1 PB
1 PB
1 PB
118-129
ISSN: 1693-8666
available at http://journal.uii.ac.id/index.php/JIF
Abstract
Background: Marketed drugs must meet the required standards to guarantee product quality.
Amoxicillin is a generic compound marketed under various trademarks as copy drugs. Amoxicillin
caplets are an immediate release dosage form of BCS class I. An essential aspect of evaluating copy
drugs is to assess the equivalence for their treatment to the innovator drugs to ensure the safety and
effectiveness of the circulating copy drugs.
Objective: The study aims to evaluate the physicochemical properties and compare the dissolution
profile of amoxicillin caplets available in the market.
Methods: Five amoxicillin caplet products, four test products, and one reference product were tested
for their physicochemical properties and dissolution. The dissolution test was carried out with a type
II device at a speed of 75 rpm in 900 mL of media buffered at pH 1.2, 4.5, and 6.8 and at a temperature
of 37oC ± 0.5oC. The dissolution profile was analyzed by comparing it with the similarity factor (f2)
parameters.
Results: Two of the four amoxicillin caplet products had a similar dissolution profile to the reference
products, namely products A and B.
Products C and D were dissimilar because f2 was ≤ 50 at pH 4.5. The caplets tested had almost the
same dimensions, and all caplets met the requirements for uniformity of content, hardness,
disintegration time, and dissolution.
Conclusion: Not all of the amoxicillin caplets in the market have a similar dissolution profile to the
reference products.
Intisari
Latar belakang: Sediaaan obat yang dipasarkan harus memenuhi standar yang ditetapkan untuk
menjamin kualitas produk. Amoksisilin merupakan senyawa generik, dipasarkan dengan berbagai
merek dagang yang merupakan obat copy. Kaplet amoksisilin merupakan sediaan dengan pelepasan
segera yang termasuk dalam BCS kelas I. Komponen penting dalam mengevaluasi obat copy yaitu
menilai kesetaraan terapinya terhadap obat inovator sehingga dapat menjamin bahwa obat copy yang
beredar aman dan efektif.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisika kimia dan uji disolusi terbandingkan
sediaan kaplet amoksisilin yang beredar dipasaran.
Metode: Sebanyak 5 produk kaplet amoksisilin, 4 produk uji dan 1 produk pembanding diuji sifat
118
119 | Teuku, N. S. S., dkk. / Jurnal Ilmiah Farmasi 16(2) Agustus-Desember 2020, 118-130
fisika kimia dan disolusinya. Uji disolusi dilakukan dengan alat tipe II dengan kecepatan 75 rpm dalam
900 mL media yang dibuffer pada pH 1,2; 4,5; dan 6,8 dan suhu 37oC ± 0,5oC. Profil disolusi dianalisis
dengan membandingkan profil disolusi dengan parameter similiarity factor (f2).
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 2 produk dari 4 produk kaplet amoksisilin memiliki kemiripan
profil disolusi terhadap produk pembanding yaitu produk A dan B, sementara 2 produk yang lain tidak
memiliki kemiripan karena nilai f2 ≤ 50 pada pH 4,5 (produk C dan D). Kaplet yang diuji memiliki
dimensi yang hampir sama, semua kaplet memenuhi persyaratan keseragaman sediaan, kekerasan,
waktu hancur dan disolusi.
Kesimpulan: Kaplet amoksisilin yang beredar tidak semuanya memiliki kemiripan profil disolusi
dibandingkan produk pembanding.
1. Pendahuluan
Produk obat bermerek dan produk obat generik memiliki zat aktif yang sama dengan
inovatornya, hanya berbeda pada warna, bentuk, bahan tambahan, dan proses produksi yang
khusus (Kesselheim et al., 2010). Banyak orang menilai kualitas obat tergantung pada
harganya. Obat yang sudah disetujui untuk diedarkan, seharusnya memiliki kualitas yang
setara. Obat dengan harga murah memiliki kualitas yang setara dengan obat dengan harga
mahal (Arafat et al., 2017; Kesselheim et al., 2008).
Komponen penting dalam mengevaluasi obat generik adalah dengan menilai kesetaraan
terapi obat menggunakan studi komparatif dengan pembanding yang sesuai, seperti studi
bioekivalensi in vivo atau disolusi in vitro. Studi bioekivalensi in vivo rumit dan mahal. Disolusi
in vitro digunakan sebagai alternatif untuk obat-obat terpilih (Thambavita et al., 2018).
Badan pengawas obat dan makanan berkewajiban melakukan pengawasan terhadap
produk obat yang telah dipasarkan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa
produk obat telah memenuhi standar efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan. Untuk
menjamin mutu obat copy yang beredar di Indonesia, perlu dilakukan uji bioekivalensi untuk
membuktikan kesetaraannya terhadap produk inovatornya (BPOM, 2015). Dua produk obat
dikatakan sama atau dua obat dapat diklaim bioekivalen, diasumsikan bahwa kedua obat akan
memberikan efek terapi yang sama atau memiliki kesetaraan terapi (Chow, 2014).
Biowaiver perlu dilakukan untuk memperlihatkan bahwa obat dengan zat aktif dan
bentuk sediaan yang sama memiliki kemiripan atau ekivalen antara produk yang satu dengan
produk yang lain (Mhamunkar, 2013). Berdasarkan peraturan World Health Organization
(WHO) mengenai biowaiver, obat yang termasuk kedalam BCS kelas I dan III memenuhi
persyaratan untuk dinilai kesetaraan terapinya dengan menggunakan biowaiver (WHO, 2015).
120 | Teuku, N. S. S., dkk. / Jurnal Ilmiah Farmasi 16(2) Agustus-Desember 2020, 118-130
Biowaiver merupakan metodologi yang membutuhkan biaya yang lebih rendah untuk menilai
kesetaraan obat generik terhadap inovatornya. Biowaiver dapat dilakukan terhadap produk
obat dengan pelepasan segera (Reddy et al., 2014). Biowaiver dapat digunakan untuk menilai
ekivalensi produk obat dengan kelarutan tinggi, tidak mengandung bahan tambahan yang
mempengaruhi penyerapan zat aktifnya, tidak mengandung zat aktif dengan indeks terapi yang
sempit, bukan obat yang dapat diabsorpsi di mulut (WHO, 2006).
Dari studi kelarutan dan permeabilitas menunjukkan bahwa amoksisilin dengan dosis
kurang dari 875 mg masuk ke dalam BCS kelas I, sedangkan 875 mg hingga 1000 mg masuk ke
dalam BCS kelas II, dan dosis lebih dari 1000 mg masuk ke dalam BCS kelas IV. Dalam penelitian
ini digunakan kaplet 500 mg, sehingga termasuk dalam BCS kelas 1. Dengan
mempertimbangkan banyak aspek, prosedur biowaiver dapat direkomendasikan untuk produk
sediaan oral padat dari amoksisilin dengan pelepasan segera dengan dosis kurang dari 875 mg
(Thambavita et al., 2017). Amoksisilin tidak termasuk dalam obat dengan indeks terapi yang
sempit (Blix et al., 2010). Tablet amoksisilin bukan termasuk obat yang diabsorpsi di mulut.
Tablet amoksisilin memenuhi persyaratan untuk dilakukan studi biowaiver (Thambavita et al.,
2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisika kimia dan uji disolusi
terbandingkan sediaan kaplet amoksisilin yang beredar dipasaran dan kemungkinan untuk
dilakukan studi biowaiver.
2. Metodologi penelitian
2.1. Alat penelitian:
Peralatan yang digunakan dalam penelitian: alat uji disintegrasi (Erweka ZT 320), alat uji
disolusi (Erweka DT 820), hardness tester, Spektrofotometer UV (Hitachi U-2900), neraca
analitik (Ohaus AX124), dan mikropipet (Booeco NF 996677).
2.2. Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan: kaplet amoksisilin 500 mg sebagai produk
pembanding (E), 2 jenis kaplet amoksisilin generik berlogo 500 mg (A dan B), 2 jenis kaplet
amoksisilin generik bermerek 500 mg (C dan D), amoksisilin (working standart, USP), HCl 0,1
N, dapar HCl (pH 1,2), dapar asetat (pH 4,5), dapar fosfat (pH 6,8), akuades.
2.3. Jalannya penelitian
i. Uji sifat fisik kaplet
Uji sifat fisik yang diuji meliputi diameter dan ketebalan kaplet, uji kekerasan dan waktu
hancur. Uji diameter dan ketebalan kaplet dilakukan dengan mengukur diameter dan ketebalan
121 | Teuku, N. S. S., dkk. / Jurnal Ilmiah Farmasi 16(2) Agustus-Desember 2020, 118-130
kaplet dengan jangka sorong (Kemenkes, 2014). Uji kekerasan dilakukan dengan menggunakan
hardness tester. Kaplet diletakkan di ujung alat, skrup diputar sampai tablet pecah. Nilai
kekerasan kaplet dibaca pada skala yang tertera pada alat dengan satuan kg (Kemenkes, 2014).
Uji waktu hancur dilakukan dengan menggunakan disintegration tester. Setiap tabung dari
keranjang diisi dengan satu kaplet, dimasukkan satu cakram pada tiap tabung dan dijalankan
alat. Tablet dimasukkan ke dalam media air dengan suhu 370C ± 20C. Alat dijalankan hingga
semua fraksi pecahan kaplet lewat ayakan yang terletak pada bagian bawah alat (Kemenkes,
2014).
ii. Uji keseragaman sediaan
Uji keseragaman sediaan dilakukan dengan cara menimbang secara saksama 10 tablet
satu per satu. Ditetapkan jumlah zat aktif dalam tiap tablet yang dinyatakan dalam persen dan
jumlah yang tertera pada etiket dari hasil Penetapan kadar masing-masing tablet, dihitung nilai
penerimaan. Diambil 10 kaplet dari masing-masing produk, digerus hingga halus. Ditimbang
sebanyak 100,0 mg serbuk kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, ditambahkan
larutan HCl 0,1 N hingga tanda dan di homogenkan. Sampel diukur serapannya dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 228 nm (Kemenkes, 2014).
iii. Uji disolusi
Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat tipe 2 USP. Pengaturan alat: putaran
pengaduk pada 75 rpm, jumlah medium disolusi 900 mL, dan suhu 37oC (± 0,5oC). Media yang
digunakan yaitu larutan dapar HCl pH 1,2; dapar asetat pH 4,5; dapar fosfat pH 6,8. Kaplet
dimasukkan ke dalam bejana disolusi, alat dijalankan dan diambil sampel sebanyak 5 mL pada
menit ke 10, 15, 20, 30, 45, 60. Setiap pengambilan larutan, diganti dengan medium dan suhu
yang sama sebanyak 5 mL. Kadar dihitung dengan menggunakan persamaan kurva baku yang
telah diperoleh untuk masing-masing medium disolusi (BPOM, 2015).
iv. Pembuatan kurva baku amoksisilin untuk penetapan kadar dalam tablet dan dalam media
disolusi
Kurva baku dibuat sebanyak 4 buah, yaitu: 1 untuk penetapan kadar dalam tablet dan 3
untuk penetapan kadar dalam berbagai media disolusi. Larutan stok dibuat dengan cara: 10,0
mg amoksisilin ditimbang secara seksama, dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL dan
ditambahkan berbagai larutan sesuai dengan tujuan penggunaan sampai tanda. Larutan yang
ditambahkan yaitu HCl 0,1 N (untuk penetapan kadar); larutan HCl pH 1,2; dapar asetat pH 4,5
atau fosfat pH 6,8 (untuk uji penetapan kadar dalam media disolusi). Dibuat lima seri kadar dari
122 | Teuku, N. S. S., dkk. / Jurnal Ilmiah Farmasi 16(2) Agustus-Desember 2020, 118-130
Produk amoksisilin
A B C D E
Panjang
18,02±0,03 18,05±0,06 18,09±0,09 17,25±0,03 18,04±0,07
(mm)
Lebar (mm) 6,52±0,03 6,99±0,04 7,05±0,0 5,93±0,03 6,55±0,0
Tinggi (mm) 5,89±0,08 5,78±0,03 5,93±0,03 6,08±0,05 5,92±0,03
Keterangan :
Nilai dalam x̄ ± SD; semua parameter memiliki nilai CV < 5%
A : Amoksisilin generik berlogo D : Amoksisilin generik bermerek
B : Amoksisilin generik berlogo E : Amoksisilin Pembanding
C : Amoksisilin generik bermerek
Tabel 1 menunjukkan ukuran kaplet yang seragam antara kaplet satu dengan kaplet lain,
dengan nilai Coefficient Variasi (CV) < 5% untuk semua parameter. Secara umum, sediaan yang
diproduksi dengan bobot yang relatif sama akan menggunakan punch dan dies yang sama
ukurannya. Dimensi kaplet yang relatif sama akan lebih mudah dalam membandingkan profil
disolusi karena luas kontak awal pada saat disolusi akan sama.
3.1.2 Keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu keragaman
bobot dan keseragaman kandungan. Dalam hal ini dilakukan keragaman bobot karena zat aktif
dalam tiap kaplet lebih dari 25%. Hasil uji keragaman bobot kaplet diperoleh hasil yang tertera
pada Tabel 2. Tabel II menunjukkan bahwa seluruh kaplet memenuhi persyaratan keragaman bobot
kaplet (NP< 15). Keragaman bobot yang baik memberikan jaminan bahwa kadar obat dalam
setiap sediaan seragam.
123 | Teuku, N. S. S., dkk. / Jurnal Ilmiah Farmasi 16(2) Agustus-Desember 2020, 118-130
Tabel 3. Hasil uji kekerasan, waktu hancur dan penetapan kadar sediaan kaplet amoksisilin
Parameter Kaplet
uji A B C D E
Kekerasan ( kg/cm2 )
x̄ ±SD 11,77 ± 4,36 4,28 ± 1,06 14,02 ± 1,08 8,99 ± 2,18 14,45 ± 0,59
CV (%) 37,08 24,73 7,72 24,3 4,05
Waktu Hancur (Menit)
x̄ 3:46 2:23 5:12 2:11 3:16
Kadar Amoksisilin dalam kaplet (%)
x̄ ±SD 114,33 ±1,17 104,42±4,07 105,88 ±2,45 113,29±2,57 114,55 ±1,45
CV (%) 1,02 3,89 2,31 2,27 1,27
Keterangan :
A : Amoksisilin generik berlogo D : Amoksisilin generik bermerek
B : Amoksisilin generik berlogo E : Amoksisilin Pembanding
C : Amoksisilin generik bermerek
Hasil uji kekerasan kaplet, memiliki nilai kekerasan yang beragam yaitu 4-15 kg/cm2.
Kekerasan tablet yang beragam akan mempengaruhi waktu hancur dan disolusi. Data hasil uji
waktu hancur juga menunjukkan waktu hancur yang beragam. Dari hasil tersebut terlihat tidak
ada korelasi yang linear antara kekerasan dengan waktu hancur. Kekerasan yang tinggi tidak
serta merta menyebabkan waktu hancur menjadi lebih lama, karena waktu hancur juga
124 | Teuku, N. S. S., dkk. / Jurnal Ilmiah Farmasi 16(2) Agustus-Desember 2020, 118-130
dipengaruhi oleh faktor lain seperti fungsi dan kinerja bahan penghancur, porositas tablet dan
kemudahan penetrasi air. Semua tablet memenuhi persyaratan waktu hancur kurang dari 15
menit (Kemenkes, 2014).
Persyaratan kadar amoksisilin dalam kaplet: mengandung amoksisilin tidak kurang
dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Kemenkes, 2014).
Kadar yang diperoleh terhadap 5 jenis kaplet menunjukkan bahwa semuanya memenuhi
persyaratan. Dari nilai CV yang diperoleh, kadar amoksisilin dalam sediaan juga seragam .
3.1.4 Kurva Baku Amoksisilin untuk Penetapan Kadar dalam kaplet dan Uji Disolusi
Persamaan kurva baku amoksisilin dalam tercantum pada tabel 4.
Persamaan kurva baku yang diperoleh mempunyai hubungan linier yang, sehingga
dapat digunakan untuk penetapan kadar amoksisilin dalam kaplet maupun untuk uji disolusi.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi untuk ke-4 pelarut >0,99. Persyaratan harga
r2 untuk metode pengukuran dengan spektrofotometri UV menurut USP 38 yaitu ≥0,98 (USP,
2015).
3.1.5 Profil disolusi dan disolusi terbanding
Hasil uji disolusi amoksisilin dalam medium pH 1,2; 4,5 dan 6,8 ditunjukkan pada tabel
5. Hasil uji disolusi, dalam waktu 30 menit 100 % obat sudah terdisolusi. Kaplet amoksisilin di
dalam monografi (FI V), dipersyaratkan Q30 tidak kurang dari 75 % terdisolusi dari yang tertera
di etiket. Hasil interpretasi diperoleh hasil uji disolusi memenuhi persyaratan FI, yaitu untuk
stage 1 (S1) maka dipersyaratkan tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5% dan rata-rata
jumlah zat terlarut tidak kurang dari Q + 10% (Kemenkes, 2014). Amoksisilin trihidrat memiliki
kelarutan dalam air 1 : 400, dan WHO juga mengklasifikasikan amoksisilin 250 dan 500 mg
termasuk ke dalam BCS kelas I (kelarutan dan permeabilitas tinggi). Hal ini yang menyebabkan
kaplet dapat terdisolusi dengan cepat, dalam waktu 20 menit sudah terdisolusi 100 %.
125 | Teuku, N. S. S., dkk. / Jurnal Ilmiah Farmasi 16(2) Agustus-Desember 2020, 118-130
Kurva profil disolusi kaplet amoksisilin dalam berbagai medium disolusi ditunjukkan
pada gambar 1,2 dan3.
Jumlah obat yang terdisolusi dari menit ke-0 hingga menit ke-10 naik dengan cepat
karena kaplet yang diuji merupakan sediaan immediate release. Kaplet amoksisilin dengan
kekuatan kurang dari 875 mg masuk ke dalam BCS kelas I, sehingga dalam waktu 10 menit 90
% obat sudah terdisolusi. Kaplet dengan cepat terdisintegrasi yang diikuti dengan disolusi.
Pada menit selanjutnya peningkatan jumlah obat yang terdisolusi menjadi perlahan karena
jumlah obat yang belum terdisolusi tersisa sedikit.
Perbandingan Nilai f2
Produk pH 1,2 pH 4,5 pH 6,8
A-E 63,04 56,48 86,44
B-E 78,88 56,44 77,87
C-E 84,05 41,33* 68,89
D-E 90,11 49,60* 64,81
B-C 67,70 52,01 60,37
Keterangan :
A : Amoksisilin generik berlogo D : Amoksisilin generik bermerek
B : Amoksisilin generik berlogo E : Amoksisilin Pembanding
C : Amoksisilin generik bermerek * : Nilai f2 ≤ 50
128 | Teuku, N. S. S., dkk. / Jurnal Ilmiah Farmasi 16(2) Agustus-Desember 2020, 118-130
Uji disolusi terbanding dilakukan untuk membandingkan profil disolusi antara produk
uji dengan produk pembanding. Produk uji dikatakan mirip dengan produk pembanding
apabila memiliki nilai f2 (similiarity factor) ≥ 50. Perbandingan profil disolusi juga dilakukan
terhadap kaplet B dan C yang berasal dari industri yang sama. Nilai f2 dalam medium pH 1,2;
4,5 dan 6,8 dari kaplet uji ditunjukkan pada tabel 6.
Pada tabel 6 terlihat bahwa pada pH 1,2 dan 6,8 kaplet A, B, C, D memiliki nilai f2 ≥ 50
dibandingkan dengan produk pembanding (kaplet E). Keempat kaplet memenuhi syarat uji
disolusi terbandingkan (UDT) atau dengan kata lain tablet uji identik dengan kaplet
pembanding (produk E). Pada pH 4,5 terdapat 2 produk uji yaitu kaplet C dan D memiliki nilai
f2 kurang dari 50 sehingga tidak memiliki kemiripan dengan produk pembanding. Dapat
disimpulkan bahwa hanya produk A dan B saja yang memenuhi syarat uji disolusi
terbandingkan (sebanding dengan produk pembanding).
Dari uji disolusi yang dilakukan, hasil yang diperoleh dicoba korelasikan dengan hasil uji
kekerasan dan waktu hancur kaplet. Umumnya kaplet dengan kekerasan yang tinggi akan
memiliki waktu hancur dan disolusi yang lama. Akan tetapi, hasil yang diperoleh tidak
demikian. Produk A, C, D, dan E memiliki kekerasan yang relatif cukup tinggi namun tetap
memiliki waktu hancur yang cepat. Dari ke empat produk, waktu hancur terlama yaitu produk
C yaitu 5 menit 12 detik, sementara produk B memiliki kekerasan 4,28 ± 1,06, waktu hancurnya
2 menit 23 detik. Dari data uji disolusi pada ketiga pH, semua produk mengalami peningkatan
disolusi secara cepat pada 10 menit pertama, sehingga disini kekerasan kaplet tidak
berbanding lurus dengan kecepatan disolusi obatnya. Hal ini dapat disebabkan formula yang
digunakan mengandung bahan yang dapat mempercepat waktu hancur dan kecepatan
disolusinya.
4 Kesimpulan
Hasil uji sifat fisik kaplet, semua produk kaplet memiliki dimensi yang hampir sama,
semua produk memenuhi persyaratan keseragaman sediaan, kekerasan, waktu hancur dan
disolusi. Dari hasil disolusi, kaplet A dan B memiliki kemiripan profil disolusi terhadap obat
pembanding (produk E) yang ditunjukkan dengan nilai f2 ≥ 50. Kaplet C dan D memiliki nilai f2
≥ 50 hanya pada pH 1,2 dan 6,8; sementara pada pH 4,5 nilai f2 ≤ 50 sehingga tidak memiliki
kemiripan profil disolusi.
129 | Teuku, N. S. S., dkk. / Jurnal Ilmiah Farmasi 16(2) Agustus-Desember 2020, 118-129
Daftar pustaka
Arafat, A. P. D. M., Ahmed, Z., & Arafat, O. (2017). Comparison between generic drugs and brand
name drugs from bioequivalence and thermoequivalence prospective International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 9, 1-4.
doi:10.22159/ijpps.2017v9i6.18735
Blix, H. S., Viktil, K. K., Moger, T. A., & Reikvam, A. (2010). Drugs with narrow therapeutic index
as indicators in the risk management of hospitalised patients. Pharm Pract (Granada),
8(1), 50-55. doi:10.4321/s1886-36552010000100006
BPOM. (2015). Pedoman uji bioekivalensi. Jakarta: BPOM
Chow, S. C. (2014). Bioavailability and Bioequivalence in Drug Development. Wiley Interdiscip
Rev Comput Stat, 6(4), 304-312. doi:10.1002/wics.1310
Gandjar, I. G., & Rohman, A. (2012). Analisis obat secara spektrofotometri dan kromatografi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kemenkes. (2014). Farmakope Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI
Kesselheim, A. S., Misono, A. S., Lee, J. L., Stedman, M. R., Brookhart, M. A., Choudhry, N. K., &
Shrank, W. H. (2008). Clinical equivalence of generic and brand-name drugs used in
cardiovascular disease: a systematic review and meta-analysis. JAMA, 300(21), 2514-
2526. doi:10.1001/jama.2008.758
Kesselheim, A. S., Stedman, M. R., Bubrick, E. J., Gagne, J. J., Misono, A. S., Lee, J. L., Brookhart, M.
A., Avorn, J., & Shrank, W. H. (2010). Seizure outcomes following the use of generic
versus brand-name antiepileptic drugs: a systematic review and meta-analysis. Drugs,
70(5), 605-621. doi:10.2165/10898530-000000000-00000
Mhamunkar, S. (2013). Comparative dissolution studies of an extended release Formulation of
Tolterodine Tartrate and Tamsulosin HCl. BioMedRx, 1, 333-338.
Reddy, N. H., Patnala, S., Löbenberg, R., & Kanfer, I. (2014). In vitro dissolution of generic
immediate-release solid oral dosage forms containing BCS class I drugs: comparative
assessment of metronidazole, zidovudine, and amoxicillin versus relevant comparator
pharmaceutical products in South Africa and India. AAPS PharmSciTech, 15(5), 1076-
1086. doi:10.1208/s12249-014-0135-6
Thambavita, D., Fernando, S., Galappaththy, P., & Jayakody, R. (2018). Application of Biowaiver
Methodology for a Post-Marketing Study of Generic and Brand Name Metronidazole
Tablets. Dissolution Technologies, 25, 34-38. doi:10.14227/DT250218P34
Thambavita, D., Galappatthy, P., Mannapperuma, U., Jayakody, L., Cristofoletti, R., Abrahamsson,
B., Groot, D. W., Langguth, P., Mehta, M., Parr, A., Polli, J. E., Shah, V. P., & Dressman, J.
(2017). Biowaiver Monograph for Immediate-Release Solid Oral Dosage Forms:
Amoxicillin Trihydrate. J Pharm Sci, 106(10), 2930-2945.
doi:10.1016/j.xphs.2017.04.068
USP. (2015). US Pharmacopeia National Formulary: USP 38/NF 33. Rockville: United States
harmacopeia Inc.
WHO. (2006). WHO expert committee on specification for pharmaceutical preparations, 40th
In. Geneva: WHO.
WHO. (2015). WHO expert committee on specification for pharmaceutical preparations, 49th
In. Geneva: WHO.