PANDANGAN TERHADAP PROGRAM MP3EI
DARI STUDI KASUS SUMATERA UTARA
Jaya Arjuna
Kondisi Umum Sumatera Utara
Sumatera Utara merupakan satu dari sepuluh wilayah propinsi yang terdapat di
Pulau Sumatra, terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, dengan
luas 71.680 km². Sebelah Utara Sumatera Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh dan
Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat, dan
Samudera Indonesia, sebelah Barat dengan Provinsi Aceh dan Samudera Indonesia dan
sebelah Timur dengan Selat Malaka. Pesisir timur pulau Sumatera yang memiliki dataran
yang lebih luas dari wilayah pesisir barat merupakan wilayah Sumatera Utara yang lebih
pesat perkembangannya. Wilayah pesisir timur memiliki infrastruktur yang relatif lebih
lengkap dari pesisir barat seperti keberadaan pelabuhan laut Belawan Deli, Tanjung Balai
serta Bandar Udara Polonia yang sudah beroperasi lebih dari seratus tahun lalu. Walaupun
pesisir barat juga memiliki pelabuhan laut seperti Barus dan Sibolga yang juga sudah
dibuka ratusan tahun silam, tetapi perkembangan lalu lintas perdagangan modern lebih
cenderung berkembang di pantai timur. Program percepatan pembangunan ekonomi
Indonesia bahkan telah menetapkan wilayah pesisir Timur Sumatera sebagai salah satu
pusat pertumbuhan ekonomi dengan dicanangkannya Sei Mangke yang berada di pesisir
pantai timur sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dalam koridor ekonomi Sumatera. Sesuai
dengan potensi wilayahnya, maka Sumatera Utara menjadi bagian dari Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) berbasiskan
komoditi kelapa sawit.
Kegiatan usaha perkebunan merupakan primadona perekonomian provinsi
Sumatera Utara. Selain komoditas perkebunan, Sumatera Utara juga dikenal sebagai
penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buahan). Sumatera Utara
memiliki keaneragaman hayati yang tinggi dan keberadaannya dilindungi melalui
penetapan dua taman nasional, yakni Taman Nasional Gunung Leuser yang sebagian
wilayahnya berada di Propinsi Aceh serta Taman Nasional Batang Gadis. Secara peraturan
perundang-undangan, Propinsi Sumatera Utara memiliki hutan seluas 3.742.120 ha, terdiri
atas Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas 477.070 ha, Hutan Lindung
Halaman 1
Perut bumi Sumatera Utara kaya akan sumber daya alam tambang berupa gas alam
dan minyak bumi, sementara kulit buminya subur untuk tanaman perkebunan dengan
komoditi kelapa sawit, karet, coklat, teh, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan
tembakau. Propinsi Sumatera Utara memiliki Danau Toba yang merupakan danau terbesar
dan tertinggi di dunia. Karena ketinggian letaknya, sungai Asahan sebagai satu-satunya
saluran air keluar dari Danau Toba memiliki potensi air terjun untuk dieksploitasi menjadi
sumber daya pembangkit listrik tenaga air. Saat ini baru dua pertiga dari potensi sumber
listrik sungai Asahan yang dibangkitkan dan dimanfaatkan. Selain aliran sungai, Sumatera
Utara juga memiliki titik-titik panas geotermal yang sangat potensial dikembangkan
sebagai sumber energi panas maupun uap yang selanjutnya dapat ditransformasikan
menjadi energi listrik.
1.297.330 ha, Hutan Produksi Terbatas 879.270 ha, Hutan Produksi Tetap 1.035.690 ha
dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760 ha. Banyaknya tidakan
penjarahan hutan melalui perambahan dan pembalakan liar telah menyebabkan lebih dari
206.000 ha hutan di Sumatera Utara mengalami perubahan fungsi menjadi lahan
perkebunan, terutama kelapa sawit. Kondisi inilah yang menyebabkan perlunya tindakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan berdasarkan inventarisasi
potensi ketersediaan dan tingkat kerusakan dan berbagai masalah pemanfaatan sumber
daya alam yang akan mendukung pembangunan Sumatera sekarang dan dimasa akan
datang.
Berdasarkan sebaran jenis tanah di Sumatera Utara, maka potensi terbaik
penggunaan tanah di Sumatera Utara adalah untuk tanaman perkebunan. Pada tahun 2011
usaha perkebunan yang dilakukan oleh perusahaan besar dan juga perkebunan rakyat
mencakup luas 2,376,287 Ha. Berdasarkan jenis tanahnya, maka potensi lahan yang
cocok untuk perkebunan dan belum dimanfaatkan hanya tinggal 3% di seluruh Sumatera
Utara. Tingginya tingkat permintaan terhadap produksi tanaman perkebunan seperti
kelapa sawit menyebabkan sebagian tanah organosol di daerah pantai sudah dijadikan
lahan perkebunan sawit. Bahkan saat ini sebagian tanah yang sudah dikelola untuk
tanaman padi dialihfungsikan menjadi tanaman sawit. Tindakan ini akan memberi dampak
terhadap penurunan produksi padi dan akhirnya nanti akan sampai pada penurunan
kualitas dan daya dukung lahan terhadap tanaman kelapa sawit itu sendiri.
Dari data SLHD 2011 diketahui bahwa rumah tangga yang terlayani akses air
bersih umumnya adalah di daerah perkotaan seperti di kota Medan (52,74%), Pematang
Siantar (87,04%), Tanjung Balai (79,31%) dan Sibolga (78,41%). Selain dari layanan
PDAM, daerah perkotaan juga merupakan pengguna terbanyak dari air kemasan seperti
Medan (30,41%), Binjai (26,26%), Tebing Tinggi (10,14%), Tanjung Balai (10,95%),
Deli Serdang (26,22%), Langkat (10,35%), Asahan (12,94%), dan Serdang Bedagei
(10,43%), Sebagian besar kota juga masih bergantung kepada air sumur seperti Kota
Halaman 2
Umumnya hulu sungai di Sumatera Utara sudah rusak karena fluktuasi air pada
saat banjir sudah 15 kali dengan muka air normal. Hal ini juga dapat diuji silang dengan
angka 30.4% dari lahan hutan adalah lahan kritis. Bila mengacu pada data SLHD Propinsi
Sumatera Utara tahun 2011, maka terdapat 56% dari luas lahan Sumatera Utara
diklasifikasi sebagai lahan kritis. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya lahan
kritis karena tingkat ketergantungan terhadap kualitas air sungai juga sangat rendah.
Hanya sebagian kecil presentase rumah tangga (19,32%) menggunakan air bersih sebagai
pasokan Perusahaan Daerah Air Minum yang air bakunya berasal dari aliran permukaan.
Banyak rumah tangga (12,51 %) menggunakan air yang berasal dari mata air, dan lebih
banyak lagi yang menggunakan air sumur (28.08%). Masyarakat juga menggunakan air
kemasan (16,48%) sebagai sumber air. Penggunaan air kemasan bukan hanya nilai
ekonominya sangat tinggi, tetapi juga nilai dampak kerusakannya lingkungannya. Untuk
membuat kemasan diperlukan bahan baku dari alam, menyerap energy yang tinggi dalam
proses pembuatan serta sisa kemasannya merupakan sampah yang akan jadi beban bagi
lingkungan. Pada kondisi tingkat penggunaan pupuk dan pestisida yang cukup tinggi,
maka beresiko juga terhadap tercemarnya air sumur yang digunakan sebagai air baku air
minum
Binjai (63,63%), Tebing Tinggi (67,31%) Padang Sidempuan (61,37%). Demikian juga
dengan daerah Kabupaten sebagian besar masih bergantung kapada air sumur seperti
Langkat (72,95%), Asahan (67,59%), Labuhanbatu Selatan (78,37%), Serdang Berdagai
(80,90%) dan Batu Bara (72,89%). Pemerintah perlu meningkatkan pemanfaatan aliran
air permukaan untuk memasok air bersih kepada masyarakat. Selain teknologi pengolahan
air bersih adalah teknologi sederhana, dan kualitas airnya lebih baik dari air sumur, tingkat
ketergantungan masyarakat akan air permukaan juga akan naik. Ketergantungan akan
aliran air permukaan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pemeliharaan
kualitas air sungai yang secara tidak langsung juga terkait dengan tegakan pohon serta
kualitas lantai hutan. Bila masyarakat merasa penting dengan pasokan air bersih yang
berasal dari aliran air permukaan, diharapkan masyarakat akan berpatisipasi aktif
memelihara kualitas air, terutama dari masuknya bahan pencemar dan kontinuitas air dari
tegakan pohon sebagai pengatur air.
Selain memiliki etnis dengan budaya yang tinggi Sumatera Utara juga memiliki
keanekaragaman hayati yang sangat besar dan tak ternilai harganya, baik dari tumbuhan
maupun hewan. Sumatera Utara memiliki flora dan fauna yang diketahui 1.143 spesies
dan dilindungi 84 spesies serta Kawasan Ekosistem Leuser sebagai salah satu wilayah
konservasi paling penting di muka bumi. Ekosistem ini merupakan tempat perlindungan
terbesar dari hutan hujan Malesian yang belum terganggu di dunia. Leuser juga
merupakan hutan hujan yang memiliki beragam satwa dan sangat dikenal di dunia ilmu
pengetahuan, seperti spesies mamalia, burung, reptil, ikan, invertebrata lainnya, tanaman
dan organisme lain. Leuser juga memiliki jumlah fauna terbanyak di kawasan Asia.
Ekosistem ini merupakan rumah bagi 105 spesies mamalia, 382 spesies burung, dan
setidaknya 95 spesies reptil dan amfibi (54% dari fauna terestrial Sumatera). Hutan Leuser
adalah tempat terakhir di Asia Tenggara yang memiliki ukuran dan kualitas hutan yang
cukup untuk mempertahankan populasi spesies-spesies langka, termasuk harimau,
orangutan, badak, gajah, dan macan tutul.
Prioritas pembangunan Sumatera Utara difokuskan pada peningkatan kualitas
sumberdaya manusia baik pada tingkat aparatur pemerintahan maupun anggota
masyarakat, terutama pada sektor produksi dan distribusi/pemasaran khususnya pada
pelaku usaha kecil, menengah/koperasi dan usaha mikro termasuk pembinaan pedagang
kaki lima sehingga berkembang menjadi pengusaha kecil formal. Sumatera Utara berada
pada peringkat 8 dari Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Untuk meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia,
maka Sumatera Utara akan melakukan melalui
peningkatan pendapatan perkapita yang sekaligus penurunan angka kemiskinan dan
pengangguran. Sumatera Utara harus melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas melalui percepatan investasi, sehingga masyarakat punya masa depan,
pengembangan lembaga jaminan sosial, peningkatan kualitas pendidikan masyarakat yang
didukung oleh pemantapan pelaksanaan pendidikan formal, mulai dari pendidikan anak
usia dini, wajib belajar 12 tahun hingga perguruan tinggi, peningkatan derajat kesehatan
dan status gizi masyarakat, peningkatan kesetaraan gender, perlindungan anak, penurunan
Halaman 3
Prioritas Pembangunan Sumatera Utara
kesenjangan antar daerah, antar kelompok masyarakat dan antar individu serta
pengendalian pertumbuhan penduduk.
Pembangunan pendidikan sebagai salah satu pilar peningkatan kualitas
sumberdaya manusia diarahkan tidak hanya pada sebatas peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia Sumatera Utara, tetapi juga pada peningkatan kemandirian
bekerja, pembudayaan pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi, serta
pematangan psikis dalam lingkungan kerja. Faktor-faktor kritis dalam bidang pendidikan
yang perlu mendapat perhatian serius dalam mencapai keberhasilan pembangunan
sumberdaya manusia ialah pengadaan guru-guru bermutu dengan indikator menyelesaikan
pendidikan pada Strata 1, baik pada tingkat sekolah dasar maupun sekolah lanjutan. Dunia
pendidikan Sumatera Utara masih sangat membutuhkan perbaikan gedung sekolah
terutama di daerah pedesaan, perbaikan/pengembangan kurikulum serta pengadaan bukubuku yang terjangkau. Pengadaan buku harus dilakukan melalui kemampuan daerah dalam
menyusun materinya dan pengayaan dalam muatan local sehingga peserta didik mengenal
kondisi maupun sejarah daerahnya. Sumatera Utara perlu membangun laboratorium
terpadu di kota-kota yang memiliki kemampuan pendanaan dan dapat dimanfaatkan secara
bersama oleh sekolah-sekolah di wilayah kabupaten sekitarnya.
Ketersediaan energi merupakan hal mutlak dan sangat strategik untuk dipenuhi
karena dapat menghambat peningkatan investasi dan produksi. Sumatera Utara harus
mengatasi masalah kelangkaan pasokan energi dengan mengembangkan potensi yang
dimiliki daerah seperti banyak aliran air permukaan yang belum dimanfaatkan untuk
pembangkit energy dan juga ketersediaan tenaga panas bumi. Dalam pembangunan sektor
pertanian Sumatera Utara perlu meningkatkan pembangunan dan perbaikan irigasi,
pengadaan bibit unggul (menciptakan varietas baru) serta perkembangan teknologi di
bidang pertanian. Sumatera Utara perlu pengembangan pembangunan sektor pertanian
melalui peningkatan pertumbuhan produksi, efisiensi luas areal perkebunan seperti ubi
kayu, jagung dan kedelai dengan memanfaatkan lahan kritis, peningkatan populasi ternak
serta peningkatan ekspor di bidang pertanian tanpa harus melakukan ekspansi areal yang
Halaman 4
Pembangunan sumberdaya manusia yang diukur dengan peningkatan berbagai
indikator seperti meningkatnya kesejahteraan masyarakat, meningkatnya kerja produktif
dalam penggalian dan pengolahan sumberdaya alam, meningkatnya kualitas lingkungan
hidup, meningkatnya derajat penyerapan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh masyarakat
serta semakin membaiknya interaksi sosial di masyarakat. Peningkatan kualitas sumber
daya manusia diharapkan akan dapat membangun tanpa menurunkan kualitas sumberdaya
alam, baik yang terbarukan maupun tak terbarukan. Prioritas pembangunan Sumatera
Utara harus dapat dilakukan dengan pengembangan infrastruktur ekonomi pusat-pusat
pertumbuhan wilayah seperti Sei Mangke sebagai Kawasan Ekonomi Khusus,
penyelesaian pembangunan Bandara Kuala Namu dan pelabuhan laut Kuala Tanjung,
ambil alih dan pengelolaan lebih bermanfaat Industri Aluminium di Batu Bara serta
ketersediaan sumberdaya air bersih, dan pemanfaatan potensi sumber tenaga listrik secara
maksimal. Untuk pemenuhan hak hidup masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat, masyarakat Sumatera Utara membutuhkan perumahan dan perbaikan lingkungan
pemukiman dalam tata ruang wilayah yang serasi dan asri, sehingga kebutuhan rumah
yang sehat semakin terpenuhi tidak hanya dilingkungan perkotaan tetapi juga di
perdesaan.
berdampak terhadap pengurangan lahan atau berstatus hutan. Produktifitas pembangunan
sangat tergantung kepada tingkat bidang kesehatan terutama peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, sehingga perlu kebijakan peningkatan pemerataan dan akses
seluruh masyarakat/penduduk terhadap pelayanan kesehatan dasa. Masyarakat diharapkan
dapat memiliki ketahanan kesehatan melalui tindakan preventif.
Kata kunci bagi keberhasilan pembangunan berkelanjutan adalah penataan ruang
yang tepat rencana, tepat kelola serta tepat manfaat. Penataan ruang harus dilakukan
dengan memasukkan pertimbangan kepentingan berbagai sektor dengan dasar
pemanfaatan untuk kepentingan kesejahteraan gerenasi masa kini dan generasi masa depan
secara adil dan merata. Sumatera Utara yang memiliki potensi untuk pengembangan
pembangunan agropolitan dan agromarinepolitan harus dapat ditata dan dikelola dengan
baik, terutama untuk kepentingan bersama, walau berbeda batas kewenangan pengelolaan
wilayahnya. Perencanaan pembangunan yang baik dan berkeadilan bagi masing-masing
daerah serta potensinya harus dikembangkan secara bersinergi sehingga percepatan
pembangunan prasarana wilayah dapat mengurangi ketimpangan kesejahteraan terutama
untuk daerah yang selama ini terklasifikasi sebagai daerah tertinggal, terpencil atau
wilayah perbatasan.
Analisis Kondisi Eksisting dan Prediksi Dampak terhadap Kondisi Lingkungan
Sampai saat ini berdasarkan berdasarkan data yang ada, terlihat bahwa Sumatera
Utara belum
mampu mengotimalkan pemanfaatan sumber daya alam untuk
mensejahterakan masyarakatnya. Masih banyak penduduk Sumatera Utara yang
diklasifikasi sebagai masyarakat miskin (1.490.900 jiwa), serta indeks pembangunan
manusia masih rendah (73,80) terutama dari komponen harapan hidup dan lama sekolah.
Beberapa kondisi actual dalam masyarakat Sumatera Utara yang jadi penekan dan
berpotensi besar menurunkan kualitas lingkungan ditampilkan berdasarkan kajian datadata yang terhimpun dalam Buku Sumatera Utara Dalam Angka, SLHD dan data resmi
lainnya.
Luas wilayah Sumatera Utara adalah 71.680,68 Km2, terdiri atas 33 daerah
pemerintahan Kabupaten/Kota. Penduduk Sumatera Utara 12.982.204 jiwa dengan
3.037.716 jumlah kepala keluarga dan rata-rata jumlah anggota rumah tangga tiap
keluarga adalah 4,3 orang. Penduduk yang banyak dengan kualitas pendidikan rendah
atau peluang kerja yang sangat sedikit dapat menjadi penekan bagi kualitas lingkungan.
Jumlah anggota keluarga terbanyak adalah di Kabupaten Nias dan Nias Barat yaitu ratarata 5,1 orang per kepala keluarga dan terendah adalah di Kabupaten Karo (3,7). Dalam
jangka waktu 40 tahun, penduduk Sumatera Utara tumbuh hampir dua kali lipat. Tahun
1970 penduduk Sumatera Utara adalah 6.621.831 dan sepuluh tahun berturut-turut adalah
8.360.894, 10.256.027, 11.649.655 dan sampai tahun 2010 adalah 12.982.204 jiwa. Dari
rasio jenis kelamin, penduduk laki-laki Sumatera Utara (6.483.354 orang) hampir
seimbang dengan penduduk wanita (6.498.850) dengan rasio 99,76%. Jumlah penduduk
yang tinggal di perkotaan adalah 6.382.672 jiwa (49.16%) dan di perdesaan 6.599.532
jiwa (50,38%). Kecuali Gunung Sitoli (299 jiwa/km2) dan Padang Sidempuan (1.671
jiwa/km2), maka beban konsentrasi penduduk umumnya sangat tinggi di perkotaan yang
Halaman 5
a. Populasi, sebaran dan kualitas penduduk
menunjukkan bahwa program pembangunan dan kesejahteraan belum mencapai daerah
perdesaan, sehingga minat untuk urbanisasi cukup tinggi. Bila ditinjau dari presentase
penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan yaitu 11,34% dan 11,29%, dengan rata-rata
11,31% maka terlihat bahwa jumlah penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan relatif
hampir sama dengan jumlah total mencapai 1.490.900 jiwa. Dari segi konsumsi protein
untuk tahun 2009-2010 juga terlihat bahwa antara penduduk kota dan desa relatif hampir
sama yaitu 55,26 gram perkapita perhari untuk pedesaan dan 56,2 gram perkapita perhari
untuk daerah perkotaan. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat terutama dari segi
ketimpangan manfaat pembangunan dapat menyebabkan tekanan bagi kualitas lingkungan
hidup, sehingga upaya untuk mempertahankan daya dukung dan daya tampungnya sulit
dipertahankan, apalagi untuk memulihkannya. Ketimpangan kesejahteraan antara kota dan
desa juga dapat memicu terjadinya urbanisasi yang membawa konsekwensi banyak
terhadap kualitas hidup di kota maupun secara khusus bagi penduduk yang pindah ke kota
dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah. Ketidaksiapan bekal untuk
mengalahkan kerasnya tantangan hidup di kota dapat menjadi pemicu rendahnya kualitas
hidup bagi pendatang maupun ketidaknyamanan bagi penduduk kota.
b. Lapangan Kerja
Sektor pertanian, kehutanan, pertenakan dan perikanan merupakan sektor yang
menyerap 46,94% penduduk usia kerja di Sumatera Utara. Sektor lapangan kerja lain
sebagai penyerap tenaga kerja adalah perdagangan, hotel dan restoran (19,52%), jasa
kemasyarakatan 14,45% , industri 7,43%, pengangkutan dan komunikasi 5,04% serta
konstruksi 5%. Sektor pertanian, kehutanan, pertenakan dan perikanan adalah sektor yang
sangat kuat kaitannya dengan kualitas lingkungan hidup. Kerusakan atau penurunan luas
tutupan lahan selain dapat menimbulkan kerugian akibat banjir juga sangat berpengaruh
terhadap ketersediaan pasokan air bagi kegiatan pertanian dan perikanan. Kenaikan suhu
bumi dapat merusak sistem pertanian seperti terjadinya kekeringan atau terganggunya
jadwal waktu tanam, sehingga menurunkan produksi. Keberlanjutan pembangunan dan
tingkat kesejahteraaan masyarakat Sumatera Utara sangat tergantung kepada kulitas
lingkungan, sehingga pemerintah harus memprioritaskan perencanaan pembangunan
berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Memasukkan pertimbangan
lingkungan dalam setiap perencanaan maupun penerapan pembangunan sebagaimana
ditetapkan oleh undang-undang harus dipahami dan dijadikan dasar bagi setiap pelaksana
maupun pengawas pembangunan. Pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi dapat jadi
pemicu kebangkitan kesejahteraan daerah sekitarnya, namun dapat pula jadi beban bahkan
menyedot potensi wilayah sekitarnya yang ditandai dengan penurunan daya dukung dan
daya tampung lingkungan.
Di Sumatera Utara terdapat 14.574 orang penyandang masalah kesejahteraan
social. Masalah tertinggi adalah Anak Terlantar yang melibatkan 150.082 orang anak
dengan kasus terbanyak di Tapanuli Tengah (31.833 orang), Simalungun (20.567 orang),
Deli Serdang (19.697 orang) dan Tapanuli Selatan (17.617 orang). Jumlah anak terlantar
sangat erat kaitannya dengan korban tindak kekerasan dan kemiskinan serta rendahnya
pendidikan. Korban tindak kekerasan terbanyak adalah di Nias Selatan (6.296 orang),
daerah dengan kualitas hidup relatif sangat rendah dan diikuti oleh Tapanuli Tengah
Halaman 6
c. Masalah sosial
(6.133 orang) yang juga merupakan daerah dengan tingkat kasus anak jalanan terbanyak
masing-masing 224 dan 225 orang. Medan merupakan daerah kota dengan jumlah anak
jalanan terbanyak (663 orang). Masalah kesejahteraan sosial merupakan dari Hak Azazi
Manusia yang harus ditegakkan dan khusus untuk anak akan terkait dengan jaminan
perlindungan, kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial. Masalah anak jalanan yang
diawali dengan kemiskinan dan keterlantaran serta tindak kekerasan, biasanya bila telah
tiba di jalanan mereka akan berhadapan dengan eksploitasi, manipulasi, ketidakkonsistenan terhadap cara-cara pertolongan baik oleh keluarga mereka sendiri maupun
pihak lain yang menaruh perhatian terhadap anak jalanan.
Keluarga miskin dan bermukim pada daerah padat dan kumuh kualitas hidupnya
rendah dengan indikasi gizi anak tidak mencukupi, perhatian dan institusi keluarga
kurang mendukung, rendahnya dukungan terhadap pendidikan dan kurangnya kasih
sayang. Lingkungan pemukiman keluarga kumuh mengurangi hak anak untuk bermain
dan tempat bermain yang layak. Banyak anak-anak yang disakiti dan juga saling
menyakiti serta teraniaya secara fisik dan non fisik, bahkan mengalami pelecehan seksual
yang umumnya dilakukan keluarga terdekat. Pelecehan ini akan membekas dalam fikiran
dan kehidupan selanjutnya, dan bahkan berkemungkinan untuk jadi pelaku sebagai
tindakan balas dendam dengan apa yang telah dialaminya. Kemiskinan dan kurangnya
perhatian akan berdampak terhadap akses anak dengan pelayanan pendidikan, kesehatan
dan perlindungan. Perlakuan yang dialami anak jalanan lebih pada penghinaan dan
penolakan sosial serta penggarukan (sweeping) oleh pemerintah kota, daripada pembinaan
dan pengembangan nilai kemanusiaan. Kemiskinan dan kualitas hidup yang rendah serta
tekanan hidup seperti yang dialami masyarakat Tapanuli Tengah juga merupakan daerah
dengan kasus anak nakal terbanyak (5.017 orang) yang diikuti oleh Asahan (4.959 orang)
dan Deli Serdang 2.728 orang. Ketiga daerah ini adalah daerah pantai yang umumnya
menjadi kantong kemiskinan, walau memiliki kekayaan alam daerah dan daya dukung
lingkungan yang relatif baik. Daerah pantai yang memiliki kekayaan sumber daya lautan
harus dikelola dengan baik seperti mengurangi penyerapan besar-besar potensi tangkapan
oleh pengusaha besar yang mempergunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
Alat tangkap seperti pukat harimau menyebabkan kerusakan dasar laut dan mengganggu
seluruh sistem kehidupannya mulai dari tengah hingga ke bibir pantai. Kondisi ini tidak
mampu dilawan oleh nelayan tradisional, sehingga mereka makin terpuruk dalam
kemiskinan sebagai lingkaran awal menuju kehidupan yang kehilangan nilai
kemanusiaannya. Masyarakat pantai harus diberi acuan hidup yang bermartabat serta
mengembalikan kedekatan mereka dengan alam.
Sektor industri besar dan sedang di Sumatera Utara sejak tahun 2007 hingga 2010
terus mengalami penurunan, baik dari segi jumlah perusahaan yang beroperasi maupun
dari jumlah tenaga kerja yang dilibatkan. Tahun 2007 terdapat 1185 industri besar dan
sedang dengan jumlah paling banyak adalah di Deli Serdang (419 perusahaan), Medan
(202 perusahaan), Asahan (181 perusahaan), Simalungun dan Labuhan Batu masingmasing 59 perusahaan. Tahun 2008 terjadi penurunan sebanyak 43 perusahaan di Deli
Serdang, 25 perusahaan di Medan, dan berpindah wilayah admisnitrasi karena pemekaran
sebanyak 51 perusahaan dari Asahan ke Batubara. Tahun 2009 kembali terjadi
pengurangan usaha di Deli Serdang sebanyak 26 perusahaan dan Medan sebanyak 11
Halaman 7
d. Industri
perusahaan, sementara di daerah lain tidak terjadi perubahan yang signifikan. Perubahan
yang terjadi umumnya bukan karena penutupan atau pembukaan lapangan usaha baru,
melainkan karena terjadinya pemekaran wilayah. Tahun 2010 terjadi pengurangan jumlah
perusahaan di Medan sebanyak 18 perusahaan dan di Siantar sebanyak 5 perusahaan.
Menurut BPS 2011, pada tahun 2010 terdapat 1.015 perusahaan yang berarti secara total
terjadi penurunan jumlah perusahaan yang tidak lagi beroperasi dalam jangka waktu
empat tahun sebanyak 170 perusahaan. Penutupan perusahaan terkait dengan tenaga kerja
yang pada tahun 2007 dengan jumlah pekerja pada industri besar dan sedang sebanyak
151.684 pekerja. Tahun 2008 terjadi pengurangan sebanyak 8.131 orang pekerja, tahun
2009 berkurang lagi sebanyak 3.523 orang dan tahun 2010 terjadi penambahan tenaga
kerja sebanyak 415 orang sehingga jumlah pekerja tahun 2010 adalah 140.495 orang.
Industri terbanyak menyerap tenaga kerja adalah industri makanan dan minuman dengan
jumlah pekerja sebanyak 58.248 orang, industri kimia, karet dan plastik (37.950 orang).
industry kayu dan perabot rumah tangga (3.573 orang) dan industri pengolahan logam
(7.922 orang). Pengurangan terbanyak pekerja selama tahun 2008-2010 adalah pada sektor
industry makanan dan minuman serta industri kayu. Kawasan ekonomi khusus Sei
Mangke dan sarana pendukungnya seperti kegiatan industry hilir kelapa sawit dan
pelabuhan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan dapat memperkerjakan
masyarakat Sumatera Utara secara bermartabat.
e. Perkebunan
Alih fungsi lahan pertanian menjadi kebun kelapa sawit sangat mengancam bagi
penurunan produksi padi dan yang paling mengkhawatirkan adalah dari sisi sosial
ekonomi dan sosial budaya. Awalnya sebagian petani merubah lahannya pertaniannya
Halaman 8
Komoditas perkebunan primadona Sumatera Utara adalah kelapa sawit. Sampai
tahun 2010 luas tanaman kelapa sawit yang dikelola rakyat adalah seluas 394.657 Ha dan
dikelola oleh PTP adalah 250.469 Ha. Sejak tahun 2007, luas tanaman kelapa sawit rakyat
berkembang mulai dari 367.741,13 Ha menjadi 394.656.96 Ha. di tahun 2010, sementara
luas tanaman kelapa sawit yang dikelola oleh PTPN berkurang dari 291.492,64 Ha
menjadi 250.469.02 Ha. Bila dihitung dengan luas lahan tanaman kelapa sawit yang
dimiliki oleh pengusaha besar dan swasta asing, maka total luas tanaman kelapa sawit di
Sumatera Utara pada tahun 2012 adalah 1.142.395 ha. Pertumbuhan sangat pesat terlihat
pada lahan yang dimiliki pengusaha besar dan swasta nasional maupun asing. Pemilik
modal menengah dan atas memang melihat investasi di bidang kelapa sawit sangat
menguntungkan. Berdasarkan turunan produk dari minyaknya, kelapa sawit dianggap
memiliki masa depan yang cerah karena tetap akan dibutuhkan terus dalam kehidupan
manusia. Pada daerah pesisir pantai, pengusaha kelapa sawit menanam modal untuk
merubah bekas tambak udang, dan bahkan lahan hutan bakau menjadi areal tanaman
sawit. Saat ini kita bisa melihat tanaman kelapa sawit sudah mencapai bibir pantai. Hal
yang sangat mengkhawatirkan adalah adanya kecenderungan merubah lahan produktif
tanaman padi menjadi lahan tanaman sawit. Diperlukan turun tangan pemerintah untuk
membatasi perubahan lahan menjadi lahan kelapa sawit, terutama bagi lahan yang
berfungsi sebagai pendukung ketahahan pangan. Sejak tahun 2000 sampai 2010, Sumatera
Utara telah kehilangan lahan produktif padi sawah seluas 66.886 Ha dan lahan produktif
padi ladang seluas 29.050 Ha.
menjadi kebun sawit karena tergiur dengan impian bahwa perkebunan kelapa sawit
untungnya jelas setiap bulan, serta tidak memerlukan banyak perhatian dalam perawatan.
Pada saat menghadapi masalah pengadaan pupuk untuk menjaga tingkat produksi sawit
serta adanya fluktuasi harga jual dan keterbatasan daya serap oleh pabrik pengolah tandan
buah segar, petani kewalahan dan mulai menjual lahan kepada pemodal besar. Petani yang
awalnya pemilik lahan kini berubah menjadi pencari kerja sebagai buruh upahan. Tentu
saja tidak setiap orang bisa beralih pekerjaan dengan mudah, apalagi para petani umumnya
memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah. Secara berantai dampaknya akan
dirasakan bagi usaha penggilingan padi, pedagang beras, transportasi dan lain-lain. Sektor
pertanian padi yang banyak menyerap tenaga kerja akhirnya hilang digantikan oleh
kegiatan perkebunan yang daya serapnya terhadap pekerja yang jauh lebih kecil.
Menurunnya produksi padi serta peluang kerja dapat menimbulkan pemicu masalah sosial
di tengah masyarakat. Hal terpenting yang harus jadi perhatian pemerintah adalah
ketersediaan pangan untuk masa depan. Saat ini kita memang masih bisa mengandalkan
beras impor luar negeri seperti dari Thailand dan Vietnam. Namun saat mereka juga
menghadapi bencana alam yang menurunkan tingkat produksi berasnya, maka Indonesia
akan menyesali kebijakan pemanfaatan lahannya yang melupakan pertimbangan
ketersediaan pangan.
Selain kelapa sawit, maka komoditi andalan Sumatera Utara lainnya adalah karet
yang ditanam pada lahan seluas 461.143 ha (Ditjenbun, 2009) terdiri dari kebun rakyat
(292.958 ha), kebun swasta (103.304 ha) dan kebun BUMN (64.881 ha). Tembakau
merupakan produk perkebunan yang menjadikan Sumatera Utara sangat terkenal di
seluruh dunia karena menjadi pembalut cerutu terbaik. Proses jeda tanam sekitar tujuh
tahun pada lahan yang merupakan karakteristik khusus tembakau diartikan masyarakat
sebagai lahan terbiar, sehingga jadi incaran petani penggarap. Lahan tembakau selalu jadi
kasus sengketa antara petani dan PTPN karena penduduk menyatakan bahwa HGU PTPN
Halaman 9
Tanaman kelapa sawit juga sudah menyebabkan berkurangnya kawasan
Konservasi (Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam) yang secara hukum
peruntukkannya adalah untuk pengawetan keanekaragamanhayati, wilayah system
penyangga kehidupan dan
perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman fauna-flora serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam dan
ekosistemnya. Suaka Margasatwa Dolok Surungan telah berkurang luasnya lebih dari
3.000 Ha menjadi lahan kelapa sawit dan bahkan areal PIRBUN PTPN III Bandar Manis
sudah merambah 30 Ha ke dalam areal Suaka Margasatwa Dolok Surungan. Suaka
Margasatwa Karang Gading juga mengalami penjarahan oleh petani kelapa sawit seluas ±
6.558 Ha dari 15.765 Ha lahan yang ditetapkan tahun 1932 dan tahun 1935 sebagai
kawasan suaka alam. Penetapan oleh Belanda ini dikukuhkan oleh Menteri Pertanian No.
811/Kpts/Um/11/1980 sebagai suaka alam. Suaka Margasatwa Karang Gading merupakan
habitat 37 sepsies tumbuhan dari 21 famili, 12 jenis mamalia, 44 jenis aves yang 13 jenis
diantaranya adalah burung migran, 13 jenis reptile dan 52 jenis ikan. Moluska dan
crustaceae. Taman Wisata Alam Holiday Resort yang luasnya 1.963,7 Ha di desa Aek
Raso Kecamatan Torgamba saat ini sudah lebih dari 90% beralih menjadi lahan
perkebunan sawit. Suaka Alam Sei Ledong yang luasnya 1.100 Ha di Kecamatan Kualu
Hulu Kabupaten Labuhan Batu telah dirobah ± 800 Ha menjadi lahan kelapa sawit oleh
PT Sawita Leidong Raya. Dahulunya suaka alam Sei Leidong dipenuhi oleh kayu Meranti
dan Cengal serta jadi habitat bagi berang-berang, rusa, harimau, kera dan kancil.
sudah berakhir. Sejak tahun 2007 PTPN di Sumatera Utara tidak lagi memiliki lahan
tanaman tembakau, sehingga dipastikan kejayaan nama sebagai daerah penghasil
tembakau pembalut cerutu terbaik dunia sudah merupakan sejarah masa lalu bagi
Sumatera Utara.
f. Pertambangan
Dari kasus pengolahan bahan tambang PT. Agincourt Resources di Tapanuli
Selatan ini dapat diambil pelajaran bahwa sebuah perusahaan harus mempu
berkomunikasi dengan masyarakat, baik dalam menyerap keinginan masyarakat maupun
mensosialisasikan program perusahaannya. Perusahaan harus menaati peraturan
perundang-undangan khususnya terkait pengelolaan lingkungan, seperti penyusunan
dokumen Amdal yang baik dan benar serta melaporkan pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan sesuai waktu dengan materi pelaporan yang juga harus baik dan
benar. Bila perusahaan sudah pada tahap konstruksi atau operasi ternyata masih ada
tantangan dari masyarakat, pemerintah maupun perusahaan perlu mengkaji kembali proses
amdalnya yang mungkin ada yang terlewatkan, terutama pada proses sosialisasi.
Pemerintah Daerah juga harus berperan membina perusahaan untuk mematuhi semua
peraturan perundang-undangan serta meminimalkan dampak negatif kegiatan perusahaan
terhadap lingkungan. Kurang maksimalnya pemanfaatan sumber daya alam bahan
tambang di Sumatera Utara terutama disebabkan adanya penentangan oleh masyarakat
terhadap rencana kegiatan pertambangan seperti yang terjadi terhadap PT Sorik Mas
Mining yang mengelola wilayah kegiatan pertambangan seluas 66.200 Ha dengan
cadangan 18 tonnes (2,7g/t Au). Areal pertambangan ini sebagian masuk dalam kawasan
Taman Nasional Batang Gadis. Sumber daya mineral lain adalah di Dairi (PT. Dairi Prima
Mineral) dengan cadangan 6.600.000 tonnes (14.6% Zn, 8.8% Pb, 11 g/t Ag) yang sedang
dalam proses konstruksi untuk mengelola bahan tambang dalam areal seluas 27.400 Ha.
Halaman 10
Sumatera Utara memiliki berbagai jenis potensi bahan tambang mineal dan non
mineral. Bahan tambang tersebar pada hampir seluruh wilayah Propinsi Sumatera Utara
seperti emas di Tapsel (+ 395.000 OZ), Seng & Timah Hitam di Dairi (+ 17 juta ton),
Dolomit di Karo (+ 11.520 ribu ton), Marmar di Taput (+ 118 juta ton) dan di Simalungun
(+ 337 juta ton), Batugamping di Langkat (+ 832 juta ton), Granit di Tapteng (+ 600 juta
ton) dan Batu Bara di Nias (+ 20 juta ton). PT. Agincourt Resources yang mengelola
lahan seluas 256,300 Ha telah beroperasi dengan cadangan emas 5,300,000 tonnes (1,2 g/t
Au)
dan perak 54,800,000 tonnes (18,7 g/t Ag). Operasional kegiatan PT. Agincourt
Resources terpaksa terhenti sampai jangka waktu yang belum ditentukan karena masalah
pembuangan limbahnya ke Sungai Batang Toru ditentang oleh masyarakat. Walaupun
masyarakat tidak menentang kehadiran PT. Agincourt Resources di Tapanuli Selatan,
namun masyarakat meminta agar limbah cair di buang langsung ke laut. Teknologi
pengolahan emas PT. Agincourt Resources menggunakan bahan Cyanida, dan yang
dibuang ke laut adalah limbah cair setelah dipisah dari tailingnya yang ditimbun di darat.
Walaupun secara teknologi PT. Agincourt Resources menjamin bahwa limbahnya tidak
akan menurunkan kualitas lingkungan, tetapi masyarakat tetap menolak kalau
pembuangan di lakukan ke sungai Batang Toru yang saat ini dimanfaatkan ribuan
masyarakat mulai dari kota Batang Toru hingga ke tepi laut yang terletak di wilayah
Tapanuli Tengsah.
g. Argomarinepolitan
Sumatera Utara yang terletak di bahagian Utara pulau Sumatera memiliki laut di
kedua sisi wilayahnya. Sisi Timur Propinsi Sumatera Utara mulai dari arah Utara hingga
Tenggara berbatasan dengan Selatan Malaka, sedangkan di sisi barat mulai dari Barat
Daya hingga ke Barat Laut berbatasan dengan Samudera Hindia. Wilayah pantai Timur
memiliki topografi datar hingga landai dengan kemiringan lereng kurang dari 5 persen.
Sebagian besar merupakan dataran aluvial hasil endapan sedimen dari sungai yang
hulunya di Bukit Barisan dan bermuara ke Selat Malaka. Wilayah pantai Barat memiliki
jalur daratan yang lebih sempit mulai dari utara Barus dengan lebar sekitar 7 kilometer
hingga ke perbatasan Singkil. Berbeda dengan sisi Timur yang sudah terbuka, lahan di sisi
Barat Provinsi Sumatera Utara masih belum berkembang baik. Luas daratan Provinsi
Sumatera Utara adalah 71.680 Km2 Total garis pantai yang dimilki oleh Provinsi
Sumatera Utara adalah 181.680 km2 dengan panjang pantai di sisi Barat 375 Km dan
panjang garis pantai wilayah Pantai Timur 545 km.
Sejak tahun 2008, terjadi penurunan jumlah nelayan yang bekerja penuh,
sementara yang bekerja sambilan utama dan sambilan tambahan jadi meningkat. Demikian
juga dengan menurunnya sangat signifikan jumlah perahu tanpa motor dari 22.726
menjadi 11.365 unit. Peningkatan hanya terjadi pada jumlah motor tempel dari 2.998
menjadi 6.948 unit sedangkan kapal motor menurun dari 26.720 unit menjadi 18.794 unit.
Secara umum perahu penangkap ikan turun jumlahnya dari 52.444 unit tahun 2007
menjadi 37.107 unit tahun 2010. Bila dilihat dari jumlah nelayan yang meningkat dari
tahun 2007 sebanyak 131.730 orang dan tahun 2010 menjadi 148.572 orang (16.842
orang), peningkatan hanya terjadi pada nelayan yang bekerja sambilan utama dan
sambilan tambahan. Sementara nelayan yang bekerja tetap jumlahnya relatif sama sekitar
90ribuan. Mengingat bahwa salah satu wilayah sebagai kegiatan MP3EI adalah pelabuhan
laut Kuala Tanjung, maka perlu dilakukan pemulihan kualitas pesisir pantai sekitar Kuala
Tanjung yang saat ini sebagian besar tergerus erosi. Pembangunan dermaga Kuala
Tanjung telah menyebabkan pantai di Tanjung Tiram tergerus hingga satu kilometer lebih.
Halaman 11
Provinsi Sumatera Utara memiliki 419 pulau, dengan 6 (enam) pulau di wilayah
Pantai Timur termasuk Pulau Berhala sebagai pulau terluar yang berbatasan dengan Selat
Malaka dan sisanya 413 pulau di wilayah Pantai Barat dengan Pulau Wunga dan Pulau
Simuk sebagai pulau terluar. Secara regional posisi Provinsi Sumatera Utara berada pada
jalur strategis pelayaran internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura,
Malaysia dan Thailand. Sumberdaya ikan di Propinsi Sumatera Utara baik pantai barat
maupun pantai timur adalah sebesar 553.236 ton, yang terdiri dari ikan pelagis 352.100
ton, ikan demersal 160.350 ton, ikan karang 19.436 ton dan udang 20.850 ton. Potensi
tersebut secara keseluruhan telah dimanfaatkan sebesar 338.215,2 ton atau 61,13% dari
potensi lestari. Walaupun pemanfaatan laut relatif cukup tinggi, namun hasilnya lebih
banyak dinikmati oleh perusahaan-perusahaan perikanan milik pemodal besar. Rakyat
kecil dengan modal dan tingkat pendidikan yang rendah tidak mampu menikmati hasil laut
yang demikian berlimpah. Ketidak mampuan nelayan mengambil manfaat dari potensi laut
diperparah lagi dengan adanya cuaca ekstrim yang membuat nelayan hanya mampu
melaut maksimal tujuh bulan dalam setahun. Laut tidak bisa lagi jadi harapan sumber
kehidupan bagi nelayan.
Kualitas hidup penduduk sekitar pantai yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan
reoatrif sangat rendah, sehingga perlu diangkat dengan meningkatkan sumber pendapatan.
Hampir secara keseluruhan kualitas ekosistem pantai dan kuantitas biota laut yang dapat
dijadikan sasaran tangkap nelayan sudah sangat menurun karena penjarahan oleh
penangkap ikan yang menggunakan pukat harimau.
Penerapan MP3EI yang Berkelanjutan di Sumatera Utara
a. Kebijakan Pembangunan MP3EI yang Berkelanjutan di Sumatera Utara
Sumatera Utara memiliki sumber daya alam yang cukup untuk mendukung
pembangunan yang mensejahterakan masyarakatnya.
Bila selama ini cita-cita
pembangunan itu belum berhasil, maka kemungkinannya adalah pada lemahnya system
dan tidak efektifnya pengelolaan. Sumatera Utara sudah lebih seabad menjadi pusat
pengembangan perkebunan dan hortikultura, serta telah berkembang jadi
pusat
pertumbuhan industri wilayah barat yang sekaligus memiliki pelabuhan udara dan laut
internasional. Sumatera Utara memiliki potensi bahan tambang mineral dan non mineral
serta juga potensi wisata yang hanya satu-satunya di dunia, yaitu Danau Toba sebagai
kawah terbesar hasil bentukan letusan gunung berapi. Sumatera Utara merupakan daerah
terdepan yang langsung berhadapan dengan Thailand, Malaysia dan Singapura serta
masuk dalam wilayah Selata Malaka sebagai lintasan transportasi laut terpadat di dunia.
Sebagian wilayah pantai timur Sumatera merupakan daerah yang relatif aman dari
ancaman bencana gempa maupun bencana alam lainnya, sehingga merupakan nilai positif
bagi investor yang memerlukan bangunan fisik dalam bidang usahanya.
Pemerintah Daerah Sumatera Utara memiliki keinginan dan keseriusan dengan
program MP3EI, khususnya mendukung kegiatan ekonomi utama produk perkebunan
kelapa sawit dan karet. Sebagai langkah awal telah ditetapkan dan diresmikan Proyek
Kawasan Industri Sei Mangkei (KISM) dan diikuti dengan Perluasan kapasitas pabrik
kelapa sawit Sei Mangkei dari semula 30 Ton/Jam TBS menjadi 75 Ton TBS/jam.
Pengembangan PKS Sei Mangke juga sudah diikuti dengan pembangunan pabrik Palm
Kernel Oil (PKO) berkapasitas 400 liter per hari dan industri proses penghasil biodiesel,
Halaman 12
Sebagai daerah awal pengembangan kelapa sawit di Indonesia, sewajarnya
Sumatera Utara dijadikan pusat klaster industri hilir kelapa sawit dalam program MP3EI.
Sesuai dengan perkembangan teknologi pengolahan kelapa sawit dan produk
sampingannya, bila dilakukan pengelolaan dengan baik dan benar, industri pengolahan
kelapa sawit bisa dinyatakan sebagai industri non limbah (zero waste). CPO sebagai
produk hulu dari kelapa sawit baru sebagian kecil diolah menjadi industri hilir di Sumatera
Utara dan menghasilkan 18 jenis produk industri pangan antara lain minyak goreng,
margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee dan industri non pangan seperti fatty acids,
fatty alcohol, dan glycerin serta biodiesel. Ada ratusan produk lainnya sebagai turunan
dari CPO yang selama ini dilakukan di luar negeri, padahal salah satu pertimbangan dalam
pembangunan industri adalah dekat dengan bahan baku. Bila hambatan pengolahan dalam
negeri adalah karena masalah administrasi, maka saatnya pemerintah merombak system
perizinan dan menerima hanya para investor yang jadi pelaku usaha legal, taat hukum dan
peduli lingkungan.
betacaroten, fatty acid, fatty alkohol dan oleokimia lainnya. Sebagai sumber energy sudah
dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBS) serta telah disusun matriks
rencana pembangunan infrastruktur Klaster Sei Mangkei – Sumut, Dumai – Kuala Enok
Riau, dan Maloy Kaltim. Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangke dan Industry
pendukungnya yang dijadikan sebagai pusat kegiatan Kawasan Ekonomi Khusus bukan
hanya meningkatkan perekonomian daerah Sumatera Utara, regional Sumatera maupun
nasional, tetapi juga untuk masa depan perkelapasawitan nasional.
Sebagai pusat kegiatan pertumbuhan ekonomi, Kawasan Ekonomi Khusus Sei
Mangke harus dihubungkan dengan daerah sekitarnya, baik sebagai pemasok bahan baku
maupun sebagai outlet dari produk yang dihasilkan serta jalan penghubung ke daerah
lainnya. Sumatera Utara telah menyiapkan pembangunan rel kereta api ruas Bandar
Tinggi-Kuala Tanjung senilai Rp400 miliar, pembangunan rel Kereta Api dari kawasan
Sei Mangke ke Kota Lima Puluh senilai Rp150 miliar. Selain jalan kereta api juga
dilakukan perbaikan dan pelapisan jalan raya ruas Lima Puluh-Simpang Inalum sepanjang
22 Km senilai Rp154 miliar, pembangunan jalan akses Belawan sepanjang 15 Km senilai
Rp150 miliar, pelebaran jalan dari Kawasan Industri Sei Mangke-Lima Puluh sepanjang
10 Km senilai Rp140 miliar, pembangunan jalan tol Medan-Kuala Namu-Tebing Tinggi
sepanjang 60 Km dan ruas Medan-Kuala Namu-Lubuk Pakam senilai Rp1,306 triliun,
peningkatan jalan Tebing Tinggi-Kisaran-Rantau Prapat-Batas Provinsi Riau sepanjang
326,71 Km senilai Rp365 miliar, pengembangan jalan akses Kuala Namu Tahap II
sepanjang 14 Km dan Fly Over Tahap I dan II (dua jembatan sepanjang 1 Km) senilai
Rp355 miliar dan peningkatan jalan Lima Puluh-Pematang Siantar-Kisaran sepanjang
64,15 Km senilai Rp225 miliar.
Salah satu kegiatan utama dari di pusat kegiatan MP3EI koridor Sumatera Utara
yang dinyatakan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus adalah pembangunan Kawasan
Industri Terpadu Sei Mangkei. Kegiatan ini sudah dilengkapi dengan dokumen AMDAL,
walaupun secara teknis masih perlu disempurnakan agar lebih terukur dan bukan hanya
bersifat narasi, terutama untuk dokumen RKL dan RPL. Kajian kelayakan lingkungan
seharusnya sudah didukung oleh Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang diikuti oleh
Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sudah disahkan. Seluruh kajian kelayakan
lingkungan terhadap semua kegiatan utama dan kegiatan pendukungnya harus dilakukan
Halaman 13
Untuk memenuhi kebutuhan energy, Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara
membangun PLTP Sarulla 1 berkapasitas 110 MW senilai Rp6 triliun, PLTA Asahan III
berkapasitas 174 MW senilai Rp2,880 triliun, pembangunan transmisi listrik sebanyak 17
titik dengan nilai Rp 2,155 triliun, dan pengembangan Sector Private di Bandara Kuala
Namu senilai Rp1,6 triliun. Sedangkan untuk proyek berskala besar lainnya di Sumut yang
juga dibiayai BUMN meliputi proyek PLTG Sibayak 3 senilai Rp 554 miliar, pembangkit
listrik tenaga biomasa sawit (PLTNS) dan bahan baku tebu senilai Rp150 miliar,
pembangunan Kawasan Industri Berbasis Oleochemical Sei Mangke senilai Rp4,2 triliun,
dan percepatan pengembangan Hidro Elktrik skala besar 2 x 87 MW di Porsea Sumatera
Utara (Asahan 3) senilai Rp 2,610 triliun. Secara keseluruhan Pemerintah Daerah
Sumatera Utara telah mempersiapkan 21 proyek berskala besar dengan nilai total sebesar
Rp 34,278 triliun.
dengan pertimbangan terhadap dampak kegiatan yang saling berinterkasi baik jangka
pendek, jangka panjang, langsung maupun tidak langsung dengan menetapkan komponen
lingkungan yang lebih terfokus, serta parameter yang perlu dipantau dengan indikator
pemantauannya yang lebih spesifik. Namun demikian, secara umum Pemerintah Daerah
Sumatera Utara telah melakukan beberapa kebijakan yang terkait dengan upaya
meminimalkan dampak negatif
kegiatan terutama dalam menyiapkan perangkat
pemantauan dampak bukan hanya untuk Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangke
melainkan juga untuk seluruh wilayah pesisir pantai timur yang diprediksi akan terkena
dampak antara lain:
1. Monitoring dan Evaluasi Kerusakan Sumber-sumber Air Kawasan
Ekosistem Sungai Ular
2. Koordinasi Konservasi Sumber Daya Perkebunan Dalam Rangka RSPO
3. Pemantauan Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
oleh Kabupaten/Kota
4. Monitoring dan Evaluasi Kerusakan DAS Asahan
5. Fasilitasi Program Menuju Indonesia Hijau Provinsi Sumatera Utara
6. Evaluasi Keserasian Pemanfaatan Lahan Mebidangro dalam rangka
Pemulihan Lingkungan
7. Koordinasi Pengendalian Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah B3
8. Pemantauan dan Evaluasi Kerusakan Mangrove dalam rangka Pemulihan
Lingkungan
9. Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Pesisir Pantai Timur Tindak Lanjut
Kesepakatan 9 Kab/Kota
10. Pengembangan Kapasitas PLH Desa pantai Kerjasama Tim Kerja Aksi
Pengembangan SD Hayati Laut Pantai Timur
11. Inventarisasi Keanekaragaman hayati Wilayah Pesisir dan Laut Pantai
Timur
12. Kajian Ekowisata Pantai Timur
13. Pengembangan Program Coastal Carbon Coridor Di Pesisir Pantai Timur
Provinsi Sumatera Utara
Pemantauan yang dilakukan secara rutin, tepat cara dan tepat analisis untuk semua
aspek, komponen dan parameter lingkungan yang diprediksi akan terkena dampak
pembangunan diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif yang akan terjadi.
Keberhasilan upaya pemantauan lingkungan yang dilakukan secara berkelanjutan terhadap
semua kegiatan terkait maupun mendukung Kawasan Ekonomi Khusus akan dapat
memberi masukan bagi penyempurnaan upaya pengelolaan lingkungan. Sebagai sebuah
kegiatan besar yang akan membangkitkan dan menumbuhkembangkan dunia usaha di
Sumatera Utara, selain dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga harus dijaga
secara ketat agar tidak menurunkan daya dukung dan daya tampung lingkungan Sumatera
Utara.
Kendala awal yang cukup siginfikan menghambat kemajuan pembangunan
Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangke sebagai salah satu pusat kegiatan MP3EI di
Halaman 14
Keterkaitan Aspek Legal MP3EI dan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
Koridor Sumatera adalah masalah Tata Ruang dan Pembebasan Lahan. Walaupun
kegiatan KEK Sei Mangke berlandaskan kekuatan hukum Peraturan Presiden Repbulik
Indonesia No. 32 tahun 2011 tentang Master Plan Percepatan dan Peluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011-2025, tampaknya tidak berarti apa-apa bagi institusi lain yang
secara hukum berada di bawah perintah Presiden. Kasus ini hanya merupakan puncak
gunung es dari kasus-kasus hukum yang akan muncul pada setiap tahapan pelaksanaan
kegiatan MP3EI. Hambatan dari ketidak jelasan aturan jangan dijadikan alasan untuk
memperlambat program dan harus dicarikan jalan penyelesaian yang akan menguntungkan
secara bersama. Tahun-tahun terakhir ini Sumatera Utara mengalami penurunan dari
jumlah industri yang beroperasi, sementara industri baru relatif belum ada yang terealisir.
Bila ditilik agak dalam, maka alasan utamanya adalah masalah kurangnya pasokan energi
atau masalah administrasi. Sungguh ironis bila Sumatera Utara yang kaya potensi sumber
energi bersih seperti aliran air permukaan, tenaga panas bumi, angin dan sinar matahari
masih kekurangan energi hanya disebabkan belum ada aturan atau kebijakan untuk
memprioritaskan pembangunannya. Ada berbagai kendala lain bagi pembukaan usaha
industri baru dan akhirnya pindah lokasi hanya disebabkan kurangnya dukungan dari
birokrasi.
Perpres 31 tahun 2011 juga sudah mensinyalir bahwa kurang memadainya
infrastruktur dasar untuk pengembangan industri seperti jalan sempit, rusak, rel kereta api
rusak dan tua serta fasilitas pelabuhan merupakan kendala bagi program MP3EI. Secara
keseluruhan hal ini semata pada ketidakmampuan institusi atau kordinasi aparat yang
membidanginya, atau lemahnya visi bahwa satu program harus didukung oleh program
lain terkait baik langsung atau tidak langsung dan tidak akan mungkin berhasil bila berdiri
sendiri. Suatu daerah harus dikembangkan potensinya secara bersama dengan daerah lain
agar dapat mendukung dan saling memperkuat untuk percepatan pembangunannya.
Indonesia hanya akan mampu mensejahterakan rakyatnya bila pembangunan dilakukan
proposional dengan potensi masing-masing daerahnya. Manajemen pemerintahan yang
baik akan mampu membagikan manfaat pembangunan bagi seluruh daerah secara relatif
lebih merata. Sekuat apapun payung hukum, sepenting apapun dampaknya lainnya
terhadap peningkatan kesejahteraan bangsa, bila suatu program dibiarkan berjalan sendiri
pasti akan gagal. KEK Sei Mangke merupakan satu kasus yang sejak tahun 2011 hampir
berjalan di tempat karena hambatan administrasi dan lemahnya semangat dan pemahaman
hokum tentang pentingnya mensejahterakan masyarakat.
Secara manis Perpres menyatakan bahwa pelaksana MP3EI akan menyusun
rencana aksi untuk mengatasi hambatan regulasi, perizinan insentif yang efektifitasnya
hasilnya masih rendah kalaupun dapat dikatakan bahwa mungkin saja belum semua
masalahnya mampu diidentifikasi. Sesuai dengan kekhususan kegiatan ekonomi utama
bagi Sumatera Utara adalah komoditas kelapa sawit, maka berikut akan dipaparkan
kegiatan, masalah dan hambatan yang akan dihadapi dalam percepatan dan perluasan
Bisnis industri kelapa sawit memang sangat menggiurkan. Pertumbuhan wilayah
tanamannya sangat pesat baik pada lahan legal maupun illegal, dan sebagai
dampaknya terjadi banyak kerusakan akibat perambahan dan pembalakan liar. Tanpa
informasi yang jelas, petani daerah terpencil bahkan menanam sawit pada setiap
jengkal lahan yang memungkinkan tanpa memperdulikan apakah hasil panennya nanti
Halaman 15
a. Lahan.
dapat terangkut atau tidak untuk diolah. Pada tahun 2011 industri kelapa sawit sudah
menyerap 4,5 juta orang pekerja. Sejauh ini, sudah 206.000 ha lebih hutan di Sumut
mengalami perubahan fungsi, berubah menjadi lahan perkebunan dan transmigrasi.
Dari luas tersebut, sebanyak 163.000 ha untuk areal perkebunan dan 42.900 ha untuk
areal transmigrasi. Secara umum, penurunan kawasan lindung mulai dari 1.844.071,05
Ha pada Perda No.7 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003 – 2018, melalui SK Menteri Kehutanan Nomor :
44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Pebruari 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di
Provinsi Sumatera Utara menjadi 1.754.553,36 Ha dan kemudian berubah jadi
1.617.174.14 atas usulan revisi Surat Gubsu Nomor: 522/7585 tanggal 7 Oktober
2009. Usulan Gubernur ini telah menyebabkan Sumatera Utara kehilangan hutan
lindungnya seluas 226.896,9 Ha dan total kehilangan lahan yang diperuntukkan
sebagai hutan adalah 556.527.7 Ha. Sejak tahun 2000 sampai 2010, Sumatera Utara
telah kehilangan lahan produktif padi sawah seluas 66.886 Ha dan lahan produktif padi
ladang seluas 29.050 Ha. Semua perubahan ini akan memberikan dampak terhadap
penurunan kualitas dan fungsi hutan serta juga ketahanan pangan. Dikhawatirkan
adanya program MP3EI jadi alasan kuat bagi pengusaha untuk mememinta kembali
perubahan kawasan hutan menjadi lahan perkebunan sawit. Mendukung program
MP3EI, pemerintah bahkan mencanangkan untuk memperluas lahan perkebunan sawit
yang saat ini 7,9 juta Ha menjadi 20 juta Ha. Tanpa diprogramkanpun oleh
pemerintah, para pengusaha kelapa sawit sudah berusaha mengembangkan lahan
perkebunan baik sevara legal maupun illegal. Hutan dalam berbagai fungsi maupun
lahan produktif tanaman pangan mulai dari dataran tinggi hingga ke bibir pantai sudah
dijarah dan dijadikan kebun kelapa sawit. Pemerintah perlu mempertimbangkan
berapa sebenarnya daya dukung lahan Indonesia, khususnya di Sumatera Utara yang
dapat dijadikan lahan perkebunan sawit. Bila tiba saatnya beras impor tidak masuk
karena produsennya mengalami bencana banjir atau kekeringan akibat perubahan
iklim, maka kita akan menyesal karena sawit belum bisa jadi pengganti beras.
Saat ini kewenangan okspor CPO dipegang oleh perusahan swasta nasional dan asing.
Kuatnya serapan pasar ekspor menyebabkan pada waktu-waktu tertentu eksportir
melupakan bahwa CPO juga dibutuhkan untuk diolah menjadi minyak makan. Pada
saat minyak makan langka, pengusaha besar yang memegang usaha hulu dan hilir
minyak sawit bertindak seakan jadi penyelamat bangsa, karena mampu memasok
minyak makan dengan harga subsidi. Pabrik minyak makan dalam negeri tidak dapat
berkembang karena tidak dapat jatah CPO dengan system kontrak beli dari produsen
CPO. Pasokan tergantung harga pasar yang mungkin perlu diatur lebih transparan
dengan indikator yang terukur. Selama lisensi menjual CPO keluar negeri hanya
dipegang oleh kelompok pengusaha tertentu, maka nasib petani sawit tetap dalam
lingkar abu-abu dan tangan pemerintah juga sangat lemah mengelola CPO untuk
kepentingan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah tidak akan punya kewenangan
mengintervensi perusahaan agar lebih berpihak atau menyisakan sedikit lahan usaha
bagi masyarakat. Salah satu tuntutan yang selalu didengungkan bila harga TBS turun
oleh eksportir adalah penurunan pajak ekspor. Eksportir berusaha “memanipulasi”
kepentingan petani sawit untuk bersama bersuara menurunkan pajak ekspor seakan
harga beli TBS rendah karena pajak ekspor tinggi. Penurunan pajak ekspor hanya akan
Halaman 16
b. Kebijakan Ekspor CPO.
menguntungkan pengusaha besar dan bukan keuntungan bagi petani. Fluktuasi
pemasukan pajak juga tidak akan menguntungkan petani. Harga jual CPO yang pasti
terkait dengan harga beli Tandan Buah Segar ditentukan oleh kolaborasi pihak pembeli
luar dan penjual dalam negeri. Permintaan yang rutin, stabil dan cukup banyak sesuai
kebutuhan dunia ternyata tidak mampu dijadikan bargaining untuk menetapkan harga
jual CPO. Seharusnya pemerintah meningkatkan pajak ekspor setinggi-tingginya atau
bahkan menyetop semua kran ekspor dan mewajibkan pengusaha untuk membuka
industri hilir di Indonesia. Malaysia selangkah lebih di depan dari Indonesia dalam
memperhatikan kepentingan rakyatnya, karena Indonesia hanya mengekspor CPO,
sedangkan Malaysia mengekspor hasil olahan CPO. Keuntungan dari kebijakan
membangkitkan industri hilir CPO ini bagi dalam negeri adalah berkembangnya
peluang usaha, meningkatnya serapan tenaga kerja serta kemudahan kontrol dan
peningkatan penerimaan sector pajak.
c. Pabrik Minyak Kelapa Sawit
Walaupun perkebunan rakyat termasuk pelaku pekebun dengan luas kepemilikan lahan
cukup signifikan sebagai pemasok Tandan Buah Segar (TBS), namun dalam
pengolahan mereka tidak punya kekuatan tawar sama sekali. Tandan Buah Segar
dari kebun rakyat biasanya tompang olah di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PTPN
atau PKS milik pengusaha swasta. Rakyat sampai saat ini belum memiliki PKS, dan
pemerintah juga tidak menunjukkan perhatian dengan menyediakan dana untuk
membangun pabriknya. Bila memang koperasi dianggap sebagai salah satu pelaku
ekonomi yang diakui di Indonesia, maka sangat pantas bila ada koperasi yang
anggotanya adalah petani menjadi pemilik Pabrik Kelapa Sawit. Sistem tompang olah
menyebabkan petani sawit dalam posisi yang sangat lemah. Pada saat panen puncak,
PKS dapat saja menolak buah dari petani karena mereka juga kewalahan mengolah
produksi dari kebun sendiri. Pada saat harga naik, kenaikan harga yang diterima petani
juga relatif belum sebanding dengan tingginya keuntungan eksportir. Petani hanya
dibiarkan menikmati keuntungan dari hasil kebunnya dengan rentang yang sangat
kecil. Petani adalah kuda beban dalam industry kelapa sawit, walau apapun yang
diangkutnya makannya tetap rumput untuk kebutuhan sehari. Bila kelompok petani
memiliki PKS, maka produknya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar
dalam negeri. Biarkan rakyat memenuhi kebutuhan dalam negeri, karena untuk
menjual ke luar negeripun akan terkena berbagai hambatan administratif yang akan
sulit dipenuhi. Serahkan pengusaha besar bersaing di luar negeri dengan pemasukan
pajak yang besar bagi Negara. Bila pengusaha besar mampu membangun industri hilir
di luar negeri, pemerintah harus mendorong pengusaha kecil untuk memenuhi pasar
dalam negeri.
Sumatera Utara merupakan wilayah yang sangat cocok untuk tanaman sawit karena
keadaan curah hujannya berkisar antara 2.000 – 4.000 mm per tahun dan dengan
musim kemarau jatuh pada bulan juni sampai September. Walaupun musim kemarau,
masih ada hujan yang turun untuk memasok kebutuhan air bagi tanaman. Di Sumatera
Utara kelapa sawit dapat membentuk bunga dan buah secara terus menerus, sehingga
produksi tiap pokoknya relatif tinggi dibanding
daerah lain. Kelapa sawit
membutuhkan air yang cukup tinggi Besarnya kebutuhan air untuk tanaman kelapa
Halaman 17
d. Penyerapan Sumber Daya Alam
sawit adalah sebesar ± 1.000 – 1500 m3/Ha/tahun (20 -30 liter/batang/hari). Semakin
tua tanaman, semakin banyak kebutuhan unsur hara dan air. Diperkirakan kebutuhan
pupuk tanaman kelapa sawit adalah berkisar 1 s.d. 1,2 ton/Ha/tahun. Sawit akan
menghasilkan 2 – 2,5 ton TBS/Ha/bulan dengan hasil CPO sekitar 20-25% TBS
Seharusnya harga CPO yang diekspor juga memperghitungkan berapa harga air dan
unsur hara yang terbawa ke luar negeri. Selama ini pengusaha tidak pernah
memasukkan harga air dalam perhitungan untung ruginya. Air masih dianggap benda
non ekonomis sehingga tidak masuk dalam modal. Bila sudah ada perhitungan yang
rasional, maka wajar bila kita meningkatkan pajak ekspor karena volume air untuk
memenuhi kebutuhan sawit bisa dialihkan untuk kebutuhan tanaman padi. Pajak
ekspor dapat digunakan untuk memulihkan kualitas lingkungan terutama untuk
mengelola sumber daya air. Sebelum program MP3EI berkembang makin kuat di
Sumatera Utara yang mengandalkan kelapa sawit, sudah saatnya pemerintah
menghitung cadangan sumber daya lahan, air dan prediksi penurunan daya dukung
lahan akibat pupuk dan pestisida sehingga dapat menetapkan kuota tertinggi yang
masih tersedia bagi bisnis kelapa sawit.
e. Pengelolaan Lahan
1) Replanting
Masalah replanting selalu dikaitkan dengan kebakaran lahan, namun sejak adanya
landasan hukum yang menyatakan bahwa penyiapan lahan tidak dibenarkan
dengan cara membakar, maka kasus pembakaran lahan relatif sudah berhenti.
Persiapan lahan dengan cara membakar merupakan cara yang mudah dilakukan,
murah dan sekaligus dapat menaikkan pH tanah. Seharusnya Indonesia sudah
mengembangkan teknologi untuk memanfaatkan batang pohon sawit tua untuk
dijadikan papan atau jadi sumber energi biomassa. Pemanfaatan pohon sawit tua
akan mengurangi dampak penggunan racun Natrium arsenit 20 cc per pokok
terhadap tanah/air tanah. Selain masalah lingkungan, kasus replanting juga terkait
masalah sosial ekonomi. Lahan masyarakat yang ikut dalam program Perkebunan
Inti Rakyat (PIR BUN) kini sudah memasuki masa replanting. Replanting
memerlukan modal dan juga minimal selama tiga tahun tidak ada pendapatan dari
buah. Bagi masyarakat hal ini sangat berat, dan mereka sangat menunggu realisasi
program revitalisasi perkebunan dari pemerintah. Dikhawatirkan bila tidak ada
“sinterklas”, maka sertifikat tanah yang dimiliki masyarakat secara perorangan
maupun secara kelompok akan berpindah ke tangan pemodal besar. Petani pemilik
lahan yang selama ini dapat penghasilan tetap dari hasil kebun kelapasawit akan
berubah menjadi petani buruh yang bukan tidak mungkin harus bekerja sebagai
buruh harian lepas pada bekas lahan miliknya sendiri.
Belanda sebagai pelopor pembukaan kebun di Sumatera Utara menetapkan adanya
sistem rimba larangan pada kawasan areal perkebunan. Tidak seluruh lahan
dijadikan kebun, melainkan disisakan 300 – 500 Ha untuk setiap kawasan yang
dijaga tetap sebagai hutan perawan untuk menampung hewan yang terpaksa harus
pindah karena habitatnya jadi areal tanaman monokultur. Walau luas areal hutan
bertambah kecil dan mengalami fragmementasi, namun masih ada kemungkinan
Halaman 18
2) Rimba Larangan
untuk hidup. Kearifan yang sangat berpihak pada lingkungan ini ternyata tidak
diwarisi oleh pelaku kebun kita baik PTPN, Swasta Nasional/Asing, apalagi milik
rakyat. Semua dijadikan lahan sawit. Adanya lahan hutan yang tersisa dinyatakan
dapat sebagai ancaman bagi perkebunan karena jadi sumber hama.
3) Tumpang Sari di Kebun Sawit
Dalam areal perkebunan sawit hanya dikenal tanaman sawit dan cover crop.
Tanaman penutup tanah di antara gawangan sawit difungsikan untuk mengurangi
penguapan air sehingga iklim mikro diantara tanaman dapat terjaga. Tanaman
penutup tanah yang biasa disebut dengan kacangan ini harusnya diganti dengan
tanaman kacangan yang punya nilai ekonomis jangka pendek, sehingga petani
dapat penghasilan sampingan. Bila dilakukan replanting, maka mungkin bisa
dilakukan pengurangan tegakan pohon sawit dan diselanya bisa untuk ditanami
dengan tumbuhan lain seperti ubi kayu, kedelai atau jagung. Kemungkinan untuk
ini. baik dari segi hama tanaman maupun berbagai gangguan lainnya harusnya
dapat dicarikan teknologinya oleh Dirjen Perkebunan atau Pertanian (?). Industri
kelapa sawit juga dapat membagikan bungkil dari proses produksi Palm Kernel Oil
untuk pakan ternak, sehingga pendapatan petani akan meningkat dan diharapkan
suatu saat petani sudah tidak tergantung lagi pada tumbuhan kelapa sawit yang
sangat rakus air.
Program Rencana Aksi MP3EI yang Ramah Lingkungan
Bila menginginkan rencana aksi MP3EI menjadi kegiatan yang ramah lingkungan,
maka seharusnya kajian lingkungan secara menyeluruh sudah dilakukan secara
professional untuk setiap sub kegiatan pendukung. Dari segi efisiensi dan keterpaduan
kajian dampak lingkungan, sebaiknya kajian AMDAL dilakukan berdasarkan hamparan
wilayah kegiatan, bukan untuk proyek tunggal. Pemerintah dapat berbagi peran dengan
pengusaha. KLHS yang disiapkan pemerintah harus dijadikan acuan menetapkan kegiatan
serta mementukan lokasi kegiatannya, sehingga dampak negatifnya dapat diminimalkan.
Teori yang menyatakan bahwa dampak kegiatan harus dipantau pada setiap tahapan
Halaman 19
Untuk menjadikan program MP3EI menjadi kegiatan yang akrab lingkungan
sebenarnya relatif mudah karena program induknya sudah ada. Pihak pengelola program
hanya perlu untuk menentukan apa saja program pendukungnya serta menetapkan
lokasinya. Bila sudah ada daftar kegiatan, maka tim pengelola lingkungan yang ditunjuk
MP3EI dapat menentukan jenis sub-kegiatan pendukungnya, serta apa dampak masingmasing kegiatan terhadap lingkungan. Untuk satu hamparan areal tertentu dapat ditetapkan
jenis kajian amdalnya sesuai aturan yang berlaku. Sebaiknya Dokumen AMDAL sebagai
alat bagi pengelolaan lingkungan preemtif harus disusun secara cermat yang mengacu
pada KLHS. Penyusunan KLHS tentu saja juga harus cermat dan menghindari timbulnya
kesan bahwa dokumen disusun sekedar memenuhi syarat. Tidak ada kegiatan
pembangunan di Indonesia yang dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu dilakukan kajian
kelayakan lingkungannya. Bila dampaknya penting, maka kegiatan harus disertai dengan
kajian AMDAL, dan bila dampaknya jelas dan kurang penting, atau ada teknologi yang
meminimalkan dampaknya maka kegiatan tersebut harus menyusun dokumen UKL dan
UPL. Peraturan ini jelas dan mengikat karena terkait dengan izin lingkungan.
pembangunannya secara efektif akan dapat meluruskan kembali dan menjadikan kegiatan
MP3EI sebagai kegiatan yang ramah lingkungan, hemat bahan baku dari alam, hemat
energi dan menghindari penggunaan B3.
Penguatan Kelembagaan dan Kapasitas Lokal untuk Greening MP3EI
Sesuai aturan Undang-Undang setiap daerah sudah memiliki institusi dan
kewenangan yang jelas dalam mengelola suatu kegiatan sehingga mengurangi dampak
perusakan dan pencemaran lingkungannya. Khusus untuk kegiatan MP3EI selain
penguatan lembaga untuk menjadikannya kegiatan yang ramah lingkungan juga
diperlukan lembaga yang mengidentifikasi permasalahan hukum, ekonomi, keamanan dan
hambatan administrasi yang punya akses kepada setiap sumber masalahnya. Kegiatan
MP3EI harus diyakinkan adalah sebuah program untuk meningkatkan kesejahteraan
bangsa dan akan dikerjakan secara bertahap sesuai jangka waktu yang telah ditentukan
hingga tahun 2025 tanpa terpengaruh pada siapaun yang jadi kepala negaranya.
Menjadikan MP3EI sebagai sebuah kegiatan yang ramah lingkungan dan
mensejahterakan bangsa adalah tujuan pembangunan Negara Republik Indo nesia.
Lingkungan bukan hanya dari segi fisik tetapi juga mencakup sosial ekonomi dan sosial
budaya serta seluruh yang mendukung dan terkait dengan pembangunan. Agar tujuan
dapat tercapai lebih efektif dan kerja yang efisien, maka lembaga pengelola harus
memiliki otoritas yang kuat serta dijalankan oleh professional yang bekerja dengan
mengkedepankan kepentingan bangsa. Dengan memperjelas tugas pokok dan fungsi (?)
lembaga terkait seperti apa dan berbuat apa yang terukur serta sanksi hukum yang
melandasinya, maka diharapkan MP3EI bisa bekerja dalam jalur industry ramah
lingkungan. Penerapan Product Life Cycle Assessment, Produk Bersih, Audit Energi dan
kepatuhan pada produk berlabel ramah lingkungan harus dipahami dan jadi acuan serta
aturan dalam setiap kegiatan MP3EI. Kata kunci keberhasilan sebuah rencana yang baik
adalah system kerja dan pengawasan yang baik. Sebaik apapun rencana kerja, sekuat
apapun kewenangan yang dipegangnya buila tidak dijalnkan oleh orang yang berwawasan
baik, berperilaku baik serta bekerja dengan baik, maka tidak akan diperoleh hasil yang
baik. Adalah sangat sulit untuk berbicara secara teknis dan taktis bila siapa yang bermain
dan aturan mainnya belum terdefinisi dengan baik
Rekomendasi
b. Pada tahap pelaksanaan, MP3EI, khususnya KEK Sei Mangkei telah mendapat
kendala dari kebijakan birokrasi yang tingkat hambatannya sangat signifikan. Padahal
pemegang kebijakan dan pengambil keputusannya pada tingkat teratas adalah pejabat
Halaman 20
a. Program MP3EI bertujuan untuk mempercepat pembangunan ekonomi yang akan
mensejahterakan bangsa Indonesia dalam jangkauan wilayah serta antar waktu dan
dimulai penacanangannya tahun 2011 dan hasil akhirnya dapat dinikmati secara
masimal tahun 2015. Sumatera Utara merupakan salah satu kawasan yang dijadikan
pusat pertumbuhan MP3EI, sehingga program ini harus disosialisasikan dengan baik
dan benar, tepat waktu, tepat cara dan tepat sasaran agar masyarakat merasa bahwa
kegiatan yang akan dilaksanakan di daerah mereka adalah milik mereka dan untuk
kesejahteraan mereka. Semakin banyak akses dan pertisipasi masyarakat, semakin kuat
upaya pengawasannya maka semakin efektif sistem kontrolnya.
yang sama. Kemungkinan terjadinya hambatan dapat disebabkan oleh karena
programnya belum dirancang dengan sempurna, kapasitas dan visi pelaksananya
belum mampu mencerna, atau pejabatnya belum yakin bahwa apa yang
diperintahkannya adalah sesuatu yang memang berguna sehingga tidak berani
mengambil tindakan yang lebih tegas bagi setiap penghambat program. Bila kajian
sudah dilakukan dengan benar, maka apapun yang jadi penghalang, apalagi hanya
karena ego sektoral harus segera disingkirkan.
c. Salah satu produk unggulan MP3EI Koridor Sumatera adalah Kelapa Sawit yang jadi
produk unggulan Sumatera Utara. Berbagai masalah mulai dari penguasaan lahan,
pabrik pengolahan, kebijakan penjualan lokal maupun internasional dapat jadi
hambatan percepatan pencapaian tujuan MP3EI. Selain hambatan juga diprediksi akan
terjadi penurunan kualitas lingkungan dan bahkan daya dukungnya untuk kehidupan
generasi kini dan mendatang yang baik dan sehat. Pemerintah perlu melakukan kajian
dan diikuti dengan pembatasan atau bahkan pemulihan kualitas lingkungan secara
efektif dan efisien. Keterlibatan rakyat sebagai petani dan besarnya jumlah masyarakat
yang terlibat perlu jadi pertimbangan bahwa industri ini adalah terkait dengan hajat
hidup orang banyak, wilayah sebaran yang luas, dampak yang sudah diketahui maka
seyogyanya segera dilakukan kajian mendalam mencakup semua aspek dan wilayah
kegiatan dan sub kegiatan pendukungnya.
e. Banyak kebun kelapa sawit sudah memasuki usia tanam kembali karena sudah tua dan
tidak produktif lagi. Petani jelas tidak akan mampu menanam sendiri dan pemerintah
juga punya kegamangan untuk mengucurkan dana pinjaman. Namun apapun
alasannya, masalah ini harus segera dicarikan jalan keluarnya karena dampaknya dari
sosial ekonomi dan sosial budaya segera akan mencuat akibat petani kehilangan
kepemilikan atas tanahnya. Tingkat kecemburuan akan meningkat dan dapat jadi
masalah sosial yang sangat sulit dikendalikan karena terkait harga diri dan masa depan
kehidupan. Sekaranglah saatnya pemerintah mulai menyapih petani dari pokok kelapa
Halaman 21
d. Pasar sawit dunia saat ini didominasi oleh Malaysia dan Indonesia. Malaysia menjual
produknya dalam bentuk turunan dari CPO yang sudah diolah dalam negeri, sehingga
dapat membuka lapangan kerja. Indonesia menjual langsung CPO dengan harga yang
lebih dominan ditentukan oleh pedagang penjual dan tidak ada nilai tambah dari
produk CPO itu sendiri bagi pembukaan industri hilirnya. Di Indonesia, pengaturan
ekspor CPO ditangani oleh swasta dan bukan oleh Negara. Seharusnya walaupun
swasta yang akan mengespor, maka harga jual tetap harus ditentukan Negara. PTPN
harus merebut dan kembali jadi ujung tombak terdepan dalam kebijakan ekspor CPO.
Bila Negara berdagang dengan pengusaha, maka proses dan keutungannya mungkin
dapat dikontrol. Tetapi bila kewenangan Negara sudah dikuasai pedagang, maka
rakyat akan menderita dan perekonomian tidak pernah meningkat walau produk
memiliki nilai jual tinggi. Bila ingin manfaat Industri sawit lebih optimal, maka
sebaiknya Indonesia juga mengolah CPO serta memprioritaskan juga untuk mengolah
produk turunannya di dalam negeri dan hanya menjual produk turunan CPO ke luar
negeri. Dikhawatirkan program MP3EI dengan kekhususan bidang kelapa sawit akan
tetap terhambat karena berbagai hambatan dapat diciptakan pada setiap perubahan
regulasi sehingga upaya mengolah CPO dalam negeri juga tidak akan pernah terwujud,
apalagi untuk memimpikan berdirinya industri pengolah hasil industri hilir CPO.
sawit dan mengembalikan kodrat mereka untuk menjadi petani penghasil pangan. Pada
saat ada ancaman perubahan iklim global, maka yang terbaik adalah dengan
memperkuat ketahanan pangan di negeri sendiri.
f. MP3EI harus membentuk lembaga kemitraan yang melibatkan Perusahaan, Petani,
industri, pedagang dan perlu kordinasi dan aturan kerja yang jelas serta terukur untuk
monitoring kebijakan dan keuntungan. Lembaga independen harus digunakan untuk
memantau apakah setiap kegiatan yang dijalankan sudah ramah lingkungan serta
lembaga ini juga harus mampu memberikan jalan penyelesaian bukan hanya sekedar
jadi benalu pada pertumbuhan program MP3EI.
g. Khusus untuk kelancaran program, perlu dibentuk tim hukum terpadu dengan masalah
teknis untuk mengkaji tumpang tindihnya aturan perundang-undangan yang dapat
membuat kegiatan jadi terhambat atau bahkan tidak jalan sama sekali.
Batam, 29 Oktober 2012
Halaman 22
Ir. Jaya Arjuna, M.Sc.
085276803648; jayaarjunaakademia@gmail.com