Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur'an Dalam Pandangan Orientalis Di Barat
Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur'an Dalam Pandangan Orientalis Di Barat
Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur'an Dalam Pandangan Orientalis Di Barat
Abstract
13
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
14
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
PENDAHULUAN
Pada abad ke-19, setidaknya ada dua model citra dan persepsi Barat
(Eropa) terhadap Islam. Pertama, menganggap Islam sebagai musuh
dan rival Kristen. Kedua, menganggap Islam sebagai bentuk pencapaian
akal dan perasaan manusia dalam usaha mereka untuk mengetahui
dan merumuskan sifat Tuhan dan alam. Pada periode yang sama,
semangat evangelisme (penginjilan), yang disertai dengan kolonialisme,
mewarnai dunia dan masyarakat Islam. Ide dasar evangelisme adalah
bahwa keselamatan (salvation) terletak hanya pada pengakuan dosa
dan penerimaan Gospel Kristen. Ide dan semangat evangelisme ini
menciptakan konfrontasi antara Kristen dan Muslim dalam skala lebih
besar ketimbang masa-masa sebelumnya. Evangelisme membangkitkan
kembali sikap permusuhan Eropa terhadap Islam.1
Salah satu bentuk permusuhan Barat terhadap Islam adalah
dengan menghina atau menjelek-jelekkan al-Qur’an. Tentu tidak semua
kalangan Barat melakukan hal demikian. Studi Al-Qur’an merupakan
bagian dari Studi Islam (Islamic Studies) yang sangat digemari di
dunia Barat. Hampir semua kampus atau Perguruan Tinggi di Barat
menawarkan studi Islam dengan berbagai penyebutan seperti Middle
East Studies, Near Eastern Studies, Religious Studies, Comparative
Religion, dan lain-lain. Kajian terhadap Al-Qur’an mulai menarik
perhatian di Barat ketika Theodor Nӧldeke (1836-1930) menulis buku
sejarah Al-Qur’an (Geschichte des Qorāns) yang kemudian diterbitkan
pada tahun 1860 oleh Universitas Gottingen, Jerman.
Nӧldeke membahas tentang sejarah muncul dan berkembangnya
teks Al-Qur’an, pengumpulan, dan periwayatannya. Ia juga
mempermasalahkan mengapa susunan Al-Qur’an tidak sesuai dengan
masa turunnya. Kajian ini kemudian dilanjutkan oleh Friedrich
1 Azyumardi Azra, kata pengantar dalam buku Robert A. Morey, The Islamic Invasion (Islam
Yang Dihujat), trj. Sadu Suud (Bekasi: C.V. Fokus Muslimedia, cet-II, 2005), hlm. 22.
15
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
Schwally (w. 1919) pada tahun 1909 atas permintaan Nӧldeke sendiri.
Setelah Nӧldeke menulis buku tersebut, Gustav Weil menulis juga
tentang sejarah Al-Qur’an dalam buku Historisch-kritische Einleitung
in der Koran (Mukaddimah al-Qur’an: Kritik Sejarah) yang terbit
tahun 1884. Pada akhirnya, buku sejarah Al-Qur’an Geschichte
des Qorānsdikumpulkan menjadi satu. Ada empat tokoh penulis
buku tersebut yaitu Theodor Nӧldeke, Friedrich Schwally, Gotthelf
Begstrasser, dan Otto Pretzl.2
Kalangan orientalis mengkaji Al-Qur’an dari berbagai macam
aspek, tentu yang dikaji bersumber dari teks-teks Al-Qur’an sendiri.
Di antara nama-nama Orientalis yang melakukan studi kritis terhadap
Al-Qur’an atau studi Islam secara umum adalah Abraham Geiger
(1810-1874), Gustave Weil (1808-1889), William Muir (1819-1905),
Theodor Nӧldeke (1836-1930), Friedrich Schwally (w. 1919), Edward
Sell (1839-1932), Hartwig Hirscfeld (1854-1934), David S. Margoliouth
(1858-1940), W.St. Clair-Tisdall (1859-1928), Louis Cheikho (1859-
1927), Paul Casanova (1861-1926), Julius Wellhausen (1844-1918),
Charles Cutley Torrey (1863-1956), Leone Caetani (1869-1935),
Joseph Horovits (1874-1931), Richard Bell (1876-1953), Alphonse
Mingana (1881-1937), Israel Schapiro (1882-1957), Siegmund Fraenkel
(1885-1925), Tor Andrae (1885-1947), Arthur Jeffery (1893-1959),
Regis Blachere (1900-1973), W. Montgomery Watt, Kenneth Cragg,
John Wansbrough (1928-2002), S.M. Zwemmer, Andrew Rippin, C.
Luxenberg, Danial A. Madigan, Harald Motzki, dan lain-lain.3 Perlu
2 Buku ini telah diedit dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The History
of The Qur’ān oleh Wolfgang H. Behn (Leiden-Boston: Brill, 2013). Edisi terjemahan
bahasa Arab oleh George Tamir, ikut juga dalam penerjemahan itu adalah ‘Ablah Ma’lūf-
Tamir, Khairuddīn ‘Abdul Hādī dan Nuqula Abū Murād (Beirut: Mu’assasah Konrad
Adenauer, 2004). Pada mulanya, buku ini diterbitkan dalam tiga volume, volume pertama
ditulis oleh Theodor Nӧldeke, volume kedua oleh Nӧldeke dan Schwally dengan judulDie
Sammlung des Qorans dan volume ketiga ditulis oleh Bergstrasser and Pretzl dengan judul
Die Geschichte des Korantexts. Hanya volume kedua dan ketiga yang banyak membahas
proses pengumpulan Al-Qur’an.
3 Lihat data saling melengkapi, Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur’an:
16
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
diketahui bahwa kajian mereka tidak hanya terfokus pada studi al-
Qur’an, tetapi studi Islam secara umum seperti hadis, sejarah, politik,
filsafat, tasawuf, dan ilmu lainnya.
Pada tahun 1844, salah seorang orientalis bernama Rodinson4
melacak sejarah kajian orientalis yang dimulai sejak abad IV sampai
pertengahan abad XX. Sumber yang digunakan adalah Historische-
Kritische Einleitung in der Koran karya Gustav Weil (1808-1889). Weil
merupakan sarjana Barat pertama yang membagi periodesasi Al-Qur’an
menjadi empat, yaitu Makkīyah awal, tengah, akhir dan Madanīyah. Tesis
tersebut kemudian diadopsi oleh Theodor Nӧldeke (1836-1930) dan
Friedrich Schwally (w. 1919) dalam Geshichte des Qorans. Karya Nӧldeke
dan Schwally mempengaruhi Regis Blachere dalam menulis terjemahan
Al-Qur’an berjudul Le Coran: Troduction Selon un Essai de Reclassement
des Sourates (1949-1950).5 Kajian Al-Qur’an sebelum Nӧldeke dilakukan
oleh seorang orientalis Jerman di Leizig, yaitu Gustave Flugel pada tahun
1834. Ia menerbitkan mushaf hasil kajian filologinya yang berjudul
Kajian Kritis (Jakarta: Gema Insani Press, cet-III, 1428 H/2007 M), hlm. 47-48. Daud
Rasyid, “Pembaruan” Islam & Orientalisme dalam Sorotan (Bandung: Syamil Publishing,
cet-I, 2006), hlm. 126. Syamsuddin Arif, Orientalis & Diabolisme Pemikiran (Jakarta:
Gema Insani Press, cet-I, 1429 H/2008 M). 2-21. Fahmi Salim, Kritik Terhadap Studi Al-
Qur’an Kaum Liberal (Jakarta: Perspektif, cet-I, 1431 H/2010 M), hlm. 189-190. Sebagian
nama orientalis tersebut penulis tambah berdasarkan hasil bacaan yang penulis lakukan
dari berbagai sumber, termasuk dari karya Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat: Dari
Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal (Jakarta: Gema Insani Press, cet-I, 1426
H/2005 M).
4 Ihsan Ali Fauzi telah membahas pandangan Maxime Rodinson tentang citra dan studi
Barat terhadap Islam dalam artikelnya, “Orientalisme di Mata Orientalis: Mixime Rodinson
tentang Citra dan Studi Barat atas Islam”, Jurnal Ulumul Qur’an, Vol. 3, No. 2, 1992, hlm.
4-22. Fauzi membahas sejarah orientalisme melalui karya-karya Rodinson, “The Western
Image and Western Studies on Islam”, dalam Joseph Shacht and C.E. Bosworth (eds), The
Legacy of Islam (Oxford: Oxford University Press, 1974), hlm. 9-62, demikian juga dengan
karya Rodinson, Europe and the Mystique of Islam, trj. Roger Veinus (Seattle & London:
University of Washington Press, 1987), hlm. 3-82. Tulisan Fauzi banyak dikutip oleh
Moeflich Hasbullah, Sejarah Intelektual Islam di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia, ce-I,
2012), hlm. 322-328.
5 Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Alquran dalam Tafsir Al-Mishbah (Jakarta:
Amzah, cet-I, 2015), hlm. 74-75.
17
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
6 Jane Dammen McAuliffe, kata pengantar dalam Encyclopedia of the Qur’ān, jilid-I (Leiden:
Brill, 2001), hlm. viii.
7 Edward Said lahir pada tanggal 1 November 1935 di Yerusalem, tepatnya di daerah
Talbiyah (sebuah kawasan terpencil di Palestina Barat). Ia harus mengungsi ke Mesir
pasca kekalahan Palestina pada tahun 1947, dan menjadi imigran di Amerika Serikat pada
tahun 1951. Sejak lahir, Said memang tidak pernah lepas dari paradoks identitas. Hidup di
lingkungan Palestina yang mayoritas Muslim ia memiliki nama depan Edward (Inggris),
nama tengah Wadie (nama ayahnya yang berbisnis di Kairo), dan nama akhir Said (Arab).
Edward Said meninggal pada hari Kamis, 23 September 2003 di Rumah Sakit New York,
tepat dalam usia 67 tahun. Penyakit Leukemia akut yang dideritanya sejak 1992 membuat
Said harus berjuang sendirian, persis ketika ia memperjuangkan masalah yang sama
kronisnya sejak lebih dari dua dekade perjalanan karirnya sebagai seorang intelektual.
Meski demikian, empat bulan sebelum Said menghembuskan napas terakhir, ia masih
sempat menulis prolog untuk buku Orientalism-nya pada bulan Mei 2003.
8 Buku ini telah diterjemahkan beberapa kali dalam bahasa Indonesia, tetapi yang paling
baik dan mudah dipahami oleh pembaca adalah yang diterjemahkan oleh Achmad
Fawaid, dengan judul Orientalisme: Menggugat Hegemoni Barat dan Mendudukkan Timur
Sebagai Subjek (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet-I, 2010).
18
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
PENERJEMAHAN AL-QUR’AN
Kajian Al-Qur’an mulai menggema di dunia Barat setelah
munculnya beberapa terjemahan yang dilakukan oleh beberapa
kalangan Orientalis. Kajian sarjana Barat terhadap Al-Qur’an dimulai
sejak abad ke-12 dengan diterjemahkannya Al-Qur’an ke dalam
bahasa Latin oleh Peter the Venerable (w. 1156) dan Abbot of Cluny.
Terjemahan ini kemudian disempurnakan oleh Robert of Ketton
atau Robert of Chester (w. 1157) pada tahun 1143. Setelah selesai
diterjemahkan baru kemudian diterbitkan untuk pertama kalinya pada
tahun 1543 M.10 Terjemahan inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya
9 Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’ān (Minneapolis: Bibliotheca Islamica, 1989),
hlm. xii.
10 Hartmut Bobzin, “Pre-1800 Preoccupations of Qur’anic Studies”, dalam Jane Dammen
McAuliffe (ed), Encyclopedia of the Qur’an, Vol-4 (Leiden-Boston: E.J. Brill, 2004), hlm.
19
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
238. Abdullah Saeed, The Qur’an: An Introduction (London and Yew York: Routledge,
cet-I, 2008), hlm. 122 dan 125. Lihat juga Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam:
Studi Kritis dan Analisis (Yogyakarta: SUKA Press, cet-V, edisi revisi, 2004), hlm. 164.
11 Burhanuddin Daya, Kata Pengantar dalam Erwati Aziz, Musykil Al-Qur’an: Kajian
Metodologis Penafsiran Ayat-Ayat yang Tampak Kontradiktif tentang Peperangan dan
Perkawinan (Yogyakarta: Intan Cendekia, cet-I, 2010), hlm. xiv-xv.
12 Burhanuddin Daya, Kata Pengantar dalam Erwati Aziz, Musykil Al-Qur’an, hlm. xv.
20
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
13 Aboe Bakar Aceh, Sedjarah al-Qur’an (Jakarta: Sinar Pudjangga, cet-III, 1952 M), hlm.
21
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
45. Lihat juga Abdullah Saeed, The Qur’an: An Introduction, hlm. 122.
14 Aboe Bakar Aceh, Sedjarah al-Qur’an, hlm. 45.
15 Aboe Bakar Aceh, Sedjarah al-Qur’an, hlm. 45.
22
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
23
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
16 Sebenarnya edisi ini merupakan terjemahan dari kitab Tafhīm al-Qur’ān, jadi ia bukan
karya asli yang berbahasa Inggris.
24
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
25
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
Dalam buku The Original Sources of The Qur’an karya Clair Tisdall,
jelas sekali terlihat bahwa secara umum sarjana Barat atau orientalis
berpendapat bahwa Al-Qur’an terpengaruh oleh budaya luar Islam.
Isi buku tersebut adalah tentangInfluence of Ancient Arabian Beliefs
and Practices, Influence of Christianity and Christian Apocryphal
Books, Zoroastrian Elements in the Qur›an and Traditions of Islam, The
Hanifs and Their Influence Upon Nascent Islam. Tisdall mengatakan
bahwa “Muhammad tampaknya mendapatkan sedikit dari apa yang
diketahui tentang Tuhan kita dan Nabi-Nabi-Nya dari sumber-sumber
yang sangat tidak dapat diandalkan. Kita akan lihat bahwa kesamaan
perincian antara apa yang diceritakan Al-Qur’an tentang subjek-
subjek ini dan apa yang bisa ditemukan dalam literatur apokrifal dan
heretikal sangatlah luar biasa. Muhammad tampaknya memiliki bakat
yang hebat untuk menolak yang benar dan menerima yang salah
sebagaimana dalam kasus tradisi-tradisi Yahudi”.21
Selain itu, sebagian sarjana Barat juga meneliti tentang asal usul
teks al-Qur’an, seperti Gunter Luling, John Wansbrough (1928-2002),
Michael Cook, dan Patricia Crone. Selain membahas tentang otentisitas
al-Qur’an, kalangan Orientalis juga membahas isu-isu tentang pengaruh
University Press, 1991). Hal ini sebagaimana dikutip oleh M.M. al-A’ẓamī, The History
of The Qur’ānic Text From Revelation to Compilation, hlm. 341. Lihat juga, Taufik Adnan
Amal, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman
(Bandung: Mizan, cet-V, 1414 H/1994), hlm. 139. Salah satu sarjana Muslim yang
membantah pendapat Wansbrough adalah Fazlur Rahman. Buku Major Themes of the
Qur’an merupakan salah satu bentuk respon Rahman terhadap Wansbrough, sebagaimana
dikatakan Rahman “my disagreements with Wansbrough are so numerous that they are
probably best understood only by reading both this book and his” (ketidaksetujuan saya
terhadap Wansbrough demikian banyak, sehingga hanya mungkin dipahami dengan
tepat jika membaca buku [saya] ini dan bukunya) Fazlur Rahman, Major Themes of The
Qur’ān (Minneapolis: Bibliotheca Islamica, 1989), hlm. xiv.
21 Louay Fatoohi, The Mystery of The Historical Jesus: The Messiah in the Qur’an, the Bible,
and Historical Sources (Birmingham: Luna Plena Publishing, 2007), telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia oleh Yuliani Liputo dengan judul The Mystery of Historical
Jesus: Sang Mesias Menurut Al-Qur’an, Alkitab, dan Sumber-Sumber Sejarah (Bandung:
Mizan, cet-I, 2013), hlm. 53.
26
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
22 Akh. Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam: Teori, Metodologi dan Implementasi,
edisi revisi (Yogyakarta: Suka Press, cet-II, 2013), hlm. 119-120.
27
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
23 Issa J. Boullata dilahirkan di Yerusalem, menyelesaikan Ph.D. dalam bidang sastra Arab
di University of London pada 1969. Dari tahun 1968-1975 dia mengajar di Hartford
Seminary, Connecticut. Pada 1975 dia bergabung dengan McGill University, Montreal,
Canada, sebagai profesor bahasa dan sastra Arab di Institute of Islamic Studies. Boullata
juga memberikan kursus bahasa Arab, menggagas dan menyelenggarakan sejumlah
seminar tentang sastra Arab, pemikiran Arab modern, dan kajian al-Qur’an. Dia juga
menjadi pembimbing dan penguji tesis dan disertasi yang membahas topik-topik
tersebut. Boullata pernah menjabat sebagai Direktur The McGill-Indonesia Project
pada 1993-1995. Dia pensiun pada 1 Januari 1999 tetapi masih mengajar paruh waktu
di McGill sampai pensiun penuh pada tahun 2004. Di antara karya-karya Boullata
yang dipublikasikan adalah Outlines of Romanticism in Modern Arabic Poetry (1960),
Badr Syakir al-Sayyab: His Life and Poetry (1971), kedua dalam bahasa Arab yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Sedangkan bukunya dalam bahasa Inggris,
Trends and Issues in Contemporary Arab Tought (1990), dan labih dari 80 artikel serta
250 lebih resensi yang dimuat dalam jurnal-jurnal ilmiah. Pada tahun 2000, sebuah buku
telah diterbitkan untuk menghormati, menghargai dedikasi dan jasa-jasa Boullata oleh
E.J. Brill di Netherland. Buku itu berjudul Tradition, Modernity, and Postmodernity in
Arabic Literature: Essays in Honor of Professor Issa J. Boullata. Editor buku ini adalah
Kamal Abdel Malek dan Wael B. Hallaq. Di dalamnya terdapat 20 sarjana yang sebagian
besar merupakan kolega dan murid-murid pertama Boullata yang menyumbangkan
tulisan. Boullatta juga menjadi editor buku Literary Structures of Religious Meaning in
the Qur’an (London: Curzon Press, 2000).
24 Issa J. Boullata, Al-Qur’an yang Menakjubkan: Bacaan Terpilih dalam Tafsir Klasik hingga
Modern dari Seorang Ilmuan Katolik, trj. Tim Penerjemah Lentera Hati (Jakarta: Lentera
Hati, cet-I, 1429 H/2008 M).
28
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
25 F. E. Peters telah melakukan perbandingan terhadap teks Yahudi, Nasrani, dan Islam,
yang difokuskan pada isu-isu tentang ‘Anak-anak Ibrahim’. Masing-masing volume dari
bukunya, Peters menjelaskan sumber-sumber kitab suci, teolog, pendeta, penguasa, dan
berbagai aturan. Di antara topik pembahasannya adalah tentang kenabian, pandangan
tentang gereja dan negara, interpretasi kitab suci dan hukum, kemudian aspek ritual
dan spiritualF.E. Peters, Judaism, Christianity and Islam: The Classical Texts and Their
Interpretation; Volume I: From Covenant to Community, Volume II, The Word and the
Law and the Poeple of of God, Volume III, The Work of the Spirit (Princeton: Princeton
University Press, 1990).
26 Camilia Adang, Muslim Writers on Judaism and the Hebrew Bible From Ibn Rabban to Ibn
Hazm (Leiden: Brill, 1996).
27 Kenneth Cragg, A Certain Sympathy of Scriptures: Biblical and Quranic (Brighton: Sussex
Academic Press, 2004)
28 Abdullah Saeed, “The Charge of Distortion of Jewish and Christian Scripture”, The
Muslim World, Fall 2002, 92 (3/4), hlm. 419-436.
29
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
telah lama diselewengkan dan dirubah. Karena itu, ia tidak bisa lagi
dijadikan sebagai dasar Firman Tuhan. Saeed juga mendiskusikan isu-
isu tentang distorsi dan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh sarjana
atau ulama Muslim dalam bidang ini. Saeed sendiri telah membahas
hubungan Al-Qur’an dengan kitab suci agama lain (The Qur’an
and Other Scriptures) dalam bukunya The Qur’an: An Introduction
(London-New York: Routledge, 2008).29 Hal serupa juga dilakukan
oleh Mun’imSirry dalam bukunya, Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformis
Atas Kritik Al-Qur’an terhadap Agama Lain, trj. R. Cecep Lukman
Yasin(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013).
Beberapa sarjana Muslim keberatan dengan pendapat beberapa
orientalis yang mengatakan bahwa gagasan dan konsep agama
atau ajaran Islam merupakan pinjaman atau jiplakan dari tradisi
Judio-Kristen. Kalaupun ada kesamaan maka hal itu sangat wajar
karena agama atau ajaran Nabi-nabi terdahulu berasal dari satu
sumber sebelum dirubah oleh pemeluk-pemeluknya. Sebagai agama
terakhir, tentu Islam yang berlandaskan Al-Qur’an sangat wajar jika
ada kemiripan dengan agama-agama sebelumnya. Justru sebelum
munculnya agama Yahudi dan Kristen, peradaban Mesopotamia sudah
diwarisi dalam lingkungan Arab.
29 Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Shulkhah dan Sahiron
Syamsuddin dengan judul Pengantar Studi Al-Qur’an (Yogyakarta: Baitul Hikmah Press,
cet-I, 2016, cet-II, 2018).
30
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
31
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
mengkaji kosa kata-kosa kata asing yang terdapat dalam Al-Qur’an (the
foreign vocabularies in the Qur’an).33 Hal serupa juga dilakukan oleh
Michael Carter dalam artikelnya “Foreign Vocabulary (Kosa Kata yang
Asing)”.34 Carter hanya mengulang apa yang dijelaskan oleh Jeffery dan
Luxenberg yang mengatakan bahwa memang ada beberapa kosa kata
Al-Qur’an yang bukan asli bahasa Arab.
Menurut sebuah sumber yang dapat dipercaya, Luxenberg
merupakan seorang warga negara Jerman yang berkebangsaan Libanon,
penganut Kristen. Ia memperoleh M.A. dan Dr.Phil. dalam bidang
Arabistik. Pada tanggal 28 Mei 2003 ia sempat diundang memberikan
ceramah di Universitat des Saarlandes tantang “Pengaruh Bahasa
Aramaik terhadap Bahasa Al-Qur’an” (Der Einfluss des Aramaischen
auf die Sprache des Korans). Di samping sebagai dosen, Luxenberg
juga aktif menulis dan memberikan wawancara untuk media masa.
Di antara bukunya adalah “Cara Membaca Al-Qur’an dengan Bahasa
Syro-Aramaik: Sebuah Sumbangsih Upaya Pemecahan Kesukaran
Memahami Bahasa Al-Qur’an” (Die syro-aramaische Lesart des Koran
Ein Beitrag zur Entschlusselung der Koransprache, yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris oleh Verlag Hans Schiler dengan judul The
Syro-Aramaic Reading of the Koran: A Contribution to the Decoding of
the Language of the Koran).
Buku tersebut banyak menarik perhatian cendekiawan Muslim
setelah dipublikasikan oleh beberapa media massa, terutama sekali
mereka yang menggeluti studi Al-Qur’an. Newsweek edisi 28 Juli 2003,
1996), hlm. 107. Arthur Jeffery, Materials for the History of the Text of the Qur'an (AMS
Press, New York, United States of America. 1975. (E.J. Brill, 1937). Buku ini pada awalnya
merupakan ceramah Arthur Jeffery yang disampaikan pada tanggal 31 Oktober 1946
pada pertemuan The Middle East Society of Jerusalem, Israel. Ceramah tersebut berjudul
“The Textual History of the Qur’an”. Lihat juga M.M. al-A’ẓamī, The History of The
Qur’ānic Text From Revelation to Compilation, hlm. 337.
33 Arthur Jeffery, The Foreign Vocabulary of The Qur’ān, ed, Gerhard Bowering dan Jane
Dammen McAuliffe (Leiden-Boston: Brill, 2007).
34 Lihat Michael Carter, “Foreign Vocabulary”, dalam Andrew Rippin (ed), The Blackwell
Companion to The Qur’ān (USA: Blackwell Publishing, 2006), hlm. 120-139.
32
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
35 Dikuip dari Syamsuddin Arif, Orientalis & Diabolisme Pemikiran (Jakarta: Gema Insani
Press, cet-I, 1429 H/2008 M), hlm. 17. Fahmi Salim, Kritik Terhadap Studi Al-Qur’an
Kaum Liberal (Jakarta: Perspektif, cet-I, 1431 H/2010 M), hlm. 200-201.
33
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
34
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
Until the biginning of the fourth century, the text of the new testament
developed freely.....Even for later scribes, for example, the parallel passages
of the Gospel where so familiar that they would adapt the text of one
Gospel to that of another. They also felt themselves free to make corrections
in the text, improving it by their own standard of correctness, whether
grammatically, stylitically, or more substantively.38
35
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
40 Stefan Wild, “We Have Sent Down to Thee the Book with the Truth: Spatial and Temporal
Implications of the Qur’anic Concept of Nuzūl, Tanzīl, and Inzāl”, dalam Stefan Wild, ed.
The Qur’an As Text (Leiden- New York – Koln: E.J. Brill, 1996), hlm. 137.
36
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
37
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
46 Dikutip dari Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta: Forum
kajian Agama dan Budaya, cet-I, 2001), hlm. 248.
47 Gustav Weil, Historisch-kritische Einleitung in der Koran (Leifzig: Bielefeld, 1878). Taufik
Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, hlm. 248.
48 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, hlm. 249.
38
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
surat Āli ‘Imrān, ayat 40 surat al-Aḥzāb, dan ayat 29 surat al-Fatḥ.
Ayat-ayat ini merupakan interpolasi (penyisipan), bukan bagian dari
Al-Qur’an. Dengan bersandar pada pandangan A. Sprenger dan Fr.
Bethge, Hirschfeld mengatakan bahwa Muhammad merupakan istilah
mesianik, bukan nama yang sebenarnya.49 Kajian terhadap otentisitas
dan integritas Al-Qur’an juga dilakukan oleh orientalis Perancis, Paul
Casanova. Dalam bukunya, Mohammed et la Fin du Monde (1911-
1924). Gagasan Casanova merupakan pengembangan dari beberapa
orientalis yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad tergerak
menjalankan misinya karena terkesan dengan ide pengadilan akhirat.
Casanova memandang bahwa Nabi berada di bawah pengaruh
sejumlah sekte Kristen yang sangat menekankan ide tersebut. Pengaruh
ini kemudian membentuk tema utama kenabiannya dan merupakan
pesan penting tentang konsep ketuhanan yang didakwahkan Nabi.
Untuk menguatkan misi kenabiannya, Muhammad memanipulasi
Al-Qur’an secara masif untuk menghilangkan doktrin tersebut dari
kitab suci. Di kalangan sarjana Barat sendiri, ide-ide Casanova tidak
begitu diterima karena kurang didasarkan pada studi mendalam
terhadap Al-Qur’an dan beberapa aspek kajian awal Islam. Pernyataan-
pernyataannya sering menimbulkan misinterpretasi dan kegagalan
dalam mengapresiasi perkembangan historis ajaran al-Qur’an.50
Sebenarnya pendapat-pendapat orientalis tersebut bisa dikaji
secara mendalam dalam literatur-literatur sejarah Al-Qur’an.51
Beberapa aspek kajian orientalis telah dibantah oleh M.M. al-A’ẓamī
(w. 1429 H/2017 M), dalam bukunyaThe History of The Qur’ānic Text
From Revelation to Compilation: A ComparativeStudy with the Old
39
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
PENUTUP
Demikianlah tren kajian Al-Qur’an di Barat yang dimulai dari
masa kemunculan dan perkembangan hingga masa polemik. Sejarah
kajian Al-Qur’an di Barat memang sangat menarik untuk dikaji karena
bagaimanapun juga, peradaban mereka banyak dipengaruhi oleh
peradaban Islam. Peradaban Islam yang begitu gemilang banyak juga
terinspirasi oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Sebelum Bagdad dihancurkan
oleh tentara Hulagu Khan pada tahun 656 H/1258 M, dunia Islam
penuh dengan kajian-kajian ilmiah yang menghasilkan beragam ilmu.
Tetapi pada saat itu banyak karya-karya sarjana Muslim yang hilang,
bahkan terbakar. Sejarah hanyalah tinggal namanya saja, namun spirit
keilmuan tetap terus berkembang. Itulah sebabnya negara-negara Barat
mulai tertarik mengkaji Islam melalui kitab suci al-Qur’an.
Apa yang penulis paparkan dalam tulisan ini masih bersifat umum
dan hanya deskriptif, tentu banyak literatur yang membahas tentang
topik-topik tertentu yang belum disebutkan atau dianalisis secara
mendalam. Paling tidak bisa disimpulkan bahwa awal mula kesejarahan
studi Al-Qur’an di Barat adalah lewat tradisi penerjemahan.
Terjemahan Al-Qur’an sangat membantu seseorang untuk memahami
isi kandungan Al-Qur’an meskipun tidak sepenuhnya. Abad ke-12
merupakan awal mula studi Al-Qur’an secara umum karena pada
abad inilah penerjemahan Al-Qur’an mulai digalakkan dengan tokoh
utamanya Robert of Ketton. Meskipun demikian hasil penerjemahan
tersebut mulai diterbitkan pada abad ke 16, tepatnya tahun 1543.
40
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
DAFTAR PUSTAKA
Abu Laylah, Muhammad M, The Qur’an and the Gospels: A Comparative
Study, Kairo: Al-Falah Foundation for Translation, Publication &
Distribution, cet-III, 1426 H/2005 M.
Ahmad Zidan dan Dina Zidan, Translation of The Glorious Qur’an,
Kuala Lumpur-Malaysia, A.S. Noordeen, cet-I, 1991 M.
41
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
42
Nun, Vol. 4, No. 1, 2018 Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an...
43
Muhammad Anshori Nun, Vol. 4, No.1, 2018
Weil, Gustav, The Bible, The Koran, and The Talmud, London:
Longman,Brown, Green, Longmans, 1846.
Wild, Stefan,“We Have Sent Down to Thee the Book with the Truth:
Spatial and Temporal Implications of the Qur’anic Concept of
Nuzūl, Tanzīl, and Inzāl”, dalam Stefan Wild, ed. The Qur’an As
Text, Leiden- New York – Koln: E.J. Brill, 1996.
Zammit, Martin R. A Comparative Lexical Study of Qur’anic Arabic,
Leiden-Boston: Brill, 2002.
44