BIJI SAGA POHON (Adenanthera Pavonina, LINN) SEBAGAI Sumber Protein Alternatif Bagi Ternak Ayam
BIJI SAGA POHON (Adenanthera Pavonina, LINN) SEBAGAI Sumber Protein Alternatif Bagi Ternak Ayam
BIJI SAGA POHON (Adenanthera Pavonina, LINN) SEBAGAI Sumber Protein Alternatif Bagi Ternak Ayam
617
BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, LINN) SEBAGAI
SUMBER PROTEIN ALTERNATIF BAGI TERNAK AYAM
(Adenanthera pavonina Linn Seed Meal as an Alternative Protein
Source for Chicken)
DEBORA KANA HAU
1
, J ACOB NULIK
1
danHENDRIK LAY
2
1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur
2
Sekolah Pertanian Pembangunan Negeri Kupang
ABSTRACT
An experiment was conducted at SPP Negeri Kupang at Lili fromNovember 2003 to January 2004. The
aims of study were to obtain appropriate saga seed level as an alternative protein source in substituting mung
bean meal in the ration and to observe its effects on the performances of the native and layer chicken. One
hundred and sixty of one week old native and male layer chickens with approximately 44 g initial body
weight were used in the experiment. The experiment was arranged in a factorial completely randomized
design with 8 treatments and was replicated four times (each consisted of 5 chickens). The levels of saga seed
meal were 0% (R0), 2.5% (R1), 5.0% (R2) and 7.5% (R3) in the ration. Data collected were analyzed using
analysis of variance and proceeded with Least Significant Different Test (Lsd). The results of the experiment
indicated that the treatments significantly (P <0.01) affected the body weight gain, and ration conversion
value. However, apart fromthe effect of Coccidiosis occurrence, feed intake was not significantly affected (P
>0.05) by the treatments. It can be concluded that Adenanthera pavonina Linn seed meal can substitute mung
bean meal up to the level of 7.5% in the ration or 100% substitution of mung bean meal without any negative
effects. Thus provided that the seed can be easily obtained, its usage can be recommended to substitute mung
bean up to the level of 7.5 kg in 100% in the ration.
Key Words: Adenantera pavonina, Substitute Ration, Chicken
ABSTRAK
Suatu penelitian telah dilakukan di Lili, Kupang dari bulan November 2003 sampai dengan J anuari 2004.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui level biji saga pohon yang tepat sebagai sumber protein alternatif
menggantikan kacang hijau dalampakan dan pengaruhnya terhadap performans produksi ayam kampung dan
ras jantan (jenis petelur). Materi penelitian terdiri dari ayam kampung dan ras jantan umur 1 minggu
sebanyak 160 ekor dengan bobot hidup awal 44 gram. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap (RAL) pola percobaan faktorial (2 x 4). Dari kedua faktor yaitu ransum(R, 4 level) dan jenis ayam
(A, dua jenis) didapat 8 kombinasi perlakuan dengan 4 ulangan sehingga terdapat 32 unit percobaan. Setiap
unit percobaan terdiri dari 5 ekor ayam. Tingkat pemberian level tepung biji saga adalah 0% (R0); 2,5% (R1);
5,0% (R2) dan 7,5% (R3). Data variabel penelitian dianalisis dengan analisis sidik ragam, yang dilanjutkan
dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Hasil penelitian menujukkan bahwa ada pengaruh sangat nyata (P <
0,01) perlakuan terhadap pertambahan bobot hidup dan konversi pakan. Kecuali karena kejadian Coccidiosis
pada ternak ayamkampung yang mendapat perlakuan R1, perlakuan berpengaruh tidak nyata (P >0,05)
terhadap konsumsi pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung biji saga pohon dapat digunakan
sampai level 7,5% ransum atau 100% menggantikan kacang hijau tanpa efek negatif.
Kata Kunci: Biji saga, pakan substitusi, ayam potong
PENDAHULUAN
Pertambahan penduduk dan kesadaran akan
nilai gizi makanan yang baik serta
bertambahnya daya beli masyarakat
mengakibatkan meningkatnya permintaan akan
protein hewani, perlu didukung oleh
peningkatan produksi ternak baik dari segi
kualitas maupun kuantitas.
Ayam potong adalah salah satu sumber
protein yang memiliki beberapa kelebihan bila
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
618
dibandingkan dengan ternak lain, termasuk
ayam kampung dan ayam ras petelur jantan.
Dalam upaya peningkatan potensi atau
produksi ternak potong sering terbentur pada
faktor pakan karena pakan merupakan bagian
terbesar dari faktor produksi yaitu sekitar 60
70% (NITSAM, 1963). Ayam potong yang
mendapat pakan berupa jagung saja tidak dapat
mencapai bobot hidup yang optimal (RASYAF ,
1987) sebab untuk mempercepat laju
pertumbuhan dan produksi daging dibutuhkan
pakan yang mengandung protein dan energi
metabolisme yang seimbang. Salah satu bahan
pakan sumber protein yang belum lazim
digunakan, tetapi berpeluang dimanfaatkan
sebagai pakan ayam potong, adalah biji saga
pohon (Adenantera pavonina Linn). Selain
keping bijinya, kulit ari dan kulit luarnya dapat
digunakan sebagai pakan ternak. Melalui
proses pengolahan (disangrai dan ditepungkan),
biji saga dapat digunakan sebagai bahan pakan
ternak.
CORNELIA (2003) melaporkan komposisi
nutrisi biji saga adalah: 26,49% protein (P),
4660 kkal/kg (ME), sedangkan tepung kacang
hijau 23,8% protein (P), dan 2900 kkal/kg
(ME).
Berdasarkan hal tersebut, telah dilakukan
suatu penelitian tentang penggunaan biji saga
pohon sebagai sumber protein alternatif bagi
ayam kampung dan ras petelur jantan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui level biji saga pohon yang tepat
sebagai sumber protein alternatif dalam pakan
dan performans produksi ayam kampung dan
ras petelur jantan.
MATERI DAN METODE
Penelitian telah dilaksanakan di Kompleks
Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Negeri
Kupang, Lili, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten
Kupang, Provinsi NTT, selama 8 minggu.
Dalam penelitian ini digunakan ayam
sebanyak 160 ekor berumur 7 hari, terdiri dari
80 ekor ayam jantan kampung dan 80 ekor
ayam ras petelur jantan dengan bobot hidup
awal berkisar antara 41 47 gram. Bahan
pakan yang digunakan terdiri dari jagung,
dedak halus, bungkil kelapa, tepung ikan,
kacang kedelai, kacang hijau, tepung biji saga
dan premix (Tabel 1).
Kandang yang digunakan adalah kandang
batteray dengan ukuran 75 x 60 x 50 cm yang
terbuat dari kawat yang dilengkapi dengan
tempat pakan dan minum. Penelitian ini
mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
pola faktorial. Sedangkan peubah yang diukur
terdiri dari: konsumsi pakan, pertambahan
bobot hidup, dan konversi pakan. Data yang
terkumpul ditabulasi dan dianalisa dengan
menggunakan analisis varians, untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
variable respon (STEEL dan TORRY, 1986).
Tabel 1. Susunan pakan percobaan untuk periode starter
J umlah (kg)
Bahan makanan
R
0
R
1
R
2
R
3
J agung
Dedak halus
Bungkil kelapa
Tepung ikan
Kacang hijau
Tepung saga
Kacang kedelai
Premix
45,5
15
14
10
10
-
5
0,5
45,5
15
14
10
7,5
2,5
5
0,5
45,5
15
14
10
5
5
5
0,5
45,5
15
14
10
2,5
7,5
5
0,5
J umlah 100 100 100 100
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
619
Tabel 2. Susunan pakan percobaan untuk periode grower
J umlah (kg)
Bahan makanan
R
0
R
1
R
2
R
3
J agung
Dedak halus
Bungkil kelapa
Tepung ikan
Kacang hijau
Tepung saga
Kacang kedelai
Premix
42,5
22
16
8
10
-
1
0,5
42,5
22
16
8
7,5
2,5
1
0,5
42,5
22
16
8
5
5
1
0,5
42,5
22
16
8
2,5
7,5
1
0,5
J umlah 100 100 100 100
Selama penelitian semua ayam diberi
vitamin, anti stres (Vita stres) dan Thrimezyn.
Vaksinasi ND diberikan dua kali yaitu pada
waktu ayam berumur 4 (empat) hari pada masa
prelemineri, melalui tetes mata dengan Strain
La Sotta dan diulang pada umur 30 puluh hari
melalui suntikan dengan strain F.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan umum penelitian
Pada minggu ke 2 timbul penyakit
Coccidiosis, yang menyerang sebagian ayam
kampung terutama pada perlakuan R
1
, namun
selama pemeliharaan tidak didapati ternak
yang mati.
Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi
pakan
Data rataan konsumsi pakan ayam hasil
penelitian tercantum pada Tabel 3. Terlihat
bahwa rataan konsumsi pakan pada ayam
kampung sebesar 235.63 gram dan 254.86
gram pada ayam ras petelur.
Hasil analisis varians menunjukkan bahwa
konsumsi sangat nyata (P <0.01), dipengaruhi
oleh jenis ayam, level biji saga dan interaksi
antara jenis ayam dan level biji saga.
Hasil uji Beda Nyata Terkecil terhadap
level biji saga menunjukkan bahwa level 2,5%
(R
1
) berbeda sangat nyata (P <0,01) dengan
level lainnya, sedangkan antara level lainnya
tidak didapati perbedaan yang nyata (P >0,05).
Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi
penurunan konsumsi yang berarti dari ayam
yang mengkonsumsi pakan dengan level 2,5%
tepung biji saga. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan karena sebagian besar ayam yang
mengkonsumsi pakan yang mengandung 2,5%
tepung biji saga dalam penelitian ini terserang
coccidiosis.
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa
ternak pada kombinasi perlakuan A
2
R
0
mengkonsumsi pakan paling banyak (259,86
gram), diikuti oleh A
2
R
1
(255,93 gram) dan
yang paling sedikit adalah A
1
R
1
(189,42 gram).
Konsumsi yang rendah pada A
1
R
1
lebih banyak
diakibatkan oleh kejadian coccidiosis.
Kecendrungan konsumsi yang lebih tinggi
pada A
2
menunjukkan adanya pengaruh
perbedaan bangsa (genetik). Hasil penelitian
ini sejalan dengan pendapat RASYAF (2001)
yang menyatakan bahwa konsumsi pakan
tertinggi disebabkan oleh bangsa, kondisi ayam
itu sendiri, palatabilitas pakan. PARKURST
(1989) juga mendukung hasil penelitian ini
dengan pernyataan bahwa rendahnya konsumsi
pakan dipengaruhi oleh banyak hal,
diantaranya bangsa, palatabilitas pakan
temperatur dan tatalaksana.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
620
Tabel 3. Rataan konsumsi pakan (g/ekor/minggu) selama penelitian
Level biji saga
Jenis
R
0
R
1
R
2
R
3
Rataan
Ayam g/ekor/minggu
A
1
250.34
ab
189,42
c
249,33
b
253,43
ab
235.63
A
2
259.86
a
255,93
ab
247,84
b
255,83
ab
254.86
Rataan 255.10 222.67 248.58 254.63
Superskrip yang sama pada baris dan kolom menunjukkan perberdaan tidak nyata (P >0,05)
Pengaruh perlakukan terhadap
pertambahan bobot hidup
Data rataan pertambahan bobot hidup ayam
hasil penelitian tercantum pada Tabel 4. Pada
Tabel 4 terlihat bahwa rataan pertambahan
bobot hidup pada ayam kampung sebesar 75,27
gram, sedangkan pada ayam ras petelur jantan
137,87 g. Hasil analisis varians menunjukkan
bahwa jenis ayam dan level biji saga
berpengaruh sangat nyata (P <0,01) terhadap
pertambahan bobot hidup serta terdapat
interaksi nyata antara kedua faktor tersebut.
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
pertambahan bobot hidup (g/ekor/minggu)
terbesar didapati pada ayam yang
mengkonsumsi pakan R
3
(117,89 g), diikuti
oleh R
0
(107,45 g) dan R
2
(106,53 g) dan yang
paling rendah adalah R
1
(94,41 g). Hal ini ada
kaitannya dengan konsumsi pakan dimana
ayam yang mengkonsumsi pakan R
1
yang
paling rendah (karena kejadian coccidiosis).
Hasil uji beda nyata terkecil menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan nyata (P < 0,05)
sedangkan antara R
0
dan R
2
tidak terdapat
perbedaan yang nyata (P > 0,05). Hasil ini
menunjukkan bahwa pertambahan bobot hidup
ayam sangat dipengaruhi oleh jenis ayam, level
biji saga dan interaksi antara jenis ayam dan
level biji saga.
Pengaruh interaksi terhadap pertambahan
bobot hidup, menunjukkan bahwa kombinasi
perlakuan A
2
R
3
memiliki pertambahan bobot
hidup terbesar (145,90 gram), diikuti oleh A
2
R
0
(140,13 gram) dan yang paling kecil adalah
kombinasi perlakuan A
1
R
1
(57,65 gram). Hasil
uji Beda Nyata Terkecil menunjukkan bahwa
kombinasi perlakuan A
1
R
1
berbeda sangat
nyata (P < 0,01) dengan semua kombinasi
perlakuan lainnya, sementara A
1
R
0
berbeda
sangat nyata (P < 0,01) dengan kombinasi-
kombinasi perlakuan lainnya, kecuali dengan
A
1
R
2
. Kombinasi perlakuan A
1
R
2
berbeda
nyata (P <0,05) dengan perlakuan A
1
R
3
dan
berbeda sangat nyata (P < ,01) dengan
perlakuan A
2
R
1
, A
2
R
2
, A
2
R
0
, dan A
2
R
3
.
Kombinasi perlakuan A
1
R
3
berbeda sangat
nyata (P <0,01) dengan A
2
R
1
, A
2
R
2
, A
2
R
0
, dan
A
2
R
3
. Sementara A
2
R
3
berbeda sangat nyata
(P <0,01) dengan semua kombinasi perlakuan
lainnya, kecuali dengan A
2
R
0
.
Tabel 4. Rataan pertambahan bobot hidup ayam (g/ekor/minggu) selama penelitian
J enis Level biji saga
Ayam R
0
R
1
R
2
R
3
Rataan
A
1
74.77
d
57.65
e
78.78
d
89.88
c
75.27
A
2
140.13
ab
131.18
b
134.28
b
145.90
a
137.87
Rataan 107.45 94.41 106.53 117.89
Superskrip yang sama pada baris dan kolom menunjukkan perbedaan tidak nyata (P >0,05)
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
621
Tabel 5. Rataan nilai konversi pakan ayamselama penelitian
J enis Level biji saga
Ayam R
0
R
1
R
2
R
3
Rataan
A
1
4.02
c
4.38
c
3.49
b
3.15
b
3.76
A
2
2.13
a
2.17
a
2.18
a
2.07
a
2.14
Rataan 3.07 3.28 2.83 2.61
Superskrip yang sama pada baris dan kolom menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05)
Kenyataan ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan ternak ayam pada penelitian ini
sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan
faktor lingkungan serta faktor interaksi antara
genetik dan lingkungan. Hal lain yang dapat
menjelaskan akan keadaan ini adalah respon
dari masing-masing jenis ayam terhadap level
biji saga dalam pakan yang dikonsumsinya
adalah berbeda, di mana terdapat perbedaan
yang nyata antara ayam kampung dengan ayam
ras petelur, yang nampak dalam angka
pertambahan bobot hidup yang sangat berbeda.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat
J ULL (1978) bahwa kecepatan pertumbuhan
dipengaruhi oleh faktor genetik, pola
pemeliharaan, makanan, serta pengendalian
penyakit.
Pengaruh perlakuan terhadap konversi
pakan
Data rataan pakan ayam hasil penelitian
tercantum pada Tabel 5. Data pada Tabel 5
memperlihatkan bahwa rataan nilai konversi
pakan pada ayam kampung adalah 3,76 dan
rataan konversi pakan pada ayam ras petelur
jantan adalah 2,14. Hasil analisis varians
menunjukkan bahwa jenis ayam dan level biji
saga berpengaruh sangat nyata (P < 0,01)
terhadap nilai konversi pakan dan didapati juga
pengaruh interaksi nyata (P <0,05) dari kedua
faktor tersebut.
Penelitian ini menunjukkan bahwa R
3
lebih
efisien (2,61) diikut oleh R
2
(2,83) dan yang
paling tidak efisien adalah R
1
(3,28). Hasil uji
lanjut (BNT) menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan nyata (P <0,05) antara R
1
dengan
R
2
dan R
3
. Demikian pula antara R
0
dengan R
3
,
sedangkan antara level lainnya tidak didapati
perbedaan nyata. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa nilai konversi pakan
dipengaruhi oleh jenis ayam, level biji saga dan
interaksi antara jenis ayam dan level biji saga.
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa
kombinasi perlakuan A
2
R
3
yang paling efisien
(nilai konversi = 2,07), diikuti oleh A2R0
(2,13), dan yang paling tidak efisien adalah
A
1
R
1
(4,38), yang selain disebabkan oleh
bangsa (genetik) ayam juga diakibatkan oleh
kejadian penyakit. Namun diduga dalam
penelitian ini pengaruh genetik lebih dominan
terhadap konversi pakan. Dalam hal ini terlihat
dari kenyataan bahwa bukan hanya karena
ayam kampung cenderung mengkonsumsi
lebih sedikit, namun pada kondisi konsumsi
yang hampir sama banyakpun tidak
memberikan efisiensi yang lebih baik.
Pendapat ini sesuai dengan SUHARSONO
(1976) dan WIHARTO (1987) yang menyatakan
bahwa efisiensi penggunaan pakan dan laju
pertumbuhan dipengaruhi oleh variansi genetik
dan lingkungan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
penelitian ini, maka dapat dikemukakan
simpulan saran sebagai berikut:
1. Penampilan pertumbuhan dari ayam
dipengaruhi oleh jenis ayam, level biji saga
dan interaksi antara jenis ayam dan level
biji saga.
2. Penggunaan tepung biji saga sebagai
sumber protein alternatif dalam pakan ayam
kampung dan ras petelur jantan
menunjukkan pengaruh yang berarti
terhadap pertambahan bobot hidup, dan
konversi pakan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
622
3. Penggunaan tepung biji saga sebanyak
7,5% dalam pakan ayam kampung dan ras
petelur jantan (atau menggantikan 100%
porsi kacang hijau), memberikan hasil
terbaik dibandingkan dengan perlakuan
yang lain terhadap bobot hidup, dan
konversi pakan. Karena itu level 7,5%
tepung biji saga dapat dianjurkan dalam
pakan ternak ayam potong kampung dan
ras petelur jantan.
DAFTAR PUSTAKA
CORNELIA, A. 2003. Produksi Karkas dan Imbangan
Daging Tulang Kelinci Lokal J antan yang
Diberi Konsentrat dengan Level Protein
Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Nusa Cendana, Kupang.
J ULL, M.A. 1978. Succes Full Poultry Management
Ed. Mc. Graw Hill Book Company. Inc.
New York.
NITSAM, Z. and E. ALUMOT. 1963. Role of the
Caecumin the Utilization of Raw Soybean in
the Chicks. J . Nutr. 80: 299 304.
PARKHURST, R.T. 1987 Commercial Broiler
Production. Agricultural Research Service,
Usda, 320.
RASYAF, M. 1987. Beternak Ayam Pedaging.
PT Penebar Swadaya. Jakarta.
RASYAF, M. 2001. Beternak Ayam Kampung.
PT Penebar Swadaya. Jakarta.
STEEL, R.G.D. and J .H. TORRIE. 1986. Principles and
Procedures of Statistics, A Biometrical
Approach. International Student Edition,
McGRaw-Hill, 5
th
Printing.
SUHARSONO. 1976. Respon Broiler Terhadap
Berbagai Kondisi Lingkungan Disertasi.
Doktor. Ilmu Peternakan Universitas Pajajaran
Bandung.
WIHARTO. 1987. Petunjuk Beternak Ayam. Lembaga
Penerbitan Universitas Brawijaya, Malang.