Academia.eduAcademia.edu

MAKALAH PPH 21 DAN 26

MAKALAH “ PPh Pasal 26 ” SEMINAR PERPAJAKAN Disusun Oleh : Retno Sari (17.60301.2.00013) PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TULUNGAGUNG 2019 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ii KATA PENGANTAR iv BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 1 Tujuan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 Dasar Hukum 3 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 3 Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 3 Pengecualian 3 Tarif dan Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 4 Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelapoan PPh Pasal 26 5 Pemotong PPh Pasal 26 5 BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB IV PEMBAHASAN 9 Kasus Teori 9 Kasus Hitungan 11 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 14 Kesimpulan 14 Saran 15 DAFTAR PUSTAKA KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Seminar Perpajakan dengan judul “PPh Pasal 26”. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Tulungagung, 06 Maret 2019   Penyusun BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian, maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya. Pajak penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia, selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh Pasal 26) ini mengatur kebijakan mengenai pajak yang berhubungan dengan wajib pajak luar negeri. Badan usaha apapun di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti, dan lain sejenisnya) kepada wajib pajak luar negeri diwajibkan untuk membayar PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut. Rumusan Masalah Apa Dasar Hukum Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 ? Apa pengertian dari Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 ? Siapa Subjek Pajak pada Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 ? Apa saja pengecualian pada Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 ? Berapa tarif yang dikenakan untuk Objek Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 ? Bagaimana Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan PPh Pasal 26 ? Siapa saja pihak pemotong pada Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 ? Tujuan Untuk mengetahui Dasar Hukum Pajak Penghasilan PPh Pasal 26. Untuk mengetahui pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 26. Untuk mengetahui Subjek Pajak pada Pajak Penghasilan PPh Pasal 26. Untuk mengetahui pengecualian pada Pajak Penghasilan PPh Pasal 26. Untuk mengetahui Tarif dan Objek Pajak Penghasilan PPh Pasal 26. Untuk mengetahui Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan PPh Pasal 26. Untuk mengetahui pihak pemotong pada Pajak Penghasilan PPh Pasal 26. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DASAR HUKUM Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 26 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 26 Subjek pajak PPh Pasal 26 ini adalah wajib pajak luar negeri selain BUT. Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek Pajak (juga Wajib Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Jadi, WP luar negeri seperti ini mendapat penghasilan dari Indonesia tanpa perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya warga negara Singapura yang memiliki saham PT Indosat yang menerima penghasilan berupa deviden dari PT Indosat. PENGECUALIAN Wajib pajak luar negeri yang dikecualikan dari Subyek Pajak PPh pasal 26 ini adalah : BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat : Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan; Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut; Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. TARIF DAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 26 Berdasarkan Undang-undang PPh Pasal 26 disebutkan bahwa Tarif dan Objek PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut : 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa : Deviden Bunga, premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; Hadiah dan penghargaan Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa: Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan. SAAT TERUTANG, TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh Pasal 26 PPh Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu. Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 : Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri; Lembar ke dua untuk Kantor Pelayanan Pajak; Lembar ke tiga untuk arsip Pemotong. PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar ke dua, bukti pemotongan lembar ke dua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. Contoh : Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2001, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2001; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2001. PEMOTONG PPh Pasal 26 Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ayat (1) adalah : Badan Pemerintah Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya. Subjek Pajak Badan dalm negeri Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Istilah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia dimana pengambilan keputusan – keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia. Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulam, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Penyelenggara kegiatan Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukan, perlombaan, seminar dan lain-lain. Bentuk Usaha Tetap (BUT) BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilam yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri. Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat diIndonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing. BAB III METODE PENELITIAN Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, (Online) (https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak), diakses 6 Maret 2019. Afriandy, Iqhbaal, 2014, Makalah PPH 26 dan Pasal 24, (Online), (https://www.academia.edu/9556305/Makalah_PPH_26_dan_Pasal_4 ), diakses 6 Maret 2019. Maulidina, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26, (Online), http://nurizzahmaulidina.blogspot.com/2017/03/pph-pasal-26.html, diakses 25 Maret 2019. Suprianto, Edy, 2011, PERPAJAKAN DI INDONESIA, Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta. BAB IV PEMBAHASAN KASUS TEORI Apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 26 ? Jawab : PPh Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Siapa pemotong PPh Pasal 26 ? Jawab : Badan Pemerintah; Subjek Pajak dalam negeri; Penyelenggara kegiatan; BUT; Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Apa saja yang termasuk obyek PPh Pasal 26 dan berapa tarifnya ? Jawab : 20% (bersifat final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa : dividen; bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun; pensiun dan pembayaran berkala lainnya; 20% dari perkiraan penghasilan neto berupa : penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri; 20% dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara domisili penerima hasil. Kapan saat terutang PPh Pasal 26 ? Jawab : PPh Pasal 26 terutang pada saat penghasilan diabayarkan atau terutang, yang mana terjadi lebih dahulu. Apa kewajiban pemotong PPh Pasal 26 ? Jawab : Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 rangkap 3 Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri, Lembar keua untuk Kantor Pelayanan Pajak, Lembar ketiga untuk arsip Pemotong. Kapan saat penyetoran PPh Pasal 26 ? Jawab : PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. Kapan saat pelaporan PPh Pasal 26 ? Jawab : Pelaporan PPh Pasal 26 dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 26, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. SPT Masa harus dilampiri lembar kedua SSP, lembar kedua bukti pemotongan, dan daftar bukti pemotongan. KASUS HITUNGAN Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike bertempat tinggal kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri, dan mempunyai seorang anak. Dalam bulan April 2009, Mike memperoleh gaji US$ 5,000 sebulan. Kurs yang berlaku Rp. 10.500,00 per US$ 1. Perhitungan PPh pasal 26 : Penghasilan bruto berupa gaji sebulan : 5,000 x Rp. 10.500,00 = Rp. 52.500.000,00 Penerapan tarif : 20% x Rp. 52.500.000,00 = Rp. 10.500.000,00 PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2009 adalah Rp. 10.500.000,00. Misalkan PT ABC di Indonesia membayarkan dividen kepada Tuan X di negara Y sebesar Rp100 Juta, maka PPh Pasal 26 yang harus dipotong adalah 20% x Rp100 Juta = Rp20 Juta. Jane adalah atelit dari Singapura, dalam bulan mei 2007 mengikuti perlombaan maarton di Indonesia, dan merebut hadiah uang sebesar US$ 20.000. Kurs untuk US$ 1 pada saat itu adalah Rp. 8.500. berapa PPh pasal 26 yang di potong oleh penyelenggara kegiatan di Indonesia? Jawab: 20% x US$ 20.000 x Rp. 8.500 = Rp. 34.000.000 PT. Amartha merupakan perusahaan persewaan gedung kator. Pada tahun 2007 mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di lua negeri. Premi yang dibaya oleh PT. Amartha sebesar Rp. 1 Miliyar. Berapa PPh terutang PT. Amartha? Jawab: PPh pasal 26 = 20% x 50% x 1 M = Rp. 100.000.000 PT. Amartha tidak mengasuransikan bangunannya langsung ke perusahaan asuransi di luar negeri, tetapi mengasuransikan bangunan yang dimiliki kepada perusahaan asuransi di dalam negeri dengan jumlah premi sebesar Rp 750.000.000. untuk mengurangi resiko perusahaan asuransi dalam negeri perusahaan asuransi dalam negeri mengasuransikan sebagian polis asuransinya kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan premi sebesar Rp. 500.000.000. berapa PPh 26 yang harus dipotong oleh perusahaan asuransi dalam negeri? Jawab: PPh 26 = 20% x 10% x Rp. 500.000.000 = Rp. 10.000.000 Mr Jakson warga negara jerman, memperoleh penghasilan jasa konsultan dari LIPI sebesar Rp. 20.000.000. berapa PPh terutang yang harus dibayar? Jawab:          Saat terutangnya PPh 26 diatur dalam PP 138 tahun 2000, dilihat mana yang lebih dahulu, saat pembebanan atau saat pembayaran.          LIPI harus memotong pajak sebesar Rp. 4.000.000 dari Mr.Jakson sebagai penerima penghasilan          PPh tersebut berasal dari: X = 20% x Pengahasilan bruto    = 20%x 20.000.0000    = 4.000.000 dan bersifat final. Keterangan: Jika Mr.Jakson memiliki tax resident (bukti kepemilikian seperti NPWP di negara Amerika), berlaku penerapan tax treaty, dimana telah disepakati bersama antara Indonesia-Amerika bahwa tarif pajaknya 10% dari penghasilan bruto, yaitu Rp. 2.000.000 yang berhak dipotong oleh LIPI.  DPP Penghasilan Kena Pajak Rumus : PPh pasal 26 = 20% x (PKP-PPh terutang) Ket: perhitungan tersebut diterapkan pada bentuk usaha tetap di Indonesia yang penghasilan atau bagian labanya tidak ditanamkan kembali di Indonesia. jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak di potong PPh pasal 26. Contoh: Suatu BUT di Indonesia memperoleh PKP sebesar Rp. 17.500.000.000 pada tahun 2012. berapa PPh terutang? Jawab: PPh pasal 26 dihitung sebagai berikut: PKP                                                                 Rp. 17.500.000.000 PPh terutang: 25% x Rp. 17.500.000.000                             Rp.   4.375.000.000 (-) Penghasilan setelah dikurangi pajak               Rp. 13.125.000.000 PPh pasal 26 yang terutang: 20% x Rp. 13.125.000.000                             Rp.   2.625.000.000 Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan sebesar Rp. 13.125.000.000 tidak dipotong PPh pasal 26. BAB V SIMPULAN & SARAN KESIMPULAN Dasar Hukum PPh Pasal 26 adalah Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indoneisa. Pemotong PPh Pasal 26 Badan Pemerintah; Subjek Pajak dalam negeri; Penyelenggara kegiatan; BUT; Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Obyek dan tarif PPh Pasal 26 20% (bersifat final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa : dividen; bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun; pensiun dan pembayaran berkala lainnya; 20% dari perkiraan penghasilan neto berupa : penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri; 20% dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara domisili penerima hasil. PPh Pasal 26 terutang pada saat penghasilan diabayarkan atau terutang, yang mana terjadi lebih dahulu. Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 rangkap 3 Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri, Lembar keua untuk Kantor Pelayanan Pajak, Lembar ketiga untuk arsip Pemotong. PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. Pelaporan PPh Pasal 26 dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 26, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. SPT Masa harus dilampiri lembar kedua SSP, lembar kedua bukti pemotongan, dan daftar bukti pemotongan. SARAN Adapun saran yang ingin penulis sampaikan adalah keinginan  penulis atas partisipasi para pembaca, agar sekiranya mau memberikan kritik dan saran yang sehat dan bersifat membangun demi kemajuan penulisan makalah ini. Kami sadar bahwa penulis adalah manusia biasa yang pastinya memiliki kesalahan. Oleh karena itu, dengan adanya kritik dan saran dari pembaca,  penulis bisa mengkoreksi diri dan menjadikan makalah ke depan menjadi makalah yang lebih baik lagi dan dapat memberikan manfaat yang lebih bagi kita semua. DAFTAR PUSTAKA Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, (Online) (https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak), diakses 6 Maret 2019. Afriandy, Iqhbaal, 2014, Makalah PPH 26 dan Pasal 24, (Online), (https://www.academia.edu/9556305/Makalah_PPH_26_dan_Pasal_4 ), diakses 6 Maret 2019. Maulidina, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26, (Online), http://nurizzahmaulidina.blogspot.com/2017/03/pph-pasal-26.html, diakses 25 Maret 2019. Suprianto, Edy, 2011, PERPAJAKAN DI INDONESIA, Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta. 4