Penggunaan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dan Implikasinya Terhadap Ketangguhan Mata Pencaharian Nelayan
Penggunaan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dan Implikasinya Terhadap Ketangguhan Mata Pencaharian Nelayan
Penggunaan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dan Implikasinya Terhadap Ketangguhan Mata Pencaharian Nelayan
ABSTRACT
The livelihood of fishermen that importantly contributes to regional and rural development
in coastal areas has been influenced by climate change and other pressures. On the other hand, the
development of Information and Communication Technology (ICT) can be used by fishermen to
develop their livelihood resilience. This research aims to explore the use of ICT and its implication
to the livelihood resilience of fishermen. This research used qualitative research design using case
study in Eretan Wetan Village, Indramayu Regency. The primary data was collected through
interview, situational observation, activity observation, and physical artifact observation.
Secondary data was also collected as supporting data to describe research context. The analysis
was done using open coding to identify themes and to develop the description of those themes. The
research found that fishermen that are used to ICT can improve their access to information,
enhancing knowledge, enhancing and maintaining network and cooperation, and facilitating
participation in the community, and eventually experiencing learning process. By experiencing
learning process, fishermen will have the capability to identify information and knowledge,
capability to understand challenge and opportunity, and capability to transfer and share
knowledge using ICT. Therefore, fishermen will then have the capability to diversifies operational
location of fishing and source of information and knowledge which are useful to redevelop access,
assets, and self organization capability. These process will be cyclic and accumulate to
strengthening their livelihood resilience.
Keywords: fishermen , Information and Communication Technology (ICT), livelihood , resilience.
ABSTRAK
Mata pencaharian nelayan yang berkontribusi penting pada pengembangan wilayah dan
perdesaan terganggu oleh perubahan iklim dan tekanan lainnya. Di sisi lain, perkembangan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang maju dapat digunakan nelayan untuk
membangun ketangguhan mata pencahariannya. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi
penggunaan TIK dan implikasinya terhadap ketangguhan mata pencaharian nelayan. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian kualitatif dengan strategi studi kasus. Studi kasus pada penelitian
ini adalah nelayan di Desa Eretan Wetan, Kabupaten Indramayu. Data primer dikumpulkan dengan
cara wawancara, observasi situasi, observasi aktivitas, dan observasi artifak fisik. Data sekunder
1
Journal of Regional and Rural Development Planning, Februari 2017, 1 (1): 1-15
juga dikumpulkan sebagai data pendukung untuk mendeskrispikan konteks penelitian. Analisis
dilakukan dengan pengkodean terbuka (open coding) untuk mengidentifikasi tema-tema dan
membangun deskripsi tema-tema tersebut. Penelitian ini mengungkapkan bahwa nelayan yang
berulang-ulang dan terbiasa merasakan dengan menggunakan TIK bisa meningkatkan akses
terhadap informasi, menambah pengetahuan, menambah dan memelihara jaringan dan kerja sama,
dan memfasilitasi partisipasi di dalam komunitas, seiring berjalannya waktu kemudian mengalami
proses pembelajaran. Dengan mengalami proses pembelajaran, nelayan kemudian memiliki
kemampuan untuk mengidentifikasi informasi dan pengetahuan, kemampuan mengetahui tantangan
dan peluang, dan kemampuan mentransfer dan berbagi pengetahuan dengan menggunakan TIK.
Dengan begitu, nelayan kemudian mampu mendiversifikasi lokasi operasional menangkap ikan dan
mendiversifikasi sumber informasi dan pengetahuan. Selanjutnya, kemampuan mendiversifikasi
sumber informasi dan pengetahuan itu berguna kembali membangun akses, aset-aset, dan
kemampuan pengorganisasian diri. Begitu seterusnya terjadi suatu siklus proses nelayan
menggunakan TIK yang berakumulasi untuk membangun ketangguhan mata pencahariannya.
Kata kunci: Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), ketangguhan, mata pencaharian, nelayan
2013; BPOL KKP, 2015). Sistem informasi keadilan (equality) (Heeks dan Ospina, 2013).
tersebut termasuk di dalamnya adalah informasi Namun demikian, Heeks (2014) menyatakan
prakiraan cuaca, ketinggian gelombang, bahwa agenda penelitian hubungan penerapan
kecepatan angin, dan peringatan daerah bahaya TIK pada konteks ketangguhan masih belum
pelayaran. Program lainnya yang cukup kuat dan membutuhkan penelitian
dikembangkan adalah sosialisasi mitigasi dan lanjutan sebagai pondasi dasarnya. Pemahaman
adaptasi perubahan iklim untuk nelayan melalui lanjutan diperlukan pada bagaimana dampak
program radio pada tahun 2010/2011. TIK pada ketangguhan (Heeks dan Ospina,
Pelaksanaan program radio tersebut melibatkan 2013).
The Indonesia Climate Change Trust Fund Secara etimologi, istilah “resilience”
(ICCTF), BMKG, Lembaga Ilmu Pengetahuan sudah lama digunakan pada berbagai bidang
Indonesia (LIPI), Dinas Perikanan dan Kelautan ilmu pengetahuan (Alexander, 2013). Pada
Indramayu, radio komunitas dan komersial, dan bidang geografi manusia, ketangguhan sosial
beberapa tokoh nelayan (ICCTF, LIPI, dan (social resilience) adalah kemampuan
BMKG, 2012). sekelompok atau komunitas untuk
Perkembangan dan dukungan TIK menanggulangi tekanan dan gangguan eksternal
tersebut dapat digunakan nelayan untuk sebagai sebuah hasil dari perubahan sosial,
menjadi bagian dari strategi membangun politik, dan lingkungan (Adger, 2000).
ketangguhan mata pencaharian menghadapi Sementara itu pada bidang ilmu kajian spesifik
perubahan iklim dan tekanan lainnya. TIK sistem sosial-ekologi, ketangguhan sosial-
berpotensi dapat memfasilitasi nelayan untuk ekologi (social-ecology resilience)
memperbaiki dan memelihara aset-asetnya, diinterpretasi sebagai sejumlah gangguan yang
untuk mengorganisasi diri (self-organisation), suatu sistem dapat menyerapnya dan kembali
dan belajar (learning). Namun, apakah potensi pada kondisi semula; derajat suatu sistem
tersebut benar-benar sudah terwujud pada mampu mengorganisasi diri; derajat suatu
dimensi-dimensi ketangguhan2 mata sistem dapat membangun dan meningkatkan
pencaharian (livelihood resilience) nelayan kapasitas untuk belajar dan beradaptasi
tersebut. Dengan begitu, penelitian ini (Carpenter et al., 2001 dalam Folke, 2006).
diperlukan untuk mengungkap penggunaan TIK Adapun konsep ketangguhan pada
oleh nelayan dalam mendukung konteks sektor perikanan (fisheries sector)
kesejahteraannya berdasarkan perspektif sudah dikembangkan oleh beberapa peneliti
ketangguhan mata pencaharian. Penelitian seperti Adger et al. (2002); Marshall dan
terkait penerapan TIK pada konteks Marshall (2007) mengembangkan konsep
ketangguhan sudah dilakukan oleh Ospina dan ketangguhan sosial (social resilience); Allison,
Heeks (2010) dengan mengembangkan model et al. (2007) mengembangkan konsep nelayan
yang mereka namai “e-resilience” yang kecil tangguh (resilient small scale fishery);
memiliki karakteristik dengan kata kunci Ebbin (2009) mengembangkan konsep
ketahanan (robustness), skala (scale), kelebihan kelembagaan tangguh (intitutional resilience),
(redundancy), kecepatan (rapidity), fleksibilitas dan Van Putten et al. (2013) mengembangkan
(flexibility), pengorganisasian diri (self konsep ketangguhan ekonomi (economic
organisation), pembelajaran (learning) (Ospina resilience).
dan Heeks, 2010), keragaman (diversity), dan Berikut ini beberapa definisi
ketangguhan berdasarkan para peneliti yang
2
Kata “ketangguhan” menjadi terjemahan yang tepat menggunakan dan mengembangkan konsep
untuk kata “resilience”/”resiliency”. Kata “resilient” ketangguhan dalam konteks perikanan:
diterjemahkan menjadi “tangguh”. Kata “tangguh” a. Adger et al. (2002); Marshall dan Marshall
dan “ketangguhan” sudah lazim digunakan sebagai (2007) menyatakan bahwa ketangguhan
terjemahan dari “resilient” dan “resilience” oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). sosial yaitu kemampuan komunitas atau
Gambar 2. Jenis-jenis alat TIK yang digunakan nelayan di Desa Eretan Wetan
Sumber: Asirin, 2015.
Adapun perilaku penggunaan TIK pada yang tidak ramah lingkungan. Nelayan kecil
proses usaha nelayan yang teridentifikasi di tersebut menyatakan bahwa jaring arad tersebut
Desa Eretan Wetan berbeda-beda antara telah meresahkan dan sudah seharusnya
nelayan kecil dan nelayan besar. Nelayan kecil dilarang dan dilakukan penegakan hukumnya.
tidak mengakses IDPI karena IDPI hanya Nelayan tersebut memutuskan tidak
diperuntukkan bagi nelayan besar dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah
jangkauan operasional menangkap ikan sampai lingkungan. Nelayan kecil tersebut tetap
ke perairan Natuna dan Kalimantan. Sementara menggunakan alat tangkap yang ramah
itu, nelayan besar ada yang mengakses IDPI, lingkungan karena mengetahui konsekuensi
ada juga yang tidak mengakses IDPI. hukumnya dan menyadari dampak negatifnya.
Selain itu, di Desa Eretan Wetan juga ada
Penggunaan TIK Untuk Mengetahui perilaku penggunaan internet untuk pembuatan
Perkembangan Kenelayanan poster sosialisasi jenis/karakteristik ikan yang
dilindungi. Di Desa Eretan Wetan, ada juga
Pertama, penggunaan TIK untuk
perilaku penggunaan internet untuk mengunduh
mengetahui aturan-aturan dan kebijakan
naskah peraturan dan kliping berita mengenai
kenelayanan. Sebagai contoh kasus ada nelayan
jenis/karaktersitik ikan yang dilindungi.
kecil yang sering menonton berita liputan di TV
Kegiatan tersebut dilakukan oleh pengurus
tentang peraturan yang dikeluarkan dan
koperasi Misaya Mina. Pengurus koperasi
ditegakkan oleh Menteri Susi Pudji Astuti.
menyatakan bahwa latar belakang penempelan
Dengan menonton berita tersebut, nelayan
tersebut karena pernah terjadi nelayan yang
tersebut mengetahui aturan-aturan yang
ditindak dan ditahan secara hukum akibat
dikeluarkan KKP mengenai larangan
menangkap ikan pari yang dilindungi. Sejak itu,
menggunakan alat tangkap ikan yang tidak
pengurus koperasi berinisiatif menempel
ramah lingkungan. Nelayan kecil tersebut
informasi-informasi jenis/karakteristik ikan
menyatakan bahwa mendukung aturan tersebut
yang dilindungi. Di Desa Eretan Wetan,
untuk ditegakkan di seluruh Indonesia terutama
teridentifikasi ada nelayan besar menggunakan
di Indramayu masih terdapat nelayan
internet secara tidak langsung. Nelayan besar
menggunakan jaring arad (pukat harimau kecil)
Tabel 1. Bukti-bukti kasus penggunaan TIK berimplikasi pada ketangguhan mata pencaharian nelayan
Tabel 1. (lanjutan)
Tabel 1. (lanjutan)
Penelitian ini membuktikan manfaat TIK Diseminasi informasi perlu melalui media-
untuk membangun ketangguhan mata media yang mudah diakses seperti diseminasi
pencaharian nelayan. Dengan begitu, penelitian poster dan naskah peraturan ke kelompok-
ini merekomendasikan perlunya kelompok nelayan kecil dan tempat-tempat
mengembangkan sistem informasi untuk strategis seperti kantor desa, sekolah, masjid,
nelayan yang lebih luas dengan target penerima warung, kantor radio komunitas, dan tempat-
manfaat baik nelayan kecil maupun nelayan tempat strategis lainnya yang merupakan
besar dan isi yang lebih beragam sesuai tempat-tempat berkumpul nelayan, tidak hanya
kebutuhan nelayan. Sistem informasi yang di TPI/PPI/Kantor Koperasi. Diseminasi
dikembangkan perlu diperluas tidak terbatas informasi juga perlu menggunakan TIK melalui
pada daerah penangkapan ikan, cuaca, dan SMS HP, radio komunitas/komersial, dan TV
jenis/karakteristik ikan yang dilindungi, tetapi lokal. Pemerintah daerah juga perlu secara
juga informasi harga ikan, akses pembiayaan, intensif menggunakan radio SSB untuk masuk
strategi-strategi adaptasi perubahan iklim selain di dalam forum komunikasi antar nelayan dan
usaha tambak, perencanaan keuangan, membagikan informasi/pengetahuan penting
kewirausahaan, pelestarian ekosistem laut untuk nelayan terkait keberlanjutan sumber
lainnya (seperti hutan bakau, terumbu karang, daya laut dan adaptasi perubahan iklim.
dan lain-lain), dan keterampilan/pengetahuan Penelitian ini juga merekomendasikan
lainnya yang sesuai kebutuhan nelayan untuk perlunya mengembangkan dan melaksanakan
ketangguhan mata pencaharian nelayan. program sistem informasi yang terus menerus.
Penelitian ini juga merekomendasikan Sumber-sumber pembiayaan alternatif dan
perlunya cara penyampaian informasi yang sumber-sumber daya manusia untuk
lebih luas dan mudah diakses nelayan kecil dan menjalankan program perlu melibatkan aktor-
nelayan besar baik saat di darat maupun di laut. aktor lokal. Aktor-aktor lokal yang perlu
Alexander, D.E. (2013). Resilience and disaster risk Creswell, J. W. (2007). Qualitative Inquiry and
reduction: an etymological journey. Natural Research Design: Choosing Among Five
Hazards and Earth System Sciences, 13, Approaches (2nd ed.). Thousand Oaks,
2707–2716. California: Sage.
Allison, E.H., Andrew, N.L., & Oliver, J. (2007). Creswell, J. W. (2010). Research Design:
Enhancing the resilience of inland fisheries Qualitative, Quantitative, and Mixed
and aquaculture systems to climate change. Methods Approaches, Third Edition.
SAT eJournal, 4 (1), 1-35. Thousand Oaks, California: Sage.
Ashley, C., & Carney, D. (1999). Sustainable Department for International Development (DFID),
livelihoods: lessons from early experience. Government of United Kingdom. (1999).
London: Department for International Sustainable livelihoods guidance sheets.
Development. London: Department for International
Asirin. (2015). Penggunaan Teknologi Informasi Development.
dan Komunikasi untuk Ketangguhan Mata Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Pencaharian Nelayan: Studi Kasus Nelayan Indramayu. (2013). SMS Center Informasi
di Desa Eretan Wetan, Kabupaten Daerah Penangkapan Ikan (IDPI) Diskanla
Indramayu. Tesis. Perpustakaan Institut Kabupaten Indramayu Bisa Membantu
Teknologi Bandung. Peningkatan Produksi Hasil Tangkapan Ikan
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Bagi Nelayan. Dinas Perikanan dan Kelautan
(BPLHD) Provinsi Jawa Barat. (2013). Status Kabupaten Indramayu.
Lingkungan Hidup Jawa Barat Tahun 2013. Ebbin, S.A. (2009). Institutional and ethical
BPLHD Jawa Barat. dimensions of resilience in fishing systems:
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Perspectives from co-managed fisheries in the
(BMKG). (2011). Pemanasan Global dan Pacific Northwest. Marine Policy, 33, 264–
Dampaknya terhadap Perubahan Cuaca- 270.
Iklim Wilayah Indonesia. Diakses dari: Folke, C. (2006). Resilience: the emergence of a
http://wxmod.bppt.go.id/dokumen/materi_se perspective for social–ecological Systems
minar/bmkg.pdf pada tanggal 1 Februari analyses. Global Environmental Change, 16
2015. (3), 253–267.
Balai Penelitian dan Observasi Laut, Kementerian Heeks, R. (1999). Information and communication
Kelautan dan Perikanan. (2015). Peta PDPI. technology, poverty, and development, Centre
Diakses dari: for Development Informatics Institute for
http://www.bpol.litbang.kkp.go.id/peta-pdpi Development Policy and Management.
pada tanggal 22 Februari 2015. University of Manchester.
Carney, D. (2002). Sustainable livelihoods Heeks, R. (2014). Future Priorities for Development
approaches: progress and possibilities for Informatics Research from the Post-2015
change. London: Department for Development Agenda, Centre for
International Development. Development Informatics Institute for
Carney, D., Drinkwater, M., Rusinow, T., Neefjes, Development Policy and Management,
K., Wanmali, S., & Singh, N. (1999). SEED. University of Manchester.
Livelihood approaches compared: a brief Heeks, R.B., & Ospina, A.V. (2013). Understanding
comparison of the livelihoods approaches of Urban Climate Change and Digital
the UK Department for International Infrastructure Interventions from a Resilience
Development (DFID), CARE, Oxfam and the Perspective, Development Informatics.
UNDP. A brief review of the fundamental Working Paper 54, Centre for Development
principles behind the sustainable livelihood Informatics, University of Manchester, UK.
approach of donor agencies. Livelihoods Diakses dari
connect. London: Department for http://www.seed.manchester.ac.uk/subjects/id
International Development. pm/research/publications/wp/di/
Chambers, R. & Conway., G.R. (1992). Sustainable
Rural Livelihoods: Practical Concepts for the
21st Century. IDS Discussion Paper 296.
Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Scoones, I. (2009). Livelihoods perspectives and
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), rural development. The Journal of Peasant
dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Studies, 36 (1), 171-196.
Geofisika (BMKG). (2012). Program Acara Speranza, C. I., Wiesmann, U., dan Rist, S. (2014).
Radio: Sosialisasi Perubahan Iklim untuk An indicator framework for assessing
Petani, Nelayan, dan Masyarakat Umum. livelihood resilience in the context of social–
ICCTF, LIPI, dan BMKG. ecological dynamics. Global Environmental
Intergovernmental Panel on Climate Change. (2014). Change 28 (2014), 109–119.
Climate Change 2014: Impacts, Adaptation, Van Putten, I.E., Jennings, S., Frusher, S., Gardner,
and Vulnerability. Part A: Global and C., Haward, M., Hobday, A.J., Nursey-Bray,
Sectoral Aspects. Contribution of Working M., Pecl, G., Punt, A., dan Revill, H. (2013).
Group II to the Fifth Assessment Report of Building blocks of economic resilience to
the Intergovernmental Panel on Climate climate change: a south east Australian
Change [Field, C.B., V.R. Barros, D.J. fisheries example. Regional Environmental
Dokken, K.J. Mach, M.D. Mastrandrea, T.E. Change, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Bilir, M. Chatterjee, K.L. Ebi, Y.O. Estrada, Yin, R.K. (2009). Case Study Research: Design and
R.C. Genova, B. Girma, E.S. Kissel, A.N. Methods, Fourth Edition. Sage Publication.
Levy, S. MacCracken, P.R. Mastrandrea, and
L.L. White (eds.)]. Cambridge: Cambridge
University Press.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2009).
Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009
tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Marschke, M. J., & Berkes, F. (2006). Exploring
strategies that build livelihood resilience: a
case from Cambodia. Ecology and Society 11
(1), 42. Diakses dari:
http://www.ecologyandsociety.org/vol11/iss1
/art42/
Marshall, N. A., & Marshall, P. A. (2007).
Conceptualizing and operationalizing social
resilience within commercial fisheries in
northern Australia. Ecology and Society 12
(1): 1. Diakses dari:
http://www.ecologyandsociety.org/vol12/iss1
/art1/.
Nyamwanza, A. M. (2012). Livelihood resilience
and adaptive capacity: A critical conceptual
review. Jàmbá: Journal of Disaster Risk
Studies 4 (1). http://dx.doi.
org/10.4102/jamba.v4i1.55.
Ospina, A.V., & Heeks, R. (2010). Linking ICTs and
Climate Change Adaptation: A Conceptual
Framework for e-Resilience and e-
Adaptation. Centre for Development
Informatics, University of Manchester, UK.
Diakses dari:
http://www.niccd.org/sites/default/files/Conc
eptualPaper.pdf.
Scoones, I. (1998). Sustainable Rural Livelihoods A
Framework For Analysis. IDS Working
Paper 72.