Bab I

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hampir semua reaksi kimia yang diterapkan dalam industri kimia melibatkan bahan
baku yang berbeda wujudnya, baik berupa padatan, gas maupun cairan. Oleh karena itu,
reaksi kimia dalam suatu industri dapat terjadi dalam fase ganda atau heterogen, misalnya
biner atau bahkan tersier (Coulson, 1996). Walaupun terdapat perbedaan wujud pada bahan-
bahan baku yang direaksikan, namun terdapat satu fenomena yang selaluterjadi. Sebelum
reaksi kimia berlangsung. Maka salahsatu atau lebih bahan baku (reaktan) akan berpindah
dari aliran utamanya menuju ke lapisan antarfase/batas atau menuju aliran utama bahan baku
yang lain yang berada di fase yang berbeda.
Absorpsi gas-cair merupakan proses heterogen yang melibatkan perpindahan
komponen gas yang dapat larut menuju penyerap yang biasanya berupa cairan yang tidak
mudah menguap (Franks, 1967). Reaksi kimia dalam proses absorpsi dapat terjadi di lapisan
gas, lapisan antarfase, lapisan cairan atau bahkan badan utama cairan, tergantung pada
konsentrasi dan reaktifitas bahan-bahan yang direaksikan. Untuk memfasilitasi
berlangsungnya tahapan-tahapan proses tersebut, biasanya proses absorpsi dijalankan dalam
reactor tangki berpengaduk bersparger, kolomg elembung (bubble column) atau kolom yang
berisi tumpukan partikel inert (packed bed column). Proses absorpsi gas-cair dapat
diterapkan pada pemurnian gas sintesis, recovery beberapa gas yang masih bermanfaat
dalam gas buang atau bahkan pada industri yang melibatkan pelarutan gas dalam cairan,
seperti H2SO4, HCl, HNO3, formadehid dll(Coulson, 1996).Absorpsi gas CO2 dengan larutan
hidroksid yang kuat merupakan proses absorpsi yang disertai dengan reaksi kimia order 2
antara CO2 dan ion OH-membentuk ionCO32-dan H2O.Sedangkan reaksi antara CO2 dengan
CO32- membentuk ion HCO3-biasanya diabaikan (Danckwerts, 1970; Juvekardan Sharma,
1972). Namun, menurut Rehmet al. (1963) proses ini juga biasa dianggap mengikuti reaksi
order 1 jika konsentrasi larutan NaOH cukup rendah (encer).
Perancangan reaktor kimia dilakukan berdasarkan pada permodelan hidrodinamika
reaktor dan reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. Suatu model matematika merupakan
bentuk penyederhanaan dari proses sesungguhnya di dalam sebuah reaktor yang biasanya
sangat rumit (Levenspiel, 1972). Reaksi kimia biasanya dikaji dalam suatu proses batch
1
berskala laboratorium dengan mempertimbangkan kebutuhan reaktan, kemudahan
pengendalian reaksi, peralatan, kemudahan menjalankan reaksi dan analisis, dan ketelitian.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap jumlah CO2 yang terserap
pada berbagai waktu reaksi ?
2. Bagaimana pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan perpindahan
massa CO2 (kGa) ?
3. Bagaimana pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan reaksi antara CO2
dan NaOH (k2) ?
4. Bagaimana hubungan CO2 yang terserap terhadap waktu ?

1.3 Tujuan Percobaan


Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa mampu menjelaskan mengenai
beberapa hal berikut:
1. Pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap jumlah CO2 yang terserap pada berbagai
waktu reaksi.
2. Pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan perpindahan massa CO2
(kGa).
3. Pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan reaksi antara CO2 dan NaOH
(k2).
4. Hubungan CO2yang terserap terhadap waktu

1.4 Manfaat Percobaan


1. Mengetahui pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap jumlah CO2 yang terserap pada
berbagai waktu reaksi.
2. Mengetahui pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan perpindahan
massa CO2 (kGa).
3. Mengetahui pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan reaksi antara CO2
dan NaOH (k2).
4. Mengetahui hubungan CO2yang terserap terhadap waktu.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Absorbsi
Absorbsi merupakan salah satu proses separasi dalam industri kimia dimana suatu
campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan penyerap tertentu sehingga satu atau lebih
komponen gas tersebut larut dalam cairannya. Absorbsi dapat terjadi melalui dua mekanisme,
yaitu absorbsi fisik dan absorbsi kimia.
Absorbsi fisik merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa pelarutan gas dalam
larutan penyerap, namun tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh proses ini adalah absorbsi
gas H2S dengan air, methanol, propilen karbonase. Penyerapan terjadi karena adanya interaksi
fisik. Mekanisme proses absorbsi fisik dapat dijelaskan dengan beberapa model, yaitu: teori
dua lapisan (two films theory) oleh Whiteman (1923), teori penetrasi oleh Dankcwerts dan
teori permukaan terbaharui.
Absorbsi kimia merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa pelarutan gas
dalam larutan penyerap yang disertai dengan reaksi kimia. Contoh peristiwa ini adalah
absorbsi gas CO2 dengan larutan MEA, NaOH, K2CO3 dan sebagainya. Aplikasi dari absorbsi
kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO2 pada pabrik Amonia seperti yang
terlihat pada gambar 2.1
absorber

stripper

Gambar 2.1.Proses absorpsi dan desorpsi CO2 dengan pelarut MEA di pabrik Amonia

3
Proses absorpsi dapat dilakukan dalam tangki berpengaduk yang dilengkapi dengan
sparger, kolom gelembung (bubble column), atau dengan kolom yang berisi packing yang
inert (packed column) atau piringan (tray column). Pemilihan peralatan proses absorpsi
biasanya didasarkan pada reaktifitas reaktan (gas dan cairan), suhu, tekanan, kapasitas, dan
ekonomi.

2.2 Analisis Perpindahan Massa dan Reaksi dalam Proses Absorpsi Gas oleh Cairan
Secara umum, proses absorpsi gas CO2 kedalam larutan NaOH yang disertai reaksi
kimia berlangsung melalui empat tahap, yaitu perpindahan massa CO2 melalui lapisan gas
menuju lapisan antarfase gas-cairan, kesetimbangan antara CO2 dalam fase gas dan dalam
faselarutan, perpindahan massa CO2 dari lapisan gas kebadan utama larutan NaOH dan
reaksi antara CO2 terlarut dengan gugus hidroksil (OH-). Skema proses tersebutdapatdilihat
pada Gambar 2.2.

Gas bulk flow Gas film Liq. film Liq. bulk flow

pg
pai

A*

Gambar2.2.Mekanismeabsorpsi gas CO2dalamlarutanNaOH

Laju perpindahan massa CO2 melalui lapisan gas:


Ra  kga( pg  pai) (1)

Kesetimbangan antara CO2 dalam fase gas dan dalam fase larutan :

4
A*  H . pai (2)

dengan H pada suhu 30oC = 2,88  10-5 g mole/cm3. atm.

Laju perpindahan massa CO2 dari lapisan gas ke badan utama larutan NaOH dan reaksi
antara CO2 terlarut dengan gugus hidroksil:

Ra  [ A*]a D A .k 2 .[OH  ] (3)

Kedaanbatas:

D A .k 2 .[OH  ]
(a)  1
kL

D A .k 2 .[OH  ] [OH  ] D A
(b)  dengan z adalah koefisien reaksi kimia antara CO2
kL z. A * DB
dan [OH-}, yaitu = 2.

Di fase cair,reaksi antara CO2 dengan larutan NaOHterjadi melalui beberapa


tahapan proses:

NaOH (s) Na+ (l) + OH- (l) (a)

CO2 (g) CO2 (l) (b)

CO2 (l) + OH- (l) HCO3- (l) (c)

HCO3- (l) + OH- (l) H2O (l) + CO32- (l) (d)

CO32- (l) + Na+ (l) Na2CO3(l) (e)

Langkah d dan e biasanya berlangsung dengan sangat cepat, sehingga proses


absorpsi biasanya dikendalikan oleh peristiwa pelarutan CO2 ke dalam larutan NaOH
terutama jika CO2 diumpankan dalam bentuk campuran dengan gas lain atau
dikendalikan bersama-sama dengan reaksi kimia pada langkah c (Juvekar dan Sharma,
1973).

5
Eliminasi A* dari persamaan 1, 2 dan 3 menghasilkan :

a.H . pg. D A .k 2 .[OH  ]


Ra  (4)
a.H . D A .k 2 .[OH  ]
1
k Ga

D A .k 2 .[OH  ]
Jika nilai kL sangat besar, maka:  1 , sehingga persamaan di atas
kL

a.H . pg. D A .k 2 .[OH  ]  k L


2

menjadi: Ra  (5)
a.H . D A .k 2 .[OH  ]  k L
2

1
k Ga

Jika keadaan batas (b) tidak dipenuhi, berarti terjadi pelucutan [OH-] dalam
larutan.Hal ini berakibat:

D A .k 2 .[OH  ] [OH  ] D A
 (6)
kL z. A * DB

Dengan demikian, maka laju absorpsi gas CO2 ke dalam larutan NaOH akan
mengikuti persamaan:

a.H . pg. .k L
Ra  (7)
a.H . .k L
1
k Ga

Dengan  adalah enhancement faktor yang merupakan rasio antara koefisien


transfer massa CO2 pada fase cair jika absorpsi disertai reaksi kimia dan tidak disertai
reaksi kimia seperti dirumuskan oleh Juvekar dan Sharma (1973):

1/ 2
 [OH  ] DB 
1 . 
D A .k 2 .[OH  ]  z. A * D
 . A  (8)
kL  [OH  ] DB 
 z. A * D A 

6
Nilai diffusivitas efektif (DA) CO2 dalam larutan NaOH pada suhu 30oC adalah 2,1  10-5
cm2/det (Juvekardan Sharma, 1973).
NilaikGa dapat dihitung berdasarkan pada absorbsi fisik dengan meninjau
perpindahan massa total CO2 ke dalam larutan NaOH yang terjadi pada selang waktu
tertentu di dalam alat absorpsi. Dalam bentuk bilangan tak berdimensi, kGa dapat dihitung
menurut persamaan (Kumoro dan Hadiyanto, 2000):

1, 4003 1/ 3
k Ga .dp 2   .Q    CO 2 
 4,0777   CO 2 CO 2     (9)
DA   CO 2 .a    CO 2 .D A 

6(1   ) Vvoid
Dengan a  dan  
dp VT

Secara teoritik, nilai kGa harus memenuhi persamaan:

2
mol (CO2 , liq ) mol (CO3 )
k GA   (10)
A.Z . . plm . A.Z . . plm .

Jika tekanan operasi cukup rendah, maka plmdapat didekati dengan p = pin-pout.
Sedangkan nilai kladapat dihitung secara empirik dengan persamaan (Zheng dan and Xu,
1992):
0,5

0,3
k la .dp .Q    
 0,2258   NaOH NaOH     (11)
DA   .a    .D A 

Jika laju reaksi pembentukan Na2CO3 jauh lebih besar dibandingkan dengan laju
difusi CO2 ke dalam larutan NaOH, maka konsentrasi CO2 pada batas film cairan dengan
badan cairan adalah nol. Hal ini disebabkan oleh konsumsi CO2yang sangat cepat selama
reaksi sepanjang film. Dengan demikian, tebal film (x) dapat ditentukan persamaan:

D A .( pin  pout )
x 2
(12)
mol (CO3 ).R.T

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Rancangan Praktikum


3.1.1 Skema Rancangan Percobaan

Membuat larutan induk NaOH 0,3 N 15 L dan HCl


dengan konsentrasi 0,15 N sebanyak 500 ml

Menentukan fraksi Ruang Kosong


padad kolom absorpsi

Mengkalibrasi laju alir

Operasi Absorpsi

Menganalisa Sampel dengan titrasi aside


alkalimetri menggunakan PP dan MO

Menghitung konsentrasi
NaOH bebas

8
3.1.2 Variabel Operasi
a. Variabel tetap
1. Tekanan CO2 : 5,5 bar
2. Suhu : 300C
3. Konsentrasi NaOH : 0,3 N
4. Konsentrasi HCl : 0,15 N
b. Variabel berubah
Laju alir NaOH : 1 L/menit, 2 L/menit, 3 L/menit

3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan


1. Bahan yang digunakan
a. Kristal Natrium Hidroksida (NaOH)
b. CairanGas Karbondioksida (CO2) yang disimpan di tabungbertekanan
c. Udara
d. Aquadest (H2O)
e. Reagent untuk analisis yaitu larutan HCl 0,15 N danindikator PP dan MO

2. Alat yang digunakan


Rangkaian alat praktikum absorbs terlihat pada gambar 3.3

9
3.3 Gambar Rangkaian Alat

Bakpenampu
ng 2
Kranpengendalial
iran

Kolomabsorpsi
manometer

Bakpenampu
ng 1 kompresor

manometer
manometer TangkiCO2
Pompacelup Tangkipencam
pur
manometer

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Utama

3.4 Prosedur Praktikum


1. Membuat larutan induk NaOH dengan konsentrasi 0,3 N sebanyak 15 L
 Menimbang 183,6734 gr NaOH
 Dilarutkan dalam aquadest sebanyak 15 L
 Larutan NaOH ditampung dalam tangki untuk dioperasikan
2. Menentukan fraksi ruang kosong pada kolom absorpsi
 Pastikan kran di bawah kolom absorpsi dalam posisi tertutup
 Alirkan larutan NaOH dari bak penampung 2 ke dalam kolom absorpsi.
 Hentikan jika tinggi cairan di dalam kolom tepat setinggi tumpukan packing.
 Keluarkan cairan dalam kolom dengan membuka kran di bawah kolom, tampung
cairan tersebut dan segera tutup kran jika cairan dalam kolom tepat berada pada
packing bagian paling bawah.
 Catat volume cairan sebagai volume ruang kosong dalam kolom absorpsi = Vvoid.

10
 Tentukan volume total kolom absorpsi, yaitu dengan mengkur diameter kolom
D 2 .H
(D) dan tinggi tumpukan packing (H), VT 
4
Vvoid
 Fraksi ruang kosong kolom absorpsi =  
VT
3. Operasi Absorpsi
 NaOH 0,3 N dipompa dan diumpankan ke dalam kolom melalui bagian atas
kolom pada laju alir tertentu hingga keadaan mantap tercapai.
 Mengalirkan gas CO2melalui bagian bawah kolom. Ukur beda ketinggian cairan
dalam manometer 1, manometer 2 dan manometer 3, manometer 4 jika aliran gas
sudah steady.
 Mengambil 10 mL sampel cairan dari dasar kolom absorpsi tiap 1 menit selama
10 menit dan dianalisis kadar ion karbonat atau kandungan NaOH bebasnya.
 Mengulangi percobaan untuk nilai variabel kajian yang berbeda.
4. Menganalisis sampel
 Sebanyak 10 mL sampel cairan ditempatkan dalam gelas erlenmeyer 100 mL.
 Menambahkan indikator fenol fthalein (PP) sampai merah jambu, dan titrasi
sample dengan larutan HCl 0,15 N sampaiwarna merah hampir hilang
(kebutuhan titran = a mL), maka mol HCl = a  0,1 mmol.
 Menambahkan 2-3 tetes indikator metil jingga (MO), dan titrasi dilanjutkan lagi
sampai warna jingga berubah menjadi merah (kebutuhan titran=b mL), atau
kebutuhan HCl = b  0,1 mmol.
 Jumlah NaOH bebas = (2a-b) 0,1 mmol di dalam 10 mL sample
 Konsentrasi NaOH bebas = (2a-b) 0,01 mol/L

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Tabel 4.1 Laju alir NaOH (atau CO2) terhadap jumlah CO2 yang terserap

CO2 yang terserap


T
Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3
(menit)
(Q= 1 L/min) (Q=2 L/min) (Q=3 L/min)
0 0,1380 0,1515 0,1470
1 0,1440 0,1530 0,1530
2 0,1275 0,1410 0,1530
3 0,1125 0,1470 0,1500
4 0.1260 0,1425 0,1515
5 0,1230 0,1500 0,1530
6 0,1245 0,1500 0,1500
7 0,1230 0,1470 0,1515
8 0,1095 0,1425 0,1470
9 0,1200 0,1440 0,1470
10 0,1185 0,1455 0,1470

Tabel 4.2 Laju alir NaOH (atau CO2) terhadap kGa

Variabel Nilai kGa (/m³ menit)

Variabel 1 2,76 𝑥 10¯3


(Q= 1 L/min)
Variabel 2 3,26 𝑥 10¯3
(Q=2 L/min)
Variabel 3 3,332 𝑥 10¯3
(Q=3 L/min)

Tabel 4.3 Laju alir NaOH (atau CO2) terhadap kLa

Variabel Nilai kLa)


Variabel 1 1,0606 𝑥 10⁻⁷
(Q= 1 L/min)
Variabel 2 1,585 𝑥 10⁻⁷
(Q=2 L/min)
Variabel 3 1,8362 𝑥 10⁻⁷
(Q=3 L/min)

12
4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap jumlah CO2 yang terserap

0.18
0.16
0.14
0.12
mol CO2

0.1
Q=1 L/menit
0.08
Q=2 L/menit
0.06
Q=3 L/menit
0.04
0.02
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
t (menit)

Gambar 4.1 Hubungan laju alir NaOH terhadap mol CO2 tiap waktu

Gambar 4.1 diatas menunjukkan hubungan antara laju alir NaOH dengan CO2 yang
terserap. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa pada laju alir terbesar yaitu 3 L/s, jumlah CO2
yang terserap paling banyak. Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin cepat
laju alir NaOH maka CO2 yang terserap semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin
banyak NaOH yang kontak dengan CO2 sehingga konversi akan meningkat dan menyebabkan
reaksi akan berjalan lebih sempurna. Dalam laju volumetric (volume/waktu) jika nilainya lebih
besar maka jumlah larutan NaOH yang dialirkan tiap saat pada waktu yang sama akan lebih
besar. Pada konsentrasi yang sama dengan jumlah volume yang lebih besar maka jumlah mol zat
terlarutnya akan lebih besar pula.(Irianty, 2009)

13
4.2.2 Pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap kGa

3.5

KGA ( /m3 menit ) x 10¯³


3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1 2 3
Q ( L/menit)

Gambar 4.2 Hubungan laju alir NaOH terhadap kGa

Dalam percobaan ini menggunakan 2 fase yaitu cair dan gas. Larutan NaOH adalah fase
cairnya sedangkan gas CO2 adalah fase gasnya. Oleh karena itu ada hubungan antara larutan
NaOH dengan gas CO2 yang berupa koefisien perpindahan massa interfase gas (Kga).

Gambar 4.2 menunjukkan hubungan laju alir NaOH dengan perpindahan massa gas CO2
(KGa). Dapat dilihat bahwa kenaikan laju alir larutan penyerap (NaOH) dapat meningkatkan
koefisien perpindahan massa antar fase gas cair. Hal ini dapat terjadi, karena dengan semakin
tinggi laju alir cairan, maka kontak antara gas dengan cairan semakin baik. Dengan demikian,
maka jumlah gas yang didapat berpindah dari fase gas menuju fase cairan juga semakin besar.
(Kumoro dan Hadiyanto, 2000).

Selain itu, menaikkan laju alir absorben dapat menaikkan koefisien transfer massa sisi
liquid atau menurunkan tahanan transfer massa sisi liquid akibat kenaikan turbulensi aliran
liquid. Menaikkan laju alir absorben juga akan menurunkan konsentrasi CO2 dalam badan liquid
dan akibatnya akan memperbesar driving force untuk transfer massa. Kedua dampak ini akan
memperbesar laju transfer massa atau laju absorpsi gas CO2 kedalam liquid.(Ali athway, 2008).

14
4.2.3 Pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap kLa

2
1.8
1.6
KLA ( X 10⁻⁷) 1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 2 3
Q ( L/menit)

Gambar 4.3 Hubungan laju alir NaOH terhadap kLa

Dalam percobaan ini menggunakan 2 fase yaitu cair dan gas. Larutan NaOH adalah fase
cairnya sedangkan gas CO2 adalah fase gasnya. Oleh karena itu ada hubungan antara larutan
NaOH dengan gas CO2 yang berupa koefisien perpindahan massa interfase liquid (KLa)

Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa saat aliran pada packed column sudah
dalam kondisi steady state, harga kLa akan meningkat apabila laju alir NaOH (larutan penyerap)
semakin besar. Semakin besar laju alir suatu cairan, maka nilai kLa semakin besar sebagai akibat
dari kontak antara gas dengan cairan yang semakin banyak. Pada laju alir NaOH yang tinggi
jumlah molekul NaOH sebagai sorben menjadi lebih banyak sehingga akan semakin banyak
molekul NaOH yang bereaksi dengan CO2.Semakin banyak reaksi antara NaOH dengan CO2
akan semakin banyak pula perpindahan massa interfase cair (Kla) yang terjadi.

(Tim Penyusun Buku Petunjuk Praktikum Proses Kimia Teknik Kimia Undip)

15
4.2.4 Pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap k2

8
7
6
5
k2 ( x 10ⁱ⁹)

4
3
2
1
0
1 2 3
Q ( L/menit)

Gambar 4.4 Hubungan laju alir NaOH terhadap k2

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi laju alir dari larutan NaOH maka
semakin besar konstanta kecepatan reaksi (k2) antara NaOH dan CO2. Tetapi nilai k2 pada laju
alir 2 L/menit adalah konstan. Hal ini disebabkan aliran belum mencapai keadaan steady. Karena
jika aliran sudah steady makasemakin besar aliran maka nilai k2 semakin tinggi. Hal itu
disebabkan oleh arus turbulen pada variable-variabeltersebut. Pada aliran turbulen,molekul-
molekul dalam fluida bergerak ke segala arah sehinggamenyebabkan tumbakan antar partikel
yang semakin besar pula. (Steven F.Miller and Judson King, 1966)

Hubungan antara factor tumbukan dengan harga k2 digambarkan melalui persamaan


𝐸𝐴
Arhenius k = A x 𝑒 −𝑅𝑇 . Berdasarkan persamaan tersebut,semakin besar faktor tumbukan harga
konstanta kecepatan reaksi juga besar. Hal ini terjadi karena faktor tumbukan dipengaruhi oleh
laju alir. Sehingga apabila laju alir NaOH semakin besar maka K2 semakin besar karena besarnya
laju alir berbanding lurus dengan besarnya k2. (Levenspiel, O, 1972)

4.2.5 Kelebihan dan Kelemahan Packed Bed Reaktor

Jenis ini adalah yang paling banyak diterapkan pada menara absorpsi. Packed Column lebih
banyak digunakan mengingat luas kontaknya dengan gas. Packed Bed berfungsi mirip dengan
media filter, dimana gas dan cairan akan tertahan dan berkontak lebih lama dalam kolom
sehingga operasi absorpsi akan lebih optimal.

16
Beragam jenis packing telah dikembangkan untuk memperluas daerah dan efisiensi
kontak gas-cairan. Ukuran packing yang umum digunakan adalah 3-75 mm. Bahan yang
digunakan dipiluh berdasarkan sifat inert terhadap komponen gas maupun cairan solven dan
pertimbangan ekonomis, antara lain tanah liat, porselin, grafit dan plastik. Packing yang baik
biasanya memenuhi 60-90% dari volume kolom.

Packed column secara prinsip dioperasikan berdasarkan sifat absorpsi partikel cair ketika
beinteraksi dengan partikel gas atau padat.Efektifitas liquid dalam jenis reactor ini menjadi salah
satu pertimbangan utama untuk merduksi gas-gas emisi.

Namun packed column reactor ini memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah sulit
dalam penjagaan distribusi aliran yang seragam, bed yang kecil lebih efektif karena internal area
yang besar tetapi pressure drop tinggi, dan regenerasi bed sulit dilakukan karena cenderung
permanen.

(Okik Hendrayanto, 2009)

17
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Semakin besar laju alir NaOH maka jumlah CO2 yang terserap semakin banyak

karena semakin banyak NaOH yang kontak dengan CO2 sehingga konversi akan
meningkat dan menyebabkan reaksi akan berjalan lebih sempurna.
2. Semakin besar laju alir NaOH, nilai Kga akan semakin besar karena dengan semakin
tinggi laju alir cairan, maka kontak antara gas dengan cairan semakin baik.

3. Semakin besar laju alir NaOH , nilai Kla akan semakin besar karena semakin banyak

reaksi antara NaOH dengan CO2 akan semakin banyak pula perpindahan massa
interfase cair (Kla) yang terjadi.

4. Semakin besar laju alir NaOH , nilai k2 akan semakin besar yang sesuai dengan

persamaan Arhenius.
5. Packed Column lebih banyak digunakan pada menara absorpsi mengingat luas
kontaknya dengan gas

5.2 Saran
1. Valve yang ada pada packed bed reactor perlu diperbaiki dan diganti agar
meminimalisir kesalahan saat pengaturan laju alir.
2. Jaga valve untuk laju alir NaOH diatur sesuai dengan variable yang ditentukan agar
tetap konstan.

3. Jaga tekanan pada tangki CO2 agar CO2 yang keluar tidak berlebihan.

4. Jaga tekanan pada kompresor agar raksa yang ada pada inverted manometer tidak
keluar ke pipa pembuangan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Altway, Ali dan Kusnaryo ,2008, Analisa Transfer Massa Disertai Reaksi Kimia pada Absorpsi
CO2 dengan Larutan Potasium Karbonat dalam Packed Column, Journal Teknik Kimia
ITS,Surabaya.
Coulson, J.M. dan Richardson, J.F., 1996, Chemical Engineering: Volume 1: Fluid flow, heat
th
transfer and mass transfer, 5 ed. Butterworth Heinemann, London, UK.

Danckwerts, P.V. dan Kennedy, B.E., 1954, Kinetics of liquid-film process in gas absorption.
Part I: Models of the absorption process, Transaction of the Institution of Chemical
Engineers, 32:S49-S52.

Danckwerts, P.V., 1970, Gas Liquid Reactions, McGraw-Hill Book Company, Inc., New York,
pp. 42-44,

Franks, R.G.E., 1967, Mathematical modeling in chemical engineering. John Wiley and Sons,
Inc., New York, NY, USA, pp. 4-6.

Higbie, R., 1935, The rate of absorption of a pure gas into a still liquid during short period of
exposure, Transaction of the Institution of Chemical Engineers, 31,365-388.

Irianty, Rozanna Sri.,2009, Pengaruh Laju Alir Gas dan Konsentrasi Sorben terhadap Fluks CO2
pada Absorbsi Gas CO2 Menggunakan Kontraktor Membran Hallow Fiber, Jurnal Sains
dan Teknologi8(2),83-87

Juvekar, V. A. dan Sharma, M.M., 1972, Absorption of CO, in a suspension of lime,


Chemical Engineering Science, 28, 825-837.

Kumoro dan Hadiyanto, 2000, Absorpsi Gas Karbondioksid dengan Larutan Soda Api dalam
Unggun Tetap, Forum Teknik, 24 (2), 186-195.

nd
Levenspiel, O., 1972, Chemical reaction engineering, 2 ed. John Wiley and Sons, Inc., New
York, NY, USA, pp. 210-213, 320-326.

19
Rehm, T. R., Moll, A. J. and Babb, A. L., 1963, Unsteady State Absorption ofCarbon Dioxide by
Dilute Sodium Hydroxide Solutions, American Institute of Chemical Engineers Journal,
9(5), 760-765.
Steven F. Miller and C. Judson King,1966, Axial Dispersionin Liquid Flow Through Packed
Bed, Vol.12-No 44. Page 770.

Tim Penyusun Buku Petunjuk Praktikum Proses Kimia Absorpsi CO2 dengan NaOH Teknik
Kimia Universitas Diponegoro, 2014.

20

You might also like