PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 12/ 20 /PBI/2010
TENTANG
PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG
DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME
BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT
DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa semakin berkembangnya industri Bank Perkreditan
Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah disertai
dengan perkembangan produk serta pelayanan terutama
yang berbasis teknologi informasi maka risiko pemanfaatan
Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah dalam pencucian uang dan pendanaan teroris
semakin tinggi.
b.
bahwa ketentuan tentang Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah (Know Your Customer Principles) bagi Bank
Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
yang berlaku selama ini perlu untuk disempurnakan dengan
mengacu pada prinsip-prinsip umum yang berlaku secara
internasional …
-2-
internasional dalam mendukung upaya pencegahan tindak
pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme.
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu untuk menetapkan
pengaturan tentang penerapan program anti pencucian uang
dan
pencegahan
pendanaan
terorisme
bagi
Bank
Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
dalam suatu Peraturan Bank Indonesia.
Mengingat:
1.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
2.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Penetapan
Peraturan
Pemerintah
Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
atas …
-3-
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
3.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4191) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Nomor 108
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4324);
4.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45 dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284);
5.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor
94,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 4867);
MEMUTUSKAN …
-4-
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PENERAPAN
PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN
PENDANAAN TERORISME BAGI BANK PERKREDITAN
RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan :
1.
Bank adalah Bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.
2.
Bank Umum adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.
3.
Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut BPR adalah BPR
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998.
4. Bank …
-5-
4.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disebut BPRS adalah
BPRS sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah.
5.
Direksi :
a. bagi BPR dan BPRS berbentuk hukum Perseroan Terbatas, adalah
Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
b. bagi BPR berbentuk hukum Perusahaan Daerah, adalah Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.
c. bagi BPR berbentuk hukum Koperasi, adalah Pengurus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian.
6.
Komisaris :
a. bagi BPR dan BPRS berbentuk hukum Perseroan Terbatas, adalah
Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
b. bagi BPR berbentuk hukum Perusahaan Daerah, adalah Pengawas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.
c. bagi BPR berbentuk hukum Koperasi, adalah Pengawas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian.
7. Pencucian …
-6-
7.
Pencucian Uang adalah pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang.
8.
Pendanaan Terorisme adalah penggunaan harta kekayaan secara langsung
atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang.
9.
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme yang
selanjutnya disebut sebagai APU dan PPT adalah upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
10. Transaksi Keuangan Mencurigakan (Suspicious Transaction) adalah
transaksi keuangan mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang.
11. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa BPR/BPRS dan memiliki
rekening pada BPR/BPRS tersebut.
12. Walk in Customer yang selanjutnya disebut sebagai WIC adalah pengguna
jasa BPR/BPRS yang tidak memiliki rekening pada BPR/BPRS tersebut,
tidak termasuk pihak yang mendapatkan perintah atau penugasan dari
Nasabah untuk melakukan transaksi atas kepentingan Nasabah tersebut.
13. Beneficial Owner adalah setiap orang yang memiliki dana, yang
mengendalikan transaksi nasabah atau WIC, yang memberikan kuasa atas
terjadinya suatu transaksi dan/atau yang melakukan pengendalian melalui
badan hukum atau perjanjian.
14. Politically Exposed Person yang selanjutnya disebut sebagai PEP adalah
orang yang mendapatkan kepercayaan untuk memiliki kewenangan publik
diantaranya adalah Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam
peraturan …
-7-
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Penyelenggara
Negara, dan/atau orang yang tercatat sebagai anggota partai politik yang
memiliki pengaruh terhadap kebijakan dan operasional partai politik.
15. Customer Due Dilligence yang selanjutnya disebut sebagai CDD adalah
kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan
BPR dan BPRS untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan sesuai
dengan profil pengguna jasa bank.
16. Enhanced Due Dilligence yang selanjutnya disebut sebagai EDD adalah
CDD dan kegiatan lain yang dilakukan oleh BPR dan BPRS
untuk
mendalami profil calon Nasabah, Nasabah atau Beneficial Owner yang
tergolong berisiko tinggi termasuk PEP terhadap kemungkinan pencucian
uang dan pendanaan terorisme.
17. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut
sebagai PPATK adalah PPATK sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang.
18. Rekomendasi Financial Action Task Force yang selanjutnya disebut
sebagai Rekomendasi FATF adalah rekomendasi standar pencegahan dan
pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme yang dikeluarkan
oleh FATF.
19. Lembaga Negara/Pemerintah adalah lembaga yang memiliki kewenangan
di bidang eksekutif, yudikatif, dan legislatif.
20. BPR/BPRS Pengirim adalah BPR/BPRS yang mengirimkan perintah
pemindahan dana.
21. BPR/BPRS Penerima adalah BPR/BPRS yang menerima perintah
pemindahan dana.
Pasal 2 …
-8-
Pasal 2
(1)
BPR dan BPRS wajib menerapkan program APU dan PPT.
(2)
Dalam
penerapan
program
APU
dan
PPT,
BPR
dan
BPRS
wajib berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Bank
Indonesia ini.
Pasal 3
(1)
Program APU dan PPT pada BPR dan BPRS merupakan bagian dari
pengelolaan risiko BPR dan BPRS secara keseluruhan.
(2)
Penerapan program APU dan PPT sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat
(1) paling kurang mencakup:
a.
pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;
b.
kebijakan dan prosedur;
c.
pengendalian intern; dan
d.
Sumber Daya Manusia (SDM) dan pelatihan.
BAB II
PENGAWASAN AKTIF DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS SERTA
MEKANISME PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 4
Pengawasan aktif Direksi BPR dan BPRS paling kurang mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a.
memastikan BPR dan BPRS memiliki kebijakan dan prosedur program
APU dan PPT;
b. mengusulkan …
-9-
b.
mengusulkan kebijakan dan prosedur tertulis program APU dan PPT
kepada Dewan Komisaris;
c.
memastikan penerapan program APU dan PPT dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan;
d.
membentuk unit kerja khusus dan/atau menunjuk pegawai yang
bertanggungjawab terhadap program APU dan PPT di Kantor Pusat;
e.
memastikan bahwa unit kerja/pegawai yang melaksanakan kebijakan dan
prosedur program APU dan PPT terpisah dari unit kerja/pegawai yang
mengawasi penerapannya;
f.
pengawasan atas kepatuhan unit kerja/pegawai dalam menerapkan program
APU dan PPT;
g.
memastikan bahwa kantor cabang BPR dan BPRS memiliki pegawai yang
bertanggungjawab terhadap program APU dan PPT;
h.
memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tertulis mengenai program APU
dan PPT sejalan dengan perubahan dan pengembangan produk, jasa, dan
teknologi BPR dan BPRS serta sesuai dengan perkembangan modus
pencucian uang atau pendanaan terorisme; dan
i.
memastikan bahwa seluruh pegawai, khususnya pegawai terkait dan
pegawai baru, telah mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan
program APU dan PPT secara berkala.
Pasal 5
Pengawasan aktif yang dilakukan oleh Dewan Komisaris BPR dan BPRS paling
kurang mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.persetujuan …
- 10 -
a.
persetujuan atas kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT;
dan
b.
pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab Direksi terhadap penerapan
program APU dan PPT.
Pasal 6
(1)
BPR dan BPRS wajib membentuk unit kerja khusus dan/atau menunjuk
pegawai BPR dan BPRS yang bertanggungjawab atas penerapan program
APU dan PPT.
(2)
Unit kerja khusus atau pegawai BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertanggungjawab kepada Direktur.
(3)
BPR dan BPRS memastikan bahwa pegawai di unit kerja khusus atau
pegawai yang bertanggungjawab atas penerapan program APU dan PPT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memiliki kemampuan yang memadai
dan memiliki kewenangan untuk mengakses seluruh data Nasabah dan
informasi lainnya yang terkait.
(4)
Dalam hal BPR dan BPRS tidak dapat membentuk unit kerja khusus atau
menunjuk pegawai yang bertanggungjawab atas penerapan program APU
dan PPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka fungsi dimaksud
dilaksanakan oleh salah satu anggota Direksi.
Pasal 7
Unit kerja khusus atau pegawai BPR dan BPRS yang bertanggungjawab terhadap
program APU dan PPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) wajib:
a. memantau …
- 11 -
a.
memantau adanya sistem yang mendukung program APU dan PPT;
b.
memantau pengkinian profil Nasabah dan profil transaksi Nasabah;
c.
melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan
program APU dan PPT dengan unit kerja/pegawai terkait yang
berhubungan dengan Nasabah;
d.
memastikan
bahwa
kebijakan
dan
prosedur
telah
sesuai
dengan
perkembangan program APU dan PPT yang terkini, risiko produk BPR dan
BPRS, kegiatan dan kompleksitas usaha BPR dan BPRS, dan volume
transaksi BPR dan BPRS;
e.
menerima laporan transaksi keuangan yang berpotensi mencurigakan dari
unit kerja atau pegawai terkait yang berhubungan dengan Nasabah dan
melakukan analisis atas laporan tersebut;
f.
menyusun laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan laporan lainnya
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
Tindak Pidana Pencucian Uang untuk disampaikan kepada PPATK
berdasarkan persetujuan Direktur;
g.
memantau bahwa:
1)
terdapat mekanisme komunikasi yang baik dari setiap unit kerja atau
pegawai terkait kepada unit kerja khusus atau pegawai yang
bertanggungjawab terhadap penerapan program APU dan PPT dengan
menjaga kerahasiaan informasi;
2)
unit kerja atau pegawai terkait mempersiapkan laporan mengenai
dugaan
Transaksi
Keuangan
Mencurigakan
sebelum
menyampaikannya kepada unit kerja khusus atau pegawai yang
ditunjuk …
- 12 -
ditunjuk yang bertanggungjawab terhadap penerapan program APU
dan PPT;
3)
area yang berisiko tinggi, terkait dengan APU dan PPT dengan
mengacu pada ketentuan yang berlaku dan sumber informasi yang
memadai.
BAB III
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Pasal 8
(1)
Dalam menerapkan program APU dan PPT, BPR dan BPRS wajib memiliki
kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a.
pelaksanaan CDD, yang terdiri dari:
1) permintaan informasi dan dokumen;
2) verifikasi dokumen; dan
3) pengkinian dan pemantauan.
(2)
b.
penatausahaan dokumen;
c.
pemindahan dana;
d.
penutupan hubungan dan penolakan transaksi;
e.
ketentuan mengenai Beneficial Owner;
f.
ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP;
g.
pelaksanaan CDD yang lebih sederhana; dan
h.
pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga.
Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. dituangkan …
- 13 -
(3)
a.
dituangkan ke dalam Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT;
b.
mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris; dan
c.
diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan.
Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
mempertimbangkan
faktor
teknologi
informasi
yang
berpotensi
disalahgunakan oleh pelaku pencucian uang atau pendanaan terorisme.
Pasal 9
(1)
BPR dan BPRS wajib melakukan CDD pada saat:
a. melakukan hubungan usaha dengan calon Nasabah;
b. melakukan hubungan usaha dengan WIC;
(2)
BPR dan BPRS juga wajib melakukan CDD dalam hal:
a.
terdapat keraguan atas kebenaran informasi yang diberikan oleh
Nasabah, penerima kuasa, dan/atau Beneficial Owner; atau
b.
terdapat transaksi keuangan yang tidak wajar yang diduga terkait
dengan pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme.
(3)
Terhadap Nasabah yang telah ada sebelum peraturan ini berlaku, BPR dan
BPRS wajib melakukan CDD sesuai dengan pendekatan berdasarkan
materialitas dan risiko dalam hal:
a. terdapat transaksi dalam jumlah yang signifikan;
b. terdapat perubahan standar dokumentasi yang mendasar;
c. terdapat perubahan pola transaksi yang signifikan;
d. BPR dan BPRS mengetahui adanya kekurangan informasi dan/atau
dokumen yang diperlukan; dan/atau
e. menggunakan…
- 14 -
e. menggunakan rekening anonim atau rekening yang diindikasikan
menggunakan nama fiktif.
Pasal 10
(1)
Dalam
melakukan
penerimaan
Nasabah,
BPR
dan
BPRS
wajib
menggunakan pendekatan berdasarkan risiko dengan mengelompokkan
Nasabah berdasarkan tingkat risiko terjadinya pencucian uang atau
pendanaan terorisme.
(2)
Pengelompokan Nasabah berdasarkan tingkat risiko sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling kurang dilakukan dengan melakukan analisis terhadap:
a.
identitas Nasabah;
b.
lokasi usaha Nasabah;
c.
profil Nasabah;
d.
nilai transaksi;
e.
kegiatan usaha Nasabah;
f.
struktur kepemilikan bagi Nasabah perusahaan; dan
g.
informasi lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
risiko Nasabah.
(3)
Ketentuan mengenai pengkategorian tingkat risiko pencucian uang atau
pendanaan terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih
lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 11 …
- 15 -
Pasal 11
(1) BPR dan BPRS wajib :
a. meminta informasi calon Nasabah dan WIC sebelum melakukan
hubungan usaha, termasuk identitas calon Nasabah yang dibuktikan
dengan keberadaan dokumen pendukung;
b. meneliti kebenaran dokumen pendukung identitas calon Nasabah; dan
c. melakukan pertemuan langsung/tatap muka dengan calon Nasabah pada
awal melakukan hubungan usaha dalam rangka meyakini kebenaran
identitas calon Nasabah.
(2) Dalam hal pertemuan langsung/tatap muka dengan calon Nasabah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak dapat dilakukan pada
awal hubungan usaha, maka pertemuan dapat dilakukan di kemudian hari
sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. calon Nasabah tergolong berisiko rendah; atau
b. dokumen pendukung yang memuat identitas telah dilegalisir oleh pihak
yang berwenang.
(3) BPR dan BPRS dilarang untuk membuka atau memelihara rekening anonim
atau rekening yang menggunakan nama fiktif.
(4) BPR dan BPRS memberikan perhatian khusus terhadap transaksi atau
hubungan usaha dengan Nasabah yang kegiatan usahanya terkait dengan
negara yang belum memadai dalam melaksanakan rekomendasi FATF.
Bagian…
- 16 -
Bagian Kesatu
CUSTOMER DUE DILIGENCE (CDD)
Paragraf 1
PERMINTAAN INFORMASI DAN DOKUMEN
Pasal 12
BPR dan BPRS wajib mengidentifikasi dan mengklasifikasikan calon Nasabah,
Nasabah dan Beneficial Owner ke dalam kelompok perorangan, perusahaan atau
lainnya.
Pasal 13
(1)
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) bagi calon
Nasabah perorangan paling kurang mencakup :
a. identitas calon Nasabah yang memuat :
1) Nama lengkap termasuk alias apabila ada;
2) Nomor dokumen identitas yang dibuktikan dengan menunjukkan
dokumen dimaksud;
3) Alamat tempat tinggal yang tercantum pada kartu identitas;
4) Alamat tempat tinggal terkini termasuk nomor telepon apabila ada;
5) Tempat dan tanggal lahir;
6) Kewarganegaraan;
7) Pekerjaan;
8) Jenis kelamin;
9) Status perkawinan.
b. identitas Beneficial Owner, apabila calon Nasabah mewakili Beneficial
Owner;
c. sumber…
- 17 -
Owner;
c. sumber dana;
d. rata-rata penghasilan; dan
e. maksud dan tujuan hubungan usaha atau transaksi yang akan dilakukan
calon Nasabah dengan BPR/BPRS.
(2)
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib didukung
dengan dokumen identitas calon Nasabah dan spesimen tanda tangan.
Pasal 14
(1)
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) bagi calon
Nasabah perusahaan selain Bank paling kurang mencakup:
a.
nama perusahaan;
b.
nomor izin usaha dari instansi berwenang;
c.
alamat kedudukan perusahaan;
d.
tempat dan tanggal pendirian perusahaan;
e.
bentuk badan hukum perusahaan;
f.
identitas Beneficial Owner, apabila calon Nasabah mewakili
Beneficial Owner;
g.
sumber dana; dan
h.
maksud dan tujuan hubungan usaha atau transaksi yang akan
dilakukan calon Nasabah dengan BPR/BPRS.
(2) Informasi …
- 18 -
(2)
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai e wajib
didukung dengan dokumen identitas perusahaan berupa izin usaha dari
instansi berwenang.
(3)
Untuk Nasabah perusahaan yang tergolong usaha mikro dan usaha kecil,
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditambah dengan:
a.
spesimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak-pihak yang ditunjuk
mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan
dalam melakukan hubungan usaha dengan BPR/BPRS;
b.
kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Nasabah yang
diwajibkan untuk memiliki NPWP sesuai dengan ketentuan yang
berlaku; dan
c.
Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau dokumen lain yang
dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang.
(4)
Untuk Nasabah perusahaan yang tidak tergolong usaha mikro dan usaha
kecil selain disertai dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3), ditambah dengan:
a.
laporan keuangan atau deskripsi kegiatan usaha perusahaan;
b.
struktur manajemen perusahaan;
c.
struktur kepemilikan perusahaan; dan
d.
dokumen identitas anggota Direksi yang berwenang mewakili
perusahaan untuk melakukan hubungan usaha dengan BPR/BPRS.
Pasal 15 …
- 19 -
Pasal 15
(1)
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) bagi calon
Nasabah perusahaan berupa Bank paling kurang mencakup:
(2)
a.
nama Bank;
b.
nomor izin usaha dari Bank Indonesia;
c.
alamat kedudukan Bank;
d.
tempat dan tanggal pendirian Bank; dan
e.
bentuk badan hukum Bank;
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai e wajib
didukung dengan dokumen identitas Bank berupa:
a.
izin usaha dari Bank Indonesia; dan
b.
spesimen tanda tangan dan surat kuasa kepada pihak-pihak yang
ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Bank
dalam melakukan hubungan usaha dengan BPR/BPRS.
Pasal 16
(1)
Untuk calon Nasabah berupa yayasan dan perkumpulan, BPR dan BPRS
wajib meminta informasi paling kurang sebagai berikut:
a.
nama yayasan/perkumpulan;
b.
nomor izin pendirian dari instansi berwenang;
c.
alamat kedudukan yayasan/perkumpulan;
d.
tempat dan tanggal pendirian yayasan/perkumpulan;
e.
bentuk badan hukum;
f.
identitas Beneficial Owner, apabila calon Nasabah mewakili
Beneficial Owner;
g. sumber …
- 20 -
g.
sumber dana; dan
h.
maksud dan tujuan hubungan usaha atau transaksi yang akan
dilakukan calon Nasabah dengan BPR/BPRS.
(2)
Untuk calon Nasabah berupa yayasan, informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib didukung dengan dokumen yang memuat informasi
paling kurang berupa:
a.
izin bidang kegiatan/tujuan yayasan;
b.
deskripsi kegiatan yayasan;
c.
struktur pengurus yayasan; dan
d.
identitas anggota pengurus yang berwenang mewakili yayasan untuk
melakukan hubungan usaha dengan BPR/BPRS.
(3)
Untuk calon Nasabah berupa perkumpulan, informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib didukung dengan dokumen yang memuat
informasi paling kurang berupa:
a.
bukti pendaftaran pada instansi yang berwenang;
b.
nama penyelenggara; dan
c.
identitas pihak yang berwenang mewakili perkumpulan dalam
melakukan hubungan usaha dengan BPR/BPRS.
Pasal 17
(1)
Terhadap calon Nasabah berupa Lembaga Negara/Pemerintah, BPR dan
BPRS wajib meminta informasi mengenai nama dan alamat kedudukan
Lembaga Negara/Pemerintah.
(2)
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didukung dengan
dokumen berupa:
a. surat …
- 21 -
a.
surat penunjukan bagi pihak-pihak yang berwenang mewakili
Lembaga Negara/Pemerintah dalam melakukan hubungan usaha
dengan BPR/BPRS; dan
b.
spesimen tanda tangan.
Pasal 18
(1)
Informasi yang wajib diminta oleh BPR dan BPRS kepada WIC sebelum
melakukan transaksi :
a.
Untuk transaksi kurang dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
adalah informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf
a angka 1) sampai angka 3) bagi WIC perorangan, dan Pasal 14 ayat
(1) huruf a dan huruf c bagi WIC perusahaan.
b.
Untuk transaksi sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau
lebih, baik yang dilakukan dalam 1 (satu) kali maupun beberapa kali
transaksi dalam 1 (satu) hari kerja adalah seluruh informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) bagi WIC perorangan
dan Pasal 14 ayat (1) bagi WIC perusahaan.
(2)
Informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b wajib didukung
dengan dokumen berupa:
a.
Bagi WIC perorangan adalah dokumen identitas.
b.
Bagi WIC perusahaan adalah:
1) Izin usaha dari instansi berwenang;
2) Surat kuasa kepada pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai
wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan dalam
melakukan hubungan usaha dengan BPR/BPRS; dan
3) Kartu…
- 22 -
3) Kartu NPWP bagi Nasabah yang diwajibkan untuk memiliki
NPWP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Paragraf 2
VERIFIKASI DOKUMEN
Pasal 19
(1)
BPR dan BPRS wajib melakukan verifikasi terhadap dokumen pendukung
yang memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1),
Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (1)
serta memastikan bahwa data tersebut adalah data yang benar dan terkini.
(2)
BPR dan BPRS dapat melakukan wawancara dengan calon Nasabah untuk
meneliti dan meyakini kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3)
Dalam hal terdapat keraguan, BPR dan BPRS wajib meminta kepada calon
Nasabah untuk memberikan dokumen identitas lainnya atau dokumen
pendukung yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, untuk
memastikan kebenaran identitas calon Nasabah.
(4)
BPR dan BPRS wajib menyelesaikan proses verifikasi identitas terhadap:
a.
calon Nasabah dan Beneficial Owner sebelum melakukan hubungan
usaha dengan calon Nasabah.
b.
(5)
WIC dan Beneficial Owner sebelum melakukan transaksi.
Dalam kondisi tertentu BPR/BPRS dapat melakukan hubungan usaha
sebelum proses verifikasi selesai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
a selesai.
(6) Proses …
- 23 -
(6)
Proses verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib diselesaikan
paling lambat:
a.
untuk Nasabah perorangan, 14 (empat belas) hari kerja setelah
dilakukannya hubungan usaha.
b.
untuk Nasabah perusahaan, 90 (sembilan puluh) hari kerja setelah
dilakukannya hubungan usaha.
Paragraf 3
PENGKINIAN DAN PEMANTAUAN
Pasal 20
(1)
BPR dan BPRS wajib melakukan pengkinian data terhadap informasi dan
dokumen Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal
15, Pasal 16 dan Pasal 17 serta menatausahakannya.
(2)
Pengkinian data terhadap informasi dan dokumen Nasabah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) termasuk didalamnya adalah pengkinian data
terhadap nasabah yang telah melakukan hubungan usaha sebelum PBI ini
diterbitkan.
Pasal 21
BPR dan BPRS wajib :
a.
memelihara Daftar Teroris berdasarkan data yang diterima dari Bank
Indonesia setiap 6 (enam) bulan berdasarkan data yang dipublikasikan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB);
b. memastikan …
- 24 -
b.
memastikan secara berkala nama-nama Nasabah BPR dan BPRS yang
memiliki kesamaan atau kemiripan dengan nama yang tercantum dalam
Daftar Teroris;
c.
memastikan kesesuaian identitas Nasabah tersebut dengan informasi lain
yang terkait dalam hal terdapat kemiripan nama Nasabah dengan nama
yang tercantum dalam Daftar Teroris; dan
d.
melaporkan Nasabah tersebut dalam laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan dalam hal terdapat kesamaan nama Nasabah dan kesamaan
informasi lainnya dengan nama yang tercantum dalam Daftar Teroris.
Pasal 22
(1)
BPR dan BPRS wajib melakukan :
a.
pemantauan
secara
berkesinambungan
untuk
mengidentifikasi
kesesuaian antara transaksi Nasabah dengan profil Nasabah dan
menatausahakan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
b.
analisis terhadap seluruh transaksi yang tidak sesuai dengan profil
Nasabah.
(2)
BPR dan BPRS dapat meminta informasi tentang latar belakang dan tujuan
transaksi terhadap transaksi yang tidak sesuai dengan profil Nasabah,
dengan memperhatikan ketentuan anti tipping-off sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pencucian
Uang.
Pasal 23 …
- 25 -
Pasal 23
(1)
BPR
dan
BPRS
wajib
memiliki sistem
pencatatan
yang
dapat
mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara
efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Nasabah.
(2)
BPR dan BPRS wajib memelihara profil Nasabah paling kurang meliputi
informasi mengenai:
a.
pekerjaan atau bidang usaha;
b.
jumlah penghasilan;
c.
rekening lain yang dimiliki, apabila ada;
d.
aktivitas transaksi normal; dan
e.
tujuan pembukaan rekening.
Bagian Kedua
PENATAUSAHAAN DOKUMEN
Pasal 24
(1)
BPR dan BPRS wajib menatausahakan:
a.
dokumen yang terkait dengan data Nasabah atau WIC dengan jangka
waktu paling kurang 5 (lima) tahun sejak:
1)
berakhirnya hubungan usaha atau transaksi dengan Nasabah atau
WIC; atau
2)
ditemukannya ketidaksesuaian transaksi dengan tujuan ekonomis
dan/atau tujuan usaha.
b.
dokumen Nasabah atau WIC yang terkait dengan transaksi keuangan
dengan jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Dokumen Perusahaan.
(2) Dokumen ...
- 26 -
(2)
Dokumen yang terkait sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) paling
kurang mencakup:
a.
identitas Nasabah atau WIC; dan
b.
informasi transaksi yang antara lain meliputi jenis mata uang dan
jumlah uang yang digunakan, tanggal perintah transaksi, asal dan
tujuan transaksi, serta nomor rekening yang terkait dengan transaksi.
(3)
BPR dan BPRS wajib memberikan informasi dan/atau dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bank Indonesia dan/atau
otoritas lain yang berwenang sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
PEMINDAHAN DANA
Pasal 25
Dalam melakukan kegiatan pemindahan dana untuk kepentingan Nasabah atau
WIC melalui rekening BPR/BPRS yang ada di Bank Umum dan/atau Unit Usaha
Syariah :
a.
BPR dan BPRS Pengirim wajib:
1)
memperoleh informasi dan melakukan identifikasi serta verifikasi
terhadap Nasabah pengirim atau WIC pengirim, paling kurang
meliputi:
a)
nomor rekening dan identitas Nasabah pengirim atau identitas
WIC pengirim; dan
b)
tanggal transaksi dan nominal.
2) mendokumentasikan …
- 27 -
2)
b.
mendokumentasikan seluruh transaksi pemindahan dana.
BPR dan BPRS Penerima wajib memastikan kelengkapan informasi
Nasabah pengirim dan WIC pengirim sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Pasal 26
Dalam hal informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 tidak dipenuhi, BPR
dan BPRS dengan menggunakan pendekatan berdasarkan risiko dapat:
a.
menolak untuk melaksanakan pemindahan dana;
b.
membatalkan transaksi pemindahan dana; dan/atau
c.
mengakhiri hubungan usaha dengan Nasabah.
Pasal 27
Dalam hal terdapat pemindahan dana yang memenuhi kriteria mencurigakan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Tindak
Pidana Pencucian Uang, BPR dan BPRS wajib melaporkan pemindahan dana
tersebut sebagai laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK.
Bagian Keempat
PENUTUPAN HUBUNGAN USAHA ATAU PENOLAKAN TRANSAKSI
Pasal 28
(1)
BPR dan BPRS wajib menolak melakukan hubungan usaha dengan calon
Nasabah dan/atau melaksanakan transaksi dengan WIC, dalam hal calon
Nasabah atau WIC:
a.tidak …
- 28 -
a.
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17; atau
b.
diketahui menggunakan identitas dan/atau memberikan informasi
yang tidak benar.
(2)
BPR dan BPRS dapat menolak transaksi, membatalkan transaksi, dan/atau
menutup hubungan usaha dengan Nasabah dalam hal :
(3)
a.
kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi;
b.
BPR dan BPRS ragu terhadap kebenaran informasi Nasabah; atau
c.
penggunaan rekening tidak sesuai dengan profil Nasabah.
BPR dan BPRS wajib :
a.
mendokumentasikan data calon Nasabah, WIC, atau Nasabah yang
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
b.
melaporkan calon Nasabah, WIC, atau Nasabah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan kepada PPATK apabila transaksinya tidak
wajar atau mencurigakan.
Bagian Kelima
BENEFICIAL OWNER
Pasal 29
(1)
BPR dan BPRS wajib memastikan apakah calon Nasabah atau WIC
mewakili Beneficial Owner untuk membuka hubungan usaha atau
melakukan transaksi.
(2)
Dalam hal calon Nasabah atau WIC mewakili Beneficial Owner untuk
membuka hubungan usaha atau melakukan transaksi, BPR dan BPRS wajib
melakukan …
- 29 -
melakukan prosedur CDD terhadap Beneficial Owner sebagaimana
dilakukan terhadap calon Nasabah atau WIC.
Pasal 30
(1)
BPR dan BPRS wajib memperoleh bukti atas identitas dan/atau informasi
lainnya mengenai Beneficial Owner, antara lain berupa:
a.
bagi Beneficial Owner perorangan:
1)
dokumen identitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(2);
2)
hubungan hukum antara calon Nasabah atau WIC dengan
Beneficial Owner yang ditunjukkan dengan surat penugasan,
surat perjanjian, surat kuasa atau bentuk lainnya; dan
3)
pernyataan dari calon Nasabah atau WIC mengenai kebenaran
identitas maupun sumber dana dari Beneficial Owner.
b.
bagi Beneficial Owner perusahaan, yayasan atau perkumpulan:
1)
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), ayat
(3) dan ayat (4), pasal 16 ayat (2) dan ayat (3);
2)
informasi dan dokumen identitas pemilik atau pengendali akhir
perusahaan, yayasan, atau perkumpulan; dan
3)
pernyataan dari calon Nasabah atau WIC mengenai kebenaran
identitas maupun sumber dana dari Beneficial Owner.
(2)
Dalam hal calon Nasabah merupakan Bank lain yang mewakili Beneficial
Owner, maka dokumen mengenai Beneficial Owner berupa pernyataan
tertulis …
- 30 -
tertulis dari Bank dimaksud bahwa identitas Beneficial Owner telah
dilakukan verifikasi oleh Bank lain di dalam negeri tersebut.
(3)
Dalam hal BPR dan BPRS meragukan atau tidak dapat meyakini identitas
Beneficial Owner, BPR dan BPRS wajib menolak untuk melakukan
hubungan usaha atau transaksi dengan calon Nasabah atau WIC.
Pasal 31
Kewajiban penyampaian dokumen dan/atau informasi identitas pemilik atau
pengendali akhir Beneficial Owner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(1) huruf b angka 2) tidak berlaku bagi Beneficial Owner berupa:
(1)
Lembaga Negara/Pemerintah; atau
(2)
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek.
Bagian Keenam
POLITICALLY EXPOSED PERSON DAN AREA BERISIKO TINGGI
Pasal 32
(1)
BPR dan BPRS wajib meneliti adanya calon Nasabah, Nasabah dan
Beneficial Owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi atau PEP.
(2)
Dalam hal calon Nasabah diketahui tergolong PEP maka BPR dan BPRS
wajib melakukan EDD pada awal melakukan hubungan usaha dengan BPR
dan BPRS.
(3)
Nasabah dan Beneficial Owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi atau
PEP dibuat dalam daftar tersendiri.
(4) Kewajiban …
- 31 -
(4)
Kewajiban BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diberlakukan pula terhadap Nasabah atau WIC yang menerima kiriman
uang dari dan/atau melakukan transaksi lainnya dengan pihak yang berasal
dari negara berisiko tinggi melalui rekening BPR/BPRS yang ada di Bank
Umum dan/atau Unit Usaha Syariah dalam negeri.
(5)
Dalam hal BPR dan BPRS akan melakukan hubungan usaha dengan calon
Nasabah yang tergolong PEP, Direksi BPR/BPRS atau Pejabat Eksekutif
bertanggung jawab atas pelaksanaan hubungan usaha dengan calon
Nasabah tersebut.
(6)
Direksi atau Pejabat Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
berwenang untuk :
a.
memberikan persetujuan atau penolakan terhadap calon Nasabah yang
tergolong berisiko tinggi atau PEP; dan
b.
membuat keputusan untuk meneruskan atau menghentikan hubungan
usaha dengan Nasabah atau Beneficial Owner yang tergolong PEP.
Pasal 33
BPR dan BPRS wajib melakukan EDD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
dengan cara melakukan CDD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
huruf a serta melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a.
Bagi calon Nasabah:
1)
meminta informasi tambahan yang diperlukan untuk memastikan
kebenaran profil calon Nasabah; dan/atau
2)
meminta dokumen pendukung tambahan untuk meyakini kebenaran
informasi mengenai identitas dan sumber dana.
b. Bagi …
- 32 -
b.
Bagi Nasabah atau Beneficial Owner:
1)
melakukan kegiatan seperti yang dilakukan terhadap calon Nasabah
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
2)
melakukan analisa secara berkala paling kurang terhadap informasi
mengenai sumber dana, tujuan transaksi, dan hubungan usaha dengan
pihak-pihak yang terkait; dan
3)
memantau lebih ketat pola transaksi nasabah untuk kepentingan
pengkinian profil Nasabah atau Beneficial Owner.
Bagian Ketujuh
CDD YANG LEBIH SEDERHANA
Pasal 34
(1)
BPR dan BPRS dapat menerapkan prosedur CDD yang lebih sederhana
dari prosedur CDD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal
15, dan Pasal 16 terhadap calon Nasabah yang tingkat risiko terjadinya
pencucian uang atau pendanaan terorisme tergolong rendah dan memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. tujuan pembukaan rekening untuk pembayaran gaji karyawan;
b. rekening
berupa
tabungan
wajib
terkait
dengan
pemberian
kredit/pembiayaan dari BPR/BPRS yang sama;
c. calon Nasabah berupa perusahaan publik yang tunduk pada peraturan
tentang kewajiban untuk mengungkapkan kinerjanya; atau
d. nilai transaksi awal pembukaan rekening dibawah Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
(2) Dalam …
- 33 -
(2)
Dalam hal terhadap nilai transaksi awal rekening sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d ditemukan indikasi transaksi keuangan yang tidak
wajar yang diduga terkait dengan pencucian uang dan/atau pendanaan
terorisme, Bank wajib melakukan CDD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9.
(3)
BPR dan BPRS wajib membuat dan menyimpan daftar Nasabah yang
mendapat perlakuan CDD yang lebih sederhana.
(4)
Bagi calon Nasabah perorangan yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), BPR dan BPRS wajib meminta informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a angka 1) sampai
angka 5) dengan disertai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
Pasal 13 ayat (2).
(5)
Bagi calon Nasabah perusahaan yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), BPR dan BPRS wajib meminta:
a.
informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a dan
huruf c; dan
b.
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a
untuk perusahaan yang tergolong usaha mikro dan usaha kecil, dan
Pasal 14 ayat (4) huruf d untuk perusahaan yang tidak tergolong usaha
mikro dan usaha kecil.
(6)
Prosedur CDD yang lebih sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku apabila terdapat dugaan terjadi transaksi Pencucian Uang
dan/atau Pendanaan Terorisme dan berlaku ketentuan CDD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9.
Bagian…
- 34 -
Bagian Kedelapan
PELAKSANAAN CDD OLEH PIHAK KETIGA
Pasal 35
(1)
BPR dan BPRS dapat menggunakan hasil CDD yang telah dilakukan oleh
pihak ketiga terhadap calon Nasabahnya yang telah menjadi nasabah pada
pihak ketiga tersebut.
(2)
Hasil CDD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan oleh
BPR/BPRS apabila pihak ketiga :
a.
memiliki prosedur CDD sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b.
memiliki kerja sama dengan BPR/BPRS dalam bentuk kesepakatan
tertulis;
c.
tunduk pada pengawasan dari otoritas berwenang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku; dan
d.
bersedia memenuhi permintaan informasi dan salinan dokumen
pendukung apabila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh BPR/BPRS dalam
rangka pelaksanaan program APU dan PPT.
(3)
BPR dan BPRS wajib memastikan kecukupan identifikasi dan verifikasi
atas hasil CDD yang telah dilakukan oleh pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4)
BPR dan BPRS yang menggunakan hasil CDD dari pihak ketiga
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
bertanggung
jawab
untuk
melaksanakan penatausahaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24.
BAB IV …
- 35 -
BAB IV
PENGENDALIAN INTERN
Pasal 36
(1)
BPR dan BPRS wajib memiliki sistem pengendalian intern yang efektif.
(2)
Pelaksanaan sistem pengendalian intern yang efektif antara lain dibuktikan
dengan:
a.
adanya batasan wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk unit
kerja atau pegawai yang terkait dengan penerapan program APU dan
PPT;
b.
adanya pemisahan fungsi antara pelaksana penerapan program APU
dan PPT dengan pegawai yang ditunjuk untuk mengawasi efektivitas
penerapan program tersebut; dan
c.
dilakukannya pemantauan terhadap efektivitas pelaksanaan program
APU dan PPT oleh satuan kerja audit intern/pegawai yang ditunjuk
untuk melakukan fungsi pengawasan sebagaimana disebutkan pada
huruf b.
BAB V
SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN
Pasal 37
BPR dan BPRS wajib melakukan prosedur penyaringan (screening) dalam
rangka penerimaan pegawai baru, untuk mencegah digunakannya BPR dan
BPRS sebagai media atau tujuan pencucian uang atau pendanaan terorisme yang
melibatkan pihak intern BPR/BPRS.
Pasal 38…
- 36 -
Pasal 38
(1)
BPR dan BPRS wajib menyelenggarakan pelatihan mengenai program APU
dan PPT.
(2)
Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan
cara antara lain:
a.
menyelenggarakan in house training;
b.
mengikutsertakan pegawai dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh
pihak lain;
c.
menyelenggarakan
forum
tukar-menukar
informasi
(knowledge
sharing); dan/atau
d.
melakukan pembelajaran dengan menggunakan sarana elektronik (elearning).
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 39
(1)
Dalam rangka menerapkan program APU dan PPT, BPR dan BPRS wajib
menyampaikan:
a.
Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak
diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini;
b.
Setiap perubahan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak perubahan tersebut kepada Bank Indonesia.
c. Dalam …
- 37 -
c.
Dalam hal batas akhir laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan b jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, maka batas akhir laporan
adalah hari kerja berikutnya.
(2)
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan perubahan
sebagaimana ayat (1) huruf b disampaikan kepada:
a.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU), Bank Indonesia, Jl.
M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi BPR yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia;
b.
Direktorat Perbankan Syariah (DPbS), Bank Indonesia, Jl. M.H.
Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi BPRS yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia;
c.
Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR/BPRS yang berkantor
pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
Pasal 40
(1)
BPR dan BPRS wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan, laporan transaksi keuangan tunai, dan laporan lain kepada
PPATK sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang.
(2)
Kewajiban BPR dan BPRS untuk melaporkan Transaksi Keuangan
Mencurigakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga berlaku untuk
transaksi yang diduga terkait dengan kegiatan terorisme atau pendanaan
terorisme.
(3)
BPR dan BPRS wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPATK paling
lambat …
- 38 -
lambat 3 (tiga) hari kerja setelah BPR dan BPRS mengetahui adanya unsur
Transaksi Keuangan Mencurigakan.
(4)
Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan berpedoman pada ketentuan yang dikeluarkan oleh PPATK.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 41
BPR dan BPRS harus melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah
penyalahgunaan teknologi dalam pengembangan modus pencucian uang atau
skema pendanaan terorisme.
Pasal 42
BPR dan BPRS wajib bekerja sama dengan penegak hukum dan otoritas yang
berwenang dalam rangka memberantas pencucian uang dan/atau pendanaan
terorisme.
BAB VIII
SANKSI
Pasal 43
(1)
BPR dan BPRS yang terlambat menyampaikan Pedoman Program APU dan
PPT dan/atau perubahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1)
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh
ribu rupiah) per hari keterlambatan per laporan dan paling banyak sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) BPR …
- 39 -
(2)
BPR dan BPRS yang terlambat menyampaikan Laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3)
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh
ribu rupiah) per hari keterlambatan per laporan dan paling banyak sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(3)
BPR dan BPRS yang belum menyampaikan Pedoman Program APU dan
PPT dan/atau perubahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
waktu lebih 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian dikenakan
sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
(4)
BPR dan BPRS yang belum menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu lebih 1
(satu) bulan sejak ditemukan pada saat pemeriksaaan dikenakan sanksi
berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00
(tiga juta rupiah).
(5)
BPR dan BPRS yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 ayat (1),
ayat (4), ayat (6), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 ayat (1), Pasal 23, Pasal 24,
Pasal 25, Pasal 27, Pasal 28 ayat (1), ayat (3), Pasal 29, Pasal 30, Pasal
32, Pasal 33, Pasal 34 ayat (3), Pasal 35 ayat (3), Pasal 36, Pasal 37, Pasal
38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 42 dan/atau Pasal 44 Peraturan Bank Indonesia
ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya dapat dikenakan sanksi
administratif …
- 40 -
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Pasal 58 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, antara lain berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
penurunan tingkat kesehatan Bank;
c.
pembekuan kegiatan usaha tertentu;
d.
pemberhentian pengurus Bank; dan/atau
e.
pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang
saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus
dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan
administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
BPR dan BPRS yang telah memiliki kebijakan dan prosedur yang mengacu pada
PBI No.5/23/PBI/2003 tanggal 23 Oktober 2003 wajib menyesuaikan dan
menyempurnakan menjadi Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT paling
lambat 12 (dua belas) bulan sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini.
BAB X …
- 41 -
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini tidak berlaku bagi Badan Kredit
Desa yang didirikan berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 Nomor 357 dan
Rijksblad Tahun 1937 Nomor 9.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme bagi BPR dan BPRS diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia.
Pasal 47
(1)
Dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini maka Peraturan Bank
Indonesia Nomor
5/23/PBI/2003
tentang Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah (Know Your Customer Principles) bagi Bank Perkreditan Rakyat
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4528) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
(2)
Seluruh ketentuan Bank Indonesia yang mengacu kepada ketentuan
mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer
Principles) selanjutnya mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia ini,
kecuali diatur tersendiri.
Pasal 48 …
- 42 -
Pasal 48
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2010.
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Oktober 2010
GUBERNUR BANK INDONESIA
DARMIN NASUTION
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Oktober 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 116
DKBU/DPbS