1039-Article Text-1528-1-10-20190601
1039-Article Text-1528-1-10-20190601
1039-Article Text-1528-1-10-20190601
Vol. No.22::147-163
147-163
ISSN : 2356-4113
(The Contaminant Level Of Staphylococcus aureus Within The Salted Fish In The
Traditional Markets In The Kupang City)
ABSTRACT
Fish has become one of the favorite foodstuffs for Indonesian society. Like the
other food commodities of animal origin, fish also has a perishable nature so it takes a
good handling and processing, such as salting and drying which the result is known as
salted fish. The processing of salted fish requires attention because there is a high risk of
food poisoning hazard for food which the growth of normal flora are inhibited due to the
enterotoxin of Staphylococcus aureus. This study aims to determine the contamination
level of Staphylococcus aureus within the salted fish in the traditional markets in the city
of Kupang. There were 18 samples of salted fishes used which consisted of 8 samples from
Oesapa traditional market, 5 samples from Oeba traditional market and 5 samples from the
Inpres Naikoten traditional market. The sample inspection using the Plate Count method in
order to spread. The results showed that the contamination level of all the salted fish
samples have passed the maximum contamination limit of S. aureus based on the SNI No.
7388 : 2009 (1 x 103 CFU/g) with the value of the contamination level ranged from 3.4 x
103 CFU/g in the salted fish derived from Oeba traditional market to 1.4 x 106 CFU/g in
the salted fish derived from the Inpres Naikoten market. The high value of the
contamination level is related to several factors such as environment, storage time,
sanitation and personal hygiene. Therefore, salted fish traded in traditional markets require
attention to be safe and suitable for consumption.
PENDAHULUAN
Makanan merupakan salah satu kandungan gizi yang lengkap dan aman
kebutuhan primer manusia, tanpa merupakan syarat mutlak yang harus
makanan manusia tidak dapat bertahan dipenuhi oleh bahan pangan, karena
hidup. Makanan yang sehat dengan pembangunan manusia yang sehat dan
147
Malelak et al Jurnal Kajian Veteriner
cerdas tidak terlepas dari bahan makanan pengeringan, hasilnya biasa dikenal
yang dikonsumsi. Bahan makanan dengan nama ikan asin (Ira, 2008). Proses
dikatakan aman apabila tidak pengolahan ikan di atas perlu mendapat
mengandung komponen fisik, kimia dan perhatian karena salah satu faktor penting
mikrobiologi yang berbahaya (Salosa, yang mendukung terciptanya keamanan
2013). pangan adalah kondisi sanitasi dan
Dewasa ini ikan merupakan salah higiene pengolahan pangan (Hatta et al.,
satu bahan makanan favorit bagi 2014). Hal ini dikarenakan, pangan yang
masyarakat Indonesia. Sekitar 70% flora normal di dalamnya telah
wilayah Indonesia terdiri dari perairan, mengalami kerusakan akibat proses
baik laut maupun air tawar (Direktorat pengolahan (misalnya daging yang telah
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran dimasak) atau dihambat pertumbuhannya
Hasil Perikanan, 2011). Dengan kondisi (misalnya ikan asin dengan konsentrasi
tersebut maka potensi perikanan di garam yang tinggi) sehingga memiliki
Indonesia cukup tinggi dan mampu resiko tinggi terhadap bahaya keracunan
memberikan kontribusi yang sangat makanan akibat enterotoksin dari
berarti dalam usaha memenuhi gizi Staphylococcus aureus (S. aureus).
masyarakat. Hal ini tercermin dalam data Pada penelitian sebelumnya oleh
yang menunjukkan bahwa saat ini sekitar Sanjeev dan Surendran (1993), telah
60% pangan hewani penduduk berasal meneliti pengaruh penyimpanan terhadap
dari ikan (Hardinsyah et al., 2001). keberadaan S. aureus, bakteri yang
Fakta diatas berhubungan erat menghasilkan toksin pada ikan olahan.
dengan masyarakat NTT yang gemar Hasilnya, S. aureus ditemukan pada ikan
mengkonsumsi ikan. Letak provinsi NTT olahan yang diproses dengan kondisi
yang dikelilingi oleh banyak pulau dan tidak hygienis. Penelitian ini
laut yang luas cukup memudahkan para menunjukkan bahwa bakteri tersebut
nelayan untuk memenuhi permintaan bertahan hidup pada ikan yang diolah
ikan di pasaran. Berdasarkan data Badan selama kurang dari 13 hari dengan
Pusat Statistik tahun 2013, produksi jumlah bakteri ini adalah 2,7 x 105
perikanan laut di provinsi NTT mencapai CFU/gram.
127.156,28 ton. Seperti komoditas Berdasarkan hasil observasi di
pangan hewani lainnya, ikan juga salah satu pasar tradisional, tidak semua
mempunyai sifat yang mudah busuk ikan asin dikemas dengan plastik,
(Perishable food). Produk ikan rentan sebagian ada yang dibiarkan terbuka
terhadap kontaminasi dan penurunan begitu saja sedangkan lingkungan di
mutu, sehingga dibutuhkan penanganan sekitar pedagang ikan asin umumnya
dan pengolahan dengan perhatian ekstra kurang bersih, berdebu dan berbau karena
yang melebihi komoditas pangan hewani dekat dengan jalan raya dan saluran
yang lain (Soeparno, 1992). pembuangan air kotor. Kontaminasi di
Salah satu metode pengawetan lingkungan pengolahan ikan asin serta
ikan yang sering dilakukan adalah tempat penjualan sangat mungkin terjadi,
penggaraman yang diikuti dengan karena proses pengolahan ikan asin yang
148
Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : 147-163
METODE PENELITIAN
149
Malelak et al Jurnal Kajian Veteriner
150
Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : 147-163
151
Malelak et al Jurnal Kajian Veteriner
Pertumbuhan S. aureus akan tampak 2002). Hal ini sesuai dengan hasil
di sekitar zona kuning dengan koloni penelitian yang menunjukkan
berpigmen kuning yang membedakannya pertumbuhan koloni terduga S. aureus
dengan S. epidermidis yang yang berpigmen kuning (Gambar 2).
menghasilkan pigmen putih (Todar,
152
Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : 147-163
153
Malelak et al Jurnal Kajian Veteriner
154
Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : 147-163
155
Malelak et al Jurnal Kajian Veteriner
156
Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : 147-163
dapat juga dari peralatan dan lingkungan pedagang ikan asin umumnya kurang
sekitar. bersih, berdebu dan ada yang berbau
Pada tahap observasi, tidak semua karena dekat dengan jalan raya (Gambar
ikan asin dikemas dengan plastik, ada 6) dan saluran pembuangan air kotor.
sebagian yang dibiarkan terbuka (Tabel Pelayanan pedagang pada saat konsumen
1), sedangkan lingkungan di sekitar membeli ikan asin
Gambar 6. Salah satu lokasi penjualan ikan asin yang dekat dengan jalan raya.
157
Malelak et al Jurnal Kajian Veteriner
minimal ialah satu minggu dan maksimal sampai waktu ikan asin terjual ke
ialah satu bulan. Waktu penyimpanan konsumen.
ikan asin didasarkan pada waktu
penyimpanan setelah ikan diawetkan
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa yang kurang baik menyebabkan S. aureus
waktu penyimpanan sangat berpengaruh mampu bertumbuh secara optimum.
terhadap pertumbuhan S. aureus. Rata- Selain itu, dapat dilihat juga bahwa dua
rata tingkat cemaran S. aureus pada ikan dari tujuh sampel (28,6%) dengan waktu
asin yang disimpan selama satu minggu penyimpanan selama satu bulan,
lebih rendah dibandingkan dengan rata- menunjukkan nilai tingkat cemaran S.
rata cemaran S. aureus yang disimpan aureus mencapai 1,1 x 106 dan 1,4 x 106
selama dua minggu maupun satu bulan. yang berarti bahwa kedua sampel ini
Hal ini dikarenakan, waktu penyimpanan telah berpotensi tercemar oleh
yang panjang akan mengakibatkan nilai enterotoksin yang dihasilkan oleh S.
tingkat cemaran semakin meningkat aureus. Hal ini sesuai dengan pendapat
karena produk ikan asin dengan kualitas Shapton dan Shapton (1993) yang
158
Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : 147-163
159
Malelak et al Jurnal Kajian Veteriner
160
Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : 147-163
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka Inpres Naikoten dan yang terendah
dapat disimpulkan bahwa : ialah 3,4 x 103 CFU/g pada ikan asin
1. Delapan belas sampel ikan asin dari yang berasal dari pasar Oeba. Nilai
tiga pasar tradisional di Kota Kupang tingkat cemaran ini telah melewati
positif tercemar S. aureus. batas maksimum cemaran S. aureus
2. Nilai tingkat cemaran S. aureus yang ditentukan oleh SNI No. 7388 :
tertinggi ialah 1,4 x 106 CFU/g pada 2009 yaitu 1 x 103 CFU/g.
ikan asin yang berasal dari pasar
DAFTAR PUSTAKA
161
Malelak et al Jurnal Kajian Veteriner
Esti, A. 2000, Ikan Asin Cara Kering, Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendaya Gunaan
dan Pemasaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta.
Fardiaz, S. 1993, Analisis Mikrobiologi Pangan, PT.Prasindo Persada, Jakarta.
Fardiaz, S. 1989, Mikrobiologi Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, PAU-Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Fitri, N. A. 1999, Analisis Sikap Konsumen Terhadap Atribut Pasar Swalayan dan Pasar
Tradisional, J. Bisnis dan Akuntansi, 3 (1) : 237 – 254.
Fischetti, A. V., R. P. Novick., J. J. Ferreti., D. A. Portnoy, and J. I. Rood. 2000, Gram
Positif, Washington DC : ASM Press. p 315.
Forsythe S. J. 2000, The Microbiology of Safe Food, Blackwell Science, London.
Hardinsyah, Yayuk FB, Martianto D., Handewi SR, Agus W., dan Subiyakto. 2001,
Pengembangan Konsumsi Pangan dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan, Pusat
Studi Kebijakan Pangan dan gizi IPB, Lembaga Penelitian IPB dan Pusat
Pengembangan Ketersediaan pangan Departemen Pertanian, Bogor.
Harmayani, E., Santoso, T. Utami dan S. Raharjo. 1996, Identifikasi Bahaya Kontaminasi
Staphylococcus aureus dan Titik Kendali Kritis pada Pengolahan Produk Daging
ayam dalam Usaha Jasa Boga, Agrotech, Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian 16
(3) : 7 – 15.
Hatta, W., Sudarwanto, M, B., Sudirman, I., Malaka, R. 2014, Praktek Sanitasi Higiene
pada Usaha Pengolahan Dangke Susu Sapi di Kabupaten Enrekang, Sulawesi
Selatan, J.Vet. 15: 147-155.
Hieronymus, B. S. 1998, Ikan Asin, Kanisius, Yogyakarta.
Ira. 2008, Kajian Pengaruh Berbagai Kadar Garam Terhadap Kandungan Asam Lemak
Esensial Omega-3 Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) Asin Kering, Skripsi, S.P,
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Jay JM. 2000, Modern Food Microbiology, 5th edition, Chapmand dan Hall, USA.
Jawetz, E, J.L. Melnick., E. A. Adelbery., G. F. Brooks., J. S. Butel, dan L. N. Ornston.
1995, Mikrobiologi Kedokteran, 20th edition, EGC, Jakarta. p 211, 213, 215.
Jawetz, E, J.L. Melnick., E. A. Adelbery. 2008, Mikrobiologi Kedokteran, Salemba
Medika, Jakarta.
Lay, B.W. 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Loir, L. Y., Baron, F., Gautier, M. 2003, Staphylococcus aureus and Food Poisoning.
Genetic and Molecular Researc, 2 (1) : 63 – 67.
Lund B, C. Edlund, L. Barkholt, C.E. Nord, M. Tvede, R.L. Poulsen. 2000, Impact on
human intestinal microflora of an Enterococcus faecium probiotic and vancomycin
Scand, J. Infect, Dis., 32 (2000), p 627–632.
Maturin, L. dan Peeler, J. T. 2001, Aerobic Plate Count, BAM (Bacteriological Analytical
Manual), Chapter 3, Food and Drug Administration.
162
Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : 147-163
Megawati, M. 2015, ‘Analisis Perbandingan Kadar Protein Pada Ikan Segar Dan Ikan Asin
Di Beberapa Pasar Di Kota Bandar Lampung Secara Spektrofotometri Uv-Visible’,
dikases tanggal 05 Januari 2015, <https;// www.scribd.com/doc/253249516/Analisis-
Perbandingan-Kadar-Protein-Pa- da-Ikan-Segar-Dan-Ikan-Asin-Di-Beberapa-Pasar-
Di-Kota-Bandar>.
Moch, Nazir. 2003, Metode Penelitian, Salemba Empat, Jakarta.
Moeljanto, R. 1982, Pengasapan dan Fermentasi Ikan, PT. Penebar Swadaya IKAPI,
Jakarta.
Monday, S. R. and R. W. Bennet. 2003, Staphylococcus aureus, cit. Miliotis M. D. Dan J.
W. Bier. International Handbook of Foodborne Pathogenes, Marcel Dekker, New
York.
Muhammad S. B. 2004, ‘Teknik Penggaraman dan Pengeringan’, diakses tanggal 15 Maret
2015, <https://www.scribd.com/Teknik-Penggaraman-Dan Pengeringan>.
Nawawi dan Martini, H. 1991, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Pandit, S. 2008, ‘Optimalkan Distribusi Hasil Perikanan’, diakses tanggal 18 Februari
2015, <http : // www. balipost. co.id>.
Purnamasari, A. D. 2014, Analisis Kerja Operasional Pasar Tradisional Kota Bekasi,
Skripsi, S.E, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.
Ray, B., dan Bhunia, A. K. 2008, Fundamental Food Microbiology, 4th edition, CRC Press
( Taylor and Prancis group ), Boca raton, FL. (Published in english, chinese, spanish
and korean).
Robinson, R. K., Batt, C. A., and Patel, P.D. 2000, Encyclopedia of Food Microbiology,
Academic Press, London.
Ryan, K. J., J. J. Champoux, S. Falkow, J. J. Plonde, W. L. Drew, F. C. Neidhardt, and C.
G. Roy. 1994, Medical Mikrobiology An Introduction to Infectious Diseases, 3rd
edition, Connecticut : A Pleton & Lange, p 254.
Salasia, S., Khusnan dan Sugiyono. 2009, Distribusi Gen Enterotoksin S.aureus dari Susu
Segar dan Pangan Asal Hewan, J. Vet. 10: 111-117.
Salosa, Y. 2013, Uji Kadar Formalin, Kadar Garam dan Total Bakteri Ikan Asin Tenggiri
Asal Kabupaten Sarmi Provinsi Papua, Skripsi, S.Si, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Papua, Papua.
Sanjeev, S. and Surendran, P.K.1993, Effect of storage on enterotoxigenic S.aureus in
cured fish, Fish.technol. 30 : (1). 79 – 80.
Scaechter, M., Medoff, G., Eisenstein, B. I. (Eds), 1993, Mechanisms of Microbial
Disease, 2nd edition, Williams & Wilkins, Balfimore, p 733.
Shapton, D. A. and N. F. Shapton. 1993, Principles and Practies for The Safe Processing
of Foods, Butterwoth – Heineman Ltd, Oxford Great Britain.
163
Malelak et al Jurnal Kajian Veteriner
Sharp, S. E. And Cidy, S. 2006, Comparison of Mannitol Salt Agar and Blood Agar Plates
for Identification and Susceptibility Tesing of S.aureus In Specimens From Cystic
Fibrosis Patients, J. Clin. Microbiol. 44 (12) : 4545 – 4546.
Suriawiria, U. 1999, Mikrobiologi Tanah, CV. Rajawali, Jakarta.
Soeparno. 1992, Ilmu dan Teknologi Daging, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Stewar, C. M., Cole, M. B., Legan, J. D., Slade, L., Vandeven, M. H. and Schaftner, D. W.
2002, Staphylococcus aureus Growth Boundaries : Moving Towards Mechanistic
Predictive Models Based on Solute Spesific effects, Applied and Enviromental
Microbiology 68, 1864 – 187.
Syah, P.S. 2010, ‘ Keracunan Pangan oleh Staphylococcus aureus pada Daging Ayam dan
Cara Pencegahanya’, diakses tanggal 24 Juli 2015, <https://
www.Scribd.com/S7/8/4/10/keracunan-pangan-oleh-staphylococcus-aureus-pada
Food Poisoning by Staphylococcus.aureus.in.chicken meat and the>.
Todar, K. 2008, ‘Staphylococcus aureus and Staphylococcal Disease’, USA : Wisconsin,
Madison, diakses tanggal 24 Maret 2015, <http:// textbookofbacteriology. net / staph.
Html>.
Todar, K. 2002, Todar’s Online Textbook of Bacteriology : Streptococcus pyogenes,
Departement of Bacteriology Universitas of Wisconsin, Madison.
United State Food and Drug Administration (UFDA). 1999, ‘Bad Bug Book, Foodborne
Pathogenic Microorganism and Natural Toxins Handbook, Factors Affecting the
Growth of Some Foodborne Pathogens : Centre of Food Safety and Applied
Nutrition (CFSAN)’, diakses tanggal 12 Januari 2015, <http : //
VW.cfsan.fda.gov/mow/ intro. html>.
United State Food and Drug Administration. 2001, Processing Parameters Needed to
Control Pathogens in Cold Smoked Fish, FDA Publications, U. S. Washington,
District of Columbia, USA. p 979.
Warsa, U. C. 1994, Kokus Positif Gram, dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi
Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta.
Yuwono. 2009, ‘Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)’, Disertasi, Dr.,
Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung.
164