Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berdasarkan Daya Dukung Ekosistem Dan Persepsi Masyarakat
Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berdasarkan Daya Dukung Ekosistem Dan Persepsi Masyarakat
Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berdasarkan Daya Dukung Ekosistem Dan Persepsi Masyarakat
Wiharso1,2
Ernik Yuliana1
Eddy Supriono3
e-mail: champion1areso@gmail.com
ABSTRACT
ABSTRAK
Ekowisata mangrove saat ini banyak diminati oleh masyarakat. Desa Berakit, Kecamatan
Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau mempunyai ekosistem
mangrove yang dijadikan sebagai kawasan ekowisata dan mulai banyak dikunjungi oleh
masyarakat. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengelolaan ekowisata mangrove
berdasarkan daya dukung ekosistem dan persepsi masyarakat. Pengambilan data potensi
mangrove dilakukan melalui inventarisasi mangrove pada 10 jalur transek, pengambilan
data persepsi dan sosial ekonomi dilakukan melalui wawancara dengan memberi kuesioner
kepada 90 responden, 60 masyarakat sekitar dan 30 pengunjung, dengan teknik simple
random sampling. Analisis data menggunakan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW), Daya
Dukung Kawasan (DDK) ekowisata untuk wisata jelajah mangrove track. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa IKW mencapai 87,50% (sangat sesuai), dan DDK ekowisata mangrove
Wiharso, Ernik, & Eddy. Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berdasarkan....
track dengan jembatan kayu adalah 214 orang/hari, sedangkan untuk wisata jelajah
mangrove dengan berperahu adalah 231 orang/hari. Persepsi responden tentang ekowisata
mangrove dan pengelolaannya adalah baik, serta berpotensi untuk dikembangkan untuk
kegiatan ekowisata. Strategi pengelolaan ekowisata yang dapat dipilih adalah melakukan
promosi dan publikasi mengenai ekoswisata mangrove di Desa Berakit, mengembangkan
paket ekowisata yang menarik, menyediakan tempat pembuangan sampah pada titik
keramaian dan melakukan pembersihan pantai yang terdampak pencemaran akibat
tumpahan minyak.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang khas daerah tropis. Tanaman penyusun
komunitas mangrove adalah tanaman asli terestrial, namun mereka sudah mampu beradaptasi
dengan tingginya tingkat garam lingkungannya. Ekosistem mangrove didominasi oleh tumbuhan
yang khas di sepanjang pesisir pantai dan sepanjang sungai yang mendapat pengaruh pasang surut
dari air laut, misalnya jenis bakau (Rhizopora spp), nyirih (Xylocarpus spp), tanjang (Bruguiera spp)
dan api-api (Avicennia spp) (Kusumastanto, Damar, & Adrianto, 2012).
Desa Berakit, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau
mempunyai ekosistem mangrove yang dijadikan sebagai kawasan ekowisata. Ekowisata merupakan
wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi guna menjaga kelestarian sumber daya alam
dengan tetap mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami sebagai
tujuan wisata. Dalam pengembangannya ekowisata memberikan perhatian besar terhadap
kelestarian sumberdaya alam (termasuk mangrove), sebagai suatu bentuk perjalanan wisata alam
yang bertanggung jawab dengan tetap mengkonservasi lingkungan (Triastuti, 2015). Perbedaan
ekowisata dengan wisata pada umumnya adalah ekowisata merupakan kegiatan wisata untuk
melestarikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai tujuan utama, sedangkan wisata biasa
kurang menekankan pada konservasi sumber daya alam dan lingkungan.
Ekowisata mangrove di Kabupaten Bintan cukup menjanjikan jika dikelola dengan baik.
Jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Bintan pada tahun 2016 sebanyak 305.404 orang (Badan
Pusat Statistik, 2017). Peran masyarakat terhadap keberhasilan pelestarian ekosistem mangrove
sangat penting. Kegiatan pelestarian ekosistem mangrove akan berjalan dengan sukses jika ada
keterlibatan dan motivasi yang tinggi dari masyarakat sekitar dalam pengelolaan ekosistem
mangrove. Pengembangan ekowisata mangrove juga dapat menjadi alternatif dalam membangun
dan mendukung pelestarian ekosistem mangrove sehingga dapat menekan laju degradasi ekosistem
mangrove.
Pengelolaan ekowisata mangrove di Desa Berakit belum maksimum sehingga perlu
masukan dari beberapa pihak agar pengelolaannya menjadi lebih biak. Penelitian ini berusaha untuk
memberikan masukan terhadap pengelolaan ekowisata mangrove di Desa Berakit, dari aspek daya
dukung ekosistem mangrove sebagai kawasan ekowisata dan persepsi masyarakat terhadap jasa
ekosistem dan pengelolaan ekowisata mangorve. Keberhasilan wisata mangrove dapat disebabkan
oleh kombinasi beberapa faktor yaitu aksesibilitas lokasi mangrove, keterlibatan masyarakat
setempat, kualitas ekosistem mangrove, dan ketersediaan program wisata mangrove (Hakim,
Siswanto, & Nakagoshi, 2017). Pengembangan ekowisata mangrove juga dapat menjadi alternatif
49
Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 21, Nomor 1, Maret 2020, 48-60
dalam membangun dan mendukung pelestarian ekosistem mangrove sehingga dapat menekan laju
degradasi ekosistem mangrove.
Pengelolaan ekowisata mangrove di Desa Berakit belum maksimum sehingga perlu
masukan dari beberapa pihak agar pengelolaannya menjadi lebih biak. Penelitian ini berusaha untuk
memberikan masukan terhadap pengelolaan ekowisata mangrove di Desa Berakit, dari aspek daya
dukung ekosistem mangrove sebagai kawasan ekowisata dan persepsi masyarakat terhadap jasa
ekosistem dan pengelolaan ekowisata mangrove. Sebagaimana penelitian Rahmila & Halim (2018),
yang menyimpulkan bahwa untuk pengembangan ekowisata mangrove di Mangunharjo, perlu
menghitung daya dukung ekosistemmya.
Tujuan penelitian secara lebih lengkap adalah menganalisis: 1) Daya dukung ekosistem
mangrove untuk dikembangkan sebagai ekowisata; 2) Kesesuaian ekosistem mangrove di Desa
Berakit dengan indikator ekowisata mangrove; 3) Persepsi masyarakat dan pengunjung tentang
kondisi mangrove dan jasa ekosistem mangrove; 4) Strategi pengelolaan ekowisata mangrove
menuju pengelolaan yang lebih baik.
METODE
Lokasi penelitian Desa Berakit, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Provinsi
Kepulauan Riau. Pengambilan data potensi mangrove dilakukan melalui inventarisasi mangrove
pada 10 jalur transek. Pengambilan data mengenai persepsi dan sosial ekonomi dilakukan melalui
survei dengan memberi kuesioner kepada responden dengan teknik simple random sampling.
Jumlah sampel sebanyak 90 terdiri dari 60 responden masyarakat sekitar mangrove dan 30
responden pengunjung. Analisis data dilakukan sebagai berikut.
1. Potensi ekosistem, kesesuaian wisata, daya dukung kawasan menggunakan
analisis kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan (Yulianda, 2007):
𝑁𝑖
IKW = 𝑁𝑚𝑎𝑥
𝑥 100% ..................................................... (1)
Keterangan:
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata Sangat sesuai (S1) = 80% - 100%,
sesuai (S2) 60% - 80%, sesuai bersyarat (S3)= 35% - 60%,
tidak sesuai (N) < 35%).
Ni = Nilai parameter ke-I (Bobot x Skor)
Nmax = Penjumlahan hasil pengalian nilai bobot dengan nilai skor.
Lp Wt
DDK = K x x .................................................................. (2)
Lt Wp
Keterangan:
DDK = Daya Dukung Kawasan
K = Potensi ekologis pengunjung per unit area (orang per m²)
Lp = Luas atau Panjang area yang dapat digunakan (m²)
Lt = Unit area (m²)
Wt = Waktu yang disediakan kawasan (jam/hari)
Wp = Waktu yang dihabiskan pengunjung (jam/hari)
50
Wiharso, Ernik, & Eddy. Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berdasarkan....
Analisis kesesuaian dan daya dukung ekowisata mangrove menggunakan matriks seperti
yang disajikan pada Tabel 1.
Ketebalan Mangrove
Hasil pengukuran ketebalan mangrove pada 10 jalur transek disajikan pada Tabel 2. Hasil
pengukuran ketebalan mangrove jika diplotkan ke dalam peta, terlihat seperti disajikan pada Gambar
1. Berdasarkan hasil pengukuran ketebalan mangrove diketahui bahwa ekosistem mangrove memiliki
ketebalan rata-rata 463,91 m yang termasuk pada kategori sesuai (S2) dengan skor 3 (tiga). Jalur
transek yang mempunyai ketebalan paling tinggi adalah jalur 2 yaitu 830,28 m dan yang ketebalan
paling rendah adalah jalur 5 dengan ketebalan 254,75 m.
51
Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 21, Nomor 1, Maret 2020, 48-60
Kerapatan Mangrove
Hasil pengukuran kerapatan pada tingkat pohon adalah 15,96 ind/100 m2. termasuk pada
kriteria baik/sangat padat, termasuk kategori sangat sesuai (S1) dengan skor 4 (empat). Indeks nilai
penting (INP) tingkat pohon untuk semua jenis mangrove disajikan pada Tabel 3. Indeks nilai penting
52
Wiharso, Ernik, & Eddy. Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berdasarkan....
(INP) tertinggi ditemukan pada pohon jenis Xylocarpus garantum sebesar 83,19%, sedangkan INP
terendah ditemukan pada pohon jenis Lumnitzera littorea 1,45%.
Jenis Mangrove
Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis vegetasi mangrove tingkat pohon
yang ditemukan pada 10 jalur transek. Jenis vegetasi mangrove tersebut adalah api-api (Avicennia
marina), tumu (Bruguera gymnorhiza), bakau hitam (Rizhopora mucronata), bakau minyak
(Rizhopora apiculata), nyirih (Xylocarpus granatum), cingam (Scyphipora hydrophyllaceae), teruntum
(Lumnitzera racemosa), sesup (Lumnitzera littorea), tengar (Ceriops sp), perepat (Sonneratia alba).
Berdasarkan jumlah jenis yang ditemukan maka disimpulkan termasuk kategori sangat sesuai (S1)
dengan skor 4 (empat).
Pasang Surut
Tipe pasang surut di kawasan ekosistem mangrove di Desa Berakit adalah tipe campuran
condong ke harian ganda. Pola pasang surut di perairan Kabupaten Bintan pada bulan Januari
disajikan pada Gambar 2. Kisaran pasang surut pada ekosistem mangrove adalah 2,6 m sehingga
termasuk kategori sesuai bersyarat (S3) dengan skor 2 (dua).
53
Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 21, Nomor 1, Maret 2020, 48-60
Gambar 2. Pola Pasang Surut di Perairan Pesisir Kabupaten Bintan (Sumber: Pusat
Hidrografi dan Oceanografi TNI AL, 2018)
Objek Biota
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, objek biota mangrove yang ditemukan disajikan
pada Tabel 4.
54
Wiharso, Ernik, & Eddy. Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berdasarkan....
Status Konservasi
Objek Biota
IUCN Red List CITIES
Bangau putih Egreetta sp Not evaluated
Cinenen Orthotomus sp Least Concern
Kacer Copsychus saularis Least Concern
Mamalia Monyet kra Macaca fascicularis Least Concern
Objek biota pada ekosistem mangrove yang ditemukan ada sebanyak 7 biota. Berdasarkan
matriks kesesuaian, kategori untuk indikator tersebut adalah sangat sesuai (S1) dengan skor 4.
Dilihat dari 4 ketentuan pada parameter karakteristik kawasan, ekosistem mangrove di Desa Berakit
memiliki 4 ketentuan tersebut sehingga termasuk pada kategori sangat sesuai (S1) dengan skor 4
(empat).
Aksesibilitas
Pada indikator aksesibilitas, ekosistem mangrove di Desa Berakit memiliki 4 ketentuan
sehingga termasuk pada kategori sangat sesuai (S1) dengan skor 4 (empat). Peta aksesibilitas untuk
menuju Desa Berakit disajikan pada Gambar 3.
55
Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 21, Nomor 1, Maret 2020, 48-60
Berdasarkan matriks Indeks Kesesuaian Wisata (Tabel 3) pada ekosistem mangrove di Desa
Berakit adalah 87,50% sehingga termasuk pada kategori sangat sesuai (S1).
Hasil penghitungan daya dukung kawasan ekosistem mangrove untuk wisata jelajah
mangrove track dengan jembatan kayu adalah 214 orang/hari, sedangkan untuk wisata jelajah
mangrove dengan berperahu adalah 231 orang/hari.
56
Wiharso, Ernik, & Eddy. Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berdasarkan....
mangrove secara lestari dengan melibatkan investor dan masyarakat sesuai dengan kearifan lokal.
Persepsi masyarakat dapat menjadi penentu dalam pengambilan keputusan atau kebijakan (Samehe
& Kindangen, 2015), sehingga diharapkan persepsi masyarakat tentang ekowisata mangrove dan
pengelolaannya dapat membantu otoritas pengelola untuk mengambil kebijakan.
57
Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 21, Nomor 1, Maret 2020, 48-60
Analisis SWOT
Prioritas strategi diperoleh dari Focus Group Discussion (FGD) dengan kelompok Berakit
Lestari dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Ranking strategi ditentukan
berdasarkan jumlah skor yang tertinggi sampai skor yang terendah. Hasil analisis prioritas strategi
disajikan pada Tabel 8.
Strategi W-O
Menyelesaikan jalur tracking dan (W1, W2, O1) 1,00 7
membangun Home Stay / penginapan.
Membuat detail perencanaan kawasan (W3; O2, O3, O4) 1,13 5
ekowisata antar objek di Desa Berakit..
Membangun fasilitas pendukung ekowisata. (W4, O5) 0,57 12
Melakukan pelatihan SDM dan membuat (W5, W6:O6) 0,77 10
event dan atraksi ekowisata yang menarik
dan berkelanjutan.
Strategi S-T
Membuat Peraturan Desa mengenai (S1; T6) 0,51 15
perlindungan Ekosistem Mangrove.
Mencari Investor/Bapak angkat untuk (S2, S5; T1) 0,73 11
membantu pembiayaan pembangunan
fasilitas dan akomodasi.
Melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi (S3, S4; T2, T5). 1,14 4
mengelola ekowisata melaui kelompok Brakit
Lestari.
Menyediakan tempat pembuangan sampah (S6, S7, S8; T3, T4) 1,43 3
pada titik keramaian dan melakukan
pembersihan pantai yang terdampak
pencemaran akibat tumpahan minyak.
Strategi W-T
Melakukan pemeliharaan jalur tracking yang (W1, W2, W4; T1) 0,98 8
telah ada.
Mengelakukan perencanaan dan (W3; T2,) 0,52 14
pengelolaan ekowisata secara transparan
58
Wiharso, Ernik, & Eddy. Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berdasarkan....
SIMPULAN
Hasil analisis penghitungan daya dukung ekosistem mangrove di Desa Berakit untuk jelajah
mangrove track adalah 214 orang per hari, sedangkan untuk jelajah mangrove berperahu adalah 231
orang perhari. Berdasarkan hasil perhitungan tujuh parameter kesesuaian wisata diperoleh hasil
Indeks Kesesuaian Wisata Ekosistem Mangrove adalah 87,50% termasuk dalam kategori sangat
sesuai (S1). Persepsi responden tentang ekowisata mangrove dan pengelolaannya adalah baik,
serta berpotensi untuk dikembangkan untuk kegiatan ekowisata. Strategi pengelolaan ekowisata
yang dapat dipilih adalah melakukan promosi dan publikasi mengenai ekoswisata mangrove di Desa
Berakit, mengembangkan paket ekowisata yang menarik, menyediakan tempat pembuangan sampah
pada titik keramaian dan melakukan pembersihan pantai yang terdampak pencemaran akibat
tumpahan minyak.
REFERENSI
Badan Pusat Statistik. (2017). Bintan dalam angka 2017. Bintan: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Bintan.
Chanafi, A., Fauzi, A., & Sunarti. (2015). Pengaruh persepsi masyarakat terhadap implementasi
Corporate Sosial Resonsibility (CSR) dan dampaknya pada citra perusahaan (Survei pada
masyarakat sekitar PT Greenfields Indonesia yang bertempat tinggal di RW 02 Dusun
Maduarjo Desa Babadan Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang. Malang. Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB), 3 (1): 1-7.
Habsari, R.D. (2016). Implementasi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Sampah di Kelurahan Karang Anyar Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda.
Samarinda. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 4 (1): 282-293.
Hakim, L., Siswanto, D., & Nakagoshi, N. (2017). Mangrove conservation in east jawa: The
ecotourism development perspectives. The Journal of Tropical Life Science, 7 (3): 277-285.
59
Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 21, Nomor 1, Maret 2020, 48-60
Kusumastanto, T., Damar A., & Adrianto, L. (2012). Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Rahmila, Y.I, & Halim, A.R. (2018). Mangrove forest development determited for ecotourism in
mangunharjo village semarang. Semarang: ICENIS 2018. E3S Web of Conferences 73,
04010.
Samehe, J.V. & Kindangen, P. (2015). Persepsi wisatawan mancanegara dan kunjungan wisata di
kota manado sebagai destinasi ekowisata. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi ,15 (5): 515-527.
Triastuti, I. (2015). Model ekowisata dalam perfektif hukum konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya (Hukum Lingkungan). Bogor: UIK Press.
Yulianda F. (2007). Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumber daya pesisir berbasis
konservasi. Makalah Seminar Sains 21 Februari 2007. Departemen Manajemen Sumberdaya
Perikanan, FPIK IPB. Bogor.
60