This document summarizes a study on nursing care for hypertension in elderly patients focusing on activity intolerance. The study involved 2 patients over 60 years old with hypertension. Nursing assessments found both patients had hypertension but with different levels of activity independence. The nursing intervention provided was physical activity therapy tailored to each patient's tolerance. The conclusions were that it is important to consider patients' activity needs, provide education, and ensure patient safety when caring for elderly hypertensive patients.
This document summarizes a study on nursing care for hypertension in elderly patients focusing on activity intolerance. The study involved 2 patients over 60 years old with hypertension. Nursing assessments found both patients had hypertension but with different levels of activity independence. The nursing intervention provided was physical activity therapy tailored to each patient's tolerance. The conclusions were that it is important to consider patients' activity needs, provide education, and ensure patient safety when caring for elderly hypertensive patients.
This document summarizes a study on nursing care for hypertension in elderly patients focusing on activity intolerance. The study involved 2 patients over 60 years old with hypertension. Nursing assessments found both patients had hypertension but with different levels of activity independence. The nursing intervention provided was physical activity therapy tailored to each patient's tolerance. The conclusions were that it is important to consider patients' activity needs, provide education, and ensure patient safety when caring for elderly hypertensive patients.
This document summarizes a study on nursing care for hypertension in elderly patients focusing on activity intolerance. The study involved 2 patients over 60 years old with hypertension. Nursing assessments found both patients had hypertension but with different levels of activity independence. The nursing intervention provided was physical activity therapy tailored to each patient's tolerance. The conclusions were that it is important to consider patients' activity needs, provide education, and ensure patient safety when caring for elderly hypertensive patients.
Nursing Care of Hypertension in the Elderly with a Focus on Study of Activity Intolerance in Dr. R.
Soetijono Blora Hospital
Wrijan, SPd, AKep, MKes1* Teguh Wahyudi,MN2Risma Dwi Rahayu3 Abstract With the increasing life expectancy of the Indonesian population, it can be estimated that the incidence of degenerative diseases is increasing. Based on basic health research, hypertension is the most degenerative disease in the elderly with a prevalence of 57.6% at ages 65-74 years and 63.8% aged>75 years. Hypertension causes the elderly to experience fatigue or weakness.The purpose of this study is to describe the nursing care of hypertension in the elderly with a focus on activity intolerance studies. This research design uses a descriptive research approach. The subjects used were 2 patients who had inclusion criteria; individuals with hypertension aged 60-90 years and willing to be the subject of case studies, exclusion criteria; individuals are not willing to be the subject of research and have special handling diseases. Data collection was carried out by interview, observation, physical examination and nursing documentation.The results were obtained through nursing care in both patients, where both patients had hypertension with a diagnosis of activity intolerance with different levels of activity independence. So given the nursing action physical activity therapy according to patient tolerance. Conclusions from the results of the study are that it is important to choose and provide the stages of activity needs, education and pay attention to the safety of the elderly.Suggestions submitted, the hospital should prevent accidents in elderly patients. For nurses, education should improve the fulfillment of the activity needs of patients and families.
Pendahuluan Dengan meningkatnya umur harapan hidup
Seiring meningkatnya derajat kesehatan penduduk Indonesia, maka dapat diperkirakan dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh bahwa insidensi penyakit degeneratif meningkat. pada peningkatan umur harapan hidup (UHH) di Sementara itu bertambahnya umur, fungsi Indonesia. Berdasarkan laporan Badan Pusat fisiologis mengalami penurunan akibat proses Statistik (2018), Umur Harapan Hidup degeneratif (penuaan) sehingga penyakit tidak (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH) mengalami menular banyak muncul pada usia lanjut peningkatan. Pada tahun 2017 UHH di Indonesia (Infodatin Kemenkes RI Lansia, 2016). adalah 70,06 dan angka ini meningkat menjadi Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak 71,20 pada tahun 2018. Sementara menurut data menular yang masih menjadi masalah di bidang proyeksi lansia Kemenkes RI tahun 2019, kesehatan. Hipertensi dikenal sebagai tekanan Indonesia mengalami peningkatan jumlah darah tinggi, dengan tekanan sistolik yang penduduk lansia dari 18 juta jiwa (7,56%) pada menetap di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik tahun 2010, menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada yang menetap di atas 90 mmHg (Saputra & tahun 2019. Anam, 2016). Salah satu tolok ukur kemajuan suatu Menurut data WHO, di seluruh dunia bangsa adalah dilihat dari umur harapan hidup sekitar 972 juta orang atau 26,4% orang di penduduknya. Demikian juga Indonesia sebagai seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini suatu negara berkembang, dengan kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di perkembangannya yang cukup baik, tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, diproyeksikan angka harapan hidupnya dapat 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya mencapai lebih dari 70 tahun pada 2020 yang berada di negara berkembang, termasuk akan datang (Sya’diyah, 2018). Indonesia (Yonata & Pratama, 2016). Berdasarkan hasil Riskesdas di Indonesia tahun 2013, hipertensi merupakan penyakit terbanyak intervensi utama yang dapat dilakukan dalam pada lansia dengan prevalensi 57,6% pada usia upaya penatalaksanaan tersebut. Terapi aktivitas 65-74 tahun dan 63,8% usia >75 tahun (Pusat menggunakan aktivitas fisik, kognitif, sosial dan Data dan Informasi, 2016). Menurut data spiritual tertentu untuk memulihkan keterlibatan, Riskesdas tahun 2018, menunjukkan peningkatan frekuensi atau durasi aktivitas individu atau prevalensi hipertensi di Indonesia jika kelompok. Salah satu terapi yang dapat dibandingkan dengan Riskesdas 2013. Prevalensi diterapkan adalah terapi aktivitas fisik seperti hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. pengaturan posisi, ambulasi dini, latihan Sedangkan persentase hipertensi di jawa tengah isometrik dan perawatan diri sesuai kebutuhan. mencapai 12,98% (Dinas Kesehatan Provinsi Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur Jawa Tengah, 2017). menyebabkan perubahan-perubahan misalnya Hipertensi juga merupakan faktor risiko jantung akan bertambah kuat pada otot polosnya utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskular. sehingga daya tampung besar dan kontruksi atau Apabila tidak ditangani dengan baik, hipertensi denyutannya kuat dan teratur, selain itu elastisitas dapat menyebabkan stroke, infark miokard, gagal pembuluh darah akan bertambah karena adanya jantung, demensia, gagal ginjal, dan gangguan relaksasi dan vasodilatasi sehingga timbunan penglihatan (Arifin, Weta & Ratnawati, 2016). lemak akan berkurang dan meningkatkan Hipertensi dapat disebabkan oleh faktor genetik, kontraksi otot dinding pembuluh darah tersebut kegemukan, merokok, pecandu alkohol, kurang (Anies, 2007 dalam Jurnal Hasanudin, Ardiyani aktivitas fisik dan olahraga. Kurangnya aktivitas & Perwiraningtyas 2018). Kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko kelebihan berat fisik membuat organ tubuh dan pasokan darah badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung maupun oksigen menjadi tersendat sehingga mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih meningkatkan tekanan darah. Dengan melakukan tinggi sehingga otot jantung harus bekerja lebih aktivitas fisik secara rutin dan bertahap dapat keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan menurunkan atau menstabilkan tekanan darah sering otot jantung harus memompa, makin besar (Hasanudin, Ardiyani & Perwiraningtyas, 2018). tekanan yang dibebankan pada arteri (Saputra & Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik Anam, 2016). untuk mengambil judul Asuhan Keperawatan Peningkatan tekanan darah mengakibatkan Lansia Pada Pasien Hipertensi dengan Fokus lansia mengalami keluhan kesehatan, diantaranya Studi Intoleransi Aktivitas diRSUD dr. R. keletihan dan kelemahan yang menjadi batasan Soetijono Blora. karakteristik intoleransi aktivitas. Intoleransi Metode aktivitas merupakan ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Tim Pokja Metode penelitian yang digunakan dalam SDKI, 2016). Peran perawat gerontik sebagai studi kasus ini adalah metode deskriptif dengan care provider, yaitu memberikan asuhan pemaparan kasus dan menggunakan proses keperawatan kepada lansia yang meliputi keperawatan yang memfokuskan pada salah satu intervensi atau tindakan keperawatan, observasi, masalah penting dalam kasus yang dipilih yaitu pendidikan kesehatan, dan menjalankan tindakan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi medis sesuai dengan pendelegasian yang dengan fokus studi intoleransi aktivitas di RSUD diberikan (Sunaryo, dkk, 2018). Dr. R. Soetijono Blora. Subjek yang digunakan Salah satu upaya penatalaksanaan klien sebanyak 2 pasien yang memiliki kriteria inklusi ; dengan intoleransi aktivitas adalah dengan individu penderita hipertensi dengan usia 60-90 pemberian terapi aktivitas.(Purnomo, 2020) tahun dan bersedia menjadi subjek studi kasus, Menurut Standar Intervensi Keperawatan kriteria eksklusi ; individu tidak bersedia menjadi Indonesia 2018, terapi aktivitas termasuk subjek penelitian serta memiliki penyakit dengan penanganan khusus. Pengumpulan data dilakukan derajat II, dibuktikan dengan tekanan darah Ny. S dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik adalah 180/100 mmHg dan tekanan darah Ny. D dan dokumentasi keperawatan. Studi kasus ini 190/110 mmHg. dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 – April Berdasarkan pengkajian pada Ny. S, 2020 mulai dari penyusunan proposal, ditemukan keluhan pusing setelah bangun tidur pelaksanaan, hingga laporan hasil studi kasus. dan sakit pada kepala bagian belakang. Sedangkan pada Ny. D tidak ditemukan gejala demikian. Keluhan pusing dan sakit kepala Hasil dan Pembahasan bagian belakang pada Ny. S sesuai dengan teori Pengkajian Sya’diyah (2018) yang menyatakan bahwa pada pengkajian neurosensory ditemukan gejala Dari hasil pengkajian yang penulis lakukan keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub didapatkan data-data yang menimbulkan masalah oksipital, dan gangguan penglihatan. Hal ini pada Ny. S adalah pasien mengeluh merasa sesuai dengan teori lain menurut Majid (2017), pusing setelah bangun tidur dan kadang sakit pada pengkajian neurosensory ditemukan gejala pada kepala bagian belakang, badannya lemas, keluhan pusing atau pening, sakit kepala, sakit kaki sebelah kiri terasa berat digerakkan, setiap kepala berdenyut, gangguan penglihatan dan akan berpindah naik atau turun dari tempat tidur, episode epistaksis. Selain kedua teori tersebut, selalu butuh bantuan keluarga,lemah, tekanan data yang didapatkan pada Ny. S juga sesuai darah 180/100 mmHg, nadi 90 x/menit, kekuatan dengan pendapat Agustin (2017) yang otot ekstremitas kanan dan kiri atas 4, ekstremitas menyatakan bahwa pada pengkajian keluhan kanan dan kiri bawah 2. Sedangkan pada Ny. D utama dan riwayat penyakit sekarang ditemukan pasien mengeluh lemas dan cepat lelah jika gejala kepala terasa pusing. Terdapat perbedaan melakukan aktivitas seperti berjalan, ke kamar pada kedua pasien, karena pada Ny. D tidak mandi dan merawat dirinya, pasien mengatakan ditemukan gejala pusing atau sakit kepala. Data jika melakukan aktivitas seperti bergerak, mandi, tersebut sesuai dengan definisi lain dari berpakaian selalu dibantu keluarga, terlihat hipertensi menurut Faqih (2006) dalam buku lemah, agak pucat, tekanan darah saat istirahat Manurung (2018), bahwa hipertensi adalah suatu 190/110 mmHg, N = 89 x/menit, lemah, kekuatan keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang otot pada ekstremitas atas 4 dan bawah. abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan Berdasarkan pengukuran tekanan darah meningkatnya risiko terhadap stroke, gagal pada Ny. S didapatkan data tekanan darah 180/90 jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. mmHg, sedangkan tekanan darah pada Ny. D Data yang ditemukan tersebut juga sesuai dengan adalah 190/110. Data tersebut sesuai dengan teori pendapat Wijayakusuma (2000) dalam buku Aspiani (2014) bahwa hipertensi dapat Manurung (2018) bahwa individu yang menderita didefinisikan sebagai tekanan darah persisten hipertensi kadang tidak menampakkan gejala dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg sampai bertahun-tahun, gejala bila ada, dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada menunjukkan adanya kerusakan vascular, dengan populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan divaskularisasi oleh pembuluh darah diastolik ≥ 90 mmHg (Aspiani, 2014). Klasifikasi bersangkutan. Selain kedua teori tersebut, hipertensi berdasarkan derajatnya, hipertensi terdapat keterkaitan pula dengan pendapat dibagi menjadi empat derajat ; derajat normal Edward K. Chung (1995) buku Nurhidayat dengan tekanan sistolik dan diastolik <120/<80 (2015), bahwa tanda dan gejala pada hipertensi mmHg, pre-hipertensi 120-139/80-90 mmHg, dibedakan menjadi dua yaitu tidak ada gejala hipertensi derajat I 140-159/90-99 mmHg dan yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan hipertensi derajat II ≥160/≥100 mmHg peningkatan tekanan darah, selain penentuan (Bell,dkk.,2015 dalam buku Majid, 2017). Dari tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal pengkajian yang telah dilakukan ditemukan ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah bahwa Ny. S dan Ny. D mengalami hipertensi terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. Sedangkan tanda dan gejala yang kedua adalah Diagnosa Keperawatan gejala yang lazim. Sering dikatakan bahwa gejala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini Setelah dilakukan pengumpulan data hasil merupakan gejala terlazim yang mengenai pengkajian dan pengelompokan data, dirumuskan kebanyakan pasien yang mencari pertolongan diagnosa keperawatan Ny. S yaituintoleransi medis. aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan Data berikutnya yang didapatkan dari suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan pengkajian Ny. S adalah pasien mengatakan pasien mengeluh badannya lemas, kaki sebelah bahwa di rumah selalu atau terbiasa memasak kiri terasa berat digerakkan, setiap akan makanan yang asin karena kebiasaan dari anggota berpindah naik atau turun dari tempat tidur, keluarga juga, bapak pasien memiliki riwayat selalu butuh bantuan keluarga, merasa sesak saat hipertensi dan kakaknya dengan riwayat aktivitas, pasien terlihat lemah, tekanan darah hipertensi serta stroke, keduanya sudah 180/100 mmHg, nadi 90 x/menit, RR = 23 meninggal karena penyakit hipertensi. Sedangkan x/menit, kekuatan otot ekstremitas kanan dan kiri pada Ny. D, pasien mengatakan terbiasa makan atas 4, ekstremitas kanandan kiri bawah2. makanan yang asin dan gorengan, nenek pasien Sementara itu pada Ny. D adalah intoleransi dan adiknya mempunyai riwayat penyakit aktivitas berhubungan dengan kelemahan hipertensi. Kedua data tersebut sesuai dengan ditandai dengan pasien mengeluh lemas dan teori dari Majid (2017) yang menyatakan bahwa cepat lelah jika melakukan aktivitas seperti beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya berjalan, ke kamar mandi dan merawat dirinya, hipertensi esensial adalah faktor genetik, stress, gemetar dan kadang sesak setelah aktivitas, dan psikologis, faktor lingkungan, dan diet pasien mengatakan jika melakukan aktivitas (peningkatan penggunaan garam dan sepertibergerak, mandi, berpakaian selalu dibantu berkurangnya asupan kalium atau kalsium). Data keluarga, tekanan darah saat istirahat 190/110 tersebut juga sesuai dengan pendapat Sya’diyah mmHg, N = 89 x/menit, RR = 22 x/menit, pasien (2018) bahwa pada pengkajian makanan atau terlihat lemah, kekuatan otot pada ekstremitas cairan ditemukan gejala yaitu makanan yang atas 4 dan bawah 3. disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi Diagnosa keperawatan tersebut sesuai kolesterol). Konsumsi natrium yang berlebih dengan pendapat Mujahidullah (2012), menyebabkan konsentrasi natrium di dalam Sya’diyah (218) , dan Aspiani (216) yang cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menyatakan bahwa salah satu diagnosa menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke yang sering muncul adalah intoleransi luar, sehingga volume cairan ekstraseluler aktivitas berhubungan dengan meningkat. Meningkatnya volume cairan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan ekstraseluler tersebut menyebabkan oksigen. meningkatnya volume darah, sehingga Intoleransi aktivitas merupakan berdampak kepada timbulnya hipertensi ketidakcukupan energi untuk melakukan (Manurung, 2018). Sumber natrium atau sodium aktivitas sehari-hari (Tim Pokja SDKI, yang utama adalah natrium klorida (garam 2017). Penulis menetapkan diagnosa dapur), penyedap masakan monosodium keperawatan intoleransi aktivitas dengan glutamate (MSG), dan sodium karbonat. etiologi ketidakseimbangan suplai dan Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) kebutuhan oksigen berdasarkan yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, patofisiologi hipertensi menurut aktivitas setara dengan satu sendok teh. Dalam Corwin (2001) dalam buku Manurung kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya (2018) yang menyatakan bahwa perubahan masak-memasak masyarakat kita yang umumnya struktural dan fungsional pada sistem boros menggunakan garam dan MSG pembuluh darah perifer bertanggung jawab (Anggaraini, 2009 dalam buku Manurung 2018). pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lansia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot kedua pasien. Sesuai dengan kondisi pasien polos pembuluh darah, yang pada lansia yang mengalami peningkatan tekanan gilirannya menurunkan kemampuan darah pada Ny. S 180/100 mmHg dan pada Ny. D distensi dan daya regang pembuluh darah. 190/110 mmHg, seharusnya penulis menetapkan Konsekuensinya, aorta dan arteri besar diagnosa keperawatan risiko tinggi terhadap berkurang kemampuannya dalam penurunan curah jantung berhubungan dengan mengakomodasi volume darah yang hipertrofi ventrikel kiri. Hal tersebut sesuai dipompa oleh jantung (volume sekuncup), dengan teori Manurung (2018), bahwa pada mengakibatkan penurunan curah jantung manajemen keperawatan hipertensi terdapat dan peningkatan tahanan perifer. Adanya diagnosa keperawatan risiko tinggi terhadap peningkatan tahanan perifer mengakibatkan penurunan curah jantung berhubungan dengan supplay oksigen dan nutrisi tidak maksimal peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi sehingga menjadi intoleransi aktivitas atau rigiditas ventrikuler, iskemia miokard. (Corwin, 2001 dalam buku Manurung Penulis menentukan etiologi hipertrofi ventrikel 2018). kiri berdasarkan patofisiologi biologis sesuai Intoleransi aktivitas ditetapkan sebagai dengan teori Geriatri KK (2012) dalam kutipan diagnose keperawatan pada Ny. S karena Rakhmawati, S (2013) bahwa patogenesis ditemukan data pasien mengeluh badannya terjadinya hipertensi pada usia lanjut dan dewasa lemas, merasa sesak saat aktivitas, terlihat lemah, muda dibedakan oleh faktor-faktor yang berperan tekanan darah 180/100 mmHg, nadi 90 x/menit, pada usia lanjut. Faktor-faktor tersebut terutama RR = 23 x/menit. Sedangkan pada Ny. D adalah ; akibat penebalan dinding aorta dan ditemukan data pasien mengeluh lemas dan cepat pembuluh darah akan terjadi peningkatan tekanan lelah jika melakukan aktivitas, gemetar dan darah sistolik tanpa atau sedikit perubahan kadang sesak setelah aktivitas, tekanan darah saat tekanan darah diastolik. Peningkatan tekanan istirahat 190/110 mmHg, N = 89 x/menit, RR = darah sistolik akan meningkatkan beban kerja 22 x/menit, pasien terlihat lemah. Data tersebut jantung dan pada akhirnya akan mengakibatkan sesuai dengan teori Tim Pokja SDKI (2017) penebalan dinding ventrikel kiri sebagai usaha bahwa pada gejala dan tanda mayor ditemukan kompensasi atau adaptasi, hipertrofi ventrikel kiri tanda subjektif mengeluh lelah dan objektif ini yang awalnya adalah untuk adaptasi lama- frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi kelamaan malah akan menambah beban kerja istirahat. Tanda minor subjektif ditemukan gejala jantung dan menjadi proses patologis. dispnea saat atau setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, Intervensi Keperawatan sedangkan pada gejala objektif ditemukan Sebelum melakukan intervensi tekanan darah berubah >20% dari kondisi keperawatan, penulis menentukan prioritas istirahat, sianosis. keperawatan. Prioritas masalah didasarkan sesuai Pada hasil penelitian, penulis tidak dengan Hiraki kebutuhan dasar menurut A. mencantumkan diagnosa keperawatan selain Maslow. Intoleransi aktivitas mengakibatkan intoleransi aktivitas. Seharusnya hasil temuan gangguan pada kebutuhan aktivitas. Kebutuhan diagnosa keperawatan pada pasien dicantumkan aktivitas merupakan salah satu kebutuhan pada hasil penelitian dengan tujuan dapat fisiologis. Sesuai hierarki kebutuhan dasar menentukan prioritas diagnosa keperawatan. Hal manusia yang dikemukakan oleh Abraham ini sesuai dengan teori Hidayat, A.A. & Uliyah, Maslow dalam Kasiati dan Rosmalawati (2016), M. (2014) bahwa penentuan prioritas dilakukan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan setelah tahap diagnosis keperawatan. Melalui paling dasar dan memiliki prioritas tertinggi penentuan diagnosis keperawatan dapat diketahui dalam kebutuhaan Maslow. Apabila kebutuhan diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi fisiologis tidak terpenuhi maka akan pertama kali atau yang harus segera dilakukan. menyebabkan gangguan pada kebutuhan yang Penulis menyadari adanya kekurangan lain seperti kebutuhan rasa aman dan dalam penetapan diagnosa keperawatan pada perlindungan. Sehingga penulis memprioritaskan masalah intoleransi aktivitas karena merupakan kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat hal yang mutlak dan harus terpenuhi oleh aktivitas (Doengoes, E. Marilynn, 2012 & manusia untuk bertahan hidup. Sya’diyah, 2018). Pedoman penyusunan tujuan dan kriteria Intervensi kedua yaitu tentukan hasil didasarkan pada prinsip SMART. Sesuai keterbatasan pasien terhadap aktivitas. Intervensi dengan pedoman tersebut, disusun tujuan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh keperawatan untuk mengatasi masalah pada Ny. Aspiani (2016), bahwa dalam Nursing S dan Ny. D yaitu setelah dilakukan intervensi Intervensions Classificasion bagian manajemen keperawatan 3x24 jam pasien dapat menunjukkan energi menyebutkan intervensi tentukan toleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil ; keterbatasan klien terhadap aktivitas. melaporkan peningkatan aktivitas, skala kekuatan Intervensi ketiga adalah monitor respons otot bagian atas = 5, skala kekuatan otot bagian emosional, fisik, sosial dan spiritual. Intervensi bawah = 4, keluhan lelah menurun, dispnea saat tersebut merupakan salah satu tindakan observasi atau setelah aktivitas menurun, tekanan darah < dalam intervensi utama pada intoleransi aktivitas 140/85-90 mmHg, nadi 60-80 x/menit, respirasi yang terdapat pada terapi aktivitas (Tim Pokja 16-20 x/menit. SIKI DPP PPNI, 2018). Tindakan-tindakan pada intervensi Intervensi keempat adalah bantu pasien keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, untuk memilih aktivitas yang konsisten dengan edukasi dan kolaborasi (Berman et al 2015 : kemampuan fisik, psikologis dan sosial. Potter & Perry, 2013; Saba, 2007; Wilkinson et Intervensi tersebut diambil dari teori intervensi al, 2016 dalam kutipan Tim Pokja SIKI DPP keperawatan menurut Aspiani, 2016 dalam PPNI, 2018).Intervensi yang pertama ditulis Nursing Intervensions Classification (NIC adalah membina hubungan saling percaya pada Activity Therapy (Terapi Aktivitas). lansia.Dalam melakukan tindakan keperawatan Intervensi kelima yaitu fasilitasi aktivitas pada lansia, diperlukan komunikasi terapeutik. fisik rutin (mobilisasi dan perawatan diri). Bahwa Dalam berkomunikasi dengan lansia diperlukan kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur pengetahuan tentang sikap-sikap yang khas pada menyebabkan perubahan-perubahan misalnya lansia dengan menggunakan perasaan dan pikiran jantung akan bertambah kuat pada otot polosnya lansia, bekerja sama untuk menyelesaikan sehingga daya tampung besar dan konstruksi atau masalah yang terjadi pada lansia. Berkomunikasi denyutannya kuat dan teratur, selain itu elastisitas dengan lansia memerlukan suasana yang saling pembuluh darah akan bertambah karena adanya hormat menghormati, saling menghargai, saling relaksasi dan vasodilatasi sehingga timbunan percaya dan saling terbuka (Sarfika, Maisa & lemak akan berkurang dan menngkatkan Freska, 2018). Beberapa prinsip komunikasi kontraksi otot dinding pembuluh darah tersebut. tersebut dilakukan supaya dapat menciptakan Kurangnya aktivitas fisik membuat organ tubuh hubungan yang baik antara perawat dan lansia, dan pasokan darah maupun oksigen menjadi sehingga mampu mencapai tujuan serta tersendat sehingga meningkatkan tekanan darah. mengatasi masalah pada lansia terutama yang Dengan melakukan aktivitas fisik secara rutin mengalami keluhan kesehatan. dan bertahap dapat menurunkan atau Intervensi berikutnya adalah berdasarkan menstabilkan tekanan darah (Anies, 2007 dikutip tindakan keperawatan sesuai dengan yang dari jurnal Hasanudin, Ardiyani dan disusun penulis. Intervensi keperawatan tersebut Perwiraningtyas, 2018). meliputi ; observasi respons pasien terhadap Intervensi keenam yaitu berikan dorongan aktivitas. Intervensi tersebut sesuai dengan teori untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri Mujahidullah (2012), bahwa salah satu fokus bertahap jika dapat ditoleransi. Intervensi intervensi pada masalah intoleransi aktivitas tersebut sesuai dengan Sya’diyah (2018), dengan adalah kaji respons terhadap aktivitas. rasional yaitu kemajuan aktivitas bertahap Menyebutkan parameter membantu dalam mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba mengkaji respons fisiologi terhadap stress (Sya’diyah, 2018 dan Doengoes, 2012). aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari Intervensi ketujuh yaitu tindakan edukasi, Faktor pendukung dalam tindakan keperawatan ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih. tersebut adalah kedua pasien mampu Tindakan tersebut sesuai dengan Standar berpartisipasi dalam pemilihan aktivitas Intervensi Keperawatan Indonesia (2018) yang konsisten yang dilakukan selama asuhan merupakan intervensi utama pada terapi aktivitas. keperawatan. Faktor penghambat terdapat pada keluarga pasien, pada Ny. D, keluarga belum Implementasi Keperawatan aktif untuk terlibat dalam pemilihan aktivitas yang dibutuhkan pasien. Sedangkan pada Ny. S, Implementasi yang pertama adalah keluarga sudah mampu berpartisipasi aktif dalam membina hubungan saling percaya. Faktor membantu pasien untuk memilih aktivitas yang pendukung dalam tindakan tersebut yaitu kedua sesuai dengan kondisi pasien. pasien mau menjadi responden atau subjek dalam Implementasi kelima adalah mengajarkan penelitian ini. Faktor penghambat dalam cara melakukan aktivitas yang dipilih. Faktor melakukan tindakan tersebut terdapat pada segi pendukung dalam melakukan tindakan pasien. Pada Ny. S sudah mengalami perubahan keperawatan tersebut adalah kedua pasien mau pendengaran. Kemampuan pasien dalam berpartisipasi dalam setiap tahapan mobilisasi mendeteksi volume suara mulai menurun. yang diajarkan. Sedangkan pada Ny. D tidak ada hambatan dalam Implementasi keenam memfasilitasi membangun komunikasi terapeutik. aktivitas fisik rutin dalam mobilisasi dan Implementasi kedua adalah mengobservasi perawatan diri. Faktor penghambat dalam respons terhadap aktivitas. Faktor pendukung melakukan tindakan tersebut terdapat pada rumah dalam melakukan tindakan keperawatan tersebut sakit. Dalam hal ini, terdapat kerusakan pada adalah adanya kedua respons pasien yang restrain tempat tidur pasien. Sehingga ketika mendukung dalam tindakan observasi. pasien melakukan mobilisasi di tempat tidur Berkomunikasi dengan lansia memerlukan tanpa ada pendampingan, dapat memungkinkan suasana yang saling hormat menghormati, saling resiko jatuh dan megurangi keamanan serta menghargai, saling percaya dan saling terbuka keselamatan pasien. (Sarfika, Maisa & Freska, 2018). Adanya sikap- Implementasi ketujuh adalah memonitor sikap saling menghormati, percaya dan terbuka respons emosional, fisik, sosial dan spiritual. membuat pasien selalu bersedia mengungkapkan Faktor pendukung dalam tindakan keperawatan keluhan yang menjadi gangguan pada tubuhnya. tersebut adalah partisipasi kedua pasien dalam Sehingga, penulis mampu mengetahui respons aktivitas yang mempermudah penulis dalam fisiologi setelah melakukan aktivitas atau mendokumentasikan respon pasien secara fisik, perubahan posisi. emosional, sosial maupun spiritual. Implementasi ketiga yaitu mengobservasi Implementasi kedelapan adalah keterbatasan pasien terhadap aktivitas. Faktor memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas pendukung dalam tindakan keperawatan tersebut bertahap jika dapat ditoleransi. Pada Ny. S tidak adalah adanya optimisme dari pasien untuk ditemukan hambatan dalam melakukan tindakan sembuh, sehingga pasien selalu bersedia dalam tersebut. Pada Ny. D ditemukan hambatan yang mengungkapkan keluhan-keluhan maupun terdapat pada keluarga pasien yang jarang terlibat keterbatasannya dalam beraktivitas. dalam kebutuhan aktivitas pasien, sehingga Implementasi keempat yaitu membantu diperlukan edukasi agar kebutuhan aktivitas pasien untuk memilih aktivitas konsisten sesuai pasien selama di rumah dapat terpenuhi sejalan kemampuan fisik, psikologi dan sosial. Dalam dengan tahapan-tahapan aktivitas sampai pasien hal ini, terdapat perbedaan respon antara kedua mandiri. pasien. Pada pasien Ny. S, memilih aktivitas Penulis menyadari bahwa terdapat yang banyak dilakukan di atas tempat tidur, yaitu kesalahan pada pendokumentasian dari proses pengaturan posisi di tempat tidur. Sedangkan keperawatan. Pada hasil penelitian, penulis tidak pada Ny. D, memilih aktivitas berpindah posisi mendokumentasikan tindakan keperawatan dari seperti bangun dari tempat tidur dan duduk. sif ke sif yang dilakukan oleh perawat rumah sakit. Seharusnya penulis mendokumentasikan menjadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari- tindakan keperawatan dan status perkembangan hari. Faktor pendukung dalam pemenuhan pasien dari sif ke sif karena sesuai dengan tujuan kebutuhan aktivitas pada Ny. S adalah adanya penulis menentukan intervensi keperawatan yaitu keterlibatan pasien dan keluarga dalam selama 3 x 24 jam dan pendokumentasian penting membantu pasien beraktivitas secara rutin dan dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan teori bertahap sehingga Ny. S mampu mentoleransi Patricia dan Nancy (2005) dalam kutipan tahapan-tahapan aktivitas baik secara fisik, Sunaryo, dkk (2016) bahwa pendokumentasian psikologis dan sosialnya. penting dilakukan karena hal-hal sebagai berikut; Evaluasi pada Ny. D dilakukan pada pertama, responsibilitas dan akuntabilitas tanggal 21 November 2019 pukul 14.00 WIB, profesional. Salah satu fungsi perawat didapatkan respons subjektif pasien profesional adalah mengevaluasi respons pasien mengatakanada peningkatan dalam melakukan terhadap asuhan keperawatan. Dokumentasi aktivitas, tubuh terasa tidak begitu lemas, tidak adalah bagian dari keseluruhan tanggung jawab gemetar. Respons objektif yang diperoleh adalah perawat untuk perawatan pasien. Kedua, pasien tidak pucat, kulit teraba hangat namun perlindungan hukum. Dokumentasi keperawatan masih menunjukkan keletihan setelah melakukan dapat digunakan pada kasus dugaan malpraktik. aktivitas, tekanan darah 170/97 mmHg, N = 84 Apabila terjadi gugatan, maka dokumentasi x/menit, RR = 20 x/menit, tingkat kemandirian keperawatan dapat memberi bukti yang berharga pasien dalam aktivitas = D (kemandirian dalam tentang kondisi pasien serta pengobatannya. semua hal kecuali mandi, berpakaian dan satu Dalam dokumen tercatat informasi dapat menjadi fungsi tambahan), skala kekuatan otot bagian atas dasar untuk melindungi gugatan klien. Ketiga, adalah 5, bagian bawah = 4. Pada assessment standar pengaturan. Semua fasilitas kesehatan diperoleh tujuan tercapai sebagian. Planning harus mengikuti peraturan pendokumentasian selanjutnya adalah anjurkan keluarga terlibat yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan di dalam membantu aktivitas fisik Ny. D untuk tiap negara. Keempat, penggantian biaya. menjaga fungsi dan kesehatan, bantu pasien Dokumentasi keperawatan digunakan untuk untuk menjadwalkan aktivitas dalam rutinitas menghitung pembiayaan keperawatan, terkait sehari-hari. Faktor pendukung dalam pemenuhan lamanya perawatan, pelayanan keperawatan yang kebutuhan aktivitas pada Ny. D adalah adanya diberikan, dan kelayakan keperawatan. keterlibatan pasien dan keluarga dalam membantu pasien beraktivitas secara rutin dan bertahap sehingga Ny. D mampu mentoleransi Evaluasi tahapan-tahapan aktivitas baik secara fisik, Dari hasil implementasi keperawatan pada psikologis dan sosialnya. Ny. S selama 3 x 24 jam, tanggal 9 November 2019 pukul 21.00 didapatkan respons subjektif Simpulan dan Saran pasien mengatakan sudah ada peningkatan dalam melakukan aktivitas dengan sedikit-sedikit, Simpulan pasien merasa tidak cepat lelah setelah aktivitas. Berdasarkan masalah yang penulis respons objektif yang diperoleh adalah pasien dapatkan pada Asuhan Keperawatan Hipertensi berpartisipasi dalam aktivitas yang dipilih, kulit pada Lansia dengan Fokus Studi Intoleransi teraba hangat, tidak pucat, tekanan darah 160/95 Aktivitas dapat ditarik kesimpulan sebagai mmHg, N = 85 x/menit, RR = 21 x/menit, tingkat berikut. kemandirian pasien dalam aktivitas = E Penulis melakukan pengkajian terhadap (kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, Ny. S dan Ny. D dan didapatkan hasil perbedaan berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi yang terletak pada tanda serta gejala pasien. Pada tambahan), skala kekuatan otot bagian atas Ny. S mengalami gejala pusing, sakit kepala adalah 5, bagian kanan dan kiri bawah = 3. Pada belakang, skala kekuatan otot bagian atas 4, assessment diperoleh tujuan tercapai sebagian. bagian bawah 2, sedangkan pada Ny. D tidak Planning selanjutnya adalah bantu pasien untuk mengalami gejala pusing atau sakit kepala, skala Rumah sakit disarankan dalam melakukan kekuatan otot bagian atas 4 bagian bawah 3. asuhan keperawatan pada lansia dengan Sehingga penting dalam memilih dan intoleransi aktivitas memperhatikan keamanan menentukan tahapan kebutuhan aktivitas pada dan keselamatan pasien sehingga tidak terjadi pasien. kecelakaan pada pasien di rumah sakit. Penulis mampu menetapkan diagnosa Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan Ny. S dan Ny. D. Diagnosa keperawatan pada lansia dengan intoleransi keperawatan Ny. S dan Ny. D yaitu intoleransi aktivitas hendaknya meningkatkan edukasi dalam aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan aktivitas sehingga tidak suplai dan oksigen. Perbedaan terdapat pada terjadi imobilitas pada pasien dan keluarga ikut tanda-tanda yang menyertai Ny. S dan Ny. D terlibat dalam pendampingan aktivitas pasien. dikarenakan perbedaan tingkat kemandirian Diharapkan dapat meningkatkan aktivitas. pendidikan mengenai pentingnya kebutuhan Penulis menyusun intervensi keperawatan aktivitas pada lansia di pelayanan rumah sakit pada Ny. S dan Ny. D. Terdapat salah satu sehingga dalam melakukan implementasi tidak perbedaan pada tindakan dalam intervensi terjadi hambatan. keperawatan Ny. S dan Ny. D. Pada Ny. S memiliki riwayat hipertensi bertahun-tahun sehingga informasi yang diterima pasien dan Daftar Pustaka keluarga terpenuhi. Sedangkan pada Ny. D tidak 1. Agustin, E.D., (2017). Asuhan Keperawatan pernah mengalami hipertensi dan tidak terdapat Pada Klien yang Mengalami Hipertensi gejala yang spesifik kecuali peningkatan tekanan dengan Intoleransi Aktivitas di Ruang Krisan darah sehingga diperlukan edukasi tentang RSUD Bangil Pasuruan. (online). pemenuhan kebutuhan aktivitas pada pasien (repo.stikesicme.jbg.ac.id/157/1/EVI DIAH hipertensi. AGUSTIN.pdf diakses tanggal 11 September Penulis melakukan implementasi sesuai 2019). dengan intervensi keperawatan yang telah 2. Arifin, M.H.B., Weta, I.W., & Ratnawati, disusun. Dalam melakukan implementasi N.L.K.A. (2016). Faktor yang Berhubungan disesuaikan dengan kondisi dan keaadan lansia. dengan Kejadian Hipertensi pada Kelompok Pada Ny. S yang mengalami dispnea saat Lanjut Usia di Wilayah Kerja UPT Puskesmas aktivitas, pusing dan sakit kepala bagian Petang I Kabupaten Badung Tahun 2016. E- belakang, sehingga dilakukan mobilisasi Jurnal Medika (online), Vol. 5 No. 7, pengaturan posisi di tempat tidur. Pada Ny. D (https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/vi tidak ada gejala spesifik hipertensi, sehingga ew/21559/14262 diakses tanggal 15 tidak hanya pengaturan posisi di tempat tidur September 2019). yang diberikan. 3. Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Penulis melakukan evaluasi pada Ny. S dan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler Ny. D. Dalam evaluasi pada kedua lansia, hasil Aplikasi NIC & NOC. Jakarta : EGC. yang di dapatkan adalah tujuan tercapai sebagian. 4. Badan Pusat Statistik. (2018). Umur Harapan Dimana kedua lansia masih mengalami hipertensi Hidup Saat Lahir (UHH) Menurut Provinsi, namun sudah mampu berpartisipasi dan terdapat 2010-2018 (online). peningkatan dalam aktivitas yang diperlukan atau (https://www.bgps.go.id/dynamictable/2018/0 diinginkan. 4/16/1298/angka-harapan-hidup-saat-lahir- menurut-provinsi-2010-2017.html diakses tanggal 10 September 2019). Saran 5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Dari simpulan yang sudah disampaikan, Tengah Tahun 2017 (online). untuk pengembangan, perbaikan serta sosialisasi (https://www.depkes.go.id/resources/downloa lebih lanjut dari hasil penulisan karya tulis ilmiah d/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2017/13_ ini, maka di sarankan kepada pihak-pihak terkait: Jateng_2017.pdf diakses tanggal 8 Sepetember 18.Pusat Data dan Informasi. (2016). Situasi 2019). Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Jakarta : 6. Doenges, E.M., Moorhouse, M.F., & Geissler, Kementrian Kesehtan Republik Indonesia A.C. Tanpa tahun. Rencana Asuhan 19.Rakhmawati, S. (2013). Hubungan Antara Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan Derajat Hipertensi Pada Pasien Usia Lanjut dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Dengan Komplikasi Organ Target Di RSUP Terjemahan oleh I Made Kariasa & Ni Made Kariadi Semarang Periode 2008-2012. Sumarwati. 2012. Jakarta : EGC. (online), 7. Hasanudin, Ardiyani, V.M & Perwiraningtyas, (http://eprints.undip.ac.id/44168/3/Sari_R_G2 P. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik dengan A009015_Bab2.pdf diakses tanggal 27 April Tekanan Darah Pada Masyarakat Penderita 2020. Hipertensi di Wilayah Tlogosuryo Kelurahan 20.Ramadhanti, D. (2016). Gambaran Tlogomas Kecamtaan Lowokwaru Kota Pengetahuan Perawat Tentang Manajemen Malang, Nursing News (online), Vol. 3 No. 1, Pelayanan Hospital Homecare di RSUD Al- (https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/a Ihsan Provinsi Jawa Barat. Jurnal Pendidikan rticle/870/662 diakses tanggal 03 November Keperawatan Indonesia, (online), Vol. 3 No. 1, 2019). (https://ejournal.upi.edu/index.php/JPKI/articl 8. Hidayat, A.A. & Uliyah, M. (2014). Pengantar e/view/7488 diakses tanggal 25 September Kebutuhan Dasar Manusia Edisi 2 Buku I. 2019). Jakarta : Salemba Medika. 21.Saputra, O. & Anam, K. (2016). Gaya Hidup 9. Imron. (2014). Metodologi Penelitian Bidang Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Pada Kesehatan Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Masyarakat Pesisir Pantai. Jurnal Universitas Sageng Seto. Lampung, (online), Vol. 5 No. 4, 10.Kasiati & Rosmalawati, N.W. (2016). (https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/ Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta : Pusdik majority/artickle/viewFile/1047/842 diakses SDM Kesehatan. tanggal 10 September 2019). 11. Kholifah, S.N. (2016). Keperawatan 22.Sarfika, R., Maisa, E.A., & Freska, W. (2018). Gerontik. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan Buku Ajar Keperawatan Dasar 2. Padang : Badan PPSDMK. Andalas University Press. 12. Majid, A. (2017). Asuhan Keperawatan Pada 23.Setiadi. (2013). Konsep & Praktik Penulisan Pasien Dengan Gangguan Sistem Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Kardiovaskuler. Yogyakarta : Pustaka Baru 24.Subagiartha, I.M. & Darmaliputra, K. (2016). Press. Monitoring Hemodinamik Melalui Tekanan 13.Manurung. (2018). Keperawatan Medikal Vena Sentral. (online), Bedah Konsep Mind Mapping dan NANDA (https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelit NIC NOC Jilid 1. Jakarta : Trans Info Media. ian_1_dir diakses tanggal 28 April 2020. 14. Masturoh, I. & Anggita, N. (2018). 25.Sunaryo, Wijayanti, R., Kuhu, M.M., Sumedi, Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : T., Widayanti, E.D., Sukrillah, U.A, Riyadi, Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia S., & Kuswati, A. (2016). Asuhan Kesehatan. Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Andi 15.Mujahidullah, K. (2012). Keperawatan Offset. Geriatrik Merawat Lansia Dengan Cinta & 26.Sya’diyah, H. (2018). Keperawatan Lanjut Kasih Sayang. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Usia. Sidoarjo : Indomedia Pustaka. 16.Nugroho, H.W. (2017). Keperawatan 27.Tim Pokja SDKI. (2016). Standar Diagnosis Gerontik & Geriatrik. Jakarta : EGC. Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI. 17.Nurhidayat, Saiful. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi. Ponorogo : UNMUH Ponorogo Press.
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Kelurahan Hutatongawilayah Kerja Puskesmas Pintu Padang Kecamatan Batang Angkola