Konstruksi Konsumen Muslim Terhadap Labeling Halal (Studi Fenomenologi Penggunaan Kosmetik Halal Di Kalangan Mahasiswa Politeknik Negeri Malang)
Konstruksi Konsumen Muslim Terhadap Labeling Halal (Studi Fenomenologi Penggunaan Kosmetik Halal Di Kalangan Mahasiswa Politeknik Negeri Malang)
Konstruksi Konsumen Muslim Terhadap Labeling Halal (Studi Fenomenologi Penggunaan Kosmetik Halal Di Kalangan Mahasiswa Politeknik Negeri Malang)
Abstract
The role of the hijrah movement has implications for the manufacture of
cosmetic products that are labeled halal. This study aims to determine the
social construction of Muslim consumers on halal labeled cosmetic
products. The theory used is Peter L. Berger's social construction theory
which contains three stages of construction namely internalization,
objectification, and externalization. The method in this research is to use a
qualitative method with a phenomenological approach. The findings of this
research are that the halal label found on cosmetic products is only
considered as a sedative and has its own 'plus value' for consumers and
halal labeling becomes a symbolic representation of Islam. An
externalization process took place in the form of consumer implications
considering cosmetic products labeled as halal as a form of symbolic
representation of Islam. The objectification process was marked by changes
in behavior that were more selective in using cosmetic products (the halal
label listed in cosmetics was preferred), the internalization process with the
influence of environmental factors (friends of informants) who use cosmetic
products labeled as halal so that it affects consumers' decisions to buy
cosmetics products that are labeled as halal.
Abstrak
Peran gerakan hijrah berimplikasi pada pembuatan produk kosmetik yang
diberi label halal. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui
konstruksi sosial konsumen muslim terhadap produk kosmetik berlabel
halal. Teori yang digunakan adalah teori konstruksi sosial miliki Peter L.
Berger yang memuat tiga tahapan konstruksi yaitu internalisasi,
objektifikasi, dan eksternalisasi. Metode di dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Adapun
hasil temuan dari penelitian ini adalah label halal yang ditemukan pada
produk kosmetik hanya dianggap sebagai penenang dan memiliki ‘nilai
plus’ tersendiri bagi konsumen serta labelling halal menjadi sebuah
1,2
Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Malang
1
nabetade2@gmail.com
Nabeta De Nastiti, Luhung Achmad Perguna 198
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Hasil
Label Halal ‘Added Value’ Bagi Konsumen Hanya Sebagai Penenang
Di era modern seperti sekarang, masyarakat sudah mulai kritis
terhadap produk yang mereka konsumsi dan gunakan seperti pada makanan
Jurnal Analisa Sosiologi 203
dan produk kosmetik. Masyarakat sudah mulai pintar dalam memilih dan
memilah mana produk yang aman untuk mereka pakai dan yang tidak layak
untuk digunakan. Kesadaran inilah yang membuat konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam penggunaan suatu produk. Sehingga, tidak jarang banyak
konsumen yang mulai mempertanyakan tentang labelling halal atas suatu
produk Vanany, I.,et.al. 2019). . Hal ini tidak terlepas dari peningkatan gaya
hidup yang berorientasi pada modernitas dengan diselipi oleh nilai-nilai
Islam. Oleh sebab itu, para produsen berusaha untuk mencari peluang pasar
dengan membuat suatu produk yang mampu mencuri minat masyarakat.
Kekuatan branding inilah yang kemudian membuat suatu konstruksi di
kalangan masyarakat. Hal ini sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh
Peter L. Berger mengenai konstruksi sosial yaitu masyarakat sebagai produk
manusia dan juga sebaliknya. Kedua hal tersebut tentu saling berkaitan dan
tidak bisa dipisahkan karena apa yang dibutuhkan masyarakat kemudian
menciptakan sesuatu yang baru sehingga konstruksi muncul sebagai akibat
dari realitas masyarakat.
Masyarakat beranggapan bahwa produk yang sudah terdapat
labelling halal berarti produk itu sudah terverifikasi oleh lembaga yang
terpercaya dan aman untuk digunakan. Konsumen mempercayai bahwa
dalam pembuatannya, produk kosmetik tersebut memiliki kandungan bahan-
bahan yang tidak membahayakan, tidak dilarang dan tidak haram bagi
Islam. Namun, prinsip-prinsip Islam yang mereka pegang ini ternyata tidak
sepenuhnya melekat pada diri mereka. Pada realitanya, meskipun labelling
halal produk kosmetik ini dianggap penting, mereka masih memungkinkan
untuk membeli produk kosmetik lain yang tidak memiliki label halal.
Apalagi, jika produk kosmetik tidak berlabel halal tersebut cocok
diaplikasikan pada kulit konsumen. Secara tidak langsung label halal bagi
konsumen hanyalah sebuah ‘nilai plus’ tersendiri.
Nilai plus dalam label halal yang dikonstruksikan masyarakat ini
sesuai dengan teori konstruksi sosial dari Peter L.Berger, dimana realitas
kehidupan manusia memiliki dua dimensi yaitu subyektif dan obyektif.
Realitas subyektif diperoleh dari proses internalisasi dimana realitas
didasarkan pada pemahaman individu itu sendiri secara sadar sehingga
setiap individu memiliki penilaiannya masing-masing terhadap pentingnya
Nabeta De Nastiti, Luhung Achmad Perguna 204
labelling halal ini. Sedangkan, realitas obyektif ini didapatkan dari proses
eksternalisasi atau proses dari luar individu yaitu lingkungan sekitar. Proses
eksternalisasi dari labelling halal produk kosmetik ini bisa dilihat dari
keseluruhan masyarakat yang membangun pemahaman bahwa produk
kosmetik yang memiliki label halal sudah terbukti dan terjamin kualitasnya,
yang kemudian disepakati oleh mayoritas konsumen. Konstruksi yang
disepakati ini kemudian membentuk suatu pola yang terstruktur. Label halal
pada produk kosmetik dianggap sebagai penenang bagi konsumen untuk
meyakinkan diri bahwa produk yang mereka gunakan tidak berbahaya bagi
diri mereka. Dengan adanya label halal ini, konsumen menghilangkan
keraguan atas produk kosmetik tersebut dan merasa terjamin dengan
sertifikasi halal yang diberikan LPPOM MUI.
Pembahasan
Representasi Simbolik dalam Kosmetik X Berlabel Halal
Dalam perkembangannya, dunia akan selalu bergerak secara dinamis
dan selalu berubah secara terus menerus. Perubahan ini kemudian
mempengaruhi pada apa yang dibutuhkan manusia terhadap kebutuhan
hidupnya. Tentu saja, peran kapitalis sangat melekat pada dunia modernitas
ini. Produsen akan melihat realitas masyarakat yang kemudian
diimplementasikan pada pembuatan produk yang sesuai dengan keinginan
konsumen. Modernitas dunia akan mempengaruhi pada gaya hidup manusia,
terlebih lagi sekarang banyak konsumen yang melihat suatu produk
berdasarkan ketentuan dari ajaran-ajaran Islam. Label halal yang diterapkan
pada produk kosmetik adalah salah satu contoh bahwa nilai-nilai Islam
sangat erat dibutuhkan pada konsumen. Masuknya nilai-nilai Islam ini
kemudian membentuk suatu konstruksi terhadap konsumen muslim produk
kosmetik atas suatu realitas.
Dari hasil penelitian, didapatkan konstruksi sosial dimana konsumen
muslim menganggap bahwa label halal yang terdapat di produk kosmetik
sebagai bentuk dari representasi simbolik Islam. Representasi adalah suatu
keadaan atau proses sosial yang berhubungan dengan konsep atau budaya
masyarakat di suatu tempat. Menurut KBBI, representasi sendiri adalah
suatu sikap perwakilan dari sekelompok orang pada suatu lingkungan
Jurnal Analisa Sosiologi 205
Tahapan Penjelasan
Eksternalisasi Berupa implikasi konsumen dari pemahaman ajaran
agama Islam yang diberikan oleh orang tuanya
dengan memilih dengan baik produk apapun yang
akan digunakan, termasuk memperhatikan label halal
yang tercantum pada produk karena secara tidak
langsung label halal digambarkan sebagai bentuk
representasi Islam.
Objektifikasi Digambarkan dengan berubahnya pola perilaku
informan dalam memilih produk yaitu lebih selektif
lagi ketika akan membeli suatu produk termasuk
Jurnal Analisa Sosiologi 207
Tahapan Penjelasan
lebih memperhatikan label halal (karena memiliki
nilai plus tersendiri), meskipun dalam prakteknya
belum sepenuhnya mereka membeli produk
kosmetik yang berlabel halal.
Internalisasi Ditandai dengan pengaruh dari lingkungan teman
sebaya informan yang juga mendukung labelling
halal produk kosmetik ini. Dimana, keputusan
konsumen untuk memakai produk kosmetik halal
juga dikarenakan banyaknya teman-teman informan
yang memakai produk ini dan mereka sudah sangat
percaya terhadap kekuatan branding halal produk
tersebut karena perusahaan sudah memiliki nama
yang besar.
KESIMPULAN
Label halal yang tercantum pada produk kosmetik sangat penting
kehadirannya bagi konsumen muslim, sehingga hal ini membuat konstruksi
sosial yang terjadi pada pengguna produk kosmetik yang beragama muslim
di Politeknik Negeri Malang. Konstruksi yang pertama yaitu bagi konsumen
muslim produk kosmetik, label halal memiliki added value karena produk
Nabeta De Nastiti, Luhung Achmad Perguna 208
yang mereka gunakan aman dan terpercaya. Konsumen meyakinkan diri dan
menghilangkan keraguan untuk memakai suatu produk kosmetik yang
berlabel halal karena produk yang sudah memiliki sertifikasi halal memiliki
‘nilai plus’ bagi mereka yaitu rasa aman meningkatkan kenyamanan
konsumen dalam menggunakan kosmetik halal. Konstruksi yang kedua
yaitu label halal sebagai representasi simbolik Islam dalam kosmetik halal.
Label halal adalah symbol Islam untuk mengatur umatnya bahwa tidak
semua produk bisa mereka gunakan karena Islam memiliki kaidah tersendiri
untuk menetapkan halal dan haramnya bahan-bahan sebagai kandungan
utama dalam pembuatan produk kosmetik yang boleh digunakan pada tubuh
ataupun tidak. Selain itu, konstruksi yang dibangun oleh konsumen muslim
pengguna kosmetik berlabel halal ini sesuai dengan teori konstruksi oleh
Peter L. Berger mengenai tiga tahapan konstruksi sosial yaitu eksternalisasi,
objektifikasi, dan internalisasi.
REKOMENDASI
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Ian. Analisis Pengaruh Label Halal, Brand, dan Harga Terhadap
Keputusan Pembelian di Kota Medan. Dari Jurnal UIN Sunan
Ampel, (Online), (https://jurnal.uinsu.ac.id), diakses 10 Oktober
2019.
Addian, Andini. 2019. Fenomena Gerakan Hijrah di Kalangan Pemuda
Muslim sebagai Mode Sosial. Dari Jurnal Unusa, (Online),
(https://journal2.unusa.ac.id/index.php/JIC/article/view/1313/955),
diakses 26 Februari 2020.
Jurnal Analisa Sosiologi 209
Ratri, Nurlayla. 2019. BPS: Kota Malang Saat Ini Sama dengan Jakarta
Lima Tahun Lalu. Dari Malangtimes.com, (Online),
(https://www.malangtimes.com/), diakses 6 Oktober 2019.
Ramadhani, Atika. 2016. Pengaruh Gaya Hidup, Label Halal, Dan Harga
Terhadap Keputusan Pembelian Kosmetik Wardah Pada
Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Medan Area Medan. Dari Academia, (Online),
(https://www.academia.edu), diakses 14 November 2019.
Sari, Annisa. 2018. Perilaku Komunikasi Pelaku Hijrah. Dari Jurnal Unpas,
(Online), (https://journal.unpas.ac.id/), diakses 6 Oktober 2019.
Tunardy, Wibowo. 2016. Pengertian Konsumen serta Hak dan Kewajiban
Konsumen. Dari Jurnal Hukum, (Online),
(https://www.jurnalhukum.com/), diakses 10 Oktober 2019.
Vanany, I., Soon, J., Maryani, A. and Wibawa, B. (2019), "Determinants of
halal-food consumption in Indonesia", Journal of Islamic Marketing,
Vol. ahead-of-print No. ahead-of-print. https://doi.org/10.1108/
JIMA-09-2018-0177
Widyaningrum, P. (2017). Pengaruh Label Halal dan Celebrity Endorser
terhadap Keputusan Pembelian (Survei pada Konsumen Wardah di
Ponorogo). JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia), 6(2), 83-98.
doi:http://dx.doi.org/10.21927/jesi.2016.6(2).%p