Karakterisasi Morfologi Dan Skrining Fitokimia Ekstrak Umbi Dan Daun Tumbuhan Ginseng (Phytolacca Octandra L.)
Karakterisasi Morfologi Dan Skrining Fitokimia Ekstrak Umbi Dan Daun Tumbuhan Ginseng (Phytolacca Octandra L.)
Karakterisasi Morfologi Dan Skrining Fitokimia Ekstrak Umbi Dan Daun Tumbuhan Ginseng (Phytolacca Octandra L.)
Abstract
Ginseng plant (Phytolacca octandra L.) is a wild plant that has the potential to be used as medicine.
The morphological characteristics of ginseng plants in Indonesia are different. Therefore, it is
necessary to carry out research aimed at characterizing the morphology and phytochemical
screening of ginseng (P. octandra L.) leaves and tubers. The research was conducted first by
observing morphological characters and screening phytochemical compounds such as alkaloid test,
flavonoid test, phenol test, tannin test, saponin test, terpenoid test, and steroid test. The results of
the research on the morphological characterization of ginseng (P. octandra L.) were: having a taproot
which was modified into a tuber, a round, smooth, red color, pointed leaf shape, the base and tip of
the leaf were pointed, buni fruit type, round flat, colored blackish-purple when ripe, a compound
flower is located at the end of the branch and has flat, round seeds. Ginseng tubers have triterpenoid
and saponin compounds, while the leaves only have saponin compounds. The potential development
of ginseng (P. octandra L.) is currently limited as traditional medicine by local people. This is due to
limited knowledge in its development efforts and unknown phytochemical content.
Keywords: Morphological characterization; phytochemical screening; Phytolacca octandra L.
Abstrak
Tumbuhan ginseng (Phytolacca octandra L.) merupakan tumbuhan liar yang berpotensi untuk
dijadikan sebagai obat. Secara karakteristik morfologi tumbuhan ginseng di Indonesia memiliki
perbedaan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk untuk
mengkarakterisasi morfologi dan skrining fitokimia daun dan umbi ginseng (P. octandra L.).
Penelitian dilakukan terlebih dahulu dengan mengamati karakter morfologi dan melakukan skrining
senyawa fitokimia seperti: uji alkaloid, uji flavonoid, uji fenol, uji tannin, uji saponin, uji terpenoid
dan uji steroid. Hasil penelitian karakterisasi morfologi tumbuhan ginseng (P. octandra L.) yaitu:
memiliki akar tunggang yang termodifikasi menjadi umbi, batang bulat licin, berwarna merah,
bentuk daun menjorong, pangkal dan ujung daun berbentuk runcing, tipe buah buni, berbentuk bulat
gepeng, berwarna ungu kehitaman setelah matang, bung majemuk terletak di ujung cabang serta
memiliki biji bulat gepeng. Umbi ginseng memiliki senyawa triterpenoid dan saponin, sedangkan
pada daun hanya memiliki senyawa saponin. Pengembangan potensi tumbuhan ginseng (P. octandra
L.) saat ini masih terbatas sebagai obat tradisional oleh masyarakat lokal. Hal ini dikarenakan
keterbatasan pengetahuan dalam upaya pengembangannya dan kandungan fitokimia yang belum
diketahui.
Kata kunci: Karakterisasi morfologi; Skrining fitokimia; Phytolacca octandra L.
* Corresponding Author: Henry, email: biology.henry@gmail.com. Program Studi Biologi, Fakultas Pertanian,
Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung, Indonesia
Volume 4, No 1 (2021) | 55
Intan Sari, Henri, Eka Sari, Suharyanto
identifikasi spesimen ini dilakukan di Herbarium Metode maserasi dipilih dikarenakan mampu
Bogoriense Lembaga Ilmu Pengetahuan menghasilkan suatu ekstrak simpilisia dalam
Indonesia (LIPI) Cibinong-Bogor. jumlah banyak, selain itu metode ini juga mampu
Karakterisasi Morfologi Tumbuhan Ginseng menjaga senyawa-senyawa kimia tertentu yang
diakibatkan oleh pemanasan (Zhang et al., 2018).
Karakterisasi dilakukan dilapangan dengan Jenis pelarut pada penelitian yaitu pelarut etanol.
mengamati karakter secara morfologi (akar, Adapun jenis-jenis pengujian fitokimia yang
batang, daun, bunga, buah dan biji), dilakukan diantaranya yaitu uji alkaloid (reagen
menggunakan buku Morfologi Tumbuhan mayer), uji flavonoid (logam Mg dan HCl pekat),
Cetakan ke-22 karya Tjitrosoepomo (2020), uji fenol (FeCl3 1%), uji tannin (air dan FeCl3 1%),
jurnal ilmiah dan referensi pendukung lainnya uji saponin (akuades), uji terpenoid (HCl dan
tentang P. octandra L. Hasil pengamatan di H2SO4) dan uji steroid (kloroform dan asam
lapangan selanjutnya dilakukan dokumentasi asetat anhidrat).
dengan menggunakan kamera.
Skrining Fitokimia Hasil Penelitian dan Pembahasan
Skrining fitokimia dilakukan sebagai suatu Morfologi Tumbuhan Ginseng (Phytolacca
bentuk analisis secara kualitatif yang digunakan octandra L.)
untuk menentukan ciri senyawa aktif yang
Hasil identifikasi sampel akar, batang, daun,
terkandung pada bagian-bagian tumbuhan,
bunga dan buah tumbuhan ginseng di Herbarium
sehingga potensi yang bermanfaat dapat
Bogoriense LIPI menunjukkan bahwa sampel
dikembangan sebagai obat (Erviani et al., 2019).
yang dikoleksi di Pulau Bangka merupakan
Metode penelitian fitokimia ini menggunakan
spesies P. octandra L. dari famili Phytolaccaceae
metode maserasi, dimana metode ini dilakukan
(Gambar 1.). Karakterisasi P. octandra L. dengan
dengan merendam suatu bahan yang berupa
spesies pembeda lain dapat dilihat pada (Tabel
simplisia dengan menggunakan suatu jenis
1).
pelarut.
Gambar 1
Karakterisasi morfologi tumbuhan ginseng (Phytolacca octandra L.) (Foto: Dokumentasi Pribadi, 2019)
Volume 4, No 1 (2021) | 57
Intan Sari, Henri, Eka Sari, Suharyanto
Tabel 1
Hasil karakterisasi morfologi tumbuhan ginseng (P. octandra L.) di Pulau Bangka dan perbandingannya
dengan ginseng (P. octandra L.) di luar negeri
Perbedaan Karakterisasi
Parameter Morfologi Tumbuhan Ginseng
Phytolacca octandra L. *) Phytolacca octandra L. **)
Akar
Sistem perakaran akar tunggang akar tunggang
Organ termodifikasi akar menjadi umbi akar menjadi umbi
Warna organ termodifikasi putih kekuningan putih kekuningan
Diameter Umbi 3 cm – 5 cm -
Batang
Bentuk batang teres: bulat teres: bulat
Arah tumbuh batang erectus: tegak ke atas erectus: tegak ke atas
Cara percabangan monopodial monopodial
Permukaan batang laevis: licin laevis: licin
Warna batang Merah Merah
Panjang batang 80 cm – 1 m 1m–2m
Diameter Batang 1 cm – 3 cm 1 cm – 3 cm
Daun
Bentuk daun elliptic; menjorong elliptic; menjorong
Pangkal daun acuminate; runcing acuminate; runcing
Ujung daun acuminate; runcing acuminate; runcing
Tepi daun entire; rata entire; rata
Permukaan daun scaber: kasap scaber: kasap
Pertulangan daun pinnate; menyirip pinnate; menyirip
Tata letak daun alternate; berseling alternate; berseling
Panjang daun 4 cm – 23 cm 5 cm – 25 cm
Lebar daun 7 cm – 11 cm 1 cm – 8 cm
Tangkai daun 2 cm – 3,5 cm 2 cm – 4 cm
Buah
Tipe buah bacca: buah buni bacca: buah buni
bulat gepeng dengan 8-9 bulat gepeng dengan 6-8
Bentuk buah
lekukan lekukan
Warna buah mentah hijau hijau
Warna buah matang ungu kehitaman ungu kehitaman
Diameter buah 3 mm – 10 mm 0,5 mm – 8 mm
Jumlah buah 15 – 35 10 – 20
Bunga
Tata letak bunga ujung cabang ujung cabang
anthotaxis: bunga
Berdasarkan jumlah bunga anthotaxis: bunga majemuk
majemuk
Letak mahkota bunga polysepalus: berlepasan polysepalus: berlepasan
Bentuk mahkota rotate; memutar rotate; memutar
Warna mahkota putih kehijauan putih kehijauan
Warna putik putih kekuningan putih kekuningan
Warna benang sari putih kekuningan putih kekuningan
Panjang ibu tangkai bunga 10 cm – 15 cm 8 cm – 13 cm
Panjang tangkai bunga 0,5 mm – 5 mm 0,5 mm – 3 mm
Jumlah mahkota bunga 5 5
Ukuran mahkota P: 0,4 mm, L: 3 mm P: 2 mm – 3 mm
Jumlah benang sari 8 – 12 8-10
Ukuran tangkai benang sari 0,1 mm – 2,5 mm -
Biji
Bentuk biji bulat gepeng bulat gepeng
Warna biji hitam hitam
Diameter biji 1 mm – 2 mm 1 mm – 2 mm
Jumlah biji 8–9 6–8
Keterangan: *) Hasil penelitian, 2019 dan **) Hyde et al. 2019
58 | Volume 4, No 1 (2021)
Karakterisasi Morfologi dan Skrining ….
Volume 4, No 1 (2021) | 59
Intan Sari, Henri, Eka Sari, Suharyanto
ketika dihancurkan. Buah merupakan organ berkilau dan tekstur yang halus dan licin. Biji
generatif tumbuhan yang berfungsi melindungi merupakan organ generatif tumbuhan yang
dan membantu dalam proses penyebaran biji
berfungsi sebagai bibit penyebaran tumbuhan
(Tamonob, 2017). Menurut Rachmawati (2014),
agar tumbuh jauh dari tumbuhan induknya yang
persebaran untuk regenerasi tumbuhan ginseng
persebarannya dibantu oleh hewan seperti
dibantu oleh manusia dan hewan pemakan buah
burung (Rachmawati, 2014).
seperti burung.
Keseragaman morfologi tumbuhan ginseng
Morfologi bunga
tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan
Hasil penelitian morfologi bunga pada tumbuhan ginseng pada umumnya yang tumbuh
tumbuhan ginseng menunjukkan bahwa di negara 4 (empat) musim. Sehingga tumbuhan
tumbuhan ginseng yang didapatkan memiliki ginseng tersebut apabila ditanam di negara 2
bunga yang seragam pada beberapa pengamatan (dua) musim dan faktor lingkungan yang
morfologi bunga, yaitu tata letak bunga (ujung berbeda, akan memiliki morfologi yang sama.
cabang), berdasarkan jumlah bunga (athotaxis: Menurut Hyde et al. (2019), bahwa tumbuhan
bunga majemuk), letak mahkota bunga ginseng (P. octandra L.), tumbuhan yang berasal
(polysepalus: berlepasan), bentuk mahkota dari Amerika tropis dan sudah didistribusikan di
bunga (rotate; memutar), warna mahkota bunga tempat yang dinaturalisasi secara lokal di negara
(putih kehijauan), panjang ibu tangkai 10 cm–15 tropis. Tumbuhan ginseng ini bisa tumbuh di
cm, panjang tangkai bunga 0,5 mm–5 mm, jumlah daerah perkebunan, tepi jalan pada musim dingin
mahkota ada 5, warna putik (putih kekuningan), dan musim panas.
warna benang sari (putih kekuningan), memiliki Senyawa Fitokimia Ginseng (P. octandra L.)
jumlah benang sari 8-12 dengan ukuran 0,1 mm-
2,5 mm. Skrining fitokimia ini dilakukan sebagai
tahap awal dalam menentukan kandungan
Tumbuhan ginseng (Phytolacca octandra L.),
senyawa aktif yang terdapat pada ektraks umbi
memiliki bunga-bunga kecil berwarna putih
dan daun tumbuhan ginseng (P. octandra L.)
kehijauan, tangkai bunga yang pendek 0,5-3 mm,
(Tabel 2), didapatkan hasil bahwa senyawa
tumbuh di ujung cabang, setiap bunga memiliki 5
saponin dan terpenoid dinyatakan positif pada
kelopak kecil, memiliki 7-8 benang sari, memiliki
hasil penelitian ini. Berdasarkan struktur
ovarium berwarna hijau dengan warna merah
kimianya, metabolit sekunder dapat
muda atau keunguan kecil. Bunga merupakan
diklasifikasikan ke dalam berbagai kelompok
alat perkembangbiakan generatif tumbuhan,
yang berbeda, yang sebagian besar berbeda
yang befungsi sebagai tempat terjadinya
dalam hal esensi fungsi ekologisnya (Kennedy &
penyerbukan, dimana serbuk sari akan jatuh
Wightman, 2011). Kelompok fitokimia
pada kepala putik sehingga terjadinya
terpenting dalam hal ini adalah alkaloid,
pembuahan (Rachmawati, 2014).
glikosida, flavonoid, tanin, saponin dan resin yang
Morfologi biji memiliki khasiat obat. Senyawa saponin pada
penelitian ini dinyatakan positif karena hasil uji
Hasil penelitian morfologi biji pada
menunjukkan terdapatnya busa yang bertahan
tumbuhan ginseng menunjukkan bahwa
selama 5 menit setelah sampel dikocok pada
tumbuhan ginseng yang didapatkan memiliki biji
kisaran 1 menit. Saponin memiliki glikosil
yang seragam pada beberapa pengamatan
sebagai gugus polar serta gugus steroid atau
morfologi biji, yaitu bentuk biji (bulat gepeng),
terpenoid sebagai gugus nonpolar sehingga
warna biji (hitam) dengan diameter 0,1 mm-0,2
bersifat aktif permukaan. dan membentuk misel
mm dan jumlah biji 8-9 pada setiap buah. saat dikocok dengan air. Saponin merupakan
Tumbuhan ginseng (Phytolacca octandra L.), molekul besar dan mengandung hidrofobik yang
memiliki biji berbentuk bulat gepeng terkandung terdiri dari triterpenoid (30 atom karbon) atau
didalam setiap lobus buahnya, berwarna hitam
60 | Volume 4, No 1 (2021)
Karakterisasi Morfologi dan Skrining ….
Senyawa
Organ Jenis
tumbuhan pelarut Alkaloid Flavonoid Fenol Tanin Saponin Terpenoid Steroid
Hasil penelitian
Umbi - - - - + + -
Etanol
Daun 96% - - - - + - -
Referensi (Eswari et al., 2018)
Air + + + + - - -
Aseton + + + + + - +
Umbi
Petroleum
+ + + - + - +
eter
Selain itu, pada bagian hidrofobiknya yang merah atau ungu. Menurut Siadi (2012), prinsip
terdiri dari beberapa residu sakarida yang reaksi mekanisme uji terpenoid yaitu pelepasan
terhubung melalui ikatan glikosa (Barbosa, H2O dan penggabungan dengan karbokation.
2014). Senyawa saponin memiliki sifat yang Reaksi ini diawali dengan proses asetilasi gugus
berkorelasi secara amphipathic atau hidroksil menggunakan asam asetat anhidrat.
amphiphilic di atas dari molekul-molekul ini Senyawa terpenoid banyak digunakan sebagai
karena mereka dibentuk oleh satu gugus obat, antiseptik dan antimikrob (Habibi et al.,
hidrofilik dan satu lipofilik dan satu lipofilik 2018).
(Augustin et al. , 2011).
Senyawa terpenoid merupakan senyawa
Menurut Thakur et al. (2011), saponin yang diproduksi pada berbagai genera
merupakan senyawa bioaktif yang diproduksi tumbuhan, jamur, alga, dan spons. Terpenoid
oleh tumbuhan, beberapa organisme laut dan telah diketahui memiliki nilai farmasi yang
serangga. Senyawa saponin mempunyai signifikan sejak zaman prasejarah, karena
peranan sebagai antibakteri, antibiotik dan spektrum aplikasi medis terpenoid yang luas
antijamur (Kayce et al., 2014). Secara kimia, (Jaeger & Cuny, 2016). Terpenoid dikelompok
saponin terbentuk sebagai glikosida steroid atau berdasarkan jumlah unit isopren yang
triterpen polisikli, bersifat bipolar dan menyusunnya yaitu antara lain: monoterpenoid,
biosintesis rantai utama saponin melalui jalur diterpenoid, triterpenoid, tetraterpenoid,
(Thakur et al., 2011) politerpenoid dan seskuiterpenoid (Ramadani,
2016).
Uji terpenoid dinyatakan positif apabila
terjadi perubahan warna ungu atau merah. Uji Berdasarkan hasil penelitian Eswari et al.
terpenoid ini, ekstrak etanol tumbuhan ginseng (2018) tumbuhan ginseng (Phytolacca octandra
dilarutkan dalam kloroform kemudian L.) dengan pelarut polar (air), semi polar
ditambahkan pereaksi H2SO4 1% dan asam (aseton) dan non polar (petroleum eter). Dari
ketiga jenis pelarut, senyawa fitokimia yang
asetat anhidrat, menunjukkan hasil positif
terdeteksi positifnya pun berbeda. Pada pelarut
dengan adanya perubahan warna menjadi
polar (air), senyawa yang positif (+)
Volume 4, No 1 (2021) | 61
Intan Sari, Henri, Eka Sari, Suharyanto
https://doi.org/10.1159/000358784 https://doi.org/10.30595/medisains.v16i
1.2161
Darmastuti, R. dan D. K. S. (2011). Kekuatan
Kearifan Lokal Dalam Komunikasi Lewapadang, Wanda, Tendean, Lydia E. N., P. S.
Kesehatan. Jurnal Komunikasi. Jurnal A. (2015). Pengaruh Mengonsumsi Nanas
Komunikasi, 3(2), 233–244. (Ananas Comosus) Terhadap Laju Aliran
Saliva Pada Lansia Penderita Xerostomia.
Destri, C., Nugraha, J., Anatomi, D. P., Kedokteran,
E-GiGi (EG), 3(2), 454–458.
F., Surabaya, U. A., Klinik, D. P., Kedokteran,
F., & Surabaya, U. A. (2017). Potensi Mintjelungan, C. N., & Pangemanan, D. H. C. (n.d.).
Jatropha multifida Terhadap Jumlah Xerostomia pada Usia Lanjut di Kelurahan
Fibroblast Pada Aphthous Ulcer. 19(1). Malalayang Satu Timur. 1–4.
Fajarwati, R., Utami, L., Ip, V. T., Wirohadidjojo, Y. Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian
W., Ilmu, B., Kulit, K., Universitas, F. K., Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Mada, G., & Sardjito, R. (2015). Efek Saliva
Nanobiotechnol, J., Mi, B., Chen, L., Xiong, Y., Yan,
Manusia Pada Proliferasi Dan Migrasi
C., Xue, H., Panayi, A. C., & Liu, J. (2020).
Fibroblas Jaringan Kulit Normal. Media
Saliva exosomes - derived UBE2O mRNA
Dermato-Venereologica Indonesiana, 42,
promotes angiogenesis in cutaneous
2–6.
wounds by targeting SMAD6. Journal of
Gibbs, S., Roffe, S., Meyer, M., & Gasser, A. (2019). Nanobiotechnology,1–14.
Biology of soft tissue repair: Gingival https://doi.org/10.1186/s12951-020-
epithelium in wound healing and 00624-3
attachment to the tooth and abutment
Oudhoff, M. J., Kroeze, K. L., Nazmi, K., Keijbus, P.
surface. European Cells and Materials, 38,
A. M., Hof, W., Fernandez-Borja, M., Hordijk,
63–78.
P. L., Gibbs, S., Bolscher, J. G. M., & Veerman,
https://doi.org/10.22203/eCM.v038a06
E. C. I. (2009). Structure‐activity analysis of
Hemadi, A. S., Huang, R., Zhou, Y., & Zou, J. (2017). histatin, a potent wound healing peptide
Salivary proteins and microbiota as from human saliva: cyclization of histatin
biomarkers for early childhood caries risk potentiates molar activity 1000‐fold. The
assessment. Nature Publishing Group, FASEB Journal, 23(11), 3928–3935.
9(11), 1–8. https://doi.org/10.1096/fj.09-137588
https://doi.org/10.1038/ijos.2017.35
Pandey, A. K., & Pandey, A. K. (2014). Physiology
Kavanagh, K., & Dowd, S. (2004). Histatins: of Saliva : An Overview Physiology of
antimicrobial peptides with therapeutic Saliva : An Overview.21(1).
potential. Journal of Pharmacy and https://doi.org/10.14693/jdi.v0i0.186
Pharmacology, 56(3), 285–289.
Pertiwi, U. D., & Rusyda Firdausi, U. Y. (2019).
https://doi.org/10.1211/002235702297
Upaya Meningkatkan Literasi Sains Melalui
1
Pembelajaran Berbasis Etnosains.
Kumar, B., Kashyap, N., Avinash, A., & et al. Indonesian Journal of Natural Science
(2017). The composition , function and role Education (IJNSE), 2(1),120–124.
of saliva in maintaining oral health : A https://doi.org/10.31002/nse.v2i1.476
review. Int J Contemp Dent Med Rev, 1–6.
Publisher, S., Resident, S. S., Maxillofacial, O., &
https://doi.org/10.15713/ins.ijcdmr.121
Divison, S. (2015). Case Report
Kusuma, N. (2015). Fisiologi dan Patologi Saliva. Management of Non Healing Oral Ulcer in
Andalas University Press. Diabetic Patient Using Topical Application
of Epidermal Growth Factor : A Case
Lesmana, H., Alfianur, A., Utami, P. A., Retnowati,
Report. 3(8), 640–643.
Y., & Darni, D. (2018). Pengobatan
tradisional pada masyarakat tidung kota Rahmawati, I., Said, F., & Hidayati, S. (2015).
Tarakan: study kualitatif kearifan lokal Perbedaan pH Saliva Sebelum dan Sesudah
bidang kesehatan. Medisains, 16(1), 31. Mengonsumsi Minuman Ringan. Jurnal
Volume 4, No 1 (2021) | 63
Intan Sari, Henri, Eka Sari, Suharyanto
Skala Kesehatan, 6(1), 11. Tubert-Brohman, Ivan & Sherman, Woody &
Repasky, Matthew & Beuming, T. (2013). ).
Rodrigues Neves, C., Buskermolen, J., Roffel, S.,
Improved Docking of Polypeptides with
Waaijman, T., Thon, M., Veerman, E., &
Glide. Journal of Chemical Information and
Gibbs, S. (2019). Human saliva stimulates
Modeling, 53(9), 1689–1699.
skin and oral wound healing in vitro.
Journal of Tissue Engineering and Verrier L. (1970). Dog Licks Man. Lancet, 1,
Regenerative Medicine, 13(6),1079–1092. 5.Vila, T., Rizk, A. M., Sultan, A. S., & Jabra-
https://doi.org/10.1002/term.2865 Rizk, M. A. (2019).
Saliva, P., Gekko, T., & Angiogenesis, L. T. (2017). The power of saliva: Antimicrobial and beyond.
Effect of Tokay Gecko ( Gekko gecko PLoS Pathogens, 15(11), 10–16.
LINNAEUS , 1758 ) Saliva on Angiogenesis https://doi.org/10.1371/journal.ppat.100
During Wound Healing Phase of 8058
Autotomized Tail in Common Sun Skink (
Wahyudi, I. A., Magista, M., & Angel, M. (2013).
Eutropis multifasciata KUHL , 1820 ).
Efektivitas Penggunaan Saliva
13(2), 253–260.
Dibandingkan Povidin-Iodin 10 %
Sarah J. Lowry, Hillary Blecker, Janice Camp, Terhadap PenyembuhanLuka Pada
Butch De Castro, Steven Hecker, Saman Kutaneus Tikus Sprague Dawley The
Arbabi, Neal Traven, N. S. S. (2017). Effectiveness Of Saliva Compare To10 %
Possibilities and challenges in occupational Povidin- Iodine Of Healing Injury In Rats
injury surveillance of day laborers. Cutaneous Sprague Dawley. Jurnal
Occupational Medicine, 53(4), 130. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
2(1), 1–12.
Shah, D., Son, K., Kalmodia, S., Lee, B., Ali, M.,
Balasubramaniam, A., Shukla, D., & Aakalu, Wojcicki, J. M. (2003). Traditional behavioural
V. K. (2020). Wound Healing Properties of practices, the exchange of saliva and HHV-
Histatin-5 and Identification of a 8 transmission in sub-Saharan African
Functional Domain Required for Histatin- populations. British Journal of Cancer,
5-Induced Cell Migration. Molecular 89(10),2016–2017.
Therapy: Methods & Clinical Development, https://doi.org/10.1038/sj.bjc.6601390
17(June),709–716.
Tamonob, A. (2017). Sistem Organ pada
https://doi.org/10.1016/j.omtm.2020.03.
Tumbuhan. Retrieved from
027
http//www.file.upi.edu
Sultan, A. S. (2019). crossm Evaluation of the
Thakur, M., Melzig, M. F., Fuchs, H., & Weng, A.
Antifungal and Wound-Healing Properties
(2011). Chemistry and pharmacology of
of a Novel Peptide-Based Bioadhesive
saponins: special focus on cytotoxic
Hydrogel Formulation. 63(10), 1–11.
properties. Botanics: Targets and Therapy,
Susanti, S. (2016). Pemetaan Penyakit 1,19–29.
Pneumonia di Provinsi Jawa Timur. http://doi.org/10.2147/btat.s17261
Biometrika Dan Kependudukan, 5(2), 117–
Tjitrosoepomo, G. (2020). Morfologi Tumbuhan,
124.
Edisi Cetakan ke Dua Puluh Dua.
Syahrul, D., Dewi, T. P., & Sulistyawati, I., & O., G. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
A. P. (2017). Peranan Madu 15 % Terhadap
Zhang, Q. W., Lin, L. G., & Ye, W. C. (2018).
Peningkatan pH Saliva Wanita Menopause.
Techniques for extraction and isolation of
Interdental, 9–14.
natural products: A comprehensive review.
Torres, P., Castro, M., Reyes, M., & Torres, V. A. Chinese Medicine (United Kingdom),
(2018). Histatins, wound healing, and cell 13(1), 1–26.
migration. Oral Diseases, 24(7), 1150–
1160. https://doi.org/10.1111/odi.12816
64 | Volume 4, No 1 (2021)