6783 20457 1 SM

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Nursing Care of Hypertension in the Elderly with a Focus on Study of Activity Intolerance in Dr. R.

Soetijono Blora Hospital


Wrijan, SPd, AKep, MKes1* Teguh Wahyudi,MN2Risma Dwi Rahayu3
Abstract
With the increasing life expectancy of the Indonesian population, it can be estimated that the
incidence of degenerative diseases is increasing. Based on basic health research, hypertension is the most
degenerative disease in the elderly with a prevalence of 57.6% at ages 65-74 years and 63.8% aged>75
years. Hypertension causes the elderly to experience fatigue or weakness.The purpose of this study is to
describe the nursing care of hypertension in the elderly with a focus on activity intolerance studies. This
research design uses a descriptive research approach. The subjects used were 2 patients who had inclusion
criteria; individuals with hypertension aged 60-90 years and willing to be the subject of case studies,
exclusion criteria; individuals are not willing to be the subject of research and have special handling
diseases. Data collection was carried out by interview, observation, physical examination and nursing
documentation.The results were obtained through nursing care in both patients, where both patients had
hypertension with a diagnosis of activity intolerance with different levels of activity independence. So
given the nursing action physical activity therapy according to patient tolerance. Conclusions from the
results of the study are that it is important to choose and provide the stages of activity needs, education and
pay attention to the safety of the elderly.Suggestions submitted, the hospital should prevent accidents in
elderly patients. For nurses, education should improve the fulfillment of the activity needs of patients and
families.

Keywords: nursing care; hypertension; elderly; activity intolerance; activity needs

Pendahuluan Dengan meningkatnya umur harapan hidup


Seiring meningkatnya derajat kesehatan penduduk Indonesia, maka dapat diperkirakan
dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh bahwa insidensi penyakit degeneratif meningkat.
pada peningkatan umur harapan hidup (UHH) di Sementara itu bertambahnya umur, fungsi
Indonesia. Berdasarkan laporan Badan Pusat fisiologis mengalami penurunan akibat proses
Statistik (2018), Umur Harapan Hidup degeneratif (penuaan) sehingga penyakit tidak
(UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH) mengalami menular banyak muncul pada usia lanjut
peningkatan. Pada tahun 2017 UHH di Indonesia (Infodatin Kemenkes RI Lansia, 2016).
adalah 70,06 dan angka ini meningkat menjadi Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak
71,20 pada tahun 2018. Sementara menurut data menular yang masih menjadi masalah di bidang
proyeksi lansia Kemenkes RI tahun 2019, kesehatan. Hipertensi dikenal sebagai tekanan
Indonesia mengalami peningkatan jumlah darah tinggi, dengan tekanan sistolik yang
penduduk lansia dari 18 juta jiwa (7,56%) pada menetap di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik
tahun 2010, menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada yang menetap di atas 90 mmHg (Saputra &
tahun 2019. Anam, 2016).
Salah satu tolok ukur kemajuan suatu Menurut data WHO, di seluruh dunia
bangsa adalah dilihat dari umur harapan hidup sekitar 972 juta orang atau 26,4% orang di
penduduknya. Demikian juga Indonesia sebagai seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini
suatu negara berkembang, dengan kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di
perkembangannya yang cukup baik, tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi,
diproyeksikan angka harapan hidupnya dapat 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya
mencapai lebih dari 70 tahun pada 2020 yang berada di negara berkembang, termasuk
akan datang (Sya’diyah, 2018). Indonesia (Yonata & Pratama, 2016).
Berdasarkan hasil Riskesdas di Indonesia tahun
2013, hipertensi merupakan penyakit terbanyak intervensi utama yang dapat dilakukan dalam
pada lansia dengan prevalensi 57,6% pada usia upaya penatalaksanaan tersebut. Terapi aktivitas
65-74 tahun dan 63,8% usia >75 tahun (Pusat menggunakan aktivitas fisik, kognitif, sosial dan
Data dan Informasi, 2016). Menurut data spiritual tertentu untuk memulihkan keterlibatan,
Riskesdas tahun 2018, menunjukkan peningkatan frekuensi atau durasi aktivitas individu atau
prevalensi hipertensi di Indonesia jika kelompok. Salah satu terapi yang dapat
dibandingkan dengan Riskesdas 2013. Prevalensi diterapkan adalah terapi aktivitas fisik seperti
hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. pengaturan posisi, ambulasi dini, latihan
Sedangkan persentase hipertensi di jawa tengah isometrik dan perawatan diri sesuai kebutuhan.
mencapai 12,98% (Dinas Kesehatan Provinsi Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur
Jawa Tengah, 2017). menyebabkan perubahan-perubahan misalnya
Hipertensi juga merupakan faktor risiko jantung akan bertambah kuat pada otot polosnya
utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskular. sehingga daya tampung besar dan kontruksi atau
Apabila tidak ditangani dengan baik, hipertensi denyutannya kuat dan teratur, selain itu elastisitas
dapat menyebabkan stroke, infark miokard, gagal pembuluh darah akan bertambah karena adanya
jantung, demensia, gagal ginjal, dan gangguan relaksasi dan vasodilatasi sehingga timbunan
penglihatan (Arifin, Weta & Ratnawati, 2016). lemak akan berkurang dan meningkatkan
Hipertensi dapat disebabkan oleh faktor genetik, kontraksi otot dinding pembuluh darah tersebut
kegemukan, merokok, pecandu alkohol, kurang (Anies, 2007 dalam Jurnal Hasanudin, Ardiyani
aktivitas fisik dan olahraga. Kurangnya aktivitas & Perwiraningtyas 2018). Kurangnya aktivitas
fisik dapat meningkatkan risiko kelebihan berat fisik membuat organ tubuh dan pasokan darah
badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung maupun oksigen menjadi tersendat sehingga
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih meningkatkan tekanan darah. Dengan melakukan
tinggi sehingga otot jantung harus bekerja lebih aktivitas fisik secara rutin dan bertahap dapat
keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan menurunkan atau menstabilkan tekanan darah
sering otot jantung harus memompa, makin besar (Hasanudin, Ardiyani & Perwiraningtyas, 2018).
tekanan yang dibebankan pada arteri (Saputra & Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik
Anam, 2016). untuk mengambil judul Asuhan Keperawatan
Peningkatan tekanan darah mengakibatkan Lansia Pada Pasien Hipertensi dengan Fokus
lansia mengalami keluhan kesehatan, diantaranya Studi Intoleransi Aktivitas diRSUD dr. R.
keletihan dan kelemahan yang menjadi batasan Soetijono Blora.
karakteristik intoleransi aktivitas. Intoleransi
Metode
aktivitas merupakan ketidakcukupan energi untuk
melakukan aktivitas sehari-hari (Tim Pokja Metode penelitian yang digunakan dalam
SDKI, 2016). Peran perawat gerontik sebagai studi kasus ini adalah metode deskriptif dengan
care provider, yaitu memberikan asuhan pemaparan kasus dan menggunakan proses
keperawatan kepada lansia yang meliputi keperawatan yang memfokuskan pada salah satu
intervensi atau tindakan keperawatan, observasi, masalah penting dalam kasus yang dipilih yaitu
pendidikan kesehatan, dan menjalankan tindakan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi
medis sesuai dengan pendelegasian yang dengan fokus studi intoleransi aktivitas di RSUD
diberikan (Sunaryo, dkk, 2018). Dr. R. Soetijono Blora. Subjek yang digunakan
Salah satu upaya penatalaksanaan klien sebanyak 2 pasien yang memiliki kriteria inklusi ;
dengan intoleransi aktivitas adalah dengan individu penderita hipertensi dengan usia 60-90
pemberian terapi aktivitas.(Purnomo, 2020) tahun dan bersedia menjadi subjek studi kasus,
Menurut Standar Intervensi Keperawatan kriteria eksklusi ; individu tidak bersedia menjadi
Indonesia 2018, terapi aktivitas termasuk subjek penelitian serta memiliki penyakit dengan
penanganan khusus. Pengumpulan data dilakukan derajat II, dibuktikan dengan tekanan darah Ny. S
dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik adalah 180/100 mmHg dan tekanan darah Ny. D
dan dokumentasi keperawatan. Studi kasus ini 190/110 mmHg.
dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 – April Berdasarkan pengkajian pada Ny. S,
2020 mulai dari penyusunan proposal, ditemukan keluhan pusing setelah bangun tidur
pelaksanaan, hingga laporan hasil studi kasus. dan sakit pada kepala bagian belakang.
Sedangkan pada Ny. D tidak ditemukan gejala
demikian. Keluhan pusing dan sakit kepala
Hasil dan Pembahasan bagian belakang pada Ny. S sesuai dengan teori
Pengkajian Sya’diyah (2018) yang menyatakan bahwa pada
pengkajian neurosensory ditemukan gejala
Dari hasil pengkajian yang penulis lakukan keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub
didapatkan data-data yang menimbulkan masalah oksipital, dan gangguan penglihatan. Hal ini
pada Ny. S adalah pasien mengeluh merasa sesuai dengan teori lain menurut Majid (2017),
pusing setelah bangun tidur dan kadang sakit pada pengkajian neurosensory ditemukan gejala
pada kepala bagian belakang, badannya lemas, keluhan pusing atau pening, sakit kepala, sakit
kaki sebelah kiri terasa berat digerakkan, setiap kepala berdenyut, gangguan penglihatan dan
akan berpindah naik atau turun dari tempat tidur, episode epistaksis. Selain kedua teori tersebut,
selalu butuh bantuan keluarga,lemah, tekanan data yang didapatkan pada Ny. S juga sesuai
darah 180/100 mmHg, nadi 90 x/menit, kekuatan dengan pendapat Agustin (2017) yang
otot ekstremitas kanan dan kiri atas 4, ekstremitas menyatakan bahwa pada pengkajian keluhan
kanan dan kiri bawah 2. Sedangkan pada Ny. D utama dan riwayat penyakit sekarang ditemukan
pasien mengeluh lemas dan cepat lelah jika gejala kepala terasa pusing. Terdapat perbedaan
melakukan aktivitas seperti berjalan, ke kamar pada kedua pasien, karena pada Ny. D tidak
mandi dan merawat dirinya, pasien mengatakan ditemukan gejala pusing atau sakit kepala. Data
jika melakukan aktivitas seperti bergerak, mandi, tersebut sesuai dengan definisi lain dari
berpakaian selalu dibantu keluarga, terlihat hipertensi menurut Faqih (2006) dalam buku
lemah, agak pucat, tekanan darah saat istirahat Manurung (2018), bahwa hipertensi adalah suatu
190/110 mmHg, N = 89 x/menit, lemah, kekuatan keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang
otot pada ekstremitas atas 4 dan bawah. abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
Berdasarkan pengukuran tekanan darah meningkatnya risiko terhadap stroke, gagal
pada Ny. S didapatkan data tekanan darah 180/90 jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.
mmHg, sedangkan tekanan darah pada Ny. D Data yang ditemukan tersebut juga sesuai dengan
adalah 190/110. Data tersebut sesuai dengan teori pendapat Wijayakusuma (2000) dalam buku
Aspiani (2014) bahwa hipertensi dapat Manurung (2018) bahwa individu yang menderita
didefinisikan sebagai tekanan darah persisten hipertensi kadang tidak menampakkan gejala
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg sampai bertahun-tahun, gejala bila ada,
dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada menunjukkan adanya kerusakan vascular, dengan
populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang
tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan divaskularisasi oleh pembuluh darah
diastolik ≥ 90 mmHg (Aspiani, 2014). Klasifikasi bersangkutan. Selain kedua teori tersebut,
hipertensi berdasarkan derajatnya, hipertensi terdapat keterkaitan pula dengan pendapat
dibagi menjadi empat derajat ; derajat normal Edward K. Chung (1995) buku Nurhidayat
dengan tekanan sistolik dan diastolik <120/<80 (2015), bahwa tanda dan gejala pada hipertensi
mmHg, pre-hipertensi 120-139/80-90 mmHg, dibedakan menjadi dua yaitu tidak ada gejala
hipertensi derajat I 140-159/90-99 mmHg dan yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
hipertensi derajat II ≥160/≥100 mmHg peningkatan tekanan darah, selain penentuan
(Bell,dkk.,2015 dalam buku Majid, 2017). Dari tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal
pengkajian yang telah dilakukan ditemukan ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
bahwa Ny. S dan Ny. D mengalami hipertensi terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
Sedangkan tanda dan gejala yang kedua adalah Diagnosa Keperawatan
gejala yang lazim. Sering dikatakan bahwa gejala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini Setelah dilakukan pengumpulan data hasil
merupakan gejala terlazim yang mengenai pengkajian dan pengelompokan data, dirumuskan
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan diagnosa keperawatan Ny. S yaituintoleransi
medis. aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
Data berikutnya yang didapatkan dari suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan
pengkajian Ny. S adalah pasien mengatakan pasien mengeluh badannya lemas, kaki sebelah
bahwa di rumah selalu atau terbiasa memasak kiri terasa berat digerakkan, setiap akan
makanan yang asin karena kebiasaan dari anggota berpindah naik atau turun dari tempat tidur,
keluarga juga, bapak pasien memiliki riwayat selalu butuh bantuan keluarga, merasa sesak saat
hipertensi dan kakaknya dengan riwayat aktivitas, pasien terlihat lemah, tekanan darah
hipertensi serta stroke, keduanya sudah 180/100 mmHg, nadi 90 x/menit, RR = 23
meninggal karena penyakit hipertensi. Sedangkan x/menit, kekuatan otot ekstremitas kanan dan kiri
pada Ny. D, pasien mengatakan terbiasa makan atas 4, ekstremitas kanandan kiri bawah2.
makanan yang asin dan gorengan, nenek pasien Sementara itu pada Ny. D adalah intoleransi
dan adiknya mempunyai riwayat penyakit aktivitas berhubungan dengan kelemahan
hipertensi. Kedua data tersebut sesuai dengan ditandai dengan pasien mengeluh lemas dan
teori dari Majid (2017) yang menyatakan bahwa cepat lelah jika melakukan aktivitas seperti
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya berjalan, ke kamar mandi dan merawat dirinya,
hipertensi esensial adalah faktor genetik, stress, gemetar dan kadang sesak setelah aktivitas,
dan psikologis, faktor lingkungan, dan diet pasien mengatakan jika melakukan aktivitas
(peningkatan penggunaan garam dan sepertibergerak, mandi, berpakaian selalu dibantu
berkurangnya asupan kalium atau kalsium). Data keluarga, tekanan darah saat istirahat 190/110
tersebut juga sesuai dengan pendapat Sya’diyah mmHg, N = 89 x/menit, RR = 22 x/menit, pasien
(2018) bahwa pada pengkajian makanan atau terlihat lemah, kekuatan otot pada ekstremitas
cairan ditemukan gejala yaitu makanan yang atas 4 dan bawah 3.
disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi Diagnosa keperawatan tersebut sesuai
kolesterol). Konsumsi natrium yang berlebih dengan pendapat Mujahidullah (2012),
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam Sya’diyah (218) , dan Aspiani (216) yang
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menyatakan bahwa salah satu diagnosa
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke yang sering muncul adalah intoleransi
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler aktivitas berhubungan dengan
meningkat. Meningkatnya volume cairan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
ekstraseluler tersebut menyebabkan oksigen.
meningkatnya volume darah, sehingga Intoleransi aktivitas merupakan
berdampak kepada timbulnya hipertensi ketidakcukupan energi untuk melakukan
(Manurung, 2018). Sumber natrium atau sodium aktivitas sehari-hari (Tim Pokja SDKI,
yang utama adalah natrium klorida (garam 2017). Penulis menetapkan diagnosa
dapur), penyedap masakan monosodium keperawatan intoleransi aktivitas dengan
glutamate (MSG), dan sodium karbonat. etiologi ketidakseimbangan suplai dan
Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) kebutuhan oksigen berdasarkan
yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, patofisiologi hipertensi menurut aktivitas
setara dengan satu sendok teh. Dalam Corwin (2001) dalam buku Manurung
kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya (2018) yang menyatakan bahwa perubahan
masak-memasak masyarakat kita yang umumnya struktural dan fungsional pada sistem
boros menggunakan garam dan MSG pembuluh darah perifer bertanggung jawab
(Anggaraini, 2009 dalam buku Manurung 2018). pada perubahan tekanan darah yang terjadi
pada lansia. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot kedua pasien. Sesuai dengan kondisi pasien
polos pembuluh darah, yang pada lansia yang mengalami peningkatan tekanan
gilirannya menurunkan kemampuan darah pada Ny. S 180/100 mmHg dan pada Ny. D
distensi dan daya regang pembuluh darah. 190/110 mmHg, seharusnya penulis menetapkan
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar diagnosa keperawatan risiko tinggi terhadap
berkurang kemampuannya dalam penurunan curah jantung berhubungan dengan
mengakomodasi volume darah yang hipertrofi ventrikel kiri. Hal tersebut sesuai
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), dengan teori Manurung (2018), bahwa pada
mengakibatkan penurunan curah jantung manajemen keperawatan hipertensi terdapat
dan peningkatan tahanan perifer. Adanya diagnosa keperawatan risiko tinggi terhadap
peningkatan tahanan perifer mengakibatkan penurunan curah jantung berhubungan dengan
supplay oksigen dan nutrisi tidak maksimal peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi
sehingga menjadi intoleransi aktivitas atau rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
(Corwin, 2001 dalam buku Manurung Penulis menentukan etiologi hipertrofi ventrikel
2018). kiri berdasarkan patofisiologi biologis sesuai
Intoleransi aktivitas ditetapkan sebagai dengan teori Geriatri KK (2012) dalam kutipan
diagnose keperawatan pada Ny. S karena Rakhmawati, S (2013) bahwa patogenesis
ditemukan data pasien mengeluh badannya terjadinya hipertensi pada usia lanjut dan dewasa
lemas, merasa sesak saat aktivitas, terlihat lemah, muda dibedakan oleh faktor-faktor yang berperan
tekanan darah 180/100 mmHg, nadi 90 x/menit, pada usia lanjut. Faktor-faktor tersebut terutama
RR = 23 x/menit. Sedangkan pada Ny. D adalah ; akibat penebalan dinding aorta dan
ditemukan data pasien mengeluh lemas dan cepat pembuluh darah akan terjadi peningkatan tekanan
lelah jika melakukan aktivitas, gemetar dan darah sistolik tanpa atau sedikit perubahan
kadang sesak setelah aktivitas, tekanan darah saat tekanan darah diastolik. Peningkatan tekanan
istirahat 190/110 mmHg, N = 89 x/menit, RR = darah sistolik akan meningkatkan beban kerja
22 x/menit, pasien terlihat lemah. Data tersebut jantung dan pada akhirnya akan mengakibatkan
sesuai dengan teori Tim Pokja SDKI (2017) penebalan dinding ventrikel kiri sebagai usaha
bahwa pada gejala dan tanda mayor ditemukan kompensasi atau adaptasi, hipertrofi ventrikel kiri
tanda subjektif mengeluh lelah dan objektif ini yang awalnya adalah untuk adaptasi lama-
frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi kelamaan malah akan menambah beban kerja
istirahat. Tanda minor subjektif ditemukan gejala jantung dan menjadi proses patologis.
dispnea saat atau setelah aktivitas, merasa tidak
nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, Intervensi Keperawatan
sedangkan pada gejala objektif ditemukan Sebelum melakukan intervensi
tekanan darah berubah >20% dari kondisi keperawatan, penulis menentukan prioritas
istirahat, sianosis. keperawatan. Prioritas masalah didasarkan sesuai
Pada hasil penelitian, penulis tidak dengan Hiraki kebutuhan dasar menurut A.
mencantumkan diagnosa keperawatan selain Maslow. Intoleransi aktivitas mengakibatkan
intoleransi aktivitas. Seharusnya hasil temuan gangguan pada kebutuhan aktivitas. Kebutuhan
diagnosa keperawatan pada pasien dicantumkan aktivitas merupakan salah satu kebutuhan
pada hasil penelitian dengan tujuan dapat fisiologis. Sesuai hierarki kebutuhan dasar
menentukan prioritas diagnosa keperawatan. Hal manusia yang dikemukakan oleh Abraham
ini sesuai dengan teori Hidayat, A.A. & Uliyah, Maslow dalam Kasiati dan Rosmalawati (2016),
M. (2014) bahwa penentuan prioritas dilakukan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan
setelah tahap diagnosis keperawatan. Melalui paling dasar dan memiliki prioritas tertinggi
penentuan diagnosis keperawatan dapat diketahui dalam kebutuhaan Maslow. Apabila kebutuhan
diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi fisiologis tidak terpenuhi maka akan
pertama kali atau yang harus segera dilakukan. menyebabkan gangguan pada kebutuhan yang
Penulis menyadari adanya kekurangan lain seperti kebutuhan rasa aman dan
dalam penetapan diagnosa keperawatan pada perlindungan. Sehingga penulis memprioritaskan
masalah intoleransi aktivitas karena merupakan kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
hal yang mutlak dan harus terpenuhi oleh aktivitas (Doengoes, E. Marilynn, 2012 &
manusia untuk bertahan hidup. Sya’diyah, 2018).
Pedoman penyusunan tujuan dan kriteria Intervensi kedua yaitu tentukan
hasil didasarkan pada prinsip SMART. Sesuai keterbatasan pasien terhadap aktivitas. Intervensi
dengan pedoman tersebut, disusun tujuan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh
keperawatan untuk mengatasi masalah pada Ny. Aspiani (2016), bahwa dalam Nursing
S dan Ny. D yaitu setelah dilakukan intervensi Intervensions Classificasion bagian manajemen
keperawatan 3x24 jam pasien dapat menunjukkan energi menyebutkan intervensi tentukan
toleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil ; keterbatasan klien terhadap aktivitas.
melaporkan peningkatan aktivitas, skala kekuatan Intervensi ketiga adalah monitor respons
otot bagian atas = 5, skala kekuatan otot bagian emosional, fisik, sosial dan spiritual. Intervensi
bawah = 4, keluhan lelah menurun, dispnea saat tersebut merupakan salah satu tindakan observasi
atau setelah aktivitas menurun, tekanan darah < dalam intervensi utama pada intoleransi aktivitas
140/85-90 mmHg, nadi 60-80 x/menit, respirasi yang terdapat pada terapi aktivitas (Tim Pokja
16-20 x/menit. SIKI DPP PPNI, 2018).
Tindakan-tindakan pada intervensi Intervensi keempat adalah bantu pasien
keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, untuk memilih aktivitas yang konsisten dengan
edukasi dan kolaborasi (Berman et al 2015 : kemampuan fisik, psikologis dan sosial.
Potter & Perry, 2013; Saba, 2007; Wilkinson et Intervensi tersebut diambil dari teori intervensi
al, 2016 dalam kutipan Tim Pokja SIKI DPP keperawatan menurut Aspiani, 2016 dalam
PPNI, 2018).Intervensi yang pertama ditulis Nursing Intervensions Classification (NIC
adalah membina hubungan saling percaya pada Activity Therapy (Terapi Aktivitas).
lansia.Dalam melakukan tindakan keperawatan Intervensi kelima yaitu fasilitasi aktivitas
pada lansia, diperlukan komunikasi terapeutik. fisik rutin (mobilisasi dan perawatan diri). Bahwa
Dalam berkomunikasi dengan lansia diperlukan kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur
pengetahuan tentang sikap-sikap yang khas pada menyebabkan perubahan-perubahan misalnya
lansia dengan menggunakan perasaan dan pikiran jantung akan bertambah kuat pada otot polosnya
lansia, bekerja sama untuk menyelesaikan sehingga daya tampung besar dan konstruksi atau
masalah yang terjadi pada lansia. Berkomunikasi denyutannya kuat dan teratur, selain itu elastisitas
dengan lansia memerlukan suasana yang saling pembuluh darah akan bertambah karena adanya
hormat menghormati, saling menghargai, saling relaksasi dan vasodilatasi sehingga timbunan
percaya dan saling terbuka (Sarfika, Maisa & lemak akan berkurang dan menngkatkan
Freska, 2018). Beberapa prinsip komunikasi kontraksi otot dinding pembuluh darah tersebut.
tersebut dilakukan supaya dapat menciptakan Kurangnya aktivitas fisik membuat organ tubuh
hubungan yang baik antara perawat dan lansia, dan pasokan darah maupun oksigen menjadi
sehingga mampu mencapai tujuan serta tersendat sehingga meningkatkan tekanan darah.
mengatasi masalah pada lansia terutama yang Dengan melakukan aktivitas fisik secara rutin
mengalami keluhan kesehatan. dan bertahap dapat menurunkan atau
Intervensi berikutnya adalah berdasarkan menstabilkan tekanan darah (Anies, 2007 dikutip
tindakan keperawatan sesuai dengan yang dari jurnal Hasanudin, Ardiyani dan
disusun penulis. Intervensi keperawatan tersebut Perwiraningtyas, 2018).
meliputi ; observasi respons pasien terhadap Intervensi keenam yaitu berikan dorongan
aktivitas. Intervensi tersebut sesuai dengan teori untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri
Mujahidullah (2012), bahwa salah satu fokus bertahap jika dapat ditoleransi. Intervensi
intervensi pada masalah intoleransi aktivitas tersebut sesuai dengan Sya’diyah (2018), dengan
adalah kaji respons terhadap aktivitas. rasional yaitu kemajuan aktivitas bertahap
Menyebutkan parameter membantu dalam mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba
mengkaji respons fisiologi terhadap stress (Sya’diyah, 2018 dan Doengoes, 2012).
aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari
Intervensi ketujuh yaitu tindakan edukasi, Faktor pendukung dalam tindakan keperawatan
ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih. tersebut adalah kedua pasien mampu
Tindakan tersebut sesuai dengan Standar berpartisipasi dalam pemilihan aktivitas
Intervensi Keperawatan Indonesia (2018) yang konsisten yang dilakukan selama asuhan
merupakan intervensi utama pada terapi aktivitas. keperawatan. Faktor penghambat terdapat pada
keluarga pasien, pada Ny. D, keluarga belum
Implementasi Keperawatan aktif untuk terlibat dalam pemilihan aktivitas
yang dibutuhkan pasien. Sedangkan pada Ny. S,
Implementasi yang pertama adalah keluarga sudah mampu berpartisipasi aktif dalam
membina hubungan saling percaya. Faktor membantu pasien untuk memilih aktivitas yang
pendukung dalam tindakan tersebut yaitu kedua sesuai dengan kondisi pasien.
pasien mau menjadi responden atau subjek dalam Implementasi kelima adalah mengajarkan
penelitian ini. Faktor penghambat dalam cara melakukan aktivitas yang dipilih. Faktor
melakukan tindakan tersebut terdapat pada segi pendukung dalam melakukan tindakan
pasien. Pada Ny. S sudah mengalami perubahan keperawatan tersebut adalah kedua pasien mau
pendengaran. Kemampuan pasien dalam berpartisipasi dalam setiap tahapan mobilisasi
mendeteksi volume suara mulai menurun. yang diajarkan.
Sedangkan pada Ny. D tidak ada hambatan dalam Implementasi keenam memfasilitasi
membangun komunikasi terapeutik. aktivitas fisik rutin dalam mobilisasi dan
Implementasi kedua adalah mengobservasi perawatan diri. Faktor penghambat dalam
respons terhadap aktivitas. Faktor pendukung melakukan tindakan tersebut terdapat pada rumah
dalam melakukan tindakan keperawatan tersebut sakit. Dalam hal ini, terdapat kerusakan pada
adalah adanya kedua respons pasien yang restrain tempat tidur pasien. Sehingga ketika
mendukung dalam tindakan observasi. pasien melakukan mobilisasi di tempat tidur
Berkomunikasi dengan lansia memerlukan tanpa ada pendampingan, dapat memungkinkan
suasana yang saling hormat menghormati, saling resiko jatuh dan megurangi keamanan serta
menghargai, saling percaya dan saling terbuka keselamatan pasien.
(Sarfika, Maisa & Freska, 2018). Adanya sikap- Implementasi ketujuh adalah memonitor
sikap saling menghormati, percaya dan terbuka respons emosional, fisik, sosial dan spiritual.
membuat pasien selalu bersedia mengungkapkan Faktor pendukung dalam tindakan keperawatan
keluhan yang menjadi gangguan pada tubuhnya. tersebut adalah partisipasi kedua pasien dalam
Sehingga, penulis mampu mengetahui respons aktivitas yang mempermudah penulis dalam
fisiologi setelah melakukan aktivitas atau mendokumentasikan respon pasien secara fisik,
perubahan posisi. emosional, sosial maupun spiritual.
Implementasi ketiga yaitu mengobservasi Implementasi kedelapan adalah
keterbatasan pasien terhadap aktivitas. Faktor memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas
pendukung dalam tindakan keperawatan tersebut bertahap jika dapat ditoleransi. Pada Ny. S tidak
adalah adanya optimisme dari pasien untuk ditemukan hambatan dalam melakukan tindakan
sembuh, sehingga pasien selalu bersedia dalam tersebut. Pada Ny. D ditemukan hambatan yang
mengungkapkan keluhan-keluhan maupun terdapat pada keluarga pasien yang jarang terlibat
keterbatasannya dalam beraktivitas. dalam kebutuhan aktivitas pasien, sehingga
Implementasi keempat yaitu membantu diperlukan edukasi agar kebutuhan aktivitas
pasien untuk memilih aktivitas konsisten sesuai pasien selama di rumah dapat terpenuhi sejalan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial. Dalam dengan tahapan-tahapan aktivitas sampai pasien
hal ini, terdapat perbedaan respon antara kedua mandiri.
pasien. Pada pasien Ny. S, memilih aktivitas Penulis menyadari bahwa terdapat
yang banyak dilakukan di atas tempat tidur, yaitu kesalahan pada pendokumentasian dari proses
pengaturan posisi di tempat tidur. Sedangkan keperawatan. Pada hasil penelitian, penulis tidak
pada Ny. D, memilih aktivitas berpindah posisi mendokumentasikan tindakan keperawatan dari
seperti bangun dari tempat tidur dan duduk. sif ke sif yang dilakukan oleh perawat rumah
sakit. Seharusnya penulis mendokumentasikan menjadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-
tindakan keperawatan dan status perkembangan hari. Faktor pendukung dalam pemenuhan
pasien dari sif ke sif karena sesuai dengan tujuan kebutuhan aktivitas pada Ny. S adalah adanya
penulis menentukan intervensi keperawatan yaitu keterlibatan pasien dan keluarga dalam
selama 3 x 24 jam dan pendokumentasian penting membantu pasien beraktivitas secara rutin dan
dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan teori bertahap sehingga Ny. S mampu mentoleransi
Patricia dan Nancy (2005) dalam kutipan tahapan-tahapan aktivitas baik secara fisik,
Sunaryo, dkk (2016) bahwa pendokumentasian psikologis dan sosialnya.
penting dilakukan karena hal-hal sebagai berikut; Evaluasi pada Ny. D dilakukan pada
pertama, responsibilitas dan akuntabilitas tanggal 21 November 2019 pukul 14.00 WIB,
profesional. Salah satu fungsi perawat didapatkan respons subjektif pasien
profesional adalah mengevaluasi respons pasien mengatakanada peningkatan dalam melakukan
terhadap asuhan keperawatan. Dokumentasi aktivitas, tubuh terasa tidak begitu lemas, tidak
adalah bagian dari keseluruhan tanggung jawab gemetar. Respons objektif yang diperoleh adalah
perawat untuk perawatan pasien. Kedua, pasien tidak pucat, kulit teraba hangat namun
perlindungan hukum. Dokumentasi keperawatan masih menunjukkan keletihan setelah melakukan
dapat digunakan pada kasus dugaan malpraktik. aktivitas, tekanan darah 170/97 mmHg, N = 84
Apabila terjadi gugatan, maka dokumentasi x/menit, RR = 20 x/menit, tingkat kemandirian
keperawatan dapat memberi bukti yang berharga pasien dalam aktivitas = D (kemandirian dalam
tentang kondisi pasien serta pengobatannya. semua hal kecuali mandi, berpakaian dan satu
Dalam dokumen tercatat informasi dapat menjadi fungsi tambahan), skala kekuatan otot bagian atas
dasar untuk melindungi gugatan klien. Ketiga, adalah 5, bagian bawah = 4. Pada assessment
standar pengaturan. Semua fasilitas kesehatan diperoleh tujuan tercapai sebagian. Planning
harus mengikuti peraturan pendokumentasian selanjutnya adalah anjurkan keluarga terlibat
yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan di dalam membantu aktivitas fisik Ny. D untuk
tiap negara. Keempat, penggantian biaya. menjaga fungsi dan kesehatan, bantu pasien
Dokumentasi keperawatan digunakan untuk untuk menjadwalkan aktivitas dalam rutinitas
menghitung pembiayaan keperawatan, terkait sehari-hari. Faktor pendukung dalam pemenuhan
lamanya perawatan, pelayanan keperawatan yang kebutuhan aktivitas pada Ny. D adalah adanya
diberikan, dan kelayakan keperawatan. keterlibatan pasien dan keluarga dalam
membantu pasien beraktivitas secara rutin dan
bertahap sehingga Ny. D mampu mentoleransi
Evaluasi tahapan-tahapan aktivitas baik secara fisik,
Dari hasil implementasi keperawatan pada psikologis dan sosialnya.
Ny. S selama 3 x 24 jam, tanggal 9 November
2019 pukul 21.00 didapatkan respons subjektif Simpulan dan Saran
pasien mengatakan sudah ada peningkatan dalam
melakukan aktivitas dengan sedikit-sedikit, Simpulan
pasien merasa tidak cepat lelah setelah aktivitas.
Berdasarkan masalah yang penulis
respons objektif yang diperoleh adalah pasien
dapatkan pada Asuhan Keperawatan Hipertensi
berpartisipasi dalam aktivitas yang dipilih, kulit
pada Lansia dengan Fokus Studi Intoleransi
teraba hangat, tidak pucat, tekanan darah 160/95
Aktivitas dapat ditarik kesimpulan sebagai
mmHg, N = 85 x/menit, RR = 21 x/menit, tingkat
berikut.
kemandirian pasien dalam aktivitas = E
Penulis melakukan pengkajian terhadap
(kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,
Ny. S dan Ny. D dan didapatkan hasil perbedaan
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi
yang terletak pada tanda serta gejala pasien. Pada
tambahan), skala kekuatan otot bagian atas
Ny. S mengalami gejala pusing, sakit kepala
adalah 5, bagian kanan dan kiri bawah = 3. Pada
belakang, skala kekuatan otot bagian atas 4,
assessment diperoleh tujuan tercapai sebagian.
bagian bawah 2, sedangkan pada Ny. D tidak
Planning selanjutnya adalah bantu pasien untuk
mengalami gejala pusing atau sakit kepala, skala Rumah sakit disarankan dalam melakukan
kekuatan otot bagian atas 4 bagian bawah 3. asuhan keperawatan pada lansia dengan
Sehingga penting dalam memilih dan intoleransi aktivitas memperhatikan keamanan
menentukan tahapan kebutuhan aktivitas pada dan keselamatan pasien sehingga tidak terjadi
pasien. kecelakaan pada pasien di rumah sakit.
Penulis mampu menetapkan diagnosa Perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan Ny. S dan Ny. D. Diagnosa keperawatan pada lansia dengan intoleransi
keperawatan Ny. S dan Ny. D yaitu intoleransi aktivitas hendaknya meningkatkan edukasi dalam
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan aktivitas sehingga tidak
suplai dan oksigen. Perbedaan terdapat pada terjadi imobilitas pada pasien dan keluarga ikut
tanda-tanda yang menyertai Ny. S dan Ny. D terlibat dalam pendampingan aktivitas pasien.
dikarenakan perbedaan tingkat kemandirian Diharapkan dapat meningkatkan
aktivitas. pendidikan mengenai pentingnya kebutuhan
Penulis menyusun intervensi keperawatan aktivitas pada lansia di pelayanan rumah sakit
pada Ny. S dan Ny. D. Terdapat salah satu sehingga dalam melakukan implementasi tidak
perbedaan pada tindakan dalam intervensi terjadi hambatan.
keperawatan Ny. S dan Ny. D. Pada Ny. S
memiliki riwayat hipertensi bertahun-tahun
sehingga informasi yang diterima pasien dan Daftar Pustaka
keluarga terpenuhi. Sedangkan pada Ny. D tidak 1. Agustin, E.D., (2017). Asuhan Keperawatan
pernah mengalami hipertensi dan tidak terdapat Pada Klien yang Mengalami Hipertensi
gejala yang spesifik kecuali peningkatan tekanan dengan Intoleransi Aktivitas di Ruang Krisan
darah sehingga diperlukan edukasi tentang RSUD Bangil Pasuruan. (online).
pemenuhan kebutuhan aktivitas pada pasien (repo.stikesicme.jbg.ac.id/157/1/EVI DIAH
hipertensi. AGUSTIN.pdf diakses tanggal 11 September
Penulis melakukan implementasi sesuai 2019).
dengan intervensi keperawatan yang telah 2. Arifin, M.H.B., Weta, I.W., & Ratnawati,
disusun. Dalam melakukan implementasi N.L.K.A. (2016). Faktor yang Berhubungan
disesuaikan dengan kondisi dan keaadan lansia. dengan Kejadian Hipertensi pada Kelompok
Pada Ny. S yang mengalami dispnea saat Lanjut Usia di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
aktivitas, pusing dan sakit kepala bagian Petang I Kabupaten Badung Tahun 2016. E-
belakang, sehingga dilakukan mobilisasi Jurnal Medika (online), Vol. 5 No. 7,
pengaturan posisi di tempat tidur. Pada Ny. D (https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/vi
tidak ada gejala spesifik hipertensi, sehingga ew/21559/14262 diakses tanggal 15
tidak hanya pengaturan posisi di tempat tidur September 2019).
yang diberikan. 3. Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan
Penulis melakukan evaluasi pada Ny. S dan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler
Ny. D. Dalam evaluasi pada kedua lansia, hasil Aplikasi NIC & NOC. Jakarta : EGC.
yang di dapatkan adalah tujuan tercapai sebagian. 4. Badan Pusat Statistik. (2018). Umur Harapan
Dimana kedua lansia masih mengalami hipertensi Hidup Saat Lahir (UHH) Menurut Provinsi,
namun sudah mampu berpartisipasi dan terdapat 2010-2018 (online).
peningkatan dalam aktivitas yang diperlukan atau (https://www.bgps.go.id/dynamictable/2018/0
diinginkan. 4/16/1298/angka-harapan-hidup-saat-lahir-
menurut-provinsi-2010-2017.html diakses
tanggal 10 September 2019).
Saran 5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
(2017). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Dari simpulan yang sudah disampaikan, Tengah Tahun 2017 (online).
untuk pengembangan, perbaikan serta sosialisasi (https://www.depkes.go.id/resources/downloa
lebih lanjut dari hasil penulisan karya tulis ilmiah d/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2017/13_
ini, maka di sarankan kepada pihak-pihak terkait:
Jateng_2017.pdf diakses tanggal 8 Sepetember 18.Pusat Data dan Informasi. (2016). Situasi
2019). Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Jakarta :
6. Doenges, E.M., Moorhouse, M.F., & Geissler, Kementrian Kesehtan Republik Indonesia
A.C. Tanpa tahun. Rencana Asuhan 19.Rakhmawati, S. (2013). Hubungan Antara
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan Derajat Hipertensi Pada Pasien Usia Lanjut
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Dengan Komplikasi Organ Target Di RSUP
Terjemahan oleh I Made Kariasa & Ni Made Kariadi Semarang Periode 2008-2012.
Sumarwati. 2012. Jakarta : EGC. (online),
7. Hasanudin, Ardiyani, V.M & Perwiraningtyas, (http://eprints.undip.ac.id/44168/3/Sari_R_G2
P. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik dengan A009015_Bab2.pdf diakses tanggal 27 April
Tekanan Darah Pada Masyarakat Penderita 2020.
Hipertensi di Wilayah Tlogosuryo Kelurahan 20.Ramadhanti, D. (2016). Gambaran
Tlogomas Kecamtaan Lowokwaru Kota Pengetahuan Perawat Tentang Manajemen
Malang, Nursing News (online), Vol. 3 No. 1, Pelayanan Hospital Homecare di RSUD Al-
(https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/a Ihsan Provinsi Jawa Barat. Jurnal Pendidikan
rticle/870/662 diakses tanggal 03 November Keperawatan Indonesia, (online), Vol. 3 No. 1,
2019). (https://ejournal.upi.edu/index.php/JPKI/articl
8. Hidayat, A.A. & Uliyah, M. (2014). Pengantar e/view/7488 diakses tanggal 25 September
Kebutuhan Dasar Manusia Edisi 2 Buku I. 2019).
Jakarta : Salemba Medika. 21.Saputra, O. & Anam, K. (2016). Gaya Hidup
9. Imron. (2014). Metodologi Penelitian Bidang Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Pada
Kesehatan Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Masyarakat Pesisir Pantai. Jurnal Universitas
Sageng Seto. Lampung, (online), Vol. 5 No. 4,
10.Kasiati & Rosmalawati, N.W. (2016). (https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/
Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta : Pusdik majority/artickle/viewFile/1047/842 diakses
SDM Kesehatan. tanggal 10 September 2019).
11. Kholifah, S.N. (2016). Keperawatan 22.Sarfika, R., Maisa, E.A., & Freska, W. (2018).
Gerontik. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan Buku Ajar Keperawatan Dasar 2. Padang :
Badan PPSDMK. Andalas University Press.
12. Majid, A. (2017). Asuhan Keperawatan Pada 23.Setiadi. (2013). Konsep & Praktik Penulisan
Pasien Dengan Gangguan Sistem Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Kardiovaskuler. Yogyakarta : Pustaka Baru 24.Subagiartha, I.M. & Darmaliputra, K. (2016).
Press. Monitoring Hemodinamik Melalui Tekanan
13.Manurung. (2018). Keperawatan Medikal Vena Sentral. (online),
Bedah Konsep Mind Mapping dan NANDA (https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelit
NIC NOC Jilid 1. Jakarta : Trans Info Media. ian_1_dir diakses tanggal 28 April 2020.
14. Masturoh, I. & Anggita, N. (2018). 25.Sunaryo, Wijayanti, R., Kuhu, M.M., Sumedi,
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : T., Widayanti, E.D., Sukrillah, U.A, Riyadi,
Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia S., & Kuswati, A. (2016). Asuhan
Kesehatan. Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Andi
15.Mujahidullah, K. (2012). Keperawatan Offset.
Geriatrik Merawat Lansia Dengan Cinta & 26.Sya’diyah, H. (2018). Keperawatan Lanjut
Kasih Sayang. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Usia. Sidoarjo : Indomedia Pustaka.
16.Nugroho, H.W. (2017). Keperawatan 27.Tim Pokja SDKI. (2016). Standar Diagnosis
Gerontik & Geriatrik. Jakarta : EGC. Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.
17.Nurhidayat, Saiful. (2015). Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Hipertensi.
Ponorogo : UNMUH Ponorogo Press.

You might also like