Peer Group Support DM Tipe 2

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Peer Group Support terhadap Perubahan Kepatuhan Pengelolaan Penyakit Diabetes

Mellitus Tipe 2
Yuyun Diantiningsih*, Kusnanto**, Abu Bakar**
*Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
** Staf Pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

Email: diedie_yun@yahoo.co.id
ABSTRACT
Introduction: Diabetes Mellitus is a chronic disease that cannot be cured so that
compliance is required to manage the disease. Patient compliance is in accordance with
the provisions of the behavior of health workers. This research was aimed to analyze the
effect of peer group support on the compliance of type 2 Diabetes Mellitus disease
management.
Methods: These research was used a quasy experiment pre post test designed. The
selection of sample by using a purposive sampling and was obtained 16 respondents from
77 population. The independent variable was a peer group support that carried out for two
weeks while dependent variable was dietary compliance, exercise and drugs consumption
which data was collected by observation sheet. The data were analyzed by using Wilcoxon
Signed Rank Test and Mann Whitney U Test with significant value of 0.05.
Result and Analysis: The results showed that there was increase of dietary compliance
(p=0.012) but there was no effect of peer group support for dietary compliance (p=0.14),
the increase of exercise compliance (p=0.012) and there was effect of peer group support
for exercise compliance (p=0.004), and the increase of drugs consumption compliance
(p=0.027) and there was effect of peer group support for drugs consumption compliance
(p=0.048).
Discussion and Recommendation: It can be concluded from this research that peer group
support had good effect to improve dietary compliance, exercise, and drugs consumption
so that blood sugar could be controlled. Larger respondents, more proper instruments and
longer duration of study will be needed to get a better result of the further research.
Key words: peer group support, compliance, Diabetes Mellitus
konsumsi obat hipoglikemi. Keberhasilan
4 pilar tersebut dapat diketahui dengan
melaksanakan kontrol kesehatan secara
rutin khususnya kontrol gula darah
(Misnadiarly, 2006).
Berdasarkan
hasil
study
pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
kepada 20 orang penderita DM dengan
menggunakan kuisioner menyatakan
bahwa 17 orang tidak patuh terhadap diet,
10 orang tidak patuh terhadap exercise
dan 17 orang tidak patuh dalam
mengkonsumsi obat. Ketidakpatuhan ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain tidak ada waktu untuk kontrol

PENDAHULUAN
American Diabetes Assosiation
(ADA) (2008) dalam PERKENI (2011)
menyatakan bahwa Diabetes Mellitus tipe
2 (DM tipe 2) merupakan kelompok
Diabetes Mellitus (DM) dengan resistensi
insulin dan defisiensi insulin relatif serta
gejala yang tidak dapat dirasakan pada
stadium awal dan tidak terdiagnosa
sampai
terjadinya
komplikasi.
Pengelolaan kadar gula darah penderita
DM tipe 2 dengan melaksanakan 4 pilar
pengelolaan penyakit DM tipe 2 yaitu
pendidikan kesehatan, diet, exercise dan
1

kenaikan jumlah penderita DM di


Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Lebih
dari 90% penderita DM termasuk
penderita DM tipe 2. Kepala Dinas
Kesehatan Jawa Timur Mudjib Affan
mengatakan bahwa jumlah penderita DM
yang dirawat di rumah sakit seluruh Jawa
Timur sebanyak 5.551 orang. Terdapat
172 orang diantaranya meninggal dunia
(Harian Seputar Indonesia, 2011).
Berdasarkan data yang didapatkan
dari balai pengobatan Puskesmas
Kebonsari Surabaya, tahun 2009 terdapat
penderita DM tipe 2 sebanyak 1071,
tahun 2010 sebanyak 1572, tahun 2011
sebanyak 1581 dan sampai dengan akhir
bulan Februari pada tahun 2012
didapatkan 349 penderita yang terdiri atas
70 penderita laki-laki dan 279 penderita
perempuan. Peningkatan penderita DM
tipe 2 di wilayah tersebut, dari tahun ke
tahun jumlahnya semakin meningkat. Hal
ini disebabkan oleh pola hidup yang tidak
sehat dan adanya mobilisasi penduduk
serta penduduk musiman.
Sebanding dengan meningkatnya
jumlah penderita DM tipe 2, tingkat
kepatuhan pengelolaan DM tipe 2
semakin tidak terkontrol dan akan
menyebabkan komplikasi (FKUI, 2009).
Komplikasi DM tipe 2 antara lain
hipoglikemia,
koma
diabetikum,
retinopati, gangrene diabetic yang
berakhir pada amputasi dan penurunan
kemampuan organ tubuh (Tjokroprawiro,
2011). Komplikasi penderita DM tipe 2
yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas
Kebonsari sampai saat ini belum
ditemukan tetapi penderita harus tetap
meningkatkan kepatuhan pengelolaan
penyakit DM tipe 2 untuk menghindari
kemungkinan komplikasi yang akan
terjadi.
Tingkat kepatuhan pengelolaan
penyakit DM tipe 2 dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu pemahaman tentang
instruksi, kualitas interaksi, dukungan
sosial keluarga atau teman sebaya, serta
keyakinan, sikap dan kepribadian pasien

kesehatan, tidak tahu informasi tentang


penyakitnya, keadaan ekonomi yang
masih rendah dan faktor sosial budaya.
Selama ini usaha yang sudah dilakukan
oleh Puskesmas Kebonsari Surabaya
untuk meningkatkan kepatuhan penderita
DM dalam mengatur pola makan,
exercise dan konsumsi obat adalah
konseling individu, paguyupan DM dan
penyuluhan yang dilakukan di ruang
tunggu Puskesmas Kebonsari. Konseling
individu dan penyuluhan yang dilakukan
terhitung
tidak
efektif
untuk
meningkatkan pengetahuan penderita
karena pemberian informasi yang
diberikan tidak ada follow up-nya
sehingga
tidak
ada
perubahan
peningkatan kepatuhan.
Pengelolaan
DM
tipe
2
membutuhkan partisipasi aktif dari
tenaga
kesehatan,
keluarga
dan
masyarakat untuk mendampingi penderita
dalam upaya peningkatan kepatuhan
pengelolaan penyakit DM tipe 2 dengan
teratur dan terkontrol (Askandar, 2004).
Support system sangat berperan untuk
meningkatkan kepatuhan pengelolaan
penyakit DM tipe 2 (Friedman, 1998).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Ilkafah (2011) tentang pengaruh peer
group support terhadap self-efficacy,
kontrol gula darah dan self care activities
pada penderita DM dengan 29 responden
menyatakan 45% atau 19 orang terjadi
peningkatan kontrol gula darah, yang
berarti penderita mengalami peningkatan
kemandirian dalam pengelolaan DM.
Peer group support merupakan salah satu
support system dari sekelompok orang
yang menderita penyakit yang sama. Peer
group support dapat mengurangi masalah
perilaku kesehatan, mengurangi depresi
dan mempunyai kontribusi untuk
meningkatkan kepatuhan pengelolaan
penyakit DM tipe 2. Pengaruh peer group
support dalam meningkatkan kepatuhan
pengelolaan penyakit DM tipe 2 masih
perlu dibuktikan lagi.
Organisasi
Kesehatan
Dunia
(WHO) tahun 2003 memprediksikan
2

menjalankan pilar pengelolaan penyakit


DM tipe 2.
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa peer group support
dapat diterapkan di Puskesmas Kebonsari
Surabaya sebagai kontribusi dalam
mengembangkan
ilmu
keperawatan
khususnya dalam keperawatan komunitas
untuk meningkatkan kepatuhan diet,
exercise, dan konsumsi obat pada
penderita DM tipe 2.

(Niven, 2005). Intervensi yang tepat


untuk meningkatkan kepatuhan tersebut
yaitu dengan memberikan informasi dan
dukungan khususnya dukungan dari
kelompok teman sebaya (peer group
support). Menurut Randall (2003) peer
group support merupakan tempat yang
praktis bagi sekelompok orang yaitu
penderita DM tipe 2 untuk memberikan
dan menerima dukungan emosional serta
pertukaran informasi. Penderita akan
lebih
terbuka
mengungkapkan
permasalahannya dalam peer group ini.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nuryati (2010) tentang pelaksanaan peer
group support untuk meningkatkan
pengetahuan yang dilakukan 2 kali per
minggu selama 2 minggu dengan durasi
setiap pertemuan 60 menit menunjukan
hasil
yang
efektif
yaitu
100%
pengetahuan
penderita
meningkat.
Ilkafah (2011) juga melakukan peer
group support 2 kali per minggu selama 2
minggu dengan durasi 60 menit untuk
meningkatkan
kemandirian
dalam
pengelolaan penyakit DM tipe 2.
Penderita DM tipe 2 yang baru
ataupun yang lama dianjurkan untuk
bergabung dalam kelompok pendukung
untuk mendapatkan partisipasi dari
sesama anggota. Partisipasi seperti ini
dapat membantu penderita dalam
meningkatkan kepatuhan menjalankan
diet (rencana makan), exercise, dan
konsumsi obat serta dalam menghadapi
perubahan gaya hidup yang terjadi pada
penderita DM baru dan mengatasi
komplikasinya. Penderita DM yang ikut
serta dalam peer group support sering
mendapatkan berbagai informasi dan
pengalaman yang berharga dari para
penderita lainnya. Kelompok pendukung
memberikan
kesempatan
untuk
berdiskusi berbagai stategi dalam
mengatasi penyakit dan pengelolaannya
(Smeltzer & Bare, 2002). Dukungan yang
diberikan melalui partisipasi antar
kelompok pendukung dapat membantu
penderita untuk meningkatkan kepatuhan

BAHAN DAN METODE


Desain dalam penelitian ini
menggunakan quasy experiment dengan
pendekatan non-randomized control
group pretest-postest design untuk
menganalisis pengaruh peer group
support terhadap kepatuhan pengelolaan
penyakit DM tipe 2 di wilayah kerja
Puskesmas Kebonsari Surabaya. Populasi
dalam penelitian ini adalah penderita DM
tipe 2 yang tinggal di wilayah Kebonsari
Surabaya pada tahun 2012, khususnya
kelurahan Karah dan Pagesangan,
sebanyak 77 penderita. Pengambilan
sampel sebesar 22 penderita pada
penelitian ini dilakukan dengan cara
nonprobability sampling, yaitu dengan
teknik purposive sampling berdasarkan
kriteria inklusi yaitu usia antara 40-60
tahun, penderita mempunyai kemampuan
membaca dan menulis, mengkonsumsi
obat hipoglikemi oral atau insulin dan
penderita kooperatif dalam mematuhi
aturan kegiatan yang telah disepakati.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah mengalami gangguan pendengaran
dan penglihatan serta penderita yang
mengalami komplikasi seperti retinopati,
diabetikum dan gangren. Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 3 Mei sampai
dengan 29 Mei 2012.
Variabel
independen
dalam
penelitian ini adalah peer group support,
sedangkan variabel dependennya adalah
kepatuhan pengelolaan DM tipe 2 berupa
diet, exercise, dan konsumsi obat.
3

panduan penatalaksanaan DM terpadu


karangan FKUI (2009).
Data yang terkumpul, dianalisis
perbedaan perubahan kepatuhan diet,
exercise, dan konsumsi obat sebelum dan
sesudah diberikan intervensi dengan uji
Wilcoxon Signed Rank Test. Selanjutnya
untuk menganalisis perbedaan perubahan
kepatuhan diet, exercise, dan konsumsi
obat pada responden kelompok perlakuan
dan responden kelompok kontrol
dilakukan uji Mann Whitney U Test
dengan tingkat kemaknaan 0,05.

Instrumen dalam penelitian ini


berupa Satuan Acara Kegiatan (SAK) dan
lampiran materi yang digunakan untuk
mengukur variabel independen. Variabel
dependen berupa kepatuhan diet, diukur
menggunakan instrumen berupa lembar
observasi dan checklist yang dibuat oleh
peneliti berdasarkan buku panduan
lengkap pola makan untuk penderita DM
karangan
Tjokroprawiro
(2011).
Kepatuhan exercise dan konsumsi obat
diukur menggunakan instrumen lembar
observasi dan checklist berdasarkan buku

HASIL
Tabel 1. .Hasil Analisis Statistik Perubahan Kepatuhan Diet Sebelum dan Sesudah
.Diberikan Intervensi pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol.
Perlakuan
Kontrol
Pre
Post
Pre
Post
Mean
37,65
64,14
44,00
51,44
SD
13,94
18,32
19,81
21,96
Analisis Wilcoxon Signed Rank Wilcoxon Signed Rank
Test p=0,012
Test p=0,046
Diet

Post
Post
64,14
51,44
18,32
21,96
Mann Whitney U Test
p=0,14

Tabel 2. ..Hasil Analisis Statistik Perubahan Kepatuhan Exercise Sebelum dan Sesudah
.Diberikan Intervensi pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol.
Perlakuan
Kontrol
Exercise
Pre
Post
Pre
Post
Post
Post
Mean
29,79
68,43
41,70
44,05
68,43
44,05
SD
12,15
11,91
9,09
13,87
11,91
13,87
Analisis Wilcoxon Signed Rank Wilcoxon Signed Rank Mann Whitney U Test
Test p=0,012
Test p=0,34
p=0,004
Tabel 3.

Hasil Analisis Statistik Perubahan Kepatuhan Konsumsi Obat Sebelum dan


.Sesudah Diberikan Intervensi pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok
.Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Konsumsi
obat
Pre
Post
Pre
Post
Post
Post
Mean
56,05
83,04
65,16
51,34
83,04
51,34
SD
28,57
35,80
25,17
32,72
35,80
32,72
Analisis
Wilcoxon Signed Rank Wilcoxon Signed Rank Mann Whitney U
Test p=0,027
Test p=0,18
Test p=0,048

Keterangan: Mean=rerata

SD=standar deviasi

p=signifikasi

group support terhadap peningkatan


kepatuhan exercise pada penderita DM.
Nilai rerata kepatuhan konsumsi obat
responden kelompok perlakuan pada pre
test adalah 56,05 dan post test adalah
83,04. Kelompok kontrol nilai rerata
respondennya pada pre test adalah 65,16
dan pada post test 51,34. Hasil uji statistik
menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test
pada kelompok perlakuan adalah p=0,027
berarti
<0,05 maka ada peningkatan
kepatuhan konsumsi obat DM dengan
diberikan intervensi peer group support.
Sedangkan pada kelompok kontrol p=0,18
artinya p> >0,05 maka pada kelompok
kontrol tidak ada peningkatan kepatuhan
konsumsi obat dengan intervensi seperti
biasa dan media informasi booklet. Hasil
analisis data dengan uji statistik Mann
Whitney U Test didapatkan p=0,048 yang
artinya p< <0,05 maka ada perbedaan
antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol yang berarti ada pengaruh
intervensi peer group support terhadap
peningkatan kepatuhan konsumsi obat
pada penderita DM.

Aspek kepatuhan diet menunjukan


bahwa nilai mean kepatuhan diet
responden kelompok perlakuan pada pre
test adalah 37,65 dan 64,14 pada post test.
Kelompok kontrol diperoleh nilai mean
pada pre test adalah 44,00 dan pada post
test adalah 51,44. Hasil uji statistik
menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test
pada kelompok perlakuan menunjukan
hasil p=0,012 berarti
<0,05 maka ada
peningkatan kepatuhan diet DM dengan
diberikan intervensi peer group support.
Pada kelompok kontrol diperoleh p=0,046
yang artinya p< <0,05 maka pada
kelompok kontrol ada peningkatan
kepatuhan diet dengan diberikan intervensi
seperti biasa dan media informasi booklet.
Hasil analisis dengan menggunakan uji
statistik Mann Whitney U Test didapatkan
nilai signifikasi p=0,14 artinya p> >0,05
sehingga tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol yang berarti tidak ada
pengaruh intervensi peer group support
terhadap peningkatan kepatuhan diet pada
penderita DM.
Nilai rerata tindakan kepatuhan
exercise responden kelompok perlakuan
pada pre test adalah 29,76 dan post test
adalah 68,43. Responden pada kelompok
kontrol, nilai rerata kepatuhan exercise saat
pre test adalah 41,70 dan post test adalah
44,05. Hasil uji statistik menggunakan
Wilcoxon Signed Rank Test pada kelompok
perlakuan adalah p=0,012 berarti
<0,05
artinya ada peningkatan kepatuhan
exercise DM yang signifikan setelah
diberikan intervensi peer group support.
Kelompok kontrol, hasil uji statistiknya
adalah p=0,34 berarti p> >0,05 maka pada
kelompok kontrol tidak ada peningkatan
kepatuhan exercise dengan intervensi
seperti biasa dan media informasi booklet.
Hasil analisis data dengan menggunakan
uji statistik Mann Whitney U Test
didapatkan p=0,004 berarti p< <0,05 maka
ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
yang berarti ada pengaruh intervensi peer

PEMBAHASAN
Mayoritas responden sebelum diberi
intervensi peer group support pada
kelompok
perlakuan,
mempunyai
kepatuhan diet yang kurang. Hal ini sesuai
dengan teori perubahan perilaku yang
menyatakan bahwa terbentuknya tindakan
(kepatuhan diet) seseorang dipengaruhi
oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Sulitnya prosedur pelaksanaan diet serta
didukung oleh belum maksimalnya
informasi diet dari pihak puskesmas
menyebabkan belum benarnya responden
menjalankan diet. Kurangnya dukungan
(teman
sebaya)
yang
bersedia
mendengarkan keluhan dan membantu
pemecahan masalah dalam menjalankan
diet menjadi penyebab utama rendahnya
kepatuhan terhadap diet. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Smet (1994) bahwa
strategi untuk meningkatkan kepatuhan
5

Menurut peneliti, perubahan kepatuhan


diet pada kelompok perlakuan terjadi
karena pertama adanya dukungan berupa
informasi diet dan motivasi teman sebaya
dalam pemecahan masalah diet sehingga
responden dapat menjalankan prosedur diet
sesuai informasi yang diperoleh. Robert
Weiss (1974) dalam Peplau (2002)
menyatakan bahwa hubungan sosial berupa
dukungan dapat memberikan kesempatan
bagi individu untuk menikmati berbagai
kebersamaan.
Kebersamaan
dalam
berbagai kegiatan, minat dan sikap
mematuhi aturan diet diberikan oleh
hubungan dalam kelompok teman sebaya.
Kedua, penderita merasa mempunyai
kelompok sosial yang siap mendengarkan
keluhan dan berbagi strategi pemecahan
masalah
diet
serta
membantu
meningkatkan
kepatuhan
dalam
menjalankan diet. Ketiga, meningkatnya
persepsi dan self efficacy tentang manfaat
mematuhi diet akan membawa perbaikan
pada kondisi kesehatan karena akan
menstabilkan gula darah serta dapat
mencegah komplikasi. Diet merupakan
pilar utama pengendali glukosa darah pada
penderita DM (Misnadiarly, 2006).
Peningkatan persepsi diri terhadap
pengelolaan
gula
darah
dengan
menjalankan diet akan menstimulus
keyakinan penderita untuk hidup sehat
(Greco, 2001).
Keempat, adanya fasilitas penunjang
booklet yang memudahkan penderita untuk
menyusun makanan yang harus dimakan
karena didalamnya terdapat berbagai
aturan, jam makan, jumlah makanan, jenis
makanan berserta kandungan kalorinya dan
makanan pengganti sehingga penderita
dapat dengan mudah untuk melakukan
perencanaan makan. Didukung pernyataan
Kuerstein (1986) dalam Niven (1995) yang
menyatakan bahwa penggunaan media
informasi secara mandiri, berupa buku
(booklet) dan kaset dapat meningkatkan
tindakan kepatuhan.
Menurut
peneliti,
peningkatan
kepatuhan diet juga disebabkan oleh faktor
usia, tingkat pendidikan, dan lamanya

antara lain adalah adanya dukungan


profesional kesehatan, dukungan sosial,
perilaku kesehatan, dan pemberian
informasi.
Peningkatan kepatuhan diet terjadi
setelah diberikan intervensi peer group
support sehingga mayoritas responden
memiliki kepatuhan cukup dan baik. Hasil
observasi peneliti, dengan melihat buku
catatan menunjukkan bahwa sebagian
besar responden setelah intervensi mampu
melakukan pengaturan pola makan dengan
benar. Sehari tiga kali makan besar (pagi,
siang, dan sore) serta tiga kali makan kecil.
Terdapat satu responden yang tidak
mengalami peningkatan kepatuhan diet
setelah dilakukan intervensi peer group
support. Menurut responden tersebut, hal
ini disebabkan karena sulitnya prosedur
pengaturan pola makan. Berdasarkan
pengamatan peneliti, responden tersebut
memang mengikuti peer group support
secara teratur, namun kadang kurang
memperhatikan dan menyelami informasi
dengan baik. Berdasarkan pengamatan
tersebut, peneliti menilai bahwa kualitas
lebih penting daripada kuantitas dalam
mengikuti peer group support. Kuantitas
peer group support dengan didukung oleh
kualitas yang maksimal akan menghasilkan
efek yang baik.
Hasil analisis data tentang pengaruh
peer group support terhadap kepatuhan
diet
pada
kelompok
perlakuan
menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan. Sesuai dengan penelitian
sebelumnya oleh Ilkafah (2011) yang
menyatakan bahwa peer group support
dapat
meningkatkan
self
efficacy
pengelolaan DM. Self efficacy yang tinggi
akan meningkatkan self care activities
sehingga kepatuhan penderita dalam
menjalankan pilar pengelolaan DM salah
satunya diet juga akan meningkat. Hasil
tersebut didukung oleh teori belajar sosial
Bandura (1997) yang menyatakan bahwa
seseorang bertindak harus ada motivasi
dan dorongan dari lingkungan. Motivasi
dalam penelitian ini berasal dari teman
sebaya dengan penyakit yang sama.
6

informasi
seseorang
antara
lain
pendidikan, pengalaman, usia, lingkungan
dan pekerjaan.
Hal senada ditunjukkan oleh
responden pada kelompok kontrol. Hasil
statistik kepatuhan diet pada kelompok
kontrol menunjukkan terjadi peningkatan
kepatuhan diet meskipun kelompok kontrol
tidak mendapatkan intervensi peer group
support. Kelompok kontrol mendapatkan
intervensi seperti biasa dari puskesmas
induk berupa konseling diet serta
pemberian media informasi booklet oleh
peneliti
yang
bisa
meningkatkan
pengetahuan responden tentang pengaturan
pola makan. Konseling diet yang diberikan
puskesmas induk belum maksimal hanya
sebatas makanan yang boleh dikonsumsi
dan tidak boleh dikonsumsi tetapi media
informasi booklet mencantumkan berbagai
aturan diet secara lengkap berdasarkan
prinsip 3J, sehingga kedua media informasi
tersebut
bisa
saling
mendukung.
Penggunaan media informasi secara
mandiri berupa buku (booklet) dan kaset
dapat meningkatkan tindakan kepatuhan
(Niven, 1995). Pertanyaan-pertanyaan
yang dilontarkan responden saat peneliti
melakukan evaluasi 3 hari sekali
menyebabkan responden mengetahui apa
yang sebelumnya tidak diketahuinya. Hal
ini menyebabkan tanpa intervensi peer
group support sebagian besar responden
pada
kelompok
kontrol
dapat
meningkatkan
kepatuhan
dalam
menjalankan diet.
Terdapat semua responden pada
kelompok perlakuan sebelum diberi
intervensi peer group support mempunyai
kepatuhan exercise yang kurang. Sebagian
besar responden memang sudah melakukan
exercise sebelum adanya intervensi, tetapi
exercise yang dilakukan tidak sesuai
dengan standart yang telah ditentukan.
Responden tidak menghitung denyut nadi
sebelum exercise, tidak melakukan
pemanasan dan pendinginan, serta tidak
melakukan peregangan setelah exercise
inti. Masih rendahnya kepatuhan dalam
menjalankan exercise DM, dipengaruhi

menderita penyakit. Seluruh responden


pada kelompok perlakuan berada pada usia
40-60 tahun dimana usia tersebut mulai
menunjukkan adanya penurunan fungsi
fisiologis
sehingga
kemampuan
penyerapan informasi juga menurun
(Notoatmodjo,
2007).
Hal
ini
menyebabkan
sulitnya
responden
memahami informasi yang diberikan saat
pertemuan peer group support. Besarnya
kemauan responden untuk memahami
informasi
dan
didukung
dengan
penyampaian informasi oleh peneliti secara
berulang-ulang, menyebabkan responden
memahami informasi yang diberikan dan
mengaplikasikannya.
Tingkat pendidikan responden yang
mayoritas tidak lulus SD mempengaruhi
proses belajar. Tingkat pendidikan
berpengaruh
pada
saat
penderita
memperoleh pengalaman dari berbagai
latihan maupun tugas. Notoatmodjo (2007)
menyatakan semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah orang tersebut
menerima informasi. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian data demografi
mengenai tingkat pendidikan. Perubahan
tingkat kepatuhan diet paling signifikan
ditunjukkan oleh responden dengan tingkat
pendidikan terakhir adalah Sekolah
Menengah Pertama.
Penderita yang telah lama menderita
penyakit DM kemungkinan memiliki
kemampuan adaptasi yang lebih baik
dalam menjalankan diet daripada penderita
yang baru terdiagnosa DM (Gitawati,
2007). Lamanya seseorang menderita DM
tidak selalu berbanding lurus dengan
tingkat
pengetahuannya.
Keadaan
lingkungan yang mendukung yaitu
banyaknya penderita DM pada tempat
tersebut menyebabkan penderita tidak
sendiri dalam menghadapi penyakitnya.
Semangat penderita untuk hidup sehat juga
mempengaruhi kemamuan penderita untuk
menggali informasi lebih dalam dan
mengaplikasikannya. Hal ini didukung
oleh
Notoatmodjo
(2007)
yang
menyatakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
penyerapan
7

kebersamaan dan berbagi pengalaman


hidup dengan sesama penderita. Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Heisler (2007) yang menyatakan dukungan
teman sebaya dapat mengurangi masalah
perilaku kesehatan termasuk perilaku yang
berhubungan
dengan
meningkatkan
kepatuhan terhadap pengobatan, diet,
exercise, dan monitor gula darah.
Didukung oleh penelitian Gail (2010) yang
menyatakan bahwa intervensi peer group
support dapat menurunkan depresi,
meningkatkan aspek psikososial meliputi
kualitas hidup dan self efficacy. Kepatuhan
exercise merupakan kualitas hidup yang
dapat menunjang kestabilan gula darah
penderita DM. Hasil penelitian Heisler
(2010) lainnya yang membandingkan peer
group support dengan Nurse Care
Management (NCM) untuk mengukur
perubahan kadar HbA1C pada penderita
DM, menyatakan bahwa peer group
support dapat menurunkan HbA1C
sedangkan NCM justru meningkatkan
HbA1C. Hal ini menunjukan bahwa peer
group support lebih efektif daripada NCM
dalam
meningkatkan
kepatuhan
menjalankan pilar pengelolaan DM salah
satunya exercise.
Menurut Kaplan & Saddock (1997),
anggota
kelompok
memberikan
persahabatan yang baru saat terjadi
masalah dan memiliki kesempatan untuk
membantu satu sama lain. Persahabatan
yang dibentuk dapat meningkatkan
semangat responden dalam menjalankan
exercise. Cepatnya penyerapan informasi
yang diberikan pada kelompok perlakuan,
dibuktikan dengan munculnya strategi
pemecahan masalah yang bermanfaat bagi
anggota lain. Hal ini dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan berapa lama
responden menderita penyakit. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin cepat orang tersebut menyerap
informasi (Notoatmodjo, 2007). Begitu
juga semakin lama seseorang menderita
penyakit, semakin baik pula kemampuan
adaptasi orang tersebut dalam menjalankan

oleh kompleksnya prosedur exercise yang


merupakan salah satu pilar pengelolaan
DM (Heisler, 2007). Penderita DM harus
mengikuti berbagai aturan baru dalam
menjalankan exercise yang dianggap sulit
oleh sebagian besar responden. Menurut
peneliti, rendahnya kepatuhan exercise
pada kelompok perlakuan disebabkan
karena ketidaktahuan responden tentang
informasi prinsip exercise DM yang benar.
Mayoritas responden setelah dilakukan
intervensi peer group support dapat
melakukan exercise dengan benar sehingga
mengalami
peningkatan
kepatuhan
menjadi skala cukup dan baik. Responden
melakukan pemanasan, pendinginan, dan
peregangan selama kurang lebih 10 menit
sesuai prinsip exercise DM. Tindakan
menghitung denyut nadi sebelum exercise
tidak pernah dilakukan responden karena
dirasa sangat sulit. Responden kurang
terampil dalam menentukan intensitas
latihan yang harus dilakukan berdasarkan
MHR dan THR.
Terdapat satu responden yang tidak
mengalami perubahan kepatuhan exercise
setelah intervensi peer group support.
Responden tersebut berpendapat bahwa
asalkan badan kita gerak, hal itu sudah
termasuk
exercise,
tanpa
harus
melakukannya sesuai prinsip exercise DM.
Hal
ini
memang
benar
bahwa
menggerakkan anggota tubuh sudah
termasuk olahraga, tetapi perlu dikaji ulang
tentang gerak yang dilakukan seperti apa.
Gerakan yang berlebihan atau hanya
bertumpu pada satu anggota badan justru
membawa resiko bagi penderita DM
seperti cidera muskuloskleletal (Barnes,
2012). Exercise yang dipilih pada
penderita DM sebaiknya exercise yang
dapat menggerakkan seluruh anggota
badan seperti jogging, bersepeda dan
berenang (Tandra, 2007).
Hasil analisis data menunjukkan
pada
kelompok
perlakuan
terjadi
peningkatan kepatuhan exercise yang
signifikan setelah intervensi peer group
support. Keberhasilan dari peer group
support berkaitan dengan adanya rasa
8

menyebabkan responden tidak maksimal


dalam memperoleh informasi. Hal ini
menyebabkan
rendahnya
perubahan
tindakan
kepatuhan
exercise
yang
ditunjukkan oleh responden kelompok
kontrol. Menurut peneliti, kurangnya
kesadaran dan keyakinan responden akan
pentingnya manfaat exercise juga menjadi
alasan tidak stabilnya kepatuhan exercise
yang dilakukan. Sesuai dengan Becker
(1979) dalam Niven (2002) yang telah
membuat suatu usulan bahwa model
keyakinan kesehatan berguna untuk
memperkirakan adanya ketidakpatuhan.
Kepatuhan konsumsi obat pada
kelompok perlakuan sebelum adanya
intervensi sangat bervariasi yaitu kurang,
cukup dan baik. Setengah dari jumlah
responden tersebut berada pada skala
kurang. Observasi peneliti sebelum
dilakukan peer group support didapatkan
hasil bahwa sebagian besar responden
tidak mengkonsumsi obat tepat waktu dan
tepat dosis tetapi tepat dalam hal jenis. Hal
ini disebabkan apabila responden sudah
merasa tubuhnya dalam keadaan baik-baik
saja, mereka akan mengurangi sendiri
dosis obat hingga akhirnya tidak
mengkonsumsi obat lagi. Faktor kebosanan
karena konsumsi obat DM dilakukan terus
menerus,
juga
menjadi
penyebab
ketidakpatuhan konsumsi obat responden.
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa
seseorang akan melaksanakan atau
mempraktekkan apa yang diketahui setelah
seseorang mengetahui stimulus atau objek,
dan mengadakan penilaian atau pendapat
terhadap apa yang diketahui. Proses
selanjutnya setelah penilaian inilah yang
disebut praktek kesehatan, atau dapat
dikatakan perilaku kesehatan yaitu patuh
mengkonsumsi obat.
Responden yang sebelumnya dengan
skala kepatuhan kurang dan cukup setelah
dilakukan intervensi peer group support
sebagian besar menjadi skala baik dengan
nilai atau prosentase maksimal. Sesuai
hasil penelitian Heisler (2007) yang
menyatakan peer group support dapat
mengurangi masalah perilaku kesehatan

terapi pengelolaan penyakit (Gitawati,


2007).
Menurut
peneliti,
perubahan
kepatuhan exercise terjadi karena pertama
adanya persepsi dan keyakinan bahwa
dengan berolahraga tubuh menjadi lebih
sehat. Pada saat berolahraga, resistensi
insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas
insulin meningkat. Hal ini menyebabkan
kebutuhan insulin pada penderita DM saat
berolahraga akan berkurang (Ilyas, 2009).
Kedua, adanya dukungan teman
sebaya
yang
mengusulkan
untuk
melakukan exercise bersama setiap 2 hari
sekali pada pagi hari. Dukungan yang
diberikan menyebabkan responden dapat
melakukan tindakan exercise sesuai
prinsipnya. Hal ini didukung oleh teori
belajar sosial Bandura (1997) yang
menyatakan perlunya motivasi dan
dukungan lingkungan untuk bertindak
sesuai
informasi
yang
diperoleh.
Tersedianya
fasilitas booklet
yang
memberikan informasi exercise sesuai
dengan frekuensi, intensitas, time, dan tipe
juga menunjang peningkatan kepatuhan
exercise responden kelompok perlakuan.
Responden dapat memperoleh informasi
exercise setiap saat dari media booklet
tanpa harus bertatap muka dengan peneliti
saat intervensi berlangsung. Hal ini
menyebabkan
cepatnya
responden
mengaplikasikan informasi yang diperoleh.
Didukung pernyataan Kuerstein (1986)
dalam Niven (1995) bahwa penggunaan
media informasi secara mandiri, berupa
buku
(booklet)
dan
kaset
dapat
meningkatkan tindakan kepatuhan.
Hal berbeda ditunjukkan responden
kelompok kontrol. Hasil post test
menunjukkan mayoritas responden tetap
dalam keadaan skala kurang bahkan ada
yang mengalami penurunan kepatuhan.
Niven (2002) menyatakan bahwa tidak ada
seseorang yang dapat mematuhi instruksi
yang diberikan jika orang tersebut salah
memahami instruksi yang diberikan
kepadanya. Pemberian media informasi
booklet tanpa didukung penjelasan atau
pemberian
instruksi
yang
jelas,
9

konsumsi obat. Hal ini disebabkan


responden tersebut ingin menstabilkan gula
darah dengan mengatur pola makan dan
exercise saja. Pengaturan pola makan dapat
mengurangi beban kerja kelenjar pankreas
dalam memproduksi hormon insulin,
sedangkan aktivitas fisik serta olahraga
aerobik yang tepat dapat membantu
meningkatkan kepekaan reseptor insulin
pada sel-sel tubuh (Annisa, 2009). Hal ini
menyebabkan penderita DM dapat hidup
dengan
penyakitnya
tanpa
harus
menggunakan obat hipoglikemi oral atau
insulin dengan dosis berlebihan. Soegondo
(2009) juga menyatakan bahwa konsumsi
obat dilakukan penderita bila diperlukan
saja. Pengendali glukosa darah sebagian
besar dipengaruhi oleh perencanaan makan
dan aktifitas fisik.
Hasil berbeda ditunjukkan oleh
responden pada kelompok kontrol dalam
menjalankan konsumsi obat yaitu terdapat
tiga responden yang mengalami penurunan
kepatuhan.
Seseorang
tidak
dapat
mematuhi instruksi yang diberikan, jika
orang
tersebut
salah
memahami
instruksinya (Niven, 2002). Pemberian
media informasi booklet pada responden
kelompok kontrol, tanpa didukung
penjelasan atau pemberian instruksi yang
jelas, menyebabkan responden tidak
maksimal dalam memperoleh informasi,
sehingga
enggan
untuk
mengaplikasikannya.
Sebagian
besar
responden menyatakan mengkonsumsi
obat saat tubuh merasakan keluhan seperti
pusing, mual, ataupun muntah. Responden
yang dalam keadaan baik-baik saja
memilih untuk tidak mengkonsumsi obat
yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan.
Kurangnya kemauan responden untuk
mendapatkan informasi tentang manfaat
obat dan akibat yang ditimbulkan apabila
tidak mengkonsumsi obat menjadi alasan
utama penurunan kepatuhan konsumsi obat
pada 3 responden kelompok kontrol.

dengan melakukan self management yang


efekif.
Ketidakpatuhan
dalam
mengkonsumsi obat merupakan salah satu
masalah kesehatan. Pengambilan obat yang
diresepkan serta mengkonsumsinya sesuai
instruksi yang diberikan, diperlihatkan
responden dalam penelitian tersebut
sehingga gula darah dapat terkontrol. Hal
ini senada dengan penelitian Norris (2001)
yang menyatakan bahwa penderita yang
menerima intervensi pendidikan serta
melibatkan peran penderita lain berupa
dukungan sosial menimbulkan manajemen
DM yang lebih baik. Manajemen DM
tersebut merupakan perubahan perilaku,
termasuk perilaku kepatuhan konsumsi
obat.
Menurut
peneliti,
peningkatan
kepatuhan konsumsi obat pada kelompok
perlakuan disebabkan karena responden
telah mendapatkan instruksi konsumsi obat
yang jelas dari peneliti. Pemberian
informasi tentang manfaat konsumsi obat
serta akibat yang ditimbulkan saat tubuh
tidak mengkonsumsi obat, menyebabkan
responden takut. Rasa bosan karena
konsumsi obat DM dilakukan seumur
hidup,
yang awalnya diungkapkan
responden sebelum intervensi peer group
support, setelah intervensi rasa tersebut
menghilang dan responden bersemangat
untuk mengkonsumsi obat sesuai aturan.
Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai
dengan apakah pengobatan tersebut
kuratif, prefentif, jangka panjang atau
jangka pendek. Sackett & Snow dalam
Niven (2005) menyatakan kegagalan untuk
mengikuti program pengobatan jangka
panjang, yang bukan dalam kondisi akut,
dimana derajat kepatuhannya rata-rata 50%
dan derajat tersebut bertambah buruk
sesuai waktu.
Sebagian besar responden menyadari
bahwa obat tidak hanya dikonsumsi saat
tubuh membutuhkan saja, tetapi harus
teratur untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Terdapat satu responden pada
kelompok perlakuan yang tetap dengan
skala kurang bahkan tidak mengalami
peningkatan
prosentase
kepatuhan
10

Barnes, D.E., 2012. Program Olahraga


Diabetes:
Panduan
untuk
Mengendalikan Glukosa Darah alih
bahasa
Aburiyati.
Yogyakarta:
P.T.Citra Aji Parama.
FKUI, 2009. Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu sebagai Panduan
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
bagi Dokter dan Edukator. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Friedman, M.M., 1988. Keperawatan
Keluarga: Teori dan Praktek.
Jakarta: EGC.
Gail, E.B., Robert, L.B., Fredric, M.W.,
Karen, F., 2010. The Effects of a
Web-Based
Intervention
on
Psychosocial Well-Being Among
Adults Aged 60 and Older With
Diabetes: A Randomized Trial.
Diabetes Educator. vol. 36 no.11
hal.446-456
diakses
dari
http://tde.sagepub.com/content/36/3/
446.abstract tanggal 21 Juni 2012
pukul 18.00.
Gitawati, D.S., 2007. Skripsi: Pengaruh
Peer Group Support terhadap Harga
Diri Manula. Surabaya: Fakultas
Keperawatan UNAIR.
Greco, P., Pendley, J.S., McDonell, K.,
Reeves, G., 2001. A Peer Group
Intervention for Adolescents With
Type 1 Diabetes and Their Best
Friends, Journal of Pediatric
Psychology. vol.26 no.8 hal.485-490.
doi: 10.1093/jpepsy/26.8.485 diakses
dari
http://jpepsy.oxfordjournals.org/cont
ent/26/8/485.full tanggal 21 Juni
2012 pukul 16.50.
Heisler, M., 2007. Overview of Peer
Support Models to Improve Diabetes
Self-Management
and
Clinical
Outcomes,
Diabetes
Spectrum,
vol.20 no.4 hal.214-221diakses dari
http://spectrum.diabetesjournals.org/
content/20/4/214.full tanggal 21 Juni
2012 pukul 16.10.
Heisler, M., Vijan, S., Makki, F., Piette,
J.D., 2010, Diabetes Control With
Reciprocal Peer Support Versus

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan:
Peer group support dengan media
informasi booklet tidak berpengaruh
terhadap peningkatan kepatuhan dalam
menjalankan diet pada penderita Diabetes
Mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas
Kebonsari Surabaya, tetapi berpengaruh
terhadap peningkatan kepatuhan exercise
dan konsumsi obat pada penderita Diabetes
Mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas
Kebonsari Surabaya.
Saran:
Membuat peer group support di wilayah
Pagesangan Surabaya, sebagai wadah
interaksi antar penderita Diabetes Mellitus
tipe 2 dan saling memberikan dukungan
baik berupa informasi maupun emosional.
Pertemuan diadakan setiap seminggu
sekali. Waktu dan tempat berdasarkan
kesepakatan anggota kelompok. Bagi
pihak puskesmas diharapkan dapat
meningkatkan
pelayanan
kesehatan
puskesmas dengan cara memberikan
pelatihan
kepada
perawat/petugas
kesehatan dalam upaya meningkatkan
kepatuhan pengelolaan penyakit Diabetes
Mellitus tipe 2 berupa diet, exercise, dan
konsumsi obat dan cara memberikan
kegiatan peer group support dengan benar
karena melalui peer group support terbukti
efektif dan efisien dalam memberikan
informasi kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, F., 2009. Skripsi: Pengaruh
Pemberian Jus Kacang Panjang
(Vigna Sinensis L.) Terhadap
Penurunan Kadar Glukosa Darah
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
2 Di Puskesmas Pacar Keling
Surabaya.
Surabaya:
Fakultas
Keperawatan UNAIR.
Arikunto, S., 2007. Manajemen Penelitian
Cetakan Kesembilan. Jakarta: P.T.
Rineka Cipta.
Bandura, A., 1997. Self Efficacy: The
Exercise Of Control. New York:
Freeman.
11

Seputar Indonesia, 2011. Angka Kematian


Diabetes Tinggi. diakses dari
www.seputarindonesia.com/edisicetak/content/vie
w/455166/ tanggal 6 April 2012.
Smeltzer, S.C., Brenda, G.B., 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Vol. 1. Jakarta:
EGC.
Smet, B., 1994. Psikologi Kesehatan.
Jakarta: P.T.Grasindo.
Tandra, H., 2008. Segala Sesuatu yang
Harus Diketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tjokronegoro, A., 2000. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Tjokroprawiro, A., 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit
Dalam
I
Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga
RSU Dr. Soetomo Surabaya.
Airlangga University press.
Tjokroprawiro, A., 2011. Hidup Sehat dan
Bahagia
Bersama
Diabetes:
Panduan Lengkap Pola Makan untuk
Penderita Diabetes. Jakarta: P.T.
Gramedia Pustaka Utama.
Trento, M., Passera, P., Borgo, E.,
Tomalino, M., Bajardi, M., Cavallo,
F., Porta., M., 2004. A 5-Year
Randomized Controlled Study of
Learning, Problem Solving Ability,
and Quality of Life Modifications in
People With Type 2 Diabetes
Managed by Group Care, Diabetes
Care, vol. 27 no. 3, hal. 670-675
diakses
dari
http://care.diabetesjournals.org
tanggal 4 April 2012 pukul 15.50.
Waspadji, S., 2009. Diabetes Mellitus:
Mekanisme
Dasar
dan
Pengelolaannya
yang
Rasional.
dalam Soegondo, S., Soewondo, P.,
Subekti, I. (ed). Penatalaksanaan
Diabetes Mellitus Terpadu: Panduan
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Bagi Dokter Dan Educator. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.

Nurse
Care
Management
A
Randomized Trial, Annals of internal
medicine, vol.153 no.8 hal.507-515,
di
akses
dari
http://www.annals.org/content/153/8/
507.short tanggal 8 Juni 2012 pukul
19.00.
Horton, P.B., Hunt, C.L., 1984. Sosiologi
Jilid 1 Edisi Keenam alih bahasa
Aminuddin Ram, Tita Sobari.
Jakarta: Erlangga.
Ilkafah, 2011. Thesis: Pengaruh Peer
Group Support Terhadap Self Efficacy Kontol Gula Darah dan Self
Care Activities pada Penderita
Diabetes Mellitus Di Puskesmas
Mantup
Kabupaten
Lamongan.
Surabaya: Fakultas Keperawatan
UNAIR.
Neuhausler, A., 2005. Peer Support
Training Manual: Guideline For
Peer Support Training in the
Okanagan Health Service Area.
Canadian Mental Health Association.
Niven, N., 2005. Psikologi Kesehatan.
Jakarta: Erlangga.
Norris, S.L., Engelgau, M.M., Narayan,
K.M.V., 2001. Effectiveness of SelfManagement Training in Type 2
Diabetes A systematic review of
randomized
controlled
trials.
Diabetes Care. vol.24 no.3 hal.561587
diakses
dari
http://care.diabetesjournals.org/conte
nt/24/3/561.short tanggal 20 Juni
2012 pukul 15.50.
Notoatmodjo,
S.,
2007.
Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nuryati, 2010. Skripsi: Pengaruh Peer
Group Support Terhadap Perubahan
Tingkat Pengetahuan Sikap dan
Tindakan Keluarga dalam Merawat
Penderita Skizofrenia. Surabaya:
Fakultas Keperawatan UNAIR.
Perkeni, 2011. Konsesus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe
2 Di Indonesia. Jakarta.

12

You might also like