Karakterisasi Morfologi Dan Skrining Fitokimia Ekstrak Umbi Dan Daun Tumbuhan Ginseng (Phytolacca Octandra L.)

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Al-Hayat: Journal of Biology and Applied Biology

Volume 4, No 1 (2021): 55-64


DOI. 10.21580/ah.v4i1.7167

Karakterisasi Morfologi dan Skrining Fitokimia Ekstrak Umbi dan


Daun Tumbuhan Ginseng (Phytolacca octandra L.)
Intan Sari1*, Henri1, Eka Sari1, Suharyanto2
1Program Studi Biologi, Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung,
Indonesia
2Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia

Abstract
Ginseng plant (Phytolacca octandra L.) is a wild plant that has the potential to be used as medicine.
The morphological characteristics of ginseng plants in Indonesia are different. Therefore, it is
necessary to carry out research aimed at characterizing the morphology and phytochemical
screening of ginseng (P. octandra L.) leaves and tubers. The research was conducted first by
observing morphological characters and screening phytochemical compounds such as alkaloid test,
flavonoid test, phenol test, tannin test, saponin test, terpenoid test, and steroid test. The results of
the research on the morphological characterization of ginseng (P. octandra L.) were: having a taproot
which was modified into a tuber, a round, smooth, red color, pointed leaf shape, the base and tip of
the leaf were pointed, buni fruit type, round flat, colored blackish-purple when ripe, a compound
flower is located at the end of the branch and has flat, round seeds. Ginseng tubers have triterpenoid
and saponin compounds, while the leaves only have saponin compounds. The potential development
of ginseng (P. octandra L.) is currently limited as traditional medicine by local people. This is due to
limited knowledge in its development efforts and unknown phytochemical content.
Keywords: Morphological characterization; phytochemical screening; Phytolacca octandra L.

Abstrak
Tumbuhan ginseng (Phytolacca octandra L.) merupakan tumbuhan liar yang berpotensi untuk
dijadikan sebagai obat. Secara karakteristik morfologi tumbuhan ginseng di Indonesia memiliki
perbedaan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk untuk
mengkarakterisasi morfologi dan skrining fitokimia daun dan umbi ginseng (P. octandra L.).
Penelitian dilakukan terlebih dahulu dengan mengamati karakter morfologi dan melakukan skrining
senyawa fitokimia seperti: uji alkaloid, uji flavonoid, uji fenol, uji tannin, uji saponin, uji terpenoid
dan uji steroid. Hasil penelitian karakterisasi morfologi tumbuhan ginseng (P. octandra L.) yaitu:
memiliki akar tunggang yang termodifikasi menjadi umbi, batang bulat licin, berwarna merah,
bentuk daun menjorong, pangkal dan ujung daun berbentuk runcing, tipe buah buni, berbentuk bulat
gepeng, berwarna ungu kehitaman setelah matang, bung majemuk terletak di ujung cabang serta
memiliki biji bulat gepeng. Umbi ginseng memiliki senyawa triterpenoid dan saponin, sedangkan
pada daun hanya memiliki senyawa saponin. Pengembangan potensi tumbuhan ginseng (P. octandra
L.) saat ini masih terbatas sebagai obat tradisional oleh masyarakat lokal. Hal ini dikarenakan
keterbatasan pengetahuan dalam upaya pengembangannya dan kandungan fitokimia yang belum
diketahui.
Kata kunci: Karakterisasi morfologi; Skrining fitokimia; Phytolacca octandra L.

* Corresponding Author: Henry, email: biology.henry@gmail.com. Program Studi Biologi, Fakultas Pertanian,
Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung, Indonesia

Volume 4, No 1 (2021) | 55
Intan Sari, Henri, Eka Sari, Suharyanto

Pendahuluan terakumulasi di akar. Kemampuan dan


efektivitas saponin dalam berbagai pengobatan
Tumbuhan obat merupakan sumber obat
obat telah terbukti secara ilmiah (Manuhara et al.,
penting yang efektif dalam berbagai macam jenis
2015).
pengobatan penyakit, terutama dalam
pengobatan tradisional (Borokini & Oluwafemi, Informasi mengenai kandungan fitokimia
2012). Tumbuhan obat yang ada di hutan kurang tumbuhan ginseng spesies Talinum paniculatum
mendapat perhatian oleh masyarakat, sehingga Gaertn. telah banyak dilakukan. Akan tetapi pada
pemanfaatan dan pengelolaannya belum spesies Phytolacca octandra L. belum banyak
dilakukan secara maksimal. Keanekaragaman dilaporkan. Informasi mengenai P. octandra L.
tumbuhan obat yang belum diketahui di hutan sangatlah penting sebagai upaya untuk
perlu dieksplorasi sebagai informasi dalam pengembangannya sebagai obat maupun upaya
pemanfaatan dan pengelolaannya (Ambri et al., konservasinya. Oleh karena itu, langkah awal
2015). yang dapat dilakukan pada spesies P. octandra L.
berupa kajian karakterisasi morfologi serta
Tumbuhan ginseng (Phytolacca octandra L.)
kandungan fitokimianya.
merupakan tumbuhan liar yang berpotensi
sebagai obat dan tumbuhan ini introduksi dari Metode Penelitian
negara Meksiko, Amerika Tengah, Karibia dan
Amerika Selatan. Masyarakat mengenal Waktu dan Lokasi Penelitian
tumbuhan ini sebagai gulma di lahan yang Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni
terganggu, area limbah, tepi jalan, kebun, padang sampai dengan Agustus 2019. Pengambilan
rumput, hutan terbuka dan daerah tepian sungai. sampel tumbuhan ginseng sebanyak tiga individu
P. octandra L sudah ditemukan di berbagai dengan metode purposive sampling (Jumiarni &
belahan dunia, seperti: China Utara, Korea Utara, Komalasari, 2017), dengan modifikasi, yaitu:
Amerika Utara, Siberia, Vietnam, Jepang dan tidak berdasarkan strata atau stadium
Indonesia dengan varietas yang berbeda (Seervi pertumbuhan, memiliki organ yang lengkap
et al., 2010). (vegetatif dan generatif), dilakukan secara acak
Tumbuhan ginseng (P. octandra L.) tersebar serta pada beberapa individu tumbuhan utuh
di daerah Pulau Bangka dengan jumlah sedikit diambil pada setiap kabupaten di Pulau Bangka.
dan dikenal sebagai tumbuhan liar serta tidak Pengujian fitokimia di lakukan di Laboratorium
banyak diketahui masyarakat. Tumbuhan ini Biologi dan Laboratorium Dasar Universitas
masih tersebar dengan jumlah yang banyak di Bangka Belitung.
luar negeri salah satunya Australia bagian timur Pembuatan Herbarium
Menurut Hunter (2011), tumbuhan ginseng (P.
octandara L.) memiliki status konservasi yang Pembuatan herbarium ini dilakukan dengan
tidak terancam (not threatened) dan belum tujuan untuk memudahkan dalam melakukan
terdaftar di IUCN red list. identifikasi sampel (Murni et al., 2015). Pada
penelitian ini kriteria untuk pembuatan
Tumbuhan ginseng diketahui memiliki herbarium tumbuhan ginseng (P. octandra L.)
manfaat penting salah satunya ginseng Jawa yaitu tumbuhan harus memiliki organ vegetatif
(Talinum paniculatum Gaertn.) dimana spesies dan generatif secara lengkap. Herbarium
ini mempunyai beberapa khasiat, yaitu: tumbuhan yang dilakukan meliputi akar, batang
penambah stamina (afrodisiak), obat radang daun, bunga, buah dan biji. Setiap lokasi
paru-paru, diare, haid tidak teratur, dan penelitian hanya diambil 3-5 rangkap tumbuhan
melancarkan ASI (Pribadi, 2013). Ginseng Jawa. lengkap untuk diamati dan dibandingkan dengan
(T. paniculatum Gaertn.) telah digunakan dalam tumbuhan di lokasi penelitian lainnya. Tahapan
industri farmasi dan mengandung senyawa dalam pembuatan herbarium dilakukan dengan
saponin, flavonoid, tanin, triterpen atau sterol, mengkoleksi spesimen, pengawetan spesimen
dan polifenol. Saponin T. paniculatum Gaertn. dan mengidentifikasi spesimen. Proses
56 | Volume 4, No 1 (2021)
Karakterisasi Morfologi dan Skrining ….

identifikasi spesimen ini dilakukan di Herbarium Metode maserasi dipilih dikarenakan mampu
Bogoriense Lembaga Ilmu Pengetahuan menghasilkan suatu ekstrak simpilisia dalam
Indonesia (LIPI) Cibinong-Bogor. jumlah banyak, selain itu metode ini juga mampu
Karakterisasi Morfologi Tumbuhan Ginseng menjaga senyawa-senyawa kimia tertentu yang
diakibatkan oleh pemanasan (Zhang et al., 2018).
Karakterisasi dilakukan dilapangan dengan Jenis pelarut pada penelitian yaitu pelarut etanol.
mengamati karakter secara morfologi (akar, Adapun jenis-jenis pengujian fitokimia yang
batang, daun, bunga, buah dan biji), dilakukan diantaranya yaitu uji alkaloid (reagen
menggunakan buku Morfologi Tumbuhan mayer), uji flavonoid (logam Mg dan HCl pekat),
Cetakan ke-22 karya Tjitrosoepomo (2020), uji fenol (FeCl3 1%), uji tannin (air dan FeCl3 1%),
jurnal ilmiah dan referensi pendukung lainnya uji saponin (akuades), uji terpenoid (HCl dan
tentang P. octandra L. Hasil pengamatan di H2SO4) dan uji steroid (kloroform dan asam
lapangan selanjutnya dilakukan dokumentasi asetat anhidrat).
dengan menggunakan kamera.
Skrining Fitokimia Hasil Penelitian dan Pembahasan
Skrining fitokimia dilakukan sebagai suatu Morfologi Tumbuhan Ginseng (Phytolacca
bentuk analisis secara kualitatif yang digunakan octandra L.)
untuk menentukan ciri senyawa aktif yang
Hasil identifikasi sampel akar, batang, daun,
terkandung pada bagian-bagian tumbuhan,
bunga dan buah tumbuhan ginseng di Herbarium
sehingga potensi yang bermanfaat dapat
Bogoriense LIPI menunjukkan bahwa sampel
dikembangan sebagai obat (Erviani et al., 2019).
yang dikoleksi di Pulau Bangka merupakan
Metode penelitian fitokimia ini menggunakan
spesies P. octandra L. dari famili Phytolaccaceae
metode maserasi, dimana metode ini dilakukan
(Gambar 1.). Karakterisasi P. octandra L. dengan
dengan merendam suatu bahan yang berupa
spesies pembeda lain dapat dilihat pada (Tabel
simplisia dengan menggunakan suatu jenis
1).
pelarut.

Gambar 1
Karakterisasi morfologi tumbuhan ginseng (Phytolacca octandra L.) (Foto: Dokumentasi Pribadi, 2019)

Volume 4, No 1 (2021) | 57
Intan Sari, Henri, Eka Sari, Suharyanto

Tabel 1
Hasil karakterisasi morfologi tumbuhan ginseng (P. octandra L.) di Pulau Bangka dan perbandingannya
dengan ginseng (P. octandra L.) di luar negeri
Perbedaan Karakterisasi
Parameter Morfologi Tumbuhan Ginseng
Phytolacca octandra L. *) Phytolacca octandra L. **)
Akar
Sistem perakaran akar tunggang akar tunggang
Organ termodifikasi akar menjadi umbi akar menjadi umbi
Warna organ termodifikasi putih kekuningan putih kekuningan
Diameter Umbi 3 cm – 5 cm -
Batang
Bentuk batang teres: bulat teres: bulat
Arah tumbuh batang erectus: tegak ke atas erectus: tegak ke atas
Cara percabangan monopodial monopodial
Permukaan batang laevis: licin laevis: licin
Warna batang Merah Merah
Panjang batang 80 cm – 1 m 1m–2m
Diameter Batang 1 cm – 3 cm 1 cm – 3 cm
Daun
Bentuk daun elliptic; menjorong elliptic; menjorong
Pangkal daun acuminate; runcing acuminate; runcing
Ujung daun acuminate; runcing acuminate; runcing
Tepi daun entire; rata entire; rata
Permukaan daun scaber: kasap scaber: kasap
Pertulangan daun pinnate; menyirip pinnate; menyirip
Tata letak daun alternate; berseling alternate; berseling
Panjang daun 4 cm – 23 cm 5 cm – 25 cm
Lebar daun 7 cm – 11 cm 1 cm – 8 cm
Tangkai daun 2 cm – 3,5 cm 2 cm – 4 cm
Buah
Tipe buah bacca: buah buni bacca: buah buni
bulat gepeng dengan 8-9 bulat gepeng dengan 6-8
Bentuk buah
lekukan lekukan
Warna buah mentah hijau hijau
Warna buah matang ungu kehitaman ungu kehitaman
Diameter buah 3 mm – 10 mm 0,5 mm – 8 mm
Jumlah buah 15 – 35 10 – 20
Bunga
Tata letak bunga ujung cabang ujung cabang
anthotaxis: bunga
Berdasarkan jumlah bunga anthotaxis: bunga majemuk
majemuk
Letak mahkota bunga polysepalus: berlepasan polysepalus: berlepasan
Bentuk mahkota rotate; memutar rotate; memutar
Warna mahkota putih kehijauan putih kehijauan
Warna putik putih kekuningan putih kekuningan
Warna benang sari putih kekuningan putih kekuningan
Panjang ibu tangkai bunga 10 cm – 15 cm 8 cm – 13 cm
Panjang tangkai bunga 0,5 mm – 5 mm 0,5 mm – 3 mm
Jumlah mahkota bunga 5 5
Ukuran mahkota P: 0,4 mm, L: 3 mm P: 2 mm – 3 mm
Jumlah benang sari 8 – 12 8-10
Ukuran tangkai benang sari 0,1 mm – 2,5 mm -
Biji
Bentuk biji bulat gepeng bulat gepeng
Warna biji hitam hitam
Diameter biji 1 mm – 2 mm 1 mm – 2 mm
Jumlah biji 8–9 6–8
Keterangan: *) Hasil penelitian, 2019 dan **) Hyde et al. 2019

58 | Volume 4, No 1 (2021)
Karakterisasi Morfologi dan Skrining ….

menopang daun, bunga, dan buah (Wahyu,


Morfologi akar 2014).
Morfologi daun
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi
akar pada tumbuhan ginseng menunjukkan Hasil penelitian morfologi daun pada tumbuhan
bahwa tumbuhan ginseng yang didapatkan ginseng menunjukkan bahwa tumbuhan ginseng yang
memiliki akar yang seragam pada beberapa didapatkan memiliki daun yang seragam pada
pengamatan morfologi akar, yaitu pada sistem beberapa pengamatan morfologi daun, yaitu bentuk
perakaran (akar tunggang), modifikasi organ daun (elliptic; menjorong), pangkal daun (acuminate;
akar (umbi) dan warna modifikasi organ (putih runcing), ujung daun (acuminate; runcing), tepi daun
kekuningan). Menurut Kariuki et al. (2016), (entire; rata), permukaan daun (scaber: kasap),
bahwa tumbuhan ginseng (P. octandra L.), pertulangan daun (pinnate; menyirip), memiliki
memiliki morfologi akar, yaitu: berakar tunggang, panjang daun 4 cm–23 cm, lebar daun 7 cm–11 cm dan
memiliki akar yang panjang dan membentuk panjang tangkai daun 2 cm–3,5 cm.
umbi, umbi berwarna putih kekuningan dan
Menurut Eswari et al. (2018), tumbuhan
diameter umbi 3 cm–5 cm.
ginseng (P. octandra L.), memiliki daun
Menurut Ryan et al. (2016), akar merupakan berbentuk ellip, dengan ujung dan pangkal yang
organ vegetatif tumbuhan yang berfungsi untuk runcing dan warna hijau pada awalnya, tetapi
menegakkan batang, menyerap unsur hara, air berubah warna kemerahan seiring
dalam tanah serta sebagai tempat penyimpan bertambahnya umur tumbuhan. Menurut
cadangan makanan. Akar ginseng morfologinya Darmawan & Baharsjan (2010), daun
hampir sama dengan akar ginseng pada merupakan organ tumbuhan yang memiliki
umumnya. Menurut Hyde et al. (2019), memiliki fungsi utama sebagai tempat terjadinya
morfologi akar tunggang yang berbentuk fotosintesis dan mengekspor hasilnya keseluruh
silindris, memiliki panjang sekitar 20 cm, bagian tumbuhan.
berwarna putih kekuningan, kasar, memiliki 2 Morfologi buah
sampai 3 cabang.
Hasil penelitian morfologi buah pada
Morfologi batang
tumbuhan ginseng menunjukkan bahwa
Hasil penelitian morfologi batang pada tumbuhan ginseng yang didapatkan memiliki
tumbuhan ginseng menunjukkan bahwa buah yang seragam pada beberapa pengamatan
tumbuhan ginseng yang didapatkan memiliki morfologi buah, yaitu tipe buah (bacca: buah
batang yang seragam pada beberapa buni), buah buni merupakan buah yang
pengamatan morfologi batang, yaitu bentuk dindingnya mempunyai 2 lapis yaitu lapis luar
batang (teres: bulat), arah tumbuh batang yang tipis seperti kulit dan lapis dalam yang tebal,
(erectus: tegak ke atas), cara percabangan lunak dan berair (Tjitrosoepomo, 2020). Bentuk
(monopodial), permukaan batang (laevis: licin), buah (bulat gepeng dengan 8-9 lekukan), dengan
warna batang (hijau sampai kemerahan), diameter 3 mm–20 mm, jumlah buah 15–35 buah
memiliki panjang kisaran 80 cm–1 m dan pada setiap 1 (satu) ibu tangkai, warna buah
diameter batang kisaran 1 cm–3 cm. Tumbuhan sebelum matang (hijau muda), warna buah
ginseng memiliki batang yang bercabang tegak, setelah matang (ungu kehitaman).
tidak berambut, berbentuk bulat licin, batang Menurut Hyde et al. (2019) tumbuhan
muda berwarna hijau sampai merah muda dan ginseng (P. octandra L.), memiliki buah
batang tua berwarna merah (Kariuki et al., 2016). berbentuk bulat licin, berwarna hijau saat muda,
Batang berfungsi sebagai penyalur makanan ungu kehitaman saat matang, memiliki tekstur
yang prosesnya dimulai dari bagian akar daging buah yang lembut, memiliki 8 (delapan)
kemudian ditransfer ke bagian daun serta hasil lobus yang mengandung 8 (delapan) biji dan
fotosintesis keseluruh bagian tumbuhan, mengandung tinta ungu sampai kehitaman

Volume 4, No 1 (2021) | 59
Intan Sari, Henri, Eka Sari, Suharyanto

ketika dihancurkan. Buah merupakan organ berkilau dan tekstur yang halus dan licin. Biji
generatif tumbuhan yang berfungsi melindungi merupakan organ generatif tumbuhan yang
dan membantu dalam proses penyebaran biji
berfungsi sebagai bibit penyebaran tumbuhan
(Tamonob, 2017). Menurut Rachmawati (2014),
agar tumbuh jauh dari tumbuhan induknya yang
persebaran untuk regenerasi tumbuhan ginseng
persebarannya dibantu oleh hewan seperti
dibantu oleh manusia dan hewan pemakan buah
burung (Rachmawati, 2014).
seperti burung.
Keseragaman morfologi tumbuhan ginseng
Morfologi bunga
tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan
Hasil penelitian morfologi bunga pada tumbuhan ginseng pada umumnya yang tumbuh
tumbuhan ginseng menunjukkan bahwa di negara 4 (empat) musim. Sehingga tumbuhan
tumbuhan ginseng yang didapatkan memiliki ginseng tersebut apabila ditanam di negara 2
bunga yang seragam pada beberapa pengamatan (dua) musim dan faktor lingkungan yang
morfologi bunga, yaitu tata letak bunga (ujung berbeda, akan memiliki morfologi yang sama.
cabang), berdasarkan jumlah bunga (athotaxis: Menurut Hyde et al. (2019), bahwa tumbuhan
bunga majemuk), letak mahkota bunga ginseng (P. octandra L.), tumbuhan yang berasal
(polysepalus: berlepasan), bentuk mahkota dari Amerika tropis dan sudah didistribusikan di
bunga (rotate; memutar), warna mahkota bunga tempat yang dinaturalisasi secara lokal di negara
(putih kehijauan), panjang ibu tangkai 10 cm–15 tropis. Tumbuhan ginseng ini bisa tumbuh di
cm, panjang tangkai bunga 0,5 mm–5 mm, jumlah daerah perkebunan, tepi jalan pada musim dingin
mahkota ada 5, warna putik (putih kekuningan), dan musim panas.
warna benang sari (putih kekuningan), memiliki Senyawa Fitokimia Ginseng (P. octandra L.)
jumlah benang sari 8-12 dengan ukuran 0,1 mm-
2,5 mm. Skrining fitokimia ini dilakukan sebagai
tahap awal dalam menentukan kandungan
Tumbuhan ginseng (Phytolacca octandra L.),
senyawa aktif yang terdapat pada ektraks umbi
memiliki bunga-bunga kecil berwarna putih
dan daun tumbuhan ginseng (P. octandra L.)
kehijauan, tangkai bunga yang pendek 0,5-3 mm,
(Tabel 2), didapatkan hasil bahwa senyawa
tumbuh di ujung cabang, setiap bunga memiliki 5
saponin dan terpenoid dinyatakan positif pada
kelopak kecil, memiliki 7-8 benang sari, memiliki
hasil penelitian ini. Berdasarkan struktur
ovarium berwarna hijau dengan warna merah
kimianya, metabolit sekunder dapat
muda atau keunguan kecil. Bunga merupakan
diklasifikasikan ke dalam berbagai kelompok
alat perkembangbiakan generatif tumbuhan,
yang berbeda, yang sebagian besar berbeda
yang befungsi sebagai tempat terjadinya
dalam hal esensi fungsi ekologisnya (Kennedy &
penyerbukan, dimana serbuk sari akan jatuh
Wightman, 2011). Kelompok fitokimia
pada kepala putik sehingga terjadinya
terpenting dalam hal ini adalah alkaloid,
pembuahan (Rachmawati, 2014).
glikosida, flavonoid, tanin, saponin dan resin yang
Morfologi biji memiliki khasiat obat. Senyawa saponin pada
penelitian ini dinyatakan positif karena hasil uji
Hasil penelitian morfologi biji pada
menunjukkan terdapatnya busa yang bertahan
tumbuhan ginseng menunjukkan bahwa
selama 5 menit setelah sampel dikocok pada
tumbuhan ginseng yang didapatkan memiliki biji
kisaran 1 menit. Saponin memiliki glikosil
yang seragam pada beberapa pengamatan
sebagai gugus polar serta gugus steroid atau
morfologi biji, yaitu bentuk biji (bulat gepeng),
terpenoid sebagai gugus nonpolar sehingga
warna biji (hitam) dengan diameter 0,1 mm-0,2
bersifat aktif permukaan. dan membentuk misel
mm dan jumlah biji 8-9 pada setiap buah. saat dikocok dengan air. Saponin merupakan
Tumbuhan ginseng (Phytolacca octandra L.), molekul besar dan mengandung hidrofobik yang
memiliki biji berbentuk bulat gepeng terkandung terdiri dari triterpenoid (30 atom karbon) atau
didalam setiap lobus buahnya, berwarna hitam

60 | Volume 4, No 1 (2021)
Karakterisasi Morfologi dan Skrining ….

steroid (27 atom karbon dengan spirostane 6


cincin atau kerangka furostane 5 cincin).
Tabel 2
Hasil uji fitokimia pada umbi dan daun tumbuhan ginseng (P. octandra L.) dan perbandingan dengan
hasil uji fitokimia tumbuhan ginseng (P. octandra L.) di luar negeri

Senyawa
Organ Jenis
tumbuhan pelarut Alkaloid Flavonoid Fenol Tanin Saponin Terpenoid Steroid
Hasil penelitian
Umbi - - - - + + -
Etanol
Daun 96% - - - - + - -
Referensi (Eswari et al., 2018)
Air + + + + - - -
Aseton + + + + + - +
Umbi
Petroleum
+ + + - + - +
eter

Keterangan: (-) tidak mengandung golongan senyawa fitokimia tersebut;


(+) mengandung golongan senyawa fitokimia tersebut

Selain itu, pada bagian hidrofobiknya yang merah atau ungu. Menurut Siadi (2012), prinsip
terdiri dari beberapa residu sakarida yang reaksi mekanisme uji terpenoid yaitu pelepasan
terhubung melalui ikatan glikosa (Barbosa, H2O dan penggabungan dengan karbokation.
2014). Senyawa saponin memiliki sifat yang Reaksi ini diawali dengan proses asetilasi gugus
berkorelasi secara amphipathic atau hidroksil menggunakan asam asetat anhidrat.
amphiphilic di atas dari molekul-molekul ini Senyawa terpenoid banyak digunakan sebagai
karena mereka dibentuk oleh satu gugus obat, antiseptik dan antimikrob (Habibi et al.,
hidrofilik dan satu lipofilik dan satu lipofilik 2018).
(Augustin et al. , 2011).
Senyawa terpenoid merupakan senyawa
Menurut Thakur et al. (2011), saponin yang diproduksi pada berbagai genera
merupakan senyawa bioaktif yang diproduksi tumbuhan, jamur, alga, dan spons. Terpenoid
oleh tumbuhan, beberapa organisme laut dan telah diketahui memiliki nilai farmasi yang
serangga. Senyawa saponin mempunyai signifikan sejak zaman prasejarah, karena
peranan sebagai antibakteri, antibiotik dan spektrum aplikasi medis terpenoid yang luas
antijamur (Kayce et al., 2014). Secara kimia, (Jaeger & Cuny, 2016). Terpenoid dikelompok
saponin terbentuk sebagai glikosida steroid atau berdasarkan jumlah unit isopren yang
triterpen polisikli, bersifat bipolar dan menyusunnya yaitu antara lain: monoterpenoid,
biosintesis rantai utama saponin melalui jalur diterpenoid, triterpenoid, tetraterpenoid,
(Thakur et al., 2011) politerpenoid dan seskuiterpenoid (Ramadani,
2016).
Uji terpenoid dinyatakan positif apabila
terjadi perubahan warna ungu atau merah. Uji Berdasarkan hasil penelitian Eswari et al.
terpenoid ini, ekstrak etanol tumbuhan ginseng (2018) tumbuhan ginseng (Phytolacca octandra
dilarutkan dalam kloroform kemudian L.) dengan pelarut polar (air), semi polar
ditambahkan pereaksi H2SO4 1% dan asam (aseton) dan non polar (petroleum eter). Dari
ketiga jenis pelarut, senyawa fitokimia yang
asetat anhidrat, menunjukkan hasil positif
terdeteksi positifnya pun berbeda. Pada pelarut
dengan adanya perubahan warna menjadi
polar (air), senyawa yang positif (+)
Volume 4, No 1 (2021) | 61
Intan Sari, Henri, Eka Sari, Suharyanto

mengandung senyawa: alkaloid, flavonoid, fenol Karakteristik morfologi tumbuhan ginseng


dan tannin, sedangkan pada pelarut semi polar (P. octandra L.) berakar tunggang dan
(aseton), senyawa fitokimia pada tumbuhan membentuk umbi yang berwarna putih
ginseng positif (+) mengandung senyawa: kekuningan. Batang bercabang berbentuk bulat
alkaloid, flavonoid, fenol, tanin, saponin dan licin, batang berwarna merah muda, memiliki
steroid. Pelarut non polar (petroleum eter), daun berbentuk menjorong, ujung dan pangkal
senyawa fitokimia pada tumbuhan ginseng daun runcing, tidak berbulu, daun berwarna
positif (+) mengandung senyawa: alkaloid, hijau tetapi sering berubah warna kemerahan
flavonoid, fenol, saponin, terpenoid dan steroid. seiring bertambahnya usia tumbuhan. Memiliki
Jika dibandingkan dengan hasil fitokimia pada buah berbentuk bulat gepeng licin, memiliki
penelitian ini sangat jauh berbeda, mungkin hal diameter buah 3-10 mm, buah muda berwarna
ini dikarenakan pelarut yang digunakan tidak hijau dan buah matang berwarna merah gelap,
bervariasi dan kadar senyawa kimia pada buah bergerombolan (15-35 buah). Tipe bunga
tumbuhan ginseng yang sedikit sehingga majemuk, setiap bunga memiliki lima kelopak
menyebabkan hasil senyawa fitokimianya tidak kecil, dengan panjang 2-3 mm, panjang tangkai
terdeteksi. bunga 0,5-5mm dan berwarna putih
Hasil penelitian tumbuhan ginseng (P. kekuningan. Tipe buah buni berbentuk bulat
octandra L.), bagian yang banyak digunakan oleh gepeng, berwarna hijau saat mentah dan ungu
masyarakat yaitu: umbi dan daun. Umbi kehitaman saat matang dengan jumlah 15-35
digunakan masyarakat sebagai obat, untuk buah pada setiap 1 (satu) ibu tangkai, serta
mengobati sakit pinggang, sakit perut, pegalinu, memiliki biji berbentuk bulat gepeng, berwarna
penambah stamina, sedangkan daun dapat hitam dan berjumlah 8-9 biji pada setiap buah.
dimanfaatkan dengan cara dibuat sayur. Hasil uji fitokimia yang dilakukan, bahwa
Menurut Muhajidin et al. (2015), tumbuhan ekstrak umbi tumbuhan ginseng mengandung
ginseng (P. octandra L.) secara tradisional senyawa saponin dan terpenoid dan ekstrak
banyak digunakan sebagai antifungi, mitogenik, daun tumbuhan ginseng mengandung senyawa
obat stimulan sel limposit darah, antibakteri, saponin.
perangsang muntah, dan buahnya sering
Daftar Pustaka
digunakan sebagai bahan pewarna makanan
alami karena mengandung senyawa betalain Abbasian, B., Azizi, S., & Esmaeili, A. (2010).
yang memiliki khasiat sebagai obat diantaranya Effects of Rat ’ s Licking Behavior on
memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Cutaneous Wound Healing. 13(1), 242–
247.
Tumbuhan ginseng di Pulau Bangka masih
dikenal sebagai tumbuhan liar dan belum Abiko, Y., & Selimovic, D. (n.d.). The Mechanism
banyak diketahui oleh masyarakat, sedangkan Of Protracted Wound Healing On Oral
tumbuhan ini memiliki potensi yang dapat Mucosa In Diabetes . Review. 10(3), 186–
dikembangkan sebagai obat, karena tumbuhan 191.
ini mengandung, zat aktif (saponin dan Andika, M., Prasko, S., & Hermien, S. (2014).
terpenoid). Oleh karena itu, tumbuhan ini perlu Pengaruh Berkumur Air Rebusan Cabe
dilakukan upaya konservasi seperti budidaya Jawa Terhadap Ph Saliva. Kesehatan Gigi,
sebab tumbuhan ini keberadaannya sulit 2(2), 239–244.
ditemukan dan jumlahnya sedikit. Menurut
Ayuningtyas, G., Harijanti, K., & Soemarijah, S.
Nurmayulis & Hermita (2015), salah satu alasan (2009). Sekresi saliva menurun dan
tumbuhan obat Indonesia perlu segera terjadinya kandidiasis oral pada orang tua
dikembangkan secara serius, baik dalam ( Penurunan sekresi saliva dan munculnya
kapasitas rumah tangga maupun industri karena kandidosis oral pada orang tua ). 1, 6–10.
tumbuhan obat sudah mulai sulit ditemukan
dihabitatnya. Brand, H. S., Ligtenberg, A. J. M., & Veerman, E. C.
I. (2014). Saliva and wound healing.
Kesimpulan Monographs in Oral Science, 24, 52–60.
62 | Volume 4, No 1 (2021)
Karakterisasi Morfologi dan Skrining ….

https://doi.org/10.1159/000358784 https://doi.org/10.30595/medisains.v16i
1.2161
Darmastuti, R. dan D. K. S. (2011). Kekuatan
Kearifan Lokal Dalam Komunikasi Lewapadang, Wanda, Tendean, Lydia E. N., P. S.
Kesehatan. Jurnal Komunikasi. Jurnal A. (2015). Pengaruh Mengonsumsi Nanas
Komunikasi, 3(2), 233–244. (Ananas Comosus) Terhadap Laju Aliran
Saliva Pada Lansia Penderita Xerostomia.
Destri, C., Nugraha, J., Anatomi, D. P., Kedokteran,
E-GiGi (EG), 3(2), 454–458.
F., Surabaya, U. A., Klinik, D. P., Kedokteran,
F., & Surabaya, U. A. (2017). Potensi Mintjelungan, C. N., & Pangemanan, D. H. C. (n.d.).
Jatropha multifida Terhadap Jumlah Xerostomia pada Usia Lanjut di Kelurahan
Fibroblast Pada Aphthous Ulcer. 19(1). Malalayang Satu Timur. 1–4.
Fajarwati, R., Utami, L., Ip, V. T., Wirohadidjojo, Y. Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian
W., Ilmu, B., Kulit, K., Universitas, F. K., Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Mada, G., & Sardjito, R. (2015). Efek Saliva
Nanobiotechnol, J., Mi, B., Chen, L., Xiong, Y., Yan,
Manusia Pada Proliferasi Dan Migrasi
C., Xue, H., Panayi, A. C., & Liu, J. (2020).
Fibroblas Jaringan Kulit Normal. Media
Saliva exosomes - derived UBE2O mRNA
Dermato-Venereologica Indonesiana, 42,
promotes angiogenesis in cutaneous
2–6.
wounds by targeting SMAD6. Journal of
Gibbs, S., Roffe, S., Meyer, M., & Gasser, A. (2019). Nanobiotechnology,1–14.
Biology of soft tissue repair: Gingival https://doi.org/10.1186/s12951-020-
epithelium in wound healing and 00624-3
attachment to the tooth and abutment
Oudhoff, M. J., Kroeze, K. L., Nazmi, K., Keijbus, P.
surface. European Cells and Materials, 38,
A. M., Hof, W., Fernandez-Borja, M., Hordijk,
63–78.
P. L., Gibbs, S., Bolscher, J. G. M., & Veerman,
https://doi.org/10.22203/eCM.v038a06
E. C. I. (2009). Structure‐activity analysis of
Hemadi, A. S., Huang, R., Zhou, Y., & Zou, J. (2017). histatin, a potent wound healing peptide
Salivary proteins and microbiota as from human saliva: cyclization of histatin
biomarkers for early childhood caries risk potentiates molar activity 1000‐fold. The
assessment. Nature Publishing Group, FASEB Journal, 23(11), 3928–3935.
9(11), 1–8. https://doi.org/10.1096/fj.09-137588
https://doi.org/10.1038/ijos.2017.35
Pandey, A. K., & Pandey, A. K. (2014). Physiology
Kavanagh, K., & Dowd, S. (2004). Histatins: of Saliva : An Overview Physiology of
antimicrobial peptides with therapeutic Saliva : An Overview.21(1).
potential. Journal of Pharmacy and https://doi.org/10.14693/jdi.v0i0.186
Pharmacology, 56(3), 285–289.
Pertiwi, U. D., & Rusyda Firdausi, U. Y. (2019).
https://doi.org/10.1211/002235702297
Upaya Meningkatkan Literasi Sains Melalui
1
Pembelajaran Berbasis Etnosains.
Kumar, B., Kashyap, N., Avinash, A., & et al. Indonesian Journal of Natural Science
(2017). The composition , function and role Education (IJNSE), 2(1),120–124.
of saliva in maintaining oral health : A https://doi.org/10.31002/nse.v2i1.476
review. Int J Contemp Dent Med Rev, 1–6.
Publisher, S., Resident, S. S., Maxillofacial, O., &
https://doi.org/10.15713/ins.ijcdmr.121
Divison, S. (2015). Case Report
Kusuma, N. (2015). Fisiologi dan Patologi Saliva. Management of Non Healing Oral Ulcer in
Andalas University Press. Diabetic Patient Using Topical Application
of Epidermal Growth Factor : A Case
Lesmana, H., Alfianur, A., Utami, P. A., Retnowati,
Report. 3(8), 640–643.
Y., & Darni, D. (2018). Pengobatan
tradisional pada masyarakat tidung kota Rahmawati, I., Said, F., & Hidayati, S. (2015).
Tarakan: study kualitatif kearifan lokal Perbedaan pH Saliva Sebelum dan Sesudah
bidang kesehatan. Medisains, 16(1), 31. Mengonsumsi Minuman Ringan. Jurnal
Volume 4, No 1 (2021) | 63
Intan Sari, Henri, Eka Sari, Suharyanto

Skala Kesehatan, 6(1), 11. Tubert-Brohman, Ivan & Sherman, Woody &
Repasky, Matthew & Beuming, T. (2013). ).
Rodrigues Neves, C., Buskermolen, J., Roffel, S.,
Improved Docking of Polypeptides with
Waaijman, T., Thon, M., Veerman, E., &
Glide. Journal of Chemical Information and
Gibbs, S. (2019). Human saliva stimulates
Modeling, 53(9), 1689–1699.
skin and oral wound healing in vitro.
Journal of Tissue Engineering and Verrier L. (1970). Dog Licks Man. Lancet, 1,
Regenerative Medicine, 13(6),1079–1092. 5.Vila, T., Rizk, A. M., Sultan, A. S., & Jabra-
https://doi.org/10.1002/term.2865 Rizk, M. A. (2019).
Saliva, P., Gekko, T., & Angiogenesis, L. T. (2017). The power of saliva: Antimicrobial and beyond.
Effect of Tokay Gecko ( Gekko gecko PLoS Pathogens, 15(11), 10–16.
LINNAEUS , 1758 ) Saliva on Angiogenesis https://doi.org/10.1371/journal.ppat.100
During Wound Healing Phase of 8058
Autotomized Tail in Common Sun Skink (
Wahyudi, I. A., Magista, M., & Angel, M. (2013).
Eutropis multifasciata KUHL , 1820 ).
Efektivitas Penggunaan Saliva
13(2), 253–260.
Dibandingkan Povidin-Iodin 10 %
Sarah J. Lowry, Hillary Blecker, Janice Camp, Terhadap PenyembuhanLuka Pada
Butch De Castro, Steven Hecker, Saman Kutaneus Tikus Sprague Dawley The
Arbabi, Neal Traven, N. S. S. (2017). Effectiveness Of Saliva Compare To10 %
Possibilities and challenges in occupational Povidin- Iodine Of Healing Injury In Rats
injury surveillance of day laborers. Cutaneous Sprague Dawley. Jurnal
Occupational Medicine, 53(4), 130. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
2(1), 1–12.
Shah, D., Son, K., Kalmodia, S., Lee, B., Ali, M.,
Balasubramaniam, A., Shukla, D., & Aakalu, Wojcicki, J. M. (2003). Traditional behavioural
V. K. (2020). Wound Healing Properties of practices, the exchange of saliva and HHV-
Histatin-5 and Identification of a 8 transmission in sub-Saharan African
Functional Domain Required for Histatin- populations. British Journal of Cancer,
5-Induced Cell Migration. Molecular 89(10),2016–2017.
Therapy: Methods & Clinical Development, https://doi.org/10.1038/sj.bjc.6601390
17(June),709–716.
Tamonob, A. (2017). Sistem Organ pada
https://doi.org/10.1016/j.omtm.2020.03.
Tumbuhan. Retrieved from
027
http//www.file.upi.edu
Sultan, A. S. (2019). crossm Evaluation of the
Thakur, M., Melzig, M. F., Fuchs, H., & Weng, A.
Antifungal and Wound-Healing Properties
(2011). Chemistry and pharmacology of
of a Novel Peptide-Based Bioadhesive
saponins: special focus on cytotoxic
Hydrogel Formulation. 63(10), 1–11.
properties. Botanics: Targets and Therapy,
Susanti, S. (2016). Pemetaan Penyakit 1,19–29.
Pneumonia di Provinsi Jawa Timur. http://doi.org/10.2147/btat.s17261
Biometrika Dan Kependudukan, 5(2), 117–
Tjitrosoepomo, G. (2020). Morfologi Tumbuhan,
124.
Edisi Cetakan ke Dua Puluh Dua.
Syahrul, D., Dewi, T. P., & Sulistyawati, I., & O., G. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
A. P. (2017). Peranan Madu 15 % Terhadap
Zhang, Q. W., Lin, L. G., & Ye, W. C. (2018).
Peningkatan pH Saliva Wanita Menopause.
Techniques for extraction and isolation of
Interdental, 9–14.
natural products: A comprehensive review.
Torres, P., Castro, M., Reyes, M., & Torres, V. A. Chinese Medicine (United Kingdom),
(2018). Histatins, wound healing, and cell 13(1), 1–26.
migration. Oral Diseases, 24(7), 1150–
1160. https://doi.org/10.1111/odi.12816

64 | Volume 4, No 1 (2021)

You might also like