120|
Jurnal Teknik, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2021, pp :120-129
MERANCANG MUSEUM SEJARAH KOTA SERIBU SUNGAI
DI KOTA BANJARMASIN
Ilham Akbar1, Noor Hamidah2, Ave Harysakti3
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya
akbarilham0515@gmail.com , noor.hamidah@arch.upr.ac.id
1,2,3
ABSTRAK
Kota Banjarmasin adalah salah satu kota yang terletak di Provinsi Kalimantan Selatan. Wilayah Kota Banjarmasin tidak
hanya dikelilingi oleh sungai-sungai kecil, tetapi juga oleh sungai besar, yaitu Sungai Barito di sebelah baratnya, dan
dibelah oleh Sungai Martapura di tengahnya, sehingga Kota Banjarmasin disebut sebagai Kota Seribu Sungai. Kota
Banjarmasin merupakan kota tua yang belum memiliki museum sejarah kota yang representatif yang diharapkan sebagai
salah satu Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI). Rancangan Museum Sejarah Kota Seribu Sungai merupakan
bangunan yang dirancang mewadahi simpul sejarah awal terbentuknya Kota Banjarmasin serta perkembangan Kota
Banjarmasin hingga kini, juga sebagai menyimpan benda-benda bersejarah yang telah ditemukan, seperti benda pusaka
berupa keris, mandau, dan peralatan perang dan perabotan rumah tangga tempo dulu. Tujuan tulisan ini adalah untuk
mempublikasikan hasil rancangan Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin dengan pendekatan
arsitektur hijau. Metode menggunakan metode kualtitatif untuk mengkaji fungsi maupun bentuk bangunan melalui
kajian studi literatur, studi banding, dan studi preseden serta observasi di lapangan. Pendekatan rancangan adalah
arsitekur hijau dengan mengumpulkan dan menggunakan data dari studi literatur. Hasil rancangan adalah penerapan
prinsip-prinsip arsitektur hijau dengan memanfaatkan kondisi iklim, meminimalisir radiasi cahaya matahari, dan
pengelolaan lingkungan yang baik pada bangunan museum sejarah.
Kata Kunci: Museum Sejarah, Kota Banjarmasin, Arsitektur Hijau
ABSTRACT
Banjarmasin City is one of the cities located in South Kalimantan Province. The Banjarmasin city area is not only
surrounded by small rivers, but also by a large river, namely the Barito River in the west, and is divided by the
Martapura River in the middle, so that Banjarmasin City is called the City of a Thousand Rivers. Banjarmasin City is an
old city that does not yet have a representative city history museum which is expected to be one of the Indonesian
Heritage Cities Network. The design of the Thousand Rivers City History Museum is a building design that
accommodates the historical knots of the early formation of the City of Banjarmasin and the development of the City of
Banjarmasin until now, as well as storing historical objects that have been found, such as heirlooms in the form of kris,
sabers, and war equipment and household furniture. before.The purpose of this paper is to publish the design of the
history museum of the city of a thousand rivers in Banjarmasin City with a green architectural approach. The method
uses qualitative methods to examine the function and form of the building through literature studies, comparative studies,
and precedent studies as well as field observations. The design approach is green architecture by collecting and using
data from literature studies. The result of the design is the application of green architectural principles by utilizing
climatic conditions, minimizing solar radiation, and good environmental management in historical museum buildings.
Keywords:Museum, History, Banjarmasin City, Green Architecture
1. PENDAHULUAN
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 66 Tahun 2015, Museum adalah lembaga yang
berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan
koleksi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.
Menurut
Internasional
Council
of
Museum
(ICOM)sebagai acuan Pedoman Museum Indonesia
Tahun 2008,museum adalah sebuah lembaga yang
bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani
masyarakat dan perkembangannya terbuka untuk umum,
memperoleh,
merawat,
menghubungkan
dan
memamerkan artefak-artefak jati diri manusia dan
lingkungannya untuk tujuan studi, pendidikan dan rekreasi
[1].Museum merupakan tempat untuk memamerkan
benda-benda mati, juga dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat, pakar sejarah, guru dan siswa untuk
menambah ilmu pengetahuan dan mendapatkan informasi
dari peninggalan sejarah. Museum berfungsi sebagai
tempat melakukan kegiatan penelitian serta menyebar
luaskan hasil penelitian tersebut untuk pengembangan
ilmu pengetahuan, sehingga museum menjadi tempat
yang penting untuk dikunjungi [2].
Kota Banjarmasin merupakan kota yang dikelilingi sungai
seperti Kota Palangka Raya yang juga dikelilingi oleh
sungai [3]. Kota Banjarmasin adalah ibukota Provinsi
Kalimantan Selatan dengan luas 98,46 Km persegi yang
terbentuk dari delta dan sungai-sungai. Wilayah kota
Banjarmasin tidak hanya dikelilingi oleh sungai-sungai
kecil, tetapi juga dikelilingisungai-sungai besar, seperti
Sungai Barito di sebelah baratnya, dan Sungai Martapura
Ilham, Merancang Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin
Jurnal Teknik, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2021, pp : 113-119
terletak membelah Kota Banjarmasin, sehingga Kota
Banjarmasin disebut sebagai Kota Seribu Sungai.
Kawasan tepian Sungai Martapura di Kota Banjarmasin
mempunyai keterkaitan yang erat dengan sejarah kota [4].
Sejak zaman dahulu aktivitas penduduk berorientasi ke
sungai dan sungai menjadi magnet ekonomi dalam
membentuk kampung-kampung tua di Kota Banjarmasin.
Permukiman penduduk mayoritas terletak di sepanjang
Daerah Aliran Sungai/ DAS [5] .
Menurut Ibnu Sina (Walikota Banjarmasin) bahwa
perkembangan pembangunan Kota Banjarmasin
direncanakan berorientasi ke arah sungai, karena sungai
sebagai prioritas perhatian dalam pembangunan kota.
Kota Banjarmasin direncanakan revitalisasi dan
normalisasi sungai untuk mengembalikan budaya
masyarakat sungai dan pengembangan pariwisata berbasis
sungai [6]. Menurut Saleh (1977) kawasan tepian sungai
juga ditemukanbeberapa benda bersejarah di sebuah
rumah yang didalamnya terdapat warisan luar biasa, ada
700 benda pusaka berupa keris, mandau, dan peralatan
perang lainnya, serta perabot rumah tangga warisan tempo
dulu.Kota Banjarmasin merupakan kota tua yang belum
memiliki museum sejarah kota yang representatif. Kota
Banjarmasin mempunyai wisata buatan yaitu Museum
Waja Sampai Kaputing atau disingkat Museum Wasaka.
Museum Wasaka merupakan Museum Sejarah Kota
Banjarmasin yang menyimpan banyak benda bersejarah
saksi bisu perjuangan rakyat Kalimantan Selatan melawan
penjajahan Belanda. Kalimat itu merupakan moto
perjuangan rakyat Kalimantan Selatan. Museum Wasaka
diresmikan pada tanggal 10 November 1991, bertempat di
rumah Banjar Bubungan Tinggi yang kemudian di alih
fungsikan
dari
bangunan
hunian
menjadi
museum.Museum Wasaka menyimpan benda-benda
bersejarah selama perang Kemerdekaan. Museum
| 121
Wasaka menyimpan benda-benda bersejarah selama
perang kemerdekaan danbenda-benda peninggalan dari
berbagai perang disimpan di museum.
Pemerintah Kota Banjarmasin berkeinginan untuk
merancang bangunan museum sejarah untuk Kota
Banjarmasin yang menceritakan perkembangan Kota
Banjarmasin dari tepian sungai, juga bangunan dapat
menyimpan banyak benda-benda peninggalan bersejarah.
Museum Banjarmasin direncanakan terletak di tepian
Sungai Martapura, sebagai ikon Kota Seribu Sungai,
jugasebagai Jaringan Kota Pusaka Indonesia(JKPI) yang
akan memperkenalkan potensi wisata Kota Banjarmasin.
Tujuan tulisan ini adalah untuk mempublikasikan hasil
rancangan Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota
Banjarmasin dengan pendekatan arsitektur hijau.
Penerapan prinsip-prinsip arsitektur hijau dengan
memanfaatkan kondisi iklim, meminimalisir radiasi
cahaya matahari, dan pengelolaan lingkungan yang baik
pada bangunan museum sejarah akan diimplementasikan
pada rancangan bangunan.
2. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah kualitatif yang
dijabarkan secara deskriptif [7]. Metode kualitatif
mengumpulkan informasi/ data-data dari studi literatur,
studi banding hasil penelitian serta studi preseden dari
keberhasilan desain arsitektur terdahulu untuk
memperoleh
pemahaman
dalam
menemukan
menyelesaian permasalahan desain Museum Sejarah Kota
Seribu Sungai di Kota Banjarmasin melalui pendekatan
arsitektur hijau. Lokasi yang digunakan untuk bangunan
Museum Sejarah Kota Seribu Sungai terletak pada
kawasan perdagangan di Jalan RE. Martadinata,
Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin seperti tertera
pada Gambar 1.
Analisa dilakukan mengacu pada prinsip-prinsip dalam
Gambar 1. Lokasi Site Museum Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin (Sumber: Google Earth Map,
2020)
Ilham, Merancang Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin
122|
Jurnal Teknik, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2021, pp :120-129
arsitektur hijau (green architecture) ditulis oleh Brenda
dan Robert Vale (1991) dalam bukunya “Green
Architecture: Design for A Sustainable Future”. Menurut
Brenda dan Robert Vale (1991) terdapat enam prinsip
arsitektur hijua antara lain: (a) hemat energi (conserving
energy), (b) penyesuaian terhadap iklim (working with
climate), (c) kesesuaian kondisi tapak pada bangunan
(respect for site), (d) memperhatikan pengguna bangunan
(respect for user), (e) meminimalkan sumber daya
(limiting new resources), dan (f) menyeluruh (holistic) [9].
Analisa yang dilakukan antara lain: (1) analisa potensi
kawasan; (2) analisa tapak; dan (c) analisa program ruang
[8].
1. Analisa PotensiKawasan
Pemilihan lokasi mengacu pada prinsip arsitektur hijau
yaitu kesesuaian kondisi tapak pada bangunan (respect for
site), dengan memperhatikan fungsi bangunan yaitu
sebagai fungsi publik agar selaras dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Kota Banjarmasin secara
analisa menyeluruh (holistic) seperti tertera pada Gambar
2[9].
1. Posisi lokasi strategis terletak antara lain: (a) Lokasi
site tidak jauh dari pusat kota, (b) Lokasi site berada di
tepian sungai yang terletak di Kota Banjarmasin agar
dapat mengangkat sejarah dan potensi wisata sungai
pada Kota Banjarmasin,(c) Lokasi site tidak jauh dari
tempat keamanan kota.
2. Mengikuti rencana tata guna lahan, antara lain: (a)
Lokasi yang harus sesuai dengan rencana detail tata
ruang wilayah Kota Banjarmasin yang diperuntukkan
untuk kawasan jasa.
3. Kemudahan akses menuju lokasi, antara lain: (a)
aksesbilitas pencapaian, (b) lokasi berada pada jalur
utama yang dapat dilalui kendaraan pribadi maupun
umum.
4. Kesesuaian topografi dan kondisi lahan, antara lain:
(a) daya dukung tanah yang baik, (b) tidak terpolusi,
(c) bukan daerah yang berlumpur/tanah rawa.
5. Luas Lahan memadai dan cukup untuk menampung
seluruh fasilitas dan dapat difungsikan untuk
bermacam-macam kegunaan aktivitas dan fasilitas
penunjang lainnya.
6. Jaringan Infrastruktur yang memberikan kemudahan
untuk mendapatkan fasilitasantara lain air bersih,
Gambar 2. RTRWK Kota Banjarmasin Tahun 2013-2032 (Sumber : Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan, 2013)
Arsitektur hijau teridentifikasi pada kesesuaian kondisi
tapak pada bangunan perlu melakukan beberapa
pertimbangan kriteria sehingga diharapkan mampu
memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi
penggunanya seperti tertera pada Gambar 3. Kriteriakriteria pemilihan lokasi[10] antara lain:
listrik, telepon,dan jaringan utilitas lainnya.
7. Kawasan penunjang, yaitu dekat dengan kawasan
yang mampu menunjang keberadaan museum seperti
kawasan permukiman, peribadatan, pendidikan,
fasilitas keamanan, dan lain sebagainya.
Ilham, Merancang Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin
Jurnal Teknik, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2021, pp : 113-119
| 123
Gambar 3. Hasil Analisa Lokasi(Sumber: Akbar, 2020)
2. Analisa Tapak
Kajian tapak inimengacu arsitektur hijau
yaitumeminimalkan sumber daya (limiting new resources)
yang diterapkan pada analisa berikut dan lebih rinci seperti
tertera pada Gambar 4 [10]:
1. Analisa Sirkulasi
Untuk mempermudah pencapaian di tapak yaitu
menyediakan jalur sirkulasi utama dan jalur sirkulasi
untuk servis. Area parkir dibagi menjadi 2 zona, yaitu
pengunjung dan pengelola.
2. Analisa Kebisingan
Membuat jarak antara bangunan dengan sumber
bising, membuat pagar dan memberikan vegetasi yang
dapat meminimalisir kebisingan pada site.
3. Analisa Matahari
Membuat bukaan pada bangunan untuk akses cahaya
alami yang masuk secara langsung, memberikan
vegetasi peneduh di sekitar site untuk pejalan kaki.
4. Analisa Angin dan Hujan
Memberikan vegetasi penyerap polusi untuk
menyaring angin yang masuk ke site, dan
memanfaatkan air hujan dengan membuat kolam
buatan, selain itu juga membuat drainase pada sekitar
site.
5. Analisa View
Memiliki zona bangunan dengan view baik baik dari
segi peletakan dan orientasi pada bangunan, membuat
taman pada bagian yang memiliki view yang kurang
baik.
Gambar 4. Hasil Analisa Tapak(Sumber: Akbar, 2020)
Ilham, Merancang Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin
124|
Jurnal Teknik, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2021, pp :120-129
6. Analisa Vegetasi
Menggunakan vegetasi pengarah yaitu pohon
glodokan, vegetasi peneduh yaitu pohon tanjung dan
memanfaatkan beberapa pohon yang sudah ada pada
site.
7. Analisa Utilitas
Memanfaatkan jaringan listrik dan telepon yang sudah
ada pada site, dan membuat ruang kontrol induk dan
ruang genset di luar bangunan sebagai penunjung
tenaga listrik.
8. Hasil Analisa Tapak
Hasil dari analisa tapak berupa zoning yang
didapatkan berdasarkan data skoring, adapun zoning
pada tapak yaitu, publik, semi publik, privat, dan
servis, seperti pada Gambar 4.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendekatan Konsep Arsitektur Hijau merupakan salah
satu cara untuk mendesain sebuah bangunan yang ramah
lingkungan. Menurut Syarif (2017) menjelaskan bahwa
arsitektur hijau adalah salah satu konsep yang dipakai oleh
arsitektur dengan tujuan untuk terciptanya kondisi yang
ekologis serta ramah lingkungan sehingga mendapatkan
keseimbangan yang baik [11]. Museum Sejarah Kota
Seribu Sungai di Kota Banjarmasin menggunakan
pendekatan arsitektur hijau yang mengacu pada enam
pendekatan antara lain: (a) hemat energi, (b) penyesuaian
terhadap iklim, (c) kesesuaian kondisi tapak pada
bangunan, (d) memperhatikan pengguna bangunan,(e)
meminimalkan sumber daya, dan (f) menyeluruh. Konsep
arsitektur hijau yang diterapkan pada Museum Sejarah
Gambar 5. Sketsa Pra Denah Museum(Sumber: Akbar, 2020)
3. Analisa Program Ruang
Museum Sejarah kotaSeribuSungai
dikaji
pada
arsitektur hijau memperhatikan pengguna bangunan
(respect for user), hal ini diidentifikasi pada aktivitas
pelaku, yaitu pengelola dan pengunjung. Aktivitas pelaku
sebagai dasar analisa untuk kebutuhan ruang yang
diperlukan. Kebutuhan ruang sebagai dasar analisa
besaran ruang dan luasan ruang pada rancangan
bangunan museum. Selanjutnya dianalisa struktur
organisasi
ruang
dan
hubunganruangpada
museum. Struktur ruang ini sebagai konsep
pradenah digunakan untuk kebutuhan ruang-ruang pada
Museum Sejarah Kota Seribu Sungai.Analisa arsitektur
hijau yaitu hemat energi (conserving energy) pada analisa
pemanfaatan pencahayaan dan penghawaan alami di
dalam bangunan agar lebih ramah lingkungan seperti pada
Gambar 5.
Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin antara lain: (1)
konsep ide bentuk; (2) konsep site plan, (3) konsep denah,
(4) konsep tampak dan struktur, (5) konsep lingkungan;
(6) konsep tata ruang luar; dan (7) konsep tata ruang
dalam.
1. Konsep Ide Bentuk
Konsep dasar ide bentuk pada desain Museum Sejarah
Kota Seribu Sungai ini adalah penggabungan fungsi dan
bentuk mengacu pada penyesuaian terhadap iklim, dan
penyesuaian kondisi tapak pada bangunansebagai
implementasi arsitektur hijau.Bentuk sebagai unsur
simbolis sejarah Kota Banjarmasin tersebut dapat
divisualisasikan lewat bentuk, seperti sejarah rumah adat
bubungan tinggi dengan mengambil bagian atap yang
memiliki khas dari Rumah Adat Banjar [4]. Unsur
arsitektur hijau diaplikasikan melalui pemanfaatan
pencahayaan dan penghawaan alami (pengontrol kondisi
iklim dan radiasi dari cahaya matahari) pada bangunan
[12]. Museum Sejarah Kota Seribu Sungai memiliki
Ilham, Merancang Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin
Jurnal Teknik, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2021, pp : 113-119
berbagai macam koleksi yang dipamerkan seperti, sejarah
awal Kota Banjarmasin, benda-benda pusaka dan
perabotan rumah tangga yang baru ditemukan, ruangruang pada Museum Sejarah Kota Seribu Sungai dengan
luasan kebutuhan ruang seperti tertera pada Gambar 6.
terhubung pada site dan sirkulasi pendukung (site
entrance).Implementasi arsitektur hijauditerapkan pada
desain ruang terbuka hijau, amphitheater, dan siring pada
dalam site di Museum Sejarah Kota Seribu Sungai sebagai
penyesuaian terhadap iklim (working with climate), dan
penyesuaian kondisi tapak pada bangunan (respect for
Gambar 6.Konsep ide Bentuk (Sumber: Akbar, 2020)
2. Konsep Site plan
Museum Sejarah Kota Seribu Sungai memiliki 2 jalur
sirkulasi yaitu sirkulasi utama (main entrance) yaitu di
Jalan RE. Martadinata merupakan sirkulasi yang
| 125
site) seperti pada Gambar 7.
3. Konsep Bentuk denah
Gambar 7.Konsep Site Plan (Sumber: Akbar, 2020)
Ilham, Merancang Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin
126|
Jurnal Teknik, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2021, pp :120-129
Konsep Dasar pada desain Museum Sejarah Kota Seribu
Sungai ini adalah menggabungkan antara tema sejarah
Kota Banjarmasin dengan penerapan arsitektur hijau pada
penataan ruang-ruang tertentu menggunakan pencahayaan
dan penghawaan alami seperti tertera pada Gambar 8a
dan Gambar 8b.
Konsep rancangan pada Museum Sejarah Kota Seribu
Sungai menghasilkan desain sebuah bangunan yang
ramah lingkungan dengan memilah fondasi, struktur,
material yang menyesuaian terhadap iklim tanpa
mengurangi kenyamanan pada fungsi bangunan dan juga
nilai estetika dari bangunan tersebut. Hasil rancangan
Gambar 8a. Denah Lantai Dasar Bangunan Museum Kota Seribu Sungai(Sumber : Akbar,
Gambar 8b. Denah Lantai 1 Bangunan Museum Kota Seribu Sungai (Sumber: Akbar, 2020)
4. Konsep Tampak dan Struktur
dengan pendekatan arsitektur hijau ditunjukkan pada
Ilham, Merancang Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin
Jurnal Teknik, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2021, pp : 113-119
pengelolaan kondisi lingkungan yang baik dan tepat
dalam pemilihan material pelindung panas untuk
menghindari paparan cahaya dan radiasi, polusi, dan
kontrol iklim (temperatur dan kelembaban ruang) agar
| 127
6. Konsep Tata Ruang Luar
Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin
mempunyai konsep tata ruang luar yang mengangkat ikon
Gambar 9.Konsep Tampak dan Struktur Museum Kota Seribu Sungai (Sumber: Akbar, 2020)
dapat menghindari dan meminimalkan kerusakan yang
akan terjadi di masa yang akan datang dengan optimalisasi
penataan ruang luar keserasian dengan lingkungan seperti
tertera pada Gambar 9.
5. Konsep Lingkungan
sejarah kota Banjarmasin diimplementasikan pada
tampilan ruang luar konsep bangunan mengadopsi konsep
Rumah Banjar yaitu rumah bubungan tinggi. Hal ini
selaras dengan prinsip arsitektur hijaudengan
mengandalkan
rancangan
bangunanmenyesuaikan
Gambar 10.Konsep ingkungan (Sumber: Akbar, 2020)
Konsep lingkungan mengimplementasikan arsitektur hijau
dengan tindakan utama konservasi untuk menyelesaikan
permasalahan
desain
arsitektural
denganmempertimbangkan prinsip arsitektur hijau antara
lain:(a) pengelolaan kondisi lingkungan dengan baik dan
tepat untuk menghindari paparan cahaya dan radiasi, (b)
menghindari polusi, dan (c) kontrol iklim (temperatur dan
kelembaban ruang) agar dapat menghindari dan
meminimalkan kerusakan yang akan terjadi di masa yang
akan datang. Konsep lingkungan menyatu dengan konsep
bangunan
yang
ramah
terhadap
lingkungan
sekitarnya.Museum Sejarah Kota Seribu Sungai memiliki
beberapa fasilitas pendukung, antara lain taman, ruang
bermain, RTH seperti pada Gambar 10.
terhadap iklim dan kondisi tapak pada bangunan yang
dirancang menyeluruhseperti pada Gambar 11.
7. Konsep Tata Ruang Dalam
Tampilan interior yang dirancang pada Museum Sejarah
Kota Seribu Sungai menggunakan penerapan arsitektur
hijau penerapan arsitektur hijau pada penataan ruangruang tertentu seperti ruang pamer museum menggunakan
standar kelembaban ruang dan juga ruang lobbysecara
temporal digunakan untuk ruang pameran dapat
memanfaatkan ventilasi alami dan pencahayaan alami
seperti tertera pada Gambar 12.
Ilham, Merancang Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin
128|
Jurnal Teknik, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2021, pp :120-129
Gambar 12. Konsep Tata Ruang Dalam(Sumber Gambar : Akbar, 2020)
4. KESIMPULAN
Kesimpulan hasil rancangan Museum Sejarah Kota
Seribu Sungai di Kota Banjarmasin menggunakan
pendekatan arsitektur hijau.Pendekatan prinsip arsitektur
hijau pada desain Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di
Kota Banjarmasin mampu menjawab permasalahan
umum dalam mendesain, prinsip-prinsip tersebut antara
lain: (a) hemat energi (conserving energy), (b)
penyesuaian terhadap iklim (working with climate), (c)
kesesuaian kondisi tapak pada bangunan (respect for site),
(d) memperhatikan pengguna bangunan (respect for user),
(e) meminimalkan sumber daya (limiting new resources),
dan (f) menyeluruh (holistic). Analisa arsitektur hijau
diterapkan antara lain: (1) analisa potensi kawasan, yaitu
diidentifikasi prinsip arsitektur hijau yaitu kesesuaian
kondisi tapak pada bangunan dianalisa secara menyeluruh
yang mengacu data RTRW kota; (2) analisa tapak, yaitu
meminimalkan sumber daya yang dirusak atau
dihilangkan; dan (3) analisa program ruang,
memperhatikan pengguna bangunan, hal ini diidentifikasi
pada aktivitas pelaku, yaitu pengelola dan pengunjung,
juga analisa hemat energi pada pemanfaatan pencahayaan
dan penghawaan alami di dalam bangunan agar lebih
ramah lingkungan.Konsep arsitektur hijau yang diterapkan
pada Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota
Banjarmasin antara lain: (1) konsep ide bentuk, yaitu
kebutuhan pengguna bangunan adalah mengutamakan
desain pada penyesuaian terhadap iklim, dan penyesuaian
kondisi tapak pada bangunan; (2) konsep site plan,
penyesuaian terhadap iklim, dan penyesuaian kondisi
tapak pada bangunan; (3) konsep denah, yaitu penataan
ruang-ruang tertentu menggunakan pencahayaan dan
penghawaan alami arsitektur hijau pada penataan ruangruang tertentu (4) konsep tampak dan struktur, yang ramah
lingkungan dengan memilah fondasi, struktur, material
yang menyesuaian terhadap iklim tanpa mengurangi
kenyamanan 5) konsep lingkungan, yaitu penerapan
desain menyesuaikan kondisi iklim dan tapak ; (6) konsep
tata ruang luar, yaitu mengandalkan rancangan
bangunanmenyesuaikan terhadap iklim dan kondisi tapak
secara menyeluruh; dan (7) konsep tata ruang dalam,
desain ruang dalam secara temporal digunakan untuk
ruang pameran dapat memanfaatkan ventilasi alami dan
pencahayaan alami.
Ucapan Terimakasih:
Tulisan ini merupakan intisari dari laporan Tugas Akhir
(TA) yang ingin dipublikasikan oleh penulis dalam jurnal.
Tulisan TA diselesaikan tepat pada waktunya karena
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada
Ketua Jurusan Arsitektur, Universitas Palangka Raya,
Mahasiswa Arsitektur Universitas Palangka Raya
angkatan 2015.Terima kasih kepada Bapak Ir. Syahrozi,
M.T., Ibu Yunitha, S.T., M.T, dan Bapak Yesser Priono,
ST., M. Sc. sebagai penguji Tugas Akhir yang telah
bersedia mengoreksi tulisan ini.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2012). Sistem
Pencahayaan. Panduan Pengguna Bangunan Gedung
Hijau Jakarta, 3(38), 29.
[2] Marantika dan Dewi (2011)Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta, Panduan Pengguna Bangunan Gedung Hijau
Jakarta, Vol. 3 Sistem Pencahayaan
[3]Hamidah N, Rijanta, Setiawan and Marfai 2017
“Kampung” as A Formal and Informal Integration
Model (Case: Kampung Pahandut, Central
Kalimantan Province, Indonesia) Indonesian Journal
of Spatial and Regional Analysis “Forum Geografi”
31 (1) 43-55
[4] Mentayani, I. (2008). Analisis Asal Mula Arsitektur
Banjar Studi Kasus : Arsitektur Tradisional Rumah
Bubungan Tinggi. Jurnal Teknik Sipil Dan
Perencanaan,
10(1),
1–12.
https://doi.org/10.15294/jtsp.v10i1.6940
[5] Saleh, M.Idwar (1977) Sejarah Daerah Kalimantan
Selatan. Dirjen Kebudayaan.
[6] Cipta Karya (2010) Rencana Pembangunan Instruktur
Jangka Menengah Provinsi Kalimantan Selatan, Dinas
Pekerjaan
Umum
Provinsi
Kalimantan
Selatan.(sippa.ciptakarya.pu.go.id)
[7] Groat L dan D Wang (2002)Architectural Research
Methods, New York: John Wiley&Sons.
Ilham, Merancang Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin
Jurnal Teknik, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2021, pp : 113-119
[8] Brenda dan Robert Vale. Green Architecture : design
for an energy conciousfuture. Thames and Hudson
Ltd,London. 1991.
[9] Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan (2013) Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Kota
Banjarmasin
[10]White, Edward T (2000) Analisis Tapak. Jakarta :
Intramarta
[11] Syarif, E., & Amri, N. (2017). Arsitektur Hijau pada
Morfologi Permukiman Tepi Sungai Tallo. Jurnal
Lingkungan Binaan Indonesia 6 (2), 82-87.
[12] Ching, Francis D. K. (1996) Form, Space, and Order.
United States of America: JohnWiley & Sons, Inc.
Ilham, Merancang Museum Sejarah Kota Seribu Sungai di Kota Banjarmasin
| 129