4 Teori Behaviorisme
4 Teori Behaviorisme
4 Teori Behaviorisme
Disusun oleh:
SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori pendidikan menekankan pada proses pendidikan atau sering di
sebut sebagai teori belajar. Teori pendidikan menjadi dasar bagi pendidik
untuk memberikan layanan pendidikan yang baik. Teori pendidikan meliputi
behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme, dan humanistic. (Triwiranto,
Teguh. 2014: 48).
M Atwi Suparman (2012:16) menjelaskan bahwa aliran behaviorisme
memandang manusia dari sisi perilakunya (behavior). Belajar itu adalah
proses perubahan perilaku yang harus dapat diamati oleh orang lain, termasuk
oleh pengajar. Peserta didik disebut sukses belajar bila sudah dapat
memecahkan masalah dengan menunjukkan perilaku secara kasat mata,
misalnya dapat menjawab dengan benar soal-soal matematika dan
pengetahuan ekonomi menganalisis kasus-kaasus sosial, atau mengerjakan
keterampilan fisik tertentu beribadah menurut agamanya, dan sebagainya.
Semua perubahan perilaku itu ditentukan sebelumnya sebagai tujuan
pembelajaran. Praktik dalam pengajaran adalah peserta didik dinyatakan
berhasil bila menunjukkan secara kasat mata perilaku yang diharapkan dan
tidak menyembunyikannya.
Lebih lanjut lagi, M Atwi Suparman (2012:17) memaparkan untuk
melihat keberhasilan ini, pengajar membuat alat ukur yang disebut tes dan alat
pengukuran lainnya seperti skala sikap, check list, dan interview. Bila
menggunakan tes peserta didik harus menjawab tes tersebut kemudian
pengajar memeriksa dan memberi angka atau nilai yang menunjukkan tingkat
pengetahuan, keterampilan, darvatau sikap perilaku peserta didik. Keberatan
terhadap pernyataan ini adalah kemungkinan terjadinya peserta didik yang
pandai walaupun terampil atau berperilaku baik namun tidak mau
1
menampakkan kebolehannya dihadapan pengajar. Boleh jadi dia sudah
mampu tetapi karena tidak mau menunjukkannya pengajar menyatakan dia
belum mampu.
Proses belajar menurut aliran behaviorisme dianggap tidak manusiawi
oleh aliran humanisme karena mengganggu kebebasan belajar peserta didik
Peserta didik tidak punya kesempatan mengekspresikan diri dengan bebas
selama proses belajar, padahal kebebasan itu hak yang sangat mendasar bagi
manusia Tokoh-tokoh aliran ini antara lain PW. Thorndike, LP Pavlov, B.F
Skinner , Albert Bandura, Edwin Guthric, dan Watson. Namun, makalah ini
hanya akan memaparkan 4 tokoh yaitu, PW. Thorndike, LP Pavlov, B.F
Skinner , Albert Bandura .
B. Rumusan Masalah
Makalah memaparkan pembahasan terkait dengan:
1. Bagaimana teori behaviorisme?
2. Bagaimana konsep Connectionism (S-R Bond) menurut Edward Lee
Thorndike?
3. Bagaimana konsep Classical Conditioning meurut Ivan Pavlov?
4. Bagaimana konsep Operant Conditioning menurut B.F Skinner
5. Bagaimana konsep Social Learning (Observational Learning) menurut
Albert Bandura?
6. Bagaimana implementasi teori behaviorisme pada pelaksanaan
pendidikan?
C. Tujuan
Makalah diharapkan mampu membantu pembaca secara detil:
1. Menjelaskan teori behaviorisme.
2. Menjelaskan konsep Connectionism (S-R Bond) menurut Edward Lee
Thorndike.
3. Menjelaskan konsep Classical Conditioning meurut Ivan Pavlov.
4. Menjelaskan konsep Operant Conditioning menurut B.F Skinner
2
5. Menjelaskan konsep Social Learning (Observational Learning) menurut
Albert Bandura.
6. Menjelaskan implementasi teori behaviorisme pada pelaksanaan
pendidikan
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Behaviorisme
Behaviorisme mengawali kemunculannya menjadi disiplin ilmu
psikologi yang terkemuka. Hal ini diawali dengan keyakinan John
Broadus Watson yang meyakini bahwa aliran-aliran pemikiran dan
metode-metode penelitian yang mempelahjari pemikiran itu tidak ilmiah.
(Schunk, Dale H. 2012:99). John B. Watson (1878-1958) dikenal sebagai
perintis psikologi behavioristik yang utama dan B.F. Skinner (1904-1990)
adalah promotor terkenalnya. Watson terlebih dahulu mengklaim bahwa
perilaku manusia terdiri dari stimulus spesifik yang muncul dalam respons
respons tertentu.
Para behavioris, yang mewakili psikologi tradisional, berakar pada
spekulasi filosofis tentang hakikat belajar – ide-ide Aristoteles, Descartes,
Locke, dan Rousseau. Mereka menekankan pengkondisian perilaku dan
pengubahan lingkungan untuk memancing respon yang diharapkan dari
pembelajar. Teori ini mendominasi psikologi abad 20, khususnya selama
paruh pertama abad; ia telah berubah menjadi aliran utama untuk
menjelaskan proses belajar. (Ornstein, Allan C. Hunskin, Francis P. 2018:
113)
Lebih lanjut, Teguh Triwiranto (2014: 48) memaparkan teori
Behaviorisme berakar dari kerangka aliran pendidikan empirisme.
Behaviorisme adalah pandangan filosof yang mengatakan bahwa untuk
menjadi ilmu, psikologi harus lebih memfokuskan perhatiannya pada
sesuatu yang bisa diteliti lingkungan dan perilaku daripada fokus pada apa
yang tersedia dalam individu -persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, berbagai
citra, perasaan-perasaan, dan sebagainya. Perasaan itu sifatnya subjektif
4
dan kebal bagi pengukuran sehingga tidak akan pernah bisa menjadi ilmu
yang objektif.
Leluhur utama aliran ini adalah Aristoteles. Pada perkembangan
berikutnya behaviorisme lebih sering disebut sebagai psikologi
Aristotelian. Alam aliran filsafat kepribadian empirisme dibesarkan oleh
John Locke. Empirisme menyatakan bahwa pada saat lahir, manusia tidak
memiliki warna mental. Sebab warna mental yang dimiliki manusia dalam
hidupnya merupakan hasil pengalaman. Pengalaman adalah satu-satunya
jalan memiliki pengetahuan. Pandangan ini sangat kontras dengan aliran
ide Plato yang menyatakan bahwa ide menghasilkan pengetahuan, bukan
pengalaman. Secara psikologis, pengalaman indrawi (menurut empirisme)
menentukan perilaku manusia, kepribadiannya dan temperamennya.
Pikiran dan perasaan manusia bukan penyebab perilaku akan tetapi
perilaku masa lalulah yang menyebabkan manusia berperilaku. Bahkan,
bukan hanya manusia yang dibentuk oleh pengalaman, makhluk lain
seperti binatang, sama-sama berperilaku karena pengalaman
berpengetahuan sebagai akibat pengalaman yang berulang-ulang.
Behaviorisme didasarkan pada prinsip bahwa perilaku manusia yang
diinginkan merupakan produk desain bukannya kebetulan. Menurut kaum
behavioristik, merupakan suatu ilusi yang mengatakan bahwa manusia
memiliki suatu keingan yang bebas. Sekalipun kita mungkin bertindak
seakan-akan kita bebas, perilaku kita benar-benar ditentukan oleh tekanan-
tekanan lingkungan yang membentuk perilaku kita. (Sadulloh. 2017:176-
178)
Tokoh-tokoh teori ini, antara lain Ivan Pavlov, Edward Lee Thorndike,
John B.Watson, dan B.F. Skinner. Teori ini sering juga disebut sebagai
aliran Perilaku yang merupakan filosofi dalam psikologi yang berdasar
pada proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme (termasuk
tindakan, pikiran, atau perasaan) dapat dan harus dianggap sebagai
5
perilaku. Teori ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat
digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau
konstruk hipotesis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa
semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati, tetapi tidak ada
perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti
tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan
perasaan).(Triwiranto, Teguh. 2014: 48)
Teori pendidikan yang dikelompokkan dalam teori behaviorisme
antara lain, teori koneksionisme oleh Edward Lee Thorndike, teori
Classical Conditioning oleh Ivan Petrovich Pavlov, teori Operant
Conditioning oleh B.F Skinner, dan teori Social Learning (Observational
Learning) oleh Albert Bandura.
6
B. Connectionism (S-R Bond) menurut Edward Lee Thorndike.
1. Biografi
Sumber: www.google.com
Tokoh teori koneksionisme adalah Edward Lee Thorndike.
Thorndike lahir pada tanggal 31 Agustus 1874 di Williamsburg,
Massachusetts. Ia adalah putra kedua Roberts Edward Thorndike
dan Abbie Ladd Thorndike. Ia adalah seorang anak yang metodis
menteri di Lowell, Massachusetts. Pada tanggal 29 Agustus 1900
dia menikah dengan Elizabeth Moulton dan mempunyai lima orang
anak. Ia meninggal dunia pada usia 74 tahun tepatnya pada tanggal
7 Agustus 1949. Thorndike dikenal sebagai bapak psikologi
pendidikan modern karena menjadi pelopor dalam dunia psikologi
pendidikan. Dia menjadi seorang psikolog Amerika serikat yang
menghabiskan hampir seluruh karirnya di Columbia University.
Dia terkenal sebagai pendidik dan ilmuwan Amerika Serikat pada
akhir abad 19. (Digilib UIN Surabaya)
Edward Lee Thorndike merupakan psikolog-pendidik dari
Amerika Serikat. la merintis metode ilmiah dalam penyelidikan
psikologi dan pendidikan. Pengaruhnya yang terus ada hingga kini
adalah dalam psikologi pendidikan, pengukuran kemampuan
mental, dan pengukur an pencapaian pendidikan.(Triwiranto,
Teguh. 2014: 50)
7
2. Histori Teori
Koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari
rumpun be behaviorisme. Objek eksperimen Thorndike, yaitu
sektor kucing. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain
merupakan hubungan antara stimulus (perangsang) merupakan
respon (jawaban, tanggapan, reaksi), diistilahkan S-R Bond.
Belajar adalah pembentukan S-R (Stimulus dan Reaksi) sebanyak-
banyaknya. Siapa yang menguasai hubungan S-R sebanyak-
banyaknya, yaitu orang yang sukses dalam belajar. Pembentukan
hubungan S-R dilakukan melalui latihan dan ulangan-ulangan
dengan prinsip trial dan error, coba dan salah.
Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box
(teka-teki) itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kecil
untuk bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan yang
ada di muka pintu. Mula-mula kucing tersebut mengeong,
mencakardan berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk
memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhirnya, entah
bagaimana, secara kebetulan kucing itu berhasil menekan
pengungkit dan terbukalah pintu sangkar tersebut. Eksperimen
puzzle box ini kemudian terkenal dengan nama instrumental
conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari berfungsi
sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau
ganjaran yang dikehendaki. (Widodo.2018: 116)
3. Prinsip
Widodo (2018: 116) memaparkan beberapa hukum belajar yang
dikemukakan Thorndike antara lain:
a. Law of effect (Hukum Efek), jika sebuah respon menghasilkan
efek yang memuaskan, maka, maka ikatan (S) (Stimulus) akan
semakin kuat. Sebaliknya semakin tidak memuaskan efek yang
dicapai melalui respon maka semakin lemah pula ikatan yang
8
terjadi antara S-R. Artinya belajar akan lebih bersemangat
apabila mengetahui akan mendapatkan hasil yang baik.
b. Law of Readiness (Hukum Kesiapan), suatu kesiapan
(readiness) terjadi berlandaskan asumsi bahwa kesiapan
organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar
(conduction unit) unit-unit inilah yang menimbulkan
kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu. Pada implementasinya, belajar akan
lebih berhasil bila individu memiliki kesiapan untuk
melakukannya.
c. Law of Exercise (Hukum Latihan), hubungan antara S dengan
R akan semakin bertambah erat jika sering dilatih dan akan
semakin berkurang bila jarang dilatih. Dengan demikian,
belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan-
ulangan.
9
Dengan demikian, ulangan yang teratur diperlukan guru untuk
mengetahui apakah murid sudah melakukan respons yang benar
atau belum terhadap stimulus diberikan oleh guru. (Triwiranto,
Teguh. 2014: 50)
C. Classical Conditioning meurut Ivan Pavlov
1. Biografi
Sumber: www.google.com
Ivan Pavlov adalah seorang fisiologi, psikologi, dan dokter
Rusia. Ia dilahirkan 14 september 1849 di Rjasan sebuah desa kecil
di Rusia Tengah. Keluarganya mengharapkannya menjadi pendeta,
sehingga ia bersekolah di Seminari Teologi. Setelah membaca
Charles Darwin, ia menyadari bahwa ia lebih banyak peduli untuk
pencarian ilmiah sehingga ia meninggalkan Seminari ke
Universitas St. Peterseburg. Disana ia belajar kimia dan fisiologi,
dan menerima gelar doktor pada 1879. Ia melanjutkan studinya dan
memulai risetnya sendiri dengan topik yang menariknya: sistem
pencernaan dan peredaran darah. Karyanya pun terkenal, dan
diangkat sebagai professor fisiologi di Akademi Kedokteran
Kekaisaran Rusia. (Digilib UIN Surabaya)
10
2. Histori Teori
Teori pengkondisian klasik merupakan perkembangan lebih
lanjut dari teori koneksionisme. Objek eksperimen Pavlov, yaitu
seekor anjing. Teori ini dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov
tentang keluarnya air liur anjing. Air liur akan keluar, apabila
anjing melihat atau mencium bau makanannya. Terlebih dahulu
Pavlov membunyikan bel sebelum anjing diberi makanan.
Percobaan berikutnya begitu mendengar bel, otomatis air liur
anjing akan keluar, walau belum melihat makanan, artinya perilaku
individu int dikondisikan. (Widodo.2018: 117).
3. Prinsip
Widodo (2018: 116) menjelaskan bahwa belajar dari
prinsip pengkondisian merupakan suatu upaya untuk
mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respon terhadap
sesuatu. Kebiasaan makan atau mandi pada jam tertentu, kebiasaan
belajar dan lain-lain dapat bentuk karena pengkondisian. Hukum
belajar yang dikemukakan Pavlov:
11
bernama Albert. Watson percaya bahwa manusia dilahirkan dengan
beberapa reflex dan reak.i emosional seperti cinta, kebencian dan
kemarahan. Walaupun tidak diturunkan hukum hukum
pembelajaran dari percobaannya, nama Watson dikenang karena
dialah yang menggunakan untuk pertama kali istilah behaviorisme.
4. Implikasi
According to classical-conditioning theory, learning
consists of eliciting a response by means of previously
neutral or inadequate stimuli; some neutral stimulus
associated with an unconditioned stimulus at the time of
response gradually acquires the ability to elicit theIn Ivan
Pavlov’s well-known classical-conditioning experiment, a
dog learned to salivate at the sound of a bell. The bell, a
biologically neutral, or inadequate, stimulus, was presented
simultaneously with food, a biologically nonneutral, or
adequate, stimulus. The dog associated the two stimuli so
closely that the bell came to be substituted for the food, and
the dog reacted to the bell as he originally had to the food.
(Ornstein, Allan C. Hunskin, Francis P. 2018: 115)
Teori pengkondisian klasik menekankan bahwa belajar
terdiri dari pemancingan respon dengan stimulus netral.
Eksperimen pengkondisian klasik dilakukan oleh Ivan Pavlov
terhadap seekor anjing yang dibunyikan bel setiap akan diberi
makan sehingga pada akhirnya, anjing tersebut mengasosiasikan
bel dengan makanan.
Eksperimen ini memberikan banyak implikasi pada
pembelajaran manusia. James Watson menggunakan penelitian
Pavlov ini sebagai pondasi untuk membangun ilmu psikologi baru
berdasarkan behaviorisme. Ilmu baru tersebut menekankan bahwa
belajar didasarkan atas ilmu prilaku yang bisa diukur atau
diobseravsi, bukan atas proses kognitif. Bagi Watson dan yang
lainnya yang menjadi kunci belajar adalah mengkondisikan anak
seawal mungkin. (Ornstein, Allan C. Hunskin, Francis P. 2018:
115)
12
Triwiyanto (2014: 50-51) menjelaskan bahwa inti sari dan
pendapat Pavlov mengenai motif belajar, yaitu Conditioning adalah
suatu motif belajar yang memungkinkan organisme memberikan
respons terhadap suatu rangsang yang sebelumnya tidak
menimbulkan respons itu, atau suatu proses untuk
memperkenalkan berbagai reflek menjadi sebuah tingkah laku.
Jadi, classical conditioning sebagai reflek menjadi sebuah tingkah
laku melalui proses persyaratan (conditioning process). Pavlov
beranggapan bahwa motif tingkah laku organisme dapat dibentuk
melalui pengaturan dan manipulasi lingkungan. Melalui percobaan
Pavlov dengan kelakuan binatang menghasilkan teori dasar
Stimulus-Respons yang berbunyi bahwa tiap bentuk kelakukan
spesifik (R) akan dibangkitkan bila diberikan stimulus yang
sepadan (S).
13
D. Operant Conditioning menurut Burrus Frederick Skinner
1. Biografi
Sumber: www.google.com
Lahir pada tanggal 20 Maret 1904 di kota kecil
Susqoehanna, Pennsylvania, AS. Dari ayahnya yaitu seorang
pengacara dan ibunya yaitu seorang ibu rumah.Skinner meninggal
di Massachusetts, pada 18 Agustus1990.
Skinner adalah seorang Psikolog Amerika Serikat terkenal
dengan aliran behaviorisme. Inti pemikiran Beliau adalah setiap
manusia bergerak karena mendapat rangsangan dari
lingkungannya. Sistem tersebut dinamakan "cara kerja yang
menentukan" (operant conditioning).
Skinner menempuh pendidikannya di bidang Bahasa
Inggris dari Hamilton College.Kemudian, ia menempuh studi
dalam bidang psikologi di Universitas Harvard. Pada tahun 1936,
ia mengajar di Universitas Minnesota, dan pada tahun 1948, ia
mengajar di Universitas Harvard sampai akhir hayatnya. Dan salah
satu buku terbaik dalam bidang psikologi yang ditulisnya adalah
Walden II.
14
2. Histori Teori
Teori ini dikemukakan oleh Skinner. la dilahirkan di
Susquehanna pada tahun 1904. Skinner membedakan antara motif
tingkah laku responden dan motif tingkah laku operan. Tingkah
laku responden adalah motif tingkah laku yang ditimbulkan oleh
stimulus yang jelas. Tingkah laku operan adalah motif tingkah laku
yang ditimbulkan oleh stimulus yang belum diketahui: semata-
mata ditimbulkan oleh stimulus oleh organisme itu sendiri; belum
tentu dikehendaki oleh stimulus dari luar. Teori Skinner dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu respons conditioning yang
menitikberatkan pada stimulus. Ini sama dengan conditioning dari
Pavlov dan ope rant conditioning. Operant conditioning menganut
dua prinsip, yaitu setiap respons yang diikuti stimulus yang
memperkuat motif atau reward (ganjaran) akan cenderung diulangi
dan reinforcing stimulus atau stimulus yang bekerja memperkuat
reward akan meningkat kan kecepatan (rate) terjadinya respons
operan. Dengan kata lain, reward akan meningkatkan motif suatu
respons.
Penerapan teori operant conditioning dalam pendidikan,
antara lain: (1) tidak menggunakan hukuman dalam pendidikan; (2)
dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk
menghindari pelanggaran agar tidak menghukum; (3) tingkah laku
yang diinginkan, bila dibuat anak, dibiarkan tidak diperhatikan,
tetapi tingkah laku yang diinginkan, diberi reinforcement (reward);
dan (4) melaksanakan mastery learning. Anak mempelajari bahan
secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak
berbeda-beda irama. Akibatnya murid naik atau tamat sekolah
dalam waktu berbeda.
3. Prinsip
15
Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang
terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement)
dan hukuman (punishment). Penguatan dan Hukuman. Penguatan
(reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan
probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya,
hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan
probabilitas terjadinya suatu perilaku.
4. Implikasi
16
menyebutkan praktek khas menempatkan binatang percobaan
dalam “kontigensi terminal”. Maksudnya, binatang itu harus
berusaha penuh resiko, berhasil atau gagal, dalam mencari jalan
lepas dari kurungan atau makanan. Bukannya demikian itu
prosedur yang mengena ialah membentuk tingkah-laku binatang itu
melalui urutan Sitimulus-respon-penguatan yang diatur secara
seksama.
17
E. Social Learning (Observational Learning) menurut Albert
Bandura
1. Biografi
Sumber: www.google.com
Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada,
pada tanggal 04 Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan
di desa kecil dan juga mendapat pendidikan di sana. Pada tahun 1949
beliau mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam
Jurusan Psikologi. Dia memperoleh gelar Master di dalam bidang
psikologi pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelar
doktor (Ph.D). Bandura menyelesaikan program doktornya dalam
bidang psikologi klinik, setelah lulus ia bekerja di Standford
University. Bandura banyak terjun dalam pendekatan teori
pembelajaran untuk meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada
nilai eksperimen. Pada tahun 1964 Albert Bandura dilantik sebagai
professor dan seterusnya menerima anugerah American Psychological
Association untuk Distinguished scientific contribution pada tahu
1980.
18
Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan
belajar tentang pengaruh keluarga dengan tingkah laku sosial dan
proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mulai meneliti tentang
agresi pembelajaran sosial dan mengambil Richard Walters, muridnya
yang pertama mendapat gelar doctor sebagai asistennya. Bandura
berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan
meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan
dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma
behaviorisme. Albert Bandura sangat terkenal dengan teori
pembelajaran sosial, salah satu konsep dalam aliran behaviorime yang
menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman, dan
evaluasi.
2. Histori Teori
Widodo, Sugeng dan Dian Utami (2018:120-121)
menjelaskan bahwa teori Belajar Sosial (Social Learning) atau
disebut juga teori pembelajaran observasional, dikembangkan oleh
Albert Bandura. Bandura bukanlah seorang behavioris murni
karena dia juga dipengaruhi oleh teori kognitifisme yang
dikembang kan oleh Jean Piaget, oleh sebab itu alirannnya disebut
behaviorism atau behaviorisme baru. Berbeda dengan para
behavioris lain, Bandura meman dang bahwa perilaku individu
tidak semata-mata reflex otomatis terhadap stimulus (S-R Bond)
melainkan juga akibat dari reaksi yang timbul sebagai hasil
interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu
send iri. Dalam hal ini belajar sosial dan moral terjadi melalui
peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Teori Bandura ini juga masih memandang pentingnya
conditioning. Melalui pemberian reward and punishment, seorang
individu akan berpikir memutuskan perilaku sosial mana yang
perlu dilaksanakan. Menurut ori ini individu menguasai lebih
19
banyak dari sekadar yang diperlihatkan ch perilakunya. Bandura
mengatakan: "Manusia adalah organisme yang mempunyai
kemampuan berfikir, ia dapat mengarahkan diri, dapat
menggunakan symbol-simbol dan dapat mengatur dirinya sendiri.
Ini merupakan pandangan baru dalam aliran behaviorisme yang
semula sangat mekanistis dan hanya mengakui kekuatan
lingkungan” (Widodo. 2018:121)
Melalui pembelajaran observasional yang disebut modeling
atau menirukan perilaku manusia model, Bandura mengembangkan
teori pembelajaran sosial. Perilaku siswa pengamat dapat
dipengaruhi oleh perilaku model dalam bentuk akibat-akibat positif
(vicarious reinforcemen, penguatan yang seolah-olahnya
dialaminya sendiri) maupun dalam bentuk akibat-akibat negative
(vicarious punishment).
Proses modeling terjadi dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Atensi (perhatian), jika ingin mempelajari sesuatu harus
memper hatikannya dengan seksama, berkonsentrasi, jangan
banyak hal yang mengganggu pikiran.
2) Retensi (ingatan), kita harus mampu mempertahankan,
mengingat apa yang telah diperhatikan dengan seksama tadi.
3) Produksi, kita hanya perlu duduk dan berkhayal untuk
menerjemahkan citraan atau deskripsi model ke dalam perilaku
aktual. Aspek paling penting di sini adalah kemampuan kita
berimprovisasi ketika kita membayangkan diri kita sebagai
model.
4) Motivasi, adanya a Motivasi, adanya dorongan atau alasan-
alasan tertentu untuk berbuat meniru model. Ada tiga hal yang
merupakan motivasi, yaitu: (i) dorongan masa lalu, (ii)
dorongan yang dijanjikan (insentif yang dapat Ala bayangkan
dan (iii) dorongan-dorongan yang kentara (tangible) seperti
melihat atau mengingat model yang patut ditiru.
20
3. Prinsip
Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963)
melakukan eksperimen pada anak-anak yang juga berkenaan
dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa
peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan terhadap
perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak
dilakukan terus menerus. Proses belajar semacam ini disebut
“observational learning” atau pembelajaran melalui pengamatan.
Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori
pembelajaran sosial diperbaiki memandang teori pembelajaran
sosial yang sebelumnya hanya mementingkan perilaku tanpa
mempertimbangan aspek mental seseorang. Menurut Bandura,
perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri
(kognitif) dan lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah
mengemukakan teori pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau
telah menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap
perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa
memukul, mengetuk dengan palu besi dan menumbuk sambil
menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak-anak ini
diarah bermain di kamar permainan dan terdapat patung seperti
yang ditayangkan dalam video.
Setelah anak-anak tersebut melihat patung tersebut, mereka
meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh orang yang mereka tonton
dalam video. Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan
yaitu meniru secara langsung. Contohnya guru membuat
demostrasi cara membuat kapal terbang kertas dan pelajar meniru
secara langsung. Seterusnya proses peniruan melalui contoh
tingkah laku. Contohnya anak-anak meniru tingkah laku bersorak
dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh perilaku
di lapangan.
21
Karakteristik yang ditonjolkan dalam pembelajaran
modelling antara lain adalah: (1) Unsur pembelajaran utama ialah
pemerhatian dan peniruan. (2) Tingkah laku model boleh dipelajari
melalui bahasa, teladan, nilai dan lain-lain. (3) Pelajar meniru suatu
kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai
model (4) Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh
kepuasan dan penguatan yang positif. (5) Proses pembelajaran
meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau
timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif.
4. Implikasi
Ketika seorang anak belajar untuk mengendarai sepeda. Ditahap
perhatian, si anak akan tertarik mengamati para pengendara sepeda
dibanding dengan orang yang melakukan aktifitas lain yang dia
anggap kurang menarik. Oleh karena itu, ia akan mengamati
bagaimana seseorang mengayuh sepeda. Selanjutnya pada tahap
penyimpanan dalam ingatan si anak akan tersimpan bahwa
bersepeda itu menyenangkan dan suatu saat jika waktunya tepat ia
akan meminta ayahnya untuk mengajarinya mengendarai sepeda.
Semuanya itu kemudian dilaksanakan pada tahap reproduksi di
mana si anak kemudian benar-benar belajar mengendarai sepeda
bersama sang ayah. Ketika anak itu sudah berhasil, di sinilah tugas
sang ayah untuk memberi reward sebagai bentuk apresiasi atas
keberhasilan sang anak sekaligus merupakan tahap motivasi.
Proses pembentukan perilaku dari tidak suka belajar
menjadi suka belajar dapat dilakukan melalui banyak cara,
diantaranya adalah dengan modeling. Kalau siapapun yang ada di
rumah atau di ingkungan anak sudah terbiasa belajar sejak kecil
maka hal ini akan diobservasi oleh anak secara terus menerus
dalam hidupnya. Kemudian anak ini difasilitasi dengan banyak
media baik yang alami maupun buatan untuk mendorong minat
22
belajarnya,misalnya berupa buku bacaan, buku tulis dan
kelengkapannya, serta media cetak atau audio visual yang ditata
secara menarik di rumah atau kelompok kelompok belajar yang
ada. Orang tua atau guru atau pembimbing berperan ganda, sebagai
model sekaligus sebagai pamong belajar.
Tanpa ada ancaman, hukuman, ketegangan, ketakutan akan
membuat anak nyaman, tenang, untuk belajar dengan pamongnya.
Dominansi kasih sayang, kelembutan, contoh yang nyata,
kejujuran, kesantunan, pujian, penghargaan, senyuman akan sangat
mendorong munculnya perilaku yang diharapkan. Kesinambungan
proses seperti ini akan mengkristal dalam jiwa dan pikir anak
sehingga menjadi perilaku yang permanen dalam hidupnya. Tidak
akan mudah lekang oleh waktu dan tuntutan zaman yang semakin
tidak karuan.
Penerapan dalam pelajaran ekonomi dan akuntansi guru
dapat membawa para siswanya ke swalayan, pasar, toko, koperasi,
bursa efek, bank, BMT, salon, dan lain lain yang jelas ke pusat
pusat perdagangan atau ekonomi. Di tempat ini siswa dapat belajar
menghitung laba, menarik minat konsumen untuk membeli barang
atau jasa, mengemas barang sehingga menjadi terjangkau untuk
dibeli masyarakat kelas menengah ke bawah, memberi bonus bagi
pelanggan yang tepat waktu membayar cicilan.
Penerapan dalam pelajaran sejarah guru dapat membawa
siswanya misalnya ke Gua Selarong untuk mengamati lokasi
Pangeran Diponegoro bersembunyi dari kejaran Belanda yang
menjajah Indonesia. Selain itu, mengamati tandu yang digunakan
untuk mengusung Jendral Besar Sudirman saat bergerilya dalam
kondisi sakit paru paru. Sambil mengamati objek objek belajar
tersebut guru dapat memberikan informasi yang pas untuk
menumbuhkan rasa patriotisme atau memberi informasi penting
tentang sejarah Indonesia yang harus dikuasai oleh siswa.
23
Dengan metode observasi dan modeling yang menjadi ciri
utama Teori Bandura siswa dapat belajar sambil menikmati
indahnya alam sekitar ciptaan Yang Maha Pencipta, siswa dapat
menghirup segarnya udara di luar kelas dengan sepuas puasnya.
Siswa dapat mengembalikan kebugaran fisiknya dengan
mengamati banyak objek alami dan fenomena fenomena baru
dibawah bimbingan gurunya. Siswa dapat berdiskusi dan adu
argumentasi setelah menemukan banyak data di lapangan yang
dituliskan dalam tabel pengamatan. Siswa dapat menemukan
sendiri pengetahuan baru (inquiry) setelah mengamati dan
berdiskusi serta tambahan informasi dari teman dan gurunya.
Mereka tidak akan merasakan lelah atau terlalu lama belajar
langsung di alam atau mengamati langsung objek belajar yang asli
atau alami. Sekaligus guru dapat memberi penilaian yang
sebenarnya dari kemampuan para siswanya setelah melihat,
mendengar, mendiskusikan masalah, mengumpulkan data dan
menarik kesimpulan bersama seluruh siswanya. Kondisi siswa
yang seperti ini penting untuk dapat mengatasi kejenuhan fisik
maupun psikis siswa dalam belajar, karena di metode belajar ini
guru mengaitkan langsung antara materi pelajaran dengan alam
(yang memiliki komponen biotik berupa makhluk hidup dan
komponen abiotik berupa benda mati) atau kehidupan sehari hari.
Memang diperlukan persiapan dan ketangguhan profesi dari
sang guru atau orangf tua baik berupa fisik maupun psikis dalam
menerapkan konsep belajar ini. Hal ini disebabkan karena akan
munculnya banyak kreatifitas dan kenyataan kenyataan baru dari
konsep ilmu yang diperoleh siswa, yang berbeda jauh dengan teori
yang ada di buku atau media belajar cetak maupun elektronik yang
lain.
Guru akan menjadi sangat capek karena harus melayani
banyaknya pertanyaan dan temuan temuan siswa yang mulai
24
tumbuh pola berpikir analitik dan sintetiknya. Kemudian siswa
akan terus memburu untuk mendapatkan jawaban dari
permasalahan ini,disini kemampuan guru ditantang untuk dapat
mengelola setiap permasalahan yang diajukan. Guru dapat
menghantarkan siswa untuk membuka buku buku sumber yang ada
pada siswa atau di perpustakaan, membuka internet, memberi
kesempatan diskusi pada kelompok, sebelum akhirnya kesimpulan
yang benar akan diperoleh dibawah bimbingan guru.
Dari contoh contoh di atas terbukti sudah bahwa dengan
aplikasi teori belajar Bandura dapat menciptakan masyarakat
belajar bagi seluruh siswa atau anak, menimbulkan banyak
pertanyaan, membuat siswa atau anak dapat mengadakan refleksi,
menemukan sendiri konsep konsep ilmu, guru dapat mengadakan
penilaian yang sesungguhnya dari kemampuan yang dimiliki setiap
siswa atau anak, guru maupun siswa lain dapat menjadi model
belajar anak dan membiasakan berpikir konstruktif bagi siswa atau
anak. Pada akhirnya diharapkan adanya perubahan perilaku anak
dari tidak suka belajar menjadi terbiasa belajar.
25
dipecahkan menjadi serangkaian langkah yang berurutan, disajikan
satu demi satu kepada peserta didik. Peserta didik harus dulu
menguasai satu langkah sebelum maju ke langkah berikut yang lebih
sulit dan kompleks.
Selanjutnya, M Atwi Suparman (2012:16) menjelaskan bahwa
peserta didik disebut sukses belajar bila sudah dapat memecahkan
masalah dengan menunjukkan perilaku secara kasat mata, misalnya
dapat menjawab dengan benar soal-soal matematika dan pengetahuan
ekonomi menganalisis kasus-kaasus sosial, atau mengerjakan
keterampilan fisik tertentu beribadah menurut agamanya, dan
sebagainya. Semua perubahan perilaku itu ditentukan sebelumnya
sebagai tujuan pembelajaran. Praktik dalam pengajaran adalah peserta
didik dinyatakan berhasil bila menunjukkan secara kasat mata perilaku
yang diharapkan dan tidak menyembunyikannya.
Untuk melihat keberhasilan ini, pengajar membuat alat ukur yang
disebut tes dan alat pengukuran lainnya seperti skala sikap, check list,
dan interview. Bila menggunakan tes peserta didik harus menjawab tes
tersebut kemudian pengajar memeriksa dan memberi angka atau nilai
yang menunjukkan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan/atau sikap
perilaku peserta didik. Keberatan terhadap pernyataan ini adalah
kemungkinan terjadinya peserta didik yang pandai walaupun terampil
atau berperilaku baik namun tidak mau menampakkan kebolehannya
dihadapan pengajar. Boleh jadi dia sudah mampu tetapi karena tidak
mau menunjukkannya pengajar menyatakan dia belum mampu.
(Suparman. 2012:17)
Tugas pokok pengajar yang menganut aliran behaviorisme adalah
mengelola atau menciptakan kondisi lingkungan belajar seperti
ruangan, tata letak kursi dan meja belajar, menyediakan bahan
pembelajaran, menggunakan metode dan media pembelajaran,
menggunakan pujian, penguatan (reinforcement) yang positif dan
negatif, bahkan bila terpaksa memberikan hukuman yang efektif untuk
26
membuat peserta didik berubah menjadi lebih baik. Hukuman dalam
bidang pembelajaran sangat tidak dianjurkan Oleh karena itu, bila
terpaksa dilakukan, perlu dilakukan mulai yang paling lunak Misalnya
menanyakan mengapa belum menyelesaikan tugas dan memberinya
batas waktu tambahan sebelum memberikan nilai hasil belajar yang
rendah.
Di samping itu, diperlukan pula penciptaan suasana batin peserta
didik yang memungkinkannya aktif berpikir dan bergerak, penggunaan
alat evaluasi proses dan hasil belajar, dan sebagainya, yang
memungkinkan terjadinya peristiwa belajar dan hasil belajar yang
diharapkan. Pengajar punya peran ikut menentukan rencana
pembelajaran bersama peserta didik, mendorong, dan bersama peserta
didik agar mengikuti proses belajar menuju tercapainya hasil belajar
yang telah ditentukan sebelumnya Hasil belajar itu harus kasat mata
agar dapat diyakini bahwa telah terjadi perubahan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap pada peserta didik. Hasil belajar itu diukur
atas dasar indikator-indikator yang nyata yang dapat menunjukkan
telah terjadi peristiwa internal dalam diri peserta didik. Semua isi
kurikulum terjamin selesai pada waktu yang diharapkan.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
TANYA JAWAB
1. Mbk Tika,
Apersespi
2. Fivtykas,
Salah satu kelemahan Behaviorism, yaitu terlalu TCL. Jadi sisi kognitif
tidak begitu diperhatikan. Sisi perilaku yang terlihat dan terukur, sehingga
sisi kreatifitas memang tidak begitu dilihat. Karena fokus Behaviorisme itu
perilaku, nilai
3. Ortessa
Bagaimana peran guru jika siswa selalu menolak stimulus yang diberikan guru.
Bagaimana memberikan stimulus agar berhasil? Solusinya?
Alfina :Di Thordike ada konsep bahwa stimulus agar bisa diterima,
kreativitas guru.Kedua, pemberian motivasi diberikan tokoh yang berhasil.
Mungkin diawal diberi motivasi.
Kucing tadi kalau berhasil keluar tapi engga makan, percobaannya berhasil atau
tidak. Mana yang berfungsi sebagai Stimulus?
Fina : Makanan
29
5. Greria
Itu tadi pernah dibahas di Variety show. Objeknya anak-anak di dalam ruangan
diberikan beberapa makanan didalam kotak. Bagaimana cara anak membuka
kotak itu menjadi fokus
30