APLIKASI KEBIJAKAN FISKAL DI NEGARA-NEGARA MUSLIM DAN APLIKASI KEBIJAKAN MONETER ISLAM
MAKALAH
Dibuat dan Dipresentasikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keuangan Publik Islam, Prodi Ekonomi Syariah 3 Semester 7 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Oleh: Kelompok 5
1. A. DIAH HERAWATI (01183061)
2. MUTIARA (01183063)
3. HASNIDAR (01183075)
4. SERLIANA (01183078)
5. MOHD. SYAHRUL (01183080)
6. A. SUCI DAMAYANTI (01183090)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2021
KATA PENGANTAR
﴿ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ١ ﴾
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aplikasi Kebijakan Fiskal Di Negara-Negara Muslim Dan Aplikasi Kebijakan Moneter Islam”.
Dalam pembuatan makalah ini mulai dari perancangan, pencarian bahan, sampai penulisan, penulis mendapat bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih khususnya pada dosen pengajar Sitti Hardiyanti, SE., MM dan juga kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam menulis makalah ini penulis telah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk menjadikan makalah ini lebih mudah dibaca dan dipahami. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Watampone, 13 Desember 2021
Penulis
Kelompok 5
HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Teori dan Konsep zakat,infaq dan sadaqah 2
B. Zakat sebagai instrumen fiskal islami 7
C. Perbedaan instrumen kebijakan moneter konvensional dan islam 1
D. Tujuan kebijakan moneter 19
BAB III PENUTUP 24
A. Kesimpulan 24
B. Saran 25
DAFTAR RUJUKAN 26
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam islam, kebijakan fiskal merupakan suatu kewajiban negara dan menjadi hak rakyat sehingga kebijakan fiskal bukanlah semata-mata sebagai suatu kebutuhan untuk perbaikan ekonomi maupun untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Tetapi lebih pada penciptaan mekanisme distribusi ekonomi yang adil seperti yang umum kita ketahui dinegara- negara muslim adanya Zakat, Infaq dan Sedeqah.
Adapun ekonomi moneter adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari tentang sifat dan pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi. Apalagi kini istilah ekonomi islam sangat dekat dengan telinga kita. Dalam ekonomi Islam-pun tidak terlepas dari pentingnya menetahui ekonomi moneter yang berdasarkan asas-asas islam.
Terdapat beberapa pertimbangan yang mendasari belajar kebijakan moneter, diantaranya adalah dengan mempelajari kebijakan moneter diketahui lebih mendalam bagaimana kebijaksanaan moneter serta mekanisme ekonomi bagi hasil.Menganalisis fenomena moneter dalam kaitannya dengan efek kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi islami serta menganilisis mekanisme kebijakan fiskal dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi berdasarkan prinsip bagi hasil. Oleh karna itu dengan mempelajari ekonomi moneter islam, dapat juga diketahui efek dari penerapan kebijakan moneter dan terhadap upaya-upaya pencapaian pembangunan ekonomi
Dari paparan di atas, kami sebagai penulis merasa tertarik untuk lebih dalam lagi membahas tentang Aplikasi Kebijakan Fiskal Di Negara-Negara Muslim Dan Aplikasi Kebijakan Moneter Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori dan konsep zakat,infaq dan sadaqah ?
2. Bagaimana zakat sebagai instrumen fiskal islami negara ?
3. Bagaimana perbedaan instrumen kebijakan moneter konvensional dan islam ?
4. Bagaimana tujuan kebijakan moneter ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui teori dan konsep zakat,infaq dan sadaqah.
2. Untuk mengetahui zakat sebagai instrumen fiskal islami negara.
3. Untuk mengetahui perbedaan instrumen kebijakan moneter konvensional dan islam.
4. Untuk mengetahui tujuan kebijakan moneter.
BAB II PEMBAHASAN
A.Teori Dan Konsep Zakat,Infaq Dan Sadaqah
1.Teori Zakat
Zakat merupakan penopang dan tambahan meringankan beban pemerintah dalam menciptakan pemerataan dan penggangguran kemiskinan. Demikian pula zakat tidak menghalangi negara untuk mengadopsi ukuran-ukuran fiskal dan skema-skema redistribusi pendapatan seta perluasan lapangan pekerjaan dan peluang penciptaan lapangan kerja sendiri melalui bantuan modal ringan dari dana zakat itu sendiri.
Zakat disalukan untuk memenuhi konsumsi pokok kebutuhan yang habis di pakai dari hari kehari. Meskipun mungkin mampu membantu fakir miskin memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak, cara pemanfaatan zakat seperti ini cenderung mengabaikan si penerima dalam situasi kemiskinannya. Pemberian "ikan" yang terus menerus tidak akan mendorong orang menjadi "tukang pancing" terutama zakat dibagikan berdasarkan flat rate.
Karena itu "reorientasi" prioritas pemanfaatan zakat perlu dilakukan ke arah manfaat jangka panjangnya. Pertama, zakat harus dibagikan sebagai "pajak pendapatan negatif" untuk mempertahannkan insentif kerja atau mencari penghasilan sendiri dikalangan fakir miskin.Kedua sebagian dari zakat yang terkumpul (setidaknya 50%) harus di gunakan untuk membiayai kegiatan memberi "pancing"(kegiatan produktif) kepada kelompok masyarakat fakir-miskin.Dalam Undang-Undang (UU) No.38 Tahun 1999 dinyatakan bahwa "Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat". Agar LPZ dapat berdaya guna, maka pengelolaan atau manajemennya harus berjalan dengan baik.Kualitas manajemen suatu organisasi pengelola zakat (Widodo, 2003) harus dapat diukur.
Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya. Pertama, amanah. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sitem yang dibangun. Kedua, sikap profesional. Sifat amanah belumlah cukup. Harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya. Ketiga, transparan. Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga akan melibatkan pihak eksternal. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.Ketiga kata kunci ini dapat diimplementasikan apabila didukung penerapan prinsip-prinsip operasionalnya. Prinsip-prinsip oleh operasionalisasi LPZ antara lain. Pertama, kita harus melihat aspek kelembagaan. Dari aspek kelembagaan, sebuah LPZ seharusnya.
a.Pengertian Zakat
Zakat adalah hak allah yang dikeluarkan oleh manusia untk orang orang miskin. Dinamakan zakat karena adanya harapan keberkahan, pensucian jiwa dan pengembangan jiwa dengan berbagai kebaikan. Zakat sebagai bentuk ibadah bisa sah karena di sertai niat. Oleh karena itu, ketika akan mengeluarkan zakat, para pemilik harta harus berniat menunaikan zakat atau shadaqah."
Zakat sebagai salah satu penyangga bangunan Islam, dengan tanpa mengabaikan penyangga-penyanggayang lain, sampai saat ini masih memerlukan perhatian serius. Bukan saja zakat sebagai salah satu rukun Islam, tetapi lebih dari itu, karena kesadaran kaum muslimin untuk melasanakan zakat masih rendah.
Zakat adalah salah satu rukun diantara rukun-rukun Islam. Zakat hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur'an, zakat disebut-sebut secara langsung sesudah shalat dalam delapan puluh dua ayat. Ini menunjukkan betapa pentingnya zakat, sebagaimana sholat. Zakat wajib di ambil dari orang kaya yang beragama Islam dan kemudian di bagikan menurut peraturan yang ada untuk orang fakir yang beragama Islam pula.
Berdasarkan pengertian zakat di atas di simpulkan bahwa Zakat merupakan sebutan bagi suatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang kepada orang-orang tertentu dengan syarakat-syarat tertentu. Dinamakan zakat karena didalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa, dan memupuknya dengan berbagai kebajikan.kata zakat sendiri, secara etimologis, berarti tumbuh (Al-numuw), bertambah banyak mengandung berkah, juga suci (thaharah). Beberapa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia:
1)Peraturan Menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1968 tanggal 15.juli 1968 tentang pembentukan Badan Amil Zakat.
2)Undang-Undang No. 38 tahun 1999.
3)Keputusan Direktorat jenderal Binmas islam dan Urusan Haji No.D/219 tahun 2000 tentang petunjuk teknis pengelolaaan zakat.
4)Keputusan menteri Agama nomor 373/ 2003 tentang pelaksanaan undang-undang No.38 tahun 1999,21.
2.Infaq
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintah Islam. jika zakat ada nisabnya, infaq tidak mengenal nishab. Infaq dikeluarkan setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit. Mengeluarkan sebagian harta untuk sesuatu kepentingan yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wata'ala, seperti menginfakkan harta untuk memenuhi kebutuhan keluarga.Infaq menurut pengertian umum adalah shorful mal ilal hajah. (mengatur/mengeluarkan harta untuk memenuhi keperluan). Infaq dapat bermakna positif dan negatif. Oleh karena itu ada infaq fi sabilillah (infaq di jalan Allah Swt). Ada infaq fi sabilis syaithan ( infaq di jalan setan).
Infaq merupakan sumbangan yang diberikan seorang pemimpin karena rekomendasi eksternal, yaitu rekomendasi pemimpin muslim. Infaq ada yang wajib ada yang sunnah. Infaq yang wajib diantaranya zakat, kafarat, nazar. Infaq yang sunnnah di antaranya infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam dan lainnya.
Infaq dia artikan sebagai mengeluarkan harta di jalan Allah. Infaq merupakan sumbangan yang diberikan seorang muslim karena rekomendasi eksternal, yaitu rekomendasi pemimpin muslim. Infaq adalah Penyerahan harta untuk kebajikan.
Berdasarkan pengertian diatas, maka setiap pengorbanan (pembelanjaan) harta dan semacamnya pada kebaikan disebut al-infaq. Dalam infaq tidak di tetapkan bentuk dan waktunya, demikian pula dengan besar atau kecil jumlahnya. Tetapi infaq biasanya identik dengan harta atau sesuatu yang memiliki nilai barang yang di korbankan. Infaq adalah jenis kebaikan yang bersifat umum, berbeda dengan zakat.
3.Shadaqah
a.Pengertian Shadaqah
Shadaqah secara bahasa berasal dari kata shadaqa. yashduqu,shadaqatan yang berarti pembenaran. Secara istilah adalah mengeluarkan harta di jalan allah sebagai pembenaran terhadap ajaran ajaran allah. 6 Shadaqah berasal dari kata sidqun yang berarti benar dalam hubungannya dengan antara perkataan, keyakinan dan perbuatan. Zakat juga di sebut shadaqah karena salah satu tujuan dari zakat adalah mendekatkan diri pada Allah swt sebagai implementasi dari keyakinan terhadap tuhan. Dengan demikian zakat merupakan shadaqah wajib yang diwajibkan bagi orang muslim yang mempunyai harta satu nisab
B. Analisis Zakat Sebagai Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam
Prinsip tentang kebijakan fiskal dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan yang berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama.
Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), h. 151
Kebijakan fiskal dianggap sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi perilaku manusia yang dapat dipengaruhi melalui member insentif atau meniadakan insentif yang disediakan dengan meningkatkan pemasukan pemerintah. Dalam hal kebijakan fiskal, zakat memainkan peranan penting dan siginfikan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, bahkan pengaruh nyata pada tingkah laku konsumsi. Zakat berpengaruh pula pada terhadap pilihan konsumen dalam hal mengalokasikan pendapatannya untuk tabungan atau investasi dan konsumsi. Pengaruh-pengaruh baik dari zakat pada aspek-aspek sosial ekonomi memberikan dampak bagi terciptanya keamanan masyarakat dan menghilangkan pertentangan kelas karena ketajaman perbedaan pendapatan.
Zakat adalah sistem keuangan, ekonomi, sosial, politik, moral dan agama sekaligus. Zakat adalah sistem keuangan dan ekonomi karena ia merupakan pajak harta yang ditentukan. Kadang-kadang sebagai pajak kepala seperti zakat fitrah dan kadang-kadang sebagai pajak kekayaan yang dipungut dari modal dan pendapatan seperti halnya pada zakat maal pada umumnya. Zakat dipandang sebagai poros keuangan negara Islam. Ia merupakan sumber utama penerimaan.
Mohamed Aslam Haneef, Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 24 Zakat adalah sumber keuangan baitul maal dalam islam yang terus-menerus. Ia dipergunakan untuk membebaskan tiap orang dari kesusahan dan menanggulangi kebutuhan mereka dalam bidang ekonomi dan lain-lain.
Pilar utama dan pertama dari perekonomian Islam yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah mekanisme fiskal zakat yang menjadi syarat dalam perekonomian ini. Zakat merupakan komponen utama dalam sistem keuangan publik sekaligus kebijakan fiskal yang utama dalam sistem ekonomi Islam. Walaupun demikian masih ada komponen lainnya yang dapat dijadikan unsur lain dalam sumber penerimaan negara. Penerapan sistem zakat akan mempunyai berbagai implikasi diberbagai segi kehidupan, antara lain:
Kusniawati,”Zakat sebagai Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam” (Skripsi, Jurusan Ekonomi Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Makassar, 2011), h. 71.
1.Memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekurangan.
2.Memperkecil jurang kesenjangan ekonomi.
3.Menekan jumlah permasalahan sosial, kriminalitas, gelandangan, pengemis, dan lain-lain.
4.Menjaga kemampuan beli masyarakat agar dapat memelihatra sektor usaha. Dengan kata lain zakat menjaga konsumsi masyarakat pada tingkat minimal sehingga perekonomian dapat terus berjalan.
5.Mendorong masyarakat untuk berinvestasi, tidak menumpuk hartanya.
Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu vertical dan horizontal. Disatu sisi, zakat merupakan bentuk ibadah wajib bagi mereka yang mampu dari kepemilikan harta dan menjadi salah satu ukuran kepatuhan seseorang pada Allah Swt. Disisi lain zakat merupakan variabel utama dalam menjaga kestabilan sosial ekonomi agar selalu berada pada posisi aman untuk terus berlangsung. Dari perspektif kolektif dan ekonomi, zakat akan melipatgandakan harta masyarakat. Proses pelipatgandaan ini dimungkinkan karena zakat dapat meningkatkan permintaan dan penawaran di pasar yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan permintaan terjadi karena perekonomian mengakomodasi golongan manusia yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan minimalnya sehingga pelaku dan volume pasar dari sisi permintaan meningkat. Distribusi zakat pada golongan masyarakat kurang mampu akan menjadi pendapatan yang membuat mereka memiliki daya beli atau memiliki akses pada perekonomian. Sementara itu, peningkatan penawaran terjadi karena zakat memberikan disinsentif bagi penumpukan harta diam (tidak diusahakan atau idle) dengan mengenakan ‘potongan’ sehingga mendorong harta untuk diusahakan dan dialirkan untuk investasi di sektor riil.
Pada akhirnya, zakat berperan besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara makro. Dengan adanya mekanisme zakat, aktifitas ekonomi dalam kondisi terburuk sekalipun dipastikan akan dapat berjalan paling tidak pada tingkat yang minimal untuk memenuhi kebutuhan primer. Oleh karena itu, instrumen zakat dapat digunakan sebagai perisai terakhir bagi perekonomian agar tidak terpuruk pada kondisi krisis dimana kemampuan konsumsi mengalami stagnasi (underconsumption). Zakat memungkinkan perekonomian terus berjalan pada tingkat yang minimum, karena kebutuhan konsumsi minimum dijamin oleh dana zakat.
Secara ringkas penerapan sistem zakat akan berdampak positif di sektor riil dalam beberapa hal, antara lain:
Kusniawati,”Zakat sebagai Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam”, h. 73.
1.Zakat menjadi mekanisme baku yang menjamin terdistribusinya pendapatan dan kekayaan sehingga tidak terjadi kecenderungan penumpukan faktor produksi pada sekelompok orang yang berpotensi menghambat perputaran ekonomi.
2.Zakat merupakan mekanisme perputaran ekonomi (velocity) itu sendiri yang memelihara tingkat permintaan dalam ekonomi. Dengan kata lain pasar selalu tersedia bagi produsen untuk memberikan penawaran. Dengan begitu, sektor riil selalu terjaga pada tingkat yang minimum tempat perekonomian dapat berlangsung karena interaksi permintaan dan penawaran selalu ada.
3.Zakat mengakomodasi warga negara yang tidak memiliki akses ke pasar karena tidak memiliki daya beli atau modal untuk kemudian menjadi pelaku aktif dalam ekonomi sehingga volume aktivitas ekonomi relative lebih besar (jika dibandingkan dengan aktifitas ekonomi konvensional).
Tujuan utama dari kegiatan zakat berdasarkan sudut pandang sistem ekonomi pasar adalah menciptakan distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Selain untuk tujuan distribusi, maka analisa kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi pasar dilakukan untuk melihat bagaimana dampak dari zakat terhadap kegiatan alokasi sumber daya ekonomi dan stabilisasi kegiatan ekonomi. Instrumen zakat juga memiliki justifikasi yang kuat untuk diintegrasikan dalam sistem fiskal nasional.
Secara umum tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan fiskal adalah kestabilan ekonomi. Tetapi secara rinci para ahli ekonomi berpendapat bahwa fungsi kebijakan fiskal mencakup tiga hal.
Sudiyono R, Ekonomi Makro: Pengantar Analisis Pendapatan Nasional, (Yogyakarta: Liberti, 1992), h. 89. Sebagaimana dikutip Nurdin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), h. 95. Pertama, fungsi alokasi yang bertujuan untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi yang ada dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga kebutuhan masyarakat seperti keamanan, pendidikan, prasarana jalan, tempat ibadah dan sebagainya dapat terpenuhi. Kedua, fungsi distribusi yang bertujuan untuk terselenggaranya pembagian pendapatan nasional yang adil. Ketiga, fungsi stabilisasi yang antara lain bertujuan untuk terpeliharanya kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai. Merujuk dari fungsi kebijakan fiskal tersebut, tidak diragukan lagi bahwa zakat dapat pula dijadikan instrumen dalam kebijakan fiskal karena memenuhi dengan baik seluruh prasyarat untuk menjadi instrumen fiskal.
Ketiga fungsi zakat yang dimainkan oleh zakat tersebut dapat dijabarkan secara jelas. Pertama, sebagai alat redistribusi pendapatan dan kekayaan. Karena sesungguhnya konsep zakat ini mirip dengan konsep transfer payment dalam ekonomi konvensional, meskipun banyak perbedaan yang mendasar, baik dari segi filosofis, landasan hukum hingga pada masalah penyaluran dan pendayagunaan. Sebagai sebuah instrumen, tentu saja zakat membutuhkan infra struktur yang memadai, baik dalam regulasi kebijakan hingga bentuk lembaga dan teknis operasional yang bersifat rinci. Jika fungsi zakat sebagai instrumen bagi redistribusi pendapatan dan kekayaan berjalan dengan baik, maka persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial dapat direduksi. Kedua, sebagai stabilisator perekonomian. Pengelolaan zakat yang baik dapat memberikan dampak terhadap stabilitas perekonomian. Ketiga, sebagai instrumen pembangunan dan pemberberdayaan masyarakat dhuafa (fungsi alokasi).
Zakat memiliki peran yang sangat strategis didalam pembangunan masyarakat. Bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia, pembangunan ekonomi yang terkait dengan sektor riil mendapatkan prioritas yang utama. Hal ini dimaksudkan agar angka pengangguran dan kemiskinan dapat dikurangi, lapangan serta kesempatan kerja dapat diperluas.
Kusniawati,”Zakat sebagai Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam”, h. 76.
C.Perbedaan Instrumen Kebijakan Moneter Konvensional dan Kebijakan Moneter Islam
Instrumen Kebijakan Moneter Konvensional
Ada empat instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar :
Nur Aini Latifah, “Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi Syariah”, MODERNISASI, Vol. 11, No. 2, Juni 2015, h. 127-130.
a.Operasi pasar terbuka (Open Market Operation)
Adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah (government security). Bank sentral dapat membuat perubahan-perubahan ke atas jumlah penawaran uang dengan melakukan jual beli surat-surat berharga. Bentuk tindakan yang akan diambil tergantung kepada masalah ekonomi yang dihadapi. Pada waktu perekonomian mengalami masalah resesi, penawaran uang perlu ditambah.Bank sentral menambah penawaran uang dengan melakukan pembelian surat-surat berharga. Penawaran uang akan bertambah karena apabila bank bank sentral melakukan pembayaran ke atas pembeliannya itu, maka cadangan yang ada pada bank perdagangan menjadi lebih besar. Dengan adanya kelebihan cadangan tersebut maka dapat memberikan pinjaman yang lebih banyak. Pinjaman ini akan diivestasikan dan kegiatan ekonomi Negara akan menjadi bertambah tinggi. Di dalam masa inflasi, kegiatan ekonomi yang berlebih-lebihan harus dikurangkan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangkan penawaran uang.Tujuan ini dapat dicapai oleh bank sentral dengan membeli surat-surat berharga. Dengan penjualan itu tabungan giral masyarakat dan cadangan yang dipegang oleh bank-bank perdagangan akan berkurang. Supaya operasi pasar terbuka dapat dilaksanakan dengan sukses dan memberikan efek yang diharapkan, dua keadaaan haruslah wujud dalam perekonomian.
b.Fasilitas diskonto (Discounto Rate)
Tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bak umum yang menjamin ke bank sentral. Dalam menjalankan tugasnya untuk mengawasi kegiatan bank-bank perdagangan, bank sentral harus memastikan agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan kepada system bank. Salah satu cara untuk mewujudkan hal ini adalah dengan berusaha agar bank-bank perdagangan selalu sanggup membayar semua cek yang dikeluarkan nasabah- nasabahnya. Yang pertama adalah dengan membuat pengarahan-pengarahan atau peraturan-peraturan tentang corak dan jenis investasi yang dapat dilakukan oleh bank-bank perdangan. Dan yang kedua adalah dengan member pinjaman kepada bank-bank yang menghadapi masalah dalam cadangannya, yaitu cadangannya adalah kurang dari cadangan minimum yang ditetapkan oleh peraturan.
c.Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio)
Penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibanding sebelumnya.Kesuksesan kedua jenis kebijakan moneter yang baru dibicarakan di atas sangat tergantung kepada apakah kebanyakan bank perdangan mempunyai kelebihan cadangan atau tidak.Apabila kelebihan cadangan terdapat dalam kebanyakan bank perdagangan, kedua-dua tindakan di atas tidak dapat digunakan untuk membuat perubahan-perubahan dalam penawaran uang.
Dengan adanya kelebihan cadangan, operasi pasar terbuka dan mengubah suku diskonto tidak mewujudkan efek yang diharapkan. Apabila kelebihan cadangan banyak terdapat di bank-bank perdangan, di dalam mempengaruhi penawaran uang, langkah bank sentral yang paling efektif adalah dengan mengubah tingkat cadangan minimum. Kelebihan cadangan yang terdapat dalam bank perdagangan akan dapat dihapuskan dengan menaikkan tingkat cadangan minimum tersebut. Contoh, misalkan cadangan minimum yang diwajibkan adalah dua puluh persen, tetapi bank-bank perdagangan pada umumnya mempunyai cadangan sebanyak dua puluh lima persen. Dalam keadaan seprti ini operasi pasar terbuka dan kebijakan mengubah tingkat bunga tidak akan member efek ke atas jumlah penawaran uang. Untuk mempengaruhi penawaran uang, perlulan terlebih dahulu suku cadangan dinaikkan menjadi dua puluh lima persen.
d.Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Dengan imbauan moral, otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang beredar (Rahardja, 2005). Kebijakan ini dijalankan oleh bank sentral bukan dengan menetapkan dalam bentuk tertulis hal-hal yang harus dilakukan oleh bank-bank perdangan, tetapi dengan mengadakan pertemuan- pertemuan langsung dengan bank-bank tersebut. Dalam pertemuan ini bank sentral menjelaskan langkah-langkah yang sedang dijalankan oleh pemerintah dan bantuan-bantuan apa yang diinginkan oleh bank sentral dari bank-bank perdagangan untuk menyukseskan tindakan tersebut. Dari pertemuan ini bank-bank perdagangan akan mengetahui langkah-langkah bagaimana yang harus mereka lakukan agar usaha-usaha yang sedang dilakukan pemerintah akan mencapai tujuan dan efek yang diharapkan.
Instrumen Kebijakan Moneter Islam
Instrumen kebijakan moneter Islam dapat dikelompokan dalam dua kelompok besar. Pertama, kontrol kwantitatif pada penyaluran kredit, dan kedua merealisasikan tujuan sosio-ekonomi.
Mugiyati, “Instrumen Kebijakan Moneter (Analisis Managemen Moneter Islami)”, Al-Qānūn, Vol. 11, No. 2, Desember 2008, h. 230-233.
1.Kontrol kwantitatif pada penyaluran kredit
Kontrol kwantitatif pada penyaluran kredit dapat berupa tindakan–tindakan sebagai berikut:
a. Statutory reserve requirement
Pada ekonomi Islam, ini merupakan instrumen yang penting, karena diskon rate dan operasi pasar terbuka tidak dapat berlaku. Bank komersial diwajibkan menempatkan sebagian dananya yang berasal dari demand deposit pada bank central sebagai statutoty reserve. Reserve requiremen ini hanya berlaku pada demand deposit, bukan pada mudharabah deposit. Ini dikarenakan mudarabah deposit merupakan penyertaan (equity) dari penabung pada bank tersebut di mana dimungkinkan memiliki laba maupun resiko rugi. Sistem ini akan baik bila ditunjang dengan pengawasan bank yang baik pula.
b. Credit Ceiling
Yaitu batasan nilai kredit tertinggi yang bisa diberikan bank komersial untuk menjamin bahwa penciptaan kredit total sesuai dengan target moneter. Dengan hanya mengandalkan reserve requirement yang memudahkan Bank Sentral melakukan penyesuaian pada high powered money, belum bisa menjamin keberhasilan manajemen moneter, karena dapat terjadi ekspansi kredit melampaui dari jumlah yang ditargetkan. Hal ini terjadi karena aliran dana yang dapat diperkirakan dengan tepat hanya bias masuk dalam sistem perbankan yang berasal dari bermudrabahnya Bank Sentral dengan bank komersial. Sedangkan aliran dana dari sumber lain yang masuk dalam sistem perbankan sulit ditentukan secara akurat. Yang turut mempengaruhi adalah tidak jelasnya hubungan antara reserve requiremen yang ada pada bank komersial dengan ekspansi kredit. Singkatnya perilaku money suplay mencerminkan interaksi sebagai faktorfaktor internal dan eksternal yang komplek, maka sebaiknyalah ditetapkan credit ceiling.
c. Demand Deposit
Untuk mempengaruhi reserves pada bank komersial, pemerintah berwenang memindahkan demand deposit pemerintah yang ada pada Bank Sentral kepada dan dari bank komesial. Intrumen ini mempunyai fungsi yang mirip dengan fungsi operasi pasar terbuka, dimana Bank Sentral mempengaruhi langsung terhadap bank komersial.
d. Common pool
Yaitu instrumen yang mensyaratkan bank-bank komersial untuk menyisihkan sebagian deposit yang dikuasainya dalam proporsi tertentu yang berdasarkan kesepakatan bersama guna menanggulangi masalah likuiditas. Instumen ini memiliki kemiripan fungsi dengan fasilitas re-diskonto pada Bank Sentral konvensional untuk memecahkan masalah likuiditas.
e. Moral suasion
Yaitu kontak-kontak personal, konsultasi dan pertemuan-pertemuan Bank Sentral dengan bank komersial untuk memonitor kekuatan dan masalahmasalah yang dihadapi bank-bank komersial. Dengan instrumen ini Bank Sentral dapat dengan jelas dan tepat memberikan saran guna mengatasi masalah-masalah yang dihadapi perbankan, sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan perbankan yang telah direncanakan.
f. Equity-Base Instrumens Equity-Base Instrumens
Adalah instrumen berdasarkan penyertaan. Instrumen ini dianjurkan karena beberapa hal. Pertama, pembelian dan penjualan saham perusahaan sektor publik tidak menimbulkan keberatan. Kedua, tidak membutuhkan sekuritas pemerintah secara mendalam, Ketiga, variasi harga equity-base instrumens yang dikeluarkan Bank Sentral pada operasi pasar terbuka tidak menuntut keuntungan atau pinalti dari pemegang saham. Keempat, kemungkinan naiknya harga saham yang dibeli Bank Sentral dari pemegang saham dapat menimbulkan tindakan korupsi, khususnya ketika secara fundamental mereka tidak menyetujuinya.
2. Merealisasikan Tujuan Sosio Ekonomi
a. Treating The Created Money as Fai’
Yaitu uang inti yang diciptakan Bank Sentral berasal dari pelaksanaan hak prerogatifnya. Hal ini membawa keuntungan bagi bank central karena biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan uang lebih kecil dari pada nilai nominalnya, atau dikenal dengan money seignoraga. Oleh karena itu, dengan adanya seignoraga tersebut maka sewajarnya Bank Sentral menyisihkan dananya sebagai fai’ atau pajak, yang utamanya digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang dapat memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin dan dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dan kekayaan. Pemerintah tidak boleh menggunakan dana ini untuk membiayai proyek-proyek yang hanya menguntungkan golongan kaya. Dengan instrumen ini alokasi dana dapat dipertanggung jawabkan penyalurannya kepada kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan produktif.
b. Goal Oriented Allocation Of Credit
Alokasi pembiayaan perbankan berdasarkan tujuan pemanfaatan akan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pelaku bisnis, juga akan menghasilkan barang dan jasa yang dapat terdistribusikan kepada semua lapisan masyarakat. Pada kenyataannya hal ini sulit terjadi. Ini dikarenakan dana yang dapat dihimpun oleh perbankan umum sebagian besar berasal dari penabung kecil, namun pada pemanfaatannya dalam bentuk kredit lebih tertuju pada pengusaha-pengusaha besar. Keengganan perbankan menyalurkan kredit pada usaha kecil dikarenakan adanya resiko yang lebih tinggi dan pengeluaran yang lebih besar dalam pembiayaan. Akibatnya usaha kecil sangat sulit memperoleh pembiayaan dari bank. Kalaupun bank bersedia menyediakan dana untuk pembiayaan usaha kecil, namun disertai dengan berbagai persyaratan yang menyuliskan mereka, utamanya persyaratan jaminan. Dengan kondisi seperti ini, maka dapat diperkirakan pertumbuhan dan kelangsungan usaha kecil menjadi terancam, meskipun pada dasarnya usaha kecil dapat berpotensi memperluas kesempatan kerja, menghasilkan produksi dan memperbaiki distribusi pendapatan. Untuk mengatasi hal ini perlu adanya skim penjaminan bagi bank dalam berpartisipasi pada pembiayaan usaha-usaha produktif yang tidak menyalahi nilai-nilai Islam. Melalui skim jaminan ini bank tidak diharuskan meminta jaminan kepada perusahaan yang mengajukan permohonan pembiayaan. Dalam hal ini bank mengahadapi tantangan dari pembiayaan yang dilakukannya, yaitu perusahaan yang dibiayai gagal dalam usahanya. Bila kegagalan tersebut karena penyimpangan moral, maka bank akan memperoleh dana kembali. Akan tetapi bila kegagalan tersebut akibat kondisi ekonomi yang buruk, maka bank harus ikut menanggung resiko.
D.Tujuan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No.3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pda pasal 7.
Nur Aini Latifah, “Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi Syariah”, Jurnal Ekonomi Syariah , (Dosen Ekonomi Bisnis FEBI IAIN Tulungagung), h. 126. Kestabilan rupiah yang dimaksud mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama kestabilan terhadap harga-harga baranag dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang Negara lain.
Dalam konteks perkembangan nilai rupiah terhadap mata uang Negara lain, Indonesia menganut system nilai tukar mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan system keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakn untuk menjaga kestabilan nilai tukar agar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia sejak 1 juli 2005 menerapkan kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kebijakan tersebut dipandang sesuai dengan mandat dan aspek kelembagaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Dalam kerangka ini, inflasi merupakan sasaran yang diutamakan (overriding objective). Bank Indonesia secara konstisten terus melakukan berbagai penyempurnaan kerangka kebijakan moneter, sesuai dengan perubahan dinamika dan tantangan perekonomian yang terjadi, guna memperkuat efektivitasnya.
Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan system keungan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukn untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaanya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga ssaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen antara lain operasi pasar terbuka dipasar uang baik rupiah maupun valuta Asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Alfitria, Cindy Novitasri, Ray Dwiki Syahputra, “Kebijakan Moneter dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal Perekonomian Indonesia, (Kelas: B / Kelompok 8 / Semester 5, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung), h. 9-10
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan
Teori Dan Konsep Zakat,Infaq Dan Sadaqah
Zakat merupakan sebutan bagi suatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang kepada orang-orang tertentu dengan syarakat-syarat tertentu. Dinamakan zakat karena didalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa, dan memupuknya dengan berbagai kebajikan.kata zakat sendiri, secara etimologis, berarti tumbuh (Al-numuw), bertambah banyak mengandung berkah, juga suci (thaharah).
maka setiap pengorbanan (pembelanjaan) harta dan semacamnya pada kebaikan disebut al-infaq. Dalam infaq tidak di tetapkan bentuk dan waktunya, demikian pula dengan besar atau kecil jumlahnya. Tetapi infaq biasanya identik dengan harta atau sesuatu yang memiliki nilai barang yang di korbankan. Infaq adalah jenis kebaikan yang bersifat umum, berbeda dengan zakat.
Shadaqah secara bahasa berasal dari kata shadaqa. yashduqu,shadaqatan yang berarti pembenaran. Secara istilah adalah mengeluarkan harta di jalan allah sebagai pembenaran terhadap ajaran ajaran allah.
Analisis Zakat Sebagai Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam
Secara umum tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan fiskal adalah kestabilan ekonomi. Tetapi secara rinci para ahli ekonomi berpendapat bahwa fungsi kebijakan fiskal mencakup tiga hal. Pertama, fungsi alokasi yang bertujuan untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi yang ada dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga kebutuhan masyarakat seperti keamanan, pendidikan, prasarana jalan, tempat ibadah dan sebagainya dapat terpenuhi. Kedua, fungsi distribusi yang bertujuan untuk terselenggaranya pembagian pendapatan nasional yang adil. Ketiga, fungsi stabilisasi yang antara lain bertujuan untuk terpeliharanya kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai. Merujuk dari fungsi kebijakan fiskal tersebut, tidak diragukan lagi bahwa zakat dapat pula dijadikan instrumen dalam kebijakan fiskal karena memenuhi dengan baik seluruh prasyarat untuk menjadi instrumen fiskal.
Instrumen Kebijakan Moneter Konvensional
Ada empat instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar:
a.Operasi pasar terbuka (Open Market Operation)
Adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah (government security).
b.Fasilitas diskonto (Discounto Rate)
Tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bak umum yang menjamin ke bank sentral.
c.Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio)
Penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibanding sebelumnya.
d.Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Dengan imbauan moral, otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang beredar.
Instrumen Kebijakan Moneter Islam
Instrumen kebijakan moneter Islam dapat dikelompokan dalam dua kelompok besar. Pertama, kontrol kwantitatif pada penyaluran kredit, dan kedua merealisasikan tujuan sosio-ekonomi
1.Kontrol kwantitatif pada penyaluran kredit
Kontrol kwantitatif pada penyaluran kredit dapat berupa tindakan–tindakan sebagai berikut:
a. Statutory reserve requirement
Pada ekonomi Islam, ini merupakan instrumen yang penting, karena diskon rate dan operasi pasar terbuka tidak dapat berlaku.
b. Credit Ceiling
Yaitu batasan nilai kredit tertinggi yang bisa diberikan bank komersial untuk menjamin bahwa penciptaan kredit total sesuai dengan target moneter.
c. Demand Deposit
Untuk mempengaruhi reserves pada bank komersial, pemerintah berwenang memindahkan demand deposit pemerintah yang ada pada Bank Sentral kepada dan dari bank komesial.
d. Common pool
Yaitu instrumen yang mensyaratkan bank-bank komersial untuk menyisihkan sebagian deposit yang dikuasainya dalam proporsi tertentu yang berdasarkan kesepakatan bersama guna menanggulangi masalah likuiditas.
e. Moral suasion
Yaitu kontak-kontak personal, konsultasi dan pertemuan-pertemuan Bank Sentral dengan bank komersial untuk memonitor kekuatan dan masalahmasalah yang dihadapi bank-bank komersial.
f. Equity-Base Instrumens Equity-Base Instrumens
Adalah instrumen berdasarkan penyertaan. Instrumen ini dianjurkan karena beberapa hal.
2. Merealisasikan Tujuan Sosio Ekonomi
a. Treating The Created Money as Fai’
Yaitu uang inti yang diciptakan Bank Sentral berasal dari pelaksanaan hak prerogatifnya. Hal ini membawa keuntungan bagi bank central karena biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan uang lebih kecil dari pada nilai nominalnya, atau dikenal dengan money seignoraga.
b. Goal Oriented Allocation Of Credit
Alokasi pembiayaan perbankan berdasarkan tujuan pemanfaatan akan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pelaku bisnis, juga akan menghasilkan barang dan jasa yang dapat terdistribusikan kepada semua lapisan masyarakat.
Tujuan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No.3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pda pasal 7.
B.Saran
Setelah disusunnya makalah ini mengenai Aplikasi Kebijakan Fiskal Di Negara-Negara Muslim Dan Aplikasi Kebijakan Moneter Islama, diharapkan dapat menambah wawasan bagi pembaca khususnya di mata kuliah Keuangan Publik Islam. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, dan kami harap bagi penulis kedepannya bisa melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada dalam makalah ini, dan di samping itu kami juga menerima kritik dan saran yang membangun agar dalam pembuatan tugas selanjutnya bisa lebih baik
DAFTAR RUJUKAN
Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), h. 151
Mohamed Aslam Haneef, Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 24
Kusniawati,”Zakat sebagai Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam” (Skripsi, Jurusan Ekonomi Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Makassar, 2011), h. 71.
Sudiyono R, Ekonomi Makro: Pengantar Analisis Pendapatan Nasional, (Yogyakarta: Liberti, 1992), h. 89.
Nur Aini Latifah, “Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi Syariah”, MODERNISASI, Vol. 11, No. 2, Juni 2015, h. 127-130
Mugiyati, “Instrumen Kebijakan Moneter (Analisis Managemen Moneter Islami)”, Al-Qānūn, Vol. 11, No. 2, Desember 2008, h. 230-233.
Alfitria, Cindy Novitasri, Ray Dwiki Syahputra, “Kebijakan Moneter dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal Perekonomian Indonesia, (Kelas: B / Kelompok 8 / Semester 5, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung), h. 9-10