Academia.eduAcademia.edu

HAKIKAT KONSTITUSI

2022, ARTIKEL HAKIKAT KONSTITUSI

Topik yang akan dibahas dalam artikel ini adalah teori dan konsep yang berkaitan dengan hakikat konstitusi secara umum. Namun, artikel ini memberikan kajian yang ditelaah agak mendalam dan secara komprehensif, mengingat pengenalan kita terhadap konstitusi itu sangatlah penting. Mengapa? Karena tanpa mengetahui hakikat awal dari teori atau pengertian konstitusi sebagai hukum tertinggi sebuah negara, sangat sulit beralih pada pengetahuan yang lain untuk memahami struktur hukum sebuah negara secara keseluruhan. Hakikat dari konstitusi itu sendiri adalah kontrak sosial, yang secara sederhana berarti kesepakatan antara penguasa dan yang dikuasai tentang hal apa saja yang akan diatur nantinya. Maka dari itu, penting adanya ketika setiap substansi dari konstitusi sesuai dengan kehendak masyarakat. Namun, sesuai dengan judul artikel ini, akan dikaji lebih dalam tentang hakikat konstitusi, sifat-sifat konstitusi, serta fungsi dan bentuk dari konstitusi.

HAKIKAT KONSTITUSI   Fie Lien Kristin 1, Kania Nur Hanifah Hasna2, Annisa Raihan Syalshabilla3   1,2,3 Universitas Sangga Buana YPKP Bandung Dosen Pengampu: Dr. Yuyun Yuniarsih, S.Pd., M.Pd   email: 1felienkristin38gmail.com, 2kanianurhanifah@gmail.com,   3ichaaannisar@gmail.com   ABSTRAK   Topik yang akan dibahas dalam artikel ini adalah teori dan konsep yang berkaitan dengan hakikat konstitusi secara umum. Namun, artikel ini memberikan kajian yang ditelaah agak mendalam dan secara komprehensif, mengingat pengenalan kita terhadap konstitusi itu sangatlah penting. Mengapa? Karena tanpa mengetahui hakikat awal dari teori atau pengertian konstitusi sebagai hukum tertinggi sebuah negara, sangat sulit beralih pada pengetahuan yang lain untuk memahami struktur hukum sebuah negara secara keseluruhan. Hakikat dari konstitusi itu sendiri adalah kontrak sosial, yang secara sederhana berarti kesepakatan antara penguasa dan yang dikuasai tentang hal apa saja yang akan diatur nantinya. Maka dari itu, penting adanya ketika setiap substansi dari konstitusi sesuai dengan kehendak masyarakat. Namun, sesuai dengan judul artikel ini, akan dikaji lebih dalam tentang hakikat konstitusi, sifat-sifat konstitusi, serta fungsi dan bentuk dari konstitusi. Kata Kunci : Teori dan konsep   ABSTRACT   The topics that will be discussed in this article are theories and concepts related to the nature of the constitution in general. However, this article provides a rather in-depth and comprehensive study, considering that our introduction to the constitution is very important. Why? Because without knowing the initial nature of the theory or understanding of the constitution as the highest law of a country, it is very difficult to turn to other knowledge to understand the legal structure of a country as a whole. The essence of the constitution itself is a social contract, which simply means an agreement between the ruler and the ruled about what matters will be regulated later. Therefore, it is important when every substance of the constitution is in accordance with the will of the people. However, according to the title of this article, it will be studied more deeply about the nature of the constitution, the nature of the constitution, as well as the function and form of the constitution. Keywords: Theories and concept   A.       Pendahuluan 1.        Latar Belakang Pada setiap negara di dunia pada umumnya mempunyai konstitusi. Meski-pun hampir setiap Negara mempunyai konstitusi, tetapi satu sama lain ada perbedaannya. Hal ini antar lain disebab-kan terdapatnya tuntutan pertumbuhan dan perkembangan suatu negara atas konsti-tusi. Dengan diketahui klasifikasi konstitusi setidaknya dapat diketahui tiga manfaat praktis, yaitu: 1) untuk me-mudahkan interpretasi konstitusi, 2) klasifikasi konstitusi berkaitan dengan konsekuensi hukum, 3) bagi pembentuk konstitusi apabila diketahui klasifikasi konstitusi akan memudahkan kerangka dan pola perumusan konstitusi. Karena sebagai artikel awal, isi dan deskripsi adalah fondasinya untuk memahami materi artikel selanjutnya. Artikel ini membahas tentang teori dan konsep konstitusi arti umum. Sejatinya konstitusi memiliki peran untuk mempertahankan esensi keberadaan sebuah negara dari pengaruh berbagai perkembangan yang bergerak dinamis. Oleh karena itu, konstitusi yang ideal adalah hasil dari penyesuaian dan penyempurnaan untuk mengikuti segala perkembangan, khususnya yang berkaitan dengan keinginan hati nurani rakyat. Melalui pengantar di atas, kami harap pembaca memahami isi dari artikel ini. 2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini, yaitu: menjelaskan pengertian dari hakikat dan konstitusi, menjelaskan hakikat konstitusi, menjelaskan sifat-sifat konstitusi, serta menjelaskan fungsi dan bentuk konstitusi. 3. Manfaat          Dapat memahami hakikat konstitusi, sifat-sifat konstitusi, serta fungsi dan bentuk daripada konstitusi. Kemampuan tersebut sangatlah penting untuk kita sebagai warga negara terutama para akademisi maupun para pendidik, karena setiap kali kita membicarakan atau membahas permasalahan konstitusi, tentu konsep awal atau pengertian dari konstitusi itulah yang akan menjadi lokomotif penarik gerbong rasa keingintahuan kita terhadap wacana konstitusi secara luas.   B.         Kajian Pustaka 1.        Definisi Hakikat Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, Hakikat memiliki dua definisi, yaitu: pertama, hakikat berarti intisari atau dasar, dan yang kedua hakikat berarti kenyataan yang sebenarnya (sesungguhnya). Kata hakikat (Haqiqat) merupakan kata benda yang berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata “Al-Haqq”, dalam bahasa Indonesia menjadi kata pokok yaitu kata “hak“ yang berarti milik (kepunyaan), kebenaran, atau yang benar-benar ada, sedangkan secara etimologi hakikat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber dari segala sesuatu. Hakikat adalah kalimat atau ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan makna yang sebenarnya atau makna yang paling dasar dari sesuatu seperti benda, kondisi, atau pemikiran. Akan tetapi ada beberapa yang menjadi ungkapan yang sudah sering digunakan dalam kondisi tertentu, sehingga menjadi semacam konvensi.   2.   Definisi Konstitusi Istilah konstitusi dalam bahasa berbeda-beda, seperti dalam bahas Inggris yaitu “constitution”, dalam bahasa Belanda yaitu “constitutie”, dalam bahasa Jerman “konstitution”, dan dalam bahasa latin yaitu “constitutio” yang berarti Undang-Undang dasar atau hukum dasar. Adapun konstitusi memiliki makna sebagai sebuah norma pada sistem politik atau hukum yang dibentuk oleh suatu pemerintahan negara dan biasanya telah disiapkan sebagai dokumen tertulis. Sedangkan konstitusi dalam bahasa Prancis yaitu "coustituer" yang berarti "membentuk". Bentuk sekarang adalah sebuah negara, maka "konstitusi" berisi awal dari segalanya peraturan suatu negara. Menggunakan kata "Grondwet" dalam bahasa Belanda, itu berarti hukum yang mendasari segalanya hukum, sedangkan di Indonesia digunakan kata “konstitusi” sama artinya dengan "Grondwet" yang digunakan dalam bahasa Belanda. Dalam artinya yang paling luas, konstitusi berarti hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem kewarga-negaraan suatu negara. Dalam arti tengah, konstitusi berarti hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur bagaimana suatu pemerintahan diseleng-garakan dalam suatu negara. Dalam arti sempit, konstitusi berarti Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok atau dasar dari ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi berarti Undang-Undang Dasar. A.K.C. Wheare yang menyatakan bahwa konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur/memerintah dalam pemerintahan suatu negara. C.        Pembahasan  1. Hakikat Konstitusi Berdasarkan pengertian di atas, UUD berisi: Aturan dasar tentang tiang guru atau sendi pertama bangun gedung besar yang disebut "negara". Jahitannya tentunya harus kuat dan tidak mudah roboh, agar bangunan "negara" masih berdiri. Tahun 1687 pengertian konstitusi Cromwell diambil alih oleh Amerika dan dimasukkan ke Prancis pada tahun 1789 oleh Lafayette. Dalam buku Uber Verfassungwesen (sifat konstitusi) Laselle mengatakan bahwa konstitusi adalah hubungan antara kekuasaan yang terdapat di dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat, misalnya kepala angkatan perang, partai politik dan sebagainya. Pengertian Undang-Undang Dasar lebih sempit dari pengertian konstitusi. Laselle adalah tokoh sosialisme yang mendirikan serikat-serikat buruh di Prancis dan merupakan lawan dari Marx dan Hegel dalam memperjuangkan sosialisme. Marx dan Hegel berpendapat sosialisme harus dengan revolusi. Sedangkan Laselle berpendapat bahwa sosialisme harus dengan evolusi yaitu berangsur-angsur mempengaruhi masya-rakat dengan memperkuat kaum buruh dengan parlemen. Laselle (1825-1864), dalam bukunya “Uber Verfassungswes-sen” (1862), membagi konstitusi dalam dua pengertian, yaitu: Konstitusi Sosiologis dan Politis Konstitusi dilihat sebagai sintesis antara faktor-faktor kekuatan politik yang nyata dalam masyarakat (de reele machtsfactoren), misalnya raja, parle-men, kabinet, kelompok-kelompok, penekan (preassure groups), partai politik dan sebagainya. Dinamika hubungan di antara kekuatan-kekuatan politik yang nyata itulah sebenarnya apa yang dipahami sebagai konstitusi. Konstitusi Yuridis. Selain itu ia juga menganggap konstitusi merupakan apa yang ditulis di atas kertas mengenai lembaga-lembaga negara dan prinsip-prinsip pemerintah dari suatu negara. Sama dengan paham kodifikasi. Pengertian itulah yang dinamakan dengan konstitusi yuridis (yuridische begrip). Konstitusi tersebut dilihat sebagai satu naskah hukum yang memuat ketentuan dasar mengenai bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan Negara. Menurut Savornin Lohman ada 3 (tiga) unsur yang terdapat dalam konstitusi yaitu: Konstitusi sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial), sehingga menurut pengertian ini, konstitusi yang ada merupakan hasil atau konklusi dari persepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia, berarti perlindungan dan jaminan atas hak-hak manusia dan warga negara yang sekaligus penentuan batasbatas hak dan kewajiban baik warganya maupun alat-alat pemerintahannya. Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan pemerintahan. (Lubis, 1982:48) Pendapat lain dikemukakan oleh Sri Sumantri, yang menyatakan bahwa materi muatan konstitusi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1) Pengaturan tentang perlindungan hak asasi manusia dan warga negara, 2) Pengaturan tentang susunan ketatanegaraan suatu negara yang mendasar, 3) Pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar. (Chaidir, 2007:38). Konstutusi juga memiliki tujuan, yaitu: (1) Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang, artinya jika tidak demikian, maka konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela dan bisa merugikan orang banyak, (2) Melindungi HAM, artinya setiap penguasa berkewajiban untuk menghormati HAM milik orang lain, dan (3) Pedoman penyelenggara negara, artinya tanpa adanya pedoman konstitusi maka, suatu negara tidak akan berdiri dengan kokoh karena tidak memiliki landasan atau pedoman hukum. 2. Sifat-Sifat Konstitusi Sifat Luwes (Flexsible) atau (Rigid) Kaku Negara-negara yang memiliki konstitusi yang bersifat luwes misalnya adalah New Zeland dan Kerajaan Inggris yang dikenal tidak memiliki konstitusi tertulis. Sedangkan untuk konstitusi yang bersifat kaku misalnya konstitusi yang dimiliki oleh Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Swiss. Untuk Undang-Undang Dasar yang tergolong fleksibel, perubahannya kadang-kadang cukup dilakukan hanya dengan the ordinary legislativeprocess seperti di New Zeland. Sedangkan untuk Undang-Undang Dasar yang dikenal kaku, prosedur perubahannya dapat dilakukan dengan sebagai berikut: Oleh lembaga legislatif, tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu. Oleh rakyat secara langsung me-lalui suatu vote. Oleh utusan negara-negara keta-anegaraan, atau oleh suatu lem-baga. Negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Mengenai hal tersebut pada akhirnya yang menentukan perlu tidaknya Undang-Undang Dasar itu diubah adalah faktor konfigurasi kekuatan politik yang berkuasa pada suatu waktu. Artinya tolok ukur fleksibilitas atau rigiditas tidaklah dapat ditentukan dengan pasti hanya karena mudah tidaknya. Prosedur perubahan itu dilakukan, karena pada pokoknya konstitusi itu merupakan produk politik, maka faktor kekuatan politiklah yang justru sangat deter-minan pengaruhnya dalam menen-tukan apakah konstitusi harus berubah atau tidak berubah. Kontitusi Formil dan Materil Sifat dari konstitusi formil dan materil ini sering diidentikkan dengan Undang-Undang Dasar. Kesalahan ini disebabkan antara lain pengaruh pa-ham kodifikasi yang menghendaki semua aturan hukum dibuat dalam bentuk yang tertulis dengan maksud untuk mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum, dan kepastian hukum. Sifat yang materil, dilihat dari segi isinya berisikan hal-hal yang bersifat dasar pokok bagi rakyat dan negara. Artinya konstitusi tersebut memiliki substansi yang penting, Sifat Tertulis dan Tidak Tertulis Menurut Prof. K.C. Wheare, dari sifatnya konstitusi dapat dibagi menjadi dua, yaitu konstitusi tertulis dan tidak tertulis. “ Konstitusi tertulis” (written constitution) dan “ konstitusi tidak tertulis” (verbal constitution) memiliki arti seperti halnya dengan “hukum tertulis” (geschrevent recht) yang termuat dalam Undang-Undang dan “hukum tidak tertulis” (or-gescheverent recht) yang berdasarkan atas adat-kebiasaan. Konstitusi tertulis, yaitu suatu naskah yang menjabarkan (menjelaskan) kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan, serta menentukan cara kerja dari badan-badan pemerintahan tersebut. Konstitusi tertulis ini dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar. Konstitusi tidak tertulis, merupakan suatu aturan yang tidak tertulis yang ada dan dipelihara dalam praktik penyelenggaraan negara di suatu negara. Konstitusi tidak tertulis ini dikenal dengan sebutan konvensi. Sifat Umum Konstitusi Sifat umum konstitusi yang pertama yaitu normatif yang artinya aturan yang harus ditaati oleh penyelenggara negara dan warga negaranya. Sedangkan yang kedua dari sifat umum konstitusi yaitu nominal yang artinya pilihan pasal yang dilaksanakan oleh penguasa. Undang-Undang Dasar hanya sebagai simbol sedangkan aturan bernegara menurut kemauan politik penguasa. 3. Fungsi dan Bentuk Konstitusi Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, suatu negara merupakan suatu hal yang sangat mendasar, karena tanpa konstitusi bisa jadi tak akan terbentuk sebuah negara. Dalam lintasan sejarah hingga awal abad ke-21 ini, hampir tidak ada negara yang tak memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perangkat negara. Konstitusi dan negara ibarat dua mata uang yang satu sama lain tidak terpisahkan. Bila dilihat dari fungsinya, yaitu: Membagi kekuasaan dalam negara. Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara. Menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu fungsi konstitusionalisme. Memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah. Sebagai instrumen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi atau raja dalam sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan negara. Konstitusi menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan itu bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain serta mengatur hubunganhubungan kekuasaan dalam negara. Selain sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagai alat untuk menjamin hak-hak warga negara. Hak-hak tersebut mencakup hak-hak asasi, seperti hak untuk hidup, kesejahteraan hidup dan hak kebebasan. Selanjutnya, Fungsi konstitusi secara vertikal adalah kekuasaan menurut tingkatnya. Artinya pembagian kekuasaan antara pembagian kekuasaan secara territorial (territorial division of power). Pembagian kekuasaan ini dengan jelas dapat kita saksikan jika kita bandingkan antara negara kesatuan, negara civil, serta konfederasi. Karena perbedaan dalam cara konstitusi, maka kita mengenal beberapa macam fungsi konstitusi di antara tingkat pemerintahan tersebut. Di samping itu kita melihat bahwa konstitusi itu mengatur juga pembagian kekuasaan dalam negara seperti yang sudah dijelaskan di atas. Menurut paham konstitusionalis-me, konstitusi adalah suatu dokumen kene-garaan yang menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah serta menjamin hak-hak asasi warga negara. Dalam setiap konstitusi lazimnya diatur tentang pembagian kekuasaan negara, lembaga-lembaga negara (pemerintahan) pemegang masing-masing kekuasaan itu, serta batas-batas kekuasaan dan saling berhubungan antarlembaga negara. Pemerintah suatu negara memang harus diberi kekuasaan yang cukup agar dapat berfungsi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, dipihak lain kekuasaan pemerintah juga harus di batasi sedemikian rupa sehingga pemerintah tidak dimungkinkan untuk me-nyalahgunakan kekuasaannya, bertindak sewenang-wenang dan menyengsarakan rakyat. Oleh karena itu, selain berfungsi memberikan kekuasaan pada pemerintah, konstitusi juga berfungsi sebagai pembatas kekuasaan penguasa negara/pemerintah. Dalam konstitusi lazimnya dicantumkan ketentuan-ketentuan yang mengakui dan menjamin hak-hak asasi manusia warga negara suatu negara. Jaminan atas hak asasi itu harus diwujudkan oleh penguasa negara dengan cara melindungi setiap hak asasi warga negaranya. Oleh karena itu, konstitusi juga berfungsi sebagai penjamin hak-hak asasi warga negara. Konstitusi juga berfungsi sebagai piagam lahirnya suatu negara, simbol persatuan rakyat, serta sebagai sarana untuk mengendalikan masyarakat agar tidak timbul perpecahan. Adapun konstitusi sebagai rujukan mengenai identitas dan lambang negara. Bentuk-bentuk konstitusi adalah: Konstitusi Unitaris (Konstitusi Negara Kesatuan). Disebut konstitusi unitaris apabila pembagian kekuasaan antara pemerintahan pusat dan daerahnya tidak sama dan tidak sederajat, serta kekuasaan pusat merupakan kekuasaan yang menonjol. Kekuasaan yang ada di daerah bersifat derivatif (tidak langsung) dan sering dalam bentuk yang luas (otonom). Dengan demikian, tidak dikenal adanya badan legislatif dari pemerintah pusat dan daerah yang kedudukannya sederajat, melainkan sebaliknya. Karena itu juga dalam negara tersebut dikenal satu Undang-Undang Dasar sebagai Undang-Undang Dasar Kesatuan. Konstitusi Federalistis. Jika kekuasaan dibagi antara pusat dan bagian pada suatu negara, maka masing-masing bagian bebas dari campur tangan satu sama lain. Menurut Strong terdapat tiga ciri-ciri dari negara federal, di antaranya: Adanya supremasi daripada konsti-tusi di mana civil itu terwujud. Adanya pembagian kekuasaan antara negara-negara civil dengan negara-negara bagian. Adanya suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan suatu perselisihan antara nega-ra civil dengan pemerintah negara-negara bagian. Konstitusi Konfederalistis. Negara konfederasi adalah bentuk serikat dari negara-negara berdaulat, namun kedaulatannya tetap dipegang oleh negara-negara bersangkutan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya antara negara-negara tersebut diadakan kerja sama untuk menyelenggarakan satu bidang. Jadi, kurang tepat jika kerja sama diatur dalam satu konstitusi. Bentuk konfederasi lebih tepat jika disebut suatu fakta, contohnya: PBB, NATO, SEATO, ASEAN dan sebagainya. Konstitusi di Indonesia memiliki historis yang cukup panjang dan dibagi ke dalam beberapa zaman, yaitu zaman Hindia Belanda, zaman Pendudukan Jepang, dan zaman Kemerdekaan, bahkan hingga dewasa ini. Konstitusi yang dijadikan dasar ketatanegaraan pun berganti-ganti. Pada zaman Hindia Belanda pernah menggunakan Grondwet, kemudian digantikan oleh ‘Indische Staatsregeling’ yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1926 menggantikan ‘Regeeringsreglement’ dan tahun 1855. Indische Staatsregeling mengenal empat macam undang-undang yaitu Wet, Algemene maatregel van bestuur (firman raja atau koninklijk besluit), Ordonnantie, dan Regeeringsverordening. Selama pendudukan Jepang, ketatanegaraan Indonesia pada umumnya tidak berbeda dari zaman Hindia-Belanda hanya menggunakan nama atau istilah Jepang saja. Sejak Indonesia merdeka, konstitusi yang dimiliki Indonesia pernah mengalami perubahan dari unitaris ke federalistis, dan kembali lagi pada unitaris. Indonesia untuk pertama kali menggunakan konstitusi yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan dikenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945 yang berbentuk unitaris. Kemudian pada tahun 1949 menggunakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (yang berbentuk federalis) akibat ulah Belanda yang menekan Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Konstitusi RIS tidak bertahan lama, hanya berlangsung delapan bulan, kemudian digantikan oleh Undang-Undang Sementara Tahun 1950 sejak tanggal 15 Agustus 1950 (berbentuk unitaris). UUD Sementara Tahun 1950 ini pun kemudian digantikan kembali oleh UUD 1945 sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, suatu negara merupakan suatu hal yang sangat mendasar, karena tanpa konstitusi bisa jadi tak akan terbentuk sebuah negara. Dalam lintasan sejarah hingga awal abad ke-21 ini, hampir tidak ada negara yang tak memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perangkat negara.35 Menurut Busroh Abu Daud: ‘’Konstitusi dan negara ibarat dua mata uang yang satu sama lain tidak terpisahkan.” Keberadaan konstitusi ini menjadi sangat penting bagi berdirinya sebuah negara, karena dengan konstitusi maka aturan untuk mengatur masyarakat bisa ditegakan. D. Kesimpulan Dan Saran 1.   Kesimpulan Dapat kita simpulkan bahwa konstitusi memiliki makna sebagai sebuah norma pada sistem politik atau hukum yang dibentuk oleh suatu pemerintahan negara yang mengatur bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu negara baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Konstutusi juga memiliki tujuan, yaitu: (1) Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang, (2) Melindungi HAM, dan (3) Pedoman penyelenggara negara. Laselle (1825-1864), dalam bukunya “Uber Verfassungswessen” (1862), membagi konstitusi dalam dua pengertian, yaitu: pertama konstitusi sosiologis dan politis, yang kedua konstitusi yuridis. Adapun sifat-sifat konstitusi di antaranya, yaitu: 1) Sifat luwes (flexsible) atau (rigid) kaku, dan 2) konstitusi formil dan materil. Fungsi dari konstitusi, yaitu: fungsi konstitusi secara vertikal adalah kekuasaan menurut tingkatnya. Di samping itu kita melihat bahwa konstitusi itu mengatur juga pembagian kekuasaan dalam negara, serta sebagai penjamin hak-hak asasi warga negara. Macam-macam konstitusi yaitu: konstitusi unitaris (konstitusi negara kesatuan), konstitusi federalistis, dan konstitusi konfederalistis. 2. Saran Saran yang dapat diberikan hasil pembahasan artikel ini yaitu memperjelas hakikat konstitusi, sifat-sifat konstitusi, serta fungsi dan bentuk konstitusi. Adapun untuk menambah dan memperluas pengetahuan tentang hakikat konstitusi, terutama dalam fungsi konstitusi. Hal ini dapat dilakukan agar tidak terjadi penyelewangan terhadap fungsi konstitusi itu sendiri. Daftar Pustaka Asshiddiqie, Jimly, (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I. Jakarta: Mahkamah Konstitusi RI. Asshiddiqie, Jimly, (2008). Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. Busroh, Abu Daud dan Busroh, Abu Bakar. (1982). Asas-asas Hukum Tata Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia. Budiardjo, Miriam. (1983). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Busroh, Abu Daud. (1989). Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Budiardjo, Miriam. (1983). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Ismaun. (1972). Pancasila Dasar Filsafat. Bandung: Karya Remaja. Kaelan. (2001). Pancasila. Yogyakarta: Paradigma. Kansil, CST, dan Sr. Kansil, Christine. (1997). Hukum Tata Negara RI. Jakarta: Rineka Cipta. Lubis, Solly. (1982). Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni. Manan, Bagir. (1986). Konvensi Ketatanegaraan. Bandung: Armico. Suny, Ismail. (1963). Pergeseran Kekuasaan Eksekutif. Jakarta: CV. Calmara Zainy Z, Hasan (1985). Pengantar Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni. Peraturan Perundang-undangan. Undang- Undang Dasar 1945. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949. Undang-Undang Dasar Sementara 1950.                         4