Jawa Timur
Pacitan
215.2
TINGGI
PKW
114
Jawa Timur
Banyuwangi
219.2
TINGGI
PKW
115
Jawa Timur
Jember
219.2
TINGGI
PKW
116
Aceh
Kota Lhokseumawe
175.2
TINGGI
PKN
117
Aceh
Kota Banda Aceh
167.2
TINGGI
PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya
118
Bengkulu
Kota Bengkulu
170.4
TINGGI
PKW
TINGGI
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
PKW
6
No
Provinsi
Kabupaten/ Kota
Sasaran
Indeks Tingkat
Risiko Risiko
Struktur Ruang
119
Bengkulu
Mukomuko
191.2
TINGGI
PKW
120
Bengkulu
Rejang Lebong
146.0
TINGGI
PKW
121
Jambi
Kota Jambi
128.0 SEDANG PKN
122
Jambi
Sarolangun
155.2
TINGGI
PKW
123
Jambi
Kerinci
150.0
TINGGI
PKW
124
Lampung
Kota Bandar Lampung
182.0
TINGGI
PKN
125
Lampung
Lampung Barat
214.0
TINGGI
PKW
126
Lampung
Tanggamus
201.2
TINGGI
KI Tanggamus
127
Sumatera Barat
Kota Padang
209.2
TINGGI
PKN
128
Sumatera Barat
Padang Pariaman
196.8
TINGGI
PKW
129
Sumatera Barat
Kepulauan Mentawai
197.2
TINGGI
PKW
130
Sumatera Selatan
Banyuasin
156.4
TINGGI
KSN Perkotaan Palembang Raya*
131
Sumatera Selatan
Lahat
162.0
TINGGI
PKW
132
Sumatera Utara
Kota Medan
155.2
TINGGI
KSN Perkotaan Mebidangro
133
Sumatera Utara
Langkat
155.2
TINGGI
KSN Perkotaan Mebidangro
134
Sumatera Utara
Deli Serdang
155.2
TINGGI
KSN Perkotaan Mebidangro
135
Sumatera Utara
Karo
154.0
TINGGI
KSN Perkotaan Mebidangro
136 Sumatera Utara
* = Usulan
Simalungun
95.2 SEDANG KI Sei Mangke
SENDAI FRAMEWORK FOR DISASTER RISK REDUCTION
[Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana]
Indonesia menjadi salah satu negara yang berkomitmen melaksanakan Kerangka Kerja
Sendai. Kerangka kerja ini menjadi kesepakatan dalam World Conference for Disaster
Risk Reduction di Sendai pada tahun 2015 sebagai pengganti Hyogo Framework for
Action [HFA]. Prioritas dalam kerangka kerja ini adalah :
Prioritas 1 : Pemahaman risiko dasar bencana
Prioritas 2 : Penguatan tata kelola risiko bencana dalam pengelolaan risiko bencana
Prioritas 3 : Investasi dalam pengurangan risiko bencana untuk ketangguhan
Prioritas 4 : Meningkatkan kesiapsiagaan bencana untuk respon yang efektif dan
untuk "Membangun Kembali Lebih Baik" dalam masa pemulihan, rehabilitasi dan
rekonstruksi
Pada tahun 2030 diharapkan seluruh negara yang berkomitmen dalam kerangka kerja
ini dapat memberikan kontribusi terhadap :
Mengurangi kematian akibat bencana secara global
Mengurangi jumlah penduduk terpapar bencana secara global
Mengurangi kerugian ekonomi akibat langsung dari bencana
Mengurangi kerusakan terhadap infrastruktur penting dan gangguan layanan dasar.
Meningkatkan jumlah negara yang memiliki strategi nasional dan lokal penurunan
risiko bencana
7
Meningkatkan kerjasama internasional bagi negara berkembang melalui dukungan
terhadap rencana aksi dalam implementasikan kerangka kerja ini
Meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap peringatan dini multi bencana dan
informasi risiko bencana serta penilaian untuk masyarakat
INDEKS RISIKO BENCANA
Indeks Risiko Bencana Indonesia merupakan gambaran tingkat risiko bencana diwilayah
administrasi pemerintahan (Provinsi/Kabupaten/Kota) sesuai dengan jenis bahaya
(hazard) serta gabungan beberapa bahaya (multi hazard). Indeks Risiko Bencana juga
menggambarkan perbandingan tingkat risiko antar wilayah. Sehingga bisa dikatakan
bahwa Indeks Risiko Bencana merupakan gambaran perbandingan penilaian seluruh
Kabupaten/Kota di Indonesia dari risiko bencana yang ada.
Perhitungan indeks risiko bencana didasarkan pada hasil kajian risiko bencana yang
diolah secara spasial berdasarkan penilaian kemungkinan dan besarnya dampak yang
diukur dari keterpaparan (exposure) dan kapasitas (capacity) untuk setiap bahaya
(hazard) dan untuk gabungan dari beberapa bahaya yang ada (multi hazards).
Pengkajian risiko bencana dilaksanakan dengan mengkaji dan memetakan ancaman,
tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas. Proses kajian tersebut juga menyusun indeks
bahaya, indeks penduduk terpapar, indeks kerugian, dan indeks kapasitas yang
selanjutnya diperhitungkan untuk menentukan Indeks Risiko Bencana.
Indeks risiko bencana multi bahaya disusun berdasarkan 9 jenis bahaya, yaitu:
gempabumi, tsunami, letusan gunungapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran
lahan dan hutan, cuaca ekstrim, dan gelombang ekstrim dan abrasi.
8
Tingkat ancaman dari setiap bahaya tidak sama, hal tersebut dipengaruhi oleh frekuensi
kejadian dan ketersediaan peringatan dini dari ancaman tersebut. Untuk penggabungan
ancaman dalam menyusun indeks risiko multi bahaya, digunakan bobot berdasarkan
hubungan antara frekuensi kejadian dan adanya peringatan dini. Penentuan bobot
seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Berdasarkan hasil perhitungan indeks risiko multi bahaya yang telah dilakukan pada
tahun 2013, terdapat 323 kabupaten/kota risiko tinggi, 174 kabupaten kota risiko
sedang. Gambaran spasial sebaran indeks risiko bencana, dapat dilihat dalam Peta
Indeks Risiko Bencana Indonesia.
9
10
II.
KEDUDUKAN BNPB DALAM KERANGKA PELAKSANAAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
NASIONAL
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana dan kebijakan agenda pembangunan nasional tahun 2015-2019, maka
kedudukan BNPB adalah:
1. Menjalankan peran koordinasi dan komado penyelenggaraan penanggulangan
bencana ditingkat nasional, dengan memanfaatkan secara optimal sumberdaya
penanggulangan bencana yang ada, dimulai pada tahap penyusunan kebijakan
penanggulangan bencana, tahap perencanaan dan penganggaran, tahap
pengendalian pelaksanaan kebijakan, sampai dengan pemantauan dan evaluasi
kinerja penyelenggaraan penanggulangan bencana;
2. Menjalankan peran pelaksana dalam kerangka tugas dan fungsi BNPB sebagai
Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), dengan memberikan kontribusi
dalam pencapaian sasaran pembangunan nasional dan prioritas Rencana Kerja
Pemerintah.
11
III.
SASARAN STRATEGIS
Sebagai langkah operasional dari kebijakan dan strategi yang ditetapkan, dengan
mengacu pada peran yang diamanatkan, maka sasaran strategis dan indikator
berdasarkan peran yang dilaksanakan BNPB adalah:
1.
Sesuai peran BNPB dalam koordinasi dan komando penyelenggaraan
penanggulangan bencana sesuai amanat Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, untuk mencapai sasaran yang ditetapkan
dalam RPJMN 2015-2019 yaitu penurunan indeks risiko bencana pada kawasan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang berisiko tinggi, maka sasaran strategis
dan indikator yang akan dicapai adalah:
a)
Terselenggaranya penanggulangan bencana yang terintegrasi, dengan
indikator sasaran strategis:
Terlaksananya koordinasi penanggulangan bencana nasional;
Meningkatnya investasi pengurangan risiko bencana dalam
pembangunan nasional;
Kesesuaian pelaksanaan program dan kegiatan dengan arah
kebijakan RPJMN.
b)
Meningkatnya kinerja penanggulanganan bencana nasional, dengan
indikator sasaran strategis:
Terintegrasinya kebijakan penanggulangan bencana dalam berbagai
dokumen perencanaan;
Terbangunnya sistem peringatan dini bencana yang terhubung
keseluruh instansi Pemerintah;
Peningkatan kecepatan layanan dan pemenuhan kebutuhan
masyarakat pada saat darurat bencana;
Terselesaikannya rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah
pascabencana sesuai agenda pembangunan kewilayahan RPJMN;
Terbangunnya gudang logistik kebencanaan wilayah pulau.
2.
Sesuai peran pelaksana dalam kerangka tugas dan fungsi BNPB untuk
berkontribusi dalam pencapaian sasaran pembangunan nasional, maka strategi
dan indikator yang akan dilaksanakan adalah:
a)
Strategi internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka
pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah, melalui:
Terbentuknya Komitmen DPRD terhadap penganggaran kegiatankegiatan penanggulangan bencana
Tersedianya Peraturan Daerah tentang Rencana Penanggulangan
Bencana yang terintegrasi dengan RPJMD
Tersedianya Peta Bahaya dan kajiannya untuk seluruh bahaya yang ada
di daerah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
Tersedianya Peta Kerentanan dan kajiannya untuk seluruh bahaya yang
ada di daerah
Tersedianya Peta Kapasitas dan kajiannya
12
b)
Tersusun dan diimplementasikannya Rencana Penanggulangan
Bencana Daerah
Tersedianya Peraturan Daerah tentang Tataruang Berbasis PRB
Diterapkannya penataan ruang berbasis PRB
Tersedianya Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan PB
Tersedianya Peraturan Daerah tentang Pembentukan BPBD
Tersedianya Peraturan tentang pembentukan Forum PRB
Tersedia dan diterapkannya sistem pendataan bencana daerah yang
terhubung dengan sistem pendataan bencana nasional
Tersedianya aturan tentang Penentuan Status Tanggap Darurat
Diterapkannya sistem komando operasi darurat yang mampu memenuhi
kebutuhan pengambilalihan komando oleh struktur pemerintahan yang
lebih tinggi
Tersedianya aturan dan diterapkannya mekanisme Penghentian status
Tanggap Darurat
Tersedianya Rencana Kontijensi Gempabumi
Tersedianya Rencana Kontijensi Tsunami
Tersedianya Rencana kontijensi banjir
Tersedianya Rencana kontijensi tanah longsor
Tersedianya Rencana Kontijensi kebakaran hutan dan lahan
Tersedianya Rencana kontijensi erupsi gunungapi
Tersedianya Rencana kontijensi kekeringan
Tersedianya Rencana kontijensi banjir bandang;
Strategi penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana, melalui:
Terselenggaranya komunikasi bencana lintas lembaga sesuai dengan
mekanisme yang telah ditetapkan, minimal beranggotakan lembagalembaga dari sektor pemerintah, masyarakat mau pun dunia usaha
Terselenggaranya Sekolah dan Madrasah Aman Bencana (SMAB)
Terselenggaranya Rumah Sakit dan Puskemas Aman Bencana
Terselenggaranya sosialisasi pencegahan dan kesiapsiagaan bencana
melalui media yang tersedia
Tersedianya Peraturan tentang penyebaran informasi kebencanaan di
daerah
Terbangunnya sarana penyampaian informasi kebencanaan yang
menjangkau langsung masyarakat
Tersedianya Informasi penataan ruang yang mudah diakses publik
Dibentuknya Forum PRB
Dikerahkannya bantuan darurat pada masyarakat terdampak bencana
Terselenggaranya pemulihan penghidupan masyarakat
Terselenggaranya Perbaikan rumah penduduk pasca bencana
Terselenggaranya Perlindungan daerah tangkapan air pada daerah
berisiko banjir, longsor dan kekeringan
13
c)
Terselenggaranya restorasi sungai pada daerah berisiko banjir dan
kekeringan
Terselenggaranya Penguatan lereng pada daerah berisiko longsor dan
banjir bandang
Tercapainya optimalisasi pemanfaatan air permukaan untuk
pengurangan risiko bencana banjir dan kekeringan
Terselenggaranya Pemantauan berkala hulu sungai pada daerah
berisiko banjir bandang
Diterapkannya penegakan hukum untuk mencegah kebakaran hutan
dan lahan.
Strategi peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat dalam penanggulangan bencana:
Diselenggarakannya pelatihan dan sertifikasi terkait kemampuan
pengelolaan dan operasional kepada aparat PB
Terbentuknya BPBD dengan tata kelola, transparansi dan akuntabilitas
yang baik dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini Tsunami pada daerah berisiko
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini Banjir pada daerah berisiko
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini Tanah Longsor pada daerah
berisiko
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini Kebakaran Hutan dan Lahan
pada daerah berisiko
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini Erupsi Gunungapi pada
daerah berisiko
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini Kekeringan pada daerah
berisiko
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang pada daerah
berisiko
Tersedianya Pusdalops PB dengan fasilitas minimal mampu
memberikan respon efektif untuk pelaksanaan peringatan dini dan
penanganan masa krisis
Diterapkannya pembangunan sumur resapan dan/atau biopori pada
kawasan domestik dan komersil
Diterapkannya bangunan aman Gempabumi pada daerah domestik dan
komersil
Tesedianya tanaman dan/atau bangunan penahan gelombang tsunami
Terselenggaranya revitalisasi tanggul, embung, waduk dan taman kota
Teselenggaranya restorasi lahan gambut
Terselenggaranya konservasi vegetatif DAS rawan longsor
Dilaksanakannya Penyelenggaraan Latihan (geladi) Kesiapsiagaan
secara periodik
Tersedianya Rencana Evakuasi Bencana Tsunami beserta fasilitas yang
dibutuhkan
14
Tersedianya Rencana evakuasi bencana erupsi gunungapi beserta
fasilitas yang dibutuhkan
Terselenggaranya Perbaikan Darurat pada fasilitas publik saat tanggap
darurat bencana
Terselenggaranya pemulihan pelayanan dasar pemerintah pada saat
tanggap darurat bencana
Terselenggaranya pemulihan infrastruktur penting pada saat tanggap
darurat bencana
Terselenggaranya pengerahan Tim Kaji Cepat ke lokasi bencana sebagai
respon awal laporan kejadian bencana
Terselenggaranya pengerahan Tim Penyelamatan dan Pertolongan
Korban sebagai respon awal laporan kejadian bencana
Terbangunnya Desa Tangguh Bencana
Tersedianya kajian kebutuhan peralatan dan logistik kebencanaan
daerah
Teselenggaranya Pengadaan kebutuhan peralatan dan logistik
kebencanaan
Tersedianya mekanisme dan fasilitas Penyimpanan/pergudangan
Logistik PB
Terselenggaranya pemeliharaan peralatan dan supply chain logistik yang
diselenggarakan secara periodik
Tersedianya energi listrik untuk kebutuhan darurat
Terbangunnya kemampuan pemenuhan pangan daerah untuk
kebutuhan darurat.
15
IV.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2015-2019
Pemerintah Indonesia telah menetapkan salah satu agenda pembangunan nasional
yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik. Sejalan dengan agenda tersebut, peran penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam pembangunan nasional pada dasarnya sangat
penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Dukungan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat dilaksanakan melalui upaya-upaya: 1). Peningkatan kesadaran dan
pemahaman terhadap pengurangan risiko bencana; 2). Menumbuhkembangkan
kemampuan antisipasi, adaptasi, daya proteksi, menghindari/meminimalisir dampak
bencana, dan memiliki daya serap informasi; 3). Peningkatan kapasitas kelembagaan
penanggulangan bencana dan masyarakat; 4). Mendorong partisipasi dan peran aktif
dunia usaha dan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana; 5).
Pengintegrasian sistem peringatan dini dan penyebarluasan peringatan dini bencana;
dan 6). Peningkatan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Berdasarkan arah kebijakan pembangunan nasional 2015-2019 dan tantangan
lingkungan strategis kebencanaan yang dihadapi, maka kebijakan strategis dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah:
1.
Dalam kerangka peran koordinasi dan komando penyelenggaraan
penanggulangan bencana, BNPB mengkoordinasikan dan melaksanakan
komando pengerahan sumber daya penyelenggaraan penanggulangan bencana
yang efektif dalam rangka pencapaian sasaran strategis agenda pembangunan
nasional;
2.
Dalam kerangka peran pelaksana BNPB:
a)
Melaksanakan upaya pengurangan risiko bencana melalui peningkatan
kapasitas penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam kerangka
sistem nasional penanggulangan bencana;
b)
Menyelenggarakan pembinaan dalam rangka membangun kemandirian
penanggulangan bencana daerah sesuai dengan semangat otonomi daerah
dan penerapan prinsip-prinsip perbaikan tata kelola pemerintahan, serta
mendukung reformasi birokrasi dan mewujudkan good governance.
Selanjutnya, kebijakan tersebut akan diimplementasikan melalui strategi:
1.
Strategi pemantapan koordinasi dan komando penyelenggaraan penanggulangan
bencana
Strategi ini diarahkan untuk membangun keterpaduan sumberdaya nasional bagi
pencapaian sasaran agenda pembangunan nasional (Nawa Cita), dan lebih
khusus lagi untuk menciptakan efektifitas penyelenggaraan penanggulangan
bencana sebagai bentuk tanggung jawab bersama elemen bangsa dalam
16
mengamankan proses pembangunan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia.
Pada tataran pemerintahan, tercatat lebih dari 25 kementerian/lembaga
termasuk TNI/Polri yang secara langsung maupun tidak langsung mempunyai
peran untuk mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana baik pada
tahapan pra bencana, pada tahapan penanganan darurat, maupun pada tahapan
pemulihan pascabencana. Hal yang sama juga terdapat di daerah dengan
Organisasi Perangkat Daerah yang memiliki hubungan vertikal maupun
pembinaan teknis dengan kementerian/lembaga.
Pada tataran kelembagaan non-pemerintah, berbagai organisasi baik swasta
maupun kemasyarakatan yang terbentuk dan terlibat aktif dalam
penanggulangan bencana terus meningkat seiring dengan meningkatnya
kesadaran bersama dalam penanggulangan bencana, yang pada pada periode
pembangunan jangka menengah nasional 2010 – 2014 belum terkoordinasi
secara optimal.
Strategi koordinasi dan komando digunakan untuk memobilisasi seluruh
sumberdaya penanggulangan bencana tersedia. Strategi tersebut dilaksanakan
sejak proses penyusunan kebijakan, perencanaan tindak, sampai dengan proses
pemantauan dan evaluasi kinerja untuk mengukur pecapaian sasaran
pembangunan nasional.
Pemantapan koordinasi bidang pencegahan dan kesiapsiagaan diarahkan untuk
mengkoordinasikan seluruh upaya pengurangan risiko bencana dalam berbagai
sektor pembangunan sesuai agenda pembangunan nasional RPJMN 2015-2019.
Koordinasi pencegahan dan kesiapsiagaan menekankan pada integrasi dimensi
pengurangan risiko bencana dalam pembangunan baik struktural maupun nonstruktural sebagai bentuk investasi yang diprioritaskan pada kawasan
pertumbuhan ekonomi nasional yang memiliki tingkat risiko bencana tinggi.
Pemantapan koordinasi bidang penanganan darurat diarahkan untuk
membangun sistem komando dan mobilisasi sumberdaya penanganan darurat
yang cepat dan andal, yang didukung dengan dana siap pakai sejak siaga darurat
sampai dengan transisi darurat. Selain itu, dengan membangun sistem
penyediaan, distribusi dan tata kelola logistik dan peralatan kebencanaan yang
dipenuhi berdasarkan kebutuhan dan standar minimal, yang didekatkan pada
daerah-daerah rawan bencana.
Pemantapan koordinasi bidang rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana
diarahkan pada pengerahan sumberdaya bagi percepatan penyelesaian
rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana sesuai amanat agenda
pembangunan kewilayahan, dan wilayah pascabencana lainnya.
17
2.
Strategi Peningkatan Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan (TURBINWAS)
Penanggulangan bencana sebagai upaya mengantisipasi dan merespon kejadian
bencana diluar kondisi normal tetap harus diselenggarakan secara tertib, teratur,
transparan dan akuntabel sesuai dengan prinsip – prinsip tata kelola yang baik
dan bersih, yang bebas dari kebocoran, penyimpangan, penyelewengan, korupsi,
kolusi dan nepotisme.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, BNPB mempunyai tugas meyiapkan kebijakan penanggulangan
bencana sebagai pedoman bagi penyelenggaraan. Berpijak pada hal tersebut dan
sejalan dengan peran koordinasi dan komando, BNPB akan terus meningkatkan
kualitas pengaturan penyelenggaraan penanggulangan bencana melalui
peningkatan harmonisasi peraturan perundang-undangan, penyusunan regulasi,
serta standar penyelenggaraan penanggulangan bencana sebagai pedoman bagi
para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Dalam kerangka peran pelaksana, BNPB akan menyusun pedoman dan
melengkapi Prosedur Operasional Standar pelaksanaan pengurangan risiko
bencana, peningkatan kapasitas, pembinaan SDM, operasi penanganan darurat,
pemulihan pascabencana, tata kelola penyediaan dan distribusi logistik dan
peralatan kebencanaan, data dan informasi, serta pendidikan dan pelatihan
penanggulangan bencana, sebagai landasan operasional pelaksanaan tugas dan
fungsi BNPB.
Terkait dengan pembinaan, BNPB berkewajiban meningkatkan kapasitas
pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan kemandirian pemerintah daerah
yang bertanggung jawab. Pembinaan diwujudkan melalui kegiatan
pendampingan, fasilitasi program dan kegiatan, serta bantuan yang bersifat filling
the gap terhadap kapasitas pemerintah daerah dengan tetap mengedepankan
semangat otonomi dan kemandirian pemerintah daerah sebagai first responder
penanggulangan bencana.
Terkait dengan tugas pengawasan dan pengendalian, bahwa penyelenggaraan
penanggulangan bencana dituntut untuk dilaksanakan secara transparansi dan
akuntabilitas dalam seluruh aspek pembangunan nasional. Maka, pengawasan
dan pengendalian terhadap seluruh penyelenggaraan penanggulangan bencana
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari peran koordinasi, komando dan
pelaksana, untuk memastikan pencapaian sasaran yang ditetapkan.
Pengawasan dan pengendalian dalam peran koordinasi dan komando diwujudkan
dalam sistem koordinasi terpadu yang diarahkan pada menjaga konsistensi
antara perencanaan dengan agenda dan kebijakan pembangunan nasional,
pelaksanaan dan pencapaian target, serta pelaporan sebagai bentuk
pertanggungjawaban kepada Presiden. Sedangkan dalam peran pelaksanaan,
18
pengawasan dan pengendalian diarahkan pada penatakelolaan seluruh program
dan kegiatan sejak perencanaan sampai dengan evaluasi sebagai bentuk
pertanggungjawaban dan akuntabilitas penggunaan anggaran.
3.
Strategi Pembiayaan
Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana
merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat, selanjutnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008
tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana disebutkan bahwa
pendanaan penyelenggaraan penanggulangan bencana bersumber dari dana
APBN, APBD dan/atau masyarakat, serta pada Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non
Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana memberikan kesempatan kepada
dunia Internasional untuk mendukung penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Sebagai bentuk tanggungjawab Pemerintah, pendanaan untuk penyelenggaraan
penanggulangan bencana dialokasikan dalam APBN kementerian/lembaga,
untuk melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan arah kebijakan
pembangunan nasional. Anggaran APBN BNPB dialokasikan pada Bagian
Anggaran (BA) 103 untuk melaksanakan peran koordinasi, komando dan
pelaksana penyelenggaraan penanggulangan bencana, melalui peningkatan
kapasitas serta pembinaan penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah.
Mendorong keterlibatan kementerian/lembaga untuk mengalokasikan anggaran
APBN dari DIPA kementerian/lembaga untuk mendukung pembiayaan
penyelenggaraan penanggulangan bencana sesuai amanat dan arah kebijakan
pembangunan nasional sejak proses perencanaan dengan berkoordinasi dengan
Bappenas dan Kementerian Keuangan.
Untuk mendukung kesiapsiagaan, operasi penanganan darurat, serta pemulihan
pascabencana, Pemerintah melalui APBN telah mengalokasikan dana cadangan
bagi penanggulangan bencana sebagai:
1) Dana kontinjensi, dialokasikan dalam rangka memperkuat kesiapsiagaan
yang diarahkan untuk memperkuat upaya mitigasi struktural dan non
struktural dalam rangka menjauhkan bencana dari masyarakat, dan
menjauhkan masyarakat dari bencana.
2) Dana siap pakai (On Call), dialokasikan pada saat terjadi potensi kejadian
bencana (siaga darurat), pada saat tanggap darurat, dan perbaikan darurat
pada saat transisi darurat menuju ke pemulihan. Dana siap pakai tersebut
juga dapat digunakan untuk mendukung penanganan darurat yang
19
3)
dilaksanakan baik oleh kementerian/lembaga, maupun pemerintah daerah
sesuai dengan tugas, fungsi dan kemampuan pelaksanaannya.
Dana hibah rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, dialokasikan untuk
memberikan stimulan dan bantuan bagi pemulihan daerah dan masyarakat
terkena bencana untuk mendorong tumbuhnya daya lenting dan
kemandirian daerah dan masyarakat untuk pulih kembali lebih baik dari
sebelum terjadi bencana, disusun melalui perencanaan aksi rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Melalui dukungan strategi pembinaan, BNPB akan terus mendorong pemerintah
daerah mengintegrasikan kebijakan, program dan kegiatan penanggulangan
bencana dalam proses perencanaan pembangunan daerah, sebagai bentuk
peningkatan kapasitas dan pelaksanaan tanggung jawab penanggulangan
bencana, yang didukung dengan alokasi anggaran yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Peningkatan alokasi anggaran APBD untuk
penyelenggaraan penanggulangan bencana akan menjadi salah satu penentu
keberhasilan atas terbangunnya kemandirian pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Pendanaan Swasta dan Masyarakat
Keterlibatan swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana merupakan modal sosial dalam menumbuhkembangkan kesadaran dan
pemahaman dalam upaya pengurangan risiko bencana. Hal ini dapat pula
meningkatkan kecepatan dan keandalan dalam merespon setiap kejadian
bencana di daerahnya masing – masing, termasuk membangun daya lenting serta
melestarikan budaya gotong royong. Pendanaan swasta dan masyarakat
diarahkan untuk meningkatkan kapasitas melalui kegiatan–kegiatan yang
bersifat membangun ketangguhan dan kemandirian penanggulangan bencana
berbasis komunitas.
Pendanaan Lembaga Internasional
Pendanaan penyelenggaraan penanggulangan bencana oleh lembaga–lembaga
internasional dalam bentuk bantuan dan/atau hibah luar negeri diarahkan untuk
mendukung program dan kegiatan pengurangan risiko bencana. Kegiatan ini
diharapkan dapat mengisi gap pendanaan dan pelaksanaannya sesuai peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku.
4.
Strategi Peningkatan Dukungan Manajemen Penyelenggaraan
Dukungan manajemen dan penyelenggaraan diarahkan untuk mendukung
pelaksanaan peran BNPB dalam mengkoordinasikan penyelenggaraan
penanggulangan bencana, yang diwujudkan dalam koordinasi perencanaan,
dukungan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, serta dukungan
pemenuhan dan peningkatan sarana dan prasarana yang memadai.
20
Dukungan Perencanaan
BNPB akan berfungsi sebagai integrator perencanaan program dan kegiatan bagi
kementerian/lembaga untuk mendapatkan dukungan alokasi penganggaran
dalam fungsi penanggulangan bencana pada saat proses perencanaan
pembangunan, dengan berkoordinasi dengan Bappenas dan Kementerian
Keuangan.
Mendorong Bappenas sebagai integrator perencanaan pembangunan nasional
meletakkan sasaran penanggulangan bencana menjadi salah satu prioritas
dalam Rencana Kerja Pemerintah sejalan dengan agenda pembangunan nasional
(Nawa Cita). Dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana terpadu,
terstruktur, terarah dan terukur dibutuh dukungan perencanaan bersama yang
melibatkan para pihak, pada tingkat nasional perlu disusun Rencana Nasional
Penanggulangan Bencana (RENAS PB) dan di daerah perlu disusun Rencana
Penanggulangan Bencana Daerah (RPBD).
Secara kelembagaan, BNPB akan meningkatkan kualitas perencanaan program
dan kegiatan dalam kerangka peningkatan kinerja BNPB yang diarahkan untuk
mendukung peningkatan kapasitas penanggulangan bencana daerah, yang
dimulai dengan perencanaan strategis yang dijabarkan kedalam Rencana Kerja
dan RKA-KL secara konsisten dengan target dan sasaran yang terukut, dan
diimplementasikan secara konsisten. Dokumen perencanaan diharapkan sebagai
alat sinkronisasi dan membangun sinergi dengan perencanaan pembangunan
daerah yang diarahkan pada integrasi, replikasi dan pengembangan program dan
kegiatan melalui dukungan sumberdaya APBD.
Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia penanggulangan bencana
dilaksanakan untuk memperoleh sumberdaya manusia profesional yang
berintegritas, produktif, kompeten, disiplin, berkinerja tinggi, dan sejahtera agar
dapat mendukung pencapaian visi dan misi penanggulangan bencana nasional,
sekaligus mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan strategis
penanggulangan bencana.
Upaya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dilaksanakan melalui
rekruitmen pegawai yang berkualitas, layanan dan pembinaan jabatan struktural
dan fungsional secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan sumberdaya
manusia berbasis keahlian dan kompetensi, serta kegiatan–kegiatan
pengembangan sumberdaya manusia lainnya yang mendukung pengembangan
dan pola karir pegawai di lingkungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Kegiatan pengingkatan kapasitas sumberdaya manusia juga dilaksanakan untuk
BPBD dan kelembagaan lainnya untuk membangun sinergi kapasitas sumberdaya
manusia penyelenggaraan penanggulangan bencana yang terkoordinasi, terpadu
dan andal.
21
Pemenuhan dan peningkatan sarana dan prasarana
Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi BNPB diperlukan adanya sarana
dan prasarana yang memadai dan terpelihara dengan baik, untuk itu penyediaan
sarana dan prasarana yang memadai perlu dipenuhi secara bertahap dan
dipelihara secara berkesinambungan.
Pengarusutamaan Gender
Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 telah memerintahkan kepada seluruh
kementerian/lembaga serta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk
melaksanakan pengarusutamaan gender ke dalam siklus manajemen, yakni
perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan
program yang berperspektif gender di seluruh aspek pembangunan.
22
V.
PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA
Penetapan Target Penurunan Indeks Risiko Bencana 2015-2019
Baseline indeks risiko bencana secara nasional adalah rata-rata indeks risiko
bencana dari 497 kabupaten/kota berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia
tahun 2013 yaitu 156,3 (Tabel 2), sedangkan baseline indeks risiko bencana pusatpusat wilayah pertumbuhan yang dimaksud dalam RPJMN 2015-2019 adalah ratarata indeks risiko bencana dari 136 kabupaten/kota, yaitu 169,5 (Tabel 3).
Tabel 2. Jumlah Kab/Kota dan Nilai Indeks Rata-rata Risiko Bencana per Kab/Kota Per Provinsi dan
Nasional.
PROVINSI
ACEH
BALI
BANTEN
BENGKULU
D.I. YOGYAKARTA
DKI JAKARTA
GORONTALO
JAMBI
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
JAWA TIMUR
KALIMANTAN BARAT
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN TIMUR
KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG
KEPULAUAN RIAU
LAMPUNG
MALUKU
MALUKU UTARA
NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
PAPUA
PAPUA BARAT
RIAU
SULAWESI BARAT
SULAWESI SELATAN
SULAWESI TENGAH
SULAWESI TENGGARA
SULAWESI UTARA
SUMATERA BARAT
SUMATERA SELATAN
SUMATERA UTARA
INDONESIA
SEDANG
JUMLAH
INDEKS
KAB/KOTA
RATA-RATA
8
1
2
2
1
6
3
6
7
13
7
5
5
6
3
1
7
7
1
7
23
4
4
2
2
1
5
11
8
16
174
123.5
140.8
119.2
128.0
124.8
103.3
127.7
129.9
119.0
121.6
134.7
126.8
122.7
119.0
130.5
120.4
116.4
120.5
75.2
128.6
112.4
108.4
126.1
125.2
104.8
135.6
114.5
123.2
130.2
118.4
110
TINGGI
JUMLAH
INDEKS
KAB/KOTA RATA-RATA
15
8
6
8
4
3
5
19
22
31
9
8
8
11
6
7
11
8
10
14
6
7
8
5
22
9
11
10
8
7
17
323
180.2
173.2
200.3
183.4
175.4
151.7
156.8
183.8
179.1
179.7
174.0
169.7
156.1
173.4
168.4
184.8
179.3
180.9
172.2
169.7
174.7
180.7
157.9
190.9
170.5
169.9
172.1
169.3
194.3
156.5
180.2
163.9
Total
KAB/KOTA
23
9
8
10
5
6
6
11
26
35
38
14
13
14
14
7
7
14
11
9
10
21
29
11
12
5
24
11
12
15
19
15
33
497
INDEKS
RATARATA
160.5
169.6
180.0
172.3
165.3
103.3
139.7
142.1
166.3
157.7
171.4
157.1
151.6
140.2
164.2
161.5
116.4
152.6
179.3
169.2
172.2
156.0
125.3
154.4
147.3
190.9
166.8
158.0
169.0
151.0
153.2
142.4
150.2
156.3
23
Tabel 3. Jumlah Kab/Kota dan Nilai Indeks Rata-rata Risiko Bencana per Kab/Kota Prioritas Nasional
Per Provinsi (RPJMN 2015-2019)
SEDANG
TINGGI
INDEKS
Total
PROVINSI
RATAJUMLAH
INDEKS
JUMLAH
INDEKS
KAB/KOTA
RATA
KAB/KOTA
RATAKAB/KOTA
RATARATA
RATA
ACEH
2
171.2
2
171.2
BALI
4
172.0
4
172.0
BANTEN
2
191.6
2
191.6
BENGKULU
3
169.2
3
169.2
D.I. YOGYAKARTA
1
124.8
1
153.6
2
139.2
DKI JAKARTA
1
111.0
1
111.0
GORONTALO
1
123.2
1
146.4
2
134.8
JAMBI
1
128.0
2
152.6
3
144.4
JAWA BARAT
2
104.8
9
197.9
11
179.3
JAWA TENGAH
1
143.2
5
190.6
6
182.7
JAWA TIMUR
10
185.3
10
185.3
KALIMANTAN BARAT
2
114.0
6
174.7
8
159.6
KALIMANTAN SELATAN
3
191.1
3
191.1
KALIMANTAN TENGAH
2
163.8
2
163.8
KALIMANTAN TIMUR
1
133.6
2
164.3
3
152.0
KALIMANTAN UTARA
1
133.6
1
164.3
2
152.0
LAMPUNG
3
199.1
3
199.1
MALUKU
6
176.5
6
176.5
MALUKU UTARA
6
179.7
6
179.7
NUSA TENGGARA BARAT
8
177.5
8
177.5
NUSA TENGGARA TIMUR
1
138.0
6
180.8
7
174.7
PAPUA
1
117.2
3
181.4
4
168.6
PAPUA BARAT
6
180.6
6
180.6
SULAWESI BARAT
2
201.2
2
201.2
SULAWESI SELATAN
6
166.1
6
166.1
SULAWESI TENGAH
1
72.0
5
178.7
6
160.9
SULAWESI TENGGARA
3
169.5
3
169.5
SULAWESI UTARA
1
130.4
4
162.4
5
156.0
SUMATERA BARAT
3
201.1
3
201.1
SUMATERA SELATAN
2
159.2
2
159.2
SUMATERA UTARA
1
95.2
4
154.9
5
143.0
TOTAL
16
116.6
120
178.3
136
169.4
Target penurunan indeks risiko bencana sangat dipengaruhi oleh komponen
penyusunnya yaitu komponen bahaya, komponen kerentanan dan komponen
kapasitas. Dari ketiga komponen penyusun indeks risiko, komponen bahaya
merupakan komponen yang sangat kecil kemungkinan untuk diturunkan, maka indeks
risiko bencana dapat diturunkan dengan cara menurunkan tingkat kerentanan
(komponen kerentanan) melalui peningkatan tingkat kapasitas (komponen kapasitas).
Pengaruh masing-masing komponen (bobot) dalam penentuan indeks risiko bencana
adalah komponen bahaya 40%, komponen kerentanan 30% dan komponen kapasitas
30%.
24
Jadi berdasarkan pengaruh dari ketiga komponen penyusun indeks risiko bencana,
maka komponen kerentanan berupa coping capacities dan kapasitas merupakan
komponen yang paling memungkinkan dilaksanakan untuk menurunkan indeks risiko
bencana. Berdasarkan uraian pengaruh masing-masing komponen dalam penurunan
indeks risiko bencana, maka target utama dalam penurunan indeks risiko bencana
adalah komponen coping capacities dan kapasitas sebesar 30% selama 5 tahun
(2015-2019). Sehingga strategi penurunan indeks risiko bencana adalah dengan
peningkatan kapasitas penanggulangan bencana.
Target indeks risiko nasional rata-rata turun sebesar 46.9 menjadi 109.4 (SEDANG) dari
baseline 156.3 (TINGGI), sedangkan target indeks risiko rata-rata prioritas nasional
turun sebesar 50.8 menjadi 118.6 (SEDANG) dari baseline 169.4 (TINGGI) yang
ditunjukkan pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Target Penurunan Indeks Risiko Bencana Kab/Kota Prioritas Nasional dan Tingkat Nasional
INDEKS
TARGET
TARGET
JUMLAH
RATATAHUN
PENURUN
INDEKS
NO. TINGKAT
KAB/
RATA
AN INDEKS
(TAHUN
KOTA
(BASELINE
(30%)
2019)
2015 2016 2017 2018 2019
2013)
1
NASIONAL
497
156.3
46.9
9.4
9.4
9.4
9.4
9.4
109.4
2
KAB/KOTA
PRIORITAS
NASIONAL
136
169.4
50.8
10.2
10.2
10.2
10.2
10.2
118.6
Indikator Peningkatan Kapasitas Penanggulangan Bencana dalam Penurunan Indeks
Risiko Bencana dan Kementerian/Lembaga yang Terkait.
Sebagai konsekuensi masuk dalam Nawacita 7, maka anggaran penanggulangan
bencana harus dihitung sebagai investasi dalam pembangunan. Sejalan dengan
sasaran RPJMN 2015-2019 menurunkan indeks risiko bencana, maka setiap rupiah
anggaran penanggulangan bencana harus dapat menghitung penurunan indeks risiko
bencana. Berdasarkan strategi dan upaya-upaya penanggulangan bencana, perlu
ditentukan indikator yang dapat dinilai dan dievaluasi dalam menurunkan indeks risiko
bencana.
Strategi 1 diterjemahkan dengan 11 (sebelas) upaya-upaya penanggulangan bencana.
Indikator yang dapat dibuat untuk strategi 1 adalah 23 indikator. Strategi 2 melibatkan
17 indikator dan strategi 3 melibatkan 31 indikator seperti tersaji pada Tabel 5
dibawah.
25
Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam penurunan indeks risiko bencana sebanyak
23 dan berdasarkan peran kementerian/lembaga per indikator sebagai berikut :
Strategi 1
Pengurangan risiko
bencana dalam kerangka
pembangunan
berkelanjutan di pusat
dan daerah
Strategi 2
Penurunan tingkat
kerentanan terhadap
bencana
Strategi 3
Peningkatan kapasitas
pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat
dalam penanggulangan
bencana
BNPB, BAPPPENAS, KEMENDAGRI, BMKG, KEMEN PUPERA, KEMEN ESDM, BIG, KEMENTAN, BPPT, LAPAN,
KEMENKES, KEMENSOS, KLHK, KEMENDES PDTT,
KEMEN ATR, TNI, POLRI, KKP
BNPB, BAPPENAS, KEMENDAGRI, BMKG, KEMEN PUPERA, KEMEN ESDM, BIG, KEMENTAN, BPPT, LAPAN,
KEMENKES, KEMENSOS, KLHK, KEMENDES PDTT,
KEMENDIKDASBUD, KEMENAG, KOMINFO, TNI, POLRI,
KEMENKEU
BNPB, BAPPPENAS, KEMENDAGRI, BMKG, KEMEN PUPERA, KEMEN ESDM, BIG, KEMENTAN, LAPAN,
KEMENKES, KEMENSOS, KLHK, KEMENDES PDTT,
KEMEN ATR, TNI, POLRI, KKP, KEMENRISTEKDIKTI,
BRG
Beberapa Kementerian/Lembaga terlibat dalam 71 indikator penurunan indeks risiko
bencana seperti pada Gambar berikut.
26
Operasional Penurunan Indeks Risiko Bencana
Penurunan Indeks Risiko Bencana dilaksanakan dengan melakukan kegiatan
peningkatan kapasitas penanggulangan bencana di daerah (Kabupaten dan Kota) oleh
berbagai pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan masyarakat serta lembaga usaha. Pemerintah pusat bertugas
untuk menetapkan NSPK (norma, standar, prosedur, kriteria), membangun fasilitator di
pusat dan daerah, melakukan pelaksanaan kegiatan di kabupaten/kota dan
melakukan monitoring dan evaluasi. Pemerintah provinsi bertugas membangun
fasilitator di daerah bersama pemerintah pusat, melakukan pelaksanaan kegiatan di
kabupaten/kota dan melaporkan kegiatannya kepada pemerintah pusat. Pemerintah
kabupaten/kota bertugas untuk membangun fasilitator di daerah bersama pemerintah
pusat dan pemerintah provinsi, melakukan pelaksanaan kegiatan di kabupaten/kota
dan melaporkan kegiatannya kepada pemerintah pusat.
1.
Kebijakan
[SNI/SOP/Panduan]
2.
Fasilitator
3.
Implementasi
Daerah
4.
Monitoring dan
Evaluasi
Pemerintah melalui instansi berwenang sesuai tugas dan
fungsi, menyediakan kebijakan dalam bentuk Standart Nasional
Indonesia (SNI), standart operational procedure, dan panduanpanduan yang jelas dan dapat diimplementasikan di tingkat
kabupaten/kota. Kebijakan tidak boleh tumpang tindih dan
bertentangan dengan kebijakan lainnya. Penyusunannya
dengan melibatkan para ahli kebencanaan, termasuk praktisi.
Pemerintah dengan keterbatasan sumberdaya manusia
membentuk fasilitator di tingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota dan komunitas. Fasilitator ini diberikan
pembekalan sesuai dengan kebijakan yang disiapkan dan
disertifikasi oleh lembaga yang berwenang. Serta membantu
kabupaten/kota dalam mengimplementasi kebijakan.
Semua indikator peningkatan kapasitas penanggulangan
bencana dapat diimplementasikan di kabupaten/kota, baik
menggunakan pendanaan dari APBN dan APBD. Implementasi
indikator di kabupaten/kota mengedepankan pelibatan
masyarakat dan menggunakan pola gerakan pengurangan
risiko bencana, sesuai dengan karakteristik risiko bencana
serta kapasitas daerah.
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk menilai apakah
indikator sudah dilakukan sudah sesuai kebijakan yang
dipedomani. Kegiatan ini juga akan menilai apakah suatu
Kabupaten/Kota sudah bisa disebut tangguh atau belum. Bobot
masing-masing indikator harus disepakati, demikian juga
metode penilaiannya. Penanggungjawab monitoring dan
evaluasi dalam implementasi Kebijakan dan Strategi PB dalam
penurunan Indeks Risiko Bencana adalah unit kerja bernama
Desk IRBI yang langsung di bawah Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) dan alat bantu (tools) yang
digunakan untuk pemantauan penurunan Indeks Risiko
Bencana (IRB) adalah InaRISK.
27
VI. PENUTUP
Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Bencana (Jakstra PB) merupakan arahan dasar yang
masih harus dijabarkan secara lebih operasional oleh berbagai pihak yang berkepentingan
di bidang penanggulangan bencana, sehingga pada akhirnya visi yang diharapkan dapat
dicapai dengan baik. Penjabaran secara teknis melalui kegiatan penyiapan perangkat
pengaturan, perencanaan, pemrograman, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengelolaan
penanggulangan bencana dilakukan secara menyeluruh di semua tingkatan pemerintahan,
baik di pusat maupun di daerah wilayah provinsi, kabupaten dan kota. Untuk pelaksanaan
kebijakan dan strategi nasional PB ini akan disusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan
Petunjuk Teknis (Juknis).
28
Tabel 5. Strategi dan indikator penurunan indeks risiko bencana
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI (RPJMN)
1
INDIKATOR DI DAERAH (IRB)
KETERLIBATAN
UTAMA
PENDAMPING
BNPB
BAPPENAS
KEMENDAGRI
BNPB, BAPPENAS
BMKG, KEMEN PUPERA, KEMEN ESDM,
BIG, KEMENTAN
BNPB, BPPT, LAPAN, KEMENKES,
KEMENSOS, KLHK, KEMENDES PDTT
BNPB
BMKG, KEMEN PU-PERA, KEMEN ESDM,
BIG, KEMENTAN, BPPT, LAPAN,
KEMENKES, KEMENSOS, KLHK,
KEMENDES PDTT
Pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah, melalui:
a.
Pengarusutamaan pengurangan
risiko bencana dalam perencanaan
pembangunan nasional dan daerah;
1
2
b.
c.
d.
e.
Pengenalan, pengkajian dan
pemantauan risiko bencana melalui
penyusunan kajian dan peta risiko
skala 1:50.000 pada kabupaten dan
skala 1:25.000 untuk kota, yang
difokuskan pada kabupaten/kota
risiko tinggi terhadap bencana.
3
4
Terbentuknya Komitmen DPRD terhadap
penganggaran kegiatan-kegiatan
penanggulangan bencana
Tersedianya Peraturan Daerah tentang Rencana
Penanggulangan Bencana yang terintegrasi
dengan RPJMD
Tersedianya Peta Bahaya dan kajiannya untuk
seluruh bahaya yang ada di daerah sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan
Tersedianya Peta Kerentanan dan kajiannya
untuk seluruh bahaya yang ada di daerah
5
Tersedianya Peta Kapasitas dan kajiannya
Pemanfaatan kajian dan peta risiko
bagi penyusunan Rencana
Penanggulangan (RPB) Bencana
Kab/Kota dan Rencana Aksi Daerah
Pengurangan Risiko Bencana (RAD
PRB), yang menjadi referensi untuk
penyusunan RPJMD Kab/Kota.
Integrasi kajian dan peta risiko
bencana dalam penyusunan dan
review RTRW Provinsi/
Kabupaten/Kota.
6
Tersusun dan diimplementasikannya Rencana
Penanggulangan Bencana Daerah
Harmonisasi kebijakan dan regulasi
penanggulangan bencana di pusat
dan daerah;
9
7
8
10
Tersedianya Peraturan Daerah tentang
Tataruang Berbasis PRB
Diterapkannya penataan ruang berbasis PRB
Tersedianya Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan PB
Tersedianya Peraturan Daerah tentang
Pembentukan BPBD
BNPB
BNPB
BAPPENAS
KEMENDAGRI
KEMEN ATR
KEMEN ATR
BAPPENAS, BNPB, KEMENDAGRI
KEMENDAGRI
BNPB
KEMENDAGRI
BNPB
29
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI (RPJMN)
INDIKATOR DI DAERAH (IRB)
11
12
13
14
15
f.
2
Penyusunan rencana kontijensi pada
kabupaten/kota yang berisiko tinggi
sebagai panduan kesiapsiagaan dan
operasi tanggap darurat dalam
menghadapi bencana.
Tersedianya Peraturan tentang pembentukan
Forum PRB
Tersedia dan diterapkannya sistem pendataan
bencana daerah yang terhubung dengan sistem
pendataan bencana nasional
Tersedianya aturan tentang Penentuan Status
Tanggap Darurat
Diterapkannya sistem komando operasi darurat
yang mampu memenuhi kebutuhan
pengambilalihan komando oleh struktur
pemerintahan yang lebih tinggi
Tersedianya aturan dan diterapkannya
mekanisme Penghentian status Tanggap Darurat
KETERLIBATAN
UTAMA
PENDAMPING
KEMENDAGRI
BNPB
BNPB
KEMENDAGRI, BMKG, KEMEN PU-PERA,
KEMEN ESDM, BIG, KEMENTAN, BPPT,
LAPAN, KEMENKES, KEMENSOS, KLHK,
KEMENDES PDTT
BNPB
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES,
KEMEN PU-PERA, KEMEN ESDM, KLHK,
BMKG
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES,
KEMEN PU-PERA
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES, KKP,
KEMENPU-PERA
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES,
KEMEN PU-PERA
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES,
KEMEN PU-PERA, KEMEN ESDM
16
Tersedianya Rencana Kontijensi Gempabumi
17
Tersedianya Rencana Kontijensi Tsunami
18
Tersedianya Rencana kontijensi banjir
19
Tersedianya Rencana kontijensi tanah longsor
20
Tersedianya Rencana Kontijensi karlahut
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES, KLHK
21
Tersedianya Rencana kontijensi erupsi
gunungapi
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES,
KEMEN PU-PERA, KEMEN ESDM
22
Tersedianya Rencana kontijensi kekeringan
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES,
KEMEN PU-PERA, KEMEN ESDM
23
Tersedianya Rencana kontijensi banjir bandang
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES,
KEMEN PU-PERA, KEMEN ESDM, KLHK
BNPB
BNPB
BNPB
BNPB
Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana, melalui:
30
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI (RPJMN)
a.
Mendorong dan menumbuhkan
budaya sadar bencana serta
meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang kebencanaan.
INDIKATOR DI DAERAH (IRB)
24
25
26
b.
c.
Peningkatan sosialisasi dan
diseminasi pengurangan risiko
bencana kepada masyarakat baik
melalui media cetak, radio dan
televisi.
27
Penyediaan dan penyebarluasan
informasi kebencanaan kepada
masyarakat.
29
28
30
d.
e.
Meningkatkan kerjasama
internasional, mitra pembangunan,
OMS dan dunia usaha dalam
penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
Peningkatan kualitas hidup
masyarakat di daerah pasca
bencana, melalui percepatan
penyelesaian rehabilitasi dan
rekonstruksi wilayah pasca bencana
alam.
31
32
33
34
Terselenggaranya komunikasi bencana lintas
lembaga sesuai dengan mekanisme yang telah
ditetapkan, minimal beranggotakan lembagalembaga dari sektor pemerintah, masyarakat
mau pun dunia usaha
Terselenggaranya Sekolah dan Madrasah Aman
Bencana (SMAB)
Terselenggaranya Rumah Sakit dan Puskemas
Aman Bencana
Terselenggaranya sosialisasi pencegahan dan
kesiapsiagaan bencana melalui media yang
tersedia
Tersedianya Peraturan tentang penyebaran
informasi kebencanaan di daerah
Terbangunnya sarana penyampaian informasi
kebencanaan yang menjangkau langsung
masyarakat
Tersedianya Informasi penataan ruang yang
mudah diakses publik
Dibentuknya Forum PRB
Dikerahkannya bantuan darurat pada
masyarakat terdampak bencana
Terselenggaranya pemulihan penghidupan
masyarakat
Terselenggaranya Perbaikan rumah penduduk
pasca bencana
KETERLIBATAN
UTAMA
PENDAMPING
KEMENDAGRI
BNPB
KEMENDIKDASBUD,
KEMENAG
BNPB
KEMENKES
BNPB
BNPB
BMKG, KEMEN PU-PERA, KEMEN ESDM,
BIG, KEMENTAN, BPPT, LAPAN,
KEMENKES, KEMENSOS, KLHK,
KEMENDES PDTT
KEMENDAGRI
KOMINFO, BNPB
KEMENKOMIN-FO
BNPB, BMKG, LAPAN, BPPT
KEMEN ATR
BAPPENAS, BNPB, KEMENDAGRI
BNPB
KEMENDAGRI
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES,
KEMENKEU
KEMEN PU-PERA
BNPB
31
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI (RPJMN)
f.
Pemeliharaan dan penataan
lingkungan di daerah rawan bencana
alam.
INDIKATOR DI DAERAH (IRB)
35
36
37
g.
Membangun dan menumbuhkan
kearifan lokal dalam membangun
dan mitigasi bencana.
38
39
40
3
Terselenggaranya Perlindungan daerah
tangkapan air pada daerah berisiko banjir,
longsor dan kekeringan
Terselenggaranya restorasi sungai pada daerah
berisiko banjir dan kekeringan
Terselenggaranya Penguatan lereng pada daerah
berisiko longsor dan banjir bandang
tercapainya optimalisasi pemanfaatan air
permukaan untuk pengurangan risiko bencana
banjir dan kekeringan
Terselenggaranya Pemantauan berkala hulu
sungai pada daerah berisiko banjir bandang
Diterapkannya penegakan hukum untuk
mencegah kebakaran hutan dan lahan
KETERLIBATAN
UTAMA
PENDAMPING
KLHK
KEMEN PU-PERA, BNPB
KEMEN PU-PERA
KLHK, BNPB
KEMEN PU-PERA
KLHK, BNPB, KEMEN ESDM
KEMEN PU-PERA
KEMENTAN, KLHK, BNPB
KEMEN PU-PERA
KEMENTAN, KLHK, BNPB
POLRI
KLHK, BNPB, TNI
BNPB
KEMENDAGRI
KEMENDAGRI
BNPB
BMKG
BNPB, KEMENDIKTI&RISTEK
KEMEN PU-PERA
BNPB
KEMEN ESDM
BNPB
Peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana
a.
b.
c.
Penguatan kapasitas kelembagaan
dan aparatur penanggulangan
bencana di pusat dan daerah.
Penguatan tata kelola, transparansi
dan akuntabilitas penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
Penyediaan sistem peringatan dini
bencana kawasan risiko tinggi serta
memastikan berfungsinya sistem
peringatan dini dengan baik.
41
42
43
44
45
Diselenggarakannya pelatihan dan sertifikasi
terkait kemampuan pengelolaan dan operasional
kepada aparat PB
Terbentuknya BPBD dengan tata kelola,
transparansi dan akuntabilitas yang baik dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini
Tsunami pada daerah berisiko
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini Banjir
pada daerah berisiko
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini Tanah
Longsor pada daerah berisiko
32
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI (RPJMN)
INDIKATOR DI DAERAH (IRB)
46
47
48
49
50
d.
Pengembangan dan pemanfaatan
IPTEK dan pendidikan untuk
pencegahan dan kesiapsiagaan
menghadapi bencana.
51
52
53
54
55
56
e.
Melaksanakan simulasi dan gladi
kesiapsiagaan menghadapi bencana
secara berkala dan
berkesinambungan di kawasan
rawan bencana.
57
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini
Kebakaran Hutan dan Lahan pada daerah
berisiko
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini Erupsi
Gunungapi pada daerah berisiko
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini
Kekeringan pada daerah berisiko
Terselenggaranya Sistem Peringatan Dini Banjir
Bandang pada daerah berisiko
Tersedianya Pusdalops PB dengan fasilitas
minimal mampu memberikan respon efektif
untuk pelaksanaan peringatan dini dan
penanganan masa krisis
Diterapkannya pembangunan sumur resapan
dan/atau biopori pada kawasan domestik dan
komersil
Diterapkannya bangunan aman Gempabumi
pada daerah domestik dan komersil
Tesedianya tanaman dan/atau bangunan
penahan gelombang tsunami
Terselenggaranya revitalisasi tanggul, embung,
waduk dan taman kota
Teselenggaranya restorasi lahan gambut
Terselenggaranya konservasi vegetatif DAS
rawan longsor
Dilaksanakannya Penyelenggaraan Latihan
(geladi) Kesiapsiagaan secara periodik
KETERLIBATAN
UTAMA
PENDAMPING
KLHK
BNPB, BMKG,LAPAN
KEMEN ESDM
BNPB
KEMENTAN, KEMEN
PU-PERA
BNPB
KEMEN PU-PERA
LAPAN, BMKG, BNPB
BNPB
KEMENDAGRI, BMKG, KEMEN PU-PERA,
KEMEN ESDM, KEMENTAN, LAPAN,
KEMENKES, KEMENSOS, KLHK,
KEMENDES PDTT
KEMEN PU-PERA
KLHK, BNPB
KEMEN PU-PERA
BMKG, BNPB
KEMEN PU-PERA,
KKP
KLHK, BNPB
KEMEN PU-PERA
KLHK, BNPB
BRG
KEMENTAN, KLHK, BNPB
KLHK
KEMEN PU-PERA, BNPB
BNPB
TNI, POLRI, BMKG, KEMEN PU-PERA,
KEMEN ESDM, KEMENTAN, KEMENKES,
KEMENSOS
33
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI (RPJMN)
f.
g.
Penyediaan infrastruktur mitigasi dan
kesiapsiagaan (shelter/tempat
evakuasi sementara, jalur evakuasi
dan rambu-rambu evakuasi)
menghadapi bencana, yang
difokuskan pada kawasan rawan dan
risiko tinggi bencana.
Pembangunan dan pemberian
perlindungan bagi prasarana vital
yang diperlukan untuk memastikan
keberlangsungan pelayanan publik,
kegiatan ekonomi masyarakat,
keamanan dan ketertiban pada
situasi darurat dan paska bencana.
INDIKATOR DI DAERAH (IRB)
58
59
60
61
62
63
64
h.
i.
Pengembangan Desa Tangguh
Bencana di kawasan risiko tinggi
bencana untuk mendukung Gerakan
Desa Hebat
Peningkatan kapasitas manajemen
dan pendistribusian logistik
kebencanaan, melalui pembangunan
pusat-pusat logistik kebencanaan di
masing-masing wilayah pulau, yang
65
66
67
68
Tersedianya Rencana Evakuasi Bencana
Tsunami beserta fasilitas yang dibutuhkan
Tersedianya Rencana evakuasi bencana erupsi
gunungapi beserta fasilitas yang dibutuhkan
Terselenggaranya Perbaikan Darurat pada
fasilitas publik saat tanggap darurat bencana
Terselenggaranya pemulihan pelayanan dasar
pemerintah pada saat tanggap darurat bencana
Terselenggaranya pemulihan infrastruktur
penting pada saat tanggap darurat bencana
Terselenggaranya pengerahan Tim Kaji Cepat ke
lokasi bencana sebagai respon awal laporan
kejadian bencana
Terselenggaranya pengerahan Tim Penyelamatan
dan Pertolongan Korban sebagai respon awal
laporan kejadian bencana
KETERLIBATAN
UTAMA
PENDAMPING
BNPB
BMKG, KKP
KEMEN PU-PERA
BNPB, KEMEN ESDM
KEMENPU-PERA
BNPB, TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES
KEMENDAGRI
BNPB, KEMENPU-PERA, KEMENKES
KEMEN PU-PERA
BNPB
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES,
KEMEN PU-PERA, KEMEN ESDM, KLHK,
BMKG
BNPB
BASARNAS, TNI, POLRI, KEMENSOS,
KEMENKES
BNPB
KEMENDAGRI, KEMENSOS, KKP,
KEMENDES PDTT, KEMENKES, KEMENKOMINFO
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES
Terbangunnya Desa Tangguh Bencana
Tersedianya kajian kebutuhan peralatan dan
logistik kebencanaan daerah
Teselenggaranya Pengadaan kebutuhan
peralatan dan logistik kebencanaan
Tersedianya mekanisme dan fasilitas
Penyimpanan/pergudangan Logistik PB
34
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI (RPJMN)
dapat menjangkau wilayah pasca
bencana yang terpencil
INDIKATOR DI DAERAH (IRB)
69
70
71
Terselenggaranya pemeliharaan peralatan dan
supply chain logistik yang diselenggarakan
secara periodik
Tersedianya energi listrik untuk kebutuhan
darurat
Terbangunnya kemampuan pemenuhan pangan
daerah untuk kebutuhan darurat
KETERLIBATAN
UTAMA
PENDAMPING
BNPB
TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES
KEMEN ESDM
BNPB, TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES
KEMENTAN
BNPB, TNI, POLRI, KEMENSOS, KEMENKES
35
36