Hukum Perburuhan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai peran serikat pekerja/buruh dalam penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang dilakukan oleh perusahaan terhadap pekerja/buruh. Pemutusan Hubungan Kerja telah memiliki pengaturan tersendiri yang termuat dalam Bab XII Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun pada praktiknya di lapangan, undang-undang tersebut masih memiliki beberapa kelemahan dimana dalam aturan-aturannya ditemukan celah yang dapat membuat perusahaan menyimpangi isi atau makna dari aturan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja. Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian yuridis normatif dititikberatkan pada penggunaan data kepustakaan atau data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisis data yang digunakan oleh penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif merupakan uraian dalam bentuk kalimat yang teratur, runtut, logis dan efektif. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diketahui bahwa sangat dibutuhkannya serikat pekerja atau buruh dalam hal menangani permasalahan-permasalahan yang ada dalam suatu perusahaan, salah satunya adalah permasalahan pemutusan hubungan kerja yang biasanya dilakukan secara sepihak oleh pengusaha dan merugikan pekerja/buruh itu sendiri. Dalam tulisan ini, penulis juga bermaksud melakukan komparasi pengaturan peran Serikat Pekerja/Buruh dalam Pemutusan Hubungan Kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Employment law is a public law caused by sosialisering process. However, in the arrangement of employment relations can still be found the existence of provisions that are private in nature. This research aims to assess the standing of employment relations standpoint rule employment law studies and the standing of employment relations based on the nature of public and private law. Based on research, the position of employment relations based on rule employment law studies can be a heteronomous law and autonomous law or simultaneously in the form of heteronomous and autonomous law. While the position of employment relations based on the nature of the law can be public and private or at the same time is public and private. Intisari Hukum Ketenagakerjaan merupakan hukum publik yang disebabkan oleh sosialisering proses. Akan tetapi dalam pengaturan hubungan kerja masih dapat ditemukan adanya ketentuan-ketentuan yang sifatnya privat. Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan hubungan kerja berdasarkan sudut pandang Ilmu Kaidah Hukum Ketenagakerjaan dan kedudukan hubungan kerja berdasarkan sifat hukum publik dan privat. Berdasarkan hasil kajian, kedudukan hubungan kerja berdasarkan ilmu kaidah hukum ketenagakerjaan dapat berupa kaidah hukum heteronom dan kaidah hukum otonom atau secara bersamaan berupa kaidah hukum heteronom dan otonom. Sedangkan kedudukan hubungan kerja berdasarkan sifat hukumnya dapat bersifat publik dan bersifat privat atau secara bersamaan bersifat publik dan privat. Kata Kunci: hubungan kerja, heteronom, otonom, publik, privat.

Kegiatan berbelanja pakaian dulunya adalah kegiatan yang dilakukan hanya beberapa kali dalam setahun. Namun dengan berlalunya waktu, pakaian menjadi murah dan mudah didapatkan. Dunia mode juga cepat berubah dengan semakin cepatnya pergantian tren yang kini mudah digencarkan tidak hanya melalui media cetak namun juga media elektronik. Seseorang dapat memakai baju yang persis dipakai selebriti atau model catwalk favoritnya dengan hanya pergi ke toko baju di mall terdekat dengan harga yang terjangkau. Ini adalah apa yang disebut dengan fast-fashion (mode cepat). Fast-fashion, yang telah diadopsi oleh industri mode, dicirikan oleh kombinasi produksi kecepatan tinggi dan konsumsi volume tinggi dan cepat. Tentunya di mata konsumen, sistem ini tidak terlihat bermasalah, bahkan justru sangat menguntungkan. Tetapi pada kenyataannya, dibalik tahap pemasaran dan pembelian, terdapat tahap produksi yang sungguh memilukan. Industri mode dengan sistem fast-fashion adalah suatu bentuk pelanggaran terhadap praktik hukum perburuhan.

Laporan ini menemukan bahwa realitas untuk mendapatkan keadilan dari PHI jauh dari harapan; baik dari indikator biaya (murah vs mahal), waktu proses (cepat vs lama dan bertele-tele), keadilan (adil vs tidak adil) dan ketepatan (tepat vs tidak tepat).

PHI semakin sulit diakses oleh buruh. Selain berkenaan dengan lokasi, sangat sulit bagi buruh yang berperkara memenuhi alat bukti, terutama bukti yang berkaitan dengan dokumen perusahaan. Mekanisme ini membuat prosedur penyelesaian kasus bertele-tele dan membuang waktu kerja buruh.

Dari segi biaya, boleh dikatakan bahwa biaya yang dikenakan untuk buruh yang berperkara relatif murah. Akan tetapi tidak pernah dipikirkan biaya lain di luar biaya peradilan, seperti transportasi, makan dan lain sebagainya. Bila perkara berlangsung lama otomatis biayanya akan semakin tinggi.

Sebagai salah satu pemenuhan syarat penilaian tugas kelompok. Saya membahas topik mengenai BPJS secara singkat. Bukan hanya satu, melainkan BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan yang dijadikan satu. Mengulas sejarah hingga perbandingan keduannya. Penyajian didakan dalam bentuk powerpoint disertai skema untuk dapat lebih mudah dipahami oleh para pembaca/audiens.

As one of my teamwork scoring qualification. I'am studied of BPJS and write it in short. Not one, but both of BPJS Kesehatan and BPJS Ketenagakerjaan. Review it from historic to comparison side. This article is served in powerpoint form along with their scheme, so the reader can understand the content easily.

Indonesia adalah negara yang mana angka kelahiran sangat tinggi. Hal tersebut berdampak pada usia produktif yang tinggi. Fakta ini, nyatanya, tidak diimbangi oleh kemampuan pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap mereka. Sempitnya lapangan kerja di dalam negeri ini menyebabkan masyarakat bawah berpaling pada peluang kerja di luar negeri yang lebih luas dan menjanjikan secara ekonomi. Di sisi lain, negara merupakan pihak yang wajib menjamin hak-hak ekonomi. Hak ini termasuk hak asasi dewasa ini. Artikel ini membahas terkait konsep perjanjian kerja Pekerja Migran Indonesia dengan Pemberi Kerja, dan mekanisme perlindungan atas hak-hak mereka dalam pendekatan perundang-undangan terkait, yaitu UU No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Kata kunci: Hukum Kontrak, Hukum Perburuhan, Pekerja Migran. A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Dewasa ini, perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak mendasar atau asasi dan dilindungi oleh: (i) hukum internasional. Dalam ranah hukum perburuhan internasional, secara khusus ketentuan tentang perlindungan seluruh hak-hak pekerja migran (migrant workers) diatur oleh International Convention on the Protection of All Migrant Worker and Members of Their Families, sebagaimana diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan International Convention on the Protection of All Migrant Worker and Members of Their Families. Kemudian, (ii) dalam ranah hukum nasional. Dalam konstitusi Indonesia, pengakuan, 1 Siapapun dilarang menerbitkan ulang tulisan ini tanpa izin sebelumnya kepada penulis dalam bentuk apapun karena melanggar Hak Moral penulis kecuali dalam hal sebagaimana diperkenankan oleh Undang-Undang.

Dalam dunia praktik pengelolaan ketenagakerjaan di Indonesia, seringkali para pengusaha dihadapkan pada kenyataan pemilihan strategi jenis kontrak yang harus dipilih bagi para karyawannya, yaitu kontrak kerja permanen (Kesepakatan Kerja Waktu Tidak Tertentu) ataukah kontrak kerja sementara (Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu)
Masalah klasik ini sangat membebani para pengusaha dikarena konsekuensi yang timbul dari pemilihan jenis kontrak kerja ini dapat membawa akibat yang cukup serius pada sisi keuangan dan operasional perusahaan.
Untuk itu penulis berusaha memberikan gambaran secara sistematik mengenai penggunaan kedua jenis kontrak kerja ini berikut dasar hukum yang terkait.

Pekerja merupakan manusia yang memiliki hati nurani dan perasaan dan mengharapkan upah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang berkeadilan, untuk menghasilkan suatu produk yang lebih baik diperlukan pelatihan secara berkala, dan bekerja merupakan bagian dari pada ibadah, yaitu untuk melakukan yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan orang lain dan kepuasan batiniyah bagi pekerja.

Pekerja/Buruh rumahan juga merupakan warga negara yang berhak atas kehidupan dan penghidupan yang layak. Praktik kerja rumahan muncul karena globalisasi dan perkembangan industrialitasi. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, apakah dapat melindungi kepentingan pekerja/buruh rumahan? Walaupun istilah Pekerja/Buruh tidak membeda-bedakan pekerja/buruh itu sendiri. Berdasarkan kondisi tersebut, menarik untuk mengkaji bagaimana perlindungan hukum bagi pekerja/buruh rumahan. Penulisan ini dibuat dari proses penyusunan kebijakan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penulisan ini merupakan penelitian Normatif dengan menggunakan data sekunder sebagai sumber utama. Penelitian Normatif dilaksanakan untuk meneliti asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa Undang-Undang Ketenagakerjaan belum dapat memberikan perlindungan hukum kepada pekerja/buruh rumahan dan berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pemerintah daerah dapat menyusun kebijakan mengenai pekerja/buruh rumahan berdasarkan tugas penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan terutama dalam rangka menampung kondisi khusus daerah

Di jaman yang sedang berkembang ini uang merupakan salah satu hal yang sangat penting. Oleh sebab itu banyak terjadi perselisihan antar pekerja dengan pengusaha. Maka adanya Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengurangi permaslaahan Ketenagakerjaan contohnya permasalahan dalam pengupahan. Upah Minimum dan Upah Kerja Lembur yaitu upah pokok dan tunjangan tetap masih menjadi perselisihan dalam pengupahan karena masyarakat Indonesia menganggap bahwa perhitungan Upah Minimum baik itu Regional maupun Provinsi kurang sesuai. Maka perlu adanya reformulasi seperti dengan penambahan upah sesuai dengan prestasi yang dilakukan oleh tiap masing-masing pekerjanya agar tercipta suatu keadilan dalam masyarakat.

Dalam sejarah, angka ketimpangan kekayaan sekarang hampir melampaui angka tertingginya yang pernah terjadi di Eropa pada 1900–1910. Bilamana rate of return modal selalu melebihi growth rate seperti yang sudah dan sekarang sedang terjadi, “kapitalisme otomatis menghasilkan ketidaksetaraan dengan lalim dan melanggengkan ketidaksetaraan yang secara ekstrim merusak nilai-nilai meritokrasi yang menjadi dasar masyarakat demokratis”. Tidak ada proses alami dan tiba-tiba guna mencegah destabilisasi, ketimpangan kekuasaan melanggengkan yang terjadi, namun hal itu menegaskan pula bahwa demokrasi dapat merebut kontrolnya kembali dari kapitalisme dan memastikan bahwa kepentingan umum didahulukan ketimbang kepentingan pribadi.

Peluang seperti itu telah terbukti, menurut Piketty, karena adanya waktu jeda yang relatif egaliter rentang 1914–1970 yang dimanfaatkan untuk pengenaan pajak tinggi dan sangat progresif bagi pendapatan dan warisan, keuntungan dan kekayaan, dividen, dan suku bunga. Namun, sejak akhir 1970-an, iklim ideologis berubah arah di bawah pengaruh globalisasi dan meningkatnya persaingan antarnegara untuk mendapatkan modal. Hasilnya adalah kompetisi tanpa ujung untuk menyentuh sampai dasar yang mengarah pada pemotongan pajak dan pembebasan suku bunga, dividen, dan pendapatan dari sektor keuangan lainnya dari pengenaan pajak yang mana justru sumber pendapatan buruh menjadi subjek pajak. Ketimbang melindungi kepentingan umum, pemerintah justru mengizinkan “dinamika akumulasi kekayaan global dan distribusinya yang dicirikan oleh trajektori yang eksplosif yang tak terkendali yang mengorbit pada egaliter”. Penerapan pajak progresif “secara efektif menghambat dinamika semacam itu”.

The construction work force is one part of the national development undertaken in the development of Indonesia fully human and the development of Indonesian society to realize a society that is prosperous, just, prosperous, equitable material and spiritual, based on Pancasila and the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 . development of the employment sector as part of the development of human resources is one part that is integral to national development as the Pancasila, and the implementation of the Act of 1945, aimed at improving the dignity, dignity, and human capabilities, as well as self-confidence in order to realize a society prosperous, just, and prosperous both materially and spiritually. In the implementation of national development, labor has a role and a very important position as actors and development objectives. In accordance with the role and position of labor, manpower development is required to improve the quality of employment and participation in the development and improvement of the protection of workers and their families in accordance with human dignity.
      The protection of labor is intended to guarantee the basic rights of workers / laborers and ensure equality of opportunity and treatment without discrimination on any ground for the welfare of workers / laborers and their families with regard to the progress of the business world. One of the manifestations of the increase in value and dignity to the workers / laborers are protection of the rights of workers / laborers either agreed in the Employment Agreement and set forth in the Company Regulations or Collective Labor Agreement.
      Especially with regard to employment agreements, rights and obligations of workers / laborers with employers on a reciprocal basis is already detailed in the Employment Agreement and Collective Labor Agreement. Despite clear and detailed and explicit, but sometimes they often lead towards an industrial dispute.
      Industrial relations is a system of relationships formed between the actors in the production process of goods and / or services consisting of elements of the employer, workers and governments that are based on the values of Pancasila and the 1945 Constitution of industrial relations is a balance between the objectives and the interests of workers and employers in the process of production of goods and services in an enterprise. This means that workers and employers individually and collectively have a purpose and a common responsibility, because the success of industrial relations, both workers and employers would benefit both individually and within the organization.
      From the point of legal history, the nation entered a phase marked by the development of the welfare state laws that protect the weaker party. At this time the state started to pay attention to include labor protection, consumer protection, protection of small businesses and environmental protection. Act relating to the protection of the various parties to correct for industrialization which is not always a benefit to all segments of society. Besides, the intense competition in the labor market and a severe economic crisis makes the workers did not have the courage to fight for the improvement of their fate. Capital always move to where there is cheap labor and enforcement of labor laws are lenient. This is the need to reform labor law.
      According to Zainal Asikin, the legal protection of workers from the employer's ability fulfilled if the regulations in the areas of labor that require or compel employers to act like in the legislation is properly applied all parties for the enforceability of the law can not be measured by juridical alone but measured sosilogis and philosophical , The significance of the legal enforceability sociologically can be interpreted that the law always keep pace with changes in society (law in action), while the legal enforceability of the philosophical meaning that the law should be able to provide fairness, certainty and benefits for society in accordance with the purpose of the law itself.
      Implementation of industrial relations in the company are always influenced by the dynamics of the community so that the implementation is always facing challenges and obstacles and the effect on conditions of employment which changes from time to time. Broadly speaking, the problems that occur in the employment relationship affected the industrial relations, among others, include technical understanding of legislation in the area of industrial relations on the nature of the employment relationship, the problems of labor agreements on which the issuance of a working relationship that is set on the rights and obligations of the parties, the use of a particular time work agreement for all kinds of jobs and the trend of using contract workers, and remediation efforts working requirements set forth in the normative provisions.
      In Article 50 of Law Number 13 Year 2003 on Manpower (hereinafter Labor Law) explained that the employment relationship occurs because of the labor agreements between employers and workers. Both workers and employers alike have an important role in working relationships with each other and can not be separated. Workers as owners of power, skill, and expertise needed work to make ends meet, while the entrepreneur as the owner of capital requires manpower to run the production process. In this case the necessary reciprocity in harmony in order to create synergies to drive the economy.
      Furthermore, in Article 56 of the Labor Law states that agreements made for a certain time or for an unspecified time. A work agreement for a specified time (hereinafter referred to PKWT) is based on the time period or the completion of a particular job. A work agreement for a specified time can only be made for specific jobs by type and nature of the job will be completed within a specified time. However, based on the facts on the ground show there are still many companies that do not implement the provisions contained in the Labor Law.
In the field of employment concerning the subject of labor relations, there are still many conflicts of interest among workers / laborers with employers mutually defend their own opinion as the system of contract labor (PKWT), determining the amount of the minimum wage, social security, which until now the classic problem can not be solved properly.
      That's necessary role for government to address the issue of labor / employment through various legislations. It is intended to provide legal protection of the rights and obligations of employers and employees / workers. If the relationship between workers and employers is still left entirely to the parties (workers and employers), then the purpose of labor law to create social justice in the field of labor will be very difficult to achieve, because of the strong will always want to dominate the weaker side (homo homoni lupus ).
      In this dissertation the author will examine and analyze the terms and implementation of the Employment Agreement Specific Time (PKWT) pursuant to Act No. 13 of 2003 on Labour in Arta Boga Cemerlang PT Jakarta, a company engaged in the distribution of consumer goods. Arta Boga Cemerlang PT Jakarta held a work agreement for a specified time by the workers who will be hired as Sales Promo / Merchandiser (mode) which will care for and displaying items in the outlet area of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Serang. The working relationship with PKWT this has caused harm to workers, because the position of workers (mode) were weak and simply resigned themselves accept the terms and conditions that have been created by the company as stipulated in the standard contract. This resulted in a weak legal protection against contract workers.

Atlet sepak bola saat ini memiliki kondisi yang diperparah dengan adanya pandemi Covid-19. Salah satunya yakni terkait dengan kontrak kerja para atlet sepak bola saat ini dan juga cara penyelesaian sengketa terkait masalah tersebut. Oleh karena itu penulis membuat alternatif pemecahan masalah yakni “TRIASTHLET (Three Eyes of Athlete Welfare): Upaya Perlindungan Hukum dan Hak Atas Kesejahteraan Atlet Sepak Bola Pada Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia” yang berupa sebuah konsep perlindungan, pemenuhan hak-hak atlet dan penyelesaian sengketa atlet yang berperkara. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.

Employment law is a public law caused by sosialisering process. However, in the arrangement of employment relations can still be found the existence of provisions that are private in nature. This research aims to assess the standing of employment relations standpoint rule employment law studies and the standing of employment relations based on the nature of public and private law. Based on research, the position of employment relations based on rule employment law studies can be a heteronomous law and autonomous law or simultaneously in the form of heteronomous and autonomous law. While the position of employment relations based on the nature of the law can be public and private or at the same time is public and private. IntisariHukum Ketenagakerjaan merupakan hukum publik yang disebabkan oleh sosialisering proses. Akan tetapi dalam pengaturan hubungan kerja masih dapat ditemukan adanya ketentuan-ketentuan yang sifatnya privat. Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan hubung...