BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bernegara, pemerintah harus melakukan berbagai kegiatan guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya, maupun politik bangsanya. Kegiatan ini perlu ditunjang oleh...
moreBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bernegara, pemerintah harus melakukan berbagai kegiatan guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya, maupun politik bangsanya. Kegiatan ini perlu ditunjang oleh pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang pada gilirannya harus dibiayai dengan penerimaan pemerintah. Sumber penerimaan utama berasal dari pajak, pinjaman, dan pencetakan uang. Negara memerlukan pembangunan ekonomi. Pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara pada dasarnya dibiayai dari sumber penerimaan dari dalam dan luar negeri. Sumber penerimaan dalam negeri berasal dari pajak, hasil pengelolaan SDA, dan laba BUMN. Sedangkan penerimaan luar negeri bisa berupa utang, bantuan dan hibah dari negara lain, atau organisasi supranasional seperti International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB) dan lain-lain. Secara teoritik, negara yang stabil maka pembiayaan pembangunannya sebagian besar bersumber dari sumber daya dalam negeri, bukan dari bantuan asing. Namun bagi negara tertentu, bantuan luar negeri menjadi komponen penting bagi penyangga pembangunannya. Sebagai negara berkembang, Indonesia termasuk salah satu negara yang masih mengandalkan bantuan luar negeri untuk mendanai pembangunan, baik melalui pinjaman atau utang, maupun hibah (grant) luar negeri. Langkah ini diambil karena nilai investasi (investation) untuk pembangunan lebih tinggi dari tabungan (saving). Persoalan utang luar negeri Indonesia, sesungguhnya sudah bermula sejak pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, yaitu pada Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag, Belanda. Salah satu klausul perjanjian KMB adalah Indonesia harus membayar semua utang-utang warisan Belanda. Puncaknya terjadi ketika Indonesia dihantam krisis moneter pada tahun 1997/1998. Dimana Pemerintahan pada masa Orde Baru, menandatangani LoI (Letter of Intent) dengan IMF sebagai prasyarat mendapatkan pinjaman guna menyelamatkan perekonomian Indonesia pada saat itu.