Skripsi Tanpa Bab Pembahasan PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 57

PENGARUH PELAPIS KITOSAN DAN KEMASAN PLASTIC WRAPPING

TERHADAP MASA SIMPAN BROKOLI PADA SUHU RUANG

(Skripsi)

Oleh
HASNANIYAH ASRIDAYA

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT

THE EFFECT OF CHITOSAN COATING AND PLASTIC WRAPPING OF


BROCCOLI SHELF LIFE AT ROOM TEMPERATURE

By

HASNANIYAH ASRIDAYA

Broccoli (Brasssicaoleracea L) is a vegetable crops including cabbage in the tribe

and has high economic value. Broccoli has short shelf life and losses its weight

easily. An effort to overcome the problem is packing the broccoli using chitosan

and plastic wrapping. The purpose of this research is to investigate the effect of

chitosan and plastic wrapping on broccoli’s weight loss and shelf life stored at

room temperature. This research used two factors arranged factorially in complete

randomized block design (RAKL) with three replications. The first factor was

chitosan concentration (0%, 1%, 2% and 3%) and the second one waskinds of

packaging (the use of plastic wrapping, and without plastic wrapping). After

cleaning, broccoli was dipped chitosansolution for 15 minutes, dried, packed with

plastic wrapping, and stored for 5 days at room temperature. After 1, 3, and 5

days, broccoli was analyzed to determine its weight loss, total microbes, and

organoleptic color. The results showed that the higher the chitosan concentration

yielded in the lower weight loss and the higher shelf life. Broccoli packed with
plastic wrapping resulted in lower weight loss and higher shelf life than that with

out plastic wrapping. The best treatment in this research was dipping in 3%

chitosan solution and then packed with plastic wrapping. The treatment resulted in

the lowest weight loss (37.84%) and the highest shelf life, which was 5 days of

storage at room temperature, instead of 3 days for control.

Keywords: Broccoli, chitosan, edible coating, plastic wrapping, and shelf life.
ABSTRAK

PENGARUH PELAPIS KITOSAN DAN KEMASAN PLASTIC WRAPPING


TERHADAP MASA SIMPAN BROKOLI PADA SUHU RUANG

Oleh

HASNANIYAH ASRIDAYA

Brokoli (Brasssica oleracea L) adalah tanaman sayuran yang termasuk dalam

suku kubis-kubisan dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Brokoli memiliki masa

simpan yang pendek dan mudah mengalami kehilangan susut bobot. Upaya untuk

mengatasi masalah tersebut yaitu brokoli dikemas menggunakan kitosan dan

plastic wrapping. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh kitosan dan

kemasan plastic wrapping terhadap susut bobot dan masa simpan brokoli.

Penelitian menggunakan 2 faktor yang disusun secara faktorial dalam rancangan

acak kelompok lengkap (RAKL) dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama yaitu

konsentrasi kitosan (0%, 1%, 2%, dan 3%) dan faktor kedua yaitu pengemasan

(penggunaan plastic wrapping, dan tanpa penggunaan plastic wrapping). Setelah

dibersihkan brokoli direndam ke dalam larutan kitosan selama 15 menit,

dikeringanginkan, dikemas dengan menggunakan plastic wrapping dan disimpan

selama 5 hari pada suhu ruang. Setelah disimpan selama 1, 3, dan 5 hari brokoli

dianalisis untuk menentukan susut bobot, total mikroba, dan organoleptik warna.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan

menghasilkan susut bobot brokoli yang semakin rendah dan masa simpan brokoli
yang semakin tinggi. Brokoli yang dikemas plastic wrapping menghasilkan susut

bobot yang lebih rendah dan masa simpan yang lebih tinggi dari pada yang tidak

dikemas. Perlakuan terbaik dalam penelitian ini yaitu perendaman brokoli dalam

larutan kitosan 3% dan dikemas plastic wrapping. Perlakuan ini menghasilkan

susut bobot terendah (37,84%) dan masa simpan tertinggi yaitu selama 5 hari

penyimpanan pada suhu ruang, sedangkan kontrol hanya bertahan 3 hari

penyimpanan pada suhu ruang.

Kata kunci : Broccoli, kitosan, edible coating, plastic wrapping, dan masa
simpan
PENGARUH PELAPIS KITOSAN DAN KEMASAN PLASTIC WRAPPING
TERHADAP MASA SIMPAN BROKOLI PADA SUHU RUANG

Oleh

HASNANIYAH ASRIDAYA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian


Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 03 September 1994, sebagai

anak kelima dari lima bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak Akmal dan Ibu

Suwairah. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Armata

Tani (HKTI) Bandar Lampung pada tahun 1999-2000, Sekolah Dasar Al-Azhar 2

Bandar Lampung pada tahun 2000-2006, Sekolah Menengah Pertama Negeri 20

Bandar Lampung pada tahun 2006-2009, Sekolah Menengah Atas Negeri 13

Bandar Lampung pada tahun 2009-2012. Penulis diterima sebagai mahasiswi

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada

tahun 2012 melalui jalur undangan (SNMPTN). Penulis mendapat beasiswa

BIDIKMISI sejak semester pertama.

Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Umum (PU) pada bulan Juli sampai

Agustus 2015 di PT. Garudafood, Tanjungkarang Timur, Bandar Lampung

dengan judul “Mempelajari proses uji triangle (uji segitiga) produk kacang atom

manis (ajt) di Pt Garudafood Putra Putri Jaya Lampung”. Dan kegiatan Kuliah

Kerja Nyata (KKN) dengan tema Pos Pemberdayaan Masyarakat (POSDAYA)

pada bulan Januari sampai Maret 2016 di Desa Bedarow Indah, Kecamatan

Menggala Timur, Kabupaten Tulang Bawang. Penulis aktif sebagai anggota

Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,

anggota Forum Studi Islam (FOSI) Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

vii
Dengan do’a dan rasa syukur kehadirat Allah
SWT atas karunia dan limpahan berkah-Nya.

Kupersembahkan karya ini untuk orang-orang yang


kucintai dan kusayangi

Kedua orang tuaku, kakak-kakakku, tanah air serta


almamater tercinta.
SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya

penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung atas izin yang diberikan kepada penulis.

2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Universitas Lampung dan selaku Pembahas atas segala pengarahan, nasihat,

saran, dan masukan selama penyusunan skripsi ini .

3. Ibu Ir. Zulferiyenni. M.T.A, selaku Dosen Pembimbing Utama atas segala

bantuan, pengarahan, nasihat, masukan dan saran selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Sutikno, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Kedua atas segala

bantuan, pengarahan, masukan dan saran selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T selaku Pembimbing Akademik

atas bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan.

6. Kedua orang tua tercinta dan kakak-kakakku atas segala do’a, dukungan, serta

kasih sayang yang senantiasa mendukung setiap langkah positif dalam hidup.

7. Keluargaku yang selalu memberikan bantuan dan motivasi selama kuliah sampai

penyusunan skripsi.

x
8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar, staff administrasi dan laboratorium di

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas

segala doa dan bantuan yang telah diberikan.

9. Sahabatku Dian Andarini, Citra Prima, Meilan, Laila, Riska, Bimbi, Devi

Sabarina, Widya, Citra Ratri, atas segala motivasi, bantuan, dukungan serta

kebersamaan selama penyusunan skripsi ini.

10. Keluarga THP 2012 dan HMJ THP, atas segala kebersamaan, semangat, dan

motivasi serta dukungan yang diberikan selama ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka dan penulis

berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bangsa Indonesia.

Bandar Lampung, 13 Desember 2016

Penulis

Hasnaniyah Asridaya

xi
v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………………………………………………........... vi

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………... vii

I. PENDAHULUAN …………………………………………………….. 1

1.1. Latar Belakang ……………………………………………………. 1

1.2. Tujuan Penelitian .......…………………………………………….. 5

1.3. KerangkaPemikiran ……………………………………………. 5

1.4. Hipotesis ..........……………………………………………………. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………. 8

2.1.Brokoli ...........…………………………………………………..... 8

2.1.1 PanendanPenangananPascaPanen .... ............................... 10


2.1.2 Respirasi .............................................................................. 11
2.1.3 Brokoli Mudah Rusak .......................................................... 13

2.2. Kitosan………………………………………………….............. 15

2.2.1SifatFisika-Kimia Kitosan.................................................... 16
2.2.2 Kegunaan Kitosan ................................................................ 17

2.3. Pengemasan... ……………………………………………............ 19

2.3.1 KemasanPlastik .................................................................... 21


2.3.2 Edible Coating………………………………………………. 22
vi

2.4 Masa Simpan ………………………………………………………...... 24

2.4.1 Definisi Masa Simpan ............................................................. 24

III.BAHAN DAN METODE …………………………………….. 27

3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ..........……………………............... 27

3.2. Bahan dan Alat ......... …………………………………………….. 27

3.3. Metode Penelitian .....…………………………………………….. 28

3.4. Pelaksanaan Penelitian ..........…………………………………….. 28

3.4.1 Penyiapan Larutan Kitosan........…………………………...... 28


3.4.2 Aplikasi Edible Coating Pada Brokoli ……………………... 29
3.4.3 Aplikasi Kemasan Plastic Wrapping Pada Brokoli ..... …….. 29

3.5. Analisis Uji pada Brokoli ......…………………………………….. 29

3.5.1 Penentuan Susut Bobot…………………………………….. 29


3.5.2 Total Mikroba (Total Plate Count)………………………... 30
3.5.3 Uji Organoleptik……………………………………............. 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………….. 32

4.1. Susut Bobot …………………………………….......................... 32

4.2. Total Mikroba…………………………………………….............. 35

4.3. Organoleptik Warna …………………………………….............. 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 42

5.1. Kesimpulan ...……………………………………………………. 42

5.2. Saran …………………………………………………………….. 43

DAFTAR PUSTAKA ............…………………………………………… 44

LAMPIRAN …………………………………………………………….. 50

vi
vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Brokoli ………………………………………………………………......... 9

2. Susut bobot brokoli yang dilapisi kitosan (0%, 1%, 2%, 3%)

dengan kemasan plastic wrapping pada penyimpanan

1 hari, 3 hari, dan 5 hari pada suhu ruang ....................................................... 33

3. Susut bobot brokoli yang dilapisi kitosan (0%, 1%, 2%, 3%)

tanpa kemasan plastic wrapping pada penyimpanan

1 hari, 3 hari, dan 5 hari pada suhu ruang ....................................................... 33

4. Log total mikroba brokoli yang dilapisi kitosan (0%, 1%, 2%, 3%)

dengan kemasan plastic wrapping pada penyimpanan

1 hari, 3 hari, dan 5 hari pada suhu ruang............................................................... 36

5. Log total mikroba brokoli yang dilapisi kitosan (0%, 1%, 2%, 3%)

tanpa kemasan plastic wrapping pada penyimpanan

1 hari, 3 hari, dan 5 hari pada suhu ruang............................................................... 36

6. Skor warna brokoli yang dilapisi kitosan (0%, 1%, 2%, 3%)
dengan kemasan plastic wrapping pada penyimpanan

1hari, 3 hari, dan 5 hari pada suhu ruang.……………..................................... 39

7. Skor warna brokoli yang dilapisi kitosan (0%, 1%, 2%, 3%)
tanpa kemasan plastic wrapping pada penyimpanan

1hari, 3 hari, dan 5 hari pada suhu ruang.……………...................................... 39


viii

8. Persiapan brokoli ……………………………….……………………….... 60

9. Penimbangan brokoli……….………………………….............................. 60

10. Proses uji total mikroba …. ………………………................................... 60

11. Sampel uji total mikroba…. ………………………….………………….. 60

12. Proses sterilisasi media ………………………………..………….……… 60

13. Proses perendaman brokoli ……………………………………………….. 60

14. Penampakan warna brokoli hari ke 0 pada semua perlakuan ………….. 61

15. Penampakan warna brokoli hari ke 1 pada konsentrasi


Kitosan 0%, 1%, 2%, 3% …………………………………………………. 61

16. Penampakan warna brokoli hari ke 1 dengan kombinasi

Konsetrasi kitosan 0%, 1%, 2%, 3% dan kemasan plastik wrapping …… 61

17. Penampakan warna brokoli hari ke 3 pada konsentrasi


Kitosan 0%, 1% 2%, 3% (urut ke kanan)…................................................. 62

18. Penampakan warna brokoli hari ke 3 dengan kombinasi konsetrasi kitosan

0%, 1%, 2%, 3% dan kemasan plastik wrapping ………………………... 62

19. Penampakan warna brokoli hari ke 5 pada konsentrasi


Kitosan 0%, 1% 2%, 3% (urut ke kanan) ……………………………… 62

20. Penampakan warna brokoli hari ke 5 dengan kombinasi konsetrasi kitosan


0%, 1%, 2%, 3% dan kemasan plastik wrapping ………………………... 62

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kuesioner organoleptik warna ............ …………………………………… 31

2. Data rata-rata susut bobot brokoli selama penyimpanan……....………… 51

3. Uji Bartlett susut bobot (%) brokoli……………………………………. 51

4. Analisis ragam brokoli …………………………………………………. 52

5. Uji polynomial ortogonal susut bobot brokoli ………………………… 53

6. Data rata-rata total mikroba brokoli ......................................………….. 54

7. Uji Bartlett total mikroba brokoli ………………………………………. 54

8. Analisis ragam total mikroba brokoli ………………………………….. 55

9. Uji polynomial ortogonal total mikroba brokoli ………………………. 56

10. Data rata-rata organoleptik warna brokoli ……………………………….. 57

11. Uji Bartlett organoleptik warna brokoli ……………………………….. 57

12. Analisis ragam organoleptik warna brokoli …………………………… 58

13. Uji polynomial ortogonal organoleptik warna brokoli ………………… 59

xiv
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang berkembang pada sektor agraris. Sebagian

besar wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan sebagian

besar penduduknya bergantung pada sektor tersebut. Salah satu komoditas

hortikultura yang berkembang di Indonesia adalah brokoli yang banyak

dibudidayakan di wilayah dataran tinggi Indonesia. Brokoli (Brasssica oleracea

L) adalah tanaman sayuran yang termasuk dalam suku kubis-kubisan atau

Brassicaceae. Bagian brokoli yang dimakan adalah kepala bunga berwarna hijau

yang tersusun rapat seperti cabang pohon dengan batang tebal. Sebagian besar

kepala bunga tersebut dikelilingi dedaunan. Brokoli mirip dengan kembang kol

(Rukmana, 1994). Brokoli juga banyak memiliki kandungan gizi, diantaranya

ialah protein, lemak, air, karbohidrat, serat, kalsium, zat besi, vitamin (A, C, E,

tiamin, ribovlavin, nikotinamid ), beta karoten, dan glutation (Firdaus, 2011).

Prospek pengembangan budidaya brokoli cukup baik. Selain itu, brokoli juga

mempunyai nilai ekonomi yang relatif tinggi. Produksi brokoli di Indonesia

sekitar 113,941 ton/ha (BPS, 2012) namun dengan jumlah produksi tersebut

belum dapat mencukupi kebutuhan pasar lokal. Dinas pertanian Jawa Barat

mencatat jumlah permintaan mencapai 26.136 ton pada tahun 2012. Menurut
2

United States Agency International Development (USAID) chapter Indonesia,

peningkatan pangsa pasar brokoli di Indonesia dengan sasaran pasar modern

meningkat 15-20%/tahun (Asril, 2009). Namun, dengan jumlah permintaan

brokoli yang semakin meningkat, brokoli memiliki suatu kelemahan yaitu mudah

rusak, masa simpan brokoli ialah 1-2 hari pada kondisi suhu ruang dan dengan

masa simpan yang pendek ini dapat menurunkan kualitas brokoli (Safaryani,

2007) sehingga untuk mempertahankan kualitas brokoli perlu dilakukan

penanganan pasca panen agar penurunan mutu brokoli dapat diperkecil.

Brokoli merupakan sayuran yang mudah rusak karena bunga brokoli tersusun atas

jaringan muda yang masih aktif dalam proses biologis. Kerusakan brokoli

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu mekanis dan biologis. Nilai kesegaran pada

brokoli bisa diketahui dari laju respirasi yang akan mempengaruhi susut berat,

tekstur, kadar air, perubahan warna, kandungan vitamin C, atau aktivitas fisologis

maupun mikrobiologis (Rukmana, 1994). Oleh karena itu, perlu suatu metode

untuk menghambat kerusakan brokoli.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghambat kerusakan brokoli

adalah dengan cara penyimpanan atmosfer termodifikasi, yaitu dengan

pembungkusan untuk membatasi oksigen yang masuk. Namun, metode ini

memerlukan biaya yang relatif tinggi. Metode lain yang lebih efisien adalah

dengan penggunaan bahan pelapis (Krochta, 1992). Menurut Antyoningrum

(2005), metode pemberian lapisan tipis pada permukaan buah dan sayur untuk

menghambat keluarnya gas, uap air dan menghindari kontak dengan oksigen

adalah edible coating.


3

Salah satu bahan alam yang dapat dijadikan edible coating adalah kitosan. Kitosan

adalah senyawa organik turunan kitin yang berasal dari biomaterial kitin yang

banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan (Holipah dkk., 2010).Kitosan

dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimilikinya yaitu dapat

menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak (Juliana dkk., 2011). Kitosan

umumnya dibuat dari limbah hasil industri perikanan, seperti udang, kepiting dan

rajungan, yaitu dari bagian kepala ataupun kulit. Kitosan dapat melapisi produk

yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang minimal antara produk dan

lingkungan (Mahmiah, 2005).

Kitosan memiliki sifat anti mikroba dengan spektrum yang luas terhadap bakteri,

jamur dan kapang. Mekanisme kitosan sebagai anti mikroba dapat dikelompokkan

menjadi tiga, yaitu: 1) interaksi dengan menghambat membran sel, 2) inaktivasi

enzim-enzim, dan 3) perusakan bahan-bahan genetik mikroba. Aktivitas anti

mikroba kitosan bergantung pada derajat deasetilasi, berat molekul, pH media,

suhu, dan komponen lain (Karina, 2012). Kitosan mempunyai sifat biodegradabel

yaitu mudah terurai secara hayati, tidak beracun, dapat larut dalam larutan asam

organik encer tetapi tidak larut dalam air, larutan alkali pada pH di atas 6,5 dan

pelarut organik lainnya. Pelarut kitosan yang baik adalah asam asetat (Isnaini,

2009). Dari beberapa penelitian menyebutkan kemampuan pelapisan kitosan

sangat baik untuk memperpanjang masa simpan dan mengontrol kerusakan buah

dan sayuran yaitu dengan cara menurunkan kecepatan respirasi, menghambat

pertumbuhan kapang, dan menghambat pematangan dengan mengurangi produksi

etilen dan karbondioksida. Penelitian yang telah banyak dilakukan pada bahan

segar ialah pada buah seperti leci, belimbing, dan tomat.


4

Selain bahan pelapis, alternatif lain untuk menahan laju respirasi dalam

penanganan pasca panen buah dan sayur diantaranya adalah penggunaan kemasan.

Kemasan digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dan lingkungan yang

bertujuan untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan,

baik berupa kerusakan fisik maupun kerusakan kimia. Kemasan sangat erat

kaitannya dengan penyimpanan. Semakin baik bahan kemasan tersebut maka

umur simpan bahan pangan akan semakin panjang.

Salah satu bahan pengemas yang umum digunakan oleh masyarakat adalah

plastik. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan

dibandingkan pengemas lain karena sifatnya ringan, transparan, kuat, dan

permeabilitas terhadap uap air, CO2 dan O2. Pengemasan menggunakan plastik

merupakan salah satu bentuk penyimpanan dengan sistem penyimpanan atmosfer

termodifikasi. Salah satu jenis plastik yang dapat digunakan sebagai bahan

pengemas ialah plastic wrapping. Pengemasan dengan plastic wrapping

umumnya digunakan untuk berbagai jenis produk termasuk produk hortikultura

segar seperti sayuran dan buah-buahan. Keunggulan kemasan plastic wrapping

yaitu memiliki bobot yang ringan, bersih, dan permukaanya halus (Johansyah

dkk., 2014).

Berdasarkan uraian diatas, kitosan memiliki sifat yang baik dari segi kualitas

sebagai pelapis. Pelapis kitosan telah diuji, begitu pula plastik pengemas juga

telah diuji, namun belum pernah diuji dalam satu penelitian pada jenis sayuran.

Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruhpelapis kitosan dan

kemasan plastic wrapping terhadap masa simpan brokoli pada suhu ruang.
5

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari Penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh pelapis kitosan terhadap masa simpan brokoli.

2. Mengetahui pengaruh kemasan plastic wrapping terhadap masa simpan

brokoli.

3. Mengetahui pengaruh kombinasi pelapis kitosan dan kemasan

plastic wrapping terhadap masa simpan brokoli.

1.3 Kerangka Pemikiran

Brokoli adalah salah satu sayuran bunga yang mudah rusak. Brokoli memiliki

masa simpan yang pendek, yaitu 1-2 hari pada kondisi suhu 20o C, 2-6 hari pada

kondisi suhu 4o C, 1-2 mingu pada kondisi suhu 0o C dan dikemas dalam kotak

polystyrene yang diberi es. Masa simpan brokoli yang pendek dapat menurunkan

kualitas brokoli. Kerusakan ini disebabkan faktor mekanisme dan biologis.

Kerusakan brokoli dapat dilihat dari kesegarannya yang dapat diketahui dari laju

respirasi. Laju respirasi sayuran dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam.

Faktor dalam yang mempengaruhi laju respirasi adalah tingkat perkembangan

organ tanaman, ukuran produk, lapisan alamiah dan jenis jaringan. Faktor luar

yang mempengaruhi laju respirasi adalah suhu, konsentrasi gas oksigen dan

karbondiksida yang tersedia, zat-zat pengatur tumbuh dan kerusakan yang ada

pada buah dan sayuran, sehingga dengan edible coating laju respirasi sayuran dan

buah dapat diperlambat (Bafdal et al, 2007).


6

Salah satu bahan yang digunakan untuk edible coating pada buah dan sayuran

adalah kitosan yang merupakan polisakarida berasal dari limbah kulit udang

(Crustaceae, kepiting). Kitosan mempunyai potensi yang cukup baik sebagai

pelapis buah dan sayuran. Sifat lain kitosan adalah dapat menginduksi enzim

kitinase pada jaringan tanaman. Enzim ini dapat mendegradasi kitin yang menjadi

penyusun utama dinding sel fungi, sehingga dapat digunakan sebagai fungisida

(Ghouth et al, 1991).

Umumnya kitosan mempunyai efek bakterisidal lebih kuat terhadap bakteri gram

positif seperti Listeriamonocytogenes, Bacillus megaterium, Bacillus cereus,

Staphylococcus aureus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, dan

Lactobacillus bulgaricus, dibandingkan dengan bakteri gram negatif seperti

Eschericia coli, Pseudomonas fluorescens, dan Salmonella typhimurium, dengan

konsentrasi kitosan 0,1% (No et al. 2002). Kitosan sebagai komponen larutan

edible coating akan lebih efektif sebagai pengawet, sementara bila dicampurkan

dalam media film, kitosan akan terjerat di dalam matriks sehingga aktivitas

mikrobanya menurun (Pranoto et al. 2005., Chi et al. 2006).

Kitosan merupakan bahan kimia berbentuk serat dan merupakan kopolimer

berbentuk lembaran tipis, berwarna putih maupun kuning dan tidak berbau, sangat

cocok sebagai pengembangan edible coating karena memiliki sifat anti mikroba

yang hampir sama dengan sifat anti bakteri dari desinfektan. Kitosan sangat

berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan anti mikroba, karena mengandung

enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat

pertumbuhan mikroba. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri


7

disebabkan kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu

menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (Wardaniati, 2009).Kitosan juga

mampu berperan menghambat penurunan kandungan antosianin pada buah,

seperti pada penelitian yang dilakukan Jiang dan Tsang (2005) membuktikan

bahwa edible coating dengan konsentrasi kitosan 2% dalam 5% asam asetat

mampu menghambat penurunan kandungan antosianin dan peningkatan aktivitas

polyphenol oxidase pada penyimpanan leci.

Menurut penelitian Novita dkk. (1992) pelapis kitosan dengan konsentrasi 1% dan

2% dalam 0.25 N HCl mengurangi kecepatan respirasi dan produksi etilen pada

tomat. Tomat yang dilapis dengan kitosan lebih keras, titrasi keasaman lebih

tinggi, dan lebih sedikit pigmentasi merah dibandingkan kontrol setelah

penyimpanannya selama 4 minggu pada suhu 200C. Berdasarkan hasil penelitian

Wati Anggraeni (2008), buah dengan diberikan perlakuan kemasan plastic

wrapping yang diberi pelapis kitosan maupun lilin mempunyai daya simpan 30

hari pada suhu kamar dan 35 hari pada suhu dingin. Buah yang dikemas dengan

plastic wrapping tanpa pelapis mampu bertahan sampai 25 hari pada suhu kamar

dan 30 hari pada suhu dingin, sedangkan buah tanpa perlakuan mempunyai masa

simpan 15 hari pada suhu kamar dan 20 hari pada suhu dingin.

1.4 Hipotesis

1. Pelapis kitosan dapat memperpanjang masa simpan brokoli.

2.Kemasan plastic wrapping dapat memperpanjang masa simpan brokoli.

3.Terdapat interaksi antara pelapis kitosan dan kemasan plastic wrapping dalam

memperpanjang masa simpan brokoli.


8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Brokoli

Brokoli (Brassica Oleracea, L.) termasuk kedalam tanaman kubis-kubisan dengan

bunga muda yang telah terdiferensiasi sempurna dan bagian atas batang yang

lembut dan batang lebih tinggi dengan ruas yang lebih panjang sehingga dapat

membedakan dengan jenis tanaman kubis lainnya seperti bunga kol. Daunnya

terbagi dan bertangkai, berwarna hijau keabu-abuan hingga kebiruan (Rubatzky

dkk., 1998). Jika dilihat dari bentuk morfologinya, brokoli termasuk jenis sayuran

bunga karena yang dikonsumsi adalah bagian bunganya, sedangkan berdasarkan

kecepatan laju respirasinya, brokoli termasuk dalam jenis sayuran yang memiliki

laju respirasi sangat tinggi sehingga brokoli digolongkan dalam sayuran yang

mudah sekali mengalami kerusakan. Klasifikasi brokoli adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Klas : Dicotyledonae

Famili : Cruciferae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleracea L. var. Italic


9

Gambar 1. Brokoli (Brassica oleracea L var. Royal green)

Sistem perakaran brokoli relatif dangkal, dapat menembus kedalaman 60-70 cm.

Brokoli memiliki akar serabut dan akar tunggang. Akar tunggang tumbuh ke pusat

bumi, sedangkan akar serabut tumbuh ke arah samping, menyebar dan dangkal

sekitar 20 cm – 30 cm. Sistem perakaran yang dangkal itu membuat tanaman ini

dapat tumbuh dengan baik apabila ditanam pada tanah yang gembur dan porous.

Batang tumbuh tegak dan pendek sekitar 30 cm, batang tersebut berwarna hijau,

tebal, lunak, namun cukup kuat dan bercabang samping. Batang tersebut halus

tidak berambut, dan tidak begitu tampak jelas karena tertutup oleh daun

(Cahyono, 2001).

Brokoli memiliki daun yang berbentuk bulat telur dengan bagian tepi daun

bergerigi agak panjang dan membentuk celah-celah yang menyirip agak

melengkung kedalam. Daun berwarna hijau dan tumbuh berselang-seling pada

batang tanaman, tangkainya agak panjang dengan pangkal daun yang tebal dan

lunak. Daun-daun yang tumbuh pada pucuk batang sebelum masa bunga

terbentuk, berukuran kecil dan melengkung ke dalam melindungi bunga yang

sedang mulai tumbuh. Bunga brokoli merupakan kumpulan masa bunga yang

berjumlah lebih dari 5.000 kuntum bunga bersatu dan membentuk bulatan tebal
10

serta padat dan kompak. Warna bunga sesuai dengan varietasnya, ada yang

memiliki masa bunga hijau muda, hijau tua, hijau kebiru-biruan atau ungu. Berat

berkisar 0,6–0,8 kg dengan diameter antara 18–25 cm, tergantung pada

varietasnya (Rukmana, 1995).

Pada kondisi lingkungan yang sesuai, massa bunga brokoli dapat tumbuh

memanjang menjadi tangkai bunga yang penuh dengan kuntum bunga. Tiap

bunga terdiri atas 4 helai daun kelopak, 4 helai daun mahkota bunga, 6 benang

sari yang komposisinya 4 memanjang dan 2 pendek. Bakal buah terbagi menjadi

dua ruang, dan setiap ruang berisi bakal biji. Buahnya terbentuk dari hasil

penyerbukan bunga yang terjadi karena penyerbukan sendiri maupun penyerbukan

silang dengan bantuan serangga lebah madu. Buah berbentuk polong, berukuran

kecil, dan ramping, dengan panjang antara 3 cm–5 cm. Di dalam buah tersebut

terdapat biji berbentuk bulat kecil, berwarna coklat kehitam–hitaman. Biji–biji

tersebut dapat di pergunakan sebagai benih perbanyakan tanaman (Cahyono,

2001).

2.1.1 Panen dan Penanganan Pasca Panen

Sayuran dan buah-buahan saat dipanen akan mengalami perubahan mutu atau

kualitas. Mutu sayuran dan buah-buahan tersebut berangsur-angsur turun sejalan

dengan transpirasi, respirasi, perubahan fisika dan biokimia, sehingga produk

hasil tanaman akan mencapai suatu titik kerusakan yang tidak dapat lagi diterima

oleh konsumen maupun oleh pengolah. Selama pertumbuhan dan pemasakan,

sayuran dan buah sangat bergantung pada fotosintesis dan penyerapan air maupun

mineral tanaman induknya. Tetapi setelah pemetikan, buah atau sayuran


11

merupakan suatu unit tersendiri yang tidak lagi bergantung pada tanaman

induknya sehingga proses respirasi dan transpirasi merupakan fungsi utamanya

(Sabari, 1994).

Brokoli segar mengalami penurunan mutu dengan sangat cepat sesaat setelah

panen, hal ini disebabkan oleh respirasi yang relatif tinggi dan akan mudah

mengalami kelayuan saat penyimpanan pada suhu ruang. Brokoli yang baru

dipanen tersusun atas jaringan yang belum sempurna, kepala brokoli menunjukan

sanescene dan degradasi klorofil yang sangat cepat (Clarke et al, 1994).

Penanganan pascapanen yang harus dilakukan dengan hati-hati untuk menaikkan

kualitas brokoli agar penurunan mutu dapat diperkecil. Sifat-sifat penting yang

menentukan kualitas brokoli adalah kepadatan, warna, keutuhan, dan besarnya

diameter bunga. Brokoli mempunyai daya tahan sangat rendah setelah panen,

kuncup bunganya akan cepat membuka dan berkembang. Warna bunga juga akan

cepat berubah dari hijau ke kuning. Laju respirasi yang cepat menjadi ciri sayuran

ini karena bagian bunga adalah organ yang disusun oleh jaringan muda dan sangat

aktif dalam proses biologis (Sabari, 1994).

2.1.2 Respirasi

Sayur dan buah-buahan merupakan komoditas yang mudah rusak, karena proses

fisiologis, mikrobiologis, fisik, dan mekanis. Kerusakan karena proses fisologis

disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan makanan yang terjadi

secara alamiah, sehingga mengakibatkan terjadinya pembusukan. Kerusakan

mikrobiologis disebabkan oleh aktivitas mikroba yang menginfeksi buah-buahan.

Kerusakan fisik dapat disebabkan cara permanen, hal ini dapat mengakibatkan
12

buah memar sehingga transpirasi cepat. Kerusakan secara mekanik dapat terjadi

karena penanganan pascapanen, pengemasan, dan pengangkutan dengan kondisi

kurang baik (Pujimulyani, 2009).

Respirasi pada dasarnya merupakan proses katabolisme dengan tujuan

memperoleh energi yang diperlukan untuk proses-proses kehidupan. Umumnya

buah-buahan menunjukan kenaikan aktivitas respirasi, setelah buah-buahan

dipetik. Kecepatan respirasi dapat menunjukan bahwa cepat atau tidaknya

perubahan komposisi yang terjadi dalam jaringan atau cepat lambatnya kerusakan

buah-buahan. Hal tersebut menunjukan bahwa respirasi yang berlangsung dalam

buah-buahan berhubungan erat dengan masa simpannya. Respirasi tinggi biasanya

disertai dengan ketahanan simpan yang pendek, karena buah-buahan maupun

sayuran yang cepat mengkonsumsi oksigen serta membebaskan karbondioksida

pada umumnya bersifat mudah rusak. Produk yang tahan disimpan lama setelah

dipanen seperti pada biji-bijian, umbi-umbian tetapi banyak pula setelah produk

tersebut dipanen tidak tahan lama untuk disimpan, seperti pada produk

buah-buahan yang berdaging maupun produk hortikultura yang lunak-lunak

seperti sayuran daun.

Agar proses metabolisme dalam suatu material hidup tersebut dapat belangsung

terus maka diperlukan persediaan energi yang cukup dan terus menerus, dan

suplai energi tersebut diperoleh dari proses respirasi. Respirasi terjadi pada setiap

makhluk hidup termasuk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen,

yang merupakan proses konversi exothermis dari energi potensial menjadi energi

kenetis. Secara umum proses respirasi dalam produk dapat dibedakan menjadi tiga
13

tingkat yaitu: pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, oksidasi gula

menjadi asam piruvat, dan transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya

menjadi CO2 , air, dan energi yang berlangsung (Pratignja Sunu dan Wartoyo,

2006).

2.1.3 Brokoli Mudah Rusak

Brokoli memiliki suatu kelemahan yaitu masa simpan yang pendek. Brokoli

adalah salah satu sayuran bunga yang mudah rusak, karena bunga brokoli

tersusun atas jaringan muda yang masih aktif dalam proses biologis sehingga

perlu suatu upaya agar sayur brokoli tetap terjaga kesegarannya atau tidak cepat

rusak. Kerusakan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu mekanis dan biologis.

Nilai kesegaran pada brokoli bisa diketahui dari laju respirasi, yang akan

mempengaruhi susut berat, tekstur, kadar air, perubahan warna, kandungan

vitamin C atau aktifitas fisiologi maupun mikrobiologi semakin meningkat

(Rukmana, 1994). Untuk menjaga agar produk selepas panen tetap tahan lama,

maka proses metabolisme harus ditekan serendah mungkin dengan cara

penyimpanan dan pengemasan (Ashari, 2006).

Kerusakan produk pascapanen umumnya proporsional mengikuti laju respirasi.

Semakin tinggi laju respirasi, biasanya disertai dengan masa simpan yang pendek.

Laju respirasi produk hortikultura selain dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban

juga dipengaruhi oleh komposisi gas terutama O2 dan CO2 di sekitar produk

(Rokhani, 2008). Respirasi adalah pemecahan bahan-bahan organik yang

dikandung oleh produk hortikultura yaitu karbohidrat, protein, lemak menjadi


14

bahan-bahan yang lebih sederhana dengan melepaskan energi yaitu panas, dan

dalam prosesnya menggunakan O2 dan dilepaskan CO2 (Kader, 2001).

Brokoli (Brassica oleraceae L) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang

mudah rusak karena memiliki kandungan air yang tinggi mencapai 90%, dan kelas

laju respirasi yang sangat tinggi. (Utama, 2001., Rokhani, 1995). Kondisi paparan

suhu 25oC dan RH 96% menyebabkan kehilangan berat brokoli setelah dipanen

semakin meningkat hingga mencapai 7% selama penyimpanan sekitar 3 hari,

sementara kandungan klorofilnya menurun sampai 30% (Aminudin, 2010).

Kerusakan lainnya yang berhubungan dengan brokoli setelah panen adalah

perubahan kandungan pati, gula non reduksi, total gula terlarut dan kandungan

gula reduksi (Finger, et al., 1999). Rukmana (1994) dalam Bafdal (2007)

menyebutkan kualitas brokoli dapat dilihat dari kekompakan bunga, kehijauannya,

cacatnya, serta diameter bunganya. Potensi masa simpan brokoli kurang dari 2

minggu dalam udara dengan suhu dan RH optimum (Kader, 1993). Oleh karena

itu setelah dipanen brokoli harus segera ditangani dengan baik dengan melakukan

pra-pendinginan untuk menurunkan laju respirasi dan mencegah terjadinya

pelayuan dan pembusukan (Rokhani, 1995).

Laju respirasi brokoli termasuk sangat tinggi (Kader, 1993., Hardenburg, Walada

dan Wang, 1968). Semakin cepat laju respirasi maka semakin besar jumlah panas

yang dilepaskan per satuan waktu. Laju respirasi besarnya bervariasi tergantung

jenis komoditi, akan tetapi terutama dipengaruhi oleh suhu dan komposisi gas di

sekitar komoditi tersebut (Kader, 1989). Menurut Fenema (1979) dalam

Gunadnya (1993) agar keawetan sayur dan buah yang disimpan pada suhu rendah
15

maksimum, maka perlu usaha agar respirasi berlangsung pada laju yang rendah,

laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek, hal

ini merupakan suatu petunjuk penurunan mutu.

2.2 Kitosan

Kitosan merupakan serbuk putih yang larut dalam asam, tidak dapat dicerna atau

didegradasi di dalam saluran pencernaan, tetapi dapat diuraikan secara biologis di

lingkungan oleh enzim kitinase dan kitonase yang dihasilkan oleh

mikroorganisme (Hirano 1996 diacu dalam Hardjito 2006). Kitosan termasuk

salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai penghalang (barrier)

yang baik karena pelapis polisakarida dapat membentuk matrik yang kuat dan

kompak (Grenner dan Fennema 1994 diacu dalam Anityoningrum 2005). Kitosan

memiliki sifat reaktivitas kimia tinggi yang menyebabkan mampu mengikat air

dan minyak. Hal ini didukung oleh adanya gugus polar dan non polar yang

dikandungnya. Oleh karena itu, kitosan dapat digunakan sebagai bahan pengental

atau pembentuk gel yang sangat baik sebagai pengikat, penstabil dan pembentuk

tekstur (Nurhayati, 2011).

Larutan kitosan yang dicampur dengan asam asetat berfungsi sebagai anti bakteri

yang bersifat bakteriostatik. Efek hambatan pertumbuhan bakteri karena adanya

proses deasetilasi yang baik. Semakin banyak gugus asetil yang hilang maka akan

semakin kuat juga ikatan gugus aminonya. Gugus amino (NH2) dalam keadaan

asam akan menjadi polimer kationik dengan struktur linier. Gugus NH2 yang

bersifat kationik ini mampu mengikat bakteri sehingga metabolisme bakteri


16

terhambat dan berangsur-angsur bakteri tidak tumbuh lagi (Pelczar dan Chan

1988).

Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimilikinya

yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan sekaligus

melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang minimal antara

produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesis yang sampai saat ini masih

berkembang mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai pengawet adalah kitosan

memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat

berikatan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein

(Hadwiger dan Adams 1978; Hadwiger dan Loschke 1981 diacu dalam Hardjito

2006).

2.2.1 Sifat Fisika-Kimia Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan. Kitosan larut

pada larutan asam organik pada pH sekitar 4,0, tetapi tidak larut pada pH lebih

besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Kitosan

dapat larut dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada

konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut

dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan didalam H3PO4 tidak larut

pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Kelarutan

kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya

yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya.

Sifat fisika dan kimia kitosan telah dijadikan bagian dalam penentuan spesifikasi

kitosan niaga (Sugita, 2009).


17

Kitosan larut dalam asam formiat dan asam asetat dan menurut Peniston dalam

20% asam sitrat juga dapat larut. Kitosan bersifat polikatonik yang dapat

mengikat lemak dan logam berat pencemar. Kitosan yang mempunyai gugus

amina yaitu adanya unsur N bersifat sangat reaktif dan bersifat basa. Kitosan

merupakan bahan alam sehingga lebih bersifat biokompatibel dan biodegradabel

dibanding dengan polimer sintetik. Kitosan serta senyawa turunannya telah

banyak diaplikasikan dalam berbagai industri. Nilai total perdagangan kitosan

pada tahun 2002 mencapai 112 trilyun rupiah (Toharisman, 2007).

2.2.2 Kegunaan Kitosan

Pelapisan atau coating adalah suatu metode pemberian lapisan tipis pada

permukaan buah maupun sayuran untuk menghambat keluarnya gas, uap air dan

kontak dengan oksigen, sehingga proses pemasakan dan reaksi pencoklatan buah

dapat dihambat. Lapisan yang ditambahkan pada buah maupun sayuran tidak

berbahaya bila dikonsumsi. Bahan yang digunakan sebagai coating harus dapat

membentuk suatu lapisan penghalang kandungan air dalam buah dan dapat

mempertahankan mutu serta tidak mencemari lingkungan misalnya edible coating

Salah satu bahan pelapis alami yang tidak beracun dan aman bagi kesehatan

adalah kitosan (Isnaini, 2009).

Aplikasi kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri, kitosan berperan

sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat dan penyerap ion

logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak, tannin, PCB

( policlorinasi bifenil ), mineral dan asam organik, media kromatografi afinitas,

gel dan pertukaran ion, pembentuk film dan membran mudah terurai,
18

meningkatkan kualitas kertas, pulp dan produk tekstil. Sementara dibidang

pertanian dan pangan, kitosan digunakan untuk pencampur ransom pakan ternak,

anti mikroba, anti jamur, serat bahan pangan, penstabil, pembawa zat aditif

makanan, flavor, zat gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasedifikasi

buah-buahan, sayuran dan penjernih sari buah. Fungsinya sebagai anti mikroba

dan anti jamur juga diterapkan di bidang kedokteran. Kitosan dapat mencegah

pertumbuhan Candida albicans dan Staphylacoccus aureus.

Selain itu, biopolimer juga berguna sebagai anti koagulan, anti tumor, anti virus,

penambahan dalam obat pembuluh darah, kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat

lensa kontak, aditif pada kosmetik, membran dialisis, bahan shampoo dan

kondisioner rambut, penstabil liposome, bahan ortopedik, pembalut luka dan

benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan, dan anti

infeksi (Sugita.2009).

Kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam berbagai bentuk, antara lain bentuk

butir, serpih, hidrogel, dan membran film. Kitosan sebagai adsorben sering

dimanfaatkan untuk proses adsorpsi ion logam berat. Besarnya afinitas kitosan

dalam mengikat ion logam sangat bergantung pada karakteristik makrostruktur

kitosan yang dipengaruhi oleh sumber dan kondisi pada proses isolasi. Perbedaan

bentuk kitosan akan berpengaruh pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran

kitosan, maka luas permukaan kitosan akan semakin besar, dan proses adsorpsi

pun dapat berlangsung lebih baik.

Pembuatan kitosan dalam bentuk butiran antara lain sebanyak 3 gram kitosan

berbentuk serpihan dilarutkan dalam 100 ml larutan asam asetat 1%. Larutan
19

kitosan yang terbentuk diteteskan pada larutan basa NaOH 4%, sehingga

diperoleh butiran berbentuk bola dengan diameter rata-rata 2,5 mm. Kitosan

butiran yang terbentuk dikumpulkan dan dicuci dengan akuades sampai pH netral

membentuk kitosan dalam bentuk butiran yang digunakan untuk proses adsorpsi

enzim katalase ( Sugita, 2009 ).

Dalam penggunaannya kitosan tidak beracun dan mampu menurunkan kadar

kolesterol dalam darah. Kitosan juga dapat digunakan dalam penjernihan atau

pengolahan air minum. Pemakaian kitosan pada pengolahan air minum lebih baik

dari pada memakai alum maupun tawas dan PAC (Poli Aluminium Clorida),

karena tawas dan PAC dapat mengakibatkan efek racun bagi kesehatan manusia

(Roberts, 1991).

2.3 Pengemasan

Secara umum, pengemasan adalah suatu cara pengamanan terhadap produk

supaya produk yang belum maupun yang sudah mengalami pengolahan sampai

ketangan konsumen dengan baik. Pengemasan bahan pangan mempunyai tujuan

utama yaitu untuk mengawetkan dan mempertahankan mutu serta kesegarannya,

menarik selera konsumen, memberi kemudahan dalam penyimpanan dan

distribusi serta dapat menekan peluang kontaminasi dari udara dan tanah oleh

mikroba pembusuk maupun mikroba yang membahayakan kesehatan konsumen.

Di dalam pelaksanaan pengemasan terjadi gabungan antara seni, ilmu dan

teknologi penyiapan bahan untuk pengangkutan dan penjualan, karena

pengemasan harus mampu melindungi bahan yang akan dijual dan menjual bahan

yang dilindungi. Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau


20

pengepakan yang memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil

pertanian. Pada umumnya pengemasan berfungsi untuk menempatkan bahan hasil

pengolahan maupun hasil industri dalam bentuk-bentuk yang memudahkan

penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi ke masyarakat pembeli (Anonim,

2014).

Menurut Hall, dkk (1986), pengemasan berfungsi agar produk pangan mudah dan

aman untuk transport, untuk mencegah kontaminasi, serta mencegah kerusakan

dan perubahan-perubahan bahan pangan. Pengemasan bahan pangan harus

mempunyai lima fungsi utama, yaitu:

1. Harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan

perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya;

2. Harus memberi perlindungan bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air,

oksigen, dan sinar matahari;

3. Harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan,

yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan;

4. Harus mempunyai tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut rancangan,

untuk dibuka dan ditutup kembali, dan kemudahan dalam penanganan dan

pengangkutan; dan

5. Harus memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan.


21

2.3.1 Kemasan Plastik

Salah satu bahan pengemas yang umum digunakan oleh masyarakat adalah

plastik. Penggunaan plastik untuk kemasan cukup baik karena sifatnya yang

menguntungkan seperti luwes, mudah dibentuk, mempunyai adaptasi yang tinggi

terhadap produk, dan tidak korosif seperti logam. terdapat beberapa jenis bahan

kemasan yang berupa plastik lentur, antara lain:

1. Polietilen

Film ini paling banyak digunakan untuk pembuatan kantung-kantung bagi

konsumen. Bahan ini kuat, kedap air, tahan terhadap zat-zat kimia dan murah.

Beberapa kantung jala juga terbuat dari plastik polietilen.

2. Selofan

Selofan biasa digunakan untuk membungkus nampan-nampan, pembuatan

kantung-kantung atau sebagai tutup keranjang.

3. Hidroklorida Karet (Pliofilm)

Jenis film kuat lainnya yang mempunyai sifat kedap air berupa polietilen

adalah pliofilm. Bahan ini dapat digunakan untuk wadah pro-komoditi serupa

yang lebih berat. Bahan ini tidak tembus udara, air dan cairan-cairan.

4. PVC (Film Polyvinil Clorida)

Bahan ini merupakan film yang lebih mutakhir yang sekarang banyak

digunakan untuk membungkus barang-barang yang segar. Beberapa jenis PVC

misalnya asetat selulosa relatif mudah ditembus O2 dan uap air. PVC bersifat

lentur, mempunyai pori-pori kecil dan dapat menyusut bila dipanaskan.


22

Kemasan plastik banyak digunakan sebagai pengemas buah, sayuran, dan

makanan. Plastik tersebut diantaranya adalah plastic wrapping, aluminium foil,

dan plastik vakum. Plastic wrapping dan aluminium foil memiliki jenis bahan

kemas polietilen maupun PVC. Sedangkan plastik vakum umumnya memiliki

jenis bahan kemas polietilen. Polietilen merupakan salah satu jenis plastik yang

memiliki sifat transparan sampai keruh, mudah dibentuk, lemas, gampang ditarik,

dan daya rentang yang tinggi tanpa robek (Hardenberg, 1986). Selain itu polietilen

juga bersifat fleksibel, lunak, dan mempunyai kekuatan benturan yang baik.

Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang

baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi yang banyak

digunakan sebagai pengemas makanan.

2.3.2 Edible Coating

Edible Coating adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat

dimakan, dibentuk untuk melapisi makanan atau diletakkan diantara kompenen

makanan yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa

misalnya kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut dan sebagai pembawa

aditif serta untuk meningkatkan penanganan suatu makanan (Randy dkk., 2014).

Pelapisan diterapkan pada produk makanan dengan mencelupkan, menyikat atau

penyemprotan. Pelapis diterapkan dengan membungkus di permukaan sampel

setelah terbentuk (Sonti, 2003). Edible coating telah lama dikenal untuk

melidungi produk makanan sehingga lebih tahan terhadap kerusakan, karena dapat

menghambat dehidrasi, menghambat respirasi, meningkatkan kualitas tekstur,

membantu mempertahankan rasa dan mengurangi pertumbuhan mikroba. Telah


23

berkembang pesat penggunaan dan pengembangan bahan kemasan organik untuk

memperpanjang masa simpan, mempertahankan kesegaran yang ditujukan untuk

produk makanan (Han et al., 2003).

Dalam mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan dari beberapa

buah-buahan dan sayuran segar, seperti apel dan ketimun dapat menggunakan

edible coating. Buah-buahan dan sayuran biasanya dilapisi dengan cara

pencelupan maupun penyemprotan dengan berbagai bahan yang dapat dimakan

jadi membran semipermeabel terbentuk di permukaan untuk menekan respirasi,

pengendalian kehilangan kelembaban (Lin and Zhao, 2007).

Beberapa bahan dasar pembuatan edible coating adalah bahan hidrokoloid

(protein, polisakarida), lipid (lemak) dan komposit (campuran hidrokoloid dan

lipid). Protein dapat diperoleh dari jagung, kedelai, keratin, kolagen, gelatin,

kasein, protein susu, albumin telur dan protein ikan. Polisakarida dapat diperoleh

dari selulosa dan turunannya (metil selulosa, karboksil metil selulosa, hidroksi

propil metil selulosa), tepung dan turunannya, pektin ekstrak gangang laut

(alginat, karagenan, agar), gum (gum arab, gum karaya) (Darni et al., 2009).

Banyak metode yang dapat digunakan dalam pengaplikasian edible coating .

Beberapa metode untuk aplikasi edible coating pada buah dan sayuran, antara lain

metode pencelupan (dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying),

penuangan (casting), dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode pencelupan

merupakan metode yang paling banyak digunakan terutama pada sayuran, buah,

daging dan ikan, dimana produk dicelupkan ke dalam larutan yang digunakan

sebagai edible coating (Harris, 2001).


24

2.4 Masa Simpan

Hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi didalam produk

makanan bersifat akumulatif dan ireversibel (tak dapat dipulihkan kembali)

selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut

mengakibatkan mutu makanan tak lagi dapat diterima. Jangka waktu akumulasi

hasil reaksi yang mengakibatkan mutu produk makanan tidak lagi dapat diterima

lagi disebut jangka waktu kedaluarsa (Syarief dan Halid, 1993). Umur simpan

merupakan aspek yang penting dalam desain produk, karena menyangkut

keamanan dan tingkat kepercayaan konsumen. Ketika produk dalam kondisi yang

tidak dapat dikomsumsi, dapat dikatakan bahwa produk telah mencapai akhir

simpan. (Tookis et all, 2003).

2.4.1 Definisi Masa Simpan

Menurut Arpah dan Syarief (2000) menyatakan masa simpan adalah kurun waktu

ketika suatu produk makanan akan tetap aman, mempertahankan sifat sensori,

kimia, fisik, dan mikrobiologi tertentu, serta sesuai dengan keterangan pelabelan

data nutrisi, ketika disimpan pada kondisi tertentu. Keterangan mengenai umur

simpan diinformasikan kepada konsumen produk makanan dalam bentuk label

supaya mereka dapat mengetahui waktu dan kondisi antara waktu pembelian

hingga konsumsi. Secara umum, ada tiga macam komponen penting yang

berhubungan dengan umur simpan, yaitu perubahan mikrobiologis (terutama

untuk produk dengan umur simpan yang pendek), serta perubahan kimia dan

sensori (terutama untuk produk dengan waktu simpan menengah hingga lama).

Floros (1993) menambahkan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan
25

produk pangan yang berada dalam kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu

level atau tingkatan degradasi mutu tertentu.

Menurut Syarief et al., (1993), beberapa faktor yang mempengaruhi umur simpan

bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut:

1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya

perubahan seperti kepekaan terhadap air dan oksigen serta kemungkinan

terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.

2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume.

3. Kondisi atmosfer terutama suhu dan kelembaban diman kemasan dapat

bertahan selama transit dan sebelum digunakan.

Perusahaan makanan telah menetapkan standart “close code” untuk

mengindikasikan waktu proses dan pengemasan seperti hari dan tahun atau jam

pada pengemas primer atau sekunder. Seiring dengan perkembangan konsumen

yang ingin serba tahu, sistem “opening dating” diterapkan sehingga kode tersebut

mudah dibaca dan memberikan informasi pada konsumen lebih merasa aman saat

mengkomsumsinya. Ada beberapa tipe penulisan tentang umur simpan:

1. Pack date: menunjukkan tanggal sewaktu poduk dikemas dalam kemasan

primer. Tapi tipe ini tidak memberikan informasi yang spesifik tentang berapa

lama produk bertahan setelah dibeli.

2. Display date: menunjukkan tanggal sewaktu produk diletakkan pada rak

penjual.
26

3. Pull date atau sell by date: menunjukkan tanggal terakhir produk harus dijual

dengan tujuan untuk memberikan jangka waktu bagi konsumen untuk

mengkomsumsinya.

4. Best before best if used by date: tanggal terakhir kualitas tinggi maksimum.

5. Use by date/expiration date: tanggal setelah makanan tidak lagi berada pada

tingkat kualitas yang biasa diterima (Robetson 1993).


27

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

Laboratorium Mikrobiologi hasil Pertanian, dan Laboratorium Pengawasan Mutu

Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada April sampai dengan Mei

2016

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah brokoli yang diperoleh dari

salah satu pedagang di Pasar Gintung Bandar Lampung, bubuk kitosan yang

diperoleh dari PT. Surindo, asam asetat, aquades, media PCA, plastic wrapping

ketebalan 0,01 mm, dan alkohol 70% yang diperoleh dari laboratorium

Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas

Lampung.

Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik (Mattler M3000 Swiszerlan),

pisau, baskom, erlenmeyer, jarum ose, autoklaf (WiseclaveTM)), cawan petri, labu

ukur, pipit tetes, kapas, gelas ukur, inkubator (Heraeus D-6450 Hanau), bunsen,

mikro pipet 1000µL (Thermo Scientific, Finnpipette F3), tabung reaksi, rak

tabung reaksi.
28

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini disusun secara faktorial dalam rancangan acak kelompok lengkap

(RAKL) yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi kitosan yang

terdiri dari 4 taraf yaitu 0%, 1%, 2%, dan 3%. Faktor kedua adalah pengemasan

yang terdiri dari 2 jenis yaitu penggunaan plastic wrapping, dan tanpa

penggunaan plastic wrapping. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada

masing-masing perlakuan dan dilakukan pengamatan terhadap susut bobot, total

mikroba, dan organoleptik warna selama 5 hari (hari ke-1, ke-3, dan ke-5). Data

yang diperoleh dianalisisis menggunakan analisis ragam ANOVA dan

kemenambahan data diuji dengan uji Tukey dan apabila menunjukkan adanya

perbedaan baik yang nyata maupun sangat nyata, maka dilanjutkan dengan

polynomial ortogonal pada taraf 1% dan 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini terdiri atas beberapa tahap yaitu penyiapan larutan

kitosan, aplikasi edible coating pada brokoli, aplikasi kemasan plastic wrapping

pada brokoli, dan analisis uji pada brokoli.

3.4.1. Penyiapan larutan kitosan

Edible coating dengan konsentrasi kitosan 1%, 2%, dan 3% (b/v) dibuat dengan

cara melarutkan 10 gram kitosan dalam total volume 1000 ml dengan asam asetat

1%, diaduk pada suhu 40°C sampai larut. (Nurhayati, dkk, 2014).
29

3.4.2. Aplikasi edible coating pada brokoli

Brokoli dicuci hingga bersih dan ditiriskan. Brokoli yang telah disiapkan

direndam ke dalam larutan kitosan (0%, 1%, 2%, dan 3%) pada suhu kamar

selama 15 menit, dan dikeringanginkan.

3.4.3 Aplikasi kemasan plastic wrapping pada brokoli

Setelah proses pencelupan selesai dan pelapis mulai kering, brokoli dikemas

dengan plastic wrapping, dan tanpa dikemas. Brokoli yang dikemas plastic

wrapping dilakukan dengan cara brokoli dibalut menggunakan plastic wrapping

yang sudah direntangkan. Kemudian, brokoli disimpan pada suhu kamar (25°-

30°C) kemudian dilakukan analisis uji terhadap susut bobot, total mikroba, dan

organoleptik warna pada brokoli dari masing-masing perlakuan tersebut pada

masa simpan, hari ke 1, hari ke 3 dan hari ke 5.

3.5 Analisis Uji pada Brokoli

3.5.1 Penentuan Susut Bobot

Penentuan susut bobot dilakukan dengan cara melakukan penimbangan pada

brokoli sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dengan menggunakan

perhitungan. Persentase susut bobot dapat dihitung dengan rumus:

% susut bobot = A-B X 100%


A
Keterangan :

A = berat sebelum penyimpanan (gram)

B = berat sesudah penyimpanan (gram)


30

3.5.2 Total Mikroba (Total Plate Count)

Analisis total mikroba dilakukan dengan merujuk pada Standar Nasional

Indonesia (SNI 01-2332.3-2006). Sampel secara aseptik ditimbang 5 gram dalam

Erlenmeyer steril, kemudian ditambahkan 45 ml larutan NaCl sebagai pengencer

sampel, dihomogenkan sehingga diperoleh suspensi pengenceran 10‾¹, kemudian

dibuat pengenceran 10‾², pengenceran 10‾³, atau sesuai pengenceran yang

diperlukan. Untuk uji Angka Lempeng Total Bakteri, dari setiap pengenceran

dipipet 1 ml ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam setiap cawan petri

dituangkan 12-15 ml media PCA yang masih cair dengan suhu 45 ± 1°C. Media

PCA dan contoh diputar kebelakang, kedepan, kekanan dan kekiri agar tercampur

merata dan memadat. Setelah media memadat cawan petri dibalik dan diinkubasi

pada suhu 35°C selama 48 ± 2 jam. Pertumbuhan koloni pada setiap cawan petri

yang mengandung 25-250 koloni dicatat setelah 48 jam.

Setelah masa inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung

denganrumus:

Jumlah koloni = jumlah koloni pada cawan 1/faktor pengenceran

3.5.3 Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik yang dilakukan ialah uji warna yang menggunakan uji

skoring. Uji organoleptik dilakukan oleh 20 panelis. Penilaian dilakukan melalui

pengisian kuesioner. Contoh kuesioner yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
31

Tabel 1. Kuesioner organoleptik warna


Sampel : Brokoli

Nama :

Tanggal :

Dihadapan anda disajikan 8 sampel brokoli yang telah diberi kode acak. Berikan
penilaian anda terhadap warna pada produk dengan memberikan skor dari 1-5 sesuai
dengan penilaian anda.

Parameter 031 309 191 321 204 587 345 546

Warna

Keterangan:
Warna

5= Sangat hijau

4= Hijau

3= Hijau kekuningan

2= Kuning kehijauan

1= kuning
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1.Terdapat pengaruh konsentrasi kitosan sebagai edible coating terhadap masa

simpan brokoli.Konsentrasi 3% mampu memberikan pengaruh lebih baik

dalam menghambat perubahan persentase susut bobot, menghambat

pertumbuhan mikroba, dan perubahan warna selama penyimpanan.

2. Perlakuan kemasan plastic wrapping mampu memberikan pengaruh dalam

menghambat perubahan persentase susut bobot dan perubahan warna pada

brokoli selama penyimpanan.

3. Kombinasi pelapis kitosan dan kemasan plasticwrapping mampu

memberikan pengaruh lebih baik dalam menghambat perubahan persentase

susut bobot, menghambat pertumbuhan mikroba, dan perubahan warna.

4. Kombinasi pelapis kitosan dengan konsentrasi 3% dan kemasan plastic

wrappingmemberikan masa simpan tertinggi yaitu 5 hari penyimpanan pada

suhu ruang, sedangkan kontrol hanya bertahan 3 hari penyimpanan pada suhu

ruang.
43

5.2 Saran

Pengemasan sebaiknya dilakukan setelah produk benar-benar kering dari

pelapisnya, sehingga produk tidak lembab dan dapat mencegah timbulnya

kerusakan. Serta perlu pengkajian lebih lanjut yang berkaitan dengan metode

pelapisan seperti dengan memperbaiki metode pencelupan atau dengan mencoba

menggunakan metode aplikasi lainnya sehingga memberikan hasil yang lebih

efektif dan efisien.


44

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 2010. Kajian Pola Respirasi Dan Mutu Brokoli (Brassica Oleraceae
L. Var Italic) Selama Penyimpanan Dengan Beberapa Tingkatan Suhu.http:
// www. stppmedan. ac. id/ pdf/ Jurnal % 20 Vol % 205/4-Aminudin.pdf [
17 Desember 2015.

Anggraeni, W. 2007. Penggunaan Bahan Pelapis Dan Plastik Kemasan Untuk


Meningkatkan Daya Simpan Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.).
(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 75 pp.

Anityoningrum H. 2005. Pengaruh edible coating Kitosan terhadap Mutu


Organoleptik Ikan Asin Kering di Muara Angke Jakarta Utara. Skripsi.
Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan. Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 2014. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Lama Perendaman sebagai


edible coating terhadap Kualitas Brokoli ( Brassica oleracia L). http : //
etheses.uin-malang.ac.id/1071/3/10620025%20Pendahuluan.pdf. (11
November 2015).

Arpah. Hermanianto dan Jati W. K. 1999. Penentuan Umur Simpan Produk


Ekstruksi Dari Hasil Samping Penggilingan Padi (Menir Dan Bekatul)
Dengan Metode Konvensional, Kinetika Arrhenius Dan Sorpsi Ishotermis.
Seminar teknologi pangan

Ashari, S., 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press, Jakarta.

Asril, Zikra. 2009. Analisis dan Desain Indikator Kinerja Rantai Pasokan Brokoli
(Brassica Oleracea) di Sentra Hortikultura Cipanas-Cianjur,Jawa Barat.
Bogor: Skripsi IPB.

Badan Pusat Statistik. 2012. http://www.bps.go.id/. Produksi Sayuran Indonesia.


Diakses Tanggal 20 Juni 2016.

Bafdal, N. 2007. Packaging Optimization for Transporting Broccoli at Low


Temperatur. Joint Research Between The Padjadjaran University and The
Korea Research Institute Bandung, Indonesia December.

Cahyono, B. 2001. Kubis Bunga dan Broccoli. Yogyakarta: Kanisius.


45

Darni, Yuli, Utami dan Asriah. 2009. Peningkatan Hidrofibisitas dan Sifat Fisik
Plastik Biodegradable Pati Tapioka Dengan Penambahan Selulosa Residu
Rumput Laut (Euchema spinossum). Jurnal Fakultas Teknik, Universitas
Lampung. ml.scribd.com/doc/72766632/17 Yuli-Darni-FT

Elizabeth, A. Baldwin and Robert Hagenmaier. 2012. edible coating and Films to
Improve Food Quality. CRC Press.United State of America.

Floros, J. D. 1993. Shelf life predition of package food. Di dalam shelf life
Studies of Food and Beverage. Chemical. Biological and nutritional aspect
(G. Charalambous, ed) Elsevier. London

Gunadnya IBP. 1993. Pengkajian Penyimpanan Salak Segar (Salacca edulis


Reinw) dalam Kemasan Film dengan Modified Atmophere [Tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor.

Ghaout, A.E. 1991. Chitosan Coating Effect on Storability and Quality of Fresh
Strawberries. Journal of Food Science. 56(6)

Hafdani, F.N. and Sadeghinia. N., 2011. A Review on Application of Chitosan as a


Natural Antimicrobial. World Academy of Science. Engineering and
Technology, 50.

Hall, C. W., R. E. Hardenburg, dan Er. B. Pantastico. 1986. Pengemasan untuk


konsumen dengan plastik, hal. 478-480. Dalam: E. R. B. Pantastico
(Ed.). Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan
dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Universitas Gajah Mada
Pres. Yogyakarta.

Han, J.H. and Gennadios, A. 2003. Edible films and coatings: A review. In
Innovations in Food Packaging, ed. J.H. Han, pp. 239–262. London, U.K.:
Elsevier

Handayani, R.T. 2008. Pengemasan Atmosfer Jamur Tiram Putih. (Skripsi).


Departmen Teknologi Indistri Pertanian Fkultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.

Hardjito L. 2006. Aplikasi kitosan sebagai bahan tambahan makanan dan


pengawet. Di dalam: Santoso J, Trilaksani W, Nurhayati T, Suseno SH,
(eds). Prospek produksi dan aplikasi kitin-kitosan sebagai bahan alami
dalam membangun kesehatan masyarakat dan menjamin keamanan produk.
Prosiding seminar nasional kitin-kitosan 2006; Bogor, 16 Maret 2006.
Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Hardenberg, R. E. 1986. Dasar-dasar pengemasan, hal. 447-477. Dalam: E. R. B.


Pantastico (Ed.). Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan
Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Universitas
46

Gajah Mada Pres. Yogyakarta.

Holipah, S. N., Wijayanti, E. dan Saputra, V. 2010. Aplikasi Kitosan Sebagai


Pengawet Alami Dalam Meningkatkan Mutu Simpan Produk Pasca Panen.
PKM Gagasan Tertulis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ida, P. 2009. Kajian Penyimpanan Buah Salak Segar pada Pengemasan Plastik
Polyethylen Terperforasi dalam Atmosfer Termodifikasi. In Prosiding
Seminar Nasional FTP UNUD ISBN: 978-602-8659-02.P 116-122.

Isnaini, N. 2009. Pengaruh Edible Coating Terhadap Kecepatan Penyusutan


Berat Apel Potongan. Program Studi Teknik Kimia, Fakultas teknik,
Universitas Surabaya.

Johansyah,A. Erma,P. dan Endang K. 2014. Pengaruh Plastik Pengemas Low


Density Polyethylene (LDPE), High Density Polyethylene (HDPE) dan
Polipropilen (PP)Terhadap Penundaan Kematangan Buah Tomat (Lycopersicon
esculentum.Mill ). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. 22. No.1.

Jiang, dan Tsang, G. 2005. Lycopene in Tomatoes and Prostate Cancer.


http://www. healthcastle.com [12 November 2015].

Juliana, E. Nurwida, A. Saputra, V. 2011. Aplikasi Kitosan sebagai Coating


(Pelapis) dalam Meningkatkan Mutu dan Mempertahankan Viabilitas dan
Vigor Benih. Program kerja Mahasiswa. IPB.

Harris, H. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dari Pati Tapioka. Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 3(2):hlm 99-106

Kader, A.A., 2001. Tamarillo: Recommendation for Maintaining Post Harvest


Quality. Departemen of Phonology-University of California, Davis.

Karina, A.R. 2012. Pengaruh Macam dan Kadar Kitosan terhadap Umur Simpan
dan Mutu Buah Stroberi (Fragaria x ananassa Duch.). Fakultas pertanian
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Khomsan,A. 2009. Rahasia Sehat Dengan Makanan Berkhasiat. Jakarta: PT.


Kompas Media Nusantara.

Krotcha, J.M. 1992. Control of Mass Transfer in Food with Edible Coatings and
Film. Advances in Food Engineering. CRC Press, Boca Raton, F.L. : 517 –
538.

Lin, D. and Y. Zhao. 2007. Innovations in the development and application of


edible coatings for fresh and minimally processed fruits and vegetables.
Comprehensive Food Sci. Food Safety 6(3): 60−75.
47

Mahmiah. 2005. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Sebagai Bahan Dasar Isolasi
Chitin dan Kitosan. Jurnal Perikanan, 2 (1) : 71-75.

Musaddad, D. 2002. Mempelajari Efektifitas Pelapis Edibel Chitosan pada Buah


Tomat Segar Selama Penyimpanan di Suhu Kamar dan Suhu Dingin.
Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

No, H.K., N.Y. Park, S.H. Lee, dan S.P. Meyers. 2002. Antibacterial activity of
kitosan and kitosan oligomers with different molecular weight. Int. J. Food
Microbiol. 74(1-2): 65-72.

Novita, M. Satriana, M. Rohaya, S. Hasmarita, E. 2012. Pengaruh Pelapisan


Kitosan terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tomat Segar (Lycopersicum
pyriforme) pada Berbagai Tingkat Kematangan. Jurnal Teknologi dan
Industri Pertanian Indonesia. 4(3).

Nurhayati, T. Hanum, A. Rangga dan Husniati. 2014. Optimasi Pelapisan Kitosan


untuk Meningkatkan Masa Simpan Produk Buah-Buahan Segar Potong.
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian.19(2):161-178.

Nurhayati, Agusman. 2011. Edible Film Kitosan Dari Limbah Udang. Sebagai
Pengemas Pangan Ramah Lingkungan.J ofSqualen Vol.( 6 No.1), Mei
2011:1-7.

Nurrachman. 2004. Pengaruh Pelapisan Chitosan terhadap fisiologi Pasca Panen.


Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pranoto, Y., V.M. Salokhe, and S.K. Rakshit. 2005. Physical and antibacterial
properties of alginate-based edible film incorporated with garlic oil. J. Food
Res. Intl. 38: 267−272 .

Pelczar WJ, Chan ECS. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume 1 dan 2.


Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta: UI
Press. Terjemahan dari : Elements of Microbiology.

Pujimulyani, D. 2009. Teknologi Pengelolahan Sayur-Sayuran dan Buah-buahan.


Graha Ilmu. Yogyakarta. 285 pp.

Restuati M. 2008. Perbandingan chitosan kulit udang dan kulit kepiting dalam
menghambat pertumbuhan kapang Aspergillus flavus. Di dalam: Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi; 2008 Nov 17; Lampung (ID):
Satek. hlm 582-590.

Roberts.G.A. 1991. Chitin Chemistry. Nottingham Politechnic. USA: Mc Millan.


48

Robetson, G. L. 1993. Food Packing Principle and Practice. Marcell dekker, inc
New York.

Rochman.2007.Kajian Teknik Pengemasan Buah Pepaya Dan Semangka Terolah


Minimal Selama Penyimpanan Dingin. Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rokhani H. 1995. Disain Sistem Pengukuran Laju Transpirasi Buahbuahan/


Sayuran pada Ruang Atmosfir Terkendali [Laporan Penelitian]. Bogor:
Jurusan Mekanisasi Pertanian FATETA Institut Pertanian Bogor.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi,
dan Gizi. ITB, Bandung.

Rukmana, R. 1995. Budidaya Kubis Bunga & Brokoli. Yogyakarta: Kanisius.

Sabari, S.D., J. Rajagukguk dan A. Dwiwijaya. l994. Pengaruh Kimia dan Suhu
Penyimpanan terhadap DayaSimpan Kubis Bunga. Jurnal Hortikultura. Vol
4(2).

Safaryani, N. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Penurunan


Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L.). Buletin Anatomi dan
Fisiologi. (15) 2.

Santoso, B. 2001. Fisiologi dan Biokimia pada Komoditi Panenan Hortikultura.


Jakarta: Dian Rakyat.

Satyajaya, W dan O. Nawansih. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kitosan sebagai


Bahan Pengawet terhadap Masa Simpan Mie Basah. Jurnal Teknologi dan
Industri Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 1.

Sitorus, F. S. 2014. Pengaruh Konsentrasi Kitosan Sebagai Edible Coating Dan


Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Jambu Biji Merah. J. Rekayasa
pangan dan pet., Vol.2.

Simpson, B.K. 1997. Utilization of Chitosan for Preservation of Raw Shrimph.


Food Biotechnology II. 25-44.

Sonti, Sirisha. 2003. Consumer Perception and Application of Edible coating on


Fresh-Cut Fruits and Vegetables. Thesis. Faculty of Lousiana State
University and Agricultural and Mechanical Collage In The Departement of
Food Science. Shreveport, U.S.A.

Sunu Pratignja & Wartoyo. 2006. Buku Ajar Dasar Hortikultura. Surakarta.
Universitas Sebelas Maret.

SNI. 2006. Cara Uji Mikrobiologi-Bagian 3: Penentuan Angka Lempeng Total


(ALT) pada Produk Perikanan. SNI 01-2332.3-2006.
49

Sugita, P., (2009), Kitosan : Sumber Biomaterial Masa Depan, IPB Press, Bogor.

Syarief, R. Dan Y. Halid. 1993. Teknologi penyimpanan pangan. ancan. Jakarta

Toharisman, A. 2007. Peluang Pemanfaatan Enzim Kitinase Di Industri Gula.


P3GI.

Tookis, P. S., T. D. Labuza, I. S. Saguy. 2003. The Handbook of Food Engenering


Practice Chapter 10. http://courses.che.umn.edu/oofsen8334. If.
pdfi/pdffolder/crc%20shelflife%20chapter.pdf
Wardaniati, R.A. dan S. Setyaningsih. 2009. Pembuatan kitosan dari kulit udang
dan aplikasinya untuk pengawet bakso. http:// eprints.undip.ac.id/1718. [13
Juli 2015].

Widodo, S.E., Zulferiyenni dan D.W. Kusuma. 2013. Pengaruh Penambahan


Benziladenin Pada Pelapis Kitosan Terhadap Mutu dan Masa Simpan Buah
Jambu Biji “Crystal”. Jurnal Agrotek Tropika Vol. 1; No. 55-60.

You might also like